Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. DefinisiDisposal (WasteDump)


Disposal merupakan timbunan material tidak berharga, baik itu material
dengan kadar rendah atau lapisan penutup (Overbarden) yang ditempatkan
disuatu tempat dekat dengan lokasi penambangan.
Disposal adalah tempat pembuangan yang dirancang/direncanakan untuk
menampung material buangan overburden dan material lain dari tambang.
Disposal biasanya dibuat pada lubang-lubang bekas penambangan ataupun bekas
penambangan quarry yang kemudian apabila lubangnya sudah penuh, maka
permukaan dari disposal ini akan ditutupi dengan lapisan tanah penutup untuk di
jadikan daerah penghijauan. Tujuan dari perancangan disposal adalah mencegah
terjadinya kecelakaan pada saat pengoperasian disposal berupa tabrakan antar alat
berat maupun terjatuh dari ketinggian karena kegagalan kestabilan di disposal
(Nurwaskito ddk, 2017).
Menurut Mulyanti ddk, (2017). disposal adalah daerah pada suatu operasi
tambang terbuka yang dijadikan tempat membuang material kadar rendah atau
material bukan bijih. Material tersebut perlu digali dari pit demi memperoleh bijih
atau material kadar tinggi, sedangkan stockpile digunakan untuk menyimpan
material yang akan digunakan pada saat yang akan datang. Stockpile juga dapat
berfungsi sebagai tempat penyimpanan bijih kadar rendah yang dapat diproses
pada saat yang akan datang maupun tanah penutup atau tanah pucuk yang dapat
digunakan untuk reklamasi. Suatu kegiatan pertambangan umumnya
memindahkan tanah penutup untuk mengambil bahan galian yang berada di dalam
bumi.
Oleh karena itu diperlukan suatu area tertentu untuk membuang material
tanah penutup tersebut sehingga tidak menutupi area yang masi mengandung
bahan galian yang ekonomis. Tempat penimbunan dapat dibagi menjadi dua, yaitu
waste dump atau disposal dan stockpile.

5
6

1.2. Lereng
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu
dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan
manusia. Lereng yang terbentuk secara alami misalnya lereng bukit dan tebing
sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain galian dan timbunan tanggul
dan dinding tambang terbuka.
Dilihat dari material penyusunnya, terdapat dua macam lereng, yaitu lereng
tanah dan lereng batuan. Dalam analisis penentuan jenis tindakan pengamannya,
lereng tanah tidak dapat disamakan dengan lereng batuan karena parameter
material dan jenis penyebab longsor kedua material pembentk lereng tersebut
sangat jauh berbeda (Heriyadi dan Putra, 2018).
Lereng terbagi menjadi dua yaitu lereng alamiah dan lereng buatan, lereng
alamiah adalah lereng yang terbentuk karena adanya proses geologi, miaslnya
tebing sungai dan lereng bukit. Lereng buatan adalah lereng yang terbentuk
karena adanya proses timbunn dan galian (Sudarmono ddk, 2017).
Lereng alamiah yang terbentuk dari proses alam seperti gerakan tanah,
pengikisan dan sebagainya. Kegiatan manusia yang dilakukan secara sengaja guna
keperluan tertentu, seperti penggalian, pemotongan dan penimbunan tanah.
(Turangan ddk, 2014) mengatakan ada tiga macam lereng yang perlu mendapat
perhatian dari ahli-ahli geoteknik, yaitu: (a) Lereng alam, yaitu lereng yang
terbentuk akibat kegiatan alam seperti erosi, gerakan tektonik dan sebagainya. (b)
Lereng yang dibuat manusia, akibat penggalian atau pemotongan pada tanah
asliuntuk pembuatan jalan atau keperluan irigasi. (c) Lereng timbunan tanah,
seperti urugan untukjalan raya atau bendungan tanah.
Pangemanan ddk, (2014) mengemukakan bahwa Lereng adalah suatu
permukaan yang menghubungkan suatu permukaan tanah yang lebih tinggi
dengan permukaan tanah yang lebih rendah. Dengan kata lain lereng merupakan
tanah yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horizontal.
Sampouw ddk, (2019) mengemukakan bahwaselain itu, lereng juga dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu lereng tak terhingga (lereng bukit) dan lereng terbatas
(tanggul, bendungan, dan sebagainya).
7

Salunkhe ddk, (2017) juga menyebutkan ada 2 jenis utama pada lereng,
yaitu: (1) Lereng tak terbatas, jika kemiringan mewakili permukaan batas dari
massa tanah semi tak terbatas dan sifat tanah untuk semua kedalaman identik di
bawah permukaan adalah konstan. (2) Lereng terbatas, jika kemiringannya
terbatas pada bentangannya.
Pada setiap lereng ini kemungkinan terjadinya gerakan tanah selalu ada dan
apabila perlu, harus dilakukan pemeriksaan atau penelitian terhadap lereng
tersebut untuk mengetahui apakah mempunyai potensi gerakan tanah atau tidak.
Kestabilan lereng baik lereng alam maupun lereng buatan sangat penting untuk
diketahui karena gerakan tanah atau runtuhnya lereng-lereng tersebut akan
menimbulkan bencana bagi manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu
analisa tentang kestabilan lereng.
Kestabilan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (buatan
manusia) serta lereng timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dinyatakan secara sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak
yang berhubungan dengan kestabilan lereng tersebut (Hasan dan Heriyadi, 2018).
Stabilitas lereng didasarkan pada interaksi antara dua jenis gaya yaitu gaya
penggerak dan gaya penahan. Mengontrol gaya menimbulkan gerakan kemiringan
material, sedangkan kekuatan penahan menghalangi gerakan. Jadi, saat
mengontrol gaya dapat mengatasi gaya penahan, kemiringan tidak stabil dan
mengakibatkan kegagalan lereng. Konsep dasar dari kedua jenis gaya cukup
sederhana. Interaksi antara gaya penggerak dan gaya penahan dialami di lereng
yang curam. Kekuatan pendorong utama di sebagian besar gerakan tanah adalah
gravitasi. Gaya resistif utama adalah kekuatan geser material (Pushpa ddk, 2016)
Kemantapan atau kestabilan suatu lereng tergantung pada besarnya gaya
penahan serta gaya penggerak yang terdapat pada bidang gelincirnya. Gaya
penahan adalah gaya yang menahan terjadinya suatu longsoran sedangkan gaya
penggerak merupakan gaya yang menyebabkan terjadinya longsoran. Kestabilan
suatu lereng dapat dinyatakan dengan nilai Faktor Keamanan (FK) yang
merupakan perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penggerak (Arif dkk,
2018).
8

Kemantapan lereng, baik lereng alami maupunlereng buatan dipengaruhi


oleh beberapa faktor yang dapat dinyatakan secara sederhana sebagai gaya-gaya
penahan dan gaya-gaya penggerak yang bertanggung jawab terhadap kemantapan
lereng tersebut (Azmi ddk, 2021).
Tujuan utama dalam analisa kestabilan lereng adalah untuk memberikan
suatu tinjauan dan perencanaan lereng yang aman dan ekonomis. Metode analisa
untuk kestabilan lereng tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan mengenai
mekanisme dari keruntuhan lereng, jenis material dan asal usulnya, topografi dan
kondisi geologi setempat (Hasan dan Heriyadi, 2018)
Analisis kestabilan lereng ini dilakukan untuk mengecek keamanan dari
lereng alam dan lereng galian. Dalam melakukan analisis ini tidak mudah karena
terdapat banyak faktor yang sangat mempengaruhi hasil hitungannya.

1.3. Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Lereng


Kemiringan lereng pada sebuah tambang merupakan salah satu elemen
utama yang mempengaruhi ukuran dan bentuk pit. Kemiringan lereng biasanya
diukur dalam derajat dari bidang horizontal dan dapat bervariasi tergantung pada
kualitas batuan. Kemiringan lereng membantu menentukan jumlah limbah untuk
eksplorasi penambangan yang harus dibuang (Mondol ddk, 2013).
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor
keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang
menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah.

1.3.1. Faktor-Faktor Pembentuk Gaya Penahan


Berikut adalah faktor-faktor pembentuk gaya penahan :
1. Jenis Batuan.
2. Kekuatan Batuan.
3. Penyebaran Batuan.
9

1.3.2. Faktor-Faktor Pembentuk Gaya Penggerak


Faktor-faktor pembentuk gaya penggerak adalah sebagai berikut:
1. Sudut Lereng Dan Tinggi Lereng (Geometri Lereng).
2. Bobot isi.
3. Kandungan air tanah (u), ( Metriani ddk, 2018).

1.3.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng


Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng yaitu sebagai berikut:
1. Geometri Lereng
Geometri lereng mencakup tinggi dan sudut kemiringan lereng.
Semakin besar kemiringan dan tinggi lereng, kestabilan lereng akan
semakin berkurang sehingga lereng cenderung semakin mudah longsor.
2. Aktifitas manusia
Aktifitas seperti pengalian, pembuatan jalan tambang, dan bendungan
menyebabkan perubahan keseimbangan gaya-gaya dalam sehingga akan
menyebabkan bertambahnya gaya geser dan mengurangi kestabilan lereng.
3. Struktur geologi
Struktur yang dimaksud meliputi sesar (fault), kekar (joint), perlipatan
(fold), bidang perlapisan (bedding plane), dan rekahan (crack). Struktur
merupakan bidang-bidang lemah sekaligus sebagai tempat merembesnya air
sehingga dapat menurunkan kestabilan lereng.
4. Keberadaan Air
Keberadaan air, terutama air tanah (ground water) sangat mempengaruhi
kestabilan suatu lereng. Air tanah memiliki tekanan air pori (pore water
pressure) yang dapat menimbulkan gaya angkat (uplift force) sehingga
menurunkan kekuatan geser dan mengakibatkan lereng mudah longsor.
5. Sifat Fisik Dan Mekanik Tanah Dan Batuan
Sifat fisik yang mempengaruhi kestabilan lereng antara lain bobot isi,
porositas, dan kandungan air. Selain dipengaruhi oleh sifat fisik, kestabilan
lereng juga dipengaruhi oleh sifat mekanik tanah dan batuan, seperti
kuattekan, kuat tarik, dan kuat geser. Semakin besar kekuatan tanah dan
10

batuan, maka lereng akan semakin stabil dan tidak mudah longsor. Dalam
mengetahui sifat fisik dan mekanik batuan dilakukan dengan pengujian di
laboratorium untuk mendapatkan angka bobot isi, kohesi dan sudut geser
dalam pada lokasi penelitian.
6. Bobot isi
Bobot isi mempengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang
longsor. Semakin bobot isi semakin besar gaya penggerak yang
menyebabkan lereng tidak stabil.
7. Porositas
Material yang memiliki porositas besar memiliki kemampuan besar
untuk menyerap air sehingga mengalami peningkatan bobot isi. Peningkatan
bobot isi akan menurunkan kestabilan lereng.
8. Kandungan Air
Kandungan air berpengaruh terhadap tekanan air pori. Semakin besar
kandungan air, tekanan air pori akan semakin besar sehingga menurunkan
kekuatan geser dan mengakibatkan lereng mudah longsor.
Selain dipengaruhi oleh sifat fisik, kestabilan lereng juga dipengaruhi
oleh sifat mekanik tanah dan batuan, seperti kuat tekan, kuat tarik, dan kuat
geser. Semakin besar kekuatan tanah dan batuan, maka lereng akan semakin
stabil dan tidak mudah longsor.
9. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena iklim
mempengaruhi perubahan temperatur. Temperatur yang cepat berubah
dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan.
Untuk daerah tropis pelapukan lebih cepat dibandingkan dengan daerah
dingin, oleh karena itu singkapan batuan pada lereng di daerah tropis akan
lebih cepat lapuk dan ini akan mengakibatkan lereng mudah tererosi dan
terjadi kelongsoran.
11

10. Gaya-gaya Luar


Gaya luar yang mempengaruhi kestabilan lereng penambangan adalah
beban alat mekanis yang beroperasi diatas lereng, getaran yang diakibatkan
oleh kegiatan peledakan, dll (Marini ddk, 2019).

1.4. Standar Faktor Keamanan Lereng


Kestabilan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (buatan
manusia) serta lereng timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dinyatakan secara sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak
yang bertanggung jawab terhadap kestabilan lereng tersebut. Kestabilan lereng
merupakan faktor vital dalam perencanaan dan operasional tambang terbuka dan
kuari. Dalam penyusunan suatu rencana tambang selain faktor cadangan, teknis
penambangan, ekonomi dan lingkungan, faktor kestabilan lereng juga menjadi
faktor penting yang harus diperhatikan dengan seksama (Heriyadi dan Putra,
2018)
Pada kondisi gaya penahan (terhadap longsoran) lebih besar dari gaya
penggerak, lereng tersebut akan berada dalam kondisi yang stabil (aman). Namun
apabila gaya penahan menjadi lebih kecil dari gaya penggeraknya, lereng tersebut
akan menjadi tidak stabil dan akan terjadi longsoran.
Potensi geser dari waste dump adalah parameter kritis dalam analisis
stabilitas lereng. Dimana, Material pada lereng yang lemah biasanya memiliki
kekuatan geser yang rendah tetapi meningkatkan kekuatan seiring waktu menjadi
lebih kompak. Oleh karena itu, evaluasi kekuatan geser dengan ketetapan rasioal
adalah suatu kondisi untuk analisis stabilitas lereng.
Salah satu perameter tanah yang penting adalah kuat geser tanah, dimana
perameter ini diperlukan untuk menghitung daya dukung tanah, tegangan tanah
pada dinding penahan serta kestabilan lereng.
Adapun rekomendasi geometri lereng didasarkan pada nilai Faktor
Keamanan (FK) yang aman yaitu FK= 1,25 untuk lereng timbunan dengan
material batuan lunak atau tanah penutup. Secara umum klasifikasi faktor
keamanan terbagi menjadi labil, kritis, dan stabil. Berdasarkan besaran nilai
12

perhitungan faktor keamanannya seperti yang diperlihatkan pada tabel hubungan


nilai faktor keamanan lereng dan intensitas longsor sebagai berikut :
Tabel 2.1. Klasifikasi Faktor Keamanan Lereng
Faktor Keaman Kondisi
<1.07 Labil (Longsor Terjadi)

1.07 – 1.25 Kritis (Longsor Pernah Terjadi)

>1.25 Stabil (Longsor Jarang Terjadi)


Sumber : (Noorchayo ddk, 2019)
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studi-studi yang
menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka dibagi 3 kelompok rentang Nilai
Faktor Keamanan (FK) ditinjau dari intensitas kelongsorannya, seperti yang
diperlihatkan pada tabel 2.2 :
Tabel 2.2. Nilai Faktor keamanan lereng dan Probabilitas Longsor Lereng
Tambang
Kriteria Dapat Diterima(Acceptance Criteria)
Keparahan
Longsor Faktor
Jenis Faktor Probabilitas
(Consequenc Keamanan Keamanan
Lereng Longsor (Probability
es of (FK)
(FK) Statis of Failure) (maks)
Failure/CoF) Dinamis
(Min) PoF (FK ≤1)
(min)
Lereng Rendah-
1,1 Tidak ada 25-50%
Tunggal Tinggi
Rendah 1,15-1,2 1,0 25%
Inter-
Menengah 1,2-1,3 1,0 20%
ramp
Tinggi 1,2-1,3 1,1 10%
Lereng Rendah 1,2-1,3 1,0 15%-20%
Keselur Menengah 1,3 1,05 10%
uhan Tinggi 1,3-1,5 1,1 5%
Sumber : PERMEN No1827K/30/MEM/2018, 2020)
13

Kriteria keparahan longsor (consequences of failure) :


1. Tinggi bila ada konsekuensi terhadap :
1) Kematian manusia;
2) Cidera berat manusia lebih dari 3 (tiga) orang;
3) Kerusakan sarana dan prasarana pertambangan lebih dari 50% (lima puluh
persen);
4) Terhentinya produksi lebih dari 24 (dua puluh empat) jam;
5) Cadangan hilang dan tidak bisa diambil; dan/atau
6) Kerusakan lingkungan yang berdampak sampai ke luar wilayah IUP
termasuk Pemukiman;
2. Menengah bila ada konsekuensi terhadap:
1) Cidera berat manusia;
2) Kerusakan sarana dan prasarana pertambangan dari 25% (dua puluh lima
persen) Sampai 50% (lima puluh persen);
3) Terhentinya produksi lebih dari 12 (dua belas) jam sampai kurang dari 24
(dua puluh empat) jam;
4) Cadangan tertimbun tetapi masih diambil; dan/atau
5) Kerusakan lingkungan di dalam wilayah IUP
3. Rendah bila ada konsekuensi terhadap:
1) Cidera ringan manusia;
2) Kerusakan sarana dan prasarana pertambangan kurang dari 25% (dua
puluh lima Persen); dan/atau
3) Terhentinya produksi kurang dari 12 (dua belas) jam;

Karakteristik lainnya yaitu geometri dari bidang gelinciran harus ditentukan


atau diasumsikan terlebih dahulu. Untuk menyederhanakan perhitungan, bidang
runtuh biasanya dianggap berbentuk sebuah busur lingkaran, gabungan busur
lingkaran dengan garis lurus, atau gabungan dari beberapa segmen garis lurus.
Ilustrasi beberapa bentuk bidang runtuh tersebut dan gaya-gaya yang bekerja pada
setiap irisan.
14

Setelah geometri dari bidang runtuh ditentukan kemudian selanjutnya massa


di atas bidang runtuh dibagi ke dalam sejumlah irisan tertentu. Tujuan dari
pembagian tersebut adalah untuk mempertimbangkan terdapatnya variasi
kekuatan geser dan tekanan air pori sepanjang bidang runtuh.

1.5. Faktor Keamanan Lereng


Faktor keamanan adalah perbandingan antara kekuatan geser yang
diperlukan agar setimbang terhadap kekuatan geser yang tersedia. Secara
prinsippada suatu lereng berlaku dua macam gaya, yaitu gaya penahan dan gaya
penggerak. Gaya penahan yaitu gaya yang menahan massa dari pergerakan,
sedangkan gaya penggerak adalah gaya yang menyebabkan massa bergerak.
Lereng akan longsor jika gaya penggeraknya lebih besar dari gaya penahan.
Untuk menjaga agar benda dilereng tidak jatuh (failure), diperlukan perhitungan
terhadap kemiringan sesuai dengan faktor keamanan yang diinginkan. Secara
mekanik sederhana, Faktor Keamanan (FK) dapat dirumuskan sebagai berikut
(Arif, 2016).

Gaya Penahan
FK = (2.1)
Gaya Penggerak

Metode kesetimbangan batas menerangkan bahwa faktor keamanan (FK),


adalah nilai tetap di sepanjang permukaan geser. Mirip dengan faktor keamanan,
nilai kohesi dan sudut gesekan internal juga ditentukan. Analisis stabilitas lereng
juga memiliki tugas menemukan permukaan geser, yang memberikan nilai faktor
keamanan minimum (Liu dan Hounsa, 2018).
Pada penelitian ini metode analisis kemantapan lerengnya adalah metode
bishop. Metode bishop dipakai untuk menganalisis permukaan gelincir
(slipsurface) yang berbentuk lingkaran. Dalam metode ini diasumsikan bahwa
gaya-gaya normal total berada atau bekerja dipusat alas potongan dan bisa
dikerjakan mengurai gaya-gaya pada potongan secara vertical atau normal.
Persyaratan keseimbangan dipakai pada potongan-potongan yang membentuk
lereng tersebut. Metode bishop menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada
15

irisan mempunyai resultan nol pada arah vertical. Maka diperlukan asumsi
sebanyak (2n - n) agar masalah bisa diselesaikan secara statis tertentu
(Rajagukguk ddk, 2014).
Tabel 2.3. Asumsi Umum Persamaan Pada Metode Bishop
No Asumsi Umum Jumlah
1. Posisi gaya normal pada pusat Slice N
2. Gaya antar slice vertical adalah nol n–1
Total 2n – 1
Sumber : (Rajagukguk ddk, 2014).

Menurut Rajagukguk ddk, (2014), secara umum ada tiga macam asumsi
yang dapat dibuat :
a. Asumsi mengenai distribusi tegangan normal sepanjang permukaan gelincir.
b. Asumsi mengenai inklinasi dari gaya-gaya antar potongan.
c. Asumsi mengenai posisi garis resultan gaya-gaya antar potongan.
Pada sebagian besar metode analisis, gaya normal diasumsi bekerja dipusat
alas dari tiap potongan, sebab potongan tipis. Metode bishop ini menggunakan
asumsi sebanyak (2n – 1), prinsip dasarnya sebagai berikut :
a. Kekuatan geser didefinisikan dengan menggunakan linear Mohr-Coulomb.
b. Menggunakan keseimbangan normal.
c. Menggunakan keseimbangan tengensial.
d. Menggunakan keseimbangan momen

1.6. Jenis – Jenis Longsoran


Secara umum longsoran terdiri dari 4 jenis. Adapun jenis longsoran tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Longsoran Busur (Sircular Failure)
Jenis longsoran ini adalah yang paling umum terjadi di alam (tipikal
longsoran tanah/soil). Pada batuan yang keras jenis longsoran ini hanya dapat
terjadi jika batuan tersebut sudah lapuk dan mempunyai bidang-bidang diskontinu
16

yang rapat (heavily jointed), atau menerus sepanjang sebagian lereng sehingga
menyebabkan longsoran geser dipermukaan.
2. Longsoran Bidang (Plane Failure)
Longsoran jenis ini terjadi pada batuan yang mempunyai bidang luncur
bebas (day light) yang mengarah ke lereng dan bidang luncurnya pada bidang
diskontinu seperti: sesar, kekar, liniasi atau bidang perlapisan. Fenomena lainnya
yang memicu longsoran jenis ini yaitu bila sudut lereng lebih besar dari sudut
bidang luncur serta sudut geser dalam lebih kecil dari sudut bidang luncurnya.
3. Longsoran Baji (Wedge Failure)
Model longsoran ini hanya bisa terjadi pada batuan yang mempunyai lebih
dari satu bidang lemah atau bidang diskontinu yang bebas, dengan sudut antara
kedua bidang tersebut membentuk sudut yang lebih besar dari sudut geser
dalamnya. Fenomena yang paling sering terjadi adalah garis perpotongan dua
bidang kekar mempunyai kemiringan ke arah kemiringan lereng.
4. Longsoran Guling (Toppling Failure)
Longsoran topling akan terjadi pada lereng yang terjal pada batuan keras
dengan bidang - bidang diskontinu yang hampir tegak atau tegak, dan longsoran
dapat berbentuk blok atau bertingkat. Bila longsoran terjadi pada massa batuan
yang kuat dengan fenomena kekar yang relatif tegak, maka rekahan tariknya akan
melendut terus dan miring ke arah kemiringan lereng (Ifnanta dan Anaperta,
2018).

1.7. Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Irisan


Metode irisan merupakan metode yang sangat populer dan rutin dipakai
dalam analisis kestabilan lereng untuk longsoran translasional dan rotasional
karena metode ini relatif sederhana, mudah digunakan, serta telah terbukti
kehandalannya selama bertahun-tahun. Dalam analisisnya, metode kesetimbangan
batas menggunakan kondisi kesetimbangan statik dan mengabaikan adanya
hubungan regangan tegangan pada lereng. Menggunakan metode ini, geometri
bidang runtuh harus diketahui atau ditentukan terlebih dahulu ( Hardianto dan
Heriyadi, 2019).
17

Salah satu karakteristik metode irisan yaitu geometri dari bidang runtuh
harus ditentukan atau diasumsikan terlebih dahulu. Untuk menyederhanakan
perhitungan, bidang runtuh biasanya dianggap berupa sebuah busur lingkaran,
gabungan busur lingkaran dengan garis lurus, atau gabungan dari beberapa
garislurus. Setelah geometri dari bidang runtuh ditentukan, massa diatas bidang
runtuh dibagi menjadi sejumlah irisan tertentu. Tujuannya untuk
mempertimbangkanadanya variasi kekuatan geser dan tekanan air pori sepanjang
bidang runtuh (Suedi dkk, 2018).

1.8. Metode Bishop


Metode bishop mengunakan perhitungan stabilitas berdasarkan prinsip
keseimbangan batas, yaitu menghitung besarnya kekuatan geser yang akan
mempertahankan stabilitas, dibandingkan dengan besarnya tegangan geser yang
bekerja harga perbandingan ini disebut faktor stabilitas atau faktor keamanan
(FK). Diantara metode irisan lainnya, metode Bishop yang disederhanakan
merupakan metode yang paling populer dalam analisis kestabilan lereng. Asumsi
yang digunakan dalam metode ini yaitu besarnya gaya geser antar-irisan sama
dengan nol (X=0) dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur lingkaran. Kondisi
kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah kesetimbangan gaya
dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan momen pada pusat
lingkaran runtuh untuk semua irisan, sedangkan kesetimbangan gaya dalam arah
horisontal tidak dapat dipenuhi. Seperti pada gambar berikut :
18

bi

Xl+ Xr
1
El+ Er
11
Wi

S
m

Ni

Gambar 2.1. Gaya-gaya yang bekerja pada tiap irisan (Zudri dan Anaperta, 2018)

Dimana :
Xl, Xr = gaya geser efektif disepanjang sisi irisan
El, Er = gaya normal efektif disepanjang sisi irisan
Sm = resultan gaya geser efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan
Ni = resultan gaya normal efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan
β = lebar alas irisan
bi = lebar irisan

Bishop memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih teliti dari pada


metode irisan yang sederhana. Dalam metode ini, pengaruh gaya-gaya pada sisi
tepi tiap irisan diperhitungkan. Gaya-gaya yang bekerja pada irisan nomor i, yang
disajikan dalam gambar 1 yang selanjutnyairisan tersebut disajikan pada 3. jika
misalkan Er – El+1 = βE ; Xr – Xl+1 = βx Sampouw ddk, (2019). Dan untuk
mengetahui nilai dari F maka dilakukan pada persamaan pada berikut:

Persamaan gaya normal efektif (Das, 2008) :


19

1
N i= ( c +tan ∅ ) β
F
1
¿
F
( c β +tan Sm ∅ ) (2.2)

Persamaan gaya geser efektif (Sampouw ddk, 2019) :

W i + β x =S m cos α i+ [ Sm tan ∅ cβ
F
+
F ]
sin α i (2.3)

atau :

W i+ β X− sin α i
F
Sm = (2.4)
tan ∅ ∙sin α i
cos α i +
F

Untuk keseimbangan lereng (Sampouw ddk, 2019):


i i

∑ W i sin α i=∑ N i (2.5)


i=1 i=1

Dengan memasukan persamaan (2.2) dan (2.4) ke dalam persamaaan (2.5),


didapatkan (Das ddk, 2014):

∑ ( c bi +W i tan ∅+ β X tan ∅ ) m1
i=1 α (i)
FK = i
(2.6)
∑ W i sin αi
i=1

dengan(Gunawan, dkk, 2014):

mα (n )=cos α i ( 1+ tanα i tan Φ' /F ) ( 2.7 )

Untuk penyederhanaan, bila kita mengumpamakan βX = 0, maka


Persamaan (2.6) berubah menjadi persamaan (2.7) (Das ddk, 2014):
20

( )
i-n
1
∑ [ c ' bi +( W i - u i bi ) tan Φ' ]
i-l cos ɸi ( 1+ tan ɸ i tan Φ' /F )
FK = i-n
(2.8)
∑ W i sin ɸi
i-l

Dimana :
FK = faktor keamanan
C’ = kohesi tanah afektif (kN/m2)
'
Φ = sudut geser dalam tanah efektif (o)
bi = lebar irisan Ke-i
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
ɸi = sudut irisan
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)

Untuk bermacam-macam harga αn. Seperti pada metode irisan sederhana,


beberapa bidang longsor harus diselidiki untuk mendapatkan bidang longsor yang
paling kritis yang akan memberikan angka keamanan minimum.
Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer
dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana,
cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti.
Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang
memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode
Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok
digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk
busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum (Zudri dan Anaperta,
2018).

1.9. PengujianLaboratorium Mekanika Tanah Standar Nasional


Indonesia(SNI)
1.9.1. Sifat fisik tanah (SNI 03-3637-1994)
Bobot isi tanah merupakan perbandingan antara berat tanah basah dengan
volume cetakan (Zudri dan Anaperta, 2018). Bobot isi tanah (γ) dapat dicari
dengan rumus:
Untuk menghitung bobot isi tanah dan bobot isi kering digunakan rumus:
21

1. Bobot isi (Ifnanta dan Anaperta, 2018)):

W 2 −W 1
y= (2.9)
V

Dimana :
γ = bobot isi (gram/cm3)
W2 = berat cincin + tanah (gram)
W1 = berat cincin kosong (gram)
V = volume cincin (cm3)

2. Sedangkan untuk bobot isi kering digunakan rumus (Ifnanta dan Anaperta,
2018) :

y
yd = (2.10)
1+ ω

Dimana :
γd = bobot isi kering (gram/cm3)
γ = bobot isi (gram/cm3)
ω = kadar air (cm3)

Data yang diperoleh dari hasil pengujian akan memiliki satuan gram/cm3.
Data tersebut kemudian dikonversi kedalam satuan kN/m3.

1.9.2. Sifat mekanik tanah (SNI 2813:2008)


Uji laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik tanah
adalah pengujian Uji Geser Langsung (Direct Shear Test). Uji ini dimaksudkan
untuk menetukan nilai kekuatan geser tanah dengan mengubah-ubah tegangan
axial pada beberapa contoh.
Ada beberapa teori untuk menentukan kekuatan geser tanah, namun yang
umum dipakai adalah metode Mhor-Coulomb. Mhor dan Coulomb menyatakan
bahwa kekuatan geser tanah merupakan fungsi dari kohesi dan sudut geser dalam
tanah. Kekuatan geser tanah dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut
(Das, 2008):
22

s=c ' + σ ' tan ∅' (2.11)

Dimana:
s = kuat geser tanah (kN/m2)
'
c = kohesi tanah efektif (kN/m2)
'
σ = tegangan normal efektif (kN/m2)
∅' = sudut geser dalam tanah efektif (˚)
Kuat geser adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah
terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami
pembebanan akan ditahan oleh:
1. Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak
tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada bidang geserannya.
2. Gesekan antara butir-butir yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan
vertical pada bidang geserannya.
Parameter kuat geser tanah ditentukan dari pengujian-pengujian
laboratorium pada benda uji yang diambil ambil dari lapangan harus diusahakan
tidak berubah kondisinya, terutama pada contoh asli (undisturb), dimana
masalahnya adalah harus menjaga kadar air dan susunan tanah di lapangannya
supaya tidak berubah.

Tegangan normal (Zudri dan Anaperta, 2018) :

N
τ= (2.12)
A

Dimana:

τ = tegangan normal (kN/m2)


N = massa (kN)
A = luas cincin (m2)

Tegangan geser (Zudri dan Anaperta, 2018) :

S
σ= (2.13)
A
23

Dimana:

σ = tegangan geser (kN/m2)


S = tekanan terbesar (kN)
A = luas cincin (m2)

Anda mungkin juga menyukai