Anda di halaman 1dari 105

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI GULA

PADA PETANI TEBU RAKYAT YANG TERGABUNG DALAM


ASOSIASI PETANI TEBU RAKYAT PG SOEDHONO
KABUPATEN NGAWI
PROPINSI JAWA TIMUR

Nasrodin Hasan

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2006 M / 1427 H
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI GULA
PADA PETANI TEBU RAKYAT YANG TERGABUNG DALAM
APTR PG SOEDHONO KABUPATEN NGAWI PROPINSI
JAWA TIMUR

Oleh:
NASRODIN HASAN
101092123367

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian

Fakultas Sains dan Teknologi


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2006 M / 1427 H
”SYUKURKU”
ALAMDULILLAH, DENGAN IZIN ALLAH SWT YANG MAHA
PEMURAH DAN PENOLONG SKRIPSI INI DAPAT SAYA
SELESAIKAN
DAN
KARYA INI SAYA PERSEMBAHKAN KEPADA ORANG TUAKU,
SOUDARA-SAUDARAKU DAN ISTRIKU TERCINTA SERTA
BAYI CANTIKKU TERSAYAN TERIMA KASIH ATAS
PENGORBANAN TANPA BATASNYA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI GULA
PADA PETANI TEBU RAKYAT YANG TERGABUNG DALAM APTR PG
SOEDHONO KABUPATEN NGAWI PROPINSI JAWA TIMUR

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:
NASRODIN HASAN
101092123367

Menyetujui

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. H. Kusharyono, SE, MM Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA

Mengetahui
Ketua Jurusan Sosek Pertanian

Ir. Mudatsir Najamuddin, MMA


NIP : 150317958
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh :


Nama : Nasrodin Hasan
NIM : 101092123367
Program Studi : Sosial Ekonomi Pertanian
Judul Skripsi : Analisis Harga Pokok Produksi Gula Pada Petani
Tebu Rakyat Yang Tergabung Dalam APTR PG
Soedhono Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa
Timur
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana Pertanian
pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2006

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

DR. H. Kusharyono, SE, MM Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA

Mengetahui,

Dekan Ketua Jurusan

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Ir. Mudatsir Najamuddin, MMA


NIP. 150 317 965 NIP. 150 317 958
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul ” Analisis Harga Pokok Produksi Gula Pada Petani Tebu
Rakyat Yang Tergabung Dalam APTR PG Soedhono Kabupaten Ngawi Propinsi
Jawa Timur” telah lulus dalam sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Jakarta pada hari Sabtu, 17 Juni 2006 untuk memperoleh
gelar Sarjana 1 (S1) pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis.

Jakarta , Juni 2006

Tim Penguji

Penguji I Penguji II

Ir. Mudatsir Najamuddin, MMA Ir. Achmad Tjahya Nugraha, MSi

Penguji III Penguji IV

DR. H. Kusharyono, SE, MM Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA

Mengetahui
Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis


NIP: 150 317 956
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-


BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, Juni 2006

Nasrodin Hasan
101092123367
RINGKASAN
NASRODIN HASAN, Analisis Harga Pokok Produksi Gula Pada Petani Tebu
Rakyat Yang Tergabung Dalam APTR PG Soedhono Kabupaten Ngawi Propinsi
Jawa Timur (Di bawah bimbingan KUSHARYONO dan ABDUL HAMID
CEBBA).

Sejalan dengan terus membaiknya perkembangan industri gula di Indonesia,


dalam upaya memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka Pemerintah harus
didorong untuk terus mengeluarkan kebijakan yang ditujukan untuk membangun
dan membina industri gula agar mampu meningkatkan produktifitas dengan
kualitas yang baik. Sehingga diharapkan produsen gula mampu berdaya saing
dengan gula impor serta dapat mengurangi ketergantungan akan impor gula secara
bertahap.
Pada tahun 2005 volume impor gula relatif cukup rendah dibandingkan
tehun 2004 yaitu 1.149.812 ton. Hal ini disebabkan konsumsi gula yang relatif
stabil setiap tahunnya (Tabel. 1). namun demikian, pada tahun 2005 produksi gula
nasional masih rendah yaitu 2.241.742, sehingga masih di bawah kebutuhan
nasional yaitu 3.439.640 ton. Untuk memenuhi devisit produksi sebesar 1.149.812
ton maka dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan gula nasional.
Tujuan kegiatan penelitian ini adalah: (1) menganalisis harga pokok
produksi gula pada petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu
Rakyat (APTR) PG Soedhono. (2) Dapat memberikan masukan kepada pihak-
pihak terkait guna menarik minat petani untuk usahatani tebu.
Pelaksanaan kegiatan penelitian ini pada bulan Mei 2005 untuk usahatani
tebu dengan periode masa tanam tahun 2004-2005. Penelitian ini dilakukan pada
petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) Pabrik
Gula (PG) Soedhono salah satu unit usaha PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) XI
yang berlokasi kabupaten Ngawi propinsi Jawa Timur. Data yang digunakan
dalam kegiatan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui pengisien kuesioner yang diisi oleh petani, wawancara dengan
pengurus APTR PG Soedhono dan pengamatan secara langsung di lapangan.
Untuk menganalisis harga pokok produksi gula dalam usahatani tebu dilakukan
dengan menghitung seluruh komponen biaya yang dikeluarkan dalam usahatani
tebu ditambah biaya pajak lahan. Metode yang digunakan untuk menganalisa
harga pokok produksi tersebut menggunakan metode akutansi. Sedangkan untuk
menganalisa agar petani tertarik usahatani tebu adalah dengan mengumpulkan
keluhan petani dalam usahatani tebu sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai
apa yang menjadi keinginan petani.
Dalam satu hektar lahan pertanian tebu rata-rata mampu menghasilkan
80.400 kilogram tebu. Rendemen yang dihasilkan rata-rata 6.05 kg gula per
kwintal tebu sehingga tiap hektar mampu menghasilkan gula rata-rata sebanyak
4.864,2 kilogram. Bagian petani 3.210,37 kilogram atau 66 persen dari total gula
yang dihasilkan.
Pada musim tanam 2004-2005 usahatani tebu di kabupaten Ngawi rata-rata
dalam saru hektar membutuhkan biaya sebagai berikut; (1) biaya sewa lahan
sebesar Rp. 4.290.345,00 (2) biaya garap yang terdiri dari biaya pengolahan lahan,
biaya penanaman, biaya pemeliharaan, dan biaya penyulaman totalnya sebesar Rp
3. 343.543,00 (3) biaya bibit sebesar Rp 1.356.897,00 (4) biaya pembelian pupuk
sebesar Rp 1.401.069,00 (5) biaya tebang angkut sebesar Rp 3.946.552,00 (6)
biaya pajak lahan sebesar Rp 160.000,00 . Sehingga total biaya dalam usahatani
tebu dalam masa tanam pertama rata-rata menghabiskan biaya sebesar Rp.
14.338.406,00 per hektar.
Dengan menghitung besarnya biaya yang dikeluarkan rata-rata per hektar
serat hasil gula yang diterima petani maka harga pokok produksi rata-rata yang
dikeluarkan sebesar Rp 4.076,90 per kilogram. Apabila harga jual mengambil
keuntungan 10% sehingga harga pokok penjualannya sebesar Rp 4.484,59
dibulatkan menjadi Rp. 4.500,00 perkilogram. Hasil ini diatas ketetapan
pemerintah tentang harga minimal gula nasional yaitu Rp 3.800,00 maupun hasil
kesepakatan antara pihak Pabrik Gula (PTPN XI) dengan pihak APTR. Walapun
demikian, petani tidak dirugikan karena harga yang berlaku dalam proses
penjualan adalah sesuai harga pasar yang melalui proses lelang.Untuk menarik
minat petani perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) harus dilakukan
inovasi dalam usahatani tebu sehingga waktu tanam tidak terlalu lama untuk
mencapai masa panen, (2)Menyediakan kredit yang jumlahnya memadai dengan
persyaratan yang mudah dan jumlah yang memadai bagi petani untuk usahatani
tebu, (3) sarana irigasi harus diperbaiki untuk mengurangi biaya pengairan yang
dikeluarkan petani tebu dan (4) subsidi pupuk harus diawasi dalam penjualan dan
distribusinya sehingga saat petani membutuhkan dapat tersedia dengan mudah dan
harga yang murah.
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat-Nya, pertolongan-Nya
dan petunjuk-Nya. Syolawat serta salam marilah selalu kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, shahabat dan kepada umatnya sampai akhir zaman
kelak. Amiin. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada;
1. Bapak/Emakku, Mbakyu-mbakyuku dan kakak2 Iparku (Mbak Ipung dg
Kak Farisnya, Mbak Janah dg Mas Tomonya, Mbak Siti dg Mas Arifnya,
Mbak Solik dg mas Widadinya terima kasih dana tanpa batasnya sehingga
saya bisa menyelesaikan kuliahku). Mohon maaf ya atas kesalahanku
mungkin kalau bukan panjenengan2 saya sudah diumbar
2. Buat istriku tercinta (Wiwin Sulastri) dan anakku tersayang (Nasyafira
Fazahra) makasih ya atas kesabaran dan pengertiaanya.
3. Yth, Bpk. DR. Kusharyono dan Bpk. Drs. Abdul Hamid Cebba, MBA
terima kasih atas bimbingannya, bantuannya, pengertiannya dan saya
mohon maaf apabila selama ini saya sering mengganggu Bapak.
4. Yth, Bpk. Ir. Mudatsir Najamuddin, MMA dan Bpk. Ir. Achmad Jhahya
Nugraha, MMA mohon maaf atas jawaban-jawaban saya mungkin kurang
berkenan saat ujian, saya terlalu gugub.
5. Ketua Jurusan Bpk. Ir. Mudatsir Najamuddin, MMA, Sekjur Pak Drs.
Aceb Muhib, MMA dan staff Jurusan ( Bu Lilis, Bu Rizki, Bu Bintan dan
Triaji) saya mendukung dengan sepenuh hati langkah2 Bapak/Ibu dalam
memajukan Jurusan. Semoga mendapatkan Akreditasi A. Amiin
6. Yth, Dosen-dosenku; Pak Achmad Jhahya (Mohon maaf ya Pak saya
pernah membuat kesal Bapak, saya jualan kopi seduh saat jam belajar),
Pak Kus, Pak Junaidi, Pak Iwan, Pak Tumari, Pak Setyo, Pak Prof. Aki
Baihaki, Pak Yon, Pak Geteng, Pak Prof. Tumari, Pak Jamil, Pak Aji
Jumiono, Pak Cebba, Pak Herni, Pak Sudaru Dono, Pak A. Rodoni, Pak
Muji, Pak Mudatsir, Pak Maman, Pak Gholib, Ibu Lilis, Ibu Widyaastuti,
Ibu Eni, Ibu Emita, Ibu dan Bapak/Ibu yang lain. Terimakasih, semoga
pengabdian Bapak dibalas Allah dan Dicatat sebagai amal kebaikan.
7. Yth, Dekan FST DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis dan Wakil2 Dekan,
semoga Bapak2 mendapatkan terus kekuatan dan semangat untuk
mengembangkan FST.
8. Ibu2 orang tua asuh yang tergabung dalam kelompok pengajian
”NAMIRA” ada Ibu Idal, Ibu tini Firdaus, Ibu Susi dan ibu yang lain
mohon maaf tidak saya cantumkan. Saya ucapkan banyak terima kasih atas
beasiswanya sehingga saya dapat kuliah. Semoga Allah membalas
kebaikan Ibu2 semua dengan pahala. Oya saya mohon maaf karena baru
bisa menyelesaikan skripsi ini hingga semester X.
9. Orang tua angkatku; Bapak Kol. (Mar) Sih Soerono P (alm) dan Ibu serta
Bapak Ir. Royke Cahyadi dan Ibu Dra. Lina Roslina beserta keluarga
(Mbak Ana, Mas Iwan, Mas Bram, Wibby dan Nadya) terima kasih saya
bisa diterima menjadi bagian keluarga Bapak. Mohon maaf atas banyak
kesalahan yang saya lakukan.
10. Kepala Dinas Perkebunan Kab. Ngawi, Bpk. S. Edi Sukamto (Ketua
APTR PG Soedhono beserta staff dan anggota APTR terima kasih atas
bantuannya) dan Kepala BPS BPS Kab. Ngawi serta Pak Teguh (PG
Soedhono)
11. Buat Adikku Muhammad Mudzakir dan Nasirotul Munafi’ah serta
Ponakan2ku; Ernod De Rian Diky Setiawan, Nurul Fadilah, Muhammad
Dzakir Rifa’i dan Andika Setiawan. Semoga menjadi anak yang sholeh
dan Sholekah, dan Mas/Om Mohon ambil sisi baik dari saya dan sisi buruk
saya cukup saya yang mengalaminya.
12. Buat kawan2ku satu jurusan angkatan 2001 bagi yang telah lulus (Ocid,
Angga, Riko, Aji, Ilham <terimakasih atas nasehat2nya>, susi, Nova, Ayu,
Rahayu, Adel, Evi, Ela<terima kasih atas bantuannya saat sidang> Agung,
QQ, Yanti, Dll) yang sudah kerja selamat yang belum jangan patah
semangat. Yang sedang skripsi (Mova, Babe, Delvin, Irwan, Mira, Ai,
Dian, Nia, Rosidi, Tia, Khotib, Siti Zubaedah, Dll) jangan patah semangat
ingat usaha dan doa, dan yang belum2 mulai skripsi (Sapar, Didin, Riza,
Dll) ingat langkah ke seribu diawali oleh langkah pertama, jangan sungkan
untuk bertanya dan meminta bantuan kepada kami. Kami siap membantu
13. Yth, Ibu Ovah, Pak Gun, Pak Muksin, Pak Bilal, Pak Sukmo, Ibu Fitroh,
Dll Staff akademik FST Terima kasih atas bantuannya melayani kami
sejak dari awal kuliah hingga detik2 perpisahaan.
14. Buat Sapar serta Adik2nya Wadu’ dan Rohim terima kasih atas
komputernya, kontrakannya, airnya, sabunnya, odolnya,dll. Maaf bila bila
saya sering menggangu ketenangan kalian.
15. Buat temen-temenku SD Teguhan I, SMPI Al Hidayah, SMA 97 Jakarta,
Seluruh Temen2 satu jurusan dari seluruh angkatan, satu Fakultas dan satu
Kampus serta kawan kawanku semua salam dahsyat dari gw. (terima
kasih dan maaf tidak bisa menyebut satu per satu)
16. Semua pihak yang membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, saya
mengharapkan saran dan kritiknya agar kelak dalam penulisan tesis (Insyaallah)
dapat lebih baik lagi. Akhirnya penulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis, petani
dan APTR PG Soedhono khususnya serta segenap pembaca skripsi ini. Aamiin

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Penulis
DAFTAR ISI

i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN vi


............................................................
ix
HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................
x
RINGKASAN ........................................................................................... xi

KATA PENGANTAR ............................................................................... xii


xiii
DAFTAR ISI ..........................................................................................ii
xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................iv1

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................v1


6
8
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................19

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1


10
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................6
10
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................8
10
13
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................9
15
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................10
19
2.1 Pengelolaan Produksi Tebu/Gula...............................................................10
19

2.1.1 Budidaya Tebu..................................................................................10 20


20
2.1.2 Pabrik Gula.......................................................................................13
22
2.2.3 Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI)............................15 22
23
2.2 Efisiensi Teknis dan Ekonomis..................................................................16

2.3 Kerangka Teoritis.......................................................................................20

2.3.1 Produksi.............................................................................................20

2.3.2 Sistem Produksi.................................................................................21

2.3.3 Faktor-faktor Produksi......................................................................22

2.3.3.1 Lahan Pertanian....................................................................23

2.3.3.1.1 Tingkat Kesuburan Tanah..............................................23


23
2.3.3.1.2 Lokasi.............................................................................24
24
2.3.3.1.3 Topografi........................................................................24
24
2.3.3.1.4 Status Lahan...................................................................2424

2.3.3.2 Tenaga Kerja.........................................................................2524


25
2.3.3.2.1 Tersedianya Tenaga Kerja............................................25
25
2.3.3.2.2 Kualitas Tenaga Kerja..................................................25 25

2.3.3.2.3 Jenis Kelamin...............................................................25 26


26
2.3.3.2.4 Tenaga Kerja Musiman................................................26
26
2.3.3.2.5 Upah Tenaga Kerja.......................................................26
27
2.3.3.3 Modal....................................................................................26 27

2.3.3.4 Manajemen...........................................................................27 29
30
2.3.4 Teori Biaya dan Manfaat...................................................................27

2.3.4.1 Biaya tetap.............................................................................2733

2.3.4.2 Biaya variabel........................................................................2733


34
2.3.4 Biaya Periodik dan Harga Pokok Produksi.......................................28
35
2.3.6 Perhitungan Harga Pokok Produksi..................................................3036

2.4 Kerangka Pemikiran...................................................................................3337

39
39
40
41
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN............................................35

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian....................................................................35

3.2 Difinisi Operasional...................................................................................35

3.3 Jenis dan Sumber Data...............................................................................37

3.4 Metode Pengumpulan Data........................................................................37

3.5 Metode Analisis Data.................................................................................38

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN……………………...40

4.1 Letak Geografis dan Administratif……………………………………….40

4.2 Penduduk…………………………………………………………………41

4.3 Wilayah Kabupaten Ngawi………………………………………………42

4.3 Keadaan Umum Usahatani Tebu Rakyat PG Soedhono di Kabupaten


Ngawi…………………………………………………………………….43
45
4.3.1 Pembuatan Guludan atau Persiapan Lahan………………………...44
45
4.3.2 Pengadaan Bibit................................................................................45
47
4.3.3 Penanaman........................................................................................4647
48
4.3.4 Pemeliharaan dan Pemupukan..........................................................46
49
4.3.5 Pendapatan........................................................................................48
49
4.3.5.1 Bagi Hasil Gula/Hablur.........................................................48
49

4.3.5.2 Bagi Hasil Tetes....................................................................49 50


50
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................50
51
5.1 Identitas Responden...................................................................................50
52
53
5.1.1 Umur.................................................................................................50
55
5.1.2 Pendidikan.........................................................................................51
55
58

60
61
5.1.3 Asal Kecamatan ...............................................................................52

5.1.4 Luas Lahan Garapan ...................................................................53

5.2 Hasil Identifikasi Biaya Produksi Tebu ...........................................54

5.3 Hasil Identifikasi Pendapatan ....................................................................55

5.4 Hasil Perhitungan Harga Pokok Produksi Tebu dan Gula ....................56

5.4.1 Penghitungan Harga Produksi Gula Oleh Pihak Pabrik ....................57

5.4.2 Penghitungan Harga Pokok Produksi Oleh Peneliti ...................59

5.3.3 Analisa Harga Pokok Produksi antara Penghitungan Peneliti dan


Pabrik ...........................................................................................

5.5 Kendala Utama yang Dihadapi PetaniTebu ..............................................

5.6 Alternatif Untuk Menarik Minat Petani dalam Usahatani Tebu.................

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................63

6.1 Kesimpulan ..........................................................................................63

6.2 Saran .......................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................65
DAFTAR TABEL

Tabel 1: Konsumsi dan Produksi Gula Tahun 1996-2000 .................................2 2


Tabel 2 : Beberapa Indikator Kinerja Industri Gula Nasional ......................3 3
Tabel 3 : Luas Areal dan Produksi Gula Di Indonesia Tahun 1999-2005 .........5 4
Tabel 5 : Jenis Produk Sampingan/Produk Derivate Tebu (PDT) Di Indonesia....15 7
Tabel 6 : Isian Data Biaya Produksi Tebu Tahun 2005 ................................3914
Tabel 7: Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Ngawi dari Tahun 1999-2003 ........4138
Tabel 8 : Luas Lahan Sawah dan Bukan Sawah (Ha) ............................................4240
Tabel 9 : Luas Areal Pekebunan ...................................................................43 41
Tabel 10 : Klasifikasi Umur Responden .......................................................50 42
Tabel 11 : Tingkat Pendidikan Petani Tebu Rakyat .........................................51 49
Tabel 12 : Jumlah Petani Menurut Kecamatan ............................................5250
Tabel 13 : Luas Lahan yang Dikelola Petani Tebu Rakyat ..............................53 50
Tabel 14 : Harga Pokok Produksi Gula Tebu Rakyat PG Soedhono pada 51
Lahan Sawah Per Ha ...................................................................57
Tabel 15 : Harga Pokok Produksi Gula Tebu Pabrik PG Soedhono pada Lahan 56
Sawah Per Ha ...............................................................................58
Tabel 16 : Penghitungan Harga Pokok Produksi Gula per Kilogram ..................60 57
Tabel 17 : Perbandingan Penghitungan Harga Pokok Produksi pada Lahan 59
Sawah Dalam 1 Ha Masa Tanam 2004-2005 ....................................
60
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Sistem Pergulaan Nasional & Efisiensinya ...............................17


Gambar 2 : Kebijakan dan Fasilitasi Untuk Sistem Pergulaan Nasional ........18
Gambar 3 : Proses Produksi Sebagai Proses Transformasi atau Konversi ........19
Gambar 4 : Arus Harga Pokok Produk dan Harga Periodik ................................28
Gambar 5 : Arus Biaya Full Costin ....................................................................29
Gambar 6 : Arus Biaya Variable Costing ........................................................30
Gambar 7: Kerangka Pemikiran Analisa Harga Pokok Produksi Gula ........32
Gambar 8 : Peta Batas Wilayah Kabupaten Ngawi dan Pembagian Wilayah.......39
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Komponen-komponen Biaya Dalam Usahatani Tebu Rakyat


PG Soedhono Tahun 2005 ........................................................67
Lampiran 2 : Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Tebu Rakyat PG soedhono ...74
Lampiran 3 : Kinerja industri Gula di Indonesia ............................................77
Lampiran 4 : Harga Pokok Produksi Tebu Rakyat PG Soedhono (pada lahan
sawah) Per Ha ................................................................................78
Lampiran 5 : Harga Produksi Gula Tebu Pabrik PG Soedhono
(pada lahan sawah) Per ha ............................. ..........................79
Lampiran 6 : Tabel Isian Data Biaya Produksi Petani Tebu Tahun 2006 ........80
Lampiran 7 : Pencarian Data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Ngawi
Propinsi Jawa timur ....................................................................81
Lampiran 8 : Kuisioner ................................................................................82
Lampiran 9 : Gambaran dalam Usahatani Tebu di Kabupaten Ngawi ........84
Lampiran 10 : Surat Keterangan Penelitian ........................................................86
Lampiran 11 : Pabrik-pabrik Gula yang Berada di Bawah Naungan PTPN XI.....87
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997, membawa

Indonesia ke dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan, seakan-akan

tanpa ada penyelesaian yang tepat. Dampak yang ditimbulkan dari krisis

tersebut adalah terganggunya pembangunan nasional secara luas, termasuk

pembangunan industri gula. Pembangunan pada industri gula berarti akan

meningkatkan kesejahteraan juataan penduduk Indonesia khususnya petani

dan pelaku agribisnis gula. Pembangunan industri gula tidak hanya

diarahkan pada peningkatan produksi dan pendapatan produsen saja. Akan

tetapi, menyangkut pula para petani tebu dan pengembangan secara

keseluruhan sistem agribisnis gula yang dilaksanakan secara terpadu.

Sejalan dengan terus membaiknya perkembangan industri gula di

Indonesia, agar mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri (swasembada).

Pemerintah harus didorong untuk mengeluarkan kebijakan yang ditujukan

untuk membangun dan membina industri gula agar mampu meningkatkan

produktifitas dengan kualitas yang baik. Sehingga mampu berdaya saing

dengan gula impor serta dapat mengurangi ketergantungan akan impor gula

secara bertahap.
Pada tahun 2005 volume impor gula putih dan gula mentah (raw sugar) yang diolah menjadi gula refinasi
untuk keperluan industri makanan dan minuman menurun bila dibandingkan impor tahun 2004 sebesar 164. 814 ton.
Hal ini disebabkan konsumsi gula per kapita yang cukup stabil yaitu 12 Kg per kapita/ tahun (Tabel 1), sedangkan
produksi dalam negeri belum bisa mencukupi kebutuhan konsumsi nasional. Pada tahun 2005 produksi gula nasional
masih rendah yaitu 2.241.742 ton. Sehingga masih di bawah kebutuhan nasional yaitu 3.439.640 ton. Untuk memenuhi
devisit produksi sebesar 1.149.812 ton maka dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan gula nasional. Berikut ini
data konsumsi nasional, produksi dalam negeri, volume impor dan stok gula nasional dari tahun 1996 sampai dengan
tahun 2005.

Tabel 1. Konsumsi dan Produksi Gula Tahun 1996-2005 (ton)


Tahun Persediaan awal Produksi Impor Konsumsi Persediaan
Nasional Dalam Nasional Akhir
Negeri Nasional

1996 486.404 2.100.477 975.830 3.073.765 488.964


1997 488.964 2.196.545 1.364.563 3.373.522 676.532
1998 676.532 1.496.027 1.730.473 2.739.295 1.163.737
1999 1.163.737 1.493.067 995.536 3.000.000 652.340
2000 652.340 1.685.826 1.194.165 2,989,171 532.331
2001 532,331 1,725,467 1,353,070 3,150,866 460,002
2002 460,002 1,755,434 1,435,105 3,000,541 650,000
2003 650,000 1,689,919 1,689,516 3,300,800 670,624
2004 670,624 2,051,644 1,314,626 3,388,808 648,086
2005 648,086 2,241,742 1,149,812 3,439,640 600,000
Sumber : Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006

Berdasarkan Tabel 1 di atas pertumbuhan industri gula nasional sejak tahun 2000
tampak mulai tumbuh secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari produksi dalam
negeri yang semakin meningkat dalam 6 tahun terakhir. Pada tahun 2005 produksi
telah mencapai 2.241.742 ton dibandingkan tahun 2000 produksi masih sekitar
1.685.826 ton.
Penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 1997 yang sangat drastis

hingga mencapai angka minus telah membuat petani kita tidak berdaya untuk

berusahatani tebu dengan optimal. Hal ini berdampak terhadap kebutuhan

kemampuan petani dalam memenuhi sarana produksi yang sangat menentukan

dalam tingkat produksi. Belum terlepas dari krisis ekonomi, petani terkena terpaan

iklim El-Nino yang menyebabkan usahatani tebu mengalami kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan air. Hal ini mengakibatkan turunnya produktifitas


kemampuan tebu untuk menghasilkan rendemen dan hablur yang tinggi sehingga

mempengaruhi tingkat produksi gula nasional.

Sejak tahun 2000 seiring dengan perkembangan agro-ekonomi yang semakin

berkembang. Industri gula nasional juga mengalami peningkatan seperti terlihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa Indikator Kinerja Industri Gula Nasional


Tahun Luas areal Produksi Rendemen Konsumsi Impor
(ha) (ton (%) (ton (ton
hablur) hablur) hablur)
2000 340,660 1,690,004 7.04 3,200,000 1,500,000

2001 344,441 1,725,467 6.85 3,250,000 1,500,000

2002 350,722 1,755,354 6.88 3,300,000 1,500,000

2003 336,257 1,634,560 7.21 3,350,000 1,500,000

2004 344,000 2,051,000 7.67 3,400,000 1,348,349

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Prospek dan Arah


Pengembangan Agribisnis Tebu.Hal. 2 Departemen Pertanian . 2005

Tabel 2 di atas menunjukkan kinerja industri gula nasional mengalami

peningkatan pada tahun 2000 produksi gula/hablur sekitar 1,690,004 ton gula.

Sedangkan pada tahun 2004 produksi hablur meningkat dengan tajam hingga

mencapai 2,051,000 ton hablur. Kinerja ini terus meningkat pada tahun 2005

(seperti yang dinyatakan dalam tabel 3) berikut;

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Gula Di Indonesia Tahun 1999 - 2005
Tahun Luas Areal Produksi Tebu Rendemen Produksi Hablur Kontri
(ha) (%) busi
(ton) Ton/ (ton) Ton/ha %
ha hablur
JAWA
1999 209,709.8 12,791,139 61.0 6.65 851,007.6 4.06 57.2
2000 209,056.2 14,583,135 69.8 6.48 945,644.0 4.52 55.9
2001 211.000,4 15,456,113 73.3 6.18 655,690,5 4.53 55.4
2002 226,402.9 16,715,498 73.8 6.54 1,093,030.5 4.83 62.3
2003 208,566.1 14,788,442 70.9 6.93 1,024,760.6 4.91 62.8
2004 212,660.4 16,78,51 79.8 7.10 1,206,173.4 5.67 58.8
2005 239,310.4 20,434,296 85.4 6.79 1,387,049.1 5.80 61.8
LUAR JAWA
1999 131,079.03 8,610,695 65.7 7.40 637,591.2 4.56 42.8
2000 131,601.04 9,448,220 71.8 7.89 745,023.2 5.66 44.1
2001 133,440.69 9,730,141 72.9 7.91 769,776.9 5.77 44.6
2002 124,320.069 8,817,933 70.9 7.51 662,403.2 5.33 37.7
2003 127,158.5 7,842,667 61.7 7.74 607,158.3 4.77 37.2
2004 132,133.0 9,764,429 73.9 8.66 845,470.4 6.40 41.2
2005 142,737.5 10,704,329 75.0 7.99 855,747.6 6.00 38.2
Indonesia
1999 340,800.1 21,401,834 62.8 6.96 1,488,598.8 4.37 100.0
2000 340,660.2 24,031,355 70.5 7.04 1,690,667.2 4.96 100.0
2001 344,441.3 25,186,254 73.1 6.85 1,725,467.4 5.01 100.0
2002 350,722.9 25,533,431 72.8 6.88 1,755,433.7 5.01 100.0
2003 335,724.6 22,631,109 67.4 7.21 1,631,918.9 4.86 100.0
2004 344,793.4 26,743,179 77.6 7.67 2,051,643.8 5.95 100.0
2005 382,047.9 31,138,625 81.5 7.20 2,242,796.7 5.87 100.0
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa luas areal dan produksi tebu (gula)

dalam tujuh tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 luas areal

tebu mengalami penurunan sekitar 139,9 ha, sedangkan pada tahun 1999 luas

areal mencapai 340.800,1 ha. Pada tahun 2001 dan 2002 mengalami kenaikan

sekitar 6.281,6 ha dan terus meningkat sehingga pada tahun 2002 luas areal tebu

mencapai 350.722,9 ha. Akan tetapi, pada tahun 2003 mengalami penurunan

sekitar 14.998,3 ha. Namun demikian, pada tahun 2004 dan 2005 luas areal tebu

tebu kembali mengalami peningkatan. Sehingga pada tahun 2005 luas areal tebu

mencapai 382.047.9 ha dengan hasil produksi gula sebesar 2.242.796,7 kilogram.


Salah satu cara untuk meningkatkan produksi gula adalah dengan

memperluas skala usaha yaitu menambah pabrik gula yang diikuti dengan

penambahan areal lahan tebu. Perluasan areal tersebut artinya akan memberikan

peluang dalam penyerapan tenaga kerja. Perluasan areal tebu dapat terjadi jika

petani tertarik untuk menanam tebu yaitu bila usahatani tebu lebih

menguntungkan bila dibandingkan dengan usahatani komoditi pertanian lainnya.

Untuk meningkatkan kapasitas produksi, pabrik gula harus memperluas

areal lahan tebunya untuk memasok bahan baku tebu untuk memenuhi kapasitas

giling pabrik gula. Hal ini akan berpengaruh pada biaya sewa lahan yang terus

meningkat, begitu pula biaya produksinya. Maka diperlukan suatu analisa tentang

biaya pokok produksi gula untuk menentukan harga pokok gula pada petani tebu

yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR).

1.2. Perumusan Masalah

Kebutuhan untuk konsumsi gula nasional masih belum dapat dipenuhi oleh
produksi dalam negeri, kekurangan kebutuhan gula nasional mengharuskan
pemerintah untuk mengimpor gula. Peluang industri gula indonesia untuk
berkembang sangat terbuka karena selain sumberdaya alam yang memadai
peluang pasar dalam negeri masih terbuka.
Gula merupakan produk utama dari PTPN XI yang diproduksi oleh 17 PG
yang tersebar di seluruh Jawa Timur. Pada tahun 2001, PTPN IX menghasilkan
gula sebanyak 291.021 ton gula dengan produktivitas yang dinyatakan dalam
hablur per hektar pada tahun yang sama sebesar 4,71 ton, pada tahun 2002
produksi gula mengalami peningkatan menjadi 332.523 ton.
Aktivitas utama PTPN XI adalah memproduksi gula berbahan baku tebu.
Setiap tahun PTPN XI menggiling tebu hingga 5,1 juta ton pada 17 pabrik gula
(PG) dengan kapasitas terpasang total 38.200 ton tebu per hari. Perusahaan ini
mampu menghasilkan gula sekitar 395.000 ton per tahun, terdiri dari gula milik
sendiri sebanyak 270.000 ton dan gula milik petani sebanyak 125.000 ton. Dengan
posisi seperti ini, PTPN XI memasok sekitar 13 persen kebutuhan gula nasional
atau sekitar 20 persen produksi gula nasional. Posisi ini sekaligus menempatkan
PTPN XI sebagai penghasil gula terbesar ke dua di Indonesia.
Pemerintah dan seluruh pihak yang terkait dengan industri gula setiap
tahunnya menghitung dan menetapkan harga pokok produksi gula. Penghitungan
rutin dilakukan guna mengantisipasi perubahan harga biaya-biaya yang
mengalami penurunan/kenaikan. Sehingga dalam penetapan harga pokok produksi
baik pihak pabrik dan pihak petani tidak ada yang dirugikan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dapat dirumuskan suatu inti permasalahan sebagai berikut;

1. Bagaimana menghitung dan menetapkan harga pokok produksi gula milik

Petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR)

pabrik gula Soedhono?

2. Menganalisisa faktor-faktor yang bisa menarik minat petani untuk

usahatani tebu.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, diperlukan adanya

peninjauan analisis harga pokok produksi gula, guna mengidentifikasi

masalah-masalah dalam penentuan harga pokok produksi gula. Dengan

demikian tujuan yang ingin dicapai antara lain :

1. Menganalisis harga pokok produksi gula pada Petani tebu yang

tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) PG Soedhono.

2. Menganalisa faktor-faktor yang bisa menarik minat petani untuk

usahatani tebu.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil-hasil yang akan diperoleh dari penelitian ”Analisis Harga Pokok
Produksi Gula Pada Petani Tebu Rakyat Yang Tergabung Dalam APTR PG
Soedhono kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur” diharapkan akan berguna
sebagai berikut;
1. Informasi dalam menentukan harga pokok produksi tebu dan mengevaluasi

kebijakan industri gula untuk kemajuan di masa yang akan datang,


2. Sebagai bahan literatur bagi personal maupun institusi yang akan melakukan

penelitian tentang analisis harga pokok produksi tebu dan harga pokok

produksi gula,

3. Bahan informasi bagi halayak dan perusahaan (PG soedhono) khususnya,

dalam menentukan harga pokok dan

4. Menarik minat petani untuk usahatani tebu.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Produksi Gula

Pendapatan usahatani tebu adalah pendapatan petani yang diperoleh dari


jumlah penerimaan usahatani dikurangi dengan jumlah biaya produksi yang
dikeluarkan. Biaya produksi dalam usahatani ada dua yaitu biaya tetap dan biaya
variabel, menurut Mubyarto (Parsono, 2004:8). Biaya tetap ialah biaya yang tidak
tergantung dari besar kecilnya jumlah produksi dan biaya variabel ialah biaya
yang tergantung dari besarnya jumlah produksi.
Dalam menjaga produksinya secara teratur dan berkualitas produsen gula sangat tergantung pada kerelaan
petani untuk memanfaatkan lahannya guna ditanami tebu. Ini artinya bahwa usahatani tebu harus memiliki nilai
kompetitif yang mampu bersaing dengan usahatani lainnya terutama padi dan palawija.
Dalam sistem usaha tani tebu tersedianya tebu secara teratur dengan kualitas memadai sangat tergantung dari
tersedianya faktor produksi secara penuh. Di tingkat petani faktor produksi utama antara lain; lahan, bibit, alsintan,
pupuk, pestisida, modal, bantuan biaya hidup, tersedianya tenaga kerja serta teknologi.

2.1.1. Budidaya tebu

Secara umum ada dua tipe pengusahaan tanaman tebu. Untuk pabrik gula

(PG) swasta, kebun tebu dikelola dengan menggunakan manajemen perusahaan

perkebunan (estate) di mana PG sekaligus memiliki lahan Hak Guna Usaha

(HGU) untuk tanaman tebunya. Seperti pabrik gula (PG) Indo Lampung dan

pabrik gula (PG) Gajah Putih Mataram. Untuk PG milik BUMN terutama yang

berlokasi di Pulau Jawa, sebagian besar tanaman tebunya dikelola oleh rakyat.

Dengan demikian, PG di Pulau Jawa umumnya melakukan hubungan kemitraan

dengan petani tebu. Secara umum, PG lebih berkonsentrasi di pengolahan,

sedangkan petani sebagai pemasok bahan baku tebu.

Petani tebu di Jawa secara umum didominasi (70 persen) oleh petani kecil

luas areal kurang dari 1 ha. Proporsi petani dengan areal lahan antara 1-5 ha di

estimasi sekitar 20 persen, sedangkan yang memiliki lahan di atas 5 ha, bahkan
sampai puluhan hektar diperkirakan sekitar 10 persen. Bagi petani yang arealnya

luas, sebagian lahan mereka pada umumnya merupakan lahan sewa.

Berdasarkan agroklimat khususnya curah hujan, ada dua kalender

pertanaman. Pola pertama adalah pengolahan tanah dilakukan mulai bulan April

dan penanaman dilakukan bulan Mei-Juni. Masa panen berlangsung pada bulan

Mei hingga November tahun berikutnya. Pola ke dua adalah pengolahan lahan

dilakukan September dan penanaman dilakukan Bulan Oktober dan November.

Untuk pola ini. Panen dilakukan pada Bulan Oktober dan November tahun

berikutnya.

Untuk dapat melakukan jadwal tanam dan tebang/giling secara baik dengan

harapan diperoleh produktivitas tebu dan rendemen yang tinggi, maka PG

berusaha melakukan kerja sama dengan kelompok tani dalam menyusun jadwal

tanam dan tebang. Namun demikian, perebutan waktu khususnya tebang, masih

sering terjadi dan hal ini menjadi masalah. Para petani mengeluh bahwa mereka

sering mendapat jatah tebang yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Di sisi

lain pihak manajemen PG menyebutkan bahwa PG sudah secara maksimal

mengatur jadwal tebang giling guna memaksimalkan potensi secara keseluruhan.

Namun demikian, PG tidak bisa memenuhi harapan seluruh petani karena

keterbatasan PG pada puncak bulan Giling serta PG juga harus memenuhi jumlah

hari giling minimal.

Produktifitas gula di Jawa cenderung meningkat. Sementara itu, sekitar 80

persen jumlah Pabrik Gula (PG) (dari 59 buah PG di seluruh Indonesia tahun

2002) dan sekitar 64 persen areal tebu berada di Pulau Jawa. Sehingga persoalan
produktifitas tebu/gula sesungguhnya adalah persoalan industri gula di pulau

Jawa. Namun demikian, hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pabrik gula di

Jawa masih berpotensi untuk ditingkatkan produksi dan produktifitasnya, yakni

melalui optimalisasi kapasitas giling serta penggalangan kemitraan dengan petani.

Sebagian areal tebu dan PG berada di Pulau Jawa, maka upaya pemecahan

persoalan budidaya dan masalah kurang efisien PG di Pulau Jawa akan

mempercepat usaha peningkatan produksi gula nasional dalam jangka pendek,

upaya-upaya ekspansi perluasan areal tanam tebu dan pendirian PG di luar pulau

Jawa di pandang belum perlu karena iklim usaha yang belum benar-benar pulih.

Infrastuktur dasar yang masih lemah, sehingga biaya infestasi akan sangat tinggi

serta potensi sengketa pertanahan mudah terjadi.

Sekitar 82 persen dari total luas areal lahan tebu di Pulau Jawa pada tahun

2005 yaitu 239,3 ribu ha (seperti dinyatakan dalam Tabel 3) merupakan milik

petani. Areal tersebut cukup menyebar dan terfragmentasi, sehingga menyulitkan

intregrasi (dalam satu manajemen yang sama) antara aktivitas budidaya dengan

aktivitas pengolahan (PG) akibatnya tingkat inefisiensi menjadi tinggi.

Pada umumnya suplai tebu sebagai bahan baku gula semakin dominan

berasal dari tebu rakyat (sekitar 70 persen). Tebu rakyat tersebut umumnya lahan

tebu yang digunakan lebih dari 3 kali kepras yang kondisinya kurang terpelihara

serta terserang hama dan penyakit khususnya RDS (Ratoon Stunding Disease)

dan penyakit luka api (PLA). Kondisi ini menjadi salah satu penyebab utama

penurunan produktifitas gula.


Kredit untuk mendukung usahatani tebu tidak tersedia dengan mudah.

Tingkat bunga program kredit yang ada tidak jauh berbeda dengan tingkat bunga

pasar, serta sering kali tidak tepat waktu pencairannya. Hal ini menjadi kendala

penting dalam upaya peningkatan produktifitas dan produksi tebu.

Luas areal tebu sawah beririgasi di Jawa semakin berkurang. Kini hanya 40

persen, selebihnya telah beralih areal tegalan. Penurunan tersebut jelas

menunjukkan bahwa tanaman tebu tidak mampu bersaing dengan tanaman padi di

lahan sawah yang sering kali beririgasi. Namun tanaman tebu relatife lebih

mampu bersaing dengan tanaman lain di lahan tegalan.

2.1.2. Pabrik Gula

Pada umumnya pabrik gula di Jawa beroperasi jauh di bawah kapasitas

giling (secara rata-rata hanya mampu mencapai sekitar 46 persen). Hal ini

terutama disebabkan karena sebagian besar pabrik gula kesulitan dalam

memperoleh bahan baku tebu. Bahan baku yang terbatas itu diperebutkan oleh

banyak pabrik gula. Bahkan, pabrik gula yang berada dalam PTPN sama saling

memperebutkan bahan baku tebu.

Sebagian besar (53 persen) pabrik gula di pulau Jawa didominasi oleh pabrik

gula dengan kapasitas giling kecil (< 3.000 TCD), 44 persen berkapasitas antara

3000-6000 TCD(Ton Cane Day/ton tebu per hari), dan hanya 3 persen yang

berkapasitas giling >6000 TCD, dari 68 persen jumlah pabrik gula yang ada telah

berumur 75 tahun (umumnya berskala kecil) serta kurang mendapatkan perawatan

secara memadai. Kondisi ini menyebabkan tingkat efisiensi yang rendah. Biaya
produksi gula per unit pada pabrik gula berskala kecil jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan pabrik gula berskala besar atau bermesin yang relatife baru.

Tabel 4. Jenis Produk Sampingan Tebu/Produk Derivate Tebu (PDT) di


Indonesia
No Kelompok Jenis produk
1 Pucuk tebu - Wafer pucuk tebu
2 Produk ampas - Jamur
- Kertas
- Papan partikel
- Papan serat
- Kampas rem

3 Produk tetes - Alkohol


- Asam asetat
- Ethil asetat
- Asam Glutamat
- MSG
- L-Lysine
- Ragi roti
- CO2 padat/cair
Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Tebu. Hal. 8 Departemen Pertanian . 2005

Tabel 5 menunjukkan beberapa produk yang dapat dihasilkan dari bahan

baku tebu. Pada umumnya pabrik gula di Indonesia menggunakan tebu untuk

menghasilkan gula pasir, sedikit diantaranya yang memproduksi alkohol dan

produk-produk lain (produk turunan tanaman tebu). Padahal tebu dapat digunakan

untuk menghasilkan berbagai produk turunan, seperti pupuk, makanan ternak, jus,

Molasses dan Bagases. Turunan produk Molases masih cukup banyak diperlukan,

misalnya oleh Distilling Industry, Fermentation Industry, dan lain-lain. Demikian

pula Bagasse, yang dapat digunakan untuk menghasilkan berbagai macam produk

dan turunannya, seperti bahan Baker, Fibrous Produck.


2.1.3. Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI)

Pada tanggal 25 November 2000 lahirlah sebuah organisasi independen yang

lahir atas inisiatif para petani tebu dengan nama Asosiasi Petani Tebu Rakyat

Indonesia (APTRI), di Jember. Tujuan dari lahirnya Asosiasi Petani Tebu Rakyat

ini adalah petani tebu diharapkan mempunyai wadah yang legal untuk

menyalurkan aspirasi para anggota dalam hal ini para petani tebu.

Hubungan kerjasama antara petani tebu dan PG (Pabrik Gula) tidak lagi

diatur oleh pemerintah di mana besarnya sewa ditetapkan oleh SK Bupati atau

Gubernur. Bentuk hubungan yang terjadi sekarang adalah tergantung dari

kesepakatan antara APTR dan PG yang bersangkutan. Bentuk hubungan bisa

persewaan lahan dan kemitraan. Selain meningkatkan daya tawar petani

sebenarnya juga memudahkan PG untuk berhubungan dan bernegosiasi dengan

petani dalam meningkatkan areal lahan tebu untuk memenuhi kapasitas gilingnya.

2.2. Efisiensi Teknis dan Ekonomis

Efisiensi adalah ukuran jumlah relatif dari beberapa input yang digunakan
untuk menghasilkan output tertentu. Apabila untuk menghasilkan output tertentu
digunakan input yang paling kecil (dalam satuan fisik), maka dapat dikatakan
efisiensi secara teknis dapat dicapai. Sedangkan efisiensi secara ekonomis dapat
dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan biaya
terendah. Jadi baik efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis tergantung
teknologi yang ada dan harga input yang digunakan Teken dan Asnawi, 1997
(Parsono, 2004:14).
Teori ekonomi menganggap bahwa suatu faktor produksi sudah dipergunakan dengan efisien secara ekonomis
apabila faktor produksi tersebut menghasilkan keuntungan yang maksimal dengan biaya terendah. Sedangkan
penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis apabila faktor produksi yang dipakai menghasilkan
produksi yang maksimum. Kriteria persyaratan dalam penentuan tingkat produksi yang optimum harus memenuhi
syarat keharusan (merupakan efisiensi teknis) di mana menunjukkan hubungan fisik antara faktor produksi yang
digunakan dengan produk yang dihasilkan dan syarat kecukupan (merupakan efisiensi ekonomis). Menurut Teken dan
Asnawi, 1997 (Parsono, 2004:16) menyatakan bahwa konsep efisiensi teknis tidak memberi keterangan tentang
keuntungan yang diperoleh produsen atau biaya yang dikeluarkan. Sebaliknya tingkat keuntungan atau biaya tersebut
merupakan salah satu faktor penting yang menjadi tujuan produsen. Oleh karena itu, dalam proses produksi yang tepat
dapat digunakan oleh produsen untuk mencapai keuntungan maksimum atau biaya minimum.
Agar kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi dan tingkat biaya optimum, nisbah antara NPM (Nilai
Produk Maksimal) dan BFM (Biaya Faktor Marginal) yang merupakan syarat untuk mencapai efisiensi ekonomis,
diharapkan mencapai titik nilai satu. Jadi untuk mencapai keuntungan yang maksimum maka NPM dari faktor produksi
yang bersangkutan harus sama dengan harganya (Parsono, 2004: 15).

Gula impor
Kebijakan
Perdagangan LN
(the same level
of playing field)
Input :
Saprodi Produksi Pabrik Pasar
Kredit Tebu gula Gula
Litbang nasional
Petani Perkebunan

Efisiensi Efisiensi Efisiensi


Industri Produksi manjemen Efisiensi Efisiensi
Hulu perkebunan Distribusi Pasar
& pabrik

Gambar 1 Sistem Pergulaan Nasional & Efisiensinya

Sumber: Dedi M. Masykur Riyadi “pemanfaatan Sumberdaya dalam Pemberdayaan


Pergulaan di Era Otonomi daerah” Jakarta, 12 Juni 2003

Gambar 1. Menunjukkan efisiensi produksi gula dapat tercapai jika efisiensi

pada industri hulu yang menyediakan input produksi dan efisiensi produksi tebu

dapat tercapai jika input yang digunakan untuk usahatani tebu juga efisien.

Efisiensi produksi gula juga harus ditunjang oleh efisiensi manajemen perkebunan

dan efisiensi pabrik. Efisiensi pasar dipengaruhi oleh efisiensi distribusi dan

banyaknya jumlah gula yang impor yang beredar di pasar. Gula impor yang

beredar di pasar tergantung kebijakan yang diambil oleh pemerintah.


INPUT
Fasilitasi Input
(Jaminan distribusi
lancar dan subsidi
jika perlu) & litbang

• Pembinaan Petani
JAMINAN KREDIT PERKEBUNAN • Hubungan Petani
BANK PRODUKSI TEBU dengan Pabrik/PTP
(PETANI & PTP)

Rp Tebu, jaminan
kontinuitas pasokan
KREDIT INVESTASI
Gula
(REHABILITASI PABRIK GULA PASAR GULA
PABRIK & MESIN)
Rp
PENGAWASAN
UNTUK
EFISIENSI
PASAR

Gambar 2 Kebijakan dan Fasilitasi Untuk Sistem Pergulaan Nasional

Sumber: Dedi M. Masykur Riyadi “pemanfaatan Sumberdaya dalam


Pemberdayaan Pergulaan di Era Otonomi daerah” Jakarta, 12 Juni 2003

Gambar 2 menunjukkan bahwa perkebunan tebu (baik perkebunan petani

maupun perkebunan pabrik/PTP) berkembang dengan baik jika fasilitas input

yang digunakan dapat tersedia dengan baik serta kebijakan permodalan yang

disediakan pihak perbankkan juga mendukung. Sedangkan untuk pabrik gula yang

paling penting adalah pasokan tebu yang kontinyu serta kredit investasi guna

rehabilitasi pabrik dan mesin harus tersedia dengan baik. Jika keadaan seperti ini

dapat tercapai maka industri gula nasional akan dapat perkembang dengan baik.
2.3. Kerangka Teoritis

2.3.1. Produksi
Produksi menurut Assauri (2004: 11) adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu atau
jasa. Menciptakan atau mengolah dari bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang langsung
dapat dikonsumsi oleh konsumen. Produksi dilakukan melalui suatu proses produksi. Proses produksi menurut Assauri
(2004:11), yaitu cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang dan jasa dengan
menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada.

Bahan Baku Proses transformasi/konfersi


Tenaga kerja Keluaran
Mesin Manajemen Operasi:
Disain Sistem Produk
Sarana Fisik dan Jasa
Energi Perencanaan dan
Informasi dan Pengendalian Operasi
Teknologi

Umpan Balik Informasi mengenai pengeluaran

Untuk keperluan pengendalian proses

Gambar 3 Proses produksi sebagai proses transformasi atau konversi

Sumber: Elwood S. Buffa, Edisi ke-7 jilid. 1 hal. 9 “Manajemen Produksi/Operasi


Modern”
Pada Gambar 3 di atas dapat menggambarkan proses produksi mentranformasikan input produksi yang
menghasilkan produk dan jasa membutuhkan pepngendalian proses yang dilkakukan oleh manajemen operasi. Dalam
kaitan produksi tebu aspek yang harus diperhatikan adalah; sistem produksi, manajemen produksi, biaya produksi dan
pendapatan.

2.3.2. Sistem Produksi

Sistem produksi menurut Buffa (1983:8), yaitu wahana yang dipakai dalam

mengubah masukan-masukan sumberdaya untuk menciptakan barang dan jasa

yang bermanfaat. Masukan (input) sumberdaya dapat berbentuk macam-macam.

Dalam operasi manufaktur masukan ini berupa bahan baku, energi, tenaga kerja,

mesin, informasi dan teknologi. Dalam sistem yang berorientasi ke jasa sebagian
besar masukannya ialah tenaga kerja, tetapi tergantung pada sistemnya, mesin,

sarana fisik, informasi dan teknologi dapat merupakan masukan yang juga penting

(misalnya dalam sistem pelayanan kesehatan). Dalam sistem penyediaan

makanan, bahan baku menjadi masukan (input) yang penting. Proses konversi itu

sendiri tidak hanya melibatkan penerapan teknologi, tetapi juga manajemen dari

berbagai variabel yang dapat dikendalikan. Di sinilah manajemen

produksi/operasi berperan dengan mendisein dan menyempurnakan sistem itu dan

dalam merencanakan serta mengendalikan operasi.

2.3.3. Faktor-faktor Produksi


Faktor produksi (input) harus diketahui oleh produsen baik jumlah maupun kualitas input yang dibutuhkan
dalam memproduksi suatu barang atau jasa. Dalam menghasilkan produk diperlukan pengetahuan hubungan antara
faktor produksi (input) dan produksi (output). Hubungan antara input dan output disebut “factor relationship” (FR).
Dalam rumus matematis, FR ini dapat dituliskan dengan:

Y = f (X1 . X2 . …Xi….Xii )

Di mana:

Y = Produk yang dipengaruhi oleh faktor produksi, X, dan

X = faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y.


Dalam proses produksi tebu, maka Y adalah produksi tebu dan X berupa lahan pertanian, tenaga kerja, dan
manajemen. Namun demikian, dalam kenyataannya bahwa ke empat komponen faktor produksi tersebut belum cukup
untuk dapat memjelaskan Y. Faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
tingkat keterampilan dan lain-lain juga berperan dalam mempengaruhi tingkat produksi.

Dalam prakteknya faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu; faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan

macam tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan

sebagainya dan Faktor sosial ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja,

tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan ketidakpastian, tersedianya

kredit dan sebagainya.


2.3.3.1. Lahan Pertanian
Dalam banyak kenyataan bahwa lahan pertanian dapat dibedakan dengan tanah pertanian. Lahan pertanian
banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan usahatani, misalnya sawah, tegal dan pekarangan.
Dalam usaha perkebunan tebu biasanya lahan pertanian yang digunakan adalah lahan sawah dan tegalan. Sedangkan
tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu diusahakan dengan usaha pertanian. Dengan demikian, luas tanah
pertanian selalu lebih luas dari lahan pertanian.

Ukuran luas lahan pertanian sering dinyatakan dengan hektar. Akan tetapi,

bagi petani-petani di pedesaan sering kali masih menggunakan ukuran tradisional;

misalnya “ru, bata, jengkal, patok, bahu” dan sebagainya. Petani di Jawa Timur

ukuran yang sering dipakai adalah “bahu” sebagai ukuran lahan mereka. Menurut

Soekartawi (2003;5) disamping luas lahan, dalam faktor produksi lahan pertanian

harus diperhatikan hal-hal berikut; tingkat kesuburan lahan,lLokasi, topografi dan

status lahan.

a. Tingkat Kesuburan Tanah

Dahulu ukuran tingkat kesuburan dipakai untuk menentukan tingkat besar-

kecilnya pajak tanah atau Iuran Pembangunan Daerah (IPeDa). Di mana pajak

lahan sawah selalu lebih tinggi dari pada pajak lahan tegal. Hal ini dapat terjadi

karena harga lahan sawah lebih tinggi dari pada harga atau nilai lahan tegal, atau

dengan kata lain lahan yang relatif subur harganya juga relatif lebih mahal.

b. Lokasi

Harga lahan pertanian juga dipengaruhi oleh lokasi di mana lahan itu berada.

Lahan yang kurang subur tetapi dekat dengan jalan besar atau dekat dengan pusat-

pusat pelayanan publik maka harganya relatif lebih mahal bila dibandingkan

dengan harga atau nilai lahan yang subur tatapi lokasinya terpencil.

c. Topografi
Seringkali lahan pertanian di dataran rendah, harganya relatif lebih tinggi

bila dibandingkan dengan nilai lahan pertanian di dataran tinggi. Situasi ini

berkaitan dengan kemampuan lahan untuk dapat berproduksi. Lahan pertanian di

dataran rendah dapat ditanami padi, palawija, atau sayur-sayuran dalam empat

kali setahun, lahannya relatif lebih subur, beririgasi sementara lahan di dataran

tinggi kurang subur dan umumnya tidak beririgasi.

d. Status Lahan

Status lahan pertanian, umumnya diklasifikasikan menjadi: lahan milik,

lahan sewa dan lahan sakap. Nilai atau harga lahan dengan status milik sering kali

lebih mahal bila dibandingkan dengan lahan yang bukan milik. Lahan milik yang

biasanya dinyatakan dengan bukti sertifikat tanah selalu harganya lebih tinggi. Hal

ini salah satunya disebabkan karena adanya kepastian hukum kepemilikan tanah.

Tanah atau lahan pertanian dengan status hak pakai atau hak guna usaha, nilainya

relatif lebih rendah daripada harga lahan dengan status hak milik.

2.3.3.2. Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan

perlu diperhitungkaan dalam proses produksi. Baik dalam jumlah tenaga kerja

yang tersedia tetapi juga dari segi kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga

diperhatikan. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada faktor produksi tenaga

kerja adalah sebagai berikut; tersedianya tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, jenis

kelamin, tenaga kerja musiman dan upah tenaga kerja.

a. Tersedianya Tenaga Kerja


Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang sukup memadai.

Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai

tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal.

b. Kualitas Tenaga Kerja

Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian

atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini

diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu;

dan tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi tersedia biasanya dalam jumlah

yang terbatas.

c. Jenis Kelamin

Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi jenis kelamin; apalagi dalam proses

produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang

pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah dan tenaga kerja wanita mengerjakan

proses tanam.

d. Tenaga Kerja Musiman

Karena proses produksi pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah

penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran musiman. Bila terjadi

pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya akan terjadi migrasi atau

urbanisasi musiman.

e. Upah Tenaga Kerja


Besar-kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh berbagai hal; antara lain

dipengaruhi oleh mekanisme pasar atau bekerjanya sistem pasar, jenis kelamin,

kualitas tenaga kerja yang menentukan besar-kecilnya upah, Umur tenga kerja di

pedesaan juga sering menjadi penentuan besar-kecilnya upah, Lama waktu

bekerja, dan tenaga kerja bukan manusia, seperti mesin dan hewan ternak.

2.3.3.3 Modal

Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi

dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal Tetap dapat

didefinisikan sebagai komponen biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi

yang tidak habis dalam sekali proses produksi. Peristiwa ini terjadi dalam waktu

yang relatif pendek (short term) dan tidak berlaku untuk jangka panjang (long

term), sedangkan modal tidak tetap atau modal variabel adalah komponen biaya

yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses

produksi.

2.3.3.4 Manajemen

Dalam usaha tani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dan

strategis. Manajemen dapat diartikan sebagai “seni” dalam merencanakan,

mengorganisasikan dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi.

Karena proses produksi melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai

tingkatan; baik tingkatan umur, tingkatan pendidikan dan tingkatan posisi maupun

tingkatan jabatan, maka manajemen harus bisa mengelola komponen orang-orang

tersebut dalam tingkatan atau tahapan proses produksi. Manajemen dalam praktek
banyak dipengaruhi oleh: tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha,

besar-kecilnya kredit, dan komoditas.

2.3.4. Teori Biaya dan Manfaat


Gittinger, 1986 (Parsono, 2004: 25) memberikan definisi secara sederhana tentang biaya dan manfaat. Biaya
adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu
tujuan.

Biaya produksi adalah sejumlah kompensasi yang diterima oleh pemilik

faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Biaya produksi

tersebut meliputi; biaya tetap dan biaya variabel.

2.3.4.1.Biaya Tetap

Biaya tetap yaitu biaya yang besarnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh

besar-kecilnya jumlah produksi Teken dan Asnawi, 1977 (Parsono, 2004: 27).

Menurut Kay, 1986 (Parsono, 2004: 27). Biaya tetap adalah biaya yang perlu tetap

dikeluarkan walaupun faktor produksi tidak digunakan. Besarnya biaya tetap

dalam produksi gula dipengaruhi antara lain; besarnya nilai lahan (sewa lahan),

pajak tanah dan pabrik, gaji karyawan dan lain- lain.

2.3.4.2. Biaya Variabel

Biaya variabel Kay, 1981 (Parsono, 2004: 26) adalah biaya yang besarnya

berubah-ubah sesuai dengan jumlah produksi yang dilakukan. Biaya variabel

antara lain; biaya upah tenaga kerja, transportasi, biaya perbaikan pabrik dan

biaya lainnya. Perbedaan biaya tetap dan biaya tidak tetap adalah untuk

mempermudah dalam membuat perancanaan jangka pendek dan jangka panjang.


Biaya produksi gula kemudian dapat dijabarkan menjadi biaya produksi gula per kilogram gula, yang
berguna bagi pabrik gula serta lembaga berwenang seperti Dewan Gula Nasional dan lembaga pemerintah terkait
sebagai indikator untuk menentukan harga pokok gula yang layak diterima oleh petani tanpa harus membebani
konsumen dan dapat berdaya saing dengan harga gula impor.
2.3.5. Biaya Periodik dan Harga Pokok Produksi

Biaya periodik adalah biaya yang pembebanannya terhadap pendapatan atau

pengakuannya sebagai beban, biaya dapat dikelompokkan sebagai harga produk

dan biaya periodik. Biaya-biaya periodik terdiri dari biaya-biaya yang secara

langsung dibebankan pada laporan laba-rugi sebagai beban dalam periode

terjadinya biaya periodik tersebut. Termasuk dalam biaya ini adalah biaya-biaya

pemasaran atau penjualan, dan biaya-biaya administrasi dan umum. Dalam

penyajian laporan laba rugi dengan pendekatan variable costing semua biaya tetap

dilakukan sebagai biaya periodik.

Harga pokok produksi adalah semua biaya yang terjadi dalam rangka

pembelian faktor-faktor produksi dalam pembuatan produk. Dalam pendekatan

full costing harga pokok produk akan sama dengan jumlah dan komponennya

dengan biaya pabrik. Termasuk dalam kelompok biaya ini adalah biaya bahan

langsung, dan biaya overhead pabrik. Dalam pendekatan variable costing harga

pokok produk hanya terdiri dari biaya-biaya pabrik variabel.

Gambar 4 berikut ini menunjukkan bahwa harga pokok produk dan biaya-

biaya periodik pada akhirnya secara bersama-sama akan disajikan sebagai

pengurang atas pendapatan dalam laporan laba rugi, tetapi pertemuan ke dua

kelompok biaya tersebut bisa terjadi pada periode yang berbeda. Biaya-biaya

periodik dibebankan sebagai pengurang pendapatan saat terjadinya. Sedangkan

harga pokok produk nanti akan dibebankan sebagai pengurang atas pendapatan

pada periode penjualan produknya, bukan pada saat terjadinya.

Neraca
Harga pokok
produk Aktiva lancar
Persediaan xx
Pada saat
terjadi
Saat
barang
Gambar 4 Arus harga pokok produk dan harga periodik

Sumber: Samryn L,M Akuntansi Manajemen Suatu Penganta/L.M. Ed.1 Cet. 2


(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002)

2.3.6. Perhitungan Harga Pokok Produksi

Dalam pendekatan full costing semua unsur biaya produksi menjadi elemen

harga pokok produk. Dalam pendekatan variable costing dari semua unsur biaya

produksi hanya biaya-biaya produksi variabel yang diperhitungkan sebagai

elemen harga pokok produk. Oleh karena itu, pendekatan variblel costing bagi

manajemen lebih baik digunakan sebagai alat perencanaan dan pengambilan

keputusan-keputusan jangka pendek yang tidak mengharuskan pertimbangan

tentang biaya-biaya non produksi.

Biaya periodik Harga pokok gula

Biaya OH
Biaya OH Pabrik Biaya tenaga
Biaya penjualan Pabrik variabel kerja langsung
dan administrasi

Persediaan
barang
dalam
proses/jadi
Gambar 5 Arus Biaya full costing

Sumber: Samrin L,M, Akuntansi Manajemen Suatu Pengantar/L.M, Ed.1 Cet. 2


(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002)

Pada Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa dalam arus biaya full costing

elemen biaya periodik hanya terdiri biaya administrasi dan biaya penjualan.

Elemen harga pokok produknya terdiri dari biaya overhead tetap, biaya overhead

variabel serta bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan untuk

Gambar 6 berikut merupakan arus biaya variabel costing. Dalam arus biaya ini

elemen biaya periodik terdiri dari biaya overhead tetap ditambah biaya

administrasi dan penjualan. Elemen harga produknya hanya terdiri dari komponen

biaya overhead variabel serta biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung, tidak

termasuk biaya overhead tetap.

Harga pokok produk


Biaya
periodik
Biaya OH Biya OH
Biya penjualan Pabrik Pabrik Biaya tenaga
Dan administrasi tetap variabel kerja langsung

Persediaan
barang
dalam
proses/jadi

Biaya-biaya
periodik
Beban pokok Persediaan akhir
penjualan

Gambar 6 Arus Biaya Variable Costing


Sumber: Samrin L,M, SE, Ak, MM, Akuntansi Manajemen Suatu Pengantar/L.M, Ed.1
Cet. 2 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perasada, 2002)

2.4. Kerangka Pemikiran


Konsumsi gula terus meningkat seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. Kebutuhan
akan gula belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri dan masih banyak mengimpor dari luar negeri. Sehingga
perlu adanya kebijakan dari pemerintah yang konsisten untuk menggalakkan peningkatan produksi gula dalam negeri.
Pelaksanaan program pemerintah akselerasi peningkatan produksi gula yang telah ditetapkan sejak tahun 2003 yang
diharapkan Indonesia mampu swasembada gula tahun 2007, program ini harus dilaksanakan secara konsisten baik oleh
pemerintah selaku pemegang kebijakan dan bagi seluruh pelaku agribisnis gula.
Kabupaten Ngawi merupakan salah satu daerah Provinsi Jawa Timur yang telah mengakar sebagai daerah
penghasil tebu sebagai bahan baku gula. Daerah ini masih sangat potensial untuk menjadi daerah penghasil gula karena
dilihat dari letak dan geografis yang memungkinkan untuk terus berkembang.
Perlunya suatu analisa harga pokok produksi gula dirasakan sangat penting baik oleh petani tebu maupun oleh
pabrik gula. Karena dengan demikian petani bisa menghitung berapa besar pendapatannya dengan usahatani tebu dan
berapa keuntungannya jika dibandingkan usahatani lainnya.
Analisa harga pokok produksi gula yang akan dilakukan adalah melalui satu cara yaitu dengan pendekatan
biaya Full Costing karena pendekatan ini sudah mencakup biaya secara keseluruhan.
Usahatani Tebu
Pada Petani (APTR) PG Soedhono Masa Tanam 2004-2005

Biaya overhead Biaya tenaga kerja Biaya Pembelian


pabrik gula langsung tebu

Persediaan/kontin
Proses uitas persediaan
produksi gula pasokan

Persediaan
barang jadi
gula
Gambar 7 Kerangka Pemikiran Analisa Harga Pokok Produksi Gula

Nilai total
produksi
gula

Analisa:
- - Harga pokok produksi
(gula petani)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada petani tebu yang tergabung dalam

APTR PG Soedhono salah satu unit usaha PTPN XI yang berlokasi kabupaten

Ngawi propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan mempertimbangkan bahwa PG Soedhono berada di bawah

naungan PTPN XI yang memiliki kapasitas produksi tidak terlalu besar, bila

dibandingkan dengan pabrik gula yang juga di bawah naungan PTPN XI. Hal ini

untuk memudahkan pengelolaan data yang diambil. Pertimbangan lain adalah

daerah ini dari dahulu merupakan daerah penghasil tebu yang andal karena daerah

ini lingkungan mendukung baik iklim, suhu, dan lingkungan sesuai dengan

kebutuhan fisiologis tanaman tebu.

Kegiatan penelitian lapang tentang “Analisis Harga Pokok Produksi Gula


Pada Petani Tebu Rakyat Yang Tergabung Dalam Asosiasi Petani Gula Rakyat
(APTR) Pabrik Gula (PG) Soedhono Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur”,
pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2005 sampai dengan
bulan Juni 2005.

3.2. Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan variabel pembatas/spesifikasi variabel sebagai


berikut:
1. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses

transformasi inpu-input produksi untuk dijadikan output tujuan.


2. Analisis Harga Pokok Produksi adalah analisa semua biaya-biaya

yang terjadi dalam pembelian faktor-faktor produksi dalam

pembuatan produk.

3. BEP (break event point) adalah nilai titik impas.

4. Faktor produksi adalah masukan-masukan (input) yang dibutuhkan

dalam proses produksi.

5. Factor Relation (FR) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi dalam

proses produksi.

6. Fixed Cost adalah seluruh biaya yang yang tidak tergantung pada

besar-kecilnya jumlah produksi (biaya tetap).

7. Full Costing adalah penghitungan harga pokok produksi melalui

pendekatan biaya biaya keseluruhan.

8. Input adalah masukan-masukan yang dipakai dalam proses produksi.

9. Intregrated Sugar Cane Based Industry adalah mengintegrasikan

pelaksanaan insustri gula tebu yang berbasis industri.

10. Long Term adalah waktu jangka panjang.

11. Output adalah hasil dari proses produksi.

12. Phase Out adalah menutup secara bertahap.

13. Short Term adalah jangka waktu pendek.

14. Total Cost adalah biaya variabel ditambah dengan biaya tetap

15. Total Revenue adalah total produksi dikalikan harga per unit berang

16. Variable Cost adalah semua biaya yang besarnya tergantung pada

jumlah produksi.
17. Variable Costing adalah penghitungan harga produksi melalui

pendekatan biaya variabel.

18. Rendemen adalah besaran persentase gula dari hasil pengolahan tebu

menjadi gula.

19. Hablur adalah nama dari gula yang biasa digunakan dalam industri

gula.

20. Tetes adalah produk sampingan yang dihasilkan dari proses produksi

tebu menjadi gula.

3.3. Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer meliputi jumlah petani, biaya produksi usahatani tebu
(bibit, pupuk, modal, nilai sewa lahan, tenaga kerja, pajak bumi dan bangunan,
dan lain-lain). Data primer ini digunakan untuk menghitung besarnga harga pokok
produksi gula yang terjadi di petani tebu yang tergabung dalam APTR PG
Soedhono. Data sekunder meliputi; luas lahan tebu yang ada di Kabupaten Ngawi,
jumlah petani tebu yang tergabung dalam APTR PG Soedhono, besarnya pajak
per Ha lahan, tingkat suku bunga KKP dan data pendukung lainnya. Data
sekunder digunakan sebagai penunjang diperoleh melalui studi literatur, jurnal,
laporan keuangan, surat kabar, dari instansi terkait misalnya Departemen
Pertanian, Dewan Gula indonesia, website dan hasil-hasil penelitian yang relevan
dengan masalah penelitian oleh suatu lembaga terkait.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengisien kuesioner yang diisi oleh
petani, wawancara dengan pengurus APTR PG Soedhono dan pengamatan secara
langsung di lapangan. Sebagai alat bantu dalam wawancara digunakan daftar
pertanyaan kuesioner. Hasil yang diperoleh melalui observasi berguna untuk
pendataan terhadap fakta-fakta yang ada untuk merumuskan masalah. Hasil
wawancara yang dilakukan hasilnya dikumpulkan untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi komponen-komponen penelitian. Data sekunder dikumpulkan untuk
mencari informasi perumusan masalah yang dibahas serta mendukung kesimpulan
yang akan diperoleh. Dalam pengambilan sampel untuk pengambilan data primer
yang melalui penyebaran kuisioner menggunakan metode Gay (Umar, 2003: 147)
yang menyatakan bahwa ukuran minimal sampel yang dapat diterima berdasarkan
desain penelitian yang digunakan yaitu dengan metode deskriptif. Metode
deskriptif untuk ukuran sampelnya yaitu minimal 10 persen dari jumlah populasi,
jika populasi relatif kecil maka sampel yang diambil minimal 20 persen dari
jumlah populasi. Pada APTR PG Soedhono jumlah Petani yang tergabung sekitar
150 orang. Maka, dalam penelitian ini jumlah sampel yang diambil adalah
sebanyak 30 Petani atau 20 persen dari jumlah petani yang tergabung dalam
APTR PG Soedhono.

3.5. Metode Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah dilakukan
secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa secara kualitatif digunakan untuk
mengetahui gambaran pelaksanaan dan perkembangan produksi gula. Sedangkan
analisa kuantitatif digunakan untuk mengetahui dan menetapkan besaran biaya
yang digunakan dalam proses produksi gula sehingga dapat ditentukan harga
pokok produksi gula per kilogram yang diterima petani dan pabrik.
Data kualitatif dan kuantitatif nantinya akan dimasukkan dalam bentuk
tabulasi. Penggunaan tabulasi ini dimaksudkan untuk menyederhanakan data ke
dalam bentuk yang mudah dipahami. Komponen biaya-biaya produksi yang relatif
sangat kecil akan digabungkan ke dalam komponen biaya yang sesuai dengan
kelompoknya.
Adapun metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer dan hasilnya dijelaskan secara
deskriptif. Metode analisis meliputi analisis biaya produksi tebu, metode analisis
biaya produksi gula dan analisa harga pokok produksi gula.
Dalam perhitungan harga pokok produksi gula dapat dilakukan dengan
metode akutansi yang melalui pendekatan Full costing dan variable costing.
Dalam penelitiaan ini peneliti menggunakan pendekatan variable costing.
Format penghitungan harga pokok produksi gula sesuai dengan perhitungan
pemerintah dalam hal ini Dewan Gula Indonesia. Adalah sebagai berikut;
Tabel 5. Isian Data Biaya Produksi Petani Tebu Tahun 2005
No Uraian Lahan Sawah
PC Ratoon
1 Sewa Lahan
2 Biaya garap
- Pembabadan
- Pengolahan Lahan s/d Siap Tanam
- Penanaman
- Pemupukan
- Pemeliharaan (Drainase,
Penyiangan, Bumbun, Klenteg
- Pemberantasan Hama
- Penyulaman
3 Bibit
4 Pupuk
- ZA
- TSP
- KCL/ZK
5 Pemberantasan Hama
- Biaya pestisida
- Azodrin
- Guzadrin
6 Tebang Angkut
- Biaya tebang
- Biaya angkut
7 Jumlah - -
Bunga Bank
Jumlah Biaya Produksi - -
Penjualan Tetes
Total Biaya - -
Produksi Tebu (Kg)
Rendemen (%)
Produksi Gula Petani (Kg)
Bagian Produksi Gula Petani (Kg)
Biaya Produksi Gula per Kg - -
Keuntungan Petani 10% - -
Total (Harga Pokok) - -
Pembulatan
Sumber. Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006
Ket : PC = Plant Cane (Tebu Tanam Pertama)
Ratoon = Tebu Keprasan
BAB IV

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Letak Geografis dan Administratif Kabupaten Ngawi

Letak geografis (seperti yang dilampirkan dalam lampiran 11) Kabupaten

Ngawi pada 7021’-70 31’ Lintang Selatan dan 1100 10’ – 111040 Bujur Timur.

Daerah ini merupakan daerah yang wilayahnya merupakan dataran tinggi dan

sedang.

Kabupaten Ngawi merupakan salah satu wilayah paling Barat Propinsi Jawa

Timur. Wilayah Kabupaten Ngawi di sebelah Utara berbatasan dengan

Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan (ke dua Kabupaten ini merupakan masuk

wilayah Propinsi Jawa Tengah) dan Kabupaten Bojonegoro, untuk sebelah Barat

Berbatasan dengan Karesidenan Surakarta, batas sebelah Selatan Kabupaten

Ngawi adalah Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun, sedangkan batas

sebelah timur adalah Kabupaten Madiun. Kabupaten Ngawi Terdiri dari 17

kecamatan dan 217 Desa. Di mana 4 dari 217 desa adalah kelurahan.

4.2. Penduduk Kabupaten Ngawi

Sesuai dengan laporan Badan Pusat Statistik dalam buku “Kabupaten Ngawi

Dalam Angka 2003” pada tahun 2003 jumlah penduduk tercatat mencapai

868.651 jiwa, Penduduk laki-laki 424. 401 jiwa dan penduduk wanita 444. 250

jiwa. Jumlah Penduduk terbesar di kecamatan Paron 90.509 jiwa, sedangkan

jumlah Penduduk terandah kecamatan Pitu 27.773 jiwa. Daerah yang paling padat

pendududknya di Kecamatan Ngawi dan Geneng yang mencapai lebih dari 1000
Jiwa/Km, sedangkan untuk keseluruhan di kabupaten Ngawi kepadatannya

mencapai 670 jiwa /km2.

Tabel 6. Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Ngawi dari Tahun 1999-2003


No Tahun Laki-laki Perempuan Total Sex ratio

1 2003 424. 401 442.250 868.651 95,53

2 2002 423.083 442.544 865.677 95,65

3 2001 421.687 440.846 862.533 95,70

4 2000 420.282 439.165 859.447 95,50

5 1999 417.210 436.863 854.073 95,53

Sumber : Laporan BPS dalam buku “Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2003”

Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah penduduk setiap tahun terus bertambah.

Pada tahun 1999 jumlah penduduk kabupaten Ngawi sekitar 854.073 jiwa.

Sedangkan pada tahun 2003 mencapai 868.651 jiwa. Jumlah penduduk perempuan

lima tahun terakhir (periode 1999-2003) menunjukkan jumlah yang lebih besar

dari pada jumlah penduduk laki-laki. Pertumbuhan penduduk tahun (2003) 0,35

per tahun.

4.3. Luas Wilayah Kabupaten Ngawi

Luas wilayah Kabupaten Ngawi mencapai 1.298,58 kilometer persegi atau

Luas 129.598 ha. Wilayah Ngawi terdiri sawah, hutan, dan tanaman perkebunan

yang menampung 76 persen penduduknya. Untuk lahan sawah luasnya sekitar 40

persen atau sekitar 506,4 km2 lahan sawah


Tabel 7. Luas Lahan Sawah dan Bukan Sawah (ha)
No Tahun Sawah Bukan Sawah Total

1 2003 50.639 78.959 129.598

2 2002 50.639 78.959 129.598

3 2001 50.644 78.954 129.598

4 2000 50.834 78.764 129.598

Sumber: Laporan BPS dalam buku “Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2003”
Tabel 7 memperlihatkan bahwa sebagian besar areal pertaniaannya

digunakan lahan persawahan. Yaitu sebesar 40 persen dari luas wilayah

keseluruhan. Namun, dalam perkembangannya dari tahun 2000-2003 luas sawah

mengalami penurunan. Pada tahun 2000 luas sawah mencapai 50.834 ha, pada

tahun 2003 mengalami penurunan sebesar 195 ha yaitu menjadi 50.639.

Sedangkan untuk lahan bukan sawah mengalami peningkatan sebesar 195 ha.

Lahan sawah beralih fungsi menjadi lahan bukan sawah akibat dari alih fungsi

lahan sawah.

Tabel 8. Luas Areal Perkebunan Kabupaten Ngawi


No Tahun Tebu Kelapa Tembakau Tembakau Karet
Sugar cane (Coconut) Virginia Rakyat Rabber
Tobacco Private
Tobacco
1 2003 3.211,8 2.469,00 - 691,75 897,42

2 2002 3.592,76 2.413,00 33,00 1.598,00 897,42

3 2001 4.304,59 2.230,20 141,50 1.035,50 897,42

4 2000 4.608,65 2.374,00 251,00 3.000,00 897,42

Sumber : Laporan BPS dalam buku “Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2003”

Tabel 8 menunjukkan bahwa luas areal tebu mengalami penurunan, pada

tahun 2000 luas mencapai 4.608,65 ha pada tahun 2003 hanya sebesar 3.211,8 ha.
Perkebunan kelapa mengalami peningkatan luas areal perkebunannya.

Perkembangangan perkebunan tembakau dikabupaten Ngawi mengalami

penurunan yang tajam, sedangkan untuk perkebunan karet tidak mengalami

perubahan luas.

4.4. Keadaan Umum Usahatani Tebu Rakyat PG Soedhono di Kabupaten


Ngawi

Petani tebu di kabupaten Ngawi yang menjadi binaan pabrik gula (PG)

Soedhono tergabung dalam wadah APTR (Asosiasi Petani Tebu Rakyat) PG

Soedono. APTR ini dijadikan suatu jembatan penghubung antara kepentingan

petani dan kepentingan PG. Petani menjadikan APTR sebagai tempat berkumpul

dan bermusyawarah tentang berbagai permasalahan yang dihadapi dalam usaha

perkebunan tebu.

Petani juga melakukan bertukar pikiran dan tukar pengalaman dalam

pemeliharaan dan cara mengatasi kendala dalam budidaya tebu. Biasanya petani

akan mengikuti langkah-langkah petani lain yang berhasil memperoleh hasil tabu

yang baik. Mereka juga mendiskusikan penyakit atau hambatan lain dalam

usahatani tebu. Saling membantu memperoleh informasi mendapatkan modal dan

bantuan baik dari bank maupun dari instansi pemerintah. Pengurus APTR juga

membantu dalam membuatkan penghitungan kelayakan usaha petani tebu (yang

pada umumnya awam tentang penghitungan analisa kelayakan usaha) guna untuk

mengajukan kredit di bank.


4.4.1. Pembuatan Guludan atau Persiapan Lahan

Pembuatan guludan adalah langkah pertama persiapan lahan dalam usaha

tani tebu. Pembuatan guludan yaitu hamparan tanah tanah dibuat gundukan tanah

sedemikian rupa sehingga membentuk barisan gundukan tanah (seperti dalam

gambar). Jarak antar gundukan digunakan untuk tempat menanam bibit tebu.

Sementara bagian tengah serta pinggir yang mengelilingi gundukan dalam petakan

digunakan untuk saluran air. Fungsi gundukan tanah sendiri adalah untuk

menutup bagian bibit tebu.

Fungsi pembuatan gundukan yang utama adalah agar tebu apabila sudah

dewasa tidak gampang roboh. Selain untuk menimbun bagian bawah tebu fungsi

lain yang tidak kalah penting dari pembuatan guludan adalah bias mengurangi

pertumbuhan rumput.

Proses pembuatan guludan biasanya petani memperkerjakan enam orang

laki-laki dewasa. Lama pembuatan tergantung dari jenis tanahnya serta air,

apabila tanah lempung dan airnya mudah akan semakin cepat pengerjaannya.

Biasanya untuk tanah satu hektar biasa dikerjakan dalam waktu 10-14 hari. Akan

tetapi ada pula yang pengerjaannya menggunakan sistem borongan. Biaya dalam

pengerjaan ini berkisar antara 200 ribu sampai 250 ribu tergantung dari keadaan

tanah dan air. Pembuatan guludan hanya dilakukan pada tebu tris 1 selanjutnya

tebu jenis tris 2, tris 3 dan selanjutnya tidak membuat guludan lagi.

4.4.2. Pengadaan Bibit

Bibit tebu biasanya diperoleh dari pabrik atau dari petani lain yang khusus

menanam tebu untuk bibit karena semua petani menggunakan lahan sawah maka
petani mengguanakan bibit tebu untuk lahan sawah. Bibit tebu yang dipakai

adalah jenis Triton, PS 851, BZ 10029 dan BZ 148.

Tebu bibit daunnya masih banyak yang menempel, maka harus dilakukan

pengentekan atau pembersihan daun. Bibit tebu kemudian dipotong-potong yaitu

setiap potongan harus menyisakan bagian tunas minimal 2 tunas sebagai bakal

tebu. Memotong tebu untuk bibit kira-kira memakai 1,5 sampai 2 bagian geratan

tebu. Cara ini banyak dipakai petani karena selain lebih efisien serta tebu yang

dihasilkan juga sangat baik.

Petani dalam pengadaan bibit setelah terjadi kesepakatan harga

menerimanya sudah di lahan yang akan di tanami tebu. Biaya pengadaan bibit per

hektar berkisar antara 1 juta rupiah sampai 1,8 juta rupiah.

Sementara proses penglentekan daun tebu bibit dan pemotongannya

dilakukan oleh pekerja perempuan. Untuk bibit seluas satu hektar biasanya

dikerjakan 4 sampai 6 orang. Pengerjaan ini bisa memerlukan waktu 4-6 hari atau

borongan dengan biaya 100 ribu sampai 150 ribu.

4.4.3. Penanaman

Bibit setelah dipotong-potong maka harus segera dilakukan penanamank

arena bibit tebu yang sudah dipotong-potong kalau tidak segera ditanam akan

mudah kering. Sehingga tidak bisa digunakan menjadi bibit yang baik.

Proses penanaman dilakukan oleh pekerja-pekerja perempuan dibantu oleh

pekerja laki-laki. Pekerja perempuan bertugas menanam sedangkan pekerja laki-

laki membawakan bibit ke gundukan (lahan yang akan ditanami). Pekerjaan ini

memerlukan waktu kira-kira 2 sampai 3 hari dengan jumlah pekerja perempuan 4


orang sedangkan untuk pekerja laki-laki 2 orang dengan mengerjakan lahan 1

hektar.

Bibit ditanam secara miring hambir di ratakan dengan tanah tidak dilakukan

secara tegak karena tunas yang akan tumbuh pasti akan tegak dan apabila sudah

besar maka akarnyan akan semakin kuat menunjang berat pohon tebu di atasnya.

4.4.4. Pemeliharaan dan Pemupukan

Budidaya tebu memerlukan pemeliharaan dan teknik pemupukan yang harus

diperhatikan setiap petani tebu supaya mendapatkan hasil yang optimal. Langkah

langkah pemeliharaan dan pemupukan (tebu pabrik) terperinci dalam buku

cadongan (buku pedoman) budidaya tebu. Petani tebu rakyat di Ngawi juga

menerapkan teknik pemeliharaan dan pemupukan yang mengacu pada buku

cadongan tersebut. Akan tetapi biasanya petani kekurangan dana untuk

melaksanakan teknik pemeliharaan yang sesuai dengan buku cadongan.

Langkah-langkah pemeliharaan budidaya tebu sebagai berikut;

1. Penanaman. Bila bibit tebu sudah siap untuk ditanam (sudah dipotong-

potong) maka harus segera ditanam agar bibit tidak kering.

2. Sulam. Bila dalam waktu satu bulan bibit yang tidak tumbuk maka harus

diganti dengan bibit baru (disulam). Penyulaman tidak boleh melebihi

umur tebu sampai dua bulan, ini untuk menghindari pertumbuhan yang

tidak merata.

3. Obor Patri atau pengairan. Proses ini adalah mengairi tebu yang sudah

tumbuh umur dua bulan. Pengairan ini bersifat spesifik karena air untuk
mengairi harus mencapai batas bibit yang ditanam. Obor patri biasanya

dilakukan sebanyak minimal dua kali yaitu umur 3 bulan dan 6 bulan.

4. Cemplong. Mengeruk tanah pada saluran air yang mengalami

pendangkalan. Sama halnya proses obor patri, cemplong juga dilakukan

minimal dua kali pada umur tebu 3 dan enem bulan.

5. Walek. Membongkar tanah guludan untuk ditutuphan pada pangkal tebu.

6. Beset atau pengelentekan daun tebu. Proses ini dilakukan dua kali pada

saat tebu umur antara enam sampai sepuluh bulan. Daun bagian bawah

yang sudah mengering dibuang agar tidak menimbulkan penyakit karena

bila tidak dibuang maka batang akan lembab sehingga akan mudah

penyakit muncul.

7. Pemupukan. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada saat

umur 2-3 bulan pada tahap pamupukan pertama dan pada umur 4-5 bulan

pada tahap ke dua.

8. Tebang angkut. Bila tebu sudah mencapai 12-14 bulan maka tebu sudah

siap untuk dipanen. Biasanya petani menyerahkan proses tebang angkut

pada pihak pabrik. Apabila penebangan lewat dari umur 14 bulan

kandungan air akan berkurang dan mutunya juga menurun.

4.5. Pendapatan

Pendapatan petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat

(APTR) PG Soedhono meliputi dua pendapatan. Sesuai dengan hasil musyawarah

bersama antara APTR dan pihak pabrik untuk tebu masa tanam tahun 2004-2005

mengenai bagi hasil. Pendapatan petani diperolah dari bagi hasil gula dan dari
bagi hasil tetes. Tebu yang diolah di pabrik gula mengasilkan gula (hablur), tetes,

blotong, dan ampas. Bagi hasil hanya meliputi bagi hasil gula (hablur) dan tetes.

Sedangkan untuk blotong dan ampas tidak termasuk dalam nilai bagi hasil.

4.5.1. Bagi Hasil Gula

Bagi hasil gula untuk petani tergatung dari besar rendemen tebu yang

dihasilkan. Tebu petani yang rendemennya < 6, maka nilai bagi hasil gula yang

diperoleh sebesar 66 persen untuk petani dan 34 persen untuk pabrik gula.

Sedangkan untuk tebu petani yang rendemennya > 6 maka nilai bagi hasil gula

yang diperoleh sebesar 66 persen untuk petani dan 34 persen untuk pabrik gula

kelebihan rendemen 6 persen 70 persen bagi petani dan 30 persen bagi pabrik.

Harga tebu yang disepakati untuk masa giling tahun 2005 harga dasar sebesar RP

4.000,00.

Rumusan pendapatan dari bagi hasil gula;

Jika rendemen < 6 = besar rendemen x 66 persen x tebu (Kw) x Harga gula
Jika rendemen > 6 = [besar rendemen x 66 persen + {kelebihan rendemen 6

persen x 70 persen x tebu (kw)}tebu (Kw)] x Harga gula

4.5.2. Bagi Hasil Tetes

Tetes adalah produk sampingan dari proses produksi tebu menjadi gula.

Tetes dalam industri dapat dimanfaatkan untuk bahan dasar penyedap rasa dan

spirtus. Bagi hasil yang disepakati untuk petani adalah sebesar 2,5 Kg tetes per

Kwintal tebu yang dihasilkan. Harga tetes yang disepakati adalah sebesar RP

400,00. Rumusan pendapatan dari bagi hasil tetes, pendapatan tetes = hasil tebu

(Kwintal) x 2,5 x Rp 400,00


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Identitas Responden

Identifikasi responden bertujuan untuk mengetahui gambaran umum petani

tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Pabrik Gula (PG)

Soedhono. Identifikasi ini meliputi; identifikasi umur, identifikasi tingkat

pendidikan, identifikasi asal kecamatan petani dan luas lahan garapan yang di

usahakan petani tebu.

5.1.1. Klasifikasi Umur Responden

Identifikasi untuk mengetahui gambaran umum umur petani yang tergabung

dalam APTR PG Soedhono.

Tabel 9. Klasifikasi Umur Responden


No Klasifikasi Umur Jumlah (orang) Persentasi (persen)
(tahun)
1 21 sampai < 30 1 3,33
2 31 sampai < 40 7 23,33
3 41 sampai < 50 16 53,33
4 51 sampai < 60 5 16,67
5 61 sampai < 1 3,33
JUMLAH 30 100
Sumber : Data primer diolah

Table 9 menunjukkan bahwa petani tebu yang paling banyak mengusahakan

usahatani tebu adalah petani yang berumur antara 41 tahun sampai 50 tahun yaitu

sebesar 53,33 persen, sedangkan yang paling sedikit yaitu sekitar 3,33 persen

patani yang berumur antara 21 tahun sampai dengan 30 tahun dan yang berumur
antara 61 tahun sampai 70 tahun. Petani dengan umur 31 tahun sampai 49 tahun

jumlahnya juga banyak yaitu sekitar 23,33 persen dan untuk petani yang berumur

antara 51 sampai 60 tahun jumlahnya hanya 16,67 persen.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa petani yang berpangalaman dan yang

masih memiliki tenaga kuat yang masih mau berusahatani tebu. Petani yang

belum berpengalaman meskipun tenaganya kuat (umur antara 20-30 tahun) dan

petani yang berpengalaman tetapi tenaga badannya sudah lemah (umur antara 61

tahun ke atas) enggan untuk usahatani tebu.

5.1.2. Pendidikan Responden

Identifikasi ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pendidikan petani

secara umum yang tergabung dalam APTR PG Soedhono.

Tabel 10. Tingkat Pendidikan Petani Tebu rakyat


No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (persen)
1 SD 17 56,67
2 SLTP 4 13,33
3 SLTA 6 20
4 Perguruan Tinggi 1 3,33
5 Lainnya (pesantren dan 2 6,67
Scaba TNI AD)
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer diolah

Tabel 11 menunjukkan bahwa petani tebu rakyat di Kabupaten Ngawi pada

umumnya hanya berpendidikan sekolah dasar yaitu sebesar 56,67 persen.

Sedangkan untuk petani yang berpendidikan sampai perguruan tinggi hanya 3,33

persen. Namun, petani yang berpendidikan SLTA lebih besar jumlahnya dari pada
yang berpendidikan SLTP, yaitu; 20 persen yang berpendidikan SLTA sedangkan

SLTP hanya 13,33 persen. Pendidikan lainnya selain SD, SLTP, SLTA, dan

perguruan tinggi 6,67 persen.

5.1.3. Asal Kecamatan Responden

Identifikasi bertujuan untuk mengetahui jumlah petani yang tergabung

dalam APTR PG Soedhono pada setiap kecamatan yang ada di kabupaten Ngawi.

Tabel 11. Jumlah Petani Menurut Kecamatan


No Kecamatan Jumlah Persentase
1 Geneng 6 20
2 Jogorogo 1 3,33
3 Kedunggalar 1 3,33
4 Magetan 2 6,67
5 Mantingan 1 3,33
6 Ngawi 4 13,33
7 Paron 4 13,33
8 Pitu 7 23,33
9 Redjo Mulyo 1 3,33
10 Temboro 1 3,33
11 Tempuran 1 3,33
12 Sragen 1 3,33
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer diolah

Tabel 11 menunjukkan bahwa kecamatan Pitu petani tebu rakyat jumlahnya

paling banyak yaitu sebesar 23,33 persen, sedangkan kecamatan Geneng dimana

pabrik gula (PG) soedhono berada jumlah penani rakyatnya hanya 20 persen.

Kecamatan Ngawi dan Paron yang letaknya bertetangga dengan kecamatan

Geneng jumlah petani tebu rakyatnya mencapai 13,33 persen. Letak kecamatan

yang jauh dari lokasi pabrik seperti Sragen (masuk jawa tengah), Tempuran,

Temboro, Redjo Mulyo, Kedunggalar, dan Jogorogo masing-masing jumlah

petani tebu rakyat yang masuk dalam binaan PG Soedhono sebesar 3,33 persen.
Magetan salah satu kecamatan yang masuk wilayah kabupaten Magetan petani

tebu rakyatnya sebesar 6,67 persen.

5.1.4. Luas Lahan Garapan

Identifikasi ini dimaksudkan untuk mengetahui secara umum luas lahan

yang diuasahakan petani untuk usahatani tebu pada petani tebu yang tergabung

dalam APTR PG Soedhono.

Tabel 12. Luas Lahan yang Dikelola Petani Tebu Rakyat


No Luas lahan (Ha) Jumlah (orang) Persentase
1 0< luas lahan < 5 21 70
2 5< luas lahan< 10 4 13,33
3 10< luas lahan< 15 3 10
4 15< luas lahan < 20 1 1
5 Luas lahan > 20 1 1
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer diolah

Tabel 12 menunjukkan bahwa petani tebu rakyat PG Soedhono yang

menggarap lahan < 5 Hektar mencapai jumlah 70 persen. Ini berarti mayoritas

petani tebu rakyat yang menggarap lahan 5 hektar atau yang lebih rendah

jumlahnya paling besar. Untuk petani yang menggarap lahan dengan luas antara

lebih dari 5 Hektar sampai 10 Hektar dan luas lahan lebih dari 10 Hektar sampai

15 Hektare jumlahnya sekitar 13,33 persen dan 10 persen. Sedangkan luas lahan

yang di atas 15 Hektar sampai 20 Hektar dan di atas 20 Hektar masing-masing

jumlah petaninya hanya 3,33 persen.


5.2. Hasil Indentifikasi Biaya Produksi Tebu

Berdasarkan pada hasil pengambilan data melalui kuisioner, biaya-biaya


produksi gula meliputi; sewa lahan, tenaga kerja langsung, bibit (bahan langsung),
biaya tanam, biaya sulam, biaya pupuk, biaya tebang angkut, biaya overhead
produksi variabel.
Identifikasi masing-masing biaya untuk usahatani tebu secara umum sebagai
berikut ;
1. Biaya sewa lahan; biaya sewa lahan baik milik sendiri maupun lahan milik

orang lain dihitung sama. Biaya sewa lahan dihitung dalam jangka waktu

satu tahun (masa produksi tebu). Lahan milik sendiri biaya sewanya juga

dinilai berdasarkan letak perkecamatan dan yang berlaku di wilayah

kecamatan tersebut.

2. Biaya tenaga kerja langsung; meliputi biaya pemeliharaan (cemplong,

obor patri, beset dan biaya pengairan).

3. Biaya bibit (bahan langsung); biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan

bibit.

4. Biaya tanam; biaya yang dikeluarkan dalam proses menanam bibit tebu.

5. Biaya sulam; biaya yang dikeluarkan untuk menyulam bibit yang tidak

tumbuh.

6. Biaya tebang angkut; biaya yang dikeluarkan pada saat proses panen tebu.

Biaya ini meliputi biaya penebangan dan pengangkutan tebu dari lahan

diangkut menuju pabrik gula.

7. Biaya overhead produksi variabel; biaya yang digunakan untuk

memproduksi tebu menjadi gula. Biaya ini dikeluarkan petani melalui

proses bagi hasil.


5.3. Hasil Identifikasi Pendapatan

Petani tebu rakyat yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat

(APTR) PG Soedhono memperoleh pendapatan dari dua sumber. Yaitu:

1. Dari bagi hasil gula

Bagi hasil gula untuk petani tergatung dari besar rendemen tebu yang

dihasilkan. Tebu petani yang rendemennya < 6, maka nilai bagi hasil gula

yang diperoleh sebesar 66 persen untuk petani dan 34 persen untuk pabrik

gula. Sedangkan untuk tebu petani yang rendemennya > 6 maka nilai bagi

hasil gula yang diperoleh sebesar 66 persen untuk petani dan 34 persen

untuk pabrik gula kelebihan rendemen 6 persen 70 persen bagi petani dan

30 persen bagi pabrik. Harga tebu yang disepakati untuk masa giling tahun

2005 harga dasar sebesar RP 4.000,00.

Rumusan pendapatan dari bagi hasil gula;

Jika rendemen < 6 = besar rendemen x 66 persen x tebu (Kw) x Harga


gula
Jika rendemen > 6 = [besar rendemen x 66 persen + {kelebihan rendemen
6 persen x 70 persen x tebu (kw)}tebu (Kw)] x
Harga gula.

2. Dari bagi hasil tetes

Tetes adalah produk sampingan dari proses produksi tebu menjadi gula.

Tetes dalam industri dapat dimanfaatkan untuk bahan dasar penyedap rasa
dan spirtus. Bagi hasil yang disepakati untuk petani adalah sebesar 2,5 Kg

tetes per Kwintal tebu yang dihasilkan. Harga tetes yang disepakati adalah

sebesar Rp 400,00. Rumusan pendapatan dari bagi hasil tetes; pendapatan

tetes = hasil tebu (Kwintal) x 2,5 x Rp 400,00

Pendapatan dari bagi hasil gula dan bagi hasil tetes antara petani dan pabrik.

Petani dapat memperhitungkan besaran pendapatannya. Dari hasil pendapatan

yang ada (lampiran 1), bahwa kentungan tertinggi yaitu pada Bapak Edi Sukamto

yang menggarap lahan seluas 45 ha di kecamatan Pitu, dengan pendapatan Rp

952.200.000,00 dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 735.975.000,00.

Sehingga, Pak Edi Sukamto tersebut mendapatkan keuntungan bersih Rp

261.225.000,00. Sedangkan keuntungan terendah pada Bapak Slamet yang

menggarap lahan 5 ha di Kecamatan Ngawi dengan pendapatan Rp 50.529.000,00

dengan biaya sebesar Rp 71.750.000,00 kerugiannya mencapai Rp 21.230.000,00.

5.4. Hasil Penghitungan Harga Pokok Produksi Tebu dan Gula Tebu Rakyat

Penghitungan harga pokok produksi gula terbagi menjadi 3 yaitu

penghitungan harga pokok menurut PG Soedhono (harga pokok produksi pada

lahan sawah, pada lahan tegalan), penghitungan harga pokok pada tanaman Plant

Cane, dan Keprasan, sedangkan penelitian ini menghitung harga pokok produksi

gula berdasarkan pada hasil pengisian petani pada kuesioner yaitu pada tebu lahan

sawah dengan tebu tanam pertama (Plant Cane).

5.4.1. Penghitungan Harga Pokok Produksi Gula Oleh Pihak Pabrik

Hasil penghitungan harga pokok produksi gula oleh pihak Pabrik Gula (PG)

Soedhono dapat diperlihatkan pada Tabel 14 di bawah ini yang menerangkan


bahwa total biaya yang dikeluarkan untuk tebu tanam pertama adalah sebesar Rp

19.378.000,00 lebih besar dari total biaya untuk tebu keprasan sebesar Rp

14.773.000,00. Begitu pula harga pokok produksi gula pada petani tebu untuk

lahan dengan tanam pertama lebih tinggi yaitu sebesar Rp 5.163,00 per kilogram.

Sedangkan untuk lahan keprasan harga pokok produksi sebesar Rp 4.957,00.

Dengan masing-masing rendemen untuk tanam pertama Plant Cane 6,3 persen

sedangkan untuk keprasan rendemennya sebesar 6,1 persen.

Komponen-komponen biaya pada tebu tanam pertama (plane cane) lebih

besar dibandingkan tebu keprasan karena pada tebu tanam pertama membutuhkan

waktu tanam yang lebih lama. Tebu keprasan tidak memerlukan bibit yang besar

hanya membutuhkan bibit untuk penyulaman saja, sedangkan pada tanaman tebu

tanaman pertama selain untuk penyulaman bibit diperlukan untuk penanaman

tebu. Beberapa hal tersubut yang membuat tebu tanam pertama membutuhkan

biaya yang lebih besar. Sehingga total biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar

jika dibandingkan dengan tebu keprasan.

Tabel 13. Harga Pokok Produksi Gula Tebu Rakyat PG Soedhono (pada
lahan sawah) per ha
NO Uraian 2004-2005 2004-2005
Tanam Keprasan
Pertama
1 Sewa lahan 5,000,000 4,500,000
2 Pembukaan Lahan 1,400,000 -
3 Saprodi
- Bibit 1,800,000 -
-Pupuk 150,000 150,000
- Za 760,000 760,000
- SP 36 340,000 340,000
- KCL 350,000 350,000
-Herbisida
-Ametrine - -
-24 D Amine 46,000 46,000
4 Biaya Garap
-Tanam 750,000 -
-Memupuk 390,000 390,000
-Pengendalian Gulma 494,000 494,000
-Pengairan 400,000 400,000
-Bumbun 1,080,000 1,080,000
-Gulud 360,000 360,000
-Klentek 840,000 840,000
-Pembuatan dan Pemeliahaan 760,000 760,000
got
5 Tebang angkut 3,600,000 2,800,000
-Tebang
-Angkut
6 Pajak Bumi dan Bangunan 160,000 160,000
7 Total Biaya 18,680,000 13,430,000
8 Bunga Bank (12%) 1,868,000 1,343,000
9 Total 20,548,000 14,773,000
7 Rencana SHU
8 Asumsi
-Tetes 1,170,000 910,000
-Total Biaya – Tetes 19,378,000 14,773,000
9 Produksi Tebu (kg) 90,000 70,000
10 Rendemen (%) 6.3 6.1
11 Produksi Gula (kg) 5,670 4,235
12 Produksi gula bag. Petani (66%) 3,753 2,797
13 Biaya Produksi per Kg 5,163 4,957
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006

Tabel 14. Harga Pokok Produksi Gula Tebu Pabrik PG Soedhono (pada
lahan sawah) Per ha
NO Uraian 2004-2005 2004-2005
Sawah Tegalan
Tanam Tanam Pertama
Pertama
1 Sewa lahan 7,592,339 4,500,000
2 Pembukaan Lahan - -
3 Saprodi
- Bibit 2,219,754 2,219,754
-Pupuk 1,891,935 1,891,935
- Za - -
- SP 36 - -
- KCL - -
-Herbisida - -
-Ametrine - -
-24 D Amine - -
4 Biaya Garap 5,622,935 3,682,854
-Tanam - -
-Memupuk - -
-Pengendalian Gulma - -
-Pengairan - -
-Bumbun - -
-Gulud - -
-Klentek - -
-Pembuatan dan Pemeliahaan - -
got
5 Tebang angkut 3,779,819 3,749,795
-Tebang - -
-Angkut - -
6 Biaya Prosesing 6,710,870 4,241,928
Biaya Lain-lain - -
Pajak Bumi dan Bangunan - -
7 Total Biaya 27,817,652 18,141,266
8 Bunga Bank (12%) - -
9 Total 27,817,652 18,141,266
10 Asumsi
-Tetes 3,434,982 2,171,245
-Total Biaya – Tetes 24,382,670 15,970,021
11 Produksi Tebu (kg) 103,300 65,300
10 Rendemen (%) 6.3 6.72
11 Produksi Gula (kg) 6,529 4,388
12 Produksi gula bag. Petani (66%) 4,309 2,896
13 Biaya Produksi per Kg 5,658 5,514
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006

Berdasarkan Tabel 14 bahwa harga pokok produksi gula pada petani tebu

untuk lahan sawah dengan tanam pertama (Plant Cane)adalah sebesar Rp


5.658,00 per kilogram. Sedangkan untuk lahan tegalan dengan tanam Plant Cane

harga pokok produksi sebesar Rp 5.514,00 dengan masing masing rendemen

untuk tanam pertama Plant Cane 6,3 persen sedangkan untuk lahan tegalan pada

tanam pertama/ plant cane rendemennya sebesar 6,72 persen.

5.4.2. Pengitungan Harga Pokok Produksi Gula Oleh Peneliti

Penghitungan harga pokok produksi dilakukan menggunakan cara merata-

ratakan setiap komponen biaya seluruh responden ke dalam luasan lahan 1

Hektare. Langkah ini digunakan untuk mengetahui gambaran besaran biaya-biaya

yang menjadi komponen harga pokok produksi gula petani tebu rakyat.

Penghitungan rata-rata perhektar biaya bisa dilihat pada lampiran 2.

Dari hasil penghitungan pada Tabel 15 di bawah menunjukkan bahwa harga

pokok gula per kilogram gula pada petani tebu di Kabupaten Ngawi adalah

sebesar Rp 4.500,00 untuk petani tanpa kredit, sedangkan petani penerima kredit

harga pokoknya sebesar Rp 4,172.3 per Kg gula. Produksi gula per hektar rata-rata

menghasilkan tebu 80.400 Kg (804 Kw). Rendemen tebu yang dihasilkan

mencapai 6,05 persen dan tebu bagian petani dari proses bagi hasil rata-rata

mendapat 3,210.37 Kilogram.

Harga pokok produksi gula per kilogram Rp 4.500,00 per Kg atau Rp 4,172.3

per Kg gula harga ini lebih tinggi dari ketetapan pemerintah tentang harga minimal

gula petani yang hanya Rp 3.800,00 (pada musywarah PG Soedhono dan APTR

PG Soedhono disepakati harga terendah Rp 4.000,00). Terdapat perbedaan yang

sangat besar yaitu sekitar Rp 700,00 atau 18 persen.

Tabel 15. Penghitungan Harga Pokok Produksi Gula Per Kilogram


No Uraian Lahan Sawah
PC (tanam pertama) Rp

1 Sewa Lahan 4,290,345 4,290,345


2 Biaya garab
- Pembabadan - -
- Pengolahan Lahan s/d Siap Tanam 958, 333 958, 333
- Penanaman 981, 934 981, 934
- Pemupukan - -
- Pemeliharaan (Drainase, 1, 096, 379 1, 096, 379
Penyiangan, Bumbun, Klenteg
- Pemberantasan Hama - -
- Penyulaman 306,897 306,897
3 Bibit 1,356,897 1,356,897
4 Pupuk 1, 401, 069 1, 401, 069
- ZA - -
- TSP - -
- KCL/ZK - -
5 Pemberantasan Hama - -
- Biaya pestisida - -
- Azodrin - -
- Guzadrin - -
6 Tebang Angkut 3, 946, 552 3, 946, 552
- Biaya tebang - -
- Biaya angkut - -
7 Jumlah - -
Pajak lahan 160.000 160.000
Bunga Bank - -
Jumlah Biaya Produksi 14,338,406 14,338,406
Penjualan Tetes 1,084,507.19 1,084,507.19
Total Biaya 13,088,382.81 13,088,382.81
Bunga Bank - 141,008
Total Biaya 13,088,382.81 13,394,907
Produksi Tebu (Kg) 80,400 80,400
Rendemen (%) 6.05 6.05
Produksi Gula Petani (Kg) 4,864.2 4,864.2
Bagian Produksi Gula Petani (Kg) 3,210.37 3,210.37
Biaya Produksi Gula per Kg (RP) 4,076.9 4,172.3
Keuntungan Petani 10% (Rp) 407.69 417
Total (Harga Pokok) (Rp) 4,484.59 4,589.3
Pembulatan (Rp) 4500 4,600
Sumber: Data primer diolah

5.4.3. Analisa Harga Pokok Produksi Gula antara Penghitungan Peneliti dan
Pabrik
Tabel 16. Perbandingan Penghitungan Harga Pokok Produksi pada Lahan Sawah
dalam 1 Ha Masa Tanam Tahun 2004-2005
No Uraian Peneliti Pabrik
Tanam Pertama (Rp) Tanam Pertama
(Rp)
1 Sewa Lahan 4, 290, 345 4,290,345 5,000,000
2 Biaya garab 3,343,348 3,343,348 6,474,000
- Pembabadan
- Pengolahan Lahan s/d Siap
Tanam
- Penanaman
- Pemupukan
- Pemeliharaan (Drainase,
Penyiangan, Bumbun, Klenteg
- Pemberantasan Hama
- Penyulaman
3 Bibit 1,356,897 1,356,897 1,800,000
4 Pupuk 1, 401, 069 1,401,069 1,600,000
- ZA - -
- TSP - -
- KCL/ZK - -
5 Pemberantasan Hama - - 46,000
- Biaya pestisida - -
- Azodrin - -
- Guzadrin - -
6 Tebang Angkut 3, 946, 552 3,946,552 3,600,000
- Biaya tebang - -
- Biaya angkut - -
7 Jumlah - -
Pajak lahan 160,000 160,000 160,000
Total biaya 14,338,406 14,338,406 18,680,000
Bunga Bank - 141,008 1,868,000
Jumlah Biaya Produksi 14,338,406 14,479,414 20,548,000
Penjualan Tetes 1,084,507 1,084,507 1,170,000
Total Biaya 13,088,382 13,394,907 19,378,000
Produksi Tebu (Kg) 80,400 80,400 90,000
Rendemen (%) 6.05 6.05 6.3
Produksi Gula Petani (Kg) 4,864.2 4.864.2 5,670
Bagian Produksi Gula Petani (Kg) 3,210.37 3.210,37 3,753
Biaya Produksi Gula per Kg (Rp) 4,076.9 4,172.3 5,163
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Indonesia dan Data Primer Diolah

Tabel 16 menunjukkan seluruh komponen biaya usahatani yang dihitung

pabrik lebih besar jika dibandingkan penghitungan yang didapat dilapangan. Total

biaya dari pihak pabrik mencapai Rp 19.378.000,00 sedangkan total biaya yang

dihitung peneliti hanya Rp 13.088.382,00 bagi petani yang tidak mendapatkan

kredit, sedangkan bagi petani yang mendapatkan kredit total biaya yang

dikeluarkan sebesar Rp 13.394.907,00 per ha lahan. Begitu pula dengan harga pokok

produksi gula mencapai Rp 5.163,00 per kilogram sedangkan peneliti hanya Rp


4.076,00 per kilogram bagi petani tanpa kredit, sedangkan petani yang menerima

kredit harga produksi gulanya sebesar Rp 4,172.3 per Kilogram gula. Hal ini

memberikan gambaran bahwa harga pokok yang dihitung peneliti lebih efisien

jika dibandingkan dengan penghitungan pabrik.

5.5. Kendala Utama yang Dihadapi Petani Tebu

Kendala yang utama dihadapi oleh petani tebu yang tergabung dalam APTR

PG Soedhono adalah sebagai berikut;

1. Masa Panen yang lama seperti diketahuhi masa panen tebu membutuhkan

waktu 16 bulan (tebu tanam pertama) dan 12 bulan untuk tebu keprasan.

Petani kurang berminat usahatani tebu dan memilih usahatani lain yang lebih

cepat menghasilkan.

2. Kredit yang tersedia tidak mencukupi dan pencairannya terkadang tidak tepat

waktu.

3. Sarana irigasi kurang memadai sehingga menambah beban biaya yang harus

dikeluarkan petani.

4. Subsidi pemerintah kurang mengena terutama pada pupuk. Bila pupuk sedang

dibutuhkan pupuk seolah-olah hilang dari pasaran sehingga harga menjadi

naik.

5.6. Alternatif Untuk Menarik Minat Petani Dalam Usahatani Tebu


Dalam usahatani tebu petani banyak menemui kendala seperti yang

terungkap di atas. Sehingga perlu diambil langkah-langkah untuk mengatasi

kendala tersebut, diantanya sebagai berikut;

1. Menyediakan kredit yang jumlahnya memadai dengan persyaratan yang

mudah bagi petani untuk usahatani tebu. Jumlah kredit yang banyak diterima

petani adalah kredit KKP yang jumlahnya hanya Rp 2.000.000,00 tidak

mencukupi untuk membiayai usahatani tebu yang jumlahnya rata-rata

mencapai Rp 13.088.382,00 dan sering kali pencairannya tidak tepat waktu.

2. Sarana irigasi harus diperbaiki untuk mengurangi biaya pengairan yang

dikeluarkan petani tebu. Pengairan sangat berpengaruh pada produksi tebu

karena bila tanaman kekurangan air maka rendemen akan kecil. Saluran

irigasi yang ada sudah banyak yang rusak. Petani pada umumnya

mengandalkan air dari pengeboran tanah yang cenderung membutuhkan

biaya yang relatif besar.

3. Subsidi pupuk harus diawasi dalam penjualan dan distribusinya sehingga saat

petani membutuhkan dapat tersedia dengan mudah dan harga relatif murah.

Masalah ini hampir setiap tahun terulang, pupuk yang bersubsidi menjadi

langka saat musim tanam dan kalaupun ada maka pupuk tersebut harganya

sudah relatif lebih mahal dari yang ditetapkan pemerintah. Untuk

mengatasinya pemerintah harus lebih mengawasi distribusi pupuk bersubsidi

sehingga tepat sasaran.

4. Menetapkan harga pokok gula petani yang menguntungkan petani.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa seluruh komponan biaya usahatani tebu dan

penghitungan harga pokok produksi gula pada petani tebu yang tergabung pada

Asosiasi Petani Tebu Rakyat PG Soedhono di atas dapat diambil kesumpulan

sebagai berikut;

1. Bahwa Biaya dalam usahatani tebu terdiri dari 8 komponen yaitu; biaya

sewa lahan, biaya mengolah lahan, biaya tanam, biaya bibit, biaya

pemeliharaan, biaya penyulaman, biaya pupuk dan biaya tebang angkut

serta ditambah biaya pajak. Biaya untuk usahatani tebu pada lahan satu

hektar tebu tanam pertama (plane cane) adalah sebesar Rp

14.338.406,00 pada masa tanam tahun 2004-2005. Harga pokok

produksi tebu per kilogram sebesar Rp 4.500,00 lebih tinggi dari

ketetapan Pemerintah tentang harga minimal gula yang hanya sebesar

Rp 3.800,00, dan

2. Untuk menarik minat petani perlu dilakukan langkah diantaranya;

menetapkan harga pokok gula yang menguntungkan bagi petani,

menyediakan kredit yang jumlahnya memadai dengan persyaratan yang

mudah untuk usahatani tebu, sarana irigasi harus diperbaiki untuk

mengurangi biaya pengairan yang dikeluarkan petani tebu dan subsidi

pupuk harus diawasi dalam penjualan dan distribusinya sehingga saat


petani membutuhkan dapat tersedia dengan mudah dan harga yang

murah.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penghitungan dan analisa komponen biaya usahatani tebu

dan analisa harga pokok produksi gula di atas maka saya merekomendasikan saran

sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah dalam menetapkan harga pokok produksi (harga

minimal) gula per kilogram ditetapkan berdasarkan daerah masing-

masing.

2. Pemerintah dan Pabrik Gula diharapkan lebih giat dalam meningkatkan

penyuluhan sehingga rendemen tebu bisa meningkat serta membantu

petani mengatasi kendala modal sehingga proses usahatani tebu bisa

optimal.

3. Petani hendaknya bisa menghitung biaya secara menyeluruh dari

usahatani tebu yang dijalankan secara cermat dan jujur supaya bisa

turut serta dalam menentukan harga pokok.

4. Dunia perbankkan dan pemerintah dalam menyalurkan modal

hendaknya tepat waktu dan jumlah yang mencukupi.

5. Subsidi pupuk harus terus diawasi dan pemerintah harus lebih peduli

terhadap distribusi pupuk kerena biasanya saat pupuk sedang

dibutuhkan biasanya di pasaran jumlahnya sangat sedikit shingga harga

menjadi naik.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Prospek dan Arah


Pengembangan Agribisnis Tebu (Jakarta Departemen pertanian, 2005)

Churmen. Imam, H, Menyelamatkan Industri Gula Indonesia (Jakarta : Millenium


Publisher, 2001)

Echols. M. John dan Shadily Hassan, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta : PT.
Gramedia, 2000)

Fakultas Pertanian, Konsolidasi Kebijakan Pergulaan Nasional (Jogjakarta:


Fakultas Pertaniaan Universitas Gajhah Mada, 2005)

FST UIN, Pedoman Penulisan Skripsi (Jakarta: UIN Press, 2004)

Ibrahim Hasanuddin, Pedoman Teknologi Budidaya Tebu Lahan Kering( Jakarta:


DirJen Bina Produksi Perkebunan DepTan, 2004)

Jaffar. Hafsah, Mohammad, Bisnis Gula Di Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan, 2002)

Parsono. Yossep, .Analisis Kelayakan Finansial Peternakan Sapi Perah Pada


“kelompok Kania” desa Tajur Halang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten
Bogor [Skripsi] (Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2004)

Riadi. Dedi M. Masykur, Pemanfaatan Dalam Sumberdayaan Pergulaan Di Era


Otonomi Daerah [Makalah] (Jakarta: Makalah, 2003)

Samrin L,M, Akuntansi Manajemen Suatu Pengantar/L.M, Ed.1 Cet. 2 (Jakarta:


PT. Raja Grafindo Perasada, 2002)

Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan, Ekonomi Gula 11 Negara Pemain Utama


Dunia. Kajian Komperasi dari Perspektif Indonesia (Jakarta : Sekretariat
Dewan Pangan, 2003)

Soekartawi, Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi


Cobb-Douglas, Ed ke-3 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003)

Umar. Husein, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2003)
Lampiran 1
Tabel 17. Komponen Komponen dalam Usahatani Tebu Rakyat PG Soedhono Tahun 2005

Komonen\ Nama C = Zainal


Petani A= Qomari B = Prayogo Arifin D = H. Slamet
Umur & Asal 55 & Paron 60 & Sragen 42 & Jogorogo 40 & Magetan
sendiri dan
Lahan garapan sendiri sewa sendiri Sendiri
Luas Lahan 0,25 Ha 5 Ha 2 Ha 2 Ha
Modal 1,000,000 12,000,000 10,000,000 9,500,000
Kredit tidak 4,000,000 tidak tidak
Jenis kredit tidak KKP tidak tidak
Biaya sewa lahan tidak 9,600,000 7,000,000 7,000,000
Biaya Bajak 5,000,000 2,000,000 2,200,000
Biaya tanam keprasan 2,750,000 1,600,000 1,600,000
biaya sulam 1,250,000 500,000 600,000
Biaya bibit 6,500,000 2,600,000 1,500,000
Biaya pupuk 518,000 7,250,000 2,980,000 2,900,000
pelihara
Biaya pemeliharaan sendiri 7,500,000 2,200,000 1,900,000
Biaya tebang angkut 25,000,000 9,000,000 8,000,000
Hasil tebu (kwintal) 350 3,000 1,300 1,750
Rendemen 6 6,4 6,4
Hablur 11,880 Kg 5,528 7,392
Tetes 7500 Kg 3,250 4,375
Biaya total 518,000 62,100,000 27,880,000 25,700,000
Pendapatan 3,000,000 50,520,000 25,688,000 33,110,000
laba/rugi 2,482,000 -11,580,000 -2,192,000 7,410,000

ket:
A= Qomari K = Widodo U = Slamet
B = Prayogo L = Suwito V = Indarsono
C = Zainal Arifin M = Sulastri W = Djoko P
D = H. Slamet N = Winarto X = Mutosan
E = Saridjo O = Hj. Jalil Y = Suwandi
F = Gunawan P = Prapto Z = Tapsilo
G = Hadi Sutrisno Q = Ontiyono AA = Agus BR
H = Eko Budi P R = Sukadi S AB = Pardi
I = Murbasar S = Maryono AC = Joko P
AD = S Edi
J = Didik T = Radi Sukamto
E = Saridjo F = Gunawan G = Hadi Sutrisno H = Eko Budi P I = Murbasar
62 &
Geneng 38 & Pitu 47 & Pitu 46 & Geneng 45 & Ngawi
Sendiri sendiri sewa sendiri dan sewa sendiri
5 Ha 4 Ha 5 Ha 4 Ha 2 Ha
25,000,000 16,000,000 12,330,000 15,000,000 8,000,000
8,000,000 4,000,000 1,950,000 4,000,000 2,000,000
KKP KKP KKP KKP KKP
32,500,000 18,000,000 20,000,000 20,000,000 9,000,000
3,000,000 3,200,000 5,000,000 3,600,000 1,800,000
Keprasan 2,600,000 7,500,000 3,600,000 1,400,000
1,500,000 1,000,000 1,500,000 600,000
Tidak 5,200,000 11,250,000 5,600,000 3,000,000
2,900,000 6,600,000 6,150,000 6,400,000 2,500,000
6,500,000 4,800,000 4,800,000 1,450,000
15,000,000 16,000,000 20,000,000 12,000,000 8,000,000
3,500 3,200 4,500 3,000 1,200
6 6,6 6 6 6
1,680 13,936 17,820 11,880 4,752
8,750 8,000 11,250 7,500 3,000
61,400,000 57,400,000 71,400,000 56,000,000 27,750,000
57,740,000 62,336,000 75,780,000 50,520,000 20,208,000
-3,660,000 4,936,000 4,380,000 -5,480,000 -7,542,000

Keterangan:
Biaya Total = penjumlahan seluruh komponen biaya
Pendapatan = (Hablur x 4000) + (tetes x 400)
Laba rugi = pendapatan - biaya total
Hablur jika rendemen < 6 = rendemen x 66 persen x hasil tebu (Kw)
Hablur jika rendemen > 6 = rendemen x 66 persen + hasil tebu (Kw) + { 70
persen x sisa rendemen 6 persen x hasil tebu}
Tetes = 2,5 x hasil tebu (Kw)
4000 = Harga pokok gula yang disepakati per kilogram
400 = Harga tetes tebu yang disepakati per
kilogram
66% dan 70 % = gula milik petani yang merupakan hasil dari bagi hasil dari tebu
yang dihasilkan
J = Didik K = Widodo L = Suwito M = Sulastri N = Winarto
50 & Redjo 26 &
Mulyo Mantingan 45 & Paron 35 & Geneng 40 & Ngawi
sendiri Sewa sewa sendiri sendiri
2 Ha 1 Ha 1 Ha 2 Ha 3 Ha
9,000,000 6,500,000 8,000,000
tidak Tidak tidak 1,950,000
tidak Tidak tidak tidak KKP
7,000,000 5,000,000 4,500,000 10,000,000 12,000,000
1,600,000 1,000,000 625,000 1,800,000 2,700,000
15,000,000 600,000 1,000,000 1,400,000 2,400,000
500,000 1,000,000 600,000 900,000
2,000,000 3,600,000 500,000 4,000,000 4,500,000
3,200,000 1,300,000 1,536,000 2,600,000 3,960,000
2,800,000 300,000 2,240,000 400,000 3,000,000
8,000,000 4,250,000 6,000,000 7,600,000 10,500,000
1,600 850 1300 1,500 2,250
6,5 6,2 6 6,4 6
6,864 3,478 5,148 6,336 8,910
4,000 2,000 3,250 3,750 5,625
40,100,000 16,050,000 17,401,000 28,400,000 39,960,000
30,720,000 15,556,000 21,892,000 28,380,000 37,890,000
-9,380,000 -494,000 4,491,000 -20,000 -2,070,000
O = Hj. Jalil P = Prapto Q = Ontiyono R = Sukadi S S = Maryono
54 & Pitu 49 & Geneng 48 & Tempuran 47 & Temboro 45 & Paron
sendiri Sendiri sendiri sendiri sendiri
1,5 Ha 3,250 Ha 2 Ha 2 Ha 3 Ha
7,000,000 7,200,000 8,000,000 10,000,000 12,500,000
tidak Tidak 2,000,000 tidak 4,000,000
tidak Tidak KKP tidak KKP
6,000,000 16250000 7,000,000 7,000,000 13,500,000
1,500,000 2,925,000 1,500,000 1,800,000 3,200,000
1,200,000 2,275,000 1,100,000 1,600,000 2,700,000
600,000 975,000 400,000 600,000 900,000
2,250,000 975,000 3,400,000 2,600,000 3,600,000
2,715,000 4,062,500 1,050,000 2,700,000 4,200,000
1,650,000 4,550,000 2,700,000 2,200,000 3,300,000
6,750,000 11,375,000 7,600,000 8,000,000 10,500,000
1,425 3,087 1,400 1300 2,250
6,8 6,4 6 6 6,2
6,394 13,041 5,440 5,148 9,207
3,562 7,718 3,500 3,250 5,625
22,665,000 43,387,500 24,750,000 26,500,000 41,900,000
28,556,800 55,251,200 23,576,000 21,892,000 41,310,000
5,891,800 11,863,700 -1,174,000 -4,608,000 -590,000
T = Radi U = Slamet V = Indarsono W = Djoko P
47 &
38 & Pitu 43 & Ngawi 40 & Ngawi Kedunggalar
Sendiri dan lahan sendiri dan lahan
sendiri sewa sewa Sewa
4 Ha 5 Ha 6 Ha 6 Ha
20,000,000 20,000,000 24,000,000 21,000,000
4,000,000 4,000,000 4,000,000 1950000
KKP KKP KKP KKP
14,000,000 25,000,000 30,000,000 21,000,000
4,000,000 5,000,000 5,400,000 6,000,000
3,200,000 4,500,000 5,400,000 4,200,000
1,200,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
5,200,000 7,500,000 9,000,000 6,000,000
6240000 6750000 9,090,000 5,940,000
5,600,000 4,000,000 7,200,000 1,800,000
14,000,000 17,500,000 21,000,000 21,600,000
2,600 3000 4,200 4,800
6 6 6 5,6
10296 11886 16,632 17736
6,500 7500 10,500 12000
53,440,000 71,750,000 88,590,000 68,040,000
43,784,000 50,520,000 70,728,000 75,744,000
-9,656,000 -21,230,000 -17,862,000 7,704,000
X = Mutosan Y = Suwandi Z = Tapsilo AA = Agus BR AB = Pardi
53 & Geneng 47 & Geneng 45 & Ngasinan 52 & Magetan 43 & Pitu
sendiri dan sendiri dan sendiri dan
Sewa sewa sewa sewa sendiri dan sewa
10 Ha 8 Ha 11,5 Ha 15 Ha 20 Ha
90,000,000 2,000,000 24,000,000 35,000,000 48,000,000
tidak 4,000,000 9,750,000 16,000,000 16,000,000
tidak KKP KKP KKP KKP
55,000,000 40,000,000 57,500,000 75,000,000 70,000,000
7,000,000 9,600,000 9,775,000 12,000,000 19,000,000
6,000,000 7,200,000 6,625,000 11,250,000 14,000,000
2,000,000 8,000,000 2,875,000 3,750,000 6,000,000
10,000,000 12,800,000 17,250,000 18,000,000 26,000,000
13,600,000 17,600,000 16,675,000 21,000,000 33,000,000
0 16,000,000 12,650,000 18,000,000 22,000,000
45,000,000 28,000,000 51,750,000 60,000,000 90,000,000
10,000 6,800 9,200 12,750 17,000
6,2 6,5 6,2 6,5 6,4
40920 29172 37,646 54,690 67,320
25,000 17000 23,000 31,875 42,500
138,600,000 139,200,000 175,100,000 219,000,000 280,000,000
183,600,000 130,560,000 168,912,000 244,802,000 321,640,000
45,000,000 -8,640,000 -6,188,000 25,802,000 41,640,000
AD = S Edi
AC = Joko P Sukamto
50 & Pitu 32 & Pitu
sendiri dan sewa sendiri dan sewa
15 Ha 45 Ha
35,000,000 175,000,000
16,000,000 130,000,000
KKP KKP
52,500,000 247,500,000
18,000,000 47,250,000
10,500,000 31,500,000
3,750,000 11,250,000
12,000,000 101,250,000
22,950,000 69,075,000
29,400,000 70,650,000
52,500,000 157,500,000
13,500 45,000
7 7.2
62,370 226800
33,750 112500
201,600,000 735,975,000
278,100,000 907,200,000
76,500,000 171,225,000
Lampiran. 2
Tabel 18. Biaya Rata-Rata Per Satu Hektar Usahatani Tebu Pada Masa Tanam
2004/2005
Biaya - biaya produksi qomari Prayogo Zainal A H. Slamet
luas lahan 0,25 5 2 2
biaya sewa lahan 1920000 3500000 3500000
biaya bajak 1000000 1000000 1100000
biaya tanam 550000 800000 800000
biaya sulam 250000 250000 300000
biaya bibit 1300000 1300000 750000
biaya pupuk 1450000 1490000 1450000
biaya pemeliharaan 1500000 1100000 950000
biaya tebang angkut 5000000 4500000 4000000
total biaya produksi per 12970000 13940000 12550000
ha
hasil tebu per ha (Kw) 600 650 875
biaya produksi tebu/Kw 21,617 21446.15385 14342.85714

Saridjo Gunawan Hadi Sutrisno Eko Budi P Murbasar


5 4 5 4 2
5000000 4500000 4000000 5000000 4500000
1600000 800000 1000000 900000 900000
0 650000 1500000 900000 700000
300000 250000 300000 0 300000
0 1300000 2250000 1400000 1500000
580000 1650000 1230000 1600000 1250000
1300000 1200000 0 1200000 725000
3000000 4000000 4000000 3000000 4000000
11780000 14350000 14280000 14000000 13875000
700 800 900 750 600
16828.57143 17937.5 15866.66667 18666.66667 23125
Didik Widodo Suwito Sulastri Winarto
2 1 1 2 3
3500000 5000000 4,500,000 5000000 4000000
800000 1000000 625,000 900000 900000
7500000 600000 1,000,000 700000 800000
250000 0 1,000,000 300000 300000
1000000 3600000 500,000 2000000 1500000
1600000 1300000 1,536,000 1300000 1320000
1400000 300000 2,240,000 200000 1000000
4000000 4250000 6,000,000 3800000 3500000
20050000 16050000 17,401,000 14200000 13320000
800 850 1300 750 750
25062.5 18882.35294 13385.38462 18933.33333 17760

Radi Slamet Indarsono Djoko P


4 5 6 6
3500000 5000000 5000000 3500000
1000000 1000000 900000 1000000
800000 900000 900000 700000
300000 300000 250000 250000
1300000 1500000 1500000 1000000
1560000 1350000 1515000 990000
1400000 800000 1200000 300000
3500000 3500000 3500000 3600000
13360000 14350000 14765000 11340000
650 600 700 800
20553.84615 23916.66667 21092.85714 14175
Mutosan Suwandi Tapsilo Agus BR Pardi
10 8 11,5 15 20
5500000 5000000 5000000 5000000 3500000
700000 1200000 850000 800000 950000
600000 900000 576086.9565 750000 700000
200000 1000000 250000 250000 300000
1000000 1600000 1500000 1200000 1300000
1360000 2200000 1450000 1400000 1650000
0 2000000 1100000 1200000 1100000
4500000 3500000 4500000 4000000 4500000
13860000 17400000 15226086.96 14600000 14000000
1000 850 800 850 850
13860 20470.58824 19032.6087 17176.47059 16470.58824

Joko P S Edi Sukamto Rata-rata Biaya per Ha


15 45 1
3500000 5500000 4,290,345
1200000 1050000 958,333
700000 700000 981,934
250000 250000 306,897
800000 2250000 1,356,897
1530000 1535000 1,401,069
1960000 1570000 1,096,379
3500000 3500000 3,946,552
13440000 16355000 14,338,406
900 1000 804
14933.33333 16355 17.338.8
Lampiran. 3
Table 19. Kinerja Industri Gula Di Indonesia

Tahun Luas Jumlah Tebu Rendemen Jumlah Hablur Konrtribusi


Areal % % hablur
(ha) (ton) Ton/ha (ton) Ton/ha

JAWA
1999 209,709.8 12,791,139 61.0 6.65 851,007.6 4.06 57.2
2000 209,056.2 14,583,135 69.8 6.48 945,644.0 4.52 55.9
2001 211.000,4 15,456,113 73.3 6.18 655,690,5 4.53 55.4
2002 226,402.9 16,715,498 73.8 6.54 1,093,030.5 4.83 62.3
2003 208,566.1 14,788,442 70.9 6.93 1,024,760.6 4.91 62.8
2004 212,660.4 16,78,51 79.8 7.10 1,206,173.4 5.67 58.8
239,310.4 20,434,296 85.4 6.79 1,387,049.1 5.80 61.8
2005
LUAR JAWA
1999 131,0790. 8,610,695 65.7 7.40 637,591.2 4.56 42.8
3
2000 131,60104 9,448,220 71.8 7.89 745,023.2 5.66 44.1
.0
2001 133,440.6 9,730,141 72.9 7.91 769,776.9 5.77 44.6
9
2002 124,320.0 8,817,933 70.9 7.51 662,403.2 5.33 37.7
69
2003 127,158.5 7,842,667 61.7 7.74 607,158.3 4.77 37.2
2004 132,133.0 9,764,429 73.9 8.66 845,470.4 6.40 41.2
2005 142,737.5 10,704,329 75.0 7.99 855,747.6 6.00 38.2
Indonesia
1999 340,800.1 21,401,834 62.8 6.96 1,488,598.8 4.37 100.0
2000 340,660.2 24,031,355 70.5 7.04 1,690,667.2 4.96 100.0
2001 344,441.3 25,186,254 73.1 6.85 1,725,467.4 5.01 100.0
2002 350,722.9 25,533,431 72.8 6.88 1,755,433.7 5.01 100.0
2003 335,724.6 22,631,109 67.4 7.21 1,631,918.9 4.86 100.0
2004 344,793.4 26,743,179 77.6 7.67 2,051,643.8 5.95 100.0
2005 382,047.9 31,138,625 81.5 7.20 2,242,796.7 5.87 100.0

Sumber: Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006


Lampiran. 4
Tabel 20. Harga Pokok Produksi Gula Tebu Rakyat PG Soedhono (pada lahan
sawah) per ha
NO Uraian 2004-2005 2004-2005
Tanam pertama Keprasan
1 Sewa lahan 5,000,000 4,500,000
2 Pembukaan Lahan 1,400,000
3 Saprodi
- Bibit 1,800,000
-Pupuk 150,000 150,000
- Za 760,000 760,000
- SP 36 340,000 340,000
- KCL 350,000 350,000
-Herbisida
-Ametrine - -
-24 D Amine 46,000 46,000
4 Biaya Garap
-Tanam 750,000 -
-Memupuk 390,000 390,000
-Pengendalian Gulma 494,000 494,000
-Pengairan 400,000 400,000
-Bumbun 1,080,000 1,080,000
-Gulud 360,000 360,000
-Klentek 840,000 840,000
-Pembuatan dan Pemeliahaan 760,000 760,000
got
5 Tebang angkut 3,600,000 2,800,000
-Tebang
-Angkut
6 Pajak Bumi dan Bangunan 160,000 160,000
7 Total Biaya 18,680,000 13,430,000
8 Bunga Bank (12%) 1,868,000 1,343,000
9 Total 20,548,000 14,773,000
7 Rencana SHU
8 Asumsi
-Tetes 1,170,000 910,000
-Total Biaya - Tetes 19,378,000 14,773,000
9 Produksi Tebu (kg) 90,000 70,000
10 Rendemen (%) 6.3 6.1
11 Produksi Gula (kg) 5,670 4,235
12 Produksi gula bag. Petani (66%) 3,753 2,797
13 Biaya Produksi per Kg 5,163 4,957
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Nasional
Lampiran.5
Tabel 21. Harga Pokok Produksi Gula Tebu Pabrik PG Soedhono (pada lahan
sawah) per ha
NO Uraian 2004-2005 2004-2005
Sawah Tegalan
Tanam Pertama Tanam Pertama
1 Sewa lahan 7,592,339 4,500,000
2 Pembukaan Lahan - -
3 Saprodi
- Bibit 2,219,754 2,219,754
-Pupuk 1,891,935 1,891,935
- Za - -
- SP 36 - -
- KCL - -
-Herbisida
-Ametrine - -
-24 D Amine - -
4 Biaya Garap 5,622,935 3,682,854
-Tanam - -
-Memupuk - 390,000
-Pengendalian Gulma - 494,000
-Pengairan - 400,000
-Bumbun - 1,080,000
-Gulud - 360,000
-Klentek - 840,000
-Pembuatan dan Pemeliahaan - 760,000
got
5 Tebang angkut 3,779,819 3,749,795
-Tebang - -
-Angkut - -
6 Biaya Prosesing 6,710,870 4,241,928
Biaya Lain-lain - -
Pajak Bumi dan Bangunan - -
7 Total Biaya 27,817,652 18,141,266
8 Bunga Bank (12%) - -
9 Total 27,817,652 18,141,266
10 Asumsi
-Tetes 3,434,982 2,171,245
-Total Biaya – Tetes 24,382,670 15,970,021
11 Produksi Tebu (kg) 103,300 65,300
10 Rendemen (%) 6.3 6.72
11 Produksi Gula (kg) 6,529 4,388
12 Produksi gula bag. Petani (66%) 3,735 3,639
13 Biaya Produksi per Kg 3,735 3,639
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Nasional
Lampiran. 6

Tabel …isian data biaya produksi petani tebu tahun 2005


Kecamatan :
Wilayah kerja PTPN/PG :
Kelompok Tani :
No Uraian Lahan Sawah
PC Ratoon
1 Sewa Lahan
2 Biaya garab
- Pembabadan
- Pengolahan Lahan s/d Siap Tanam
- Penanaman
- Pemupukan
- Pemeliharaan (Drainase,
Penyiangan, Bumbun, Klenteg
- Pemberantasan Hama
- Penyulaman
3 Bibit
4 Pupuk
- ZA
- TSP
- KCL/ZK
5 Pemberantasan Hama
- Biaya pestisida
- Azodrin
- Guzadrin
6 Tebang Angkut
- Biaya tebang
- Biaya angkut
7 Jumlah - -
Bunga Bank
Jumlah Biaya Produksi - -
Penjualan Tetes
Total Biaya - -
Produksi Tebu (Kg)
Rendemen (%)
Produksi Gula Petani (Kg)
Bagian Produksi Gula Petani (Kg)
Biaya Produksi Gula per Kg - -
Keuntungan Petani 10% - -
Total (Harga Pokok) - -
Pembulatan
Sumber. Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006
Ket: PC = Plant Cane (Tebu Tanam Pertama)
Ratoon = Tebu Keprasan
Lampiran. 7
PENCARIAN DATA1
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Ngawi Propinsi Jawa Timur
Tanggal :
Narasumber :
Jabatan :

Mohon diberikan data sebagai berikur;


1. Berapa Luas daerah pertanian Kabupaten Ngawi;
a. Luas daerah perkebunannya?
b. Luas Areal Tebu 5 tahun terakhir
c. Luas lahan pertanian lain 5 tahun terakhir? (jika ada)
2. Berapa Jumlah Penduduk;
a. Bermata pencaharian petani?
b. Bermata pencaharian sector Jasa?
c. Sektor Pemerintah/PNS?
3. Letak Geografis Kabupaten Ngawi;
a. Terletak…..Meter diatas permukaan laut
b. Terletak ….Derajat lintang selatan
4. Komoditas perkebunan unggulan Kab. Ngawi?
a. Berapa Besar yang dihasilkan produk unggulan tersebut?
5. Apa kebijakan yang direpkan dinas kehutanan dan perkebunan Kabupaten
Ngawi
pada sektor Tebu?
a. Bagi Petani Kebijakannya apa saja?
b. BAgi pabrik gula?
c. Program rencana ke depan di sektor Perkebunan tebu?
Terima Kasih

1
Data ini guna melengkapi skripsi tentang “ Analisis Harga Pokok Produksi Gula Tebu Rakyat
Yang
Tegabung dalam APTR PG Soedhono Kabupaten Ngawi” Data ini Tidak untuk dipublikasikan.
Lampiran. 8

Kuesioner 1: Petani Tebu Nomor Respoden :……

Kuesioner 2
ANALISA HARGA POKOK PRODUKSI GULA TEBU RAKYAT
Peneliti : Nasrodin Hasan3

Pengambilan data Responden dilakukan;


Hari/Tanggal :
Desa/Kec/Kab :
Kelompok Tani :
Jabatan :

Identitas responden;
1. Nama :
2. Kelamin :
3. Umur :
4. Pendidikan (mohon dilingkari jawabannya) :
a. SD (Sekolah Dasar)
b. SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama)
c. SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas)
d. Perguruan tinggi
e. Lainnya……..
Pertanyaan Pokok;
5. Status kepemilikan lahan (mohon dilingkari jawaban saudara)?
a. Milik Sendiri b. Lahan Sewa
6. Luas Lahan Yang digarap: ….. Ha
7. Berapa modal yang digunakan untuk usahatani tebu;
a. Modal sendiri : Rp……
b. Kredit : Rp……
8. Jika modal Anda dari bantuan kredi, kredit apakah yang saudara terima;
a. Kredit Ketahanan Pangan (KKP)
b. Pembiayaan syariah
c. sumber pembiayaan lainnya
9. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk (lahan satu hektar)?;
a. Sewa lahan : Rp….
b. Biaya mengolah lahan : Rp….
c. Biaya tanam : Rp…

2
Semua data kuesioner dan hasil penelitian Skripsi ini tidak untuk dipublikasikan dan hanya untuk
kepentingan studi.
3
Mahasiswa tingkat akhir jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah.
d. Biaya sulam : Rp…
e. Biaya bibit (wineh) tebu : Rp….
f.. Biaya Pupuk (rabuk) : Rp….
1. Pupuk jenis…… Harga Rp…..
2. Pupuk jenis…… Harga Rp…..
3. Pupuk jenis…… Harga Rp…..
4. lainnya……… Harga Rp…..
g. Berapa biaya pemeliharaan?;
1. Biaya pengairan : Rp….
2. Biaya membersihakn daun/klentek (beset tebu) : Rp….
3. Biya pemupukan : Rp….
4. Biaya pembubunan : Rp….
5. Lainnya : Rp…. (jika
ada)
h. Berapa biaya tenaga kerja?;
1. Tenaga kerja perhari : Rp….
2. Tenaga kerja wanita : Rp….
i. Biaya tebang angkut : Rp….
10. Berapa tebu yang saudara hasilkan per ha….. kw intal
11. Dari jumlah tebu yang saudara hasilkan tersebut berapa, rendemen, hablur,
dan
Tetes yang menjadi hak saudara?;
a. Rendemen : ……….%
b. Hablur/gula : ………. Kg
c. Tetes : ………. Kg
13. Berapa pendapatan yang soudara terima Rp………

Pertanyaan Tambahan
14. Kendala apa yang saudara hadapi dalam melakukan usahatani tebu,
sebutkan;
a. …………
c. …………
c. …………
(jika kendala masih ada silahkan lanjutlan)
Lampiran 9. Gambaran Keadaan Usahatani Tebu Di Kabupaten Ngawi

Gambar 8
Guludan Untuk Menanam Tebu

Gambar 9
Bibit Tebu
Gambar 10
Tebu yang baru ditanam

Gambar 11
Tebu Yang Perawatannya Kurang Hanya Dilakukan Beset Satu Kali
Gambar 12. Tebu Yang Siap Untuk Di Panen
Lampiran. 10
Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 11.
Peta Batas Wilayah Kabupaten Ngawi

Sumber: BPS Ngawi, Kabupaten Ngawi dalam Angka (Ngawi Regency In Figure)
2003
Tabel …. Nomor induk TRM masa tanam 2004/2005
SKW NO INDUK NAMA ALAMAT KEBUN HA TAKSASI JUMLAH
03 1 1025 Suwandi Geneng Pitu
2 1028 Gunawan Jongke Jongke
3 1005 Pardi BR Gulun Gulun
4 1006 Maryono Sambiram Sambira
be mbe
5 1007 Eko Budi Geneng
P
6 1008 Sarijo Keras
7 1009 Ontiyono Tempuran
8 1010 Mustofa Temboro
9 1011 H.Tohir Temboro
10 1012 Didik. S Rejomuly
o
11 1029 H. Slamet Temboro
12 1030 Sumiran Ngrombo
13 1031 Mulyadi Purwosari
14 1032 Sulastri Tirak
15 1033 Agus BR Takeran
16 1034 H.Mukmi Temboro
n
17 1035 H. Jalil Kwadunga
n
18 1036 Supalal Kajang
19 1037 Sunarno Kwadunga
n
20 1038 Jamal Rejomuly
o
21 1039 Mutasan Kaniten
22 1040 Winarto Beran
23 1041 Surat Rejomuly
o
24 1044 Rukayah Temboro
25 1047 Bambang Maospati
T
26 1050 Murbasar Klitik
27 1053 Zainal A Tanjung
sari
28 1054 Joko T Keniten
29 1055 Radi Belotan
30 1056 Agus BR Melikan
31 1057 Prayogo Kauman
32 1060 Bambang Mantren
T
33 1061 Sukadi S Temboro
34 1065 Usmania Temboro
nto
35 1066 Agus Patihan

Tabel …. Nomor induk TRM masa tanam 2004/2005


SKW NO INDUK NAMA ALAMAT KEBUN HA TAKSASI JUMLAH
03 1 1025 Suwandi Geneng Pitu
2 1028 Gunawan Jongke Jongke
3 1005 Pardi BR Gulun Gulun
4 1006 Maryono Sambiram Sambira
be mbe
5 1007 Eko Budi Geneng
P
6 1008 Sarijo Keras
7 1009 Ontiyono Tempuran
8 1010 Mustofa Temboro
9 1011 H.Tohir Temboro
10 1012 Didik. S Rejomuly
o
11 1029 H. Slamet Temboro
12 1030 Sumiran Ngrombo
13 1031 Mulyadi Purwosari
14 1032 Sulastri Tirak
15 1033 Agus BR Takeran
16 1034 H.Mukmi Temboro
n
17 1035 H. Jalil Kwadunga
n
18 1036 Supalal Kajang
19 1037 Sunarno Kwadunga
n
20 1038 Jamal Rejomuly
o
21 1039 Mutasan Kaniten
22 1040 Winarto Beran
23 1041 Surat Rejomuly
o
24 1044 Rukayah Temboro
25 1047 Bambang Maospati
T
26 1050 Murbasar Klitik
27 1053 Zainal A Tanjung
sari
28 1054 Joko T Keniten
29 1055 Radi Belotan
30 1056 Agus BR Melikan
31 1057 Prayogo Kauman
32 1060 Bambang Mantren
T
33 1061 Sukadi S Temboro
34 1065 Usmania Temboro
nto
35 1066 Agus Patihan

Anda mungkin juga menyukai