Anda di halaman 1dari 62

1

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF


TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATERI HIMPUNAN
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
(Penelitian terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Manonjaya Kabupaten
Tasikmalaya Tahun Ajaran 2008/2009)
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang telah
berkembang amat pesat, baik materi maupun kegunaannya. Matematika sebagai
salah satu alat bantu yang memegang peranan penting dalam penemuan dan
perkembangan teknologi. Sebagaimana dikemukakan Ruseffendi, E.T. (2006 :
94), Matematika itu penting baik sebagai alat bantu, sebagai ilmu, sebagai
pembimbing pola pikir, maupun sebagai pembentuk sikap. Oleh karena itu, kita
harus mendorong siswa untuk belajar matematika dengan baik.
Matematika juga di pandang sebagai salah satu ilmu dasar yang memiliki
peranan penting dalam jenjang pendidikan formal. Tim MKPBM (2001 : 56)
menyatakan, Tujuan umum pendidikan matematika adalah mempersiapkan
siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan yang selalu berkembang
melalui latihan atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efektif dan efisien serta dapat menggunakan pola pikir matematika dalam
kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
2
Dengan demikian pembelajaran matematika dapat melatih siswa berfikir kritis,
dan bertindak atas dasar pemikiran yang logis dalam kehidupan sehari-hari.
Namun bagi sebagian besar siswa, matematika yang demikian penting itu
masih dipandang sebagai mata pelajaran yang cukup sulit, karena selama ini guru
dominan dalam proses pembelajaran matematika, siswa hanya memperhatikan
apa yang dijelaskan oleh guru tanpa interaksi secara aktif dari siswa. Hal ini
mengakibatkan sebagian siswa kurang menguasai pada beberapa materi yang
telah diterangkan oleh guru dan menganggap pelajaran matematika adalah salah
satu mata pelajaran yang paling sulit dipahami oleh sebagian siswa. Hal ini
disebabkan karena pada saat proses pembelajaran siswa pasif dalam menghadapi
mata pelajaran matematika siswa hanya sebagai menjadi pendengar dan penerima
informasi dari guru.
Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ialah
dengan cara melalui perbaikan proses belajar mengajar. Berbagai model dan
metode tentang proses belajar mengajar di sekolah telah bermunculan dan
berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Salah satu model pembelajaran yang berkembang saat ini adalah
model pembelajaran kooperatif. Wardani, Sri (2006 : 3) menyatakan, Salah satu
model pembelajaran yang dapat efektif meningkatkan kemampuan berfikir siswa
adalah model pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa
terlibat aktif pada proses pembelajaran. Alasan dipilihnya model pembelajaran
3
tersebut karena pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada peningkatan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik dan mengembangkan keterampilan
sosial diantaranya bekerja dalam kelompok, aktif bertanya, dapat menjelaskan ide
atau pendapat dan menghargai pendapat orang lain. Dengan kata lain hasil belajar
siswa dapat ditingkatkan melalui keaktifan siswa dalam pembelajaran itu sendiri.
Selain itu, pembelajaran kooperatif juga menitikberatkan pada kerjasama
siswa dalam kelompok, sehingga keterampilan siswa dalam belajar sangat
diperlukan. Menurut Wardani, Sri (2006 : 2) Belajar kooperatif salah satu model
pembelajaran dimana belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya empat sampai enam orang, dengan struktur
kelompok heterogen. Selanjutnya Ibrahim, Muslimin, et.al. (2006 : 16)
menyatakan : Satu aspek penting pembelajaran kooperatif ialah bahwa di
samping pembelajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku
kooperatif dan hubungan yang lebih baik di antara siswa, pembelajaran kooperatif
secara bersamaan membantu siswa dalam pembelajaran akademis mereka.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa kemungkinan menggunakan kemampuan
berfikir yang lebih tinggi selama dan setelah diskusi dari pada belajar secara
individual atau kompetitif, kemungkinan besar materi yang dipelajari siswa dapat
melekat dalam jangka waktu yang lama.
Pada model pembelajaran kooperatif terdapat berbagai tipe pembelajaran,
salah satunya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
4
(NHT) yang dapat meningkatkan aktivitas siswa sehingga terjadi komunikasi
multi arah. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head
Together (NHT) salah satunya adalah setiap anggota dari kelompok diberi nomor,
setelah semua anggota kelompok berdiskusi, guru menyebutkan salah satu nomor
anggota kelompok kemudian dipanggil untuk menyampaikan hasil diskusinya di
depan kelas, nomor yang sama dari kelompok yang lain memberikan tanggapan.
Materi yang diteliti dibatasi pada materi Himpunan, kompetensi dasar 4.3 yaitu:
melakukan operasi irisan, gabungan, kurang (difference), dan komplemen pada
himpunan dan kompetensi dasar 4.4 yaitu: menyajikan himpunan dengan diagram
venn.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul : Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) pada Materi Himpunan
Terhadap Hasil Belajar Siswa (Penelitian terhadap Siswa Kelas VII SMP
Negeri 1 Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya Tahun Ajaran 2008/2009).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat
5
Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head
Together (NHT) pada Materi Himpunan Terhadap Hasil Belajar Siswa?.
C. Definisi Operasional
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together
(NHT)
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)
merupakan teknik dalam model pembelajaran kooperatif dimana siswa
dikelompokkan dalam kelompok belajar yang heterogen dan masing-masing
anggota kelompok diberi nomor. Langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut:
a) Penomoran. Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3
-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1
sampai 5.
b) Mengajukan pertanyaan. Guru mengajukan sebuah pertanyaan
kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat
spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.
c) Berfikir bersama. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya
mengetahui jawaban itu.
d) Menjawab. Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa
yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Setelah diskusi di anggap cukup semua siswa di beri tes individu.
2. Model Pembelajaran Langsung
6
Model pembelajaran langsung akan terlaksana dengan baik jika
dirancang dengan baik pula. Fase-fase yang harus dilaksanakan dalam
pembelajaran langsung yaitu : Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan
siswa, mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, membimbing
pelatihan, mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, serta
memberikan latihan dan penerapan konsep.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan dampak dari proses belajar mengenai
pengetahuan yang harus di pahami oleh siswa, dan sikap yang ditunjukkan
serta kecakapan yang potensial dan kapasitas pengetahuan yang dimiliki siswa
setelah pembelajaran. Hasil belajar di peroleh dari tes tertulis berbentuk
uraian yaitu ulangan harian, tugas individu, dan tugas kelompok.
4. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT) dikatakan mempunyai pengaruh terhadap
hasil belajar siswa, jika terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan
antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together (NHT) dengan model pembelajaran langsung.
D. Tujuan Penelitian
7
Sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada materi
Himpunan terhadap hasil belajar siswa.
E. Kagunaan Penelitian
1. Bagi siswa, model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) dapat menciptakan suasana kelas yang menyenangkan karena
melibatkan diri secara aktif dalam proses pembelajaran matematika sehingga
siswa termotivasi untuk belajar matematika.
2. Memberikan informasi kepada guru dan calon guru tentang pengaruh
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) pada materi Himpunan terhadap hasil belajar siswa.
3. Dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran dan bahan
pertimbangan dalam rangka meningkatkan kreatifitas demi perbaikan proses
pembelajaran matematika yang akan datang.
F. Landasan Teoretis
1. Kajian Teori
8
a. Pembelajaran Kooperatif
Salah satu bentuk pembelajaran yang dapat melibatkan siswa
secara langsung untuk bekerja sama dan saling membantu memecahkan
masalah yaitu model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang lebih menekankan kerja sama di
antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Tim MKPBM (2001 : 218) menyatakan, Bukanlah cooperative
learning jika para siswa duduk bersama dalam kelompok-
kelompok kecil dan mempersilakan salah seorang diantaranya
untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan kelompok. Cooperative
learning menekankan pada kehadiran teman sebaya yang
berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam
menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.
Karli, Hilda dan Margaretha, S. Y (2002 : 70) mengemukakan
Model cooperative learning adalah suatu strategi belajar mengajar
yang menekankan pada sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau
membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih. Sedangkan menurut
tim MKPBM (2001 : 218) cooperative learning adalah Suatu
kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk
menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau
mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.
Selanjutnya Menurut Slavin, R. E (Wardani, Sri. 2006 : 2)
9
mengemukakan, Belajar kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya empat sampai enam orang dengan
struktur kelompok heterogen.
Posamentier (Widdiharto, Rachmadi 2004 : 12) secara sederhana
menyebutkan cooperative learning atau belajar secara kooperatif adalah
Penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan
mereka sebuah atau beberapa tugas.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa
dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen untuk
menyelesaikan suatu masalah.
Menurut Posamentier (Widdiharto, Rachmadi 2004 : 12),
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika siswa bekerja dalam
kelompok, yaitu:
1) Setiap anggota dalam kelompok harus merasa bagian dari tim
dalam pencapaian tujuan bersama.
2) Setiap anggota dalam kelompok harus menyadari bahwa
masalah yang mereka pecahkan adalah masalah kelompok,
berhasil atau gagal akan dirasakan oleh semua anggota
kelompok.
3) Untuk pencapaian tujuan kelompok, semua siswa harus bicara
atau diskusi satu sama lain.
4) Harus jelas bahwa setiap kerja individu dalam kelompok
mempunyai efek langsung terhadap keberhasilan kelompok.
10
Wardani, Sri (2006 : 4) mengemukakan, Sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai hendaknya terlebih dahulu guru
memperkenalkan keterampilan kooperatif dan tiga aturan dasar
pembelajaran kooperatif yaitu : (1) siswa tetap berada dalam kelas,
(2) mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum
mengajukan pertanyaan kepada guru, dan (3) memberikan umpan
balik terhadap ide-ide yang menghindari saling mengkritik sesama
anggota kelompok.
Ibrahim, Muslimin et. al (2000 : 6) mengemukakan bahwa unsur-
unsur dasar pembelajaan kooperatif adalah sebagai berikut:
1) Siswa dan kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka
sehidup, sepenanggungan bersama,.
2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam
kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4) Siswa haruslah membagi kelompok tugas dan tanggung jawab
yang sama di antara anggota kelompok.
5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau
penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota
kelompok.
6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Beberapa karakteristik pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif menurut Karli, Hilda dan Margaretha S.Y
(2002 : 71) sebagai berikut :
1) Individual accountability, yaitu bahwa setiap individu di
dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk
11
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok,
sehingga keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh
tanggung jawab setiap anggota.
2) Soccial Skill, meliputi seluruh hidup sosial, kepekatan sosial
dan mendidik siswa untuk menumbuhkan pengekangan diri
dan pengarahan diri dari kepentingan kelompok.
Keterampilan ini mengajarkan siswa untuk belajar memberi
dan menerima, mengambil dan menerima tanggung jawab,
menghormati hak orang lain dan membentuk kesadaran sosial.
3) Positive Interdepence, adalah sifat yang menunjukan saling
ketergantungan satu terhadap yang lain di dalam kelompok
secara positif. Keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh
peran serta setiap anggota kelompok, karena setiap anggota
kelompok dianggap memiliki kontribusi. Jadi siswa
berkolaborasi bukan kompetisi.
4) Group Processing, proses perolehan jawaban permasalahan
dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) merupakan bentuk
pembelajaran berdasarkan tingkat kemampuan siswa yang berbeda, di
mana siswa tidak hanya dapat belajar dari guru tetapi dari sesama siswa
dalam suatu kelompok yang bekerja sama untuk kesuksesan
kelompoknya, sehingga keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata
dari guru melainkan dari siswa itu sendiri.
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim, Muslimin et.al
(2000 : 6 - 7)
12
1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah.
3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.
4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim,
Muslimin. et. al (2000 : 10) adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase-2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan
Fase-3
Mengorganisasikan
siswa kedalam
kelompok-kelompok
belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien
Fase-4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan
13
tugas mereka
Fase-5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya
Fase-6
Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok
Sumber : Ibrahim Muslimin et. al (2000 : 10)
Keberhasilan dalam belajar kooperatif tidak hanya di pengaruhi
oleh guru tetapi juga oleh teman sebaya. Pengaruh teman sebaya dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan positif dalam pembelajaran matematik.
Menurut Roger dan David (Lie, Anita 2002 : 30) mengemukakan,
Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5 unsur yang harus
diterapkan yaitu : saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi
proses kelompok.
Menurut Karli, Hilda dan Margaretha, S. Y (2002 : 73) manfaat
yang diperoleh dalam pelaksanaan model pembelajaran cooperative
learning dalam proses belajar mengajar antara lain :
1) Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilannya dalam suasana
belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis
14
2) Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang
telah dimiliki oleh siswa
3) Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai dan
keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam
kehidupan di masyarakat
4) Siswa tidak hanya sebagai objek belajar melainkan juga
sebagai subjek belajar karena siswa dapat menjadi tutor
sebaya bagi siswa lainnya
5) Siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja
yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mngembangkan
potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya
6) Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh
dan memenuhi pengetahuan yang dibutuhkan secara
langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna
dari dirinya.
Selain manfaat, model pembelajaran kooperatif juga mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran kooperatif
menurut Posamentier (Widdiharto, Rachmadi. 2004 : 17) adalah sebagai
berikut :
1) Melatih siswa mengungkap atau menyampaikan gagasan /
idenya.
2) Melatih siswa untuk menghargai pendapat atau gagasan orang
lain.
3) Menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial.
Sedangkan kekurangan model pembelajaran kooperatif menurut
Posamentier (Widdiharto, Rachmadi. 2004 : 17) adalah sebagai berikut :
1) Kadang hanya beberapa siswa yang aktif dalam kelompok.
2) Kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit
atau kurang mendukung untuk diatur kegiatan kelompok.
3) Akan memakan banyak waktu.
15
Selanjutnya hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas
model pembelajaran kooperatif adalah prosedur pemberian nilai. Lie,
Anita (2002 : 87) mengemukakan:
Dalam penilaian, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok.
Siswa bekerjasama dengan metode gotong royong, mereka saling
membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes. Kemudian
masing-masing mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima
nilai pribadi, dan nilai kelompok dari Sumbangan setiap
anggota.
Nilai sumbangan untuk kelompok dihitung berdasarkan skor
perkembangan individu yang diperoleh setiap anggota. Skor
perkembangan individu diperoleh dari hasil tes siswa setelah
melaksanakan pembelajaran pada setiap pertemuan dengan melihat skor
awal masing-masing anggota kelompok. Pedoman pemberian skor
perkembangan individu yang dikemukakan oleh Slavin. R. E. (Wardani,
Sri 2006 : 7) adalah sebagai berikut:
Tabel 2
Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
Skor Tes
Skor
Perkembangan
Individu
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 0
10 hingga 1 poin di bawah skor awal 10
Skor awal sampai 10 poin di atas skornya 20
16
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Nilai sempurna (tidak memperhatikan skor awal) 40
Sumber : (Wardani, Sri 2006 : 7)
Selanjutnya Ibrahim, Muslimin, et.al (2002 : 62) mengemukakan
bahwa untuk menentukan kriteria penghargaan kelompok ditunjukkan
pada tabel berikut:
Tabel 3
Kriteria Pemberian Penghargaan Terhadap Kelompok
Rata Rata Kelompok Penghargaan
15 poin Kelompok Baik
20 poin Kelompok Hebat
25 poin Kelompok Super
Sumber : Ibrahim, Muslimin et.al (2002 : 62)
b. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together
(NHT)
Numbered Head Together (NHT) merupakan teknik dalam model
pembelajaran kooperatif dimana siswa dikelompokkan dalam kelompok
belajar heterogen dan masing-masing anggota kelompok diberi nomor.
Lie, Anita (2002 : 59) mengemukakan bahwa teknik belajar mengajar
17
kooperatif diantaranya kepala bernomor (Numbered Heads) yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Teknik NHT ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide
dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Sejalan dengan pendapat di atas, Widdiharto, Rachmadi (2004 :
16) berpendapat, Dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT,
setiap tim terdiri dari siswa dengan kemampuan yang bervariasi, yaitu
siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Siswa yang
berkemampuan tinggi diharapkan dapat membantu siswa yang
berkemampuan sedang atau rendah.
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan suatu teknik yang
menekankan pada prilaku kerjasama diantara anggota kelompok dan
dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengeluarkan pendapat.
Menurut Ibrahim, Muslimin et. al (2000 : 28), terdapat empat
langkah dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT, yaitu:
1) Penomoran. Guru membagi siswa ke dalam kelompok
beranggota 3 - 5 orang dan kepada setiap anggota kelompok
diberi nomor antara 1 sampai 5.
2) Mengajukan pertanyaan. Guru mengajukan sebuah pertanyaan
kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat
amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.
18
3) Berfikir bersama. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap
jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam
timnya mengetahui jawaban itu.
4) Menjawab. Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian
siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan
mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Sejalan dengan pendapat di atas Lie, Anita (2002 : 59)
mengemukakan, Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe
NHT, adalah sebagai berikut:
1) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok
mendapat nomor.
2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
3) Kelompok memutuskan jawaban yang di anggap paling benar
dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui
jawaban ini.
4) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang
di panggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
Masih mengenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT
Suherman, Erman (2004 : 22) menyebutkan bahwa sintaks dari model
kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut:
1) Buat kelompok siswa 5 orang, heterogen
2) Tiap anggota kelompok diberi nomor 1-5
3) Berikan persoalan (problem) materi bahan ajar
4) Bekerja kelompok untuk mufakat
5) Presentasi kelompok menurut siswa dengan nomor tertentu
6) Kuis individual
7) Buat skor perkembangan tiap siswa
8) Umumkan hasil kuis.
19
Berdasarkan pendapat tersebut berikut ini adalah ilustrasi
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT) sebagai berikut :
1) Pengelompokkan siswa
Pada tahap ini siswa dikelompokkan dalam kelompok kecil
keanggotaannya harus heterogen berdasarkan kemampuan akademik.
Setiap kelompok di beri nomor sebagai identitas diri misalnya,
kelompok A : A
1
, A
2
, A
3
, A
4
2) Penyajian materi
Pada tahap ini guru memulai dengan memberikan apersepsi
yang bertujuan untuk mengingatkan siswa terhadap materi prasyarat
yang telah dipelajarinya agar dapat menghubungkan dengan materi
yang baru, dengan pengetahuan yang dimilikinya guru
menyampaikan tujuan pembelajaran. Selanjutnya, dengan metode
tanya jawab dan diskusi siswa mempelajari bahan ajar.
3) Diskusi kelompok
Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada siswa
untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama-sama dengan kelompok.
Setiap anggota kelompok berbagi tugas dan saling membantu dalam
20
menyelesaikan soal dan semua anggota kelompok mengetahui
jawaban dari soal yang diberikan.
4) Presentasi hasil kerja kelompok
Setelah diskusi kelompok selesai, guru memanggil salah satu
nomor identitas diri siswa dan menyuruh siswa dengan nomor yang
dipanggil tersebut untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok di
depan kelas.
5) Tes individu
Setelah pembelajaran selesai, dilakukan tes individu oleh guru
dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan yang telah dimiliki
siswa dalam memahami materi dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).
6) Tahap perhitungan skor perkembangan individu
Setelah tes selesai maka dilakukan perhitungan skor
perkembangan inividu dan skor kelompok untuk menentukan tingkat
penghargaan pada kelompok.
21
7) Tahap pemberian penghargaan kelompok
Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara
menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu dan
hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok. Pemberian
penghargaan diberikan berdasarkan perolehan reratanya, yang
dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat, dan
kelompok super.
c. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Head Together (NHT)
Memperhatikan rangkaian kegiatan yang terdapat pada
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together, maka teori
belajar yang mendasarinya adalah:
1) Teori Belajar Piaget
Teori belajar Piaget menekankan pada siswa dalam proses
interaksi dengan lingkungan disekitar mereka, dimana dalam proses
interaksi tersebut siswa diberi kesempatan untuk kerjasama dan
22
berbagi pengalaman serta pengetahuan. Dari hasil interaksi tersebut
diharapkan siswa akan lebih mudah menyerap informasi dalam upaya
untuk membentuk struktur kognitifnya. Hal ini sejalan dengan
pendapat Piaget (Tim MKPBM, 2001 : 38) menyatakan Struktur
kognitif sebagai Skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-
skema. Skemata ini bekerja sebagai hasil interaksi antara individu
dengan lingkungannya dengan cara asimilasi dan akomodasi.
Selanjutnya Piaget (Dahar, Ratna Wilis, 1996 : 151) mengemukakan:
Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses,
yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi
seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah
ada untuk menanggapi masalah yang dihadapinya dalam
lingkungannya. Dalam proses akomodasi seseorang
memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam
mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan.
Sejalan dengan pendapat di atas Ruseffendi, E. T. (1991 : 133)
menjelaskan, Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam
pikiran. Sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali struktur
pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi baru
tersebut mempunyai tempat.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan seseorang akan berkembang apabila pengetahuan yang
telah dimiliki dari hasil interaksi dan kerjasama tersebut kemudian
23
diasimilasi dan diakomodasi sehingga diperoleh suatu pengetahuan
yang baru, sehingga teori belajar Piaget mendukung model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT),
karena dalam pelaksanaannya model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT) menekankan pada keaktifan siswa
dalam mengkontruksi sendiri pengetahuannya dengan cara
berinteraksi dengan lingkungan melalui proses asimilisasi dan
akomodasi.
2) Teori Belajar Vygotsky
Teori Vygotsky lebih menekankan pada pentingnya interaksi
sosial dengan orang yang mempunyai pengetahuan yang lebih baik.
Pada saat pembelajaran di sekolah berlangsung, interaksi terjalin
antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Interaksi yang
terjalin antara sesama siswa, lebih memudahkan siswa tersebut untuk
dapat menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi secara
bersama-sama melalui suatu kerjasama.
Menurut Vygotsky (Budiningsih, C. Asri, 2005 : 99)
mengemukakan :
Untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara
menelusuri apa yang ada dibalik otaknya dan pada kedalaman
jiwanya, melainkan dari asal usul tindakan sadarnya, dari
interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya.
24
Peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang berasal dari
kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan dari individu
itu sendiri.
Menurut Slavin, R.E. (Ratnaningsih, Nani, 2006 : 17),
Terdapat dua buah konsep penting dalam teori Vygotsky yaitu:
Zona Of Proximal Development (ZPD) dan Scffolding. Zona Of
Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang
dewasa atau melalui kerjasama dengan teman yang lebih
mampu. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan
kepada siswa pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian
mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk
mengambil alih tanggung jawab yang besar setelah ia dapat
melakukannya.
Berdasarkan teori Vigotsky (Budiningsih, C. Asri 2005 : 107)
mengemukakan, Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan
tingkatan bantuan (help/cognitive scoffolding) yang dapat
memfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan
yang dihadapinya. Bantuan dalam bentuk contoh, pedoman,
bimbingan orang lain atau teman yang lebih kompeten. Oleh karena
itu, teori Vigotsky mendukung dalam pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT), karena dalam NHT siswa
membangun pengetahuannya dengan cara berinteraksi dan berbagi
dengan teman dalam kelompoknya maupun di kelas.
d. Pembelajaran Langsung
25
Seorang guru dalam melaksanakan rencana pembelajaran harus
mempunyai strategi belajar yang baik agar dapat mempengaruhi siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, yaitu
dengan menggunakan model, metoda atau pendekatan pembelajaran
yang baik.
Salah satu model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah-
sekolah adalah model pembelajaran langsung yang dirancang khusus
untuk menjunjang proses belajar mengajar siswa berkenaan dengan
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dan
dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Pada model pembelajaran
langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup rinci
terutama pada analisis logis.
Menurut Widaningsih, Dedeh (2006 : 3) model pembelajaran
langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup rinci
terutama pada menganalisis tugas. Model pembelajarn langsung
berpusat pada guru tetapi tetap harus menjamin terjadinya keterlibatan
siswa. Jadi lingkungannya harus diciptakan berorientasi pada tugas-
tugas yang diberikan pada siswa.
Menurut Depdiknas (Widaningsih, Dedeh 2006 : 4), Ciri-ciri
model pembelajaran langsung adalah sebagai berikut:
26
1) Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil
belajar
2) Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
3) Sistem pengelolaan dari lingkungan pembelajaran yang
mendukung berlangsungnya dan berhasilnya pembelajaran
Pada model pembelajaran langsung terdapat fase-fase yang harus
dilaksanakan pada proses pembelajaran.
Tabel 4
Fase-Fase Model Pembelajaran Langsung
Fase Peran Guru
1. Menyampaikan
tujuan dan
mempersiapkan siswa
Menyelaraskan tujuan materi prasyarat
memotivasi siswa dan mempersiapkan
siswa
2. Mendemonstras
ikan pengetahuan dan
keterampilan
Mendemonstrasikan keterampilan atau
menyajikan informasi tahap demi tahap
Fase Peran Guru
3. Membimbing pelatihan Guru memberikan pelatihan terbimbing
4. Mengecek
pemahaman dan
memberikan umpan
balik
Mengecek kemampuan siswa dan
memberikan umpan balik
5. Memberikan
latihan dan penerapan
konsep
Mempersiapkan latihan untuk siswa
dengan menerapkan konsep yang
dipelajari pada kehidupan sehari-hari
Sumber : Depdiknas (Widaningsih, Dedeh 2006 : 4)
Model pembelajaran langsung akan terlaksana dengan baik jika
dirancang dengan baik pula. Menurut Widaningsih, Dedeh (2006 : 5),
27
Ciri utama yang dapat terlihat pada saat melaksanakan model
pembelajaran langsung adalah sebagai berikut:
(a) Tugas Perencanaan
(1) Merumuskan tujuan pengajaran
(2) Memilih isi
Guru harus mempertimbangkan berapa banyak
informasi yang akan diberikan pada siswa dalam kurun
waktu tertentu. Guru harus selektif dalam memilih
konsep yang diajarkan dengan model pembelajaran
langsung.
(3) Melakukan analisis tugas
Menganalisis tugas, akan membantu guru menentukan
dengan tepat apa yang perlu dilakukan siswa untuk
melaksanakan keterampilan yang akan dipelajari. Ini
bukan berarti bahwa seorang guru harus menganalisis
tugas untuk setiap keterampilan yang diajarkan. Hal ini
disebabkan karena waktu yang tersedia terbatas.
(4) Merencanakan waktu
Guru harus mempertimbangkan waktu yang disediakan
sepadan dengan kemampuan dan bakat siswa, dan
memotivasi siswa agar mereka tetap melakukan tugas-
tugasnya dengan perhatian yang optimal. Mengenal
secara baik siswa-siswa yang akan di ajar, akan
bermanfaat sekali untuk memperkirakan alokasi waktu
yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
(b) Penilaian pada Pembelajaran Langsung
Berbicara mengenai model pembelajaran, tentu tidak akan
lepas dari sistem penilaiannya. 5 prinsip dasar yang dapat
membimbing guru dalam merancang sistem penilaian
sebagai berikut:
(1) Sesuai dengan tujuan pengajaran
(2) Mencakup semua tugas pengajaran
(3) Menggunakan soal tes yang sesuai
(4) Buatlah soal sevalid dan sereliabel mungkin
(5) Memanfaatkan hasil tes untuk memperbaiki proses
belajar mengajar berikutnya.
28
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, Model pembelajaran
langsung berpusat pada guru tetapi tetap harus menjamin terjadinya
keterlibatan siswa, dan pembelajaran langsung akan terlaksana dengan
baik apabila dirancang dengan baik pula.
e. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Langsung
Teori belajar yang mendukung pembelajaran langsung adalah teori
belajar Ausubel. Teori belajar Ausubel terkenal dengan teori bermakna,
dan pentingnya pengulangan dalam belajar. Ausubel membedakan
antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar
menerima siswa hanya menerima konsep-konsep yang ada, siswa hanya
tinggal menghapalkan. Berbeda dengan belajar menemukan, konsep-
konsep dalam belajar ditemukan oleh siswa. Jadi siswa tidak hanya
menerima pelajaran begitu saja. Selain itu, Ausubel membedakan antara
belajar menghapal dan belajar bermakna. Dalam belajar menghapal,
siswa menghapalkan materi yang sudah diperolehnya, tetapi pada
belajar bermakna materi yang telah diperolehnya itu dikembangkan
dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih mengerti, (Tim MKPBM
2001 : 35).
29
Agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru
harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur
kognitif siswa. Menurut Dahar, Ratna Wilis (1991 : 117)
Dalam menerapkan teori Ausubel, dalam mengajar selain konsep-
konsep yang telah dibahas terdahulu, ada beberapa konsep dan
prinsip-prinsip lain yang perlu diperhatikan. Konsep-konsep atau
prinsip-prinsip itu ialah pengaturan awal (advance organizer),
diperensiasi progresif, penyesuaian integrative, dan belajar super
ordinat. Semua konsep-konsep ini sependapat mungkin diberikan
contoh penerapannya dalam mengajar.
Sesuai dengan pendapat Ausubel di atas, cocok diterapkan dalam
pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung, karena
dalam pelaksanaannya guru memberikan konsep-konsep, setiap konsep
diberikan, dan guru memberikan contoh-contoh dalam penerapannya.
Selain itu, dalam pembelajaran langsung pengaturan awal mengarahkan
siswa ke materi yang akan dipelajari, dan menolong mereka untuk
mengingat kembali informasi yang berhubungan sehingga dapat
membantu menanamkan pengetahuan baru, dalam pelaksanaan
pembelajaran hal ini di sebut apersepsi.
Ruseffendi, E.T (2006 : 290) mengatakan bahwa metode
ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita
pakai pada pembelajaran matematika. Menurut Ausubel (Tim MKPBM,
2001 : 35) mengemukakan bahwa metode ekspositori adalah metode
30
mengajar yang paling baik dan bermakna. Metode ekspositori dianggap
sesuai dengan model pembelajaran langsung yang pembelajarannya
berpusat pada guru, sehingga teori belajar Ausubel mendukung model
pembelajaran langsung.
f. Hasil Belajar
Hasil belajar seseorang dapat dilihat setelah seseorang itu
melaksanakan pembelajaran, biasanya dengan tes sehingga dapat
diketahui sejauhmana seseorang itu telah menguasai dan memahami
materi yang telah diberikan. Sudjana, Nana (2005 : 22) menyatakan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajar.
Widaningsih, Dedeh (2006 : 47) menyatakan Hasil belajar
merupakan uraian untuk menjawab pertanyaan apa yang harus digali,
dipahami dan dikerjakan siswa. Hasil belajar mencerminkan hasil yang
telah dimiliki siswa setelah proses pembelajaran selesai. Sudjana, Nana
(2005 : 22) mengemukakan Hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa melalui
pengalaman belajarnya atau berinteraksi dengan lingkungannya yang
31
diketahui dengan suatu perubahan pengetahuan dan tingkah laku sehari-
hari individu tersebut.
Keberhasilan siswa dalam belajar sangat bergantung kepada
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Menurut Syah, Muhibbin
(2004 : 132), secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
siswa terdiri dari tiga faktor yaitu :
1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa) yaitu keadaan atau
kondisi jasmani dan rohani siswa.
2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa) yaitu kondisi
lingkungan di luar siswa.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yaitu jenis
upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metoda yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran
materi-materi pelajaran
Dalam mengukur hasil belajar diperlukan penilaian atau alat
evaluasi. Mengenai hal tersebut Sudjana, Nana (2005 : 3), menyatakan
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-
hasil belajar yang dicapai dengan kriteria tertentu.
Berdasarkan pendapat tersebut menurut Widaningsih, Dedeh
(2006 : 28) seperangkat alat penilaian dan jenis tagihan yang digunakan
untuk melihat hasil belajar siswa yaitu :
1) Kuis : digunakan untuk menyatakan untuk menyatakan hal-
hal yang prinsip dari pelajaran yang lalu secara singkat,
32
bentuknya berupa isian singkat dan dilakukan sebelum
pelajaran.
2) Pertanyaan Lisan di kelas : digunakan untuk mengungkap
penguasaan siswa tentang pemahaman konsep, prinsip atau
teorema.
3) Ulangan Harian : di lakukan secara periodik pada akhir
pengembangan kompetensi, untuk mengungkap penguasaan
pemakaian alat tertentu atau suatu prosedur.
4) Tugas Individu : dilakukan secara periodik untuk diselesaikan
oleh setiap siswa dan dapat berupa tugas rumah. Tugas
individu dipakai untuk mengungkap kemampuan aplikasi
sampai evaluasi atau untuk mengungkap kemampuan aplikasi
penguasaan hasil latihan dalam menggunakan alat tertentu,
melakukan prosedur tertentu.
5) Tugas Kelompok : digunakan untuk menilai kemampuan
kerja kelompok dalam upaya pemecahan masalah. Jika
mungkin kelompok siswa diminta melakukan pengamatan
atau merencanakan sesuatu proyek menggunakan data
informasi dari lapangan.
6) Ulangan Semester : digunakan untuk menilai ketuntasan
penguasaan kompetensi akhir program semester. Kompetensi
yang diujikan dikembangkan dalam semester bersangkutan.
Dari aspek kognitif untuk mengungkap, mengingat sampai
evaluasi. Untuk aspek psikomotor dilakukan ujian praktek.
7) Ulangan Kenaikan : digunakan untuk mengetahui ketuntasan
belajar siswa, untuk menguasai materi dalam satu tahun
ajaran. Pemilihan kompetensi ujian harus mengacu pada
kompetensi dasar, berkelanjutan memiliki nilai aplikatif.
Dari penelitian ini, jenis tagihan yang digunakan untuk
mengevaluasi hasil belajar adalah tugas individu, tugas kelompok, dan
ulangan harian.
g. Deskripsi Materi Himpunan
33
Berdasarkan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
materi pokok Himpunan disampaikan di kelas VII Semester Genap
sebagai berikut :
Materi Pokok : Himpunan
Standar Kompetensi : Menggunakan konsep himpunan dan diagram
venn dalam pemecahan masalah
Tabel 5
Deskripsi Materi Pokok
Kompetensi Dasar Indikator
4.3Melakukan Operasi
Irisan, Gabungan,
Kurang (difference),
dan Komplemen
pada himpunan
Menjelaskan pengertian irisan dan
gabungan dua himpunan
Menjelaskan kurang (difference) suatu
himpunan dari himpunan lainnya
Menjelaskan komplemen dari suatu
himpunan
4.4Menyajikan
himpunan dengan
diagram venn
Menyajikan irisan atau gabungan dua
himpunan dengan diagram venn
Menyajikan kurang (difference) suatu
himpunan dari himpunan lainnya dengan
diagram venn
Menyajikan komplemen suatu himpunan
1) Irisan dan Gabungan Dua Himpunan
a) Irisan Dua Himpunan
Himpunan yang anggotanya merupakan semua unsur yang
bersekutu (bersama) dalam himpunan A dan B disebut irisan A
34
dan B, dapat ditulis sebagai A B (A B = {x | x A an x
B}).
b) Gabungan Dua Himpunan
Himpunan yang anggotanya adalah semua unsur yang ada di A
maupun di B diebut gabungan himpunan A dan B, dapat ditulis
A B.
2) Selisih Dua Himpunan
Himpunan yang unsur-unsurnya merupakan anggota himpunan A
tetapi bukan anggota B disebut selisih himpunan A dan B, dapat
ditulis A B (A B = {x | x A dan x B}). Sebaliknya,
himpunan yang unsur-unsurnya adalah anggota himpunan B tetapi
bukan anggota himpunan A disebut selisih himpunan B dan A,
dapat ditulis B A (B A = {x | x B dan x A}).
3) Komplemen Suatu Himpunan
Komplemen dari sebuah himpunan A adalah himpunan semua
elemen dalam S (himpunan semesta) yang bukan anggota A.
Komplemen dari A terhadap S ditulis dengan lambing A atau A
c
.
A
c
= {x | x A}
4) Diagram Venn
35
Salah satu cara menyajikan himpunan adalah dengan menggunakan
diagram venn. Nama ini di ambil dari orang yang pertama kali
memperkenalkannya, yaitu John Venn. Beliau adalah
matematikawan Inggris yang hidup pada tahun 18341923.
Diagram venn adalah sebuah diagram yang digunakan untuk
menunjukkan hubungan antara dua himpunan atau lebih dalam
himpunan semesta tertentu. Langkah-langkah membuat diagram
venn adalah sebagai berikut :
(1) Himpunan semesta digambarkan dengan persegi panjang, dan
di pojok kiri atas diberi symbol S.
(2) Setiap himpunan yang termuat dalam himpunan semesta
ditunjukkan dengan kurva tertutup sederhana.
(3) Setiap anggota himpunan ditunjukkan dengan sebuah noktah,
dan nama anggotanya ditulis berdekatan. Jadi, setiap noktak
mewakili satu anggota.
2. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head
Together (NHT) dilaporkan oleh Nurlaela, Ema Linda (2007) dengan judul
Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head
Together (NHT) pada materi himpunan terhadap hasil belajar siswa,
kesimpulan yang diperoleh adalah, Terdapat pengaruh penggunaan model
36
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada materi
himpunan terhadap hasil belajar siswa.
Penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head
Together (NHT) dilaporkan oleh Srikotimah, Rose (2007) dengan judul
Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head
Together (NHT) terhadap pemahaman matematika siswa, kesimpulan yang
diperoleh adalah, Terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap
pemahaman matematika siswa.
Selanjutnya penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together (NHT) dilaporkan oleh Hernawati, Ina (2007) dengan judul
Perbandingan Hasil Belajar Matematika antara yang Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dengan
Pembelajaran Langsung, kesimpulan yang diperoleh adalah Hasil belajar
matematika yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT) lebih baik dibandingkan dengan
menggunakan pembelajaran langsung.
G. Anggapan Dasar
37
Arikunto, Suharsimi (2006 : 24) menyatakan, Anggapan dasar adalah
sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai
hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti di dalam melaksanakan
penelitiannya. Selanjutnya Surakhmad, Winarno (Arikunto, Suharsimi, 2006 :
65) mengemukakan, Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak
ukur pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka anggapan dasar yang penulis
kemukakan adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran materi himpunan di kelas VII SMP Negeri 1 Manonjaya
Kebupaten Tasikmalaya dilaksanakan sesuai dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
2. Peneliti mampu merencanakan dan melaksanakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan model pembelajaran
langsung.
3. Siswa mampu mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together (NHT) dan model pembelajaran langsung.
H. Hipotesis
Arikunto, Suharsimi (2006 : 71) menyatakan, Hipotesis dapat diartikan
sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian
38
sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Senada dengan hal itu,
Suriasomantri, Jujun (1993 : 124) menyatakan bahwa hipotesis adalah jawaban
atau dugaan sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi.
Menurut Ruseffendi, E.T (2005 : 23), hipotesis adalah jawaban tentatif
(sementara) tentang tingkah laku, fenomena (gejala), atau kejadian yang akan
terjadi, bisa juga mengenai kejadian yang sedang berjalan. Berdasarkan rumusan
masalah, kajian teori, dan anggapan dasar maka peneliti merumuskan hipotesis
sebagai berikut. Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Head Together (NHT) pada materi himpunan terhadap hasil
belajar siswa.
I. Prosedur Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen. Menurut Ruseffendi. E. T. (2005 : 35) menyatakan, Penelitian
eksperimen atau percobaan (experimental research) adalah penelitian yang
benar-benar untuk melihat hubungan sebab-akibat. Sedangkan menurut
Kartini, Kartono (1999 : 298) Metode eksperimen, yaitu kegiatan atau
prosedur penelitian yang dipakai untuk mengetahui pengaruh dari suatu
kondisi yang sengaja diadakan terhadap suatu gejala yang berupa kegiatan
39
atau tingkah laku seorang individu atau kelompok individu dengan
menggunakan dua buah kelompok. Dalam hal ini peneliti akan
menghubungkan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada
materi himpunan terhadap hasil belajar siswa.
2. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian, faktor yang mempengaruhi adalah variabel bebas
(independent variable) sedangkan faktor yang diakibatkan oleh pengaruh
adalah variabel terikat (dependent variable), (Arikunto, Suharsimi, 2006 :
118). Arikunto, Suharsimi (2006 : 118) menyatakan, Variabel penelitian
adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan model
pembelajaran langsung, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar
siswa pada materi himpunan.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diharapkan, maka dalam penelitian ini
haruslah menggunakan teknik pengumpulan data yang tepat. Teknik
40
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tugas
individu, tugas kelompok, dan ulangan harian.
a. Tugas Individu
Tugas individu diberikan pada setiap akhir pertemuan yang berupa
soal-soal latihan untuk dikerjakan di rumah mengenai materi pada saat
pertemuan itu, dengan skor maksimal ideal adalah 100.
b. Tugas Kelompok
Tugas kelompok berupa lembar kerja siswa, digunakan untuk
menilai kemampuan kerja kelompok. Nilai untuk setiap anggota dalam
satu kelompok sama, skor maksimal ideal untuk setiap tugas kelompok
adalah 100.
c. Ulangan Harian
Ulangan harian dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan belajar siswa mengenai materi yang telah diberikan. Tes ini
berupa tes yang berbentuk uraian sehingga proses berfikir, penguasaan
siswa dapat terukur dan hasil belajar dapat dilihat.
4. Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi, Arikunto (2006 : 160), menyatakan Instrumen
penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
41
mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah
diolah". Instrumen penelitian tersebut berupa tes berbentuk uraian sebanyak
lima soal. Instrumen tersebut berupa ulangan harian, tugas individu, dan
tugas kelompok.
Agar instrumen penelitian tersebut baik, maka peneliti akan menguji
validitas dan reliabilitasnya. Sebelum diberikan kepada kelas sampel,
instrumen penelitian terlebih dahulu diujicobakan kepada siswa yang
merupakan anggota populasi tetapi diluar anggota sampel penelitian untuk
diuji validitas dan reliabilitasnya.
a. Uji Validitas Butir Soal
Arikunto, Suharsimi (2006 : 168) mengemukakan, Validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan
suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid jika mampu
mengukur apa yang diinginkan. Untuk mengetahui validitas tiap butir soal
digunakan rumus korelasi product moment memakai angka kasar yang
dikemukakan oleh Suherman, Erman (2003 : 120) yaitu sebagai berikut :
r xy =
( )( )
( ) { ( ) {
2
2
2
2


Y Y N X X N
Y X XY N
Keterangan
42
r xy = Koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y
N = Banyak subjek (testi) atau responden
X = Skor item
Y = Skor item
Klasifikasi interpretasi koefisien korelasi menurut Guilford, J.P
(Suherman, Erman 2003 : 113)adalah sebagai berikut:
0,90 r xy 1,00 Validitas sangat tinggi (sangat baik)
0,70 r xy < 0,90 Validitas tinggi (baik)
0,40 r xy < 0,70 Validitas sedang (cukup)
0,20 r xy < 0,40 Validitas rendah (kurang)
0,00 r xy < 0,20 Validitas sangat rendah
r xy < 0,00 Tidak valid
b. Uji Reliabilitas
Arikunto, Suharsimi (2006 : 178) menyatakan, Reliabilitas
menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik. Reliabilitas dari suatu alat evaluasi adalah ketetapan
(konsisten), artinya suatu alat evaluasi yang tidak dipengaruhi oleh
prilaku kondisi dan situasi. Untuk menguji reliabilitas alat tes digunakan
43
dengan rumus Cronbach Alpha yang dikemukakan oleh Suherman,
Erman (2003 : 154) yaitu sebagai berikut :
r
11
=

,
`

.
|

,
`

.
|

2
2
1
1 St
Si
n
n
Keterangan
r
11
= koefisien reliabilitas tes bentuk uraian
n = banyak butir soal (item)

2
Si
= jumlah varians skor setiap item, dan
St
2
= varians skor total
Klasifikasi interpretasi derajat reliabilitas menurut Guilford, J.P
(Suherman, Erman 2003 : 139) adalah sebagai berikut:
r
11
0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah
0,20 r
11
0,40 Derajat reliabilitas rendah
0,40 r
11
0,70 Derajat reliabilitas sedang
0,70 r
11
0,90 Derajat reliabilitas tinggi
0,90 r
11
1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi
5. Populasi dan Sampel
a. Populasi
44
Arikunto, Suharsimi (2006 : 130) mengatakan, Populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan menurut Sudjana, Nana
(1996 : 6) berpendapat, Populasi adalah totalitas semua nilai yang
mungkin, hasil menghitung atau pengukuran, kuantitatif maupun
kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan
yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1
Manonjaya Kebupaten Tasikmalaya Tahun Ajaran 2008/2009.
Tabel 6
Tabel Populasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Manonjaya
Kabupaten Tasikmalaya
No Kelas Populasi Jumlah Siswa
1 VII-A 44
2 VII-B 45
3 VII-C 44
4 VII-D 44
5 VII-E 44
6 VII-F 44
7 VII-G 44
8 VII-H 36
9 VII-I 35
45
Jumlah 380
Sumber : Tata Usaha SMP Negeri 1 Manonjaya
b. Sampel
Arikunto, Suharsimi (2006 : 131) mengemukakan, Sampel adalah
sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sedangkan menurut
Sudjana, Nana (1996 : 6) menyatakan, Sampel adalah sebagian yang
diambil dari populasi. Atas dasar informasi yang diperoleh dari guru
matematika bahwa semua kelas yang ada memiliki kemampuan yang
sama yaitu terdiri dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,
sedang, dan kurang. Pemilihan kelompok sampel ini secara acak
menurut kelas (cluster sampling), dengan cara memberi nomor semua
anggota populasi, yaitu nomor 1 sampai dengan 9. Kemudian membuat
nomor-nomor pada kertas kecil, kertas-kertas kecil kemudian digulung,
dimasukkan ke dalam suatu tempat (gelas) dan dikocok. Pengocokan
dilakukan terus sampai diperoleh sejumlah kertas kecil bernomor
sebanyak yang diperlukan yaitu dua kelas dari populasi. Satu kelas
untuk kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT), dan satu
kelas untuk kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran langsung.
6. Desain Penelitian
46
Menurut Arikunto, Suharsimi (2006 : 51) Desain penelitian adalah
rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti sebagai ancar-ancar
kegiatan yang akan dilaksanakan. Desain penelitian ini termasuk kategori
desain penelitian eksperimen murni model desain kelompok kontrol hanya
postes. Menurut Ruseffendi, E.T (2003 : 46), Pada desain kelompok kontrol
hanya postes, terjadi pengelompokkan subjek secara acak (A) dan adanya
postes (O) kelompok yang satu tidak memperoleh perlakuan atau
memperoleh perlakuan biasa, sedangkan kelompok yang satu lagi
memperoleh perlakuan X. Kelompok yang memperoleh perlakuan biasa
menggunakan pembelajaran langsung. Diagram dari desain kelompok
kontrol hanya postes sebagai berikut :
A X O
A O
Sumber : Ruseffendi, E.T (2005 : 51)
Keterangan:
A = Pengambilan sampel secara random
X = Perlakuan dengan menggunakan kooperatif tipe Numbered Head
Together (NHT)
O = Postes
47
7. Langkah-langkah Penelitian
Secara umum penelitian ini dilaksanakan dengan tiga tahap kegiatan, yaitu:
a. Tahap Persiapan
1) Mendapatkan surat keputusan dari Dekan FKIP Universitas Siliwangi
tentang bimbingan skripsi sesuai ketentuan yang berlaku.
2) Melakukan konsultasi dengan pembimbing I dan pembimbing II
untuk mengajukan masalah dan judul yang akan dibahas, kemudian
didata di Dewan Bimbingan Skripsi (DBS).
3) Menyusun proposal penelitian kemudian dikonsultasikan kepada
pembimbing I dan pembimbing II untuk diseminarkan.
4) Mengajukan permohonan pelaksanaan seminar proposal kepada
Dewan bimbingan Skripsi (DBS).
5) Melaksanakan seminar proposal penelitian, sehingga mendapat saran,
tanggapan, koreksi, dan perbaikan,
6) Melaksanakan revisi proposal penelitian berdasarkan hasil seminar
dengan arahan pembimbing I dan pembimbing II.
7) Mengurus surat pengantar penelitian dari Dekan FKIP Universitas
Siliwangi untuk diajukan kepada Kepala SMP Negeri 1 Manonjaya
Kebupaten Tasikmalaya.
b. Tahap Pelaksanaan
48
1) Melakukan konsultasi dengan Kepala SMP Negeri 1 Manonjaya
Kabupaten Tasikmalaya
2) Melakukan konsultasi dengan guru mata pelajaran matematika selaku
observer mengenai penelitian yang akan dilaksanakan.
3) Mengadakan observasi mengenai tempat penelitian dan kondisi
lingkungan.
4) Mengadakan diskusi dengan observer dan diskusi dengan dosen
pembimbing mengenai rencana tindakan yang akan dilaksanakan
pada saat penelitian.
5) Melaksanakan tindakan pembelajaran.
c. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
1) Pengolahan data hasil tes
2) Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian.
3) Analisis data untuk menjawab pertanyaan penelitian.
4) Membuat kesimpulan akhir.
8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
a. Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka penulis mengolah data tersebut
dengan menganalisis secara kuantitatif dengan langkah-langkah sebagai
berikut.
1) Penskoran Ulangan Harian
49
Untuk menghitung skor butir soal pada ulangan harian berbentuk
uraian digunakan rumus menurut Depdiknas (Widaningsih, Dedeh
2006 : 45 ) sebagai berikut :
xc
b
a
SBS
Keterangan :
SBS = Skor Butir Soal
a = Skor mentah yang diperoleh
b = Skor mentah maksimum
c = bobot soal
Skor Total Siswa (STS) untuk seperangkat tes yang
bersangkutan diperoleh dengan menjumlahkan skor butir soal (SBS).
Dalam penelitian ini, penilaiannya menggunakan skala 100 sehingga
bobot soalnya pun 100.
2) Tugas Individu
Skor rata-rata tugas individu diperoleh dengan menggunakan
rumus ;
NR =
4
4 3 2 1
tugas skor tugas skor tugas skor SkorTugas + + +
50
3) Tugas Kelompok
Rata-rata skor tugas kelompok diperoleh dengan menggunakan
rumus ;
NR =
4
4 3 2 1
tugas skor tugas skor tugas skor SkorTugas + + +
4) Skor Akhir Hasil Belajar
Untuk menghitung skor akhir hasil belajar peneliti menggunakan
rumus ;
( )
4
2 c b a
akhir Skor
+ +

Keterangan :
a = Rata-rata skor ulangan harian
b = Rata-Rata skor tugas individu
c = Rata-rata skor tugas kelompok
b. Teknik Analisis Data
1) Statistik Deskriptif
a) Membuat Daftar distribusi frekuensi, distribusi frekuensi relatif,
kumulatif dan histogram (Sudjana, 2002 : 46 - 53)
b) Menentukan ukuran statistik
51
(1) Banyak data (n)
(2) Data terbesar (db)
(3) Data terkecil (dk)
(4) Rentang (r)
(5) Rata-rata ( x )
(6) Median (Me)
(7) Modus (Mo)
(8) Standar deviasi (ds)
2) Uji Hipotesis
a) Uji persyaratan analisis
(1) Tes normalitas dari masing-masing kelompok
(a) Mancari rata-rata ( x )
(b) Mencari standar deviasi ( 1 n

)
(c) Membuat tabel distribusi frekuensi
Tabel 7
Daftar Frekuensi Ekspektasi dan Observasi
Kelas O
i
BK Z L E
i
Jumlah
(d) Menentukan nilai Chi Kuadrat (
2
)
52

k
i
Ei
Ei Oi
1
2
2
) (

Keterangan :
O
i
: frekuensi observasi (pengamat)
E
i
: frekuensi ekspektasi (harapan)
(e) Menentukan derajat kebebasan
(f) Menentukan nilai
2
dari daftar
(g) Penentuan normalitas
Pasangan Hipotesis :
H
0
: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
H
1
: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal.
Kriteria pengujian : tolak H
o
jika ) )( 1 (
2 2
db hitung > dengan
taraf nyata pengujian dan db = k 3. Dalam hal lainnya H
o
diterima (Sudjana, 2002 : 275).
(2) Jika keduanya berdistribusi normal, dilanjutkan dengan tes
homogenitas variansnya. Tes homogenitas varians yaitu :
Pasangan Hipotesis H
o
: V
1
= V
2
53
H
1
: V
1
V
2
Keterangan :
V
1
: Varians kelompok pertama
V
2
: Varians kelompok kedua
(a) Mencari nilai F
Dengan rumus :
k
b
V
V
F
Keterangan :
V
b
: Varians besar
V
k
: Varians kecil
(b) Menentukan derajat kebebasan
Dengan rumus : db
1
= n
1
1
db
2
= n
2
1
Keterangan :
db
1
: derajat kebebasan pembilang
db
2
: derajat kebebasan penyebut
n
1
: ukuran sampel yang variansnya besar
54
n
2
: ukuran sampel yang variansnya kecil
(c) Menentukan nilai F dari daftar
(d) Penentuan homogenitas
Kriteria pengujian : tolak H
o
jika daftar hitung
F F
dengan
taraf pengujian, artinya variansi kedua populasi tidak
homogen. Dalam hal lainnya H
o
diterima.
(3) Jika kedua varians homogen, maka dilanjutkan dengan uji
kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji-t. Uji
kesamaan dua rata-rata menggunakan uji dua pihak.
Pasangan hipotesisnya sebagai berikut :
H
o
:
1
=
2
H
1
:
1

2
Keterangan :

1
: Parameter rerata kelompok eksperimen

2
: Parameter rerata kelompok kontrol
(a) Mencari deviasi standar gabungan
2
) 1 ( ) 1 (
2 1
2 2 1 1
+
+

n n
V n V n
dsg
55
Keterangan :
dsg: deviasi standar gabungan
V
1
: varians siswa kelas eksperimen
V
2
: varians siswa kelas kontrol
n
1
: banyaknya anggota sampel pada kelas eksperimen
n
2
: banyaknya anggota sampel pada kelas kontrol
1
x : rerata siswa kelas eksperimen
2
x : rerata siswa kelas kontrol
(b) Mencari nilai t
Dengan rumus :
2 1
2 1
1 1
n n
dsg
x x
t
+

(c) Menentukan derajat kebebasan


Rumusnya : db = n
1
+ n
2
-2
(d) Menentukan nilai t dari daftar ]
]
]

) (
2
1
1 db
t

(e) Pengujian hipotesis


56
Terima H
0
jika ( ) db
t

,
`

.
|

2
1
1 < t < ( ) db
t

,
`

.
|

2
1
1 dimana

,
`

.
|

2
1
1
t
di dapat dari daftar distribusi t dengan derajat
kebebasan (db) = (n
1
+ n
2
- 2) dan peluang
,
`

.
|

2
1
1
.
Untuk harga-harga t lainnya H
0
ditolak (Sudjana, 2002 :
239 - 240). Artinya terdapat pengaruh penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) pada materi himpunan terhadap hasil belajar siswa.
(4) Jika ternyata salah satu atau kedua varians tidak berdistribusi
normal, maka langkah selanjutnya menggunakan statistik non
parametrik (Uji Wilcoxon).
Menurut Sudjana (2002 : 450), caranya adalah sebagai berikut :
(a) Beri nomor untuk setiap harga mutlak selisih (X
1
-Y
1
).
Harga mutlak yang terkecil diberi nomor urut atau
peringkat 1, harga mutlak selisih berikutnya diberi nomor
urut 2, dan akhirnya harga mutlak terbesar diberi nomor
urut n. Jika terdapat selisih yang harga mutlaknya sama
besar, untuk nomor urut diambil rata-ratanya.
57
(b) Untuk tiap nomor urut berikan pula tanda yang didapat dari
selisih (X-Y).
(c) Hitunglah jumlah nomor urut yang bertanda positif dan
juga jumlah nomor urut yang bertanda negatif.
(d) Untuk jumlah nomor urut yang didapat di (3), ambillah
jumlah yang harga mutlaknya paling kecil. Sebutlah
jumlah ini sama dengan J. Jumlah J inilah yang dipakai
untuk menguji hipotesis:
H
0
: tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT) dan melalui
pembelajaran langsung pada materi himpunan.
H
1
: terdapat perbedaan hasil belajar siswa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT) dan melalui
pembelajaran langsung pada materi himpunan.
Untuk menguji hipotesis di atas dengan taraf nyata =
0,01 atau = 0,05, kita bandingkan J di atas dengan J
yang diperoleh dari daftar. Jika J dari perhitungan lebih
kecil atau sama dengan J dari daftar berdasarkan taraf
58
nyata yang dipilih, maka H
0
ditolak. Dalam hal lainnya H
0
diterima.
(5) Jika kedua simpangan baku tidak sama (varians tidak
homogen) tetapi kedua populasi berdistribusi normal, maka
menggunakan statistik t sebagai berikut :
2
2
1
1
2 1
'
n
v
n
v
x x
t
+

Kriteria pengujian adalah terima hipotesis H


0
jika
2 1
2 2 1 1
2 1
2 2 1 1
'
W W
t W t W
t
W W
t W t W
t
+
+
< <
+
+

Dengan :
2
2
2
1
1
1
;
n
v
W
n
v
W
) 1 ( ), 1 (
2
) 1 ( ), 1 (
1
2
1
1
2
1


n n
t t dan t t

t, m didapat dari daftar distribusi Student dengan peluang
dan dk = m, untuk harga-harga t lainnya, H
0
ditolak. (Sudjana,
2002 : 240-241)
9. Waktu dan Tempat Penelitian
a. Waktu Penelitian
59
Pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan
November 2007 s.d. bulan April 2008 dengan rencana sebagai berikut:
Tabel 8
Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian
Kegiatan
Bulan / Tahun
Nop Des Jan Feb Mar Apr
2008
200
8
200
9
200
9
200
9
2009
Studi Pustaka
Pengajuan judul
Penyusunan proposal penelitian
Seminar proposal penelitian
Kegiatan
Bulan / Tahun
Nop Des Jan Feb Mar Apr
2008
200
8
200
9
200
9
200
9
2009
Mengajukan surat perizinan
penelitian
Melakukan observasi tempat
penelitian
Penyusunan perangkat KBM
penelitian
Uji coba instrumen
Melaksanakan KBM
Pengumpulan data
60
Pengolahan data
Penyusunan dan penyelesaian
skripsi
b. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Manonjaya
Kabupaten Tasikmalaya yang beralamat di Jalan Tangsi No. 3
Kabupaten Tasikmalaya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : Rineka Cipta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran Matematika SMP. Jakarta : BSNP.
Budianingsih, C. Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Dahar, Ratna. Wilis (1996). Teori - teori Belajar. Bandung: PT Gelora Aksara
Pratama.
Hernawati, Ina. (2007). Perbandingan Hasil Belajar Matematika antara yang
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together
(NHT) Dengan Pembelajaran Langsung. Skripsi UNSIL : Tidak diterbitkan.
Ibrahim, Muslimin. et. al. (2000). Pembelajaran Kooperatif Semarang: Unpress.
61
Karli, Hilda dan Margaretha, S. Y. (2002). Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompotensi Model- model Pembelajaran. Bandung : Bina Media informasi.
Lie, Anita. (2002). Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas.
Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nurlaela, Ema. Linda (2007). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe numbered Head Together (NHT) pada Materi Himpunan
terhadap Hasil belajar Siswa. Skripsi UNSIL: Tidak diterbitkan.
Ratnaningsih, Nani. (2006). Belajar Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Suau Alternatif pendekatan dalam Pembelajaran Matematika. Makalah.
Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA
Bandung : Tarsito.
Ruseffendi. E. T. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan . Bandung:
Tarsito.
Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang non-
eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito.
Srikotimah, Rose. (2007). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Numbered head Together (NHT) terhadap Pemahaman matematika
siswa. Skripsi UNSIL: Tidak diterbitkan.
Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana, Nana. (2005). Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Suherman. Erman. (2003). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Jurusan
Pendidikan Matematika FMIPA UPI.
Suherman. Erman. (2004). Model Model Pembelajaran Matematika. Makalah
Pada Diklat Pembelajaran Bagi Guru Guru Pengawas MGMP Matematika di
LPMP Jabar. Bandung: Tidak diterbitkan.
Sumarna. A. R. (2006). Matematika untuk SMP/MTS Klas VII. Bogor. CV Regina.
Syah, Muhibbin. (2005). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung
: Remaja rosdakarya.
62
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.UPI
Bandung : JICA.
Wardani, Sri. (2006). Model Pembelajaran cooperative Learning. Makalah.
Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.
Widaningsih, Dedeh. (2006a). Implementasi Model Pembelajaran Langsung dalam
Pembelajaran Matematika. Makalah. Tasikmalaya : Tidak diterbitkan.
Widaningsih, Dedeh. (2006b). Evaluasi Pendidikan Matematika Berdasarkan
KTSP.Tasikmalaya: Tidak diterbitkan.
Widdiharto, Rachmadi. (2004). Model-model Pembelajaran Matematika SMP.
Makalah Yogyakarta: Tidak diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai