Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat merupakan salah satu komponen berdirinya suatu negara.


Perkembangan masyarakat dalam suatu negara akan berpengaruh pada berbagai
hal. Masyarakat dapat menjadi tolak ukur suatu negara berkembang atau tidak,
masyarakat pula yang mampu memberikan kontribusi besar pada
wilayah/tempat yang ditinggalinya. Masyarakat menjadi sangat fundamental
saat kita membicarakan tentang zaman, negara, adat, kebudayaan, kepercayaan
dan kasus-kasus lainnya dalam suatu lingkungan. Masyarakat selalu menjadi
subjek perbincangan atas permasalahan pun menjadi solusi dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada.
Peradaban yang baik timbul karena terciptanya masyarakat yang baik
pula. Indonesia sebagai negara yang memiliki masyarakat dengan beraneka
ragam latar belakang, suku yang beranekaragam, budaya, bahasa, adat istiadat
bahkan kepercayaan merupakan keunikan sekaligus tantangan tersendiri bagi
bangsa Indonesia dalam menciptakan masyarakat yang beradab. Masyarakat
yang beradab berarti masyarakat yang berbudi luhur masyarakat yang memiliki
moral dan iman yang selaras sehingga masyarakat tersebut memiliki potensi
besar mengemban perkembangan negara dan lingkungan yang ditempatinya.
Masyarakat seperti itu juga dapat kita kenal sebagai masyarakat madani.
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari
konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim
dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada
acara Festival Istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan
oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal
adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas
Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat
madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral
yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan
masyarakat.
Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik
karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru
kepada hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan
nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab
menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi “khairu ummah” karena mereka
menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya.1
Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat
ideal bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang
menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar
yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan yang kesatuan seperti
yang tertera pada surat Al-Imran ayat 105 yang berbunyi:
▪







Artinya : “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai


dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka
Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”
Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi
adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang
tercermin dalam QS an-Nahl ayat 125.
☺

☺



☺

☺



Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.

1. Quraish Shihab, 2000, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Jakarta : Lentera hati, Hal. 185
Dalam rangka membangun “masyarakat madani modern”, meneladani
Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan
saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti
menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok
lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan
sifat-sifat luhur lainnya.
Kita juga harus meneladani sikap kaum Muslim awal yang tidak
mendikotomikan antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka tidak
meninggalkan dunia untuk akhiratnya dan tidak meninggalkan akhirat untuk
dunianya. Mereka bersikap seimbang (tawassuth) dalam mengejar kebahagiaan
dunia dan akhirat. Jika sikap yang melekat pada masyarakat Madinah mampu
diteladani umat Islam saat ini, maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu
saja.
Masyarakat madani lebih dikenal dengan civil society. Pada tahun
1990-an istilah civil society baru dikenal di masyarakat. Kemunculan wacana
civil society dalam banyak hal terkait erat dengan fenomena tentang kondisi
sosial politik global danmeluasnya proses demokratisasi di seluruh dunia pada
2
sekitar dasawarsa 1980-an, serta dinamika internal politik Indonesia.
Fenomena itu berawal daribangkitnya nasionalisme di Eropa timur dan Eropa
Tengah yang menandai tumbangnya rezim-rezim totalitarian yang kemudian
disusul oleh arus demokratisasi di berbagai kawasan, mulai Amerika Latin,
tengah dan sejumlah negara-negara di Afrika dan Asia. Wacana civil society
kembali marak diperbincangkan di Indonesia ketika terjadi perubahan kondisi
sosial politik yang disponsori oleh gerakan besar Reformasi. Seiring dengan
proses perubahan ini, akhirnya tercetuslah sebuah ide membentuk Masyarakat
Madani dalam perspektif ke-Indonesia-an. Ide ini menjadi isu sentral negara
bangsa kontemporer yang didukung oleh para elit politik Indonesia.3
Di kalangan publik, civil society diinterpretasi dan diadaptasi dalam
berbagai kosakata. Ada yang mengistilahkan dengan masyarakat madani,
masyarakat kewargaan, masyarakat warga, masyarakat utama, masyarakat sipil,
dan terakhir tetap menggunakan terminologi civil society, tanpa berupaya

2
Ahmad Baso, 1999, Civil Society Versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “civil society”
dalam Islam Indonesia, Bandung: Pustaka Hidayah, Hal.13
3
A.S. Hikam, Muhamad, 2000, Islam, Demokrasi dan Pemberdayaan. Jakarta: Erlangga, Hal 4-5
menterjemahkannya lagi sebagaimana yang tetap digunakan dalam penelitian
ini. 4 Di antara beberapa penggunaan terminologi tersebut, secara sederhana
bisa ditemukan adanya dua kecenderungan pemikiran atau referensi besar
dalam perdebatan tentang wacana civil society di Indonesia. Yaitu Masyarakat
Sipil yang disintesakan dari pemikiran filsafat sosial Barat dan Masyarakat
Madani yang diderivasikan dari pemikiran sosial politik Islam. Berbagai kajian
pemikiran sosial politik Islam di Indonesia memang telah banyak
memperbincangkan tentang teori sosial dan konsep-konsep politik modern yang
erat kaitannya dengan civil society, seperti kajian tentang demokrasi, hubungan
negara dengan rakyatnya, posisi agama dan negara maupun civil society itu
sendiri. Namun demikian di antara kajian yang ada tentang civil society selama
ini, lebih bersifat teoritis dan banyak sekali kekurangan data empirik dan kajian
5
praktik historisitasnya. Sehingga masih membuka kemungkinan untuk
melakukan kajian yang secara khusus membahas gagasan dan pemikiran sosial
politik Islam yang bisa mendorong terjadinya tranformasi bagi terwujudnya
civil society dalam realitas sejarah.
Berbicara mengenai masyarakat madani kita tidak akan lepas dari salah
satu tokoh penggagas dan pemikir tentang Masyarakat Madani yaitu Bapak
Nurcholis Madjid atau lebih dikenal dengan Caknur. Beliau merupakan tokoh
agama, sosial, dan politik. Banyak pemikiran-pemikirannya tentang agama
yang dihubungkan dengan kemoderenan, kehidupan sosial masyarakat, dan
salah satu pemikirannya yang paling tekenal adalah tentang masyarakat madani.
Indonesia merupakan negara yang begitu luas dengan dihuni
masyarakat yang memiliki karakter berbeda-beda, memiliki budaya, bahasa,
agama, suku yang beraneka ragam pula. Keanekaragaman tersebut sangat
berpotensi besar untuk kemajuan negara Indonesianya sendiri. Masyarakat
yang berpotensi ini seharusnya mampu mengoptimalkan pribadinya untuk
kemudian hidup di lingkungan masyarakat dan menciptakan masyarakat yang
madani. Masyarakat madani merupakan keadaan sempurna di mana potensi
masyarakat tersalurkan dan keadaan masyarakat yang sejahtera. Berdasarkan
latar belakang tersebut peneliti tetarik untuk melakukan sebuah penelitian

4
Ibid, Hal 45-46
Ahmad Baso, 1999, Civil Society Versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “civil society”
5

dalam Islam Indonesia, Bandung: Pustaka Hidayah, Hal.85


dengan judul: “Konsep Masyarakat Madani di Indonesia Pada Akhir Abad
Ke-20 (Studi Pemikiran Nurcholis Madjid tentang Masyarakat Madani)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat ditarik


permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana wacana tentang Masyarakat Madani di Indonesia di akhir abad
ke 20?
2. Bagaimana konsep pemikiran Nurcholis Madjid tentang Masyarakat
Madani?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menelaah diskursus tentang Masyarakat Madani.
2. Mendeskripsikan konsep Nurcholis Madjid tentang Masyarakat Madani
di Indonesia di akhir abad ke 20.
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat :
1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan: Dapat memberikan pemahaman
serta memperkaya khasanah keilmuan terhadap perkembangan
perkembangan masyarakat di Indonesia.
2. Bagi masyarakat luas: Memberikan sumbangan pemikiran kepada
masyarakat luas, berupa informasi secara teoritik-historis tentang
masyarakat madani.
3. Bagi peneliti: memberikan pemahaman tentang masyarakat madani dan
kehidupan sosial serta kontribusi pemikiran Nurcholis Majid (Cak Nur).

D. Landasan Teori/Kerangka Konseptual


Dilihat dari pekembangan sejarah konsep masyrakat madani yang
merujuk pada masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad.
Masyarakat Madinah dianggap sebagai legistimasi historis ketidakbersalahan
pembentukan civil society dalam masyrakat modern. “Masyrakat Sipil” adalah
terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari
sejarah pergumulan barat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali
menggunakan kata “society civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil
society pertama kali dipahami sebagai Negara (state).
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah
dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk
menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari substansi civil
society lalu membandingkan dengan masyarakat Madinah yang dijadikan
pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan
ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Untuk itu peneliti mengambil konsep pemikiran Nurcholis Madjid
tentang Masyarakat Madani untuk diterapkan di Indonesia yang memiliki
berbagai macam keanekaragaman dari mulai suku, bahasa, budaya dan agama
menandakan bahwa bangsa Indonesia memiliki potensi besar untuk jauh lebih
maju. Masyarakat yang merupakan subjek dari kemajuan suatu bangsa perlu
diperhatikan agar ia mampu menempatkan dirinya di masyarakat sehingga ia
mampu menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Pemikiran Nurcholis Madjid yang ingin negara Indonesia dan
masyarakatnya menjadi negara dan masyarakat yang demokratis ini,
dituangkan dalam ide-ide dan pemikirannya. Berhubungan dengan masyarakat
madani atau civil society, pemikiran Nurcholis Madjid terhadap masyarakat ini
memiliki pengaruh besar. Eksistensi dari civil society yang saat ini mulai
semakin melemah, sementara eksistensi civil society ini merupakan salah satu
dari beberapa hal yang memegang peran penting dalam terwujudnya
masyarakat demokratis.
Kerangka pemikiran ini akan menjadi landasan untuk penyusunan
penelitian yang membahas pemikiran Nurcholis Madjid tentang Masyarakat
Madani dan bagaimana latarbelakang dirinya sebagai seorang cendekiawan
muslim, politikus, serta memiliki pemikiran-pemikiran yang idealis yang
kemudian mempengaruhi pemikirannya tentang konsep masyarakat yang
madani.

E. Metode Penelitian

1. Heuristik
Tahapan penelitian untuk menemukan sumber-sumber sejarah yang keterkaitan
dengan pokok bahasan penelitian. Adapun cara mengumpulkan sumber sejarah
yaitu:
a. Penelitian pustaka
Penelitian ini merupakan library research dengan bentuk deskriptif
analitis dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan
karena fokus penelitian menitikberatkan pada bagian konseptual yang
berupa konsep pemikiran Nurcholis tentang masyarakat madani. Oleh
karena itu, data yang akan dihimpun merupakan data-data kepustakaan yang
representative dan relevan dengan obyek kajian. Metode yang penulis
gunakan untuk memperoleh data tentang pemikiran Nurcholis Majid,
dengan menggunakan pendekatan historis.

b. Wawancara
Wawancara ini dilakukan kepada narasumber yang memahami
tentang wacana pemikiran dan konsep masyarakat madani yang digulirkan
oleh Nurcholis Madjid pada akhir abad 20.
c. Metode observasi
Metode ini dilakukan untuk memperoleh informasi dengan cara
turun langsung ke lapangan. Pada metode ini peneliti akan meninjau tempat
tempat yang menjadi studi kajian tentang pemikiran Nurcholis Madjid
2. Tahapan Verifikasi
Pada tahapan ini peneliti akan melakukan penyeleksian data-data yang sudah
diperoleh, sebagai upaya untuk mendapatkan data yang objektif.
3. Tahapan Interpretasi
Tahapan ini merupakan penafsiran dari sumber-sumber sejarah yang sudah
dikumpulkan, yang terkait dengan pembahasan yang sedang dikaji.
4. Tahapan Historiografi
Tahapan ini merupakan tahapan akhir, yakni peneliti akan menyajikan hasil dari
penelitian ke dalam tulisan yang tersusun secara sistematis.

F. Sistematika Penulisan
Pembahasan skripsi ini akan dibagi menjadi lima BAB, dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Dalam pembahasan pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang rumusan
masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori/kerangka konseptual,
metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II DISKURSUS TENTANG MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA


PADA AKHIR ABAD KE-20
Dalam pembahasan bab ini menjelaskan tentang beberapa teori yang akan
membantu proses penelitian serta teori-teori yang akan menguatkan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti. Poin-poin penting yang akan dibahas dalam bab ini adalah
latar belakang berkembangnya pemikiran tentang masyarakat madani di Indonesia
dan teori-teori masyarakat madani yang berkembang di Indonesia pada akhir abad
ke- 20.

BAB III BIOGRAFI DAN KARYA NUSCHOLIS MADJID

Pada bab ini peneliti akan memaparkan tokoh yang menjadi focus dalam penelitian
ini yaitu Nurcholis Madjid. Bagaimana riwayat hidup, aktifitas intelektual,
karya-karya dan akhir hayat Nurcholis Madjid.

BAB IV KONSEP MASYARAKAT MADANI MENURUT NURCHOLIS


MADJID

Dalam pembahasan pada bab ini menjelakan tentang konsep masyarakat madani
dalam perspektif Nurcholis Madjid dan pelaksanaan konsep masyarakat madani.
Bab ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan mengkaji
beberapa teori dengan menggunakan metode yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya untuk kemudian dianalisis dan ditarik kesimpulan.

BAB V PENUTUP

Berisi tentang hasil penelitian yaitu penjelasan dari rumusan masalah yang
dirangkum dalam kesimpulan dan saran dari hasil analisis.

Anda mungkin juga menyukai