TINJAUAN PUSTAKA
5
6
1.2. Lereng
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu
dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan
manusia. Lereng yang terbentuk secara alami misalnya lereng bukit dan tebing
sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain galian dan timbunan tanggul
dan dinding tambang terbuka.
Dilihat dari material penyusunnya, terdapat dua macam lereng, yaitu lereng
tanah dan lereng batuan. Dalam analisis penentuan jenis tindakan pengamannya,
lereng tanah tidak dapat disamakan dengan lereng batuan karena parameter
material dan jenis penyebab longsor kedua material pembentk lereng tersebut
sangat jauh berbeda (Heriyadi dan Putra, 2018).
Lereng terbagi menjadi dua yaitu lereng alamiah dan lereng buatan, lereng
alamiah adalah lereng yang terbentuk karena adanya proses geologi, miaslnya
tebing sungai dan lereng bukit. Lereng buatan adalah lereng yang terbentuk
karena adanya proses timbunn dan galian (Sudarmono ddk, 2017).
Lereng alamiah yang terbentuk dari proses alam seperti gerakan tanah,
pengikisan dan sebagainya. Kegiatan manusia yang dilakukan secara sengaja guna
keperluan tertentu, seperti penggalian, pemotongan dan penimbunan tanah.
(Turangan ddk, 2014) mengatakan ada tiga macam lereng yang perlu mendapat
perhatian dari ahli-ahli geoteknik, yaitu: (a) Lereng alam, yaitu lereng yang
terbentuk akibat kegiatan alam seperti erosi, gerakan tektonik dan sebagainya. (b)
Lereng yang dibuat manusia, akibat penggalian atau pemotongan pada tanah
asliuntuk pembuatan jalan atau keperluan irigasi. (c) Lereng timbunan tanah,
seperti urugan untukjalan raya atau bendungan tanah.
Pangemanan ddk, (2014) mengemukakan bahwa Lereng adalah suatu
permukaan yang menghubungkan suatu permukaan tanah yang lebih tinggi
dengan permukaan tanah yang lebih rendah. Dengan kata lain lereng merupakan
tanah yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horizontal.
Sampouw ddk, (2019) mengemukakan bahwaselain itu, lereng juga dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu lereng tak terhingga (lereng bukit) dan lereng terbatas
(tanggul, bendungan, dan sebagainya).
7
Salunkhe ddk, (2017) juga menyebutkan ada 2 jenis utama pada lereng,
yaitu: (1) Lereng tak terbatas, jika kemiringan mewakili permukaan batas dari
massa tanah semi tak terbatas dan sifat tanah untuk semua kedalaman identik di
bawah permukaan adalah konstan. (2) Lereng terbatas, jika kemiringannya
terbatas pada bentangannya.
Pada setiap lereng ini kemungkinan terjadinya gerakan tanah selalu ada dan
apabila perlu, harus dilakukan pemeriksaan atau penelitian terhadap lereng
tersebut untuk mengetahui apakah mempunyai potensi gerakan tanah atau tidak.
Kestabilan lereng baik lereng alam maupun lereng buatan sangat penting untuk
diketahui karena gerakan tanah atau runtuhnya lereng-lereng tersebut akan
menimbulkan bencana bagi manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu
analisa tentang kestabilan lereng.
Kestabilan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (buatan
manusia) serta lereng timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dinyatakan secara sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak
yang berhubungan dengan kestabilan lereng tersebut (Hasan dan Heriyadi, 2018).
Stabilitas lereng didasarkan pada interaksi antara dua jenis gaya yaitu gaya
penggerak dan gaya penahan. Mengontrol gaya menimbulkan gerakan kemiringan
material, sedangkan kekuatan penahan menghalangi gerakan. Jadi, saat
mengontrol gaya dapat mengatasi gaya penahan, kemiringan tidak stabil dan
mengakibatkan kegagalan lereng. Konsep dasar dari kedua jenis gaya cukup
sederhana. Interaksi antara gaya penggerak dan gaya penahan dialami di lereng
yang curam. Kekuatan pendorong utama di sebagian besar gerakan tanah adalah
gravitasi. Gaya resistif utama adalah kekuatan geser material (Pushpa ddk, 2016)
Kemantapan atau kestabilan suatu lereng tergantung pada besarnya gaya
penahan serta gaya penggerak yang terdapat pada bidang gelincirnya. Gaya
penahan adalah gaya yang menahan terjadinya suatu longsoran sedangkan gaya
penggerak merupakan gaya yang menyebabkan terjadinya longsoran. Kestabilan
suatu lereng dapat dinyatakan dengan nilai Faktor Keamanan (FK) yang
merupakan perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penggerak (Arif dkk,
2018).
8
batuan, maka lereng akan semakin stabil dan tidak mudah longsor. Dalam
mengetahui sifat fisik dan mekanik batuan dilakukan dengan pengujian di
laboratorium untuk mendapatkan angka bobot isi, kohesi dan sudut geser
dalam pada lokasi penelitian.
6. Bobot isi
Bobot isi mempengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang
longsor. Semakin bobot isi semakin besar gaya penggerak yang
menyebabkan lereng tidak stabil.
7. Porositas
Material yang memiliki porositas besar memiliki kemampuan besar
untuk menyerap air sehingga mengalami peningkatan bobot isi. Peningkatan
bobot isi akan menurunkan kestabilan lereng.
8. Kandungan Air
Kandungan air berpengaruh terhadap tekanan air pori. Semakin besar
kandungan air, tekanan air pori akan semakin besar sehingga menurunkan
kekuatan geser dan mengakibatkan lereng mudah longsor.
Selain dipengaruhi oleh sifat fisik, kestabilan lereng juga dipengaruhi
oleh sifat mekanik tanah dan batuan, seperti kuat tekan, kuat tarik, dan kuat
geser. Semakin besar kekuatan tanah dan batuan, maka lereng akan semakin
stabil dan tidak mudah longsor.
9. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kestabilan lereng karena iklim
mempengaruhi perubahan temperatur. Temperatur yang cepat berubah
dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan.
Untuk daerah tropis pelapukan lebih cepat dibandingkan dengan daerah
dingin, oleh karena itu singkapan batuan pada lereng di daerah tropis akan
lebih cepat lapuk dan ini akan mengakibatkan lereng mudah tererosi dan
terjadi kelongsoran.
11
Gaya Penahan
FK = (2.1)
Gaya Penggerak
irisan mempunyai resultan nol pada arah vertical. Maka diperlukan asumsi
sebanyak (2n - n) agar masalah bisa diselesaikan secara statis tertentu
(Rajagukguk ddk, 2014).
Tabel 2.3. Asumsi Umum Persamaan Pada Metode Bishop
No Asumsi Umum Jumlah
1. Posisi gaya normal pada pusat Slice N
2. Gaya antar slice vertical adalah nol n–1
Total 2n – 1
Sumber : (Rajagukguk ddk, 2014).
Menurut Rajagukguk ddk, (2014), secara umum ada tiga macam asumsi
yang dapat dibuat :
a. Asumsi mengenai distribusi tegangan normal sepanjang permukaan gelincir.
b. Asumsi mengenai inklinasi dari gaya-gaya antar potongan.
c. Asumsi mengenai posisi garis resultan gaya-gaya antar potongan.
Pada sebagian besar metode analisis, gaya normal diasumsi bekerja dipusat
alas dari tiap potongan, sebab potongan tipis. Metode bishop ini menggunakan
asumsi sebanyak (2n – 1), prinsip dasarnya sebagai berikut :
a. Kekuatan geser didefinisikan dengan menggunakan linear Mohr-Coulomb.
b. Menggunakan keseimbangan normal.
c. Menggunakan keseimbangan tengensial.
d. Menggunakan keseimbangan momen
yang rapat (heavily jointed), atau menerus sepanjang sebagian lereng sehingga
menyebabkan longsoran geser dipermukaan.
2. Longsoran Bidang (Plane Failure)
Longsoran jenis ini terjadi pada batuan yang mempunyai bidang luncur
bebas (day light) yang mengarah ke lereng dan bidang luncurnya pada bidang
diskontinu seperti: sesar, kekar, liniasi atau bidang perlapisan. Fenomena lainnya
yang memicu longsoran jenis ini yaitu bila sudut lereng lebih besar dari sudut
bidang luncur serta sudut geser dalam lebih kecil dari sudut bidang luncurnya.
3. Longsoran Baji (Wedge Failure)
Model longsoran ini hanya bisa terjadi pada batuan yang mempunyai lebih
dari satu bidang lemah atau bidang diskontinu yang bebas, dengan sudut antara
kedua bidang tersebut membentuk sudut yang lebih besar dari sudut geser
dalamnya. Fenomena yang paling sering terjadi adalah garis perpotongan dua
bidang kekar mempunyai kemiringan ke arah kemiringan lereng.
4. Longsoran Guling (Toppling Failure)
Longsoran topling akan terjadi pada lereng yang terjal pada batuan keras
dengan bidang - bidang diskontinu yang hampir tegak atau tegak, dan longsoran
dapat berbentuk blok atau bertingkat. Bila longsoran terjadi pada massa batuan
yang kuat dengan fenomena kekar yang relatif tegak, maka rekahan tariknya akan
melendut terus dan miring ke arah kemiringan lereng (Ifnanta dan Anaperta,
2018).
Salah satu karakteristik metode irisan yaitu geometri dari bidang runtuh
harus ditentukan atau diasumsikan terlebih dahulu. Untuk menyederhanakan
perhitungan, bidang runtuh biasanya dianggap berupa sebuah busur lingkaran,
gabungan busur lingkaran dengan garis lurus, atau gabungan dari beberapa
garislurus. Setelah geometri dari bidang runtuh ditentukan, massa diatas bidang
runtuh dibagi menjadi sejumlah irisan tertentu. Tujuannya untuk
mempertimbangkanadanya variasi kekuatan geser dan tekanan air pori sepanjang
bidang runtuh (Suedi dkk, 2018).
bi
Xl+ Xr
1
El+ Er
11
Wi
S
m
Ni
Gambar 2.1. Gaya-gaya yang bekerja pada tiap irisan (Zudri dan Anaperta, 2018)
Dimana :
Xl, Xr = gaya geser efektif disepanjang sisi irisan
El, Er = gaya normal efektif disepanjang sisi irisan
Sm = resultan gaya geser efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan
Ni = resultan gaya normal efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan
β = lebar alas irisan
bi = lebar irisan
1
N i= ( c +tan ∅ ) β
F
1
¿
F
( c β +tan Sm ∅ ) (2.2)
W i + β x =S m cos α i+ [ Sm tan ∅ cβ
F
+
F ]
sin α i (2.3)
atau :
cβ
W i+ β X− sin α i
F
Sm = (2.4)
tan ∅ ∙sin α i
cos α i +
F
∑ ( c bi +W i tan ∅+ β X tan ∅ ) m1
i=1 α (i)
FK = i
(2.6)
∑ W i sin αi
i=1
( )
i-n
1
∑ [ c ' bi +( W i - u i bi ) tan Φ' ]
i-l cos ɸi ( 1+ tan ɸ i tan Φ' /F )
FK = i-n
(2.8)
∑ W i sin ɸi
i-l
Dimana :
FK = faktor keamanan
C’ = kohesi tanah afektif (kN/m2)
'
Φ = sudut geser dalam tanah efektif (o)
bi = lebar irisan Ke-i
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
ɸi = sudut irisan
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
W 2 −W 1
y= (2.9)
V
Dimana :
γ = bobot isi (gram/cm3)
W2 = berat cincin + tanah (gram)
W1 = berat cincin kosong (gram)
V = volume cincin (cm3)
2. Sedangkan untuk bobot isi kering digunakan rumus (Ifnanta dan Anaperta,
2018) :
y
yd = (2.10)
1+ ω
Dimana :
γd = bobot isi kering (gram/cm3)
γ = bobot isi (gram/cm3)
ω = kadar air (cm3)
Data yang diperoleh dari hasil pengujian akan memiliki satuan gram/cm3.
Data tersebut kemudian dikonversi kedalam satuan kN/m3.
Dimana:
s = kuat geser tanah (kN/m2)
'
c = kohesi tanah efektif (kN/m2)
'
σ = tegangan normal efektif (kN/m2)
∅' = sudut geser dalam tanah efektif (˚)
Kuat geser adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah
terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami
pembebanan akan ditahan oleh:
1. Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak
tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada bidang geserannya.
2. Gesekan antara butir-butir yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan
vertical pada bidang geserannya.
Parameter kuat geser tanah ditentukan dari pengujian-pengujian
laboratorium pada benda uji yang diambil ambil dari lapangan harus diusahakan
tidak berubah kondisinya, terutama pada contoh asli (undisturb), dimana
masalahnya adalah harus menjaga kadar air dan susunan tanah di lapangannya
supaya tidak berubah.
N
τ= (2.12)
A
Dimana:
S
σ= (2.13)
A
23
Dimana: