Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Konsep Kebutuhan dalam Ekonomi Mikro Islam


Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Ekonomi Mikro
Islam
Dosen Pengampu : Agus Ahmad Nasruloh,S.E.I.,M.E.Sy.

Disusun Oleh :
Rani Herliyani 201002041
Fajar Fajruloh 201002059
Seni Nurkhafifah 201002063
Nazla Fadilah Putri 201002074

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS SILIWANGI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Konsep Kebutuhan dalam Ekonomi Mikro Islam” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Bapak Agus Ahmad Nasrulloh,S.E.,M.E.Sy. pada bidang ekonomi syariah
mata kuliah Ekonomi Mikro Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Konsep Kebutuhan dalam Ekoomi Mikro Islam bagi
para pembaca dan juga penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang
kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa,
maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Tasikmalaya, 4 September 2021

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1 Konsep Kebutuhan dan Keinginan ................................................................ 3
2.2 Penerapan Konsep Utility dan Maslahah ...................................................... 5
2.3 Konsep pemilihan dan konsumsi ................................................................... 8
2.4 Pengalokasian sumber daya untuk memenuhi kebutuhan ........................... 10
BAB III ................................................................................................................. 13
KESIMPULAN ..................................................................................................... 13
A. Kesimpulan ................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesejahteraan hidup manusia bisa tercapai saat kebutuhan atau keinginan
terpenuhi. Kebutuhan merupakan cerminan perasaan atau persepsi rasa tidak puas
atau rasa kekurangan yanga ada dalam diri manusia yang ingin dipenuhi agar
meraih kepuasan. Kegiatan ekonomi yang penting salah satunya adalah konsumsi.
Kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi merupakan satu kesatuan yang saling
berkaitan dan ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Kegiatan
produksi ada karena yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada karena ada yang
memproduksi dan kegiatan distribusi muncul karena ada gap antara konsumsi dan
produksi.
Pembahasan dalam ekonomi konvensional, perilaku konsumen dalam
mengkonsumsi didasarkan pada dua (2) nilai dasar yaitu: (1) rasionalisme dan (2)
utilitarianisme. Kedua nilai merupakan dasar untuk menyusun perilaku konsumsi
yang bersifat invidualis sehingga seringkali menyebabkan ketidakseimbangan dan
ketidakharmonisan social. Hal ini berbeda dengan konsep ekonomi islam, yang
berpandangan konsumsi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
peranan keimanan. Peranan keimanan menjadi standar melakukan konsumsi sebab
akan menjadi panduan yang mempengaruhi perilaku dan kepribadian manusia.
Pembahasan teori kebutuhan islami, terdiri dari tema-tema yang dibahas
diantaranya antara lain: konsep islam tentang kebutuhan; maslahah dan utility
konsep pemilihan dalam konsumsi dan pengalokasian sumber untuk Kebutuhan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Kebutuhan dan Keinginan dalam Ekonomi ?
2. Bagaimana Penerapan Konsep Utility dan Mashlahah ?
3. Bagaimana Konsep Pemilihan dan Konsumsi ?
4. Apa saja Pengalokasian Sumber daya unuk Memenuhi Kebutuhan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep kebutuhan dan keinginan
2. Untuk mengetahui penerapan konseputility dan Mashlahah
3. Untuk mengetahui konsep pemlihan dan konsumsi
4. Untuk mengetahui apa saja penalokasian sumber daya untuk
memenuhi kebutuhan

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kebutuhan dan Keinginan
Pandangan ekonomi konvensional atau kapitalisme mengenai kebutuhan
atau keinginan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia pada rangka
menyejahterakan hidupnya. Kebutuhan mencerminkan adanya perasaan
ketidakpuasan atau kekurangan pada diri manusia yang ingin dipuaskan. Orang
membutuhkan sesuatu lantaran tanpa sesuatu itu dia merasa ada yang kurang pada
dirinya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kardes dkk definisi kebutuhan yaitu a need
is a fundamental physical or psychological state of felt deprivation.1 Maksudnya
kebutuhan merupakan salah satu keadaan sesorang merasa kekurangan secara fisik
atau psikologis terhadap pemuas dasar tertentu/hakekat biologis. Selanjutnya
keinginan (wants) adalah hastrat atau kehendak yang kuat akan pemuas kebutuhan
spesifik. Dari definisi kebutuhan dan keinginan bisa diambil kesimpulan bahwa
kebutuhan dan keinginan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia yang
bertujuan untuk mempertahankan dan mensejahterakan hidupnya. Kebutuhan
merupakan cerminan perasaan ketidakpuasan atau kekurangan pada diri manusia
yang ingin dicapainya.
Tetapi hal ini didukung pendapat yang disampaikan sang Imam Al-Ghozali,
beliau beropini bahwa kebutuhan dan keinginan itu tidak jauh berbeda. Menurut
Imam al-Ghazali kebutuhan merupakan keinginan manusia buat menerima sesuatu
yang dibutuhkan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
menjalankan fungsinya yaitu menjalankan tugasnya menjadi hamba Allah dengan
beribadah secara maksimal. Karena ibadah pada Allah itu wajib, maka berusaha
buat memenuhi kebutuhan supaya kewajiban itu terlaksana dengan baik,
hukumnya menjadi wajib juga, sebagaimana kaidah yang berlaku.
Menurut Islam, yaitu senantiasa mengaitkannya dengan tujuan utama
manusia diciptakan yaitu ibadah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka Allah
menghiasi manusia menggunakan hawa nafsu (syahwat), menggunakan adanya
hawa nafsu ini maka muncullah keinginan pada diri manusia. Menurut al-
Syathibi, rumusan kebutuhan manusia pada Islam terdiri berdasarkan 3 macam,
yaitu dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat.
1.1 Dharuriyat (primer)

1
Frank R. Kardes, Maria L. Cronley, dan Thomas W. Cline, Consumer Behavior, (Mason: South-
Western Cengage Learning, 2011), hal.190

3
Dharuriyat adalah kebutuhan paling utama dan paling penting. Kebutuhan
ini harus terpenuhi agar manusia dapat bertahan hidup sebagaimana mestinya.
Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi hidup manusia akan terancam di dunia maupun
di akhirat. Kebutuhan primer ini meliputi khifdu din (menjaga agama), khifdu nafs
(menjaga kehidupan), khifdu ‘aql (menjaga akal), khifdu nasl (menjaga
keturunan), dan khifdu mal (menjaga harta). Untuk menjaga kelim unsur
kebutuhan primer tersebut maka syari;’at islam diturunkan. Sesuai dengan firman
Allah SWT. dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 179 dan 193
ِ ‫اص َح ٰيوة ٌ ّٰٓيـاُو ِل ۡى ۡاۡلَ ۡلبَا‬
َ‫ب لَعَلَّ ُک ۡم تَتَّقُ ۡون‬ ِ ‫ص‬َ ‫َو لَـ ُك ۡم فِى ۡال ِق‬
Artinya : ”Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah (2):
179)
َّ ٰ ‫عد ٰ َْونَ ِإ َّۡل َعلَى ٱل‬
َ‫ظ ِل ِمين‬ ِ َ‫َو ٰقَتِلُو ُه ْم َحت َّ ٰى َۡل تَ ُكونَ فِتْنَةٌ َو َي ُكون‬
ُ ‫ٱلدينُ ِ َّّلِلِ ۖ فَإِ ِن ٱنتَ َه ْو ۟ا فَ ََل‬
Artinya : ”Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan
(sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka
berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi),
kecuali terhadap orang-orang yang zalim”. (Al-Baqarah (2): 193)
Oleh karena itu tujuan yang bersifat dharuri adalah tujuan utama untuk
pencapaian kehidupan yang abadi bagi manusia. Lima kebutuhan dharuriyat
tersebut harus bisa terpenuhi, jika salah satu kebutuhan tersebut diabaikan atau
tidak terpenuhi maka akan terjadi ketimpangan bahkan bisa mengancam
keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Dan juga manusia
akan hidup bahagia jika apabila ke lima unsur yang telah disebutkan tadi dapat
dilaksanakan dengan baik.
1.2 Hajiyat (sekunder)
Kebutuhan hajiyat atau sekunder adalah kebutuhan setelah kebutuhan
dharuriyat. Apabila kebutuhan hajiyat ini tidak terpenuhi maka tidak akan
mengancam keselamatan kehidupan manusia, namun manusia akan mengalami
kesulitan dalam melakukan suatu kegiatan. Kebutuhan ini merupakan penguat dari
kebutuhan dharuriyat. Maksudnya yaitu untuk memudahkan manusia dalam
melakukan kegiatan. Pada dasar nya kebutuhan hajiyat ini merupakan pelengkap
yang menguatkan kebutuhan dharuriyat. Atau lebih spesifiknya lagi bertujuan
untuk memudahkan kesulitan manusia di dunia.
1.3 Tahsiniyat (tersier)
Kebutuhan tahsiniyah adalah kebutuhan yang tidak mengancam kelima hal
pokok yaitu khifdu din (menjaga agama), khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu
‘aql (menjaga akal), khifdu nasl (menjaga keturunan), dan khifdu mal (menjaga
harta) serta tidak menimbulkan kesulitan umat manusia. Kebutuhan ini muncul

4
setelah kebutuhan dharuriyat dan kebutuhan hajiyat sudah terpenuhi. Kebutuhan
tahsiniyat ini juga merupakan kebutuhan pelengkap.
2.2 Penerapan Konsep Utility dan Maslahah
1) Penerapan Konsep Utility

Utility secara bahasa berarti berguna (usefulness), membantu (helpfulness)


atau menguntungkan (advantage). Dalam konteks ekonomi, utilitas/utility
dimaknai sebagai kegunaan barang yang dirasakan oleh seorang konsumen dalam
mengonsumsi suatu barang. Karna rasa inilah maka sering kali utilitas dimaknai
juga sebagai rasa puas dan kepuasan yang dirasakan oleh seorang konsumen
dalam mengonsumsi suatu barang atau jasa. Jadi, kepuasan dan utilitas dianggap
sama, meskipun sebenarnya kepuasan adalah akibat yang ditimbulkan oleh
utilitas.2

Dalam ilmu ekonomi konvensional dikenal adanya hukum mengenai


penurunan utilitas marginal (law of diminishing marginal utility). Hukum ini
mengatakan bahwa jika seseorang mengonsumsisuatu barang dengan frekuensi
yang di ulang-ulang, maka nilai tambahan kepuasan dari konsumsi berikutnya
akan semakin menurun. Pengertian konsumsi disini bisa dimaknai mengonsumsi
apa saja termasuk mengonsumsi waktu luang (leisure). Hal ini berlaku juga untuk
setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang.

Dalam utility sering juga muncul tentang istilah Utilitas Marginal (MU)
yang diartikan sebagai tambahan kepuasan yang diperoleh konsumen akibatnya
adanya peningkatan jumlah barang/jasa yang dikonsumsi. Untuk memberikan
penggambaran yang lebih jelas, ilustrasi di bawah ini akan menyajikan utilitas
marginal yang dimaksud.

Frekuensi Total Kepuasan Utilitas


Total Utility (TU)
Konsumsi Marginal (MU)

1 10 -

2 18 8

3 24 6

4 28 4

5 30 2

2
Anwar Liling,“Konsep Utility Dalam Prilaku Konsumsi Muslim”. Jurnal Balanca, Volume 1 No. 1,
Juni 2019,hlm.83-92

5
6 32 2

7 32 0

8 30 2

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai utilitas marginal semakin menurun.
Penurunan ini bisa dirasakan secara intuitif, jika seseorang mengonsumsi barang
secara terus menerus secara berurutan, maka nilai tambahan kepuasan yang
diperoleh semakin menurun. Hal ini terjadi karena munculnya masalah kebosanan
yang seterusnya, kalau berlanjut akan menjadi kejenuhan yang menyebabkan
orang yang bersangkutan bukannya merasa senang dalam mengonsumsi suatu
barang tersebut melainkan justru rasa kurang senang. Hal ini ditujukan dengan
nilai utilitas marginal yang negatif. Sebelum mencapai nilai negatif, nilai utilitas
marginal mencapai kejenuhan terlebih dahulu yang ditunjukkan oleh nilai nol
pada variabel tersebut. Pada saat mencapai kejenuhan ini, utilitas total mencapai
nilai maksimumnya.

Hukum mengenai penurunan utilitas marginal tidak selamanya berlaku


pada maslahah. Maslahah dalam konsumsi tidak seluruhnya secara langsung dapat
dirasakan, terutama maslahah akhirat atau berkah. Adapun maslahah dunia
manfaatnya sudah bisa dirasakan setelah konsumsi. Dalam hal berkah, dengan
meningkatnya frekuensi kegiatan, maka tidak akan ada penurunan berkah karena
pahala yang diberikan atas ibadah mahdhah termasuk sedekah tidak pernah
menurun. Sedangkan maslahah dunia atau konsumsi untuk kepentingan diri
sendiri akan meningkat dengan meningkatnya frekuensi kegiatan, namun pada
level tertentu akan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan tingkat kebutuhan
manusia di dunia adalah terbatas sehingga ketika konsumsi dilakukan secara
berlebih-lebihan, maka akan terjadi penurunan maslahah duniawinya

2) Penerapan Konsep Maslahah

Konsep ekonomi Islam tentnya memprioritaskan kemaslahatan umat dan tidak


dapat menerima sepenuhnya prilaku konsumsi yang dilakukan ekonomi
konvensional. Konsumsi yang diperkenalkan dalam konsep Islam selalu
berpedoman pada ajaran Islam, diantara ajaran yang penting berkaitan dengan
prilaku konsumsi, salah satunya adalah perlunya memerhatikan orang lain dalam
membelanjakan harta. Menurut pandangan seorang muslim seharusnya konsumsi
mempunyai nilai maslahah selain hanya untuk memuaskan diri pribadi.
Dalam sebuah definisi yang dimaksud maslahah adalah segala bentuk keadaan
baik material maupun non material, yang mampu meningkatkan kedudukan

6
manusia yang paling mulia. Dan maslahah itu sendiri merupakan konsep kepuasn
dalam islam, dimana dalam konsep Islam kita akan mendapatkan kepuasan yang
maksimum jika konsumsi kita mengandung maslahah. Pencapaian maslahah
merupakan tujuan dari syariat Islam (Maqashid Syariafi), yang tentu saja harus
menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi seorang Muslim. Setelah mengenal konsep
maslahah, maka konsumen seorang muslim tentunya cenderung untuk memilih
barang dan jasa yang memberikan maslahah maksimum. Tujuan tersebut sesuai
dengan konsep Islam yang mengarahkan bahwa setiap pelaku ekonomi selalu
ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya. Kandungan maslahah terdiri
dari manfaat dan berkah yang juga dalam konsep ini memprioritaskan legalitas
halal baik dari asal pembuatannya ataupun dari segi cara mendapatkannya.

Dalam konsep maslahah dikenal juga dengan istilah Maslahah marginal (MM)
yang diartikan sebagai perubahan maslahah, baik berupa manfaat ataupun berkah,
sebagai akibat berubahnya jumlah barang yang dikonsumsinya. Dalam hal ini
ibadah mahdhah, jika pahala yang dijanjikan Allah SWT adalah konstan, maka
pelaku tidak akan mendapatkan manfaat duniawi, namun hanya berharap adanya
pahala.

Frekuensi Balasan Maslahah Marginal


Konsumsi Pahala Maslahah

1 10 10 10

2 10 20 10

3 10 30 10

4 10 40 10

5 10 50 10

6 10 60 10

7 10 70 10

8 10 80 10

Pada tabel di atas ditunjukkan bahwa nilai maslahah marginal adalah konstan.
Berdasarkan pembahasan pada bagian utilitas, maka dengan ini bisa dikatakan
bahwa seorang konsumen mukmin yang membelanjakan hartanya untuk sedekah
tidak akan mengalami kebosanan dalam melakukan ibadah sedekah yang bersifat
konstan dan tidak mengalami penurunan seperti halnya pada kasus utilitas.

7
Didalam konsumsi ekonomi Islam tujuan utama konsumsi ialah untuk
memaksimalkan Maslahah (Kebaikan) bukan memaksimalkan Kepuasan
(Maximum utility). Karna dalam konsep konsumsi dalam ekonomi Islam adanya
batasan-batasan dalam mengkonsumsi suatu barang/jasa yang sudah diatur sangat
jelas dalam Al-Qur’an dan Hadist dalam berprilaku konsumsi yang dibenarkan
dalam ekonomi Islam, dimana tujuan dari setiap konsumsi ialah maslahah dan
berkah berupa pahala maka konsumen tersebut tidak memberlakukan law of
diminishing marginal utility.

Dengan memahami konsep utilitas dan maslahah, maka dapat ditarik suatu
pemahaman bahwa kepuasan merupakan suatu akibat dari terpenuhinya suatu
keinginan, sedangkan maslahah merupakan suatu akibat atas terpenuhinya suatu
kebutuhan. Itulah yang dilakukan seharusnya oleh seorang konsumen Muslim.
Menurut pandangan seorang konsumen muslim membelanjakan harta untuk
maslahah merupakan suatu kebutuhan dalam upaya mencari kepuasan jiwa dan
hatinya.

Kepuasan yang bersifat individualis hanya bisa dinikmati oleh individu yang
membelanjakan hartanya untuk barang atau jasa. Berbeda dengan maslahah tidak
hanya dirasakan oleh individu. Maslahah bisa jadi dirasakan oleh selain
konsumen, yaitu dirasakan oleh sekelompok masyarakat lainnya. Misalnya:
Seorang muslim yang membeli pakaian, makanan kemudian diberikan kepada
tukang becak dan tetangga miskin yang ada di daerahnya, maka maslahah fisik
atau psikis akan dinikmati oleh tetangga yang mendapatkan pakaian dan makanan,
sementara itu, si Muslim akan mendapatkan berkah. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam kegiatan sedekah dimungkinkan diperoleh manfaat sekaligus berkah.
(Liling, 2019)

2.3 Konsep pemilihan dan konsumsi


Konsumsi merupakan kegiatan menggunakan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Konsumsi adalah semua penggunaan barang dan jasa
yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep konsumsi
dalam islam Konsumsi diartikan sebagai penggunaan terhadap komoditas yang
baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka sebagai umat muslim sudah
seharusnya mengkonsumsi yang halal dan meninggalkan yang haram dan
mengkonsumsi sesuai prinsip syariah.

Pemilihan dalam konsumsi berguna agar ketika kita mengonsumsi barang


tersebut tingkat kepuasan dan kegunaan barang tersebut maksimal misalnya saat
kita memilih apel yang jelek dan yg bagus pasti kita akan memilih yang bagus.
Pada dasarnya konsumsi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari keimanan.

8
Keimanan sangat mempengaruhi sifat, kuantitas, dan kuantitas konsumsi baik
dalam bentuk kepuasan materi maupun dalam segi spiritual.

Konsumsi memiliki urgensi yang besar dalam setiap


perekonomian.Karena tiada kehidupan manusia tanpa konsumsi. Selain itu,
konusmi dalam islam dan konvensional mempunyai perbedaan. Yaitu Perilaku
konsumen konvensional menempatkan kepentingan pribadi dan utilitarianisme
yang bertujuan untuk memaksimalkan kepuasan sedangkan dalam islam Perilaku
konsumsi dalam ekonomi Islam berdasarkan prinsip keadilan, prinsip kebersihan,
prinsip kesederhanaan, kemurahan hati, dan moralitas. Dalam pendekatan
ekonomi Islam, konsumsi adalah permintaan sedangkan produksi adalah
penawaran atau penyediaan. Perbedaan ilmu ekonomi konvensional dan ekonomi
Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi
kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata
dari pola konsumsi konvensional. Islam adalah agama yang ajarannya mengatur
segenap perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula
dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan
kegiatankegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemaslahatan
hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas konsumsi terdapat dalam al-
Qur'an dan as-Sunnah. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan alQur'an
dan as-Sunnah ini akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan
kesejahteraan hidupnya. Syari'at Islam menginginkan manusia mencapai dan
memelihara kesejahteraannya.

Menurut Yusuf Qardhawi, Al- Qur‟an melarang perbuatan yang


melampaui batas (belebih-lebihan) dalam belanja dan menikmati rizki yang baik.
Allah tidak menyukai orang- orang yang berlebih lebihan. Sikap berlebih-lebihan
itu adalah sikap yang melampaui batas yang wajar. Hal ini dengan firman Allah
SWT yang berbunyi
‫ْال ُمس ِْرفِيْنَ ِمنَ َعا ِليًا َكانَ ۗاِنَّه فِ ْر َع ْونَ ِم ْن‬

dari (siksaan) Fir‘aun, sungguh, dia itu orang yang sombong, termasuk orang-
orang yang melampaui batas.
Konsumsi dalam Islam yang dimaksud ialah manusia tidak boleh berlebih-
lebihkan dalam membelajakan harta dan tidak berfoya-foya, karena sesungguhnya
yang ada di dunia ini hanya milik Allah Swt. Di dalam mengkonsumsi suatu
barang, manusia harus bisa memprioritaskan sesuatu barang yang lebih
bermanfaat dalam pemenuhannya. Untuk melaksanakan hal tersebut, manusia
perlu adanya etika dan norma dalam konsumsi islami yang bersumber pada Al-
Qur‟an dan Sunnah.

9
2.4 Pengalokasian sumber daya untuk memenuhi kebutuhan
Kita semua tentunya sudah tidak asing lagi dengan penyebutan
pengalokasian sumber daya, mengingat begitu seringnya pemerintah kita
menyebutkan kata-kata ini. Pada dasarnya, tidak semua orang mengetahui dengan
jelas apa itu pengalokasian sumber daya. Namun, kebanyakan dari kita tetap akan
menyebutkannya seperti kata-kata yang umum untuk digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Yang dimaksud dengan sumber daya disini, tidak hanya sumber daya
alam saja, melainkan manusia juga dikategorikan sebagai sumber daya yang
penting. Pada dasarnya, pengalokasian sumber daya ini bukan hanya untuk alam
saja, melainkan untuk manusia juga. Seperti yang telah kita ketahui bahwa sumber
daya alam merupakan segala kekayaan alam yang bisa kita manfaatkan untuk
kepentingan bersama. Namun, pada kenyataannya sumber daya alam kita sendiri
bukan untuk kepentingan banyak orang, melainkan kepentingan berbagai pihak
yang memiliki materi. Oleh karena itu, dibutuhkan pengalokasian sumber daya
alam dan manusia yang tepat agar hal tersebut tidak terjadi.

Pada dasarnya, memang tidak salah jika manusia memanfaatkan sumber daya
alam untuk memenuhi kebutuhannya, namun sebaiknya manusia juga
memperhatikan kebutuhan orang banyak dan generasi yang akan datang.
Pengalokasian sumber daya yang tidak tepat ini sendiri pada dasarnya akan
menyebabkan suatu permasalahan ekonomi yang besar, yaitu kelangkaan. Hal ini
karena manusia tidak memanfaatkan sumber daya secara bijak dan benar. Maka
dari itulah, materi mengenai pengalokasian sumber daya ini sangatlah penting dan
harus anda pahami dengan baik. Pada umumnya, materi yang satu ini juga sering
kali dibahas dalam kajian ekonomi. Mungkin beberapa dari anda juga sudah
menguasai materi ini dengan baik, namun apa salahnya anda menambah
pengetahuan anda lebih dalam lagi ? Bukankah pengetahuan itu sendiri bersifat
tidak terbatas ? Jadi, sebenarnya seperti apa itu pengalokasian sumber daya ?
Untuk lebih jelas, simaklah uraian yang akan disajikan berikut ini.

1) Alokasi Sumber daya manusia

Pada umumnya, sumber daya manusia sering juga disebut sebagai labour atau
tenaga kerja. Namun, tenaga kerja ini sendiri bukan hanya pekerja biasa yang kita
lihat sehari-hari. Pada dasarnya mereka dibagi lagi ke dalam beberapa golongan
tertentu berdasarkan kriterai tertentu pula. Namun, criteria yang paling sering
digunakan adalah pendidikan, karena pada dasarnya pendidikan merupakan modal

10
utama seorang manusia untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara
umum, tenaga kerja terbagi ke dalam :

 Tenaga kerja yang tidak terdidik dan tidak terlatih, mereka yang berada
dalam kategori ini termasuk buruh, ibu rumah tangga dan lainnya

 Ternaga kerja yang terdidik dan terlatih, misalnya dokter anak, guru dan
lainya. Mereka yang berada dalam golongan ini biasanya mengenyam
pendidikan yang lebih tinggi.

 Tenaga kerja yang terlatih dan tidak terdidik, pada umumnya mereka yang
berada dalam kategori ini mempunyai keahlian khusus, misalnya penjahit

Adapun beberapa unsur yang dapat membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas, di antaranya adalaah :

1. Keahlian atau skill

Dengan menggunakan keahlian, manusia dapat mengolah semua sumber daya


yang tersedia, dan dapat mengubah bahan mentah yang tadinya tidak berguna
menjadi berbagai benda dan produk yang berguna untuk memenuhi semua
kebutuhannya.Keahlian tersebut tidak saja digunakan untuk menciptakan suatu
barang (goods), tetapi juga untuk menyediakan jasa (service).Contoh : tukang
kayu dapat membuat perabotan, sedangkan tukang cukur menyediakan jasa
potong rambut.

2. Kejujuran dan keadilan

Kejujuran dan keadilan adalah perwujudan dari hati nurani manusia dan
merupakan bagian dari sumber daya manusia yang tidak ternilai harganya.
Seorang pemimpin yang jujur dan adil akan mampu mengemban amanat dari
pemimpinnya.

3. Kekuatan fisik

Kekuatan fisik manusia akan bermanfaat apabila dibina dan diarahkan pada hal-
hal yang positif. Orang yang kuat secara fisik akan dapat bekerja dengan lebih
baik.

11
2) Alokasi sumber daya alam

Alam merupakan karunia dari Tuhan yang membawa manfaat yang sangat besar
yang dikelola secara bijaksana namun dapat membawa bencana bila dikelola
secara sembarangan atau dieksploitasi secara berlebihan.Banyak negara yang kaya
raya karena sumber daya alamnya dikelola dengan baik. Sebagai contoh Arab
Saudi berhasil menjadi kaya karena kesuksesannya mengelola minyak bumi. Pada
dasarnya, sumber daya alam dikatakan sebagai segala kekayaan alam yang berada
di dalam atau permukaan bumi yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran
manusia, misalnya hutan, laut dan lainnya. Selain mengenal sumber daya alam
dan manusia, kita juga mengenal sumber daya modal atau yang sering kita sebut
sebagai capital. Pada dasarnya, modal bisa dibedakan menjadi beberapa
karakteristik, di antaranya adalah :

 Benda yang berwujud yang terdiri dari uang dan barang

 Sifat yang terdiri dari modal tetap dan modal lancar

 Subjek yang terdiri dari modal orang perorangan atau modal


kemasyarakatan

 Bentuk yang terdiri dari modal konkrit dan modal abstrak

 Sumber yang terdiri dari modal sendiri ataupun modal pinjaman

Inilah berbagai sumber daya yang bisa dimanfaatkan manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan hasratnya. Beberapa di antaranya merupakan sumber
daya yang terbatas jika tidak dialokasikan secara benar dan bijaksana.

12
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Pandangan ekonomi konvensional atau kapitalisme mengenai kebutuhan
atau keinginan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia pada rangka
menyejahterakan hidupnya. Kebutuhan mencerminkan adanya perasaan
ketidakpuasan atau kekurangan pada diri manusia yang ingin dipuaskan. Orang
membutuhkan sesuatu lantaran tanpa sesuatu itu dia merasa ada yang kurang pada
dirinya. Menurut Islam, yaitu senantiasa mengaitkannya dengan tujuan utama
manusia diciptakan yaitu ibadah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka Allah
menghiasi manusia menggunakan hawa nafsu (syahwat), menggunakan adanya
hawa nafsu ini maka muncullah keinginan pada diri manusia. Menurut al-
Syathibi, rumusan kebutuhan manusia pada Islam terdiri berdasarkan 3 macam,
yaitu dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat.

Utility secara bahasa berarti berguna (usefulness), membantu (helpfulness)


atau menguntungkan (advantage). Dalam konteks ekonomi, utilitas/utility
dimaknai sebagai kegunaan barang yang dirasakan oleh seorang konsumen dalam
mengonsumsi suatu barang. Karna rasa inilah maka sering kali utilitas dimaknai
juga sebagai rasa puas dan kepuasan yang dirasakan oleh seorang konsumen
dalam mengonsumsi suatu barang atau jasa. Jadi, kepuasan dan utilitas dianggap
sama, meskipun sebenarnya kepuasan adalah akibat yang ditimbulkan oleh
utilitas.3

Konsep ekonomi Islam tentnya memprioritaskan kemaslahatan umat dan tidak


dapat menerima sepenuhnya prilaku konsumsi yang dilakukan ekonomi
konvensional. Konsumsi yang diperkenalkan dalam konsep Islam selalu
berpedoman pada ajaran Islam, diantara ajaran yang penting berkaitan dengan
prilaku konsumsi, salah satunya adalah perlunya memerhatikan orang lain dalam
membelanjakan harta. Menurut pandangan seorang muslim seharusnya konsumsi
mempunyai nilai maslahah selain hanya untuk memuaskan diri pribadi.
Konsumsi merupakan kegiatan menggunakan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Konsumsi adalah semua penggunaan barang dan jasa

3
Anwar Liling,“Konsep Utility Dalam Prilaku Konsumsi Muslim”. Jurnal Balanca, Volume 1 No. 1,
Juni 2019,hlm.83-92

13
yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep konsumsi
dalam islam Konsumsi diartikan sebagai penggunaan terhadap komoditas yang
baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka sebagai umat muslim sudah
seharusnya mengkonsumsi yang halal dan meninggalkan yang haram dan
mengkonsumsi sesuai prinsip syariah.

Pemilihan dalam konsumsi berguna agar ketika kita mengonsumsi barang


tersebut tingkat kepuasan dan kegunaan barang tersebut maksimal misalnya saat
kita memilih apel yang jelek dan yg bagus pasti kita akan memilih yang bagus.
Pada dasarnya konsumsi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari keimanan.
Keimanan sangat mempengaruhi sifat, kuantitas, dan kuantitas konsumsi baik
dalam bentuk kepuasan materi maupun dalam segi spiritual.

Tujuan hidup setiap manusia pada dasarnya adalah untuk mencapai


kesejahteraan meskipun manusia memaknai kesejahtraan dengan persepektif yang
berbeda. Sebagian besar paham ekonomi memaknai kesejahteraan materi semata.
Dalam upaya mencapai kesejahteraan manusia menghadapi masalah, yaitu
kesenjangan antara sumber daya yang ada dengan kebutuhan manusia. Allah
menciptakan alam semesta ini dengan berbagai sumber daya yang memadai untuk
mencukupi kebutuhan manusia. Upaya mencapai kesejahteraan manusia terbentur
dengan masalah, yaitu kesenjangan antara sumberdaya yang ada dengan
kebutuhan manusia. Allah menciptakan alam semesta ini dengan berbagai
sumberdaya yang memadai untuk mencukupi kebutuhan manusia. Keterbatasan
manusia, serta munculnya konflik anara tujuan duniawi dan ukrawi menyebabkan
terjadinya kelangkaan relative.

14
DAFTAR PUSTAKA
Rahman,A.(Maret 2012). Kebutuhan dalam islam. Konsep Kebutuhan dan
Keinginan Menurut Imam Al-Ghazali,Volume.4 No.01

Liling,A. (2019). Konsep Utility Dalam Prilaku Konsumsi Muslim.Jurnal


Balanca,Volume 1 No. 1,hlm.83-92
Ayu, N. (2017). Konsep Konsumsi dalam Ekonomi Islam. Kompasiana , 18779.

Tatadhyta. (2017, oktober 12). solusi buku sekolah. Dipetik September 3, 2021,
dari Brainly: https://brainly.co.id

15

Anda mungkin juga menyukai