Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

A. DEMAM Sejak zaman purbakala, demam telah dikenal sebagai tanda utama penyakit, tetapi pengertian tentang patofisiologi demam tergolong relatif masih baru. Substansi yang dapat menimbulkan demam disebut pirogen. Ada dua macam pirogen, yaitu pirogen endogen yang dibentuk oleh sel-sel tubuh sebagai respons terhadap stimulus dari luar (misal: toksin), dan pirogen eksogen yang berasal dari luar tubuh. Pada 1948, dr. Paul Beeson menemukan bahwa demam timbul karena adanya produk sel peradangan hospes yang merupakan pirogen endogen. Belakangan ini, terbukti bahwa fagosit mononuklear merupakan sumber utama pirogen endogen dan bahwa bermacam-macam produk sel mononuklear dapat menjadi mediator timbulnya demam. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interleukin-1. Di dalam hipotalamus zat ini merangsang penglepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis Prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia. Pengaruh pengaturan otonom akan mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi perifer sehingga pengeluaran (dissipation) panas menurun dan pasien merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat penyalurannnya ke permukaan maka rasa demam bertambah pada seorang pasien. Suhu pasien biasanya diukur dengan termometer air raksa dan tempat pengambilannya dapat diaksila, oral atau rectum. Suhu tubuh normal berkisar antara 36,50C 37,20C. Suhu abnormal di bawah 360C. Dengan demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37,20C . Hiperpireksia adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41,20C atau lebih, sedangkan hipotermia adalah keadaan

suhu tubuh di bawah 350C. Biasanya terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila dan oral maupun rectal. Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0,50C; suhu rectal lebih tinggi dari suhu oral. Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain: Demam Septik: Pada tipe demam septic, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik Demam Remiten: Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapa 20C dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septic Demam Intermiten: Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana. Demam Kontinyu: Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebuh dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus-menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. Demam Siklik: Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dapat dihubungkan dengan suatu penyakit tertentu, seperti misalnya demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan dengan suatu sebab yang jelas, seperti misalnya: abses, pneumonia, infeksi saluran kencing atau malaria: tetapi kadang-

kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan dengan suatu sebab yang tak jelas. Bila demam disertai keadaan seperti sakit otot, rasa lemas, tak nafsu makan dan mungkin ada pilek, batuk, dan tenggorokan sakit, biasanya digolongkan sebagai influenza atau common cold. Kausa demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Juga gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian temperature seperti pada heat stroke, perdarahan otak, koma atau gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal pada saat terjadinya reabsorbsi darah dapat pula menyebabkan peninggkatan temperature. Beberapa hal yang secara khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama demam, sifat harian demam, tinggi demam dan keluhan serta gejala lain yang menyertai demam. Demam yang tiba-tiba tinggi lebih sering disebabkan oleh penyakit virus Dalam praktek perlu sekali diketahui penyakit-penyakit infeksi yang endemik di lingkungan tempat tinggal pasien. Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain, ketelitian pengambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik yang seteliti mungkin, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium serta penunjang lainnya secara tepat dan holistic.

B. DEMAM BERDARAH DENGUE 1. Infeksi Virus Dengue Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD), dan demam berdarah disertai syok (dengue shock syndrome = DSS). 2. Epidemiologi Wabah pertama terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Wabah besar global dimulai di Asia Tenggara pada 1950-an Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun 1953 dan hingga 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab kematian utama di antaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut. 3. Insiden Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. di Jakarta kasus pertama dilaporkan tahun 1969, kemudian berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Epidemi pertama diluar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983), dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang. Penyakit demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit demam berdarah dengue, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk penularnya sudah tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum diseluruh Indonesia.

Laporan yang ada sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue sudah menjadi masalah yang endemis pada 122 daerah tingkat II, 605 daerah kecamatan dan 1800 desa/kelurahan di Indonesia. Sehingga tidaklah aneh apabila kita sering kali membaca di media cetak tentang adanya berita berjangkitnya penyakit demam berdarah dengue di berbagai wilayah Indonesia hampir di sepanjang waktu dalam satu tahun. Walaupun angka kesakitan penyakit ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sebaliknya angka kematian cenderung menurun, dimana pada akhir tahun 60-an/awal tahun 70-an sebesar 41,3% menjadi berkisar antara 3-5% pada saat sekarang.

Kasus penyakit demam berdarah di Indonesia termasuk terbesar di dunia setelah Thailand. Setiap tahunnya, sejak penyakit ini ditemukan pada tahun 1968 hingga tahun 1998, rata-rata 18 ribu penderita mesti dirawat. Dan dari jumlah tersebut, sekitar 700 sampai 750 penderita meninggal dunia. Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Berikut ini jumlah kasus DBD di Indonesia: - Tahun 1996 : jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang.

- Tahun 1998 : jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang (terjadi ledakan) - Tahun 1999 : jumlah kasus 21.134 orang. - Tahun 2000 : jumlah kasus 33.443 orang. - Tahun 2001 : jumlah kasus 45.904 orang - Tahun 2002 : jumlah kasus 40.377 orang. - Tahun 2003 : jumlah kasus 50.131 orang. - Tahun 2004 : sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26.015 orang dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%). Berikut ini gambaran kasus DBD di Sulawesi Utara
Insiden rate penyakit DBD kota M anado
240 200 160 120 80 40 0 22.8 161 DBD 59.9 34.6 222.6

1995 1996 1997 1998 1999 tahun

jumlah kelurahan terjangkit DBD di SULUT tahun 1995-1999


180 150 120 90 60 30 0
19 95

jumlah kasus

155 162 94 107 111 DBD

19 98

tahun

19 99

19 96

19 97

case fatality rate DBD di kota Manado tahun 1995-1999


4 persentasi (%) 3 2 1 0 1995 1996 1997 1998 1999 tahun 1.3 3.4 2.6 1.8 DBD 3.6

4. Etiologi Virus dengue termasuk grup B Arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti dan atau juda dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes Abopictus Sang nyamuk mengelana di siang hari dan istirahat di malam hari ini memiliki bentuk kecil dan bercak-bercak hitam putih. Nyamuk demam berdarah bisa bertahan hidup selama 2 atau 3 bulan. Tiga hari pasca menggigit manusia bisa menghasilkan telur sebnayak 100 ekor yang menjadi pasukan baru yang siap menyebarkan wabah demam berdarah. Seekor nyamuk yang sudah terinfeksi virus dari penderita demam berdarah akan membawa

virus sepanjang hidupnya. Virus dari pengidap demam berdarah akan berkembang di tubuh nyamuk selama 8 sampai 10 hari (inkubasi). Virus berkembang menjadi banyak dan masuk kelenjar ludah nyamuk. Virus dari pengidap demam berdarah akan berkembang di tubuh nyamuk selama 8 sampai 10 hari (inkubasi). Virus berkembang menjadi banyak dan masuk kelenjar ludah nyamuk. Kelak ludah yang mengandung virus akan menulari manusia lain. 5. Patogenesis Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam). Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta responsimun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. 6.Tanda dan Gejala Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa

dimulai dengan demam ringan, atau demam tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan ruam-ruam; ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekia, dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual. Muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk. Kondisi waspada ini perlu disikapi dengan pengetahuan yang luas oleh penderita maupun keluarga yang harus segera konsultasi ke dokter apabila pasien/penderita mengalami demam tinggi 3 hari berturut-turut. Banyak penderita atau keluarga penderita mengalami kondisi fatal karena menganggap ringan gejala-gejala tersebut Ingeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinik yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan (mild undiferentiated febrile illness), dengue fever, Dengue Hemorrhagic Fever (DHF/DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS/SSD). Panas Panas biasanya langsung tinggi terus-menerus, dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak bereaksi terhadap pemberian antipiretik (mungkin hanya turun sedikit kemudian naik kembali). Panas ini biasanya berlangsung 2-7 hari. Bila tidak disertai syok, panas akan turun dan penderita sembuh sendiri (self limiting). Di samping panas, penderita juga mengeluh malaise, mual, muntah, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-kadang batuk. Tanda-Tanda Perdarahan Uji torniquet/Rumpel Leed Test positif, yaitu dengan - Karena manipulasi mempertahankan manset tensimeter pada tekanan antara sistol dan diastol selama 5 menit, kemudian dilihat apakah timbul petekie atau tidak di daerah volar lengan bawah. Kriteria: (+) bila jumlah petekie 20

() bila jumlah petekie 10-20 (-) bila jumlah petekie < 10 - Perdarahan spontan 100.000/mm3 6. Diagnosis Hingga kini diagnosis DBD/DSS masih berdasarkan patokan yang telah dirumuskan oleh WHO pada tahun 1975/1986/1997 yang terdiri dari 4 kriteria klinik (satu diantaranya ialah panas). Ternyata dengan menggunakan kriteria WHO di atas keteapatan diagnosis berkisar 70-90%. Kriteria Klinik 1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari, dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak dapat dipengaruhi oleh antipiretika maupun surface cooling 2. Manifestasi perdarahan - dengan manipulasi, yaitu uji torniquet positif - spontan, yaaitu petekie, ekimose, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis atau melena. 3. Pembesaran hati 4. Syok yang ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tak teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun menjadi 80 mmHg atau sampai nol, disertai kulit yang teraba lembab dan dinggin, terutama pada ujung jari tangan, kaki dan hidung, Leukopeni, kadang-kadang leukositosis ringan Waktu perdarahan memanjang Waktu protrombin memanjang Pembesaran hepar Laboratorium Hematokrit/PCV (Packed Cell Volume) meningkat Trombosit menurun, sama atau kurang dari

sama atau lebih dari 20% (Normal: PCV/Hct = 3 x Hb

penderita menjadi lemah, gelisah sampai menurunnya kesadaran dan timbul sianosis di sekitar mulut. Kriteria Laboratorium 1. Trombositopenia : Jumlah trombosis 100.000 mm3 2. Hemokonsentrasi : Meningginya nilai hematokrit atau Hb 20 % dibandingkan dengan nilai pada masa konvalensen, atau dibandingkan dengan nilai Hct/Hb rata-rata pada anak di daerah tersebut. Mengingat derajat beratnya penyakit bervariasi dan Sangay erat kaitannnya dengan pengelolaan dan prognosis, WHO (1975) dan membadi DBD dalam 4 derajat setelah kriteria laboratorik terpenuhi, yaitu: Derajat I : Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala tidak khas, dan satusatunya manifestasi perdarahan adalah tes torniquet positif. Derajat II : Derajat III : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan di kulit atau perdarahan yang lain. Derajat II ditambah kegagalan sirkulasi ringan yaitu, denyut nadi cepat, lemah, dengan tekanan nadi yang menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi (sistolik 80 mmHg) disertai dengan kulit yang dingin, lembab dan penderita gelisah. Derajat IV : Derajat III ditambah syok berat dengan nadi yang tak teraba dan tekanan darah yang tidak terukur dapat disertai dengan penurunan kesadaran, sianosos, dan asidosis Derajat I dan II disebut DHF/DBD tanpa renjatan, sedangkan dengan III dan IV adalah DHF/DBD dengan renjatan atau DDS. 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan terdiri dari : a. Pencegahan Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk flavivirus demam berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Cara pencegahan DBD :

1. 2. 3. botol bekas ). 4. 5. 6. b.

Bersihakan tempat penyimpanan air ( bak mandi, WC ). Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng bekas, Tutuplah lubang-lubang, pagar pada pagar bambu dengan tanah. Lipatlah pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap di situ. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin untuk membunuh jintikjintik nyamuk ( ulangi hal ini setiap 2 sampai 3 bulan sekali. Pengobatan Pengobatan penderita demam berdarah adalah dengan cara : 1. 2. jam. 3. 4. 5. 6. VI. PROGNOSIS Bila tidak disertai renjatan, dalam 24-36 jam biasanya prognosis akan menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda-tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan prognosis menjadi buruk Kematian terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf, kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain. Kematian disebabkan oleh banyak faktor, antara lain : 1. Keterlambatan diagnosis 2. Keterlambatan diagnosis shock Gastroenteritis oral solution atau kristal diare yaitu garam Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit diperlukan untuk Pemasangan infus NaCl atau Ringer melihat keperluanya dapat Antibiotik diberikan bila ada dugaan infeksi sekunder. elektrolid ( oralit kalau perlu 1 sendok makan setiap 3 sampai 5 menit ) mencegah terjadinya syok yang dapat terjadi secara tepat. ditambahkan, Plasma atau Plasma expander atau preparat hemasel. Pengantian cairan tubuh Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam 24

3. Keterlambatan penanganan shock 4. Shock yang tidak teratasi 5. Kelebihan cairan 6. Kebocoran yang hebat 7. Pendarahan masif 8. Kegagalan banyak organ 9. Ensefalopati 10. Sepsis 11. Kegawatan karena tindakan

Anda mungkin juga menyukai