Anda di halaman 1dari 31

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NON

PERFOMING FINANCING PADA BANK UMUM SYARIAH DI


INDONESIA
TAHUN 2017-2022
(studi kasus koperasi syariah di Indonesia)

Disusun oleh :
Windy Sukmi Rakhmatian
NIM : 20110020

PRODI AKUTANSI UNIVERSITAS GAJAYANA


MALANG
2022
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………………………………………………...
………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………..……………….ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………3
1.2 rumusan Masalah……………………………………………8
1.3 Ruang Lingkup Penelitian…………………………………..8
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………8
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………..9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu………………………………………..10
2.2 Tinjauan Teori…..………………………………………….16
2.3 Kerangka Konseptual………..……………………………..21
2.4 Hipotesis………..…………………………………………..21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………23
3.2 Jenis Penelitian……………………………...……….…….23
3.3 Populasi dan Sampel………..…………………….….……23
3.4 Teknik Analisa Data………………….……….….….……24
DAFTAR PUSTAKA…………… ………………………….…….……27
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pasca pendemi Covid-19 perekonomian Indonesia kini sudah mulai pulih.
Sejumlah lembagapun kini memproyeksikan perekonomian Indonesia ditahun
2022. Dengan meningkatnya mobilitas masyarakat yang merupakan kebijakan
pemerintah dalam melakukan pelonggaran pembatasan sosial. Pemerintah
memiliki target bahwa perekonomian Indonesia akan lebih baik dari tahun
sebelumnya. Menteri keuangan memprediksi perekonomian Indonesia akan
tumbuh pada kisaran 5,0% - 5,5% di tahun 2022. Sementara Bank Indonesia juga
mempediksi bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh pada 4,7% - 5,5 %
pada tahun yang sama.
Tidak hanya lembaga dalam negeri bahkan lembaga internasional pun
seperti Bank Dunia (Word Bank), Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi
Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi, serta HSBC Global Reseach ikut
memprediksi bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh positif. Tidak hanya
itu, bahkan perekonomian Indonesia digadang gadang akan menjadi
perekonomian terbaik dibandingkan dengan Negara lain pada saat ini.
Sebelum pandemi menyerang dunia, Indonesia disebut menjadi kandidat
kuat dalam kelompok BRIC (Brazil,Rusia, Indonesia, China). Kelompok lain juga
demikian seperti CIVETS (Columbia, Indonesia, Vietnam, Mesir, Turki, dan
Afika Selatan) yang menjadi sorotan dikarenakan memiliki sistem keuangan yang
cukup bagus dan populasi yang tumbuh dengan cepat. Bahkan pada tahun 2020
Produk Domestik Bruto ( PDB) anggota CIVETS diperkirakan berkontibusi
sebesar setengah dari perekonomian global.
Capaian tersebut tidak lain merupakan hasil gabungan dari kinerja
masyarakat dan berbagai instansi, khususnya instansi dari lembaga keuangan. Hal
tersebut dikarenakan lembaga keuangan merupakan instansi yang menjadi
mediator antara pihak yang memiliki kelebihan modal dengan pihak yang
mengalami kukurangan modal. Sejalan dengan pendapat Kasmir (2016 : 3) yang
menyatakan Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke
masyarakat serta memberikan jasa Bank lainnya. Jika fungsi bank bekerja dengan
baik maka roda perekonomian juga akan berjalan dengan baik.
Di Indonesia sendiri lembaga keuangan dibagi menjadi dua yakni lembaga
keuangan konvesional dan lembaga keuangan syariah. Lembaga keuangan yang
berbasis syariah merupakan lembaga keuangan yang baru-baru ini sedang
mengalami peningkatan dalam hal trasaksis ataupun kajian lebih dalam lagi.
Lembaga keuangan ini berpegang teguh tehadap hukum islam utamanya alqur’an
dan al-hadits. Menurut Heri Sudarsono (2003:27) menyatakan bahwa: Bank
syariah secara umum adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalulintas pembayaran serta
peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
Sementara Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (1997) menyatakan bahwa :
Bank Islam adalah bank beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam,
yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah
Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Perkembangan lembaga keuangan syariah mengalami peningkatan yang
cukup signifikan. Dalam satu dekade ini, lembaga keuangan syariah telah menjadi
salah satu sektor dengan pertumbuhan paling cepat di industri keuangan dunia,
melampaui pasar keuangan konvensional. walaupun terdampak pandemi Covid-19
pada tahun 2020, Global Islamic Economic Report (2020) memproyeksikan
keuangan syariah akan pulih dan terus tumbuh. Sejalan dengan tren dunia
tersebut, lembaga keuangan syariah di Indonesia juga tumbuh sangat
menggembirakan di tengah pandemi.
Perkembangan lembaga keuangan syariah baru dikembangkan pada tahun
1999, perkembangan tersebut dawali oleh Bank Indonesia dengan membentuk tim
penyusunan PSAK Bank Syariah, yang ditungakan dalam keputusan Bank
Indonesia Nomor 1/16/KEP/DGB/1999, yang mencakup unsur-unsur komponen
Bank Indonesia, Departeman Keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dan
pihak perbank kan dalam hal ini diwakili oleh Bank Muamalat Indonesia.
Pembahasan draft PSAK di lakukan oleh Tim penyusun PSAK yang di bawah
tanggung jawab IAI dalam hal ini Dewan Standar Akuntansi Keuangan, tetapi jika
berhubungan dengan masalah syariah maka hal tersebut dikonsultasikan langsung
pada Dewan Nasional Syariah. Hal tersebut dikarenakan kedua lembaga memiliki
keahlian masing-masing, IAI memiliki keahlian terhadap pengakuan, pengukuran,
serta penyajian atau hal lain yang berkaitan dengan akuntansi, sedangkan Dewan
Syariah Nasional memiliki keahliah dibidang syariah.
Perkembangan akuntansi syariah di Indonesia dibagi menjadi tiga periode
yaitu sebelum tahun 2002, tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 dan tahun
setelah 2007 (Oyong Lisa : 2017). Di Indonesia untuk lembaga keuangan syariah
banyak didominasi oleh koperasi syariah yang jumlahnya mencapai ribuan
lembaga. Koperasi syariah dalam hal ini merupakan ujung tombak dalam
menggerakan perekonomian masyarakat, hal tersebut dikarenakan akses untuk
koperasi sangat mudah dijangkau oleh masyarakat kalangan bawah dibandingkan
dengan bank umum syariah.
Perbedaan mendasar antara lembaga keuangan syariah dengan lembaga
keuangan konvensional terletak pada sistem yang digunakan, lembaga keuangan
syariah tidak menggunakan sistem bunga dan hal tersebut terbukti pada saat
terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, lembaga keuangan syariah tidak
terpengaruh krisis dan terbukti betapa besar dampak negatif yang ditimbulkan
oleh sistem bunga bank konvensional sehingga merusak hampir seluruh sendi
kehidupan ekonomi dan sosial politik negara akibat penerapannya terhadap
inflasi, investasi, produksi, pengangguran, serta kemiskinan (Machmud dan
Rukmana, 2010:6).
Pertubuhan lembaga keuangan syariah yang bagus tentu tidak akan lepas
dari berbagai macam masalah. Menurut Siswanto (2009 kelemahan dan kelebihan
dari lembaga BMT dengan menggunakan teknik SWOT, Di antara kelemahan
LKS adalah terdiri dari a) faktor eksternal (tingkat kompetisi dengan pesaing,
koloborasi atau kerja sama dengan lembaga keuangan, kebijakan pemerintah serta
faktor eksternal yang lain seperti LSM). b). faktor internal (produk program
pembiayaan dan tabungan, kompetensi manajemen serta pengelolaan keuangan).
Faktor yang menjadi permasalah pada lembaga keuangan syariah salah
satunya adalah program pembiayaan yang Non Performing. Pembiayaan yang
Non Performing mengalami fluktuatif dari tahun ketahun. Hal tersebut dapat
dilihat dari laporan yang telah dikeluarkan oleh otoritas jasa keuangan (OJK)
dalam beberapa periode terakhir.
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
NPF (%) 2,2 2,6 4,33 4,34 4,15 3,87 2,85 3,11 3,08
Sumber ojk
Tingginya nilai NPF menunjukan indikator gagalnya lembaga
keuangan tersebut dalam mengelola dana yang disalurkan pada masyarakat
untuk usaha yang dapat mempengaruhi kinerja lembaga keuangan itu sendiri.
Dilihat dari banyaknya masalah yang bisa muncul apabila nilai rasio NPF
tinggi maka sangatlah penting bagi sebuah lembaga keuangan untuk memenuhi
rasio NPF sesuai dengan ketentuan dari regulator. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
selaku badan pemerintah yang memiliki tugas mengatur dan mengawasi jasa
keuangan akan memanggil setiap lembaga keuangan yang memiliki rasio NPF
yang tinggi. Sehingga dibutuhkan penelitian secara berkala guna untuk menekan
sekecil mungkin Non Performing Financing (NPF).
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya NPF pada
lembaga keuangan syariah diantaranya faktor intern, faktor intern debitur dan
faktor ekstern diluar lembaga keuangan ataupun debitur. Dari intern bank,
kelemahan pengelola pembiayaan di bank dan tekanan pihak ketiga, agresifitas
bank dalam menyalurkan pembiayaan, lemahnya sistem pengawasan, campur
tangan yang berlebihan dari para pemegang saham, jaminan yang tidak memadai
dan tidak mengcover pembiayaan (Sutojo, 2000), over dalam agunan, over atau
underfinancing, pembiayaan fiktif (Suhardjono, 2003), itikad kurang baik pemilik
bank, pengurus atau pegawai bank (Tangkilisan, 2003), bank tidak dapat
mengandalkan sarana-sarana contract enforcement yang disediakan oleh hukum
(Tangkilisan, 2003).
Penyaluran pembiayaan yang tinggi dan agresif yang tujuannya untuk
memanfaatkan dana pihak ketiga yang masuk juga dapat menyebabkan tingginya
nilai NPF. Hal tersebut terjadi dikarena lembaga keuangan tidak melihat latar
belakang nasabah yang mengajukan pinjaman. Menurut Zulkifli Rusby (2017:11)
Analisa pembiayaan hendaknya mengikuti tahapan tahapan sebagai berikut :
1. Data Pemohon / Nasabah
2. Tujuan Pembiayaan
3. Latar Belakang Nasabah
4. Analisa Keuangan Nasabah
5. Analisa Agunan
6. Analisa Resiko Pembiayaan
7. Kesimpulan dan Rekomendasi
Pembiayaan dengan kontrak Profil Loss Sharing (PLS) yang merupakan
ciri khas dari Perbankan Syariah ternyata tidak banyak diminati, disebabkan oleh
resiko yang mengikutinya. Resiko potensi terjadinya kredit macet pada perbankan
membuat stackholder sangat jarang menggunakan kontrak PLS.
Jika dilihat dari fungsi kegiatan utamanya, baik bank umum syariah
maupun bank konvensional adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman atau pembiayaan. Pemberian
kredit/pembiayaan dari bank umum syariah kepada masyarakat dapat diukur
dengan Financing to Deposit Ratio (FDR). Dalam perbankan syariah tidak
dikenal istilah kredit (loan) namun dikenal dengan istilah pembiayaan atau
financing.
Pada umumnya konsep yang sama ditunjukkan oleh bank syariah dalam
mengukur likuiditas yaitu dengan menggunakan Financing to Deposit Ratio
(FDR). Financing to Deposit Ratio (FDR) yaitu seberapa besar Dana Pihak Ketiga
(DPK) bank syariah yang disalurkan untuk pembiayaan. Menurut Kasmir (2010)
FDR adalah rasio untuk mengukur komposisi jumlah pembiayaan yang diberikan
dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan.
Semakin tingggi rasio FDR maka kemampuan bank tersebut semakin baik yang
mengandung pengertian bahwa bank dapat mengelola fungsi intermediasi secara
optimal.
Sebaliknya, jika semakin rendah rasio ini maka artinya bahwa bank tidak
dapat mengelola fungsi intermediasinya secara optimal. Akan tetapi, semakin
tinggi rasio ini juga menggambarkan bahwa likuiditas bank menurun karena dana
lebih banyak dialokasikan untuk pemberian kredit/pembiayaan. Sedangkan
semakin rendah rasio ini menunjukkan bahwa bank semakin likuid.
Namun, keadaan bank yang semakin likuid menunjukkan banyaknya dana
menganggur (idle fund) sehingga memperkecil kesempatan bank untuk
memperoleh penerimaan yang lebih besar karena fungsi intermediasi tidak
tercapai dengan baik. Oleh karena itu, bank harus bisa mengelola dana yang
dimiliki dengan mengoptimalkan penyaluran pembiayaan agar kondisi likuiditas
bank tetap terjaga. Oleh sebab itu, rasio FDR harus dijaga agar tidak terlalu tinggi
dan tidak terlalu rendah.
Modal merupakan faktor yang sangat penting dan mendasar bagi
perkembangan dan kemajuan suatu lembaga keuangan sekaligus berfungsi sebagai
membangun kepercayaan masyarakat. Selain itu modal juga harus bisa digunakan
untuk menjaga kemungkinan terjadinya risiko, terutama dana-dana pihak ketiga
atau masyarakat. Tingkat kecukupan modal bank dapat dinyatakan dengan rasio
kecukupan modal atau capital adequacy ratio ( CAR ). Tingkat kecukupan modal
tersebut dapat diukur dengan cara membandingkan dengan aktiva berisiko.
Komponen yang terdapat pada indikator ini terdiri dari rasio modal total terhadap
Dana / simpanan pihak ketiga.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah CAR dapat mempengaruhi NPF?
2. Apakah Pembiayaan dapat mempengaruhi NPF?
3. Apakah ROA dapat mempengaruhi NPF?
4. Apakah BOPO dapat mempengaruhi NPF?
5. Apakah CAR,ROA,Pembiayaan, dan BOPO secara simultan berpengaruh
terhadap NPF
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan bank
umum syariah yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017-2022.
Batasan variabel Pembiayaan yang digunakan dalam penelitian ini hanya
pembiayaan mudarabah.

TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui apakah CAR berpengaruh terhadap NPF.
2. Mengetahui apakah Pembiayaan berpengaruh terhadap NPF.
3. Mengetahui apakah ROA berpengaruh terhadap NPF.
4. Mengetahui apakah BOPO berpengaruh terhadap NPF.
5. Mengetahui apakah CAR,ROA,Pembiayaan, dan BOPO secara simultan
berpengaruh terhadap NPF.

MANFAAT PENELITIAN
1.Bagi pihak instansi
Hasil penelitian diharapkan memberikan sumbangan saran, pemikiran
serta informasi yang bermanfaat yang berkaitan Non Performing
Financing sehingga pihak koperasi syariah di Indonesia dapat menekan
sekecil mungkin nilai Non Performing Finacing (NPF)
2.Bagi pihak akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran serta
pengaplikasian ilmu pengetahuan, terutama yang berhubungan dengan
Non Performing Fiancing (NPF)
3 Bagi pihak lain
Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi tambahan
atau untuk pengembangan gagasan baru pada penelitian selanjutnya, serta
sebagai bahan pertimbangan perusahaan atau sebuah instansi saat
menghadapi permasalahan yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSATAKA

2.1. PENELITIAN TERDAHULU


Penulis Tahun Judul Variabel Hasil
Penelitian dan
Alat Analisa
Rindang Nuri 2019 Analisis Variabel: variabel total
Isnaini pengaruh faktor Total Aset, CAR, asset, CAR, dan
Nugrohowati, internal bank dan BOPO, ROA, BI ROA
Syafrildha eksternal rate, PDRB, berpengaruh
Bimo terhadap Non- Inflasi, Tingkat negatif terhadap
Performing Pengangguran, dan NPF. Sedangkan
Financing (NPF) NPF. BOPO
pada Bank berpengaruh
Perkreditan Alat analisa : potifi terhadap
Rakyat Syariah di ordinary least NPF.
Indonesia squared,

Haifa, 2015 Pengaruh Faktor Variabel : CAR dan FING,


Dedi Wibowo Internal Bank dan CAR, FDR, FING, tidak berpengaruh
Makro Ekonomi RF, Inflasi, Kurs terhadap NPF
Terhadap Non Rupiah, dan NPF Sementara FDR,
Performing Pembiayaan
Financing Alat Analisa : Murabahah,
Perbankan Error Correction Inflasi, dan Kurs
Syariah di Model (ECM), berpengaruh
Indonesia Ordinary Least terhadap NPF
Square (OLS
Kointegrasi),
Error Correction
Model (ECM)
Mia Maraya 2016 Analisis Variabel : BOPO, CAR,
Auliani, Pengaruh Faktor BOPO, CAR, FDR, SBIS,
Syaichu Internal dan FDR, SBIS, Inflasi dan Kurs
Faktor Eksternal Inflasi, Kurs, dan memiliki
Terhadap Tingkat NPF pengaruh
Pembiayaan terhadap Non
Bermasalah Pada Alat Analisa : Performing
Bank Umum Regresi Linier Financing (NPF)
Syariah di Berganda
Indonesia Periode
Tahun 2010-2014
Analisis Variabel : Variabel GDP,
Penyebab GDP, Inflasi, dan Variabel
Terjadinya Non SWBI. FDR, RR, FDR berpengaruh
Performing Total Aset, dan tidak signifikan
Financing Pada NPF positif terhadap
Bank Umum NPF, Variabel
Syariah di Alat Analisa : Inflasi, SWBI
Indonesia. Regresi Linear dan RR
Berganda berpengaruh
tidak signifikan
negatif terhadap
NPF, sedangkan
Variabel total
Aset berpengaruh
signifikan
Negatif terhadap
NPF
Daisy 2015 Pengaruh Variabel : Gross Domestic
Firmansari Variabel Makro GDP, Inflasi, FDR, Product dan
Ekonomi dan dan NPF. Inflasi secara
Variabel Spesifik parsial memiliki
Bank Terhadap Alat Analisa : pengaruh yang
Non Performing Regresi Linier signifikan.
Financing Pada Berganda namun, Financing
Bank Umum to Deposit Ratio
Syariah dan Unit memiliki
Usaha Syariah di pengaruh yang
Indonesia Periode tidak signifikan
2003-2014 ) terhadap Non
Performing
Financing.
Diah Ayu 2016 Pengaruh Variabel : Pembiayaan
Legowati Pembiayaan Pembiayaan Modal modal kerja,
Berdasarkan Kerja, Pembiayaan investasi dan
Jenis Penggunaan Ivestasi, konsumsi
Terhadap Non Pembiayaan berpengaruh
Performing Konsumtif, dan terhadap NPF.
Financing Pada NPF
Bank Umum Alat Analisa :
Syariah (BUS) Regresi Linier
dan Unit Usaha Berganda.
Syariah (UUS) di
Indonesia Periode
2009 – 2015
Jenal Effendi, 2017 Factors Variabel : Inflasi, CAR,
Usy Thiarany, Influencing Non- RR, ROA, Inflasi, Uuran Bank, RR,
Tita Performing CAR, Bank Size, dan ROA
Nursyamsiah Financing (NPF) GDP, BOPO, dan berpengaruh
at Sharia NPF. negatif signifikan
Banking terhadap NPF
Alat Analisa : GDP, BOPO, dan
- NOM
berpengaruh
positif signifikan
terhadap NPF
Ayu 2020 Factors Affecting Variabel : Inflasi, GDP, dan
Retnowati, Non-Performing NPF, Inflasi, GDP, FDR tidak
Prabowo Financing at BOPO, FDR, CAR berpengaruh
Yudo Jayanto Islamic dan NPF. signifikan
Commercial Alat Analisa : terhadap NPF
Banks in Analisis Statistik BOPO dan CAR
Indonesia Deskriptif berpengaruh
menggunakan positif terhadap
SmartPLS versi NPF
3.0.
Andiman, 2021 Analisis Variabel : Pembiayaan
Agus Pembiayaan Mudharabah
Widardjono Mudharabah Alat Analisa : Berpengaruh
Bank regresi data panel negatif terhadap
Pembiayaan NPF
Rakyat Syariah
Terhadap Non
Performing
Financing di
Indonesia Tahun
2015-2020
Mawaddah 2021 Pengaruh Variabel : Pembiayaan
Warahmah, Pembiayaan Pembaiayaan murabah
Akbar Azis, Murabahah Murabahah dan berpengaruh
Haerana, Terhadap Non NPF positif terhadap
Nurwahyuni Performing Alat Analisa : Non Performing
Syahrir Financing Pada analisis regresi Financing
PT. Bank sederhana
Brisyariah Tbk
Periode 2012 –
2019

Nurimansyah 2017 Analisis DPK, Variabel : DPK, ROA, dan


Setivia Bakti CAR, ROA, dan DPK, CAR, ROA, CAR berpengaruh
NPF Terhadap NPF, dan Positif terhadap
Pembiayaan Pada Pembiayaan Pembiayaan.
Perbankan Alat Analisa : NPF berpengaruh
Syariah Analisis Regresi negatif terhadap
Linier Berganda Pembiayaan
Erwin Putra 2019 Pengaruh Non Variabel : NPF, ROA, FDR
Yokoyama, Performing NPF, ROA, FDR, berpengaruh
Dewa Putra Financing (NPF), dan CAR terhadap CAR.
Khrisna Return on Asset
Mahardika. (ROA), dan Alat Analisa :
Financing Regresi Data Panel
Deposito Ratio
(FDR) Terhadap
Capital Adequacy
Ratio (CAR)
(Studi Kasus
pada bank Umum
Syariah di
Indonesia yang
terdaftar di
Otoritas Jasa
Keuangan pada
Periode 2013-
2017)
2.2. TINJAUAN TEORI
2.2.1. Teori Intermediasi Keuangan
Bank adalah suatu badan usaha yang fungsi utamanya sebagai perantara
keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang
berkelebihan dana (idle fund surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana
atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan. (Dendawijaya,
2001:17). Fungsi intermediasi bertujuan supaya perekonomian bisa berkembang,
dengan penyaluran dana sebagai upaya untuk menggerakan perekonomian yang
hasil akhirnya adalah untuk kesejahteraan.
Sebagai lembaga intermediasi keuangan, bank memiliki kegiatan
menghimpun dan menyalurkan dana. Hal tersebut mengharuskan bank untuk terus
meningkatkan pelayanannya supaya mendapat kepercayaan dari masyarakat
sehingga sumber dana dari masyarakat dapat ditarik dengan mudah. Risiko kredit
atau pembiayaan adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty
memenuhi kewajibannya (Arifin, 2009:61). Risiko kredit atau pembiayaan dapat
dilihat menggunakan non performing financing.
Banyak faktor yang mempengaruhi Non performing financing, baik itu
faktor internal ataupun faktor eksternal. Salah satu faktor terjadinya non
performing financing adalah terlalu tingginya pembiayaan yang disalurkan kepada
masyarakat tanpa melihat latar belakang serta dampaknya dikemudian hari.
Penyaluran pembiayaan yang tinggi bisa didorong oleh dana pihak ketiga yang
melimpah sehingga lembaga keuangan dituntun untuk lebih agresif menyalurkan
dana yang ada. Loan to Deposit Ratio (LDR) atau dalam istilah bank syariah yaitu
Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang
diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank (Dendawijaya, 2001:118).
Penyaluran pembiayaan yang tinggi seharusnya dibarengi dengan tingkat
ketelitian dan seleksi yang cukup ketat terhadap para calon nasabah. Menurut
Antonio (2001:179) penyebab utama timbulnya non performing financing adalah
terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena
terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas. relevan. Menurut
Zulkifli Rusby (2017:11) Analisa pembiayaan hendaknya mengikuti tahapan
tahapan sebagai berikut :
1. Data Pemohon / Nasabah
2. Tujuan Pembiayaan
3. Latar Belakang Nasabah
4. Analisa Keuangan Nasabah
5. Analisa Agunan
6. Analisa Resiko Pembiayaan
7. Kesimpulan dan Rekomendasi
Sementara CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah rasio kecukupan modal
yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh
bank. menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.
Menurut Darmawi (2011:91), salah satu komponen faktor permodalan adalah
kecukupan modal. Rasio untuk menguji kecukupan modal bank yaitu rasio CAR
(Capital Adequacy Ratio).
Lembaga keuangan yang memiliki rasio CAR yang bagus dapat menarik
para nasabah untuk menyimpan uangnya di lembaga keuangan tersebut, baik
dalam bentuk tabungan, deposito ataupun dalam bentuk lainnya. Menurut
Peraturan Bank Indonesia, CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah rasio yang
memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung
risiko (pembiayaan, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut
dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana dari sumber-sumber
diluar bank.
2.2.2. Current Adequacy Ratio (CAR)
CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah rasio kecukupan modal yang
berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank.
menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Menurut
Darmawi (2011:91), salah satu komponen faktor permodalan adalah kecukupan
modal. Rasio untuk menguji kecukupan modal bank yaitu rasio CAR (Capital
Adequacy Ratio).
CAR yang tinggi mengindikasikan besarnya modal yang dimiliki
perbankan syariah yang dapat digunakan untuk menanggung risiko kerugian
perbankan salah satunya risiko kredit dan untuk mengantisipasi terjadinya
kerugiankerugian yang tidak diinginkan dengan margin yang cukup sehingga
lembaga keuangan yang bersangkutan dapat terus beroperasi. Untuk dapat
memastikan bahwa bank dapat menyerap kerugian yang timbul, maka bank harus
menjamin bahwa kecukupan modal minimum atau rasio permodalan minimum
yang dimiliki oleh bank harus sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia, yaitu sebesar 8%.
Sementara menurut Kasmir (2016:46), CAR adalah perbandingan rasio
tersebut antara rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko dan
sesuai ketentuan pemerintah. Berdasarkan definisi menurut para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan
modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan risiko, seperti kredit yang diberikan kepada nasabah. Selain itu
CAR merupakan modal minimum yang cukup menjamin kepentingan pihak
ketiga. CAR merupakan rasio yang menghitung jumlah modal yang dimiliki oleh
bank terhadap Aktifa Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Taswan, (2010 : 166)

aset lancar
current aset ratio= x 100 %
hutang lancar
2.2.3. Pembiayaan
Pembiayaan merupakan pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak bank
kepada pihak lain atau nasabah untuk membantu kebutuhan nasabah dalam bentuk
konsumtif atau investasi melalui akad yang disepakati oleh pihak yang
bersangkutan. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan
untuk mendukung investasi yang telah direncanakan (Asfiyah, 2015).
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil
Menurut Kasmir (2008:96).
Selanjutnya yang di kemukakan oleh Antonio (2001:160) “Pembiayaan
yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak –
pihak yang merupakan defisit unit”. Sedangkan menurut Rivai dan Arifin (2010 :
681) pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah
pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncankan.
Terdapat tiga produk pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan
syariah jika dilihat dari prinsip atau akad yang dijalankan. Produk penyaluran
dana dibedakan dalam tiga kategori yang berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu
transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang (prinsip jual beli),
untuk mendapatkan jasa (prinsip sewa), dan untuk mendapatkan barang dan jasa
(prinsip bagi hasil), Oyong lisa (2017 : 12)
Sementara menurut Ridwan (2005:163) Pembiayaan sering digunakan
untuk menunjukkan aktivitas utama BMT karena berhubungan dengan rencana
memperoleh pendapatan. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 yang dimaksud
pembiayaan adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan jumlah bunga, imbalan atau
pembagian hasil”.
Menurut Andrianto dan Anang Firmansyah (2019:182) Kegiatan pembiaya
merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dan
untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berupakan defisit unit, yang
menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi dalam :
 Memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis untuk memenuhi
kebutuhan.
 Produksi dalam arti luas, yaitu untuk meningkatkan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
2.2.4. Financing to Deposito Ratio (FDR)
Menurut Nasution (2003), manajemen kredit bank syariah akan
mempengaruhi likuiditas bank itu sendiri dan akhirnya akan mempengaruhi
penghimpunan dana dari pihak ketiga. Likuiditas dalam penelitian ini akan
diproksikan dengan Finance to Deposit ratio (FDR). Financing to Deposit Ratio
(FDR) adalah perbandingan antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan
dana pihak ketiga yang berhasil dikerahkan oleh bank (Antonio 2005).
Rasio FDR yang dianalogikan dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) pada
bank konvensional merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan
kredit dengan menggunakan total aset yang dimiliki bank (Lukman, 2005).
Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur likuiditas suatu bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai
sumber likuiditasnya, yaitu dengan cara membagi jumlah pembiayaan yang
diberikan oleh bank terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Semakin tinggi
Financing to Deposit Ratio (FDR) maka semakin tinggi dana yang disalurkan ke
Dana Pihak Ketiga (DPK). Dengan penyaluran Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
besar maka pendapatan bank Return on Asset (ROA) akan semakin meningkat,
sehingga Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh positif terhadap Return
on Asset (ROA). Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio Financing
to Deposit Ratio (FDR) adalah 80% hingga 110%. Jika angka rasio Financing to
Deposit Ratio (FDR) suatu bank berada pada angka dibawah 80% (misalkan
60%), maka dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan
sebesar 60% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun.
Karena fungsi utama dari bank adalah sebagai intermediasi (perantara)
antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, maka
dengan rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) 60% berarti 40% dari seluruh
dana yang dihimpun tidak tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan, sehingga
dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik.
Kemudian jika rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) bank mencapai
lebih dari 110%, berarti total pembiayaan yang diberikan bank tersebut melebihi
dana yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit,
maka bank dalam hal ini juga dapat dikatakan tidak menjalankan fungsinya
sebagai pihak intermediasi (perantara) dengan baik. Semakin tinggi Financing to
Deposit Ratio (FDR) menunjukkan semakin buruknya kondisi likuiditas bank,
sebaliknya semakin rendah Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukkan
kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan pembiayaan. Jika rasio Financing
to Deposit Ratio (FDR) bank berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat (dengan
asumsi bank tersebut mampu menyalurkan pembiayaannya dengan efektif). Rasio
ini dirumuskan sebagai berikut:
jumlah dana yang diberikan
FDR= x 100 %
totaldana pihak ketiga
2.2.5. Non Performing Financing (NPF)
Ditinjau dari pengertiannya Non Performing Financing (NPF) adalah
risiko pembiayaan. Risiko ini muncul jika bank tidak mendapatkan kembali
cicilan pokok ataupun keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan atau investasi
yang diberikan (Arifin, 2009: 263). Pembiayaan bermasalah merupakan
pembiayaan yang disalurkan oleh bank tetapi nasabah tidak dapat melakukan
pembayaran atau melakukan angsuran tidak sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati oleh bank dan nasabah. (Ismail, 2013:87).
Menurut Andianto dan Anang Firmansyah (2019: 264) Non Performing
Financing Adalah risiko dimana nasabah / debitur atau counterpart tidak mampu
memenuhi kewajiban keuangannya sesuai kontrak /kesepakatan yang telah
dilakukan. Definisi ini dapat disimpulkan bahwa risiko pembiayaan adalah risiko
yang timbulkan oleh kualitas pembiayaan semakin menurun. Masih menurut
Andianto dan Anang Firmansyah (2019: 264) Hal-hal yang termasuk dalam
Risiko Pembiayaan adalah:
 Lending Risk, yaitu risiko akibat nasabah/debitur tidak mampu melunasi
fasilitas yang telah diberikan oleh bank, baik berupa fasilitas pembiayaan
langsung maupun tidak langsung (cash loan maupun non cash loan)
 Counterparty Risk, risiko dimana counterpart tidak bisamelunasi
kewajibannya ke bank baik sebelum tanggalkesepakatan maupun pada saat
tanggal kesepakatan.
 Issuer Risk, risiko dimana penerbit suatu surat berhargatidak bisa
melunasi kepada bank sejumlah nilai suratberharga yang dimiliki bank.
Menurut Darmawi (2014: 126) Non Performing Financing (NPF) meliputi
kredit di mana peminjam tidak dapat melaksanakan persyaratan perjanjian kredit
yang telah ditandatanganinya, yang disebabkan oleh berbagai hal sehingga perlu
ditinjau kembali atau perubahan perjanjian. Menurut Gianini (2013: 29) rasio Non
Performing Financing (NPF) dapat dirumuskan sebagai berikut :
pembiayaan bermasalah
NPF= x 100 %
total pembiayaan

3.5. KERANGKA KONSEPTUAL


Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting (Sugiyono 2015) .

PEMBIAYAAN

CAR NPF

FDR
3.6. Hipotesis Penelitian
Sugiyono (2009) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Sedangkan menurut
Kerlinger (1973) Hipotesis adalah pernyataan dugaan hubungan antara dua
variabel atau lebih.
3.6.1 Efek Pembiyaan terhadap Non Performing Financing
Diah Ayu Legowati (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Pembiayaan Berdasarkan Jenis Penggunaan Terhadap Non Performing Financing
Pada Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di Indonesia
Periode 2009 – 2015 menyatakan bahwa Pembiayaan modal kerja, investasi dan
konsumsi berpengaruh terhadap NPF. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Haifa dan Dedi Wibowo (2015) menyatakan bahwa pembiayaan murabahah
berpengaruh terhadap Non Performing Financing

H1 : Pembiayaan berpengaruh terhadap Non Performing Financing

3.6.2 Efek Financing to Deposito Ratio terhadap Non Performing Financing


Haifa dan Dedi Wibowo (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
Financing to Deposito Ratio berpengaruh terhadap Non Performing Financing.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Mia Maraya Auliani dan Syaichu (2016)
menyatakan bahwasanya Financing to Deposito Ratio berpengaruh terhadap Non
Performing Financing.

H2 : Financing to Deposito Ratio berpengaruh terhadap Non Performing


Financing

3.6.3 Efek Current Adequacy Ratio dalam Memoderasi Pembiayaan terhadap


Non Performing Financing
Penelitian yang dilakukan oleh Haifa dan Dedi Wibowo (2015), serta
penelitian yang dilakukan oleh Mia Maraya Auliani dan Syaichu (2016)
menyatakan bahwa Current Adequacy Ratio berpengaruh terhadap Non
Performing Financing. Penelitian lain yang berkaitan dengan CAR juga dilakukan
oleh Nurimansyah Setivia Bakti (2017) menyatakan bahwa CAR berpengaruh
terhadap Pembiayaan. Hel tersebut jika CAR di interaksikan dengan pembiayaan
maka akan memiliki pengaruh.

H3 : Current Adequacy Ratio dapat Memoderasi Pembiayaan terhadap Non


Performing Financing

3.6.4 Efek Current Adequacy Ratio dalam Memoderasi Financing to Deposito


Ratio terhadap Non Performing Financing
Penelitian yang dilakukan oleh Erwin Putra Yokoyama, Dewa Putra
Khrisna Mahardika (2019) menyatakan bahwa FDR berpengaruh terhadap CAR.
Hal tersebut jika CAR di interaksikan dengan FDR makan akan memiliki
pengaruh.
H4 : Current Adequacy Ratio dapat Menoderasi Financing to Deposito Ratio
terhadap Non Performing Financing
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan pada koperasi syariah di Indonesia yang tergabung
dalam Inkopsyah BMT pada periode tahun 2018 hingga 2021.
3.2. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Metode penelitian
kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang sistematis, terencana dan
terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desainnya. Metode
penelitian kuantitatif menurut Sugiyono (2011: 8) yaitu : “Metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi
atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,
analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan”.
3.3. POPULASI
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2016:135).
Populasi dalam penelitian ini adalah koperasi syariah yang tergabung dalam
Inkopsyah BMT.
3.4. JENIS DAN SUMBER DATA
Menurut Zuldafrial (2012:46), sumber data adalah subjek dari mana data
dapat penelitian diperoleh. terdapat dua sumber data, yaitu sumber data primer
dan sumber data sekunder. Sumber data primer merupakan sumber data yang
diperoleh langsung oleh peneliti. Sedangkan sumber data sekunder merupakan
sumber data yang tidak diperoleh langsung oleh peneliti, pada umumnya sumber
data ini diperoleh dari pihak lain.
Dalam penelitian ini menggunakan jenis data yang digunakan adalah data
sekunder dengan periode mulai dari tahun 2018 - 2021 yang bersifat data
kuantitatif. Adapun untuk sumber pengumpulan data diperoleh dari Inkopsyah
BMT dan Otoritas Jasa Keuangan. Serta data-data lain yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3.6. METODE ANALISA DATA
Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke dalam
bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dengan menggunakan
metode kuantitatif, diharapkan akan didapatkan hasil pengukuran yang lebih
akurat tentang respon yang diberikan oleh responden, sehingga data yang
berbentuk angka tersebut dapat diolah dengan menggunakan metode statistik.
3.6.1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu akan dilakukan
pengujian terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik. Dalam asumsi klasik
terdapat beberapa pengujian yang harus dilakukan, yakni Uji Normalitas, Uji
Multikolonieritas, Uji Heterosdastisitas, dan Uji Autokorelasi,.
Uji Normalitas
Salah satu uji persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan
Spss dengan menggunakan uji-t dan uji-F menuntut suatu asumsi
yang harus diuji, yaitu populasi harus berdistribusi normal (Putrawan,
1990 : 133). Untuk menafsirkan apakah data yang diuji berdistribusi
normal atau tidak, maka dapat dilakukan dengan cara menggunakan uji
one-sample kolmogorov-smirnov test.
Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Jika
ditemukan adanya multikolinieritas, maka koefisien regresi variabel tidak
tentu dan kesalahan menjadi tidak terhingga (Ghozali, 2006). Salah satu
metode untuk mendiagnosa adanya multicollinearity adalah dengan
menganalisis nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor (VIF).
Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang
tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai tolerance yang
rendah sama dengan nilai VIF tinggi, karena VIF = 1/ Tolerance. Nilai
cutoff yang dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah
nilai tolerance kurang dari 0,1 atau sama dengan nilai VIF lebih dari 10
(Ghozali, 2006 ).
Uji Heteroskedastisitas
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah yang
homoskesdastisitas, yakni variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain bersifat tetap (Ghozali, 2006).
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi menurut Dalimunthe (2007 : 78) dapat didefinisikan
sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan
menurut waktu (seperti dalam data deret waktu) atau ruang (seperti dalam
data crossection). Uji autokorelasi ini menggunakan uji Runs. Hasil yang
diharapkan dari uji ini adalah terpenuhinya asumsi non autokorelasi.
Kriteria pengambilan keputusan uji runs adalah jika Asymp. Sig (2-tailed)
diatas tingkat kepercayaan 5%, berarti tidak terjadi autokorelasi pada
model regresi
Uji Regresi Linear Berganda
Menurut Dalimunthe dkk (2007 : 109), regresi linear berganda ditujukan
untuk menentukan hubungan linear antar beberapa variabel bebas dan
dengan variabel terikat.
Uji Hipotesis
Koefisien Determinasi ( R2 ).
Multikolnieritas terjadi apabila nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu model
regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel
independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel
dependen (Ghozali, 2006).
Uji F
Pengujian pengaruh variabel independen secara bersama-sama (simultan)
terhadap perubahan nilai variabel dependen, dilakukan melalui pengujian
terhadap besarnya perubahan nilai variabel dependen yang dapat
dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel independen, untuk itu perlu
dilakukan uji F. Uji F atau ANOVA dilakukan dengan membandingkan
tingkat signifikasi yang ditetapkan untuk penelitian dengan probability
value dari hasil penelitian (Ghozali, 2006).
Uji T
Pengujian ini digunakan untuk menentukan apakah dua sampel tidak
berhubungan, memiliki rata-rata yang berbeda. Uji t dilakukan dengan cara
membandingkan perbedaan antara nilai dua nilai rata-rata dengan standar
error dari perbedaan rata-rata dua sampel (Ghozali, 2006).
Uji Interkasi atau MRA (Moderated Regression Analysis)
Pengujian hipotesis yang diajaukan dengan menggunakan regresi melalui
uji interaksi atau sering disebut dengan Moderated Regresion Analysis
(MRA). MRA merupakan aplikasi khusus regresi berganda linier dimana
dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua
atau lebih variabel independen) sebagai berikut (Ghozali, 2006) :

Y = b 1 x 2+ b1 x 3 +b x 1 x 2 +b x 1 x 3
Keterangan :
Y = Non Performing Financing
X1 = Current Aseet Ratio
X2 = Financing Deposito Ratio
X3 = Pembiayaan
B = Slope
DAFTAR PUSTAKA
Andiman dan Agus Widardjono. (2021). Analisis Pembiayaan Mudharabah Bank
pembiayaan Rakyat Syariah terhadap Non Performing Fiancing di
Indonesia tahun 2016 – 2020. Jurnal Baabu Al-Ilmi Volumen 6 No. 1
April Tahun 2021.

Andrianto dan Firmansyah, Anang. (2019). Manajemen Bank Syariah


(Implementasi Teori dan Praktek). Pasuruan. Qiara Mendia.

Arim nasim dan cahyawati Ayu. (2009). Pengaruh Pemberian Pembiayaan


Murabahah terhadap Non Performing Fiancing pada bank Umum Syariah
di Indonesia. Jurnal Akuntansi Riset, Prodi Akuntansi UPI, Vol. 1, No. 2.

Ayu Retnowati dan Prabowo Yudo Jayanto. (2020). Factors Affecting Non
Performing Financing at Islamic Commercial bank in Indonesia.
Accounting Analysis Journal 9 (1) (2020) 38-45.

Daisy Firmansari dan Noven Suprayogi. (2015). Pengaruh variabel


Makroekonomi dan Variabel Spesifik bank terhadap Non Performing
Financing pada bank Umum Syarian dan Usaha Unit Syariah di Indonesia
Periode 2013-2014. JESTT Vol. 2 No. 6 Juni 2015.

Diyah Ayu Legowati dan Ari Prasetyo. (2016). Pengaruh Pembiayaan


berdasarkan Jenis Penggunaan Terhadap Non Performing Financing
Pada Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah di Indonesia
Periode januari 2009 – Desember 2015. Jurnal Ekonpmi Syariah Teori
dan Terapan Vol. 3 No. 12 Desember 2016.

Haifan dan Dedi Wibowo. (2015). Pengaruh Faktor Internal Bank dan Makro
Ekonomi Terhadap Non Performing Financing Perbankan Syariah di
Indonesia : Periode 2010-2014. Jurnal Nisbah Volume 1 Nomer 2 2015.

Jaenal Effendi, Usy Thiarany, dan Tita Nursyamsiah. (2017). Factor Influencing
Non Performing Financing (NPF) at Sharia Banking. Walisongo : Jurnal
Penelitian Sosial keagamaan Vol. 25 No. 1 2017.

Keuangan Syariah Indonesia Tumbuh Positif di Tengah Pandemi. Rabu 25


Agustus 2022. Diakses 15 Mei 2022.
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/keuangan-syariah-indonesia-
tumbuh-positif-di-tengah-pandemi/

Lisa, O. (2017). Produk dan Transaksi Akuntansi bank Syariah. Yogyakarta :


DeePublish.
Mares Suci Ana Popita. (2013). Analisis Penyebab Terjadinya Non Performing
Financing Pada bank Umum Syariah di Indonesia. Accounting Analysis
Journal 2 (4) (2013).

Mawaddah Warahmah, dkk. (2021). Pengaruh Pembiayaan Murabahah Terhadap


Non Performing Financing Pada PT. Bank BRI Syariah Tbk. 2012-2019.
Economy Deposit Journal Volume 3, Nomer 2, 2021.

Medyawati, Henny and Yunanto, Muhamad. (2019). Factors Influencing Islamic


Bank Financing in Indonesia. In: Journal of Economics and Business,
Vol.2, No.1, 137-146.
Mia Maraya Auliani dan Syaichu. (2016). Analisa Pengaruh Faktor Internal dan
Faktor Eksternal Terhadap Tingkat Pembiayaan Bermasalah Pada Bank
Umum Syariah di Indonesia Periode tahun 2010 – 2014. Diponegoro
Journal Of Economics, Vol. 5, No. 3, 2016.
Mengenal produk produk bank syariah. 28 Februari 2018. Dikases 05 Februari
2021 : https://pa-sintang.go.id/index.php?sintang=detail&berita=3008-
mengenal-produk-produk-bank-syariah

Otoritas Jasa Keuangan. Diakses 06 Mei 2022.


https://www.ojk.go.id/id/Default.aspx

Produk-Produk Bank Syariah. Senin 05 Oct 2020. Diakses 05 januari 2021 :


https://www.republika.co.id/berita/qhp8bg440/produkproduk-bank-syariah
Purnamasari, Amalia Eka dan Musdholifah. (2016). Analisis Faktor Eksternal Dan
Internal Bank Terhadap Risiko Pembiayaan Bank Umum Syariah di Indonesia
Periode 2012-2015. bisma – Bisnis dan Manajemen –Volume 9 No. 1 Oktober
2016.

Rafsanjani, H. (2019). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Non Performing


Financing : Studi9Kasus Pada9Bank9dan9BPR9Syariah di Indonesia.
Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah Vol. 4,
No. 1. 113-131.

Rindan Nuri, Isnaini Nugrohowati dan Syafrildha Bimo. (2019). Analisis


Pengaruh Faktor Internal Bank dan Eksternal terhadap Non Performing
Financing (NPF) pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah di Indonesia.
Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam, Vol. 5, No. 1, 2019.

Riyadi, S., Iqbal, M., dan Lauren, Novia. (2014). Strategi Pengelolaan Non
Performing Loan Bank Umum Yang Go Public. Jurnal Dinamika
Manajemen Vol. 6, No. 1, pp: 85-97.

Rusby, Zulkifli. (2017). Manajemen Bank Syariah. Pekanbaru : Pusat Kajian


Pendidikan Islam FAI UIR.

Savitri, D., dan Diananingsih, Harum. (2016). Pengaruh Penyaluran Kredit


Terhadap Profitabilitas Dengan Risiko Kredit Sebagai Variabel Pemoderasi
(Studi Empiris pada Perbankan Konvensional yang Tercatat di BEI periode
2011-2014). Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)
Volume 7 Nomor 1.

Taufik, M. (2017). Pengaruh Financing to Deposit Ratio dan Capital Adequacy


Ratio Terhadap Return On Asset Dengan Non Performing Financing
Sebagai Variabel Moderasi Pada Bank Umum Syariah di Indonesia. At-
Tawassuth, Vol. 2, No. 1, 2017: 170-190.

Waduh! Belum Membaik, Pembiayaan Bermasalah Multifinance Masih di Atas 5 Persen.


11 September 2020. Diakses 08 januari 2021 :
https://finansial.bisnis.com/read/20200911/89/1290367/waduh-belum-membaik-
pembiayaan-bermasalah-multifinance-masih-di-atas-5-persen

Wahyunia, M. (2016). Pengaruh Volume Pembiayaan Bagi Hasil dan


Pembiayaan Murabahah terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah
dengan NPF sebagai Variabel Moderasi. Jurnal EBBANK Vol. 7, No. 1,
Hal.1-10.

Anda mungkin juga menyukai