Nasrodin Hasan
Oleh:
NASRODIN HASAN
101092123367
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
NASRODIN HASAN
101092123367
Menyetujui
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Mengetahui
Ketua Jurusan Sosek Pertanian
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Skripsi yang berjudul ” Analisis Harga Pokok Produksi Gula Pada Petani Tebu
Rakyat Yang Tergabung Dalam APTR PG Soedhono Kabupaten Ngawi Propinsi
Jawa Timur” telah lulus dalam sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Jakarta pada hari Sabtu, 17 Juni 2006 untuk memperoleh
gelar Sarjana 1 (S1) pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis.
Tim Penguji
Penguji I Penguji II
Mengetahui
Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi
Nasrodin Hasan
101092123367
RINGKASAN
NASRODIN HASAN, Analisis Harga Pokok Produksi Gula Pada Petani Tebu
Rakyat Yang Tergabung Dalam APTR PG Soedhono Kabupaten Ngawi Propinsi
Jawa Timur (Di bawah bimbingan KUSHARYONO dan ABDUL HAMID
CEBBA).
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, saya
mengharapkan saran dan kritiknya agar kelak dalam penulisan tesis (Insyaallah)
dapat lebih baik lagi. Akhirnya penulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis, petani
dan APTR PG Soedhono khususnya serta segenap pembaca skripsi ini. Aamiin
Penulis
DAFTAR ISI
i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................... iii
2.3.1 Produksi.............................................................................................20
2.3.3.4 Manajemen...........................................................................27 29
30
2.3.4 Teori Biaya dan Manfaat...................................................................27
39
39
40
41
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN............................................35
4.2 Penduduk…………………………………………………………………41
60
61
5.1.3 Asal Kecamatan ...............................................................................52
5.4 Hasil Perhitungan Harga Pokok Produksi Tebu dan Gula ....................56
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................65
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
tanpa ada penyelesaian yang tepat. Dampak yang ditimbulkan dari krisis
dengan gula impor serta dapat mengurangi ketergantungan akan impor gula
secara bertahap.
Pada tahun 2005 volume impor gula putih dan gula mentah (raw sugar) yang diolah menjadi gula refinasi
untuk keperluan industri makanan dan minuman menurun bila dibandingkan impor tahun 2004 sebesar 164. 814 ton.
Hal ini disebabkan konsumsi gula per kapita yang cukup stabil yaitu 12 Kg per kapita/ tahun (Tabel 1), sedangkan
produksi dalam negeri belum bisa mencukupi kebutuhan konsumsi nasional. Pada tahun 2005 produksi gula nasional
masih rendah yaitu 2.241.742 ton. Sehingga masih di bawah kebutuhan nasional yaitu 3.439.640 ton. Untuk memenuhi
devisit produksi sebesar 1.149.812 ton maka dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan gula nasional. Berikut ini
data konsumsi nasional, produksi dalam negeri, volume impor dan stok gula nasional dari tahun 1996 sampai dengan
tahun 2005.
Berdasarkan Tabel 1 di atas pertumbuhan industri gula nasional sejak tahun 2000
tampak mulai tumbuh secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari produksi dalam
negeri yang semakin meningkat dalam 6 tahun terakhir. Pada tahun 2005 produksi
telah mencapai 2.241.742 ton dibandingkan tahun 2000 produksi masih sekitar
1.685.826 ton.
Penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 1997 yang sangat drastis
hingga mencapai angka minus telah membuat petani kita tidak berdaya untuk
dalam tingkat produksi. Belum terlepas dari krisis ekonomi, petani terkena terpaan
pada Tabel 2.
peningkatan pada tahun 2000 produksi gula/hablur sekitar 1,690,004 ton gula.
Sedangkan pada tahun 2004 produksi hablur meningkat dengan tajam hingga
mencapai 2,051,000 ton hablur. Kinerja ini terus meningkat pada tahun 2005
Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Gula Di Indonesia Tahun 1999 - 2005
Tahun Luas Areal Produksi Tebu Rendemen Produksi Hablur Kontri
(ha) (%) busi
(ton) Ton/ (ton) Ton/ha %
ha hablur
JAWA
1999 209,709.8 12,791,139 61.0 6.65 851,007.6 4.06 57.2
2000 209,056.2 14,583,135 69.8 6.48 945,644.0 4.52 55.9
2001 211.000,4 15,456,113 73.3 6.18 655,690,5 4.53 55.4
2002 226,402.9 16,715,498 73.8 6.54 1,093,030.5 4.83 62.3
2003 208,566.1 14,788,442 70.9 6.93 1,024,760.6 4.91 62.8
2004 212,660.4 16,78,51 79.8 7.10 1,206,173.4 5.67 58.8
2005 239,310.4 20,434,296 85.4 6.79 1,387,049.1 5.80 61.8
LUAR JAWA
1999 131,079.03 8,610,695 65.7 7.40 637,591.2 4.56 42.8
2000 131,601.04 9,448,220 71.8 7.89 745,023.2 5.66 44.1
2001 133,440.69 9,730,141 72.9 7.91 769,776.9 5.77 44.6
2002 124,320.069 8,817,933 70.9 7.51 662,403.2 5.33 37.7
2003 127,158.5 7,842,667 61.7 7.74 607,158.3 4.77 37.2
2004 132,133.0 9,764,429 73.9 8.66 845,470.4 6.40 41.2
2005 142,737.5 10,704,329 75.0 7.99 855,747.6 6.00 38.2
Indonesia
1999 340,800.1 21,401,834 62.8 6.96 1,488,598.8 4.37 100.0
2000 340,660.2 24,031,355 70.5 7.04 1,690,667.2 4.96 100.0
2001 344,441.3 25,186,254 73.1 6.85 1,725,467.4 5.01 100.0
2002 350,722.9 25,533,431 72.8 6.88 1,755,433.7 5.01 100.0
2003 335,724.6 22,631,109 67.4 7.21 1,631,918.9 4.86 100.0
2004 344,793.4 26,743,179 77.6 7.67 2,051,643.8 5.95 100.0
2005 382,047.9 31,138,625 81.5 7.20 2,242,796.7 5.87 100.0
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa luas areal dan produksi tebu (gula)
dalam tujuh tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 luas areal
tebu mengalami penurunan sekitar 139,9 ha, sedangkan pada tahun 1999 luas
areal mencapai 340.800,1 ha. Pada tahun 2001 dan 2002 mengalami kenaikan
sekitar 6.281,6 ha dan terus meningkat sehingga pada tahun 2002 luas areal tebu
mencapai 350.722,9 ha. Akan tetapi, pada tahun 2003 mengalami penurunan
sekitar 14.998,3 ha. Namun demikian, pada tahun 2004 dan 2005 luas areal tebu
tebu kembali mengalami peningkatan. Sehingga pada tahun 2005 luas areal tebu
memperluas skala usaha yaitu menambah pabrik gula yang diikuti dengan
penambahan areal lahan tebu. Perluasan areal tersebut artinya akan memberikan
peluang dalam penyerapan tenaga kerja. Perluasan areal tebu dapat terjadi jika
petani tertarik untuk menanam tebu yaitu bila usahatani tebu lebih
areal lahan tebunya untuk memasok bahan baku tebu untuk memenuhi kapasitas
giling pabrik gula. Hal ini akan berpengaruh pada biaya sewa lahan yang terus
meningkat, begitu pula biaya produksinya. Maka diperlukan suatu analisa tentang
biaya pokok produksi gula untuk menentukan harga pokok gula pada petani tebu
Kebutuhan untuk konsumsi gula nasional masih belum dapat dipenuhi oleh
produksi dalam negeri, kekurangan kebutuhan gula nasional mengharuskan
pemerintah untuk mengimpor gula. Peluang industri gula indonesia untuk
berkembang sangat terbuka karena selain sumberdaya alam yang memadai
peluang pasar dalam negeri masih terbuka.
Gula merupakan produk utama dari PTPN XI yang diproduksi oleh 17 PG
yang tersebar di seluruh Jawa Timur. Pada tahun 2001, PTPN IX menghasilkan
gula sebanyak 291.021 ton gula dengan produktivitas yang dinyatakan dalam
hablur per hektar pada tahun yang sama sebesar 4,71 ton, pada tahun 2002
produksi gula mengalami peningkatan menjadi 332.523 ton.
Aktivitas utama PTPN XI adalah memproduksi gula berbahan baku tebu.
Setiap tahun PTPN XI menggiling tebu hingga 5,1 juta ton pada 17 pabrik gula
(PG) dengan kapasitas terpasang total 38.200 ton tebu per hari. Perusahaan ini
mampu menghasilkan gula sekitar 395.000 ton per tahun, terdiri dari gula milik
sendiri sebanyak 270.000 ton dan gula milik petani sebanyak 125.000 ton. Dengan
posisi seperti ini, PTPN XI memasok sekitar 13 persen kebutuhan gula nasional
atau sekitar 20 persen produksi gula nasional. Posisi ini sekaligus menempatkan
PTPN XI sebagai penghasil gula terbesar ke dua di Indonesia.
Pemerintah dan seluruh pihak yang terkait dengan industri gula setiap
tahunnya menghitung dan menetapkan harga pokok produksi gula. Penghitungan
rutin dilakukan guna mengantisipasi perubahan harga biaya-biaya yang
mengalami penurunan/kenaikan. Sehingga dalam penetapan harga pokok produksi
baik pihak pabrik dan pihak petani tidak ada yang dirugikan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dapat dirumuskan suatu inti permasalahan sebagai berikut;
Petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR)
usahatani tebu.
usahatani tebu.
Dari hasil-hasil yang akan diperoleh dari penelitian ”Analisis Harga Pokok
Produksi Gula Pada Petani Tebu Rakyat Yang Tergabung Dalam APTR PG
Soedhono kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur” diharapkan akan berguna
sebagai berikut;
1. Informasi dalam menentukan harga pokok produksi tebu dan mengevaluasi
penelitian tentang analisis harga pokok produksi tebu dan harga pokok
produksi gula,
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum ada dua tipe pengusahaan tanaman tebu. Untuk pabrik gula
(HGU) untuk tanaman tebunya. Seperti pabrik gula (PG) Indo Lampung dan
pabrik gula (PG) Gajah Putih Mataram. Untuk PG milik BUMN terutama yang
berlokasi di Pulau Jawa, sebagian besar tanaman tebunya dikelola oleh rakyat.
Petani tebu di Jawa secara umum didominasi (70 persen) oleh petani kecil
luas areal kurang dari 1 ha. Proporsi petani dengan areal lahan antara 1-5 ha di
estimasi sekitar 20 persen, sedangkan yang memiliki lahan di atas 5 ha, bahkan
sampai puluhan hektar diperkirakan sekitar 10 persen. Bagi petani yang arealnya
pertanaman. Pola pertama adalah pengolahan tanah dilakukan mulai bulan April
dan penanaman dilakukan bulan Mei-Juni. Masa panen berlangsung pada bulan
Mei hingga November tahun berikutnya. Pola ke dua adalah pengolahan lahan
Untuk pola ini. Panen dilakukan pada Bulan Oktober dan November tahun
berikutnya.
Untuk dapat melakukan jadwal tanam dan tebang/giling secara baik dengan
berusaha melakukan kerja sama dengan kelompok tani dalam menyusun jadwal
tanam dan tebang. Namun demikian, perebutan waktu khususnya tebang, masih
sering terjadi dan hal ini menjadi masalah. Para petani mengeluh bahwa mereka
sering mendapat jatah tebang yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Di sisi
keterbatasan PG pada puncak bulan Giling serta PG juga harus memenuhi jumlah
persen jumlah Pabrik Gula (PG) (dari 59 buah PG di seluruh Indonesia tahun
2002) dan sekitar 64 persen areal tebu berada di Pulau Jawa. Sehingga persoalan
produktifitas tebu/gula sesungguhnya adalah persoalan industri gula di pulau
Sebagian areal tebu dan PG berada di Pulau Jawa, maka upaya pemecahan
upaya-upaya ekspansi perluasan areal tanam tebu dan pendirian PG di luar pulau
Jawa di pandang belum perlu karena iklim usaha yang belum benar-benar pulih.
Infrastuktur dasar yang masih lemah, sehingga biaya infestasi akan sangat tinggi
Sekitar 82 persen dari total luas areal lahan tebu di Pulau Jawa pada tahun
2005 yaitu 239,3 ribu ha (seperti dinyatakan dalam Tabel 3) merupakan milik
intregrasi (dalam satu manajemen yang sama) antara aktivitas budidaya dengan
Pada umumnya suplai tebu sebagai bahan baku gula semakin dominan
berasal dari tebu rakyat (sekitar 70 persen). Tebu rakyat tersebut umumnya lahan
tebu yang digunakan lebih dari 3 kali kepras yang kondisinya kurang terpelihara
serta terserang hama dan penyakit khususnya RDS (Ratoon Stunding Disease)
dan penyakit luka api (PLA). Kondisi ini menjadi salah satu penyebab utama
Tingkat bunga program kredit yang ada tidak jauh berbeda dengan tingkat bunga
pasar, serta sering kali tidak tepat waktu pencairannya. Hal ini menjadi kendala
Luas areal tebu sawah beririgasi di Jawa semakin berkurang. Kini hanya 40
menunjukkan bahwa tanaman tebu tidak mampu bersaing dengan tanaman padi di
lahan sawah yang sering kali beririgasi. Namun tanaman tebu relatife lebih
giling (secara rata-rata hanya mampu mencapai sekitar 46 persen). Hal ini
memperoleh bahan baku tebu. Bahan baku yang terbatas itu diperebutkan oleh
banyak pabrik gula. Bahkan, pabrik gula yang berada dalam PTPN sama saling
Sebagian besar (53 persen) pabrik gula di pulau Jawa didominasi oleh pabrik
gula dengan kapasitas giling kecil (< 3.000 TCD), 44 persen berkapasitas antara
3000-6000 TCD(Ton Cane Day/ton tebu per hari), dan hanya 3 persen yang
berkapasitas giling >6000 TCD, dari 68 persen jumlah pabrik gula yang ada telah
secara memadai. Kondisi ini menyebabkan tingkat efisiensi yang rendah. Biaya
produksi gula per unit pada pabrik gula berskala kecil jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan pabrik gula berskala besar atau bermesin yang relatife baru.
baku tebu. Pada umumnya pabrik gula di Indonesia menggunakan tebu untuk
produk-produk lain (produk turunan tanaman tebu). Padahal tebu dapat digunakan
untuk menghasilkan berbagai produk turunan, seperti pupuk, makanan ternak, jus,
Molasses dan Bagases. Turunan produk Molases masih cukup banyak diperlukan,
pula Bagasse, yang dapat digunakan untuk menghasilkan berbagai macam produk
lahir atas inisiatif para petani tebu dengan nama Asosiasi Petani Tebu Rakyat
Indonesia (APTRI), di Jember. Tujuan dari lahirnya Asosiasi Petani Tebu Rakyat
ini adalah petani tebu diharapkan mempunyai wadah yang legal untuk
menyalurkan aspirasi para anggota dalam hal ini para petani tebu.
Hubungan kerjasama antara petani tebu dan PG (Pabrik Gula) tidak lagi
diatur oleh pemerintah di mana besarnya sewa ditetapkan oleh SK Bupati atau
petani dalam meningkatkan areal lahan tebu untuk memenuhi kapasitas gilingnya.
Efisiensi adalah ukuran jumlah relatif dari beberapa input yang digunakan
untuk menghasilkan output tertentu. Apabila untuk menghasilkan output tertentu
digunakan input yang paling kecil (dalam satuan fisik), maka dapat dikatakan
efisiensi secara teknis dapat dicapai. Sedangkan efisiensi secara ekonomis dapat
dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan biaya
terendah. Jadi baik efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis tergantung
teknologi yang ada dan harga input yang digunakan Teken dan Asnawi, 1997
(Parsono, 2004:14).
Teori ekonomi menganggap bahwa suatu faktor produksi sudah dipergunakan dengan efisien secara ekonomis
apabila faktor produksi tersebut menghasilkan keuntungan yang maksimal dengan biaya terendah. Sedangkan
penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis apabila faktor produksi yang dipakai menghasilkan
produksi yang maksimum. Kriteria persyaratan dalam penentuan tingkat produksi yang optimum harus memenuhi
syarat keharusan (merupakan efisiensi teknis) di mana menunjukkan hubungan fisik antara faktor produksi yang
digunakan dengan produk yang dihasilkan dan syarat kecukupan (merupakan efisiensi ekonomis). Menurut Teken dan
Asnawi, 1997 (Parsono, 2004:16) menyatakan bahwa konsep efisiensi teknis tidak memberi keterangan tentang
keuntungan yang diperoleh produsen atau biaya yang dikeluarkan. Sebaliknya tingkat keuntungan atau biaya tersebut
merupakan salah satu faktor penting yang menjadi tujuan produsen. Oleh karena itu, dalam proses produksi yang tepat
dapat digunakan oleh produsen untuk mencapai keuntungan maksimum atau biaya minimum.
Agar kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi dan tingkat biaya optimum, nisbah antara NPM (Nilai
Produk Maksimal) dan BFM (Biaya Faktor Marginal) yang merupakan syarat untuk mencapai efisiensi ekonomis,
diharapkan mencapai titik nilai satu. Jadi untuk mencapai keuntungan yang maksimum maka NPM dari faktor produksi
yang bersangkutan harus sama dengan harganya (Parsono, 2004: 15).
Gula impor
Kebijakan
Perdagangan LN
(the same level
of playing field)
Input :
Saprodi Produksi Pabrik Pasar
Kredit Tebu gula Gula
Litbang nasional
Petani Perkebunan
pada industri hulu yang menyediakan input produksi dan efisiensi produksi tebu
dapat tercapai jika input yang digunakan untuk usahatani tebu juga efisien.
Efisiensi produksi gula juga harus ditunjang oleh efisiensi manajemen perkebunan
dan efisiensi pabrik. Efisiensi pasar dipengaruhi oleh efisiensi distribusi dan
banyaknya jumlah gula yang impor yang beredar di pasar. Gula impor yang
• Pembinaan Petani
JAMINAN KREDIT PERKEBUNAN • Hubungan Petani
BANK PRODUKSI TEBU dengan Pabrik/PTP
(PETANI & PTP)
Rp Tebu, jaminan
kontinuitas pasokan
KREDIT INVESTASI
Gula
(REHABILITASI PABRIK GULA PASAR GULA
PABRIK & MESIN)
Rp
PENGAWASAN
UNTUK
EFISIENSI
PASAR
yang digunakan dapat tersedia dengan baik serta kebijakan permodalan yang
disediakan pihak perbankkan juga mendukung. Sedangkan untuk pabrik gula yang
paling penting adalah pasokan tebu yang kontinyu serta kredit investasi guna
rehabilitasi pabrik dan mesin harus tersedia dengan baik. Jika keadaan seperti ini
dapat tercapai maka industri gula nasional akan dapat perkembang dengan baik.
2.3. Kerangka Teoritis
2.3.1. Produksi
Produksi menurut Assauri (2004: 11) adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu atau
jasa. Menciptakan atau mengolah dari bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang langsung
dapat dikonsumsi oleh konsumen. Produksi dilakukan melalui suatu proses produksi. Proses produksi menurut Assauri
(2004:11), yaitu cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang dan jasa dengan
menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana) yang ada.
Sistem produksi menurut Buffa (1983:8), yaitu wahana yang dipakai dalam
Dalam operasi manufaktur masukan ini berupa bahan baku, energi, tenaga kerja,
mesin, informasi dan teknologi. Dalam sistem yang berorientasi ke jasa sebagian
besar masukannya ialah tenaga kerja, tetapi tergantung pada sistemnya, mesin,
sarana fisik, informasi dan teknologi dapat merupakan masukan yang juga penting
makanan, bahan baku menjadi masukan (input) yang penting. Proses konversi itu
sendiri tidak hanya melibatkan penerapan teknologi, tetapi juga manajemen dari
Y = f (X1 . X2 . …Xi….Xii )
Di mana:
menjadi dua kelompok, yaitu; faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan
sebagainya dan Faktor sosial ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja,
Ukuran luas lahan pertanian sering dinyatakan dengan hektar. Akan tetapi,
misalnya “ru, bata, jengkal, patok, bahu” dan sebagainya. Petani di Jawa Timur
ukuran yang sering dipakai adalah “bahu” sebagai ukuran lahan mereka. Menurut
Soekartawi (2003;5) disamping luas lahan, dalam faktor produksi lahan pertanian
status lahan.
kecilnya pajak tanah atau Iuran Pembangunan Daerah (IPeDa). Di mana pajak
lahan sawah selalu lebih tinggi dari pada pajak lahan tegal. Hal ini dapat terjadi
karena harga lahan sawah lebih tinggi dari pada harga atau nilai lahan tegal, atau
dengan kata lain lahan yang relatif subur harganya juga relatif lebih mahal.
b. Lokasi
Harga lahan pertanian juga dipengaruhi oleh lokasi di mana lahan itu berada.
Lahan yang kurang subur tetapi dekat dengan jalan besar atau dekat dengan pusat-
pusat pelayanan publik maka harganya relatif lebih mahal bila dibandingkan
dengan harga atau nilai lahan yang subur tatapi lokasinya terpencil.
c. Topografi
Seringkali lahan pertanian di dataran rendah, harganya relatif lebih tinggi
bila dibandingkan dengan nilai lahan pertanian di dataran tinggi. Situasi ini
dataran rendah dapat ditanami padi, palawija, atau sayur-sayuran dalam empat
kali setahun, lahannya relatif lebih subur, beririgasi sementara lahan di dataran
d. Status Lahan
lahan sewa dan lahan sakap. Nilai atau harga lahan dengan status milik sering kali
lebih mahal bila dibandingkan dengan lahan yang bukan milik. Lahan milik yang
biasanya dinyatakan dengan bukti sertifikat tanah selalu harganya lebih tinggi. Hal
ini salah satunya disebabkan karena adanya kepastian hukum kepemilikan tanah.
Tanah atau lahan pertanian dengan status hak pakai atau hak guna usaha, nilainya
relatif lebih rendah daripada harga lahan dengan status hak milik.
Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan
perlu diperhitungkaan dalam proses produksi. Baik dalam jumlah tenaga kerja
yang tersedia tetapi juga dari segi kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga
diperhatikan. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada faktor produksi tenaga
kerja adalah sebagai berikut; tersedianya tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, jenis
Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai
atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini
dan tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi tersedia biasanya dalam jumlah
yang terbatas.
c. Jenis Kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi jenis kelamin; apalagi dalam proses
pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah dan tenaga kerja wanita mengerjakan
proses tanam.
urbanisasi musiman.
dipengaruhi oleh mekanisme pasar atau bekerjanya sistem pasar, jenis kelamin,
kualitas tenaga kerja yang menentukan besar-kecilnya upah, Umur tenga kerja di
bekerja, dan tenaga kerja bukan manusia, seperti mesin dan hewan ternak.
2.3.3.3 Modal
dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal Tetap dapat
yang tidak habis dalam sekali proses produksi. Peristiwa ini terjadi dalam waktu
yang relatif pendek (short term) dan tidak berlaku untuk jangka panjang (long
term), sedangkan modal tidak tetap atau modal variabel adalah komponen biaya
yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses
produksi.
2.3.3.4 Manajemen
Dalam usaha tani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dan
Karena proses produksi melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai
tingkatan; baik tingkatan umur, tingkatan pendidikan dan tingkatan posisi maupun
tersebut dalam tingkatan atau tahapan proses produksi. Manajemen dalam praktek
banyak dipengaruhi oleh: tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha,
2.3.4.1.Biaya Tetap
Biaya tetap yaitu biaya yang besarnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh
besar-kecilnya jumlah produksi Teken dan Asnawi, 1977 (Parsono, 2004: 27).
Menurut Kay, 1986 (Parsono, 2004: 27). Biaya tetap adalah biaya yang perlu tetap
dalam produksi gula dipengaruhi antara lain; besarnya nilai lahan (sewa lahan),
Biaya variabel Kay, 1981 (Parsono, 2004: 26) adalah biaya yang besarnya
antara lain; biaya upah tenaga kerja, transportasi, biaya perbaikan pabrik dan
biaya lainnya. Perbedaan biaya tetap dan biaya tidak tetap adalah untuk
dan biaya periodik. Biaya-biaya periodik terdiri dari biaya-biaya yang secara
terjadinya biaya periodik tersebut. Termasuk dalam biaya ini adalah biaya-biaya
penyajian laporan laba rugi dengan pendekatan variable costing semua biaya tetap
Harga pokok produksi adalah semua biaya yang terjadi dalam rangka
full costing harga pokok produk akan sama dengan jumlah dan komponennya
dengan biaya pabrik. Termasuk dalam kelompok biaya ini adalah biaya bahan
langsung, dan biaya overhead pabrik. Dalam pendekatan variable costing harga
Gambar 4 berikut ini menunjukkan bahwa harga pokok produk dan biaya-
pengurang atas pendapatan dalam laporan laba rugi, tetapi pertemuan ke dua
kelompok biaya tersebut bisa terjadi pada periode yang berbeda. Biaya-biaya
harga pokok produk nanti akan dibebankan sebagai pengurang atas pendapatan
Neraca
Harga pokok
produk Aktiva lancar
Persediaan xx
Pada saat
terjadi
Saat
barang
Gambar 4 Arus harga pokok produk dan harga periodik
Dalam pendekatan full costing semua unsur biaya produksi menjadi elemen
harga pokok produk. Dalam pendekatan variable costing dari semua unsur biaya
elemen harga pokok produk. Oleh karena itu, pendekatan variblel costing bagi
Biaya OH
Biaya OH Pabrik Biaya tenaga
Biaya penjualan Pabrik variabel kerja langsung
dan administrasi
Persediaan
barang
dalam
proses/jadi
Gambar 5 Arus Biaya full costing
Pada Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa dalam arus biaya full costing
elemen biaya periodik hanya terdiri biaya administrasi dan biaya penjualan.
Elemen harga pokok produknya terdiri dari biaya overhead tetap, biaya overhead
variabel serta bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan untuk
Gambar 6 berikut merupakan arus biaya variabel costing. Dalam arus biaya ini
elemen biaya periodik terdiri dari biaya overhead tetap ditambah biaya
administrasi dan penjualan. Elemen harga produknya hanya terdiri dari komponen
biaya overhead variabel serta biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung, tidak
Persediaan
barang
dalam
proses/jadi
Biaya-biaya
periodik
Beban pokok Persediaan akhir
penjualan
Persediaan/kontin
Proses uitas persediaan
produksi gula pasokan
Persediaan
barang jadi
gula
Gambar 7 Kerangka Pemikiran Analisa Harga Pokok Produksi Gula
Nilai total
produksi
gula
Analisa:
- - Harga pokok produksi
(gula petani)
BAB III
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada petani tebu yang tergabung dalam
APTR PG Soedhono salah satu unit usaha PTPN XI yang berlokasi kabupaten
Ngawi propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja
naungan PTPN XI yang memiliki kapasitas produksi tidak terlalu besar, bila
dibandingkan dengan pabrik gula yang juga di bawah naungan PTPN XI. Hal ini
daerah ini dari dahulu merupakan daerah penghasil tebu yang andal karena daerah
ini lingkungan mendukung baik iklim, suhu, dan lingkungan sesuai dengan
pembuatan produk.
proses produksi.
6. Fixed Cost adalah seluruh biaya yang yang tidak tergantung pada
14. Total Cost adalah biaya variabel ditambah dengan biaya tetap
15. Total Revenue adalah total produksi dikalikan harga per unit berang
16. Variable Cost adalah semua biaya yang besarnya tergantung pada
jumlah produksi.
17. Variable Costing adalah penghitungan harga produksi melalui
18. Rendemen adalah besaran persentase gula dari hasil pengolahan tebu
menjadi gula.
19. Hablur adalah nama dari gula yang biasa digunakan dalam industri
gula.
20. Tetes adalah produk sampingan yang dihasilkan dari proses produksi
Ngawi pada 7021’-70 31’ Lintang Selatan dan 1100 10’ – 111040 Bujur Timur.
Daerah ini merupakan daerah yang wilayahnya merupakan dataran tinggi dan
sedang.
Kabupaten Ngawi merupakan salah satu wilayah paling Barat Propinsi Jawa
Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan (ke dua Kabupaten ini merupakan masuk
wilayah Propinsi Jawa Tengah) dan Kabupaten Bojonegoro, untuk sebelah Barat
kecamatan dan 217 Desa. Di mana 4 dari 217 desa adalah kelurahan.
Sesuai dengan laporan Badan Pusat Statistik dalam buku “Kabupaten Ngawi
Dalam Angka 2003” pada tahun 2003 jumlah penduduk tercatat mencapai
868.651 jiwa, Penduduk laki-laki 424. 401 jiwa dan penduduk wanita 444. 250
jumlah Penduduk terandah kecamatan Pitu 27.773 jiwa. Daerah yang paling padat
pendududknya di Kecamatan Ngawi dan Geneng yang mencapai lebih dari 1000
Jiwa/Km, sedangkan untuk keseluruhan di kabupaten Ngawi kepadatannya
Sumber : Laporan BPS dalam buku “Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2003”
Pada tahun 1999 jumlah penduduk kabupaten Ngawi sekitar 854.073 jiwa.
Sedangkan pada tahun 2003 mencapai 868.651 jiwa. Jumlah penduduk perempuan
lima tahun terakhir (periode 1999-2003) menunjukkan jumlah yang lebih besar
dari pada jumlah penduduk laki-laki. Pertumbuhan penduduk tahun (2003) 0,35
per tahun.
Luas 129.598 ha. Wilayah Ngawi terdiri sawah, hutan, dan tanaman perkebunan
Sumber: Laporan BPS dalam buku “Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2003”
Tabel 7 memperlihatkan bahwa sebagian besar areal pertaniaannya
mengalami penurunan. Pada tahun 2000 luas sawah mencapai 50.834 ha, pada
Sedangkan untuk lahan bukan sawah mengalami peningkatan sebesar 195 ha.
Lahan sawah beralih fungsi menjadi lahan bukan sawah akibat dari alih fungsi
lahan sawah.
Sumber : Laporan BPS dalam buku “Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2003”
tahun 2000 luas mencapai 4.608,65 ha pada tahun 2003 hanya sebesar 3.211,8 ha.
Perkebunan kelapa mengalami peningkatan luas areal perkebunannya.
perubahan luas.
Petani tebu di kabupaten Ngawi yang menjadi binaan pabrik gula (PG)
petani dan kepentingan PG. Petani menjadikan APTR sebagai tempat berkumpul
perkebunan tebu.
pemeliharaan dan cara mengatasi kendala dalam budidaya tebu. Biasanya petani
akan mengikuti langkah-langkah petani lain yang berhasil memperoleh hasil tabu
yang baik. Mereka juga mendiskusikan penyakit atau hambatan lain dalam
bantuan baik dari bank maupun dari instansi pemerintah. Pengurus APTR juga
pada umumnya awam tentang penghitungan analisa kelayakan usaha) guna untuk
tani tebu. Pembuatan guludan yaitu hamparan tanah tanah dibuat gundukan tanah
gambar). Jarak antar gundukan digunakan untuk tempat menanam bibit tebu.
Sementara bagian tengah serta pinggir yang mengelilingi gundukan dalam petakan
digunakan untuk saluran air. Fungsi gundukan tanah sendiri adalah untuk
Fungsi pembuatan gundukan yang utama adalah agar tebu apabila sudah
dewasa tidak gampang roboh. Selain untuk menimbun bagian bawah tebu fungsi
lain yang tidak kalah penting dari pembuatan guludan adalah bias mengurangi
pertumbuhan rumput.
laki-laki dewasa. Lama pembuatan tergantung dari jenis tanahnya serta air,
apabila tanah lempung dan airnya mudah akan semakin cepat pengerjaannya.
Biasanya untuk tanah satu hektar biasa dikerjakan dalam waktu 10-14 hari. Akan
tetapi ada pula yang pengerjaannya menggunakan sistem borongan. Biaya dalam
pengerjaan ini berkisar antara 200 ribu sampai 250 ribu tergantung dari keadaan
tanah dan air. Pembuatan guludan hanya dilakukan pada tebu tris 1 selanjutnya
tebu jenis tris 2, tris 3 dan selanjutnya tidak membuat guludan lagi.
Bibit tebu biasanya diperoleh dari pabrik atau dari petani lain yang khusus
menanam tebu untuk bibit karena semua petani menggunakan lahan sawah maka
petani mengguanakan bibit tebu untuk lahan sawah. Bibit tebu yang dipakai
Tebu bibit daunnya masih banyak yang menempel, maka harus dilakukan
setiap potongan harus menyisakan bagian tunas minimal 2 tunas sebagai bakal
tebu. Memotong tebu untuk bibit kira-kira memakai 1,5 sampai 2 bagian geratan
tebu. Cara ini banyak dipakai petani karena selain lebih efisien serta tebu yang
menerimanya sudah di lahan yang akan di tanami tebu. Biaya pengadaan bibit per
dilakukan oleh pekerja perempuan. Untuk bibit seluas satu hektar biasanya
dikerjakan 4 sampai 6 orang. Pengerjaan ini bisa memerlukan waktu 4-6 hari atau
4.4.3. Penanaman
arena bibit tebu yang sudah dipotong-potong kalau tidak segera ditanam akan
mudah kering. Sehingga tidak bisa digunakan menjadi bibit yang baik.
laki membawakan bibit ke gundukan (lahan yang akan ditanami). Pekerjaan ini
hektar.
Bibit ditanam secara miring hambir di ratakan dengan tanah tidak dilakukan
secara tegak karena tunas yang akan tumbuh pasti akan tegak dan apabila sudah
besar maka akarnyan akan semakin kuat menunjang berat pohon tebu di atasnya.
diperhatikan setiap petani tebu supaya mendapatkan hasil yang optimal. Langkah
cadongan (buku pedoman) budidaya tebu. Petani tebu rakyat di Ngawi juga
1. Penanaman. Bila bibit tebu sudah siap untuk ditanam (sudah dipotong-
2. Sulam. Bila dalam waktu satu bulan bibit yang tidak tumbuk maka harus
umur tebu sampai dua bulan, ini untuk menghindari pertumbuhan yang
tidak merata.
3. Obor Patri atau pengairan. Proses ini adalah mengairi tebu yang sudah
tumbuh umur dua bulan. Pengairan ini bersifat spesifik karena air untuk
mengairi harus mencapai batas bibit yang ditanam. Obor patri biasanya
dilakukan sebanyak minimal dua kali yaitu umur 3 bulan dan 6 bulan.
6. Beset atau pengelentekan daun tebu. Proses ini dilakukan dua kali pada
saat tebu umur antara enam sampai sepuluh bulan. Daun bagian bawah
bila tidak dibuang maka batang akan lembab sehingga akan mudah
penyakit muncul.
umur 2-3 bulan pada tahap pamupukan pertama dan pada umur 4-5 bulan
8. Tebang angkut. Bila tebu sudah mencapai 12-14 bulan maka tebu sudah
4.5. Pendapatan
Pendapatan petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat
bersama antara APTR dan pihak pabrik untuk tebu masa tanam tahun 2004-2005
mengenai bagi hasil. Pendapatan petani diperolah dari bagi hasil gula dan dari
bagi hasil tetes. Tebu yang diolah di pabrik gula mengasilkan gula (hablur), tetes,
blotong, dan ampas. Bagi hasil hanya meliputi bagi hasil gula (hablur) dan tetes.
Sedangkan untuk blotong dan ampas tidak termasuk dalam nilai bagi hasil.
Bagi hasil gula untuk petani tergatung dari besar rendemen tebu yang
dihasilkan. Tebu petani yang rendemennya < 6, maka nilai bagi hasil gula yang
diperoleh sebesar 66 persen untuk petani dan 34 persen untuk pabrik gula.
Sedangkan untuk tebu petani yang rendemennya > 6 maka nilai bagi hasil gula
yang diperoleh sebesar 66 persen untuk petani dan 34 persen untuk pabrik gula
kelebihan rendemen 6 persen 70 persen bagi petani dan 30 persen bagi pabrik.
Harga tebu yang disepakati untuk masa giling tahun 2005 harga dasar sebesar RP
4.000,00.
Jika rendemen < 6 = besar rendemen x 66 persen x tebu (Kw) x Harga gula
Jika rendemen > 6 = [besar rendemen x 66 persen + {kelebihan rendemen 6
Tetes adalah produk sampingan dari proses produksi tebu menjadi gula.
Tetes dalam industri dapat dimanfaatkan untuk bahan dasar penyedap rasa dan
spirtus. Bagi hasil yang disepakati untuk petani adalah sebesar 2,5 Kg tetes per
Kwintal tebu yang dihasilkan. Harga tetes yang disepakati adalah sebesar RP
400,00. Rumusan pendapatan dari bagi hasil tetes, pendapatan tetes = hasil tebu
tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Pabrik Gula (PG)
pendidikan, identifikasi asal kecamatan petani dan luas lahan garapan yang di
usahatani tebu adalah petani yang berumur antara 41 tahun sampai 50 tahun yaitu
sebesar 53,33 persen, sedangkan yang paling sedikit yaitu sekitar 3,33 persen
patani yang berumur antara 21 tahun sampai dengan 30 tahun dan yang berumur
antara 61 tahun sampai 70 tahun. Petani dengan umur 31 tahun sampai 49 tahun
jumlahnya juga banyak yaitu sekitar 23,33 persen dan untuk petani yang berumur
masih memiliki tenaga kuat yang masih mau berusahatani tebu. Petani yang
belum berpengalaman meskipun tenaganya kuat (umur antara 20-30 tahun) dan
petani yang berpengalaman tetapi tenaga badannya sudah lemah (umur antara 61
Sedangkan untuk petani yang berpendidikan sampai perguruan tinggi hanya 3,33
persen. Namun, petani yang berpendidikan SLTA lebih besar jumlahnya dari pada
yang berpendidikan SLTP, yaitu; 20 persen yang berpendidikan SLTA sedangkan
SLTP hanya 13,33 persen. Pendidikan lainnya selain SD, SLTP, SLTA, dan
dalam APTR PG Soedhono pada setiap kecamatan yang ada di kabupaten Ngawi.
paling banyak yaitu sebesar 23,33 persen, sedangkan kecamatan Geneng dimana
pabrik gula (PG) soedhono berada jumlah penani rakyatnya hanya 20 persen.
Geneng jumlah petani tebu rakyatnya mencapai 13,33 persen. Letak kecamatan
yang jauh dari lokasi pabrik seperti Sragen (masuk jawa tengah), Tempuran,
petani tebu rakyat yang masuk dalam binaan PG Soedhono sebesar 3,33 persen.
Magetan salah satu kecamatan yang masuk wilayah kabupaten Magetan petani
yang diuasahakan petani untuk usahatani tebu pada petani tebu yang tergabung
menggarap lahan < 5 Hektar mencapai jumlah 70 persen. Ini berarti mayoritas
petani tebu rakyat yang menggarap lahan 5 hektar atau yang lebih rendah
jumlahnya paling besar. Untuk petani yang menggarap lahan dengan luas antara
lebih dari 5 Hektar sampai 10 Hektar dan luas lahan lebih dari 10 Hektar sampai
15 Hektare jumlahnya sekitar 13,33 persen dan 10 persen. Sedangkan luas lahan
orang lain dihitung sama. Biaya sewa lahan dihitung dalam jangka waktu
satu tahun (masa produksi tebu). Lahan milik sendiri biaya sewanya juga
kecamatan tersebut.
bibit.
4. Biaya tanam; biaya yang dikeluarkan dalam proses menanam bibit tebu.
5. Biaya sulam; biaya yang dikeluarkan untuk menyulam bibit yang tidak
tumbuh.
6. Biaya tebang angkut; biaya yang dikeluarkan pada saat proses panen tebu.
Biaya ini meliputi biaya penebangan dan pengangkutan tebu dari lahan
Petani tebu rakyat yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat
Bagi hasil gula untuk petani tergatung dari besar rendemen tebu yang
dihasilkan. Tebu petani yang rendemennya < 6, maka nilai bagi hasil gula
yang diperoleh sebesar 66 persen untuk petani dan 34 persen untuk pabrik
gula. Sedangkan untuk tebu petani yang rendemennya > 6 maka nilai bagi
hasil gula yang diperoleh sebesar 66 persen untuk petani dan 34 persen
untuk pabrik gula kelebihan rendemen 6 persen 70 persen bagi petani dan
30 persen bagi pabrik. Harga tebu yang disepakati untuk masa giling tahun
Tetes adalah produk sampingan dari proses produksi tebu menjadi gula.
Tetes dalam industri dapat dimanfaatkan untuk bahan dasar penyedap rasa
dan spirtus. Bagi hasil yang disepakati untuk petani adalah sebesar 2,5 Kg
tetes per Kwintal tebu yang dihasilkan. Harga tetes yang disepakati adalah
Pendapatan dari bagi hasil gula dan bagi hasil tetes antara petani dan pabrik.
yang ada (lampiran 1), bahwa kentungan tertinggi yaitu pada Bapak Edi Sukamto
5.4. Hasil Penghitungan Harga Pokok Produksi Tebu dan Gula Tebu Rakyat
lahan sawah, pada lahan tegalan), penghitungan harga pokok pada tanaman Plant
Cane, dan Keprasan, sedangkan penelitian ini menghitung harga pokok produksi
gula berdasarkan pada hasil pengisian petani pada kuesioner yaitu pada tebu lahan
Hasil penghitungan harga pokok produksi gula oleh pihak Pabrik Gula (PG)
19.378.000,00 lebih besar dari total biaya untuk tebu keprasan sebesar Rp
14.773.000,00. Begitu pula harga pokok produksi gula pada petani tebu untuk
lahan dengan tanam pertama lebih tinggi yaitu sebesar Rp 5.163,00 per kilogram.
Dengan masing-masing rendemen untuk tanam pertama Plant Cane 6,3 persen
besar dibandingkan tebu keprasan karena pada tebu tanam pertama membutuhkan
waktu tanam yang lebih lama. Tebu keprasan tidak memerlukan bibit yang besar
hanya membutuhkan bibit untuk penyulaman saja, sedangkan pada tanaman tebu
tebu. Beberapa hal tersubut yang membuat tebu tanam pertama membutuhkan
biaya yang lebih besar. Sehingga total biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar
Tabel 13. Harga Pokok Produksi Gula Tebu Rakyat PG Soedhono (pada
lahan sawah) per ha
NO Uraian 2004-2005 2004-2005
Tanam Keprasan
Pertama
1 Sewa lahan 5,000,000 4,500,000
2 Pembukaan Lahan 1,400,000 -
3 Saprodi
- Bibit 1,800,000 -
-Pupuk 150,000 150,000
- Za 760,000 760,000
- SP 36 340,000 340,000
- KCL 350,000 350,000
-Herbisida
-Ametrine - -
-24 D Amine 46,000 46,000
4 Biaya Garap
-Tanam 750,000 -
-Memupuk 390,000 390,000
-Pengendalian Gulma 494,000 494,000
-Pengairan 400,000 400,000
-Bumbun 1,080,000 1,080,000
-Gulud 360,000 360,000
-Klentek 840,000 840,000
-Pembuatan dan Pemeliahaan 760,000 760,000
got
5 Tebang angkut 3,600,000 2,800,000
-Tebang
-Angkut
6 Pajak Bumi dan Bangunan 160,000 160,000
7 Total Biaya 18,680,000 13,430,000
8 Bunga Bank (12%) 1,868,000 1,343,000
9 Total 20,548,000 14,773,000
7 Rencana SHU
8 Asumsi
-Tetes 1,170,000 910,000
-Total Biaya – Tetes 19,378,000 14,773,000
9 Produksi Tebu (kg) 90,000 70,000
10 Rendemen (%) 6.3 6.1
11 Produksi Gula (kg) 5,670 4,235
12 Produksi gula bag. Petani (66%) 3,753 2,797
13 Biaya Produksi per Kg 5,163 4,957
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006
Tabel 14. Harga Pokok Produksi Gula Tebu Pabrik PG Soedhono (pada
lahan sawah) Per ha
NO Uraian 2004-2005 2004-2005
Sawah Tegalan
Tanam Tanam Pertama
Pertama
1 Sewa lahan 7,592,339 4,500,000
2 Pembukaan Lahan - -
3 Saprodi
- Bibit 2,219,754 2,219,754
-Pupuk 1,891,935 1,891,935
- Za - -
- SP 36 - -
- KCL - -
-Herbisida - -
-Ametrine - -
-24 D Amine - -
4 Biaya Garap 5,622,935 3,682,854
-Tanam - -
-Memupuk - -
-Pengendalian Gulma - -
-Pengairan - -
-Bumbun - -
-Gulud - -
-Klentek - -
-Pembuatan dan Pemeliahaan - -
got
5 Tebang angkut 3,779,819 3,749,795
-Tebang - -
-Angkut - -
6 Biaya Prosesing 6,710,870 4,241,928
Biaya Lain-lain - -
Pajak Bumi dan Bangunan - -
7 Total Biaya 27,817,652 18,141,266
8 Bunga Bank (12%) - -
9 Total 27,817,652 18,141,266
10 Asumsi
-Tetes 3,434,982 2,171,245
-Total Biaya – Tetes 24,382,670 15,970,021
11 Produksi Tebu (kg) 103,300 65,300
10 Rendemen (%) 6.3 6.72
11 Produksi Gula (kg) 6,529 4,388
12 Produksi gula bag. Petani (66%) 4,309 2,896
13 Biaya Produksi per Kg 5,658 5,514
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Indonesia 2006
Berdasarkan Tabel 14 bahwa harga pokok produksi gula pada petani tebu
untuk tanam pertama Plant Cane 6,3 persen sedangkan untuk lahan tegalan pada
yang menjadi komponen harga pokok produksi gula petani tebu rakyat.
pokok gula per kilogram gula pada petani tebu di Kabupaten Ngawi adalah
sebesar Rp 4.500,00 untuk petani tanpa kredit, sedangkan petani penerima kredit
harga pokoknya sebesar Rp 4,172.3 per Kg gula. Produksi gula per hektar rata-rata
mencapai 6,05 persen dan tebu bagian petani dari proses bagi hasil rata-rata
Harga pokok produksi gula per kilogram Rp 4.500,00 per Kg atau Rp 4,172.3
per Kg gula harga ini lebih tinggi dari ketetapan pemerintah tentang harga minimal
gula petani yang hanya Rp 3.800,00 (pada musywarah PG Soedhono dan APTR
5.4.3. Analisa Harga Pokok Produksi Gula antara Penghitungan Peneliti dan
Pabrik
Tabel 16. Perbandingan Penghitungan Harga Pokok Produksi pada Lahan Sawah
dalam 1 Ha Masa Tanam Tahun 2004-2005
No Uraian Peneliti Pabrik
Tanam Pertama (Rp) Tanam Pertama
(Rp)
1 Sewa Lahan 4, 290, 345 4,290,345 5,000,000
2 Biaya garab 3,343,348 3,343,348 6,474,000
- Pembabadan
- Pengolahan Lahan s/d Siap
Tanam
- Penanaman
- Pemupukan
- Pemeliharaan (Drainase,
Penyiangan, Bumbun, Klenteg
- Pemberantasan Hama
- Penyulaman
3 Bibit 1,356,897 1,356,897 1,800,000
4 Pupuk 1, 401, 069 1,401,069 1,600,000
- ZA - -
- TSP - -
- KCL/ZK - -
5 Pemberantasan Hama - - 46,000
- Biaya pestisida - -
- Azodrin - -
- Guzadrin - -
6 Tebang Angkut 3, 946, 552 3,946,552 3,600,000
- Biaya tebang - -
- Biaya angkut - -
7 Jumlah - -
Pajak lahan 160,000 160,000 160,000
Total biaya 14,338,406 14,338,406 18,680,000
Bunga Bank - 141,008 1,868,000
Jumlah Biaya Produksi 14,338,406 14,479,414 20,548,000
Penjualan Tetes 1,084,507 1,084,507 1,170,000
Total Biaya 13,088,382 13,394,907 19,378,000
Produksi Tebu (Kg) 80,400 80,400 90,000
Rendemen (%) 6.05 6.05 6.3
Produksi Gula Petani (Kg) 4,864.2 4.864.2 5,670
Bagian Produksi Gula Petani (Kg) 3,210.37 3.210,37 3,753
Biaya Produksi Gula per Kg (Rp) 4,076.9 4,172.3 5,163
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Indonesia dan Data Primer Diolah
pabrik lebih besar jika dibandingkan penghitungan yang didapat dilapangan. Total
biaya dari pihak pabrik mencapai Rp 19.378.000,00 sedangkan total biaya yang
kredit, sedangkan bagi petani yang mendapatkan kredit total biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp 13.394.907,00 per ha lahan. Begitu pula dengan harga pokok
kredit harga produksi gulanya sebesar Rp 4,172.3 per Kilogram gula. Hal ini
memberikan gambaran bahwa harga pokok yang dihitung peneliti lebih efisien
Kendala yang utama dihadapi oleh petani tebu yang tergabung dalam APTR
1. Masa Panen yang lama seperti diketahuhi masa panen tebu membutuhkan
waktu 16 bulan (tebu tanam pertama) dan 12 bulan untuk tebu keprasan.
Petani kurang berminat usahatani tebu dan memilih usahatani lain yang lebih
cepat menghasilkan.
2. Kredit yang tersedia tidak mencukupi dan pencairannya terkadang tidak tepat
waktu.
3. Sarana irigasi kurang memadai sehingga menambah beban biaya yang harus
dikeluarkan petani.
4. Subsidi pemerintah kurang mengena terutama pada pupuk. Bila pupuk sedang
naik.
mudah bagi petani untuk usahatani tebu. Jumlah kredit yang banyak diterima
karena bila tanaman kekurangan air maka rendemen akan kecil. Saluran
irigasi yang ada sudah banyak yang rusak. Petani pada umumnya
3. Subsidi pupuk harus diawasi dalam penjualan dan distribusinya sehingga saat
petani membutuhkan dapat tersedia dengan mudah dan harga relatif murah.
Masalah ini hampir setiap tahun terulang, pupuk yang bersubsidi menjadi
langka saat musim tanam dan kalaupun ada maka pupuk tersebut harganya
6.1. Kesimpulan
penghitungan harga pokok produksi gula pada petani tebu yang tergabung pada
sebagai berikut;
1. Bahwa Biaya dalam usahatani tebu terdiri dari 8 komponen yaitu; biaya
sewa lahan, biaya mengolah lahan, biaya tanam, biaya bibit, biaya
serta ditambah biaya pajak. Biaya untuk usahatani tebu pada lahan satu
Rp 3.800,00, dan
murah.
6.2. Saran
dan analisa harga pokok produksi gula di atas maka saya merekomendasikan saran
sebagai berikut:
masing.
optimal.
usahatani tebu yang dijalankan secara cermat dan jujur supaya bisa
5. Subsidi pupuk harus terus diawasi dan pemerintah harus lebih peduli
menjadi naik.
DAFTAR PUSTAKA
Echols. M. John dan Shadily Hassan, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta : PT.
Gramedia, 2000)
Umar. Husein, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2003)
Lampiran 1
Tabel 17. Komponen Komponen dalam Usahatani Tebu Rakyat PG Soedhono Tahun 2005
ket:
A= Qomari K = Widodo U = Slamet
B = Prayogo L = Suwito V = Indarsono
C = Zainal Arifin M = Sulastri W = Djoko P
D = H. Slamet N = Winarto X = Mutosan
E = Saridjo O = Hj. Jalil Y = Suwandi
F = Gunawan P = Prapto Z = Tapsilo
G = Hadi Sutrisno Q = Ontiyono AA = Agus BR
H = Eko Budi P R = Sukadi S AB = Pardi
I = Murbasar S = Maryono AC = Joko P
AD = S Edi
J = Didik T = Radi Sukamto
E = Saridjo F = Gunawan G = Hadi Sutrisno H = Eko Budi P I = Murbasar
62 &
Geneng 38 & Pitu 47 & Pitu 46 & Geneng 45 & Ngawi
Sendiri sendiri sewa sendiri dan sewa sendiri
5 Ha 4 Ha 5 Ha 4 Ha 2 Ha
25,000,000 16,000,000 12,330,000 15,000,000 8,000,000
8,000,000 4,000,000 1,950,000 4,000,000 2,000,000
KKP KKP KKP KKP KKP
32,500,000 18,000,000 20,000,000 20,000,000 9,000,000
3,000,000 3,200,000 5,000,000 3,600,000 1,800,000
Keprasan 2,600,000 7,500,000 3,600,000 1,400,000
1,500,000 1,000,000 1,500,000 600,000
Tidak 5,200,000 11,250,000 5,600,000 3,000,000
2,900,000 6,600,000 6,150,000 6,400,000 2,500,000
6,500,000 4,800,000 4,800,000 1,450,000
15,000,000 16,000,000 20,000,000 12,000,000 8,000,000
3,500 3,200 4,500 3,000 1,200
6 6,6 6 6 6
1,680 13,936 17,820 11,880 4,752
8,750 8,000 11,250 7,500 3,000
61,400,000 57,400,000 71,400,000 56,000,000 27,750,000
57,740,000 62,336,000 75,780,000 50,520,000 20,208,000
-3,660,000 4,936,000 4,380,000 -5,480,000 -7,542,000
Keterangan:
Biaya Total = penjumlahan seluruh komponen biaya
Pendapatan = (Hablur x 4000) + (tetes x 400)
Laba rugi = pendapatan - biaya total
Hablur jika rendemen < 6 = rendemen x 66 persen x hasil tebu (Kw)
Hablur jika rendemen > 6 = rendemen x 66 persen + hasil tebu (Kw) + { 70
persen x sisa rendemen 6 persen x hasil tebu}
Tetes = 2,5 x hasil tebu (Kw)
4000 = Harga pokok gula yang disepakati per kilogram
400 = Harga tetes tebu yang disepakati per
kilogram
66% dan 70 % = gula milik petani yang merupakan hasil dari bagi hasil dari tebu
yang dihasilkan
J = Didik K = Widodo L = Suwito M = Sulastri N = Winarto
50 & Redjo 26 &
Mulyo Mantingan 45 & Paron 35 & Geneng 40 & Ngawi
sendiri Sewa sewa sendiri sendiri
2 Ha 1 Ha 1 Ha 2 Ha 3 Ha
9,000,000 6,500,000 8,000,000
tidak Tidak tidak 1,950,000
tidak Tidak tidak tidak KKP
7,000,000 5,000,000 4,500,000 10,000,000 12,000,000
1,600,000 1,000,000 625,000 1,800,000 2,700,000
15,000,000 600,000 1,000,000 1,400,000 2,400,000
500,000 1,000,000 600,000 900,000
2,000,000 3,600,000 500,000 4,000,000 4,500,000
3,200,000 1,300,000 1,536,000 2,600,000 3,960,000
2,800,000 300,000 2,240,000 400,000 3,000,000
8,000,000 4,250,000 6,000,000 7,600,000 10,500,000
1,600 850 1300 1,500 2,250
6,5 6,2 6 6,4 6
6,864 3,478 5,148 6,336 8,910
4,000 2,000 3,250 3,750 5,625
40,100,000 16,050,000 17,401,000 28,400,000 39,960,000
30,720,000 15,556,000 21,892,000 28,380,000 37,890,000
-9,380,000 -494,000 4,491,000 -20,000 -2,070,000
O = Hj. Jalil P = Prapto Q = Ontiyono R = Sukadi S S = Maryono
54 & Pitu 49 & Geneng 48 & Tempuran 47 & Temboro 45 & Paron
sendiri Sendiri sendiri sendiri sendiri
1,5 Ha 3,250 Ha 2 Ha 2 Ha 3 Ha
7,000,000 7,200,000 8,000,000 10,000,000 12,500,000
tidak Tidak 2,000,000 tidak 4,000,000
tidak Tidak KKP tidak KKP
6,000,000 16250000 7,000,000 7,000,000 13,500,000
1,500,000 2,925,000 1,500,000 1,800,000 3,200,000
1,200,000 2,275,000 1,100,000 1,600,000 2,700,000
600,000 975,000 400,000 600,000 900,000
2,250,000 975,000 3,400,000 2,600,000 3,600,000
2,715,000 4,062,500 1,050,000 2,700,000 4,200,000
1,650,000 4,550,000 2,700,000 2,200,000 3,300,000
6,750,000 11,375,000 7,600,000 8,000,000 10,500,000
1,425 3,087 1,400 1300 2,250
6,8 6,4 6 6 6,2
6,394 13,041 5,440 5,148 9,207
3,562 7,718 3,500 3,250 5,625
22,665,000 43,387,500 24,750,000 26,500,000 41,900,000
28,556,800 55,251,200 23,576,000 21,892,000 41,310,000
5,891,800 11,863,700 -1,174,000 -4,608,000 -590,000
T = Radi U = Slamet V = Indarsono W = Djoko P
47 &
38 & Pitu 43 & Ngawi 40 & Ngawi Kedunggalar
Sendiri dan lahan sendiri dan lahan
sendiri sewa sewa Sewa
4 Ha 5 Ha 6 Ha 6 Ha
20,000,000 20,000,000 24,000,000 21,000,000
4,000,000 4,000,000 4,000,000 1950000
KKP KKP KKP KKP
14,000,000 25,000,000 30,000,000 21,000,000
4,000,000 5,000,000 5,400,000 6,000,000
3,200,000 4,500,000 5,400,000 4,200,000
1,200,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
5,200,000 7,500,000 9,000,000 6,000,000
6240000 6750000 9,090,000 5,940,000
5,600,000 4,000,000 7,200,000 1,800,000
14,000,000 17,500,000 21,000,000 21,600,000
2,600 3000 4,200 4,800
6 6 6 5,6
10296 11886 16,632 17736
6,500 7500 10,500 12000
53,440,000 71,750,000 88,590,000 68,040,000
43,784,000 50,520,000 70,728,000 75,744,000
-9,656,000 -21,230,000 -17,862,000 7,704,000
X = Mutosan Y = Suwandi Z = Tapsilo AA = Agus BR AB = Pardi
53 & Geneng 47 & Geneng 45 & Ngasinan 52 & Magetan 43 & Pitu
sendiri dan sendiri dan sendiri dan
Sewa sewa sewa sewa sendiri dan sewa
10 Ha 8 Ha 11,5 Ha 15 Ha 20 Ha
90,000,000 2,000,000 24,000,000 35,000,000 48,000,000
tidak 4,000,000 9,750,000 16,000,000 16,000,000
tidak KKP KKP KKP KKP
55,000,000 40,000,000 57,500,000 75,000,000 70,000,000
7,000,000 9,600,000 9,775,000 12,000,000 19,000,000
6,000,000 7,200,000 6,625,000 11,250,000 14,000,000
2,000,000 8,000,000 2,875,000 3,750,000 6,000,000
10,000,000 12,800,000 17,250,000 18,000,000 26,000,000
13,600,000 17,600,000 16,675,000 21,000,000 33,000,000
0 16,000,000 12,650,000 18,000,000 22,000,000
45,000,000 28,000,000 51,750,000 60,000,000 90,000,000
10,000 6,800 9,200 12,750 17,000
6,2 6,5 6,2 6,5 6,4
40920 29172 37,646 54,690 67,320
25,000 17000 23,000 31,875 42,500
138,600,000 139,200,000 175,100,000 219,000,000 280,000,000
183,600,000 130,560,000 168,912,000 244,802,000 321,640,000
45,000,000 -8,640,000 -6,188,000 25,802,000 41,640,000
AD = S Edi
AC = Joko P Sukamto
50 & Pitu 32 & Pitu
sendiri dan sewa sendiri dan sewa
15 Ha 45 Ha
35,000,000 175,000,000
16,000,000 130,000,000
KKP KKP
52,500,000 247,500,000
18,000,000 47,250,000
10,500,000 31,500,000
3,750,000 11,250,000
12,000,000 101,250,000
22,950,000 69,075,000
29,400,000 70,650,000
52,500,000 157,500,000
13,500 45,000
7 7.2
62,370 226800
33,750 112500
201,600,000 735,975,000
278,100,000 907,200,000
76,500,000 171,225,000
Lampiran. 2
Tabel 18. Biaya Rata-Rata Per Satu Hektar Usahatani Tebu Pada Masa Tanam
2004/2005
Biaya - biaya produksi qomari Prayogo Zainal A H. Slamet
luas lahan 0,25 5 2 2
biaya sewa lahan 1920000 3500000 3500000
biaya bajak 1000000 1000000 1100000
biaya tanam 550000 800000 800000
biaya sulam 250000 250000 300000
biaya bibit 1300000 1300000 750000
biaya pupuk 1450000 1490000 1450000
biaya pemeliharaan 1500000 1100000 950000
biaya tebang angkut 5000000 4500000 4000000
total biaya produksi per 12970000 13940000 12550000
ha
hasil tebu per ha (Kw) 600 650 875
biaya produksi tebu/Kw 21,617 21446.15385 14342.85714
JAWA
1999 209,709.8 12,791,139 61.0 6.65 851,007.6 4.06 57.2
2000 209,056.2 14,583,135 69.8 6.48 945,644.0 4.52 55.9
2001 211.000,4 15,456,113 73.3 6.18 655,690,5 4.53 55.4
2002 226,402.9 16,715,498 73.8 6.54 1,093,030.5 4.83 62.3
2003 208,566.1 14,788,442 70.9 6.93 1,024,760.6 4.91 62.8
2004 212,660.4 16,78,51 79.8 7.10 1,206,173.4 5.67 58.8
239,310.4 20,434,296 85.4 6.79 1,387,049.1 5.80 61.8
2005
LUAR JAWA
1999 131,0790. 8,610,695 65.7 7.40 637,591.2 4.56 42.8
3
2000 131,60104 9,448,220 71.8 7.89 745,023.2 5.66 44.1
.0
2001 133,440.6 9,730,141 72.9 7.91 769,776.9 5.77 44.6
9
2002 124,320.0 8,817,933 70.9 7.51 662,403.2 5.33 37.7
69
2003 127,158.5 7,842,667 61.7 7.74 607,158.3 4.77 37.2
2004 132,133.0 9,764,429 73.9 8.66 845,470.4 6.40 41.2
2005 142,737.5 10,704,329 75.0 7.99 855,747.6 6.00 38.2
Indonesia
1999 340,800.1 21,401,834 62.8 6.96 1,488,598.8 4.37 100.0
2000 340,660.2 24,031,355 70.5 7.04 1,690,667.2 4.96 100.0
2001 344,441.3 25,186,254 73.1 6.85 1,725,467.4 5.01 100.0
2002 350,722.9 25,533,431 72.8 6.88 1,755,433.7 5.01 100.0
2003 335,724.6 22,631,109 67.4 7.21 1,631,918.9 4.86 100.0
2004 344,793.4 26,743,179 77.6 7.67 2,051,643.8 5.95 100.0
2005 382,047.9 31,138,625 81.5 7.20 2,242,796.7 5.87 100.0
1
Data ini guna melengkapi skripsi tentang “ Analisis Harga Pokok Produksi Gula Tebu Rakyat
Yang
Tegabung dalam APTR PG Soedhono Kabupaten Ngawi” Data ini Tidak untuk dipublikasikan.
Lampiran. 8
Kuesioner 2
ANALISA HARGA POKOK PRODUKSI GULA TEBU RAKYAT
Peneliti : Nasrodin Hasan3
Identitas responden;
1. Nama :
2. Kelamin :
3. Umur :
4. Pendidikan (mohon dilingkari jawabannya) :
a. SD (Sekolah Dasar)
b. SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama)
c. SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas)
d. Perguruan tinggi
e. Lainnya……..
Pertanyaan Pokok;
5. Status kepemilikan lahan (mohon dilingkari jawaban saudara)?
a. Milik Sendiri b. Lahan Sewa
6. Luas Lahan Yang digarap: ….. Ha
7. Berapa modal yang digunakan untuk usahatani tebu;
a. Modal sendiri : Rp……
b. Kredit : Rp……
8. Jika modal Anda dari bantuan kredi, kredit apakah yang saudara terima;
a. Kredit Ketahanan Pangan (KKP)
b. Pembiayaan syariah
c. sumber pembiayaan lainnya
9. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk (lahan satu hektar)?;
a. Sewa lahan : Rp….
b. Biaya mengolah lahan : Rp….
c. Biaya tanam : Rp…
2
Semua data kuesioner dan hasil penelitian Skripsi ini tidak untuk dipublikasikan dan hanya untuk
kepentingan studi.
3
Mahasiswa tingkat akhir jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah.
d. Biaya sulam : Rp…
e. Biaya bibit (wineh) tebu : Rp….
f.. Biaya Pupuk (rabuk) : Rp….
1. Pupuk jenis…… Harga Rp…..
2. Pupuk jenis…… Harga Rp…..
3. Pupuk jenis…… Harga Rp…..
4. lainnya……… Harga Rp…..
g. Berapa biaya pemeliharaan?;
1. Biaya pengairan : Rp….
2. Biaya membersihakn daun/klentek (beset tebu) : Rp….
3. Biya pemupukan : Rp….
4. Biaya pembubunan : Rp….
5. Lainnya : Rp…. (jika
ada)
h. Berapa biaya tenaga kerja?;
1. Tenaga kerja perhari : Rp….
2. Tenaga kerja wanita : Rp….
i. Biaya tebang angkut : Rp….
10. Berapa tebu yang saudara hasilkan per ha….. kw intal
11. Dari jumlah tebu yang saudara hasilkan tersebut berapa, rendemen, hablur,
dan
Tetes yang menjadi hak saudara?;
a. Rendemen : ……….%
b. Hablur/gula : ………. Kg
c. Tetes : ………. Kg
13. Berapa pendapatan yang soudara terima Rp………
Pertanyaan Tambahan
14. Kendala apa yang saudara hadapi dalam melakukan usahatani tebu,
sebutkan;
a. …………
c. …………
c. …………
(jika kendala masih ada silahkan lanjutlan)
Lampiran 9. Gambaran Keadaan Usahatani Tebu Di Kabupaten Ngawi
Gambar 8
Guludan Untuk Menanam Tebu
Gambar 9
Bibit Tebu
Gambar 10
Tebu yang baru ditanam
Gambar 11
Tebu Yang Perawatannya Kurang Hanya Dilakukan Beset Satu Kali
Gambar 12. Tebu Yang Siap Untuk Di Panen
Lampiran. 10
Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 11.
Peta Batas Wilayah Kabupaten Ngawi
Sumber: BPS Ngawi, Kabupaten Ngawi dalam Angka (Ngawi Regency In Figure)
2003
Tabel …. Nomor induk TRM masa tanam 2004/2005
SKW NO INDUK NAMA ALAMAT KEBUN HA TAKSASI JUMLAH
03 1 1025 Suwandi Geneng Pitu
2 1028 Gunawan Jongke Jongke
3 1005 Pardi BR Gulun Gulun
4 1006 Maryono Sambiram Sambira
be mbe
5 1007 Eko Budi Geneng
P
6 1008 Sarijo Keras
7 1009 Ontiyono Tempuran
8 1010 Mustofa Temboro
9 1011 H.Tohir Temboro
10 1012 Didik. S Rejomuly
o
11 1029 H. Slamet Temboro
12 1030 Sumiran Ngrombo
13 1031 Mulyadi Purwosari
14 1032 Sulastri Tirak
15 1033 Agus BR Takeran
16 1034 H.Mukmi Temboro
n
17 1035 H. Jalil Kwadunga
n
18 1036 Supalal Kajang
19 1037 Sunarno Kwadunga
n
20 1038 Jamal Rejomuly
o
21 1039 Mutasan Kaniten
22 1040 Winarto Beran
23 1041 Surat Rejomuly
o
24 1044 Rukayah Temboro
25 1047 Bambang Maospati
T
26 1050 Murbasar Klitik
27 1053 Zainal A Tanjung
sari
28 1054 Joko T Keniten
29 1055 Radi Belotan
30 1056 Agus BR Melikan
31 1057 Prayogo Kauman
32 1060 Bambang Mantren
T
33 1061 Sukadi S Temboro
34 1065 Usmania Temboro
nto
35 1066 Agus Patihan