Anda di halaman 1dari 153

SKRIPSI

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU PENGENDALIAN


DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KADAR GULA
DARAH LANSIA DI POSBINDU WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PATIHAN

Oleh :
FARA SHOUFIKA
NIM : 201403062

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018

i
SKRIPSI

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU PENGENDALIAN


DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KADAR GULA
DARAH LANSIA DI POSBINDU WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PATIHAN

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh :
FARA SHOUFIKA
NIM : 201403062

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018

ii
iii
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN

Puji Syukur Alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kepada Allah SWT


yang Maha Agung, karena atas Rahmat dan Ridho-Nya yang begitu besar penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Tanpa suatu perjuangan
dan Ridho Allah SWT mungkin skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung dan memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini, adapun
pihak-pihak yang telah mendukung adalah :
1. Kedua orang tua, abah dan ibu yang senantiasa memberikan semangat dan
doa-doanya yang tak pernah putus supaya cita-cita saya terkabul dan menjadi
orang sukses berhasil serta selalu mendidik saya untuk selalu berdoa,
berusaha, bersabar dan tawaduk dalam segala hal yang baik.
2. Kedua adik kandung, Alfan dan Rizal yang selalu menyemangati dan
mendoakan agar saya cepat menyelesaikan skripsi dan lulus
3. Bpk Suhadi Prayitno S.KM.,MM selaku pembimbing skripsi yang selalu
memberikan support dan bimbingan serta arahan dalam penulisan dan
penyelesaian skripsi.
4. Ibu Avicena Sakufa Marsanti S.KM.,M.Kes selaku pembimbing dua skripsi
yang baik, cantik dan yang selalu memberikan support serta bimbingan yang
maksimal dalam penulisan dan penyelesaian skripsi. Terima kasih banyak bu
Avi.
5. Ibu Hanifah Ardiani S.KM.,M.KM yang dulu selalu saya harapkan menjadi
pembimbing tetapi ternyata menjadi penguji saya, terima kasih banyak bu
sudah menjadi penguji yang terfavorit dan terima kasih atas semua ilmunya.
6. Semua Dosen Kesmas yang sudah memberikan saya ilmu-ilmu yang
bermanfaat sehingga membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Kepada semua teman-teman dan sahabat yang tercinta yang tidak bisa
disebutkan satu persatu terima kasih kalian sudah selalu memberikan saya
semangat, motivasi agar segera menyelesaikan skripsi. Gomawo All.

v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fara Shoufika

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 11 November 1995

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sarimulya Timur No. 02, RT. 026 / RW. 008

Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan

Kartohardjo, Kota Madiun.

Email : farashoufika@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK Islamiyah Rejomulyo 2001-2002

2. MI Islamiyah Rejomulyo 2002-2008

3. MTSN Kota Madiun 2008-2011

4. MAN 2 Madiun 2011-2014

5. STIKES BHM Madiun 2014-2018

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang
berjudul “Hubungan Faktor Perilaku Pengendalian Diabete Melitus Tipe 2 dengan
Kadar Gula Darah Lansia di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan”.
Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan jenjang
Sarjana di Prodi Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan ini :
1. Kepala Puskesmas Patihan Kota Madiun Dr. Ulfa yang telah memberikan izin
dan kesempatan untuk melakukan penelitian di Posbindu wilayah kerja
Puskesmas Patihan.
2. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes, selaku selaku Dosen
Pembimbing II dan Ketua Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun.
4. Ibu Hanifah Ardiani, S.KM.,M.KM, selaku Dewan Penguji.
5. Bapak Suhadi Prayitno, S.KM., MM, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini..
6. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan, dan kritik yang bersifat
membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.
Madiun, 21 Agustus 2018

Penyusun

v
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2018

ABSTRAK

Fara Shoufika

Hubungan Faktor Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2


dengan Kadar Gula Darah di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas
Patihan.

128 halaman + 24 tabel + 4 gambar + 10 lampiran

Latar belakang: Penyakit DM tipe 2 merupakan penyebab langsung dari


1,5 juta kematian dan 2,2 juta kematian disebabkan oleh kadar gula darah
yang tinggi. Kadar gula darah adalah jumlah glukosa dalam plasma darah.
Peningkatan kadar gula darah dapat menyebabkan timbulnya komplikasi
akibat DM tipe 2. Untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya
komplikasi akibat DM tipe 2, maka penderita DM tipe 2 perlu mengetahui
pentingnya pengendalian kadar gula darah dalam tubuh. Tujuan penelitian
ini adalah untuk membuktikan hubungan faktor perilaku pengendalian DM
tipe 2 dengan kadar gula darah lansia.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain
studi cross sectional. Populasi penelitiani adalah seluruh lansia penderita
DM tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan. Sampel
penelitian adalah 45 orang yang menggunakan teknik total sampling. Data
penelitian diperoleh melalui kuesioner dan observasi. Analisis data
menggunakan uji Chi-Square. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli
2018 selama satu bulan.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan aktivitas
fisik (RP 1,98; 95% CI 1,053-3,736), frekuensi konsumsi karbohidrat (RP
2,02; 95% CI 1,020-4,015), frekuensi konsumsi serat (RP 1,96; 95% CI
1,089-3,559), obesitas (RP 1,82; 95% CI 1,078-3,108), kepatuhan
pengobatan (RP 2,22; 95% CI 1,144-4,432) dengan kadar gula darah lansia
penderita DM tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan.
Simpulan: Mengendalikan kadar gula darah pada lansia DM tipe 2
diperlukan dukungan dari keluarga dan instansi kesehatan serta didukung
dengan perubahan perilaku dari lansia DM tipe 2 dalam meningkatkan
kepatuhan pengobatan dan menerapkan gaya hidup sehat di kehidupan
sehari-hari.

Kata kunci : Kadar Gula Darah, Pengendalian DM tipe 2


Kepustakaan : 87 (2007-2017)

i
ABSTRACT

Fara Shoufika

THE RELATIONSHIP BETWEEN BEHAVIOR FACTOR TO


CONTROL TYPE 2 DIABETES MELLITUS WITH BLOOD SUGAR
LEVELS OF ELDERLY IN POSBINDU WORKING AREA PRIMARY
HEALTH CENTER OF PATIHAN

128 Page + 24 Table + 4 Picture and 10 Appendix

Background: Type 2 diabetes Mellitus (DM) was a direct cause of 1,5


million deaths and 2,2 million deaths are caused by high blood sugar
levels. Blood sugar levels are the amounth of glucose in the blood plasma.
Increased blood sugar levels can cause complications due to type 2 DM,
then type 2 DM patients need to know the importence of controlling blood
sugar levels in the body. The purpose of this study was to prove the
relationship between behavior factor to control type 2 DM with blood
sugar levels of elderly in Posbindu working area Primary Health Center of
Patihan.
Methods: The type of this research was analytic research with cross
sectional study design. The study population were all elderly patients with
type 2 DM in Posbindu working area Primary Health Center of Patihan.
The study sample were 45 people used total sampling technique. Research
data was obtained through questionnaires and observations. Data analysis
used Chi-Square test. The study was conducted in 2018 July for one
month.
Results: The results showed that there was a relationship between
physical activity (RP 1,98; 95% CI 1,053-3,736), frequency of
carbohydrate consumption (RP 2,02; 95% CI 1,020-4,015), frequency of
fiber consumption (RP 1,96; 95% CI 1,089-3,559), obesity (RP 1,82; 95%
CI 1,078-3,108) and medication adherence (RP 2,22; 95% CI 1,144-
4,432) with blood sugar levels of elderly type 2 DM patients in Posbindu
working area Primary Health Center of Patihan..
Conclusion: Controlling blood sugar levels in elderly type 2 DM needed
support from family and health institutions as well as supported by
changes in the behavior of elderly type 2 DM in improving medication
adherence and implementing a healthy lifestyle.

Keyword : Blood Sugar Levels, Controll Type 2 DM


Bibliography : 87 (2007-2017)

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
SAMPUL DALAM..................................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iv
LEMBAR PERSEMBAHAN..................................................................................v
LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP..............................................................................vii
KATA PENGANTAR..........................................................................................viii
ABSTRAK..............................................................................................................ix
ABSTRACT...............................................................................................................x
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xv
DAFTAR SINGKATAN......................................................................................xvi
DAFTAR ISTILAH.............................................................................................xvii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah Umum.........................................................7
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus........................................................8
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................9
1.3.2 Tujuan Khusus...........................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................10
1.5 Keaslian Penelitian............................................................................11
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kadar Gula Darah
2.1.1 Pengertian Kadar Gula Darah..................................................14
2.1.2 Pemeriksaan Kadar Gula Darah..............................................14
2.1.3 Nilai Normal Kadar Gula Darah..............................................15
2.1.4 Cara Pemeriksaan Kadar gula Darah.......................................16
2.1.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula
Darah.......................................................................................18
2.2 Diabetes Melitus (DM)
2.2.1 Pengertian Diabetes Melitus....................................................22
2.2.2 Patofisiologi DM Tipe 2..........................................................23
2.2.3 Diagnosis DM Tipe 2..............................................................24
2.2.4 Manifestasi Klinis DM tipe 2..................................................25
2.2.5 Faktor Risiko yang Mempengaruhi DM tipe 2.......................26

x
2.2.6 Pengendalian Faktor Risiko DM Tipe 2..................................33
2.2.7 Kriteria Pengendalian DM.......................................................37
2.3 Lansia
2.3.1 Pengertian Lansia....................................................................38
2.3.2 Klasifikasi Lansia....................................................................39
2.4 Posbindu PTM
2.4.1 Pengertian Posbindu PTM.......................................................40
2.4.2 Klasifikasi Posbindu PTM.......................................................40
2.5 Kerangka Teori.................................................................................42
BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA
3.1 Kerangka Konsep..............................................................................43
3.2 Hipotesis...........................................................................................44
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian..............................................................................46
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi...................................................................................47
4.2.2 Sampel.....................................................................................47
4.3 Teknik Sampling...............................................................................48
4.4 Kerangka Kerja Penelitian................................................................48
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Variabel Penelitian..................................................................50
4.5.2 Definisi Operasional................................................................50
4.6 Instrumen Penelitian.........................................................................54
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................56
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
4.8.1 Data Primer..............................................................................56
4.8.2 Data Sekunder.........................................................................58
4.9 Teknik Pengolahan Data...................................................................58
4.10 Analisis Data....................................................................................60
4.11 Etika Penelitian................................................................................63
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.................................................65
5.2 Karakteristik Responden...................................................................68
5.2.1 Data Umum.............................................................................68
5.2.2 Data Khusus.............................................................................71
5.3 Hasil Penelitian.................................................................................74
5.3.1 Analisis Bivariat......................................................................74
5.4 Pembahasan.......................................................................................81
5.5 Keterbatasan Penelitian.....................................................................97
BAB 6. KESIMPILAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan.......................................................................................99
6.2 Saran 101
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................103
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian............................................................................11


Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan
Penyaringan dan Diagnosa................................................................15
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT menurut Kriteria Indonesia.....................................30
Tabel 2.3 Sasaran Pengendalian DM................................................................37
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel...........................................................51
Tabel 4.2 Validitas Instrumen Penelitian..........................................................55
Tabel 4.3 Reliabilitas Instrumen Penelitian......................................................56
Tabel 4.4 Rencana Kegiatan.............................................................................57
Tabel 4.5 Coding...............................................................................................59
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin..........69
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia..........................69
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan...............70
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan.................70
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kadar Gula
Darah.................................................................................................71
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik..........72
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi
Konsusmsi Karbohidrat....................................................................72
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi
Konsusmsi Serat................................................................................73
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Obesitas...................73
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan
Pengobatan........................................................................................74
Tabel 5.11 Tabulasi Silang Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar
Gula Darah Lansia DM tipe 2...........................................................75
Tabel 5.12 Tabulasi Silang Hubungan Frekuensi Konsumsi Karbohidrat
dengan Kadar Gula Darah Lansia DM tipe 2....................................76
Tabel 5.13 Tabulasi Silang Hubungan Frekuensi Konsumsi Serat dengan
Kadar Gula Darah Lansia DM tipe 2................................................77
Tabel 5.14 Tabulasi Silang Hubungan Obesitas dengan Kadar Gula
Darah Lansia DM tipe 2....................................................................79
Tabel 5.15 Tabulasi Silang Hubungan Kepatuhan Pengobatan dengan
Kadar Gula Darah Lansia DM tipe 2................................................80

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori.................................................................................42


Gambar 3.1 Kerangka Konsep..............................................................................43
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian................................................................49
Gambar 5.1 Batas Wilayah Kerja Puskesmas Patihan..........................................66

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian


Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 3 Surat Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Madiun
Lampiran 4 Surat Dinas Kesehatan Kota Madiun
Lampiran 5 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 6 Kuesioner Penelitian
Lampiran 7 Hasil Output Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 8 Hasil Output Analisis Univariat
Lampiran 9 Hasil Output Analisis Bivariat
Lampiran 10 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 11 Format Revisi Skripsi

x
DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Melitus
HbA1C : Tes Hemoglobin Glikosilat
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
WHO : World Health Organization
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
GDPT : Gula Darah Puasa Terganggu
TGT : Toleransi Glukosa Terganggu
NaF : Natrium Fluoride
PP : Post Prandial
HDL : High Density Lipoprotein
LDL : Low Density Lipoprotein
KV : Kardiovaskuler
BB : Berat Badan
TB : Tinggi Badan
IMT : Indeks Masa Tubuh
PTM : Penyakit Tidak Menular
IRS 1 : Insulin Receptor Substrate 1
RP : Ratio Prevalensi
CI : Convident Interval

x
DAFTAR ISTILAH

Hiperinsulinemia : Produksi insulin berlebih dalam tubuh oleh sel beta


pankreas
Hiperglikemia : Keadaan dimana kadar gula dalam darah lebih tinggi
dari nilai normal.
Hipertensi : Peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg
Polidipsi : Istilah medis untuk keadaan dimana penderita
mengalami gejala banyak minum.
Poliuria : Istilah medis untuk keadaan dimana penderita
mengalami gejala sering buang air kecil.
Polipagio : Istilah medis untuk keadaan dimana penderita
mengalami gejala banyak makan

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan

kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh

gangguan sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya. Diabetes

melitus (DM) juga memiliki gejala klinis seperti banyak minum

(polidipsi), banyak kencing (poliuria), banyak makan (polipagio), berat

badan menurun dengan cepat, dan pengelihatan menjadi kabur. Diabetes

diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara lain DM tipe 1, DM tipe 2,

DM Gestasional, dan DM spesifik lainnya (PERKENI, 2015).

Penyakit diabetes melitus yang paling sering terjadi adalah diabetes

melitus (DM) tipe 2, yaitu mencakup sekitar 85% pasien diabetes

(Greenstein, Wood. 2010). DM tipe 2 merupakan penyakit yang berjangka

panjang apabila diabaikan akan menyebabkan komplikasi yang dapat

menyerang seluruh anggota tubuh, hal ini di akibatkan karena kadar gula

darah yang tidak terkontrol pada pengidap diabetes (Soegondo, 2009).

Pada tahun 2014 pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas

menderita diabetes melitus adalah 8,5%. Pada tahun 2012, diabetes melitus

merupakan penyebab langsung dari 1,5 juta kematian dan 2,2 juta

kematian disebabkan oleh kadar glukosa darah yang tinggi. Menurut WHO

(World Health Organization) tahun 2012 terdapat 43% dari 3,7 juta

1
kematian yang disebabkan oleh glukosa darah tinggi yang terjadi sebelum

usia 70 tahun. Secara global glukosa darah tinggi menyebabkan kematian

sekitar 7% pada laki-laki dan 8% pada perempuan yang berusia 20-69

tahun (WHO, 2015).

Menurut Riskesdas 2013, terdapat 4,8% penderita DM pada usia

lanjut (65-74 tahun) dengan indikasi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

36,5% dan GDPT (Gula Darah Puasa Terganggu) 43,3% di Indonesia.

Pada lansia penderita DM usia 65-74 di Jawa Timur yaitu sebesar 5,3%

(Kemenkes RI, 2013). Data Dinas Kesehatan Kota Madiun angka kejadian

diabetes melitus tipe 2 mengalami peningkatan sejak tahun 2015 yaitu

sebesar 9.202 kasus dan di tahun 2016 menjadi 14.904 kasus, data tersebut

diperoleh dari 10 penyakit terbanyak di Kota Madiun (Dinas Kesehatan

Kota Madiun, 2015, 2016).

Penyakit Diabetes Melitus tipe 2 pada tahun 2016 menduduki

peringkat kelima dari 10 penyakit terbanyak yang dilayani di Puskesmas

Patihan. Pada tahun 2016 terdapat lansia penderita diabetes melitus tipe 2

usia 60 sampai ≥70 tahun sebesar 48% atau 1361 orang di Puskesmas

Patihan (Rekam Medis Puskesmas Patihan Kota Madiun, 2016). Pada

tahun 2017 penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Patihan

mencapai 11% dengan jumlah kasus 4159, data tersebut diperoleh dari

penderita DM tipe 2 yang berobat ke Puskesmas Patihan (Rekam Medis

Puskesmas Patihan Kota Madiun, 2017).

2
Kadar gula darah adalah jumlah glukosa dalam plasma darah.

Meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh merupakan salah satu tanda

khas penyakit diabetes melitus (DM) tipe 2. Terkontrol atau tidaknya

kadar gula darah dalam tubuh dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan

kadar gula darah. Kriteria kadar gula darah menurut WHO yaitu kadar gula

darah puasa dalam tubuh seseorang dikatakan normal apabila kadar gula

darah puasa 4-7 mmol/l atau setara dengan 72-126 mg/dl sedangkan

setelah 90 menit makan kadar gula darah yang normal dalam tubuh adalah

10 mmol/l atau setara 180 mg/dl, dan pada malam hari kadar gula darah

yang normal dalam tubuh adalah 8 mmol/l atau setara 144 mg/dl.

Seseorang dikatakan menderita diabetes melitus jika memiliki kadar gula

darah puasa > 126 mg/dl dan pada tes gula darah sewaktu yaitu > 200

mg/dl. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat

setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam (PERKENI, 2015).

Penyakit DM tipe 2 dapat terjadi pada siapa saja baik muda

maupun tua. Penyakit DM tipe 2 menurut WHO paling sering menyerang

pada orang lanjut usia yaitu sekitar usia ≥60 tahun. Lansia lebih berisiko

karena adanya penurunan kemampuan tubuh seperti massa otot lebih

sedikit dan jaringan lemak lebih banyak, menurunnya aktivitas fisik

sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan

dengan insulin, serta perubahan pola makan. Hal tersebutlah yang

menyebabkan lansia mudah terkena penyakit kronis seperti diabetes

melitus tipe 2 (Indra Kurniawan, 2010). Kadar gula darah yang tinggi

3
merupakan faktor risiko yang akan timbul pada lansia penderita DM tipe 2

apabila tidak dikendalikan sampai batas normal. Dampak dari

meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh lansia penderita DM tipe 2

adalah dapat menyebabkan timbulnya komplikasi akibat penyakit DM tipe

2 dan bahkan dapat mengakibatkan hilangnya nyawa atau kematian pada

lansia tersebut (WHO, 2015).

Pentingnya mengendalikan faktor-faktor yang menyebabkan

naiknya kadar gula darah dalam tubuh antara lain yaitu aktivitas fisik,

frekuensi konsumsi karbohidrat, frekuensi konsumsi serat, dan obesitas.

Kurangnya aktifitas fisik dapat mengakibatkan meningkatnya kadar gula

darah dalam tubuh serta dapat mengakibatkan resistensi insulin sehingga

seseorang dapat terserang penyakit diabetes melitus tipe 2 (Hanna,

Jeavery, dan Frenly, 2013). Berdasarkan penelitian Fehni, Gresty, dan

Yolanda tahun 2017 menunjukkan bahwa ada hubungan pola aktivitas

fisik dengan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 dari hasil uji statistik

korelasi pearson pada tingkat kemaknaan 95% (α< 0,05) dan nilai p. value

= 0,001. Lansia yang aktif melakukan aktifitas fisik di Posbindu 22% atau

10 orang, hal ini dikarenakan adanya penurunan kemampuan tubuh pada

lansia.

Tingginya konsumsi karbohidrat dan resptor insulin yang rendah

dapat menyebabkan glukosa yang dihasilkan dari metabolisme karbohidrat

yang dikonsumsi akan meningkat di pembuluh darah (Dewi, 2015). Hal ini

selaras dengan penelitian Ria, Siti, dan M. Zen tahun 2017 menunjukkan

4
bahwa terdapat hubungan tingkat kecukupan karbohidrat dengan kadar

gula darah pada lansia dengan rerata dan SD sebesar 83,96% ±7,77 dan

dengan nilai p. value = 0,003. Seperti makanan dan minuman manis,

karena makanan dan minuman manis mengandung unsur gula sedangkan

gula adalah salah satu sumber karbohidrat sederhana. Korbohidrat

sederhana inilah yang mempercepat peningkatan kadar gula darah dalam

tubuh, karena sumber dari karbohidrat sederhana lebih cepat diserap ke

dalam aliran darah.

Meningkatnya konsumsi serat pada pasien DM tipe 2 dapat

menurunkan kadar gula darah puasa dan HbA1C (Post et.al 2012 dalam

Erdiana Amelia, 2012). Serat memiliki manfaat untuk memperlambat

penyerapan karbohidrat di usus kecil sehingga mengurangi proses

glukoneogenesis yang berpengaruh terhadap peningkatan kerja insulin

(Dita, 2011). Berdasarkan penelitian Rita Kusniasari tahun 2014

menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan serat dengan kadar

glukosa darah pada penderita DM tipe 2 dari hasil uji statistik yaitu nilai p.

value = 0,01 dan α=0,05, serta nilaik keeratannya r= 0,628. Semakin

rendah asupan serat maka semakin tinggi kadar glukosa darah. Pada

Posbindu PTM selalu menghimbau lansia untuk rutin mengkonsumsi serat

seperti sayur dan buah. Lansia di Posbindu yang rutin mengkonsumsi serat

yaitu sebesar 51% atau 23 orang.

Obesitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

peningkatan kadar gula dalam tubuh, hal ini dikarenakan adanya timbunan

5
lemak yang berlebihan di dalam tubuh sehingga mengakibatkan resistensi

insulin yang berpengaruh terhadap kadar gula darah penderita diabetes

melitus (Waspadji, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian Henny

Purwandari tahun 2014 menunjukkan bahwa ada hubungan obesitas

dengan kadar gula darah dari hasil uji statistik nilai p. value = 0,045 dan

nilai coefisien corelasi 0,319.

Kepatuhan pengobatan merupakan salah satu faktor yang

berhubungan dengan pengendalian kadar gula darah, jika penderita DM

tipe 2 memiliki kepatuhan pengobatan yang rendah ini dapat menyebabkan

kadar gula darah dalam tubuh meningkat apabila tidak diimbangi dengan

pola hidup yang sehat. Hal ini sejalan dengan penelitian Nurlaili dan

Atoillah tahun 2013 menunjukkan bahwa ada hubungan kepatuhan

pengobatan dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 dari hasil

uji statistik nilai p. value = 0,003.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di

Posbindu Ngegong Puskemas Patihan dengan melakukan observasi dan

wawancara pada pemegang program penyakit tidak menular serta 5

penderita DM tipe 2 didapatkan bahwa penderita yang masih memiliki

kadar gula darah yang tidak normal adalah sebesar 33% atau 15 orang.

Hal ini disebabkan karena kebanyakan dari penderita suka mengkonsumsi

minuman manis setiap pagi, konsumsi minuman dan makanan manis

termasuk faktor penyebab naiknya kadar gula darah dan pemicu timbulnya

penyakit DM tipe 2. Selain itu beberapa dari penderita kurang melakukan

6
aktivitas fisik seperti olahraga hal ini dikarenakan fisik dari penderita

sudah tidak kuat lagi.

Program-program yang dilakukan Puskesmas Patihan untuk

mencegah PTM sudah berlangsung dengan baik seperti senam lansia dan

penyuluhan kesehatan, bahkan ada Posbindu PTM yang menangani semua

penyakit yang tidak menular, tetapi masih ada lansia penderita DM tipe 2

yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. Pengontrolan kadar gula darah

adalah salah satu bentuk pengendalian penyakit DM tipe 2. Kadar gula

darah yang normal sangat penting bagi lansia penderita DM tipe 2, karena

untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian pada lansia.

Penelitian tentang hubungan faktor perilaku pengendalian diabetes melitus

tipe 2 dengan kadar gula darah pada lansia masih jarang dilakukan. Oleh

karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan

Faktor Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kadar Gula

Darah Lansia di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan” yang

meliputi aktivitas fisik, konsumsi karbohidrat, konsumsi serat, obesitas

dan kepatuhan pengobatan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Apakah ada Hubungan Faktor Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus

Tipe 2 dengan Kadar Gula Darah Lansia di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Patihan?

7
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1. Bagaimana karakteristik responden penderita diabetes melitus tipe 2

di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan?

2. Bagaimana distribusi frekuensi dari kadar gula darah, aktivitas fisik,

konsumsi karbohidrat, konsumsi serat, obesitas, dan kepatuhan

pengobatan pada lansia diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilayah

Kerja Puskesmas Patihan?

3. Apakah ada hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada

lansia diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas

Patihan?

4. Apakah ada hubungan frekuensi konsumsi karbohidrat dengan

kadar gula darah lansia diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilayah

Kerja Puskesmas Patihan?

5. Apakah ada hubungan frekuensi konsumsi serat dengan kadar gula

darah pada lansia diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Patihan?

6. Apakah ada hubungan obesitas dengan kadar gula darah pada lansia

diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas

Patihan?

7. Apakah ada hubungan kepatuhan pengobatan dengan kadar gula

darah pada lansia diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Patihan?

8
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan faktor perilaku pengendalian diabetes

melitus tipe 2 dengan kadar gula darah pada lansia di Posbindu Wilayah

Kerja Puskesmas Patihan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik responden penderita diabetes melitus

tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan.

2. Mengidentifikasi ditribusi frekuensi kadar gula darah, aktivitas

fisik, konsumsi karbohidrat, konsumsi serat, obesitas dan

kepatuhan pengobatan pada lansia diabetes melitus di Posbindu

Wilayah Kerja Puskesmas Patihan.

3. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada

lansia diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Patihan.

4. Mengetahui hubungan frekuensi konsumsi karbohidrat dengan

kadar gula darah pada lansia diabetes melitus tipe 2 di Posbindu

Wilayah Kerja Puskesmas Patihan.

5. Mengetahui hubungan frekuensi konsumsi serat dengan kadar gula

darah pada lansia diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilayah

Kerja Puskesmas Patihan.

9
6. Mengetahui hubungan Obesitas dengan kadar gula darah pada

lansia diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Patihan.

7. Mengetahui hubungan kepatuhan pengobatan dengan kadar gula

darah pada lansia diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilayah

Kerja Puskesmas Patihan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mempunyai beberapa manfaat

antara lain:

1. Bagi Institansi Kesehatan

Untuk memberikan informasi dan manfaat kepada instansi kesehatan

agar lebih meningkatkan penyuluhan, skrining, dan pengetahuan lebih

pada lansia terutama pada penderita Diabetes melitus agar tetap

menerapkan pola hidup sehat.

2. Bagi Masyarakat

Untuk memberikan wawasan kepada masyarakat agar dapat lebih

memperhatikan kesehatannya serta untuk melakukan pencegahan lebih

dini agar tidak mengalami masalah-masalah kesehatan seperti penyakit

degeneratif.

3. Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Untuk memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu kesehatan

masyarakat dan diharapkan dapat membantu peneliti selanjutnya

1
dalam pengerjaan tugas serta untuk menambah pengetahuan tentang

penyakit diabetes melitus.

4. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan peneliti dan mengaplikasikan ilmu yang

telah didapat pada saat perkuliahan serta merupakan syarat tugas akhir

mahasiswa untuk lulus.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah sudah pernah

dilakukan sebelumnya. Peneliti uraikan penelitian terdahulu yang serupa

tetapi memiliki perbedaan yang cukup jelas, sebagai batasan agar tidak

terjadi kesamaan dengan penelitian ini. Perbedaan tersebut untuk

menjamin keaslian penelitian yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.1 Keasalian Penelitian

No. Nama Judul Tempat Metode Variabel Hasil


Peneliti Penelitian dan Tahun Penelitian Penelitian
Penelitian

1 Gumilang Hubungan Di RSUD Cross Variabel Hasil


Mega Aktifitas Karanganyar sectional bebas : penelitian
Fisik dengan tahun 2014 Aktifitas yang
Kadar Gula Fisik didapatkan
Darah pada yaitu ada
Variabel
pasien hubungan
terikat :
Diabetes antara
Kadar Gula

1
No. Nama Judul Tempat Metode Variabel Hasil
Peneliti Penelitian dan Tahun Penelitian Penelitian
Penelitian
Melitus Tipe Darah aktifitas fisik
2 dengan kadar
gula darah
(nilai
p=0,001).

2 Henny Hubungan Di RS Cross Variabel Hasil


Purwandari Obesitas Tingkat IV Sectional bebas : penelitian
dengan Madiun Obesitas yang
Kadar Gula 2014 Variabel didapatkan
Darah Pada terikat : yaitu ada
Karyawan di Kadar Gula hubungan
RS Tingkat Darah Obesitas
IV Madiun dengan kadar
gula darah
(nilai p=0,045
dan nilai
coefisien
corelasi
0,319).
3 Nurlaili Hubungan Di Cross Variabel Hasil dari
Haida K. P, Empat Pilar Puskesmas Sectional bebas : penelitian
Muhammad Pengendalian Pacarkeling Penyerapan adalah ada
Atoillah I DM Tipe 2 Surabaya Edukasi, hubungan
dengan tahun 2013 Pengaturan penyerapan
Rerata Kadar Makan, edukasi
Gula Darah Olahraga, (p=0,031),

1
No. Nama Judul Tempat Metode Variabel Hasil
Peneliti Penelitian dan Tahun Penelitian Penelitian
Penelitian
Kepatuhan pengaturan
Pengobatan makan
Variabel (p=0,002),
terikat : olahraga
Kadar Gula (p=0,017),
Darah kepatuhan
pengobatan
(p=0,003).

Perbedaan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian akan dilakukan

antara lain :

1. Lokasi : Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan Kota

Madiun

2. Tahun Penelitian : Tahun 2018

3. Variabel bebas : Konsumsi Karbohidrat dan Konsumsi Serat

4. Subyek penelitian : Lansia penderita DM tipe 2

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kadar Gula Darah

2.1.1 Pengertian Kadar Gula Darah

Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma

darah (Dorland, 2010). Gula darah adalah gula yang terdapat dalam darah

yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai

glikogen di hati dan otot rangka. Glukosa merupakan sumber energi utama

bagi sel manusia. Glukosa dibentuk dari karbohidrat yang dikonsumsi

melalui makanan dan disimpan sebagai glikogen dihati dan otot (Lestari,

2013).

Glukosa darah dibagi menjadi dua yaitu hiperglikemia dan

hipoglikemia. Hiperglikemia bisa terjadi karena asupan karbohidrat dan

glukosa yang berlebihan. Sedangkan hipoglikemia juga bisa terjadi karena

asupan karbohidrat dan glukosa kurang ( Mufti, 2015). Kadar glukosa

darah dalam keadaan normal berkisar antara 70-110 mg/dl. Nilai normal

kadar glukosa dalam serum dan plasma adalah 75-115 mg/dl, kadar gula 2

jam postprandial ≤ 140 mg/dl (Widyastuti, 2011).

2.1.2 Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), terdapat 3 macam

pemriksaan gula darah yaitu:

1
a. Pemeriksaan Glukosa Sewaktu

Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari

tanpa memperhatikan makan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh

orang tersebut.

b. Pemeriksaan Glukosa Puasa

Pemeriksaan gula darah puasa adalah pemeriksaan glukosa darah yang

dilakukan setelah pasien melakukan puasa selama 8-10 jam.

c. Pemeriksaan Glukosa Darah 2 jam Post Prandial (PP)

Pemeriksaan glukosa darah 2 jam post prandial adalah pemeriksaan

glukosa yang dihitung 2 jam setelah pasien menyelesaikan makan.

2.1.3 Nilai Normal Kadar Gula Darah

Nilai untuk kadar gula darah dalam darah bisa dihitung dengan

beberapa cara dan kriteria yang berbeda. Berikut tabel untuk

penggolongan kadar gula dalam darah sebagai patokan penyaring.

Tabel 2.1 Kadar Glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan

penyaringan dan diagnosa DM

Bukan Belum DM
DM Pasti DM

Kadar Glukosa Plasma Vena <100 100-199 ≥200


darah Sewaktu Plasma <90 90-199 ≥200
(mg/dl) Kapiler
Kadar Glukosa Plasma Vena <100 100-125 ≥126
darah Puasa Plasma <90 90-99 ≥100
(mg/dl) Kapiler
Sumber : (PERKENI, 2015)

1
2.1.4 Cara Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Pemeriksaan kadar gula darah dapat dilakukan melalui laboratorium

ataupun dengan glukometer. Jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan

menurut Soegondo, Soewondo, dan Subekti (2015), antara lain

pemeriksaan glukosa urin dan HbA1C.

a. Pemeriksaan Glukosa Urin

Pemeriksaan glukosa urin dapat dilakukan di laboratorium atau

klinik untuk mengetahui kadar gula darah dalam urin

b. Pemeriksaan HbA1C

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang dapat

digunakan pada semua tipe diabetes melitus terutama untuk

mengetahui status glikemik jangka panjang karena hasilnya sangat

akurat.

c. Pemeriksaan Glukosa Plasma

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegakkan diagnosis

diabetes melitus. Pemeriksaan glukosa plasma dilakukan dengan

menggunakan sampel darah lengkap (whole blood), Plasma dibuat

dalam tabung bekuan untuk memungkinkan terjadinya metabolisme

glukosa dalam sampel oleh sel-sel darah sampai terjadi pemisahan

melalui pemusingan (sentrifugasi). Jumlah sel darah yang tinggi dapat

menyebabkan glikolisis yang berlebihan sehingga terjadi penurunan

kadar glukosa. Untuk mencegah glikolisis tersebut, plasma harus

segera dipisahkan dari sel-sel darah. Suhu lingkungan tempat darah

1
disimpan sebelum diperiksa turut mempengaruhi tingkat glikolisis.

Pada suhu kamar, diperkirakan terjadi penurunan kadar glukosa 1-2%

per jam. Sedangkan pada suhu lemari pendingin, glukosa tetap stabil

selam beberapa jam di dalam darah.Penambahan Natrium Fluoride

(NaF) pada sampel darah dapat menghambat glikolisis sehingga kadar

glukosa dapat dipertahankan bahkan dalam suhu kamar. Pemeriksaan

glukosa plasma antara lain yaitu :

a) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah

kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam

b) Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2 jam setelah Tes

Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram

c) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan

klasik. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ini merupakan hasil

pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu

makan terakhir.

d. Pemeriksaan Glukometer

Pemeriksaan gula darah dengan menggunakan uji strip glukometer

dapat dilakukan dilakukan dengan cepat dan mudah yang hasilnya

dapat diketahui secara langsung oleh tenaga kesehatan maupun klien

sehingga dapat digunakan sebagai evaluasi dalam pengobatan.

Prosedur pemeriksaan yang dilakukan adalah pengambilan sampel

darah kapiler dengen membersihkan ujung jari klien menggunakan

kapas alkohol, menusuk ujung jari menggunakan jarum penusuk (lnet),

1
aplikasikan setetes darah pada strip pemeriksaan, tunggu hasil kurang

lebih selama 6 detik kemudian hasil akan keluar dari glukometer

tersebut. Membersihkan ujung jari klien dengan kapas alkohol. Dengan

begitu dapat diketahui hasil gula darah klien dalam batas normal atau

tidak. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk pengambilan gula darah

sewaktu, gula darah puasa, ataupun gula darah dua jam setelah makan

(Smeltzer & Bare, 2008).

2.1.5 Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah

a. Usia ≥ 45 tahun

Usia merupakan salah satu karakteristik yang melekat pada host

atau penderita penyakit. Usia mempunyai hubungan dengan tingkat

keterpaparan, besarnya fisik, serta sifat resistensi tertentu. Usia juga

berhubungan erat dengan sikap dan perilaku, juga karakteristik tempat

dan waktu. Perbedaan pengalaman terhadap penyakit menurut usia

sangat berhubungan dengan keterpaparan dan proses patogenesis

(Masriadi, 2016).

Pada orang-orang yang berusia ≥ 45 tahun organ tubuh mengalami

penurunan fungsi atau bahkan kegagalan dalam menjalankan

fungsinya, termasuk sel beta pankreas. Pada orang yang memiliki usia

lebih dari 45 tahun, fungsi sel beta pankreas mengalami penurunan

yang besarnya tergantung pada beban kerja sel beta pankreas. Beban

kerja pankreas ini dipengaruhi oleh tingkat resistensi insulin serta

durasi terjadinya resistensi insulin (Holt, Paula, 2009).

1
b. Olahraga atau Aktivitas Fisik

Olahraga adalah jenis latihan fisik melalui gerakan-gerakan

anggota tubuh atau gerakan tubuh secara keseluruhan, dengan maksud

untuk meningkatkan dan mempertahankan kebugaran jasmani.

Olahraga berperan utama dalam pengaturan kadar glukosa darah.

Olahraga juga dapat secara efektif mengontrol diabetes melitus. Diet

yang dipadu dengan olahraga merupakan cara efektif mengurangi

berat badan, menurunkan kadar gula darah, dan mengurangi stres

(Sugondo, Soewondo, Subekti., 2015).

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan

pengeluaran tenaga atau energi dan pembakaran energi. Aktivitas fisik

dikategorikan cukup apabila seseorang melkukan latihan fisik atau

olahraga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam

seminggu(Kemenkes RI, 2015).

c. Konsumsi Karbohidrat

Karbohidrat merupakan komponen utama dalam makanan yang

mempengaruhi kadar glukosa darah dan kebutuhan insulin.

Karbohidrat ada dua jenis yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat

kompleks. Karbohidrat sederhana adalah karbohidrat yang mempunyai

ikatan kimiawi hanya satu dan mudah diserap ke dalam aliran darah

(Sutanto, 2013).

Karbohidrat kompleks adalah karbohidrat yang sulit dicerna oleh

usus. Penyerapan karbohidrat kompleks relatif pelan, memberikan rasa

1
kenyang lebih lama dan tidak cepat menaikkan kadar gula darah dalam

tubuh. Karbohidrat kompleks diubah menjadi glukosa lebih lama

daripada karbohidrat sederhana sehingga tidak mudah menaikkan

kadar gula darah dan lebih bisa menyediakan energi yang bisa dipakai

secara bertingkat sepanjang hari (Sutanto, 2013).

Karbohidrat kompleks penyerapannya lebih lambat sehingga dapat

mencegah peningkatan kadar gula darah sedangkan karbohidrat

sederhana itu mudah diserap oleh tubuh, karbohidrat sederhanalah

yang justru mempercepat peningkatan kadar gula darah dalam tubuh.

Sumber karbohidrat kompleks seperti kacang-kacangan, sayur, buah,

pati dan umbi-umbian sedangkan sumber karbohidrat sederhana seperti

gula dan padi-padian (Sutanto, 2013).

d. Konsumsi Serat Pangan

Serat pangan dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber,

merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun

dari karbohidrat yang memiliki sifat resisten terhadap proses

perncernaan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi

sebagian atau keseluruhan di usus besar. Jadi serat pangan merupakan

begian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-

enzim pencernaan (Santoso, 2011).

Konsumsi serat terutama serat larut air pada sayur-sayuran dan

buah-buahan, dapat menghambat lewatnya glukosa melalui dinding

saluran pencernaan menuju pembuluh darah sehingga kadarnya dalam

2
darah tidak berlebihan. Selain itu serat dapat membantu memperlambat

pelepasan glukosa dalam darah. American Diabetes Association

merekomendasikan kecukupan serat bagi penderita DM adalah 20-35

gram per hari, sedangkan di Indonesia arupan serat yang dianjurkan 25

g/hari (Amtiria, 2015).

e. Stres

Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap

kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomena universal yang

terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap

orang mengalami stres dan dapat mengancam keseimbangan

fisiologis. (Nugroho, Purwanti. 2010). Stres menyebabkan produksi

berlebih pada hormon kartisol, kartisol adalah suatu hormon yang

melawan efek insulin dan menyebabkan kadar gula darah tinggi, jika

seseorang mngalami stres berat maka kartisol yang dihasilkan akan

makin banyak dan ini kan mengurangi sensitivitas tubuh terhadap

insulin. Kaertisol merupakan musuh dari insulin sehingga membuat

glukosa lebih sulit untuk memasuki sel dan meningkatkan gula darah

(Watkins, 2010).

f. Kepatuhan Pengobatan

Pengobatan DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin

dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjasinya

komplikasi. Tujuan setiap pengobatan adalah untuk mengontrol kadar

gula darah agar tetap normal. Kepatuhan pengobatan adalah

2
keterlibatan secara efektif dan sukarela dari pasien terhadap

pengelolaan penyakit yang dideritanya dengan mengikuti kesepakatan

pengobatan yang telah dibuat antara pasien dan petugas kesehatan.

Kepatuhan minum obat merupakan salah satu faktor yang berhubungan

dengan pengendalian kadar glukosa darah penderita DM tipe 2

sedangkan untuk penderita DM yang tingkat kepatuhan rendah

memiliki pengendalian kadar glukosa darah yang buruk (Chua and

Chan, 2011).

2.2 Diabetes Melitus (DM)

2.2.1 Pengertian Diabetes Melitus (DM)

Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit

metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas

penyakit diabetes melitus yaitu berupa peningkatan kadar glukosa dalam

darah (PERKENI, 2015).

Menurut WHO (2016), diabetes melitus merupakan penyakit kronis

yang terjadi ketika pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang

cukup atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan

secara efektif. Klasifikasi Diabetes Melitus dibagi menjadi empat tipe

yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM kehamilan (gestasional), dan DM tipe

lainnya. DM tipe 2 dimulai dengan dominan resistensi insulin disertai

2
difisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai

resistensi insulin (PERKENI, 2015).

Diabetes melitus tipe 2 disebut juga sebagai noninsulin-dependent

diabetes, yaitu diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Pada diabetes

melitus tipe 2 pankreas masih mampu memproduksi insulin dalam jumlah

yang cukup namun sel-sel tubuh tidak merespon insulin yang ada dengan

benar. Jadi dapat disimpulkan diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit

diabetes yang disebabkan karena sel-sel tubuh tidak merespon insulin yang

dilepaskan pankreas, inilah yang disebut resisten insulin. Resisten insulin

dapat menyebabkan glukosa yang tidak dimanfaatkan sel akan tetap

berada di dalam darah, semakin lama semakin menumpuk. Pada saat yang

sama, terjadinya resistensi insulin membuat pankreas memproduksi insulin

yang berlebih, dalam kondisi yang tidak terkontrol pankreas akan

mengurangi jumlah produksi insulin (Sutanto, 2013).

2.2.2 Patofisiologis DM tipe 2

DM tipe 2 memiliki karakteristik sekresi insulin yang tidak

adekuat, resistensi insulin, produksi glukosa hepar yang berlebihan dan

metabolisme lemak yang tidak normal. Pada tahap awal, toleransi glukosa

akan terlihat normal, walaupun sebenarnya telah terjadi resistensi insulin.

Hal ini terjadi karena kompensasi oleh sel beta pankreas berupa

peningkatan pengeluaran insulin. Proses resistensi insulin dan kompensasi

hiperinsulinemia yang terus menerus terjadi akan mengakibatkan sel beta

pankreas tidak lagi mampu berkompensasi (Isselbacher, 2012).

2
Apabila sel beta pankreas tidak mampu mengkompensasi

peningkatan kebutuhan insulin, kadar glukosa akan meningkat dan terjadi

DM tipe 2. Keadaaan yang menyerupai DM tipe 1 akan terjadi akibat

penurunan sel beta yang berlangsung secara progresif yang sampai

akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresikan insulin sehingga

menyebabkan kadar glukosa darah semakin meningkat (Rondhianto, 2011)

2.2.3 Diagnosis DM tipe 2

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa

darah. Pemeriksaan glukosa yang dianjurkan adalah pemeriksaan darah

secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil

pengobatan dapat dilakukan menggunakan pemeriksaan glukosa darah

kapiler dengan glukometer. Diangnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar

glukosaria.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti :

a. Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi

ereksi pria, serta pruritas vulva pada wanita (PERKENI, 2015).

Diagnosis DM tipe 2 dapat ditegakkan melalui :

a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu ≥200 mg/dl (11,1 mmol/l) sudah cukup untuk menegakkan

diagnosis DM tipe 2.

2
b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/l) dengan

adanya keluhan klasik. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam.

c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Kadar gula plasma 2 jam pada

TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/l). Meskipun TTGO dengan beban 75g

glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan

glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan

tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam

praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan

khusus.

d. Tes hemoglobin-glikosilat/HbA1C. Terdiagnosis DM tipe 2 jika nilai

HbA1C ≥6,5%. Tes ini harus dilakukan di laboratorium yang

menggunakan metode yang bersertifikat NSGP (National

Glycohemoglobin Standardization Program) dan standart untuk uji

DCCT (Diabetes Control and Complication Trial) (ADA, 2014).

2.2.4 Manifestasi Klinis DM tipe 2

Manifestasi klinis DM tergantung pada tingkat hiperglikemia yang

dialami oleh pasien. Manifestasi klinis yang khas dapat muncul pada

seluruh tipe diabetes meliputi trias poli yaitu poliuria, polidipsia,

poliphagia. Poliuria dan poldipsia terjadi sebagai akibat kehilangan cairan

yang berlebihan yang dihubungkan dengan diuresia osmotic. Pasien juga

mengalami poliphagia akibat dari kondisi metabolik yang diinduksi oleh

adanya defisiensi insulin serta pemecahan lemak dan protein. Gejala-gejala

2
lain yaitu kelemahan, kelelahan, perubahan penglihatan yang mendadak,

perasaan gatal pada tangan atau kaki, kulit kering, adanya lesi luka yang

penyembuhannya lambat dan infeksi berulang (Damayanti, 2015).

Sering gejala-gejala yang muncul tidak berat mungkin tidak ada,

sebagai konsekuensi adanya hiperglikemia yang cukup lama menyebabkan

perubahan patologi dan fungsional yang sudah terjadi lama sebelum

diagnosa dibuat. Efek jangka panjang DM meliputi perkembangan

progresif komplikasi spesifik retinopati yang berpotensi menimbulkan

kebutaan, neuropati yang dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal dan

neuropati dengan resiko ulkus diabetik, amputasi, sendi charcot, serta

disfungsi, saraf autonom meliputi disfungsi seksual (Damayanti, 2015).

2.2.5 Faktor Risiko Yang Mempengaruhi DM tipe 2

Faktor risiko DM Menurut Kemenkes RI, 2016 ada 2 yaitu faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat

dimodifikasi. Adapun faktor-faktor risiko antara lain adalah:

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Usia

Perubahan metabolisme tubuh yang ditandai dengan penurunan

produksi hormon tertosteron untuk laki-laki dan oestrogen untuk

perempuan biasanya memasuki usia 45 tahun keatas, kedua hormon

ini tidak hanya berperan dalam pengaturan hormon seks, tetapi juga

pengaturan dalam proses metabolisme tubuh, salah satu fungsi dua

hormon tersebut adalah mendistribusikan lemak keseluruh tubuh,

2
akibatnya lemak menumpuk diperut, batasan lingkar perut normal

untuk perempuan < 80cm dan untuk laki-laki < 90cm. Membesarnya

lingkaran pinggang akan diikuti dengan peningkatan gula darah dan

kolesterol yang akan diikuti dengan sindroma metabolik yakni

terganggunya metabolisme tubuh dari sinilah mulai timbulnya

penyakit degeneratif

Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat tubuh

sehingga menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari

insulin. Pada usia lanjut cenderung diabetes melitus tipe 2. Umur

merupakan faktor yang tidak bisa diubah, oleh karena itu sebaiknya

seseorang yang sudah lebih dari 40 tahun rutin untuk mengecek kadar

gula darah, mengatur pola makan dan olahraga agar kadar gula darah

tetap normal (Soegondo, Soewondo, Subekti., 2015).

2. Riwayat Keluarga DM (Genetik)

Faktor genetik merupakan faktor penting pada DM yang dapat

mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuannya untuk

mengenali sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan

individu terhadap faktor-faktor lingkungan yang sapat mengubah

integritas dan fungsi sel beta pankreas (Price and Wilson, 2014).

Seorang anak dapat mewarisi gen penyebab diabetes melitus dari

orang tuanya. Jika kedua orang tua menderita diabetes, kemungkinan

besar salah satu dari anaknya atau anak-anaknya dapat terkena

diabetes melitus. Risiko terbesar bagi anak terserang diabetes terjadi

2
jika salah satu atau kedua orang tua mengalami penyakit DM sebelum

berumur 40 tahun (Kwinahyu, 2011).

3. Jenis Kelamin

Penyakit DM ini sebagian beesar dijumpai pada perempuan

dibandingkan laki-laki karena terdapat perbedaan dalam melakukan

aktivitas dan gaya hidup sehari- hari yang sangat mempengaruhi

kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut merupakan salah satu faktor

risiko terjadinya penyakit DM (Soegondo, Soewondo, Subekti., 2015).

DM berisiko lebih besar dialami oleh perempuan dari pada laki-laki,

hal ini disebabkan secara fisik perempuan memiliki kesempatan

peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Premenstruasi

syndrome, pasca menopaus yang dialami oleh perempuan membuat

distribusi pada lipid tubuh menjadi mudah terakumulasi yang

disebabkan oleh proses hormonal yang dialami, sehingga perempuan

lebih berisiko mengalami DM tipe 2 (Irawan, 2010).

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1. Obesitas

Obesitas adalah peningkatan lemak tubuh yang berlebihan.

Obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi positif sebagai

akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran

energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk

jaringan lemak. Obesitas merupakan penyakit multifaktorial yang

diduga sebagian besar disebabkan interaksi antara faktor genetik dan

2
faktor lingkungan antara lain aktivitas fisik, gaya hidup, sosial

ekonomi dan nutrisional (Nugraha, 2009).

Obesitas (kegemukan) adalah presentase abnormalitas lemak yang

dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan berat

badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (Kaplan dan Stamler,

1991 dalam Kemenkes, 2016). Obesitas berhubungan dengan

peningkatan risiko kejadian diabetes melitus. Kontrol berat badan

penting dalam menajemen diabetes dan pencegahan perkembangan

prediabetes menjadi DM. IMT merupakan alat atau cara yang

sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang

berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Priasmara,

2014).

Obesitas didefinisikan sebagai berat badan lebih dari berat badan

normal atau Indeks Masa Tubuh, yaitu suatu angka yang didapat dari

hasil berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter

kuadrat. IMT digunakan untuk mengetahui apakah berat badan

seseorang telah ideal atau belum. Adapun kategori IMT menurut

Perkeni 2015, berdasarkan tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Masa Tubuh (IMT) menurut kriteria

Indonesia.

Kategori Hasil IMT (Kg/m2)


BB Kurang <18,5
BB Normal 18,5 – 22,9
BB Lebih ≥ 23,0
BB dengan Risiko 23,0 – 24,9

2
Kategori Hasil IMT (Kg/m2)
Obesitas I 25,0 – 29
Obesitas II ≥30,0
Sumber : PERKENI, 2015.

Untuk menentukan seseorang menderita obesitas atau normal dapat

dilakukan dengan cara menghitung IMT, seseorang dikatakan normal

apabila IMT ≤ 25 sedangkan seseorang dikatakan obesitas apabila

IMT ≥ 25.

2. Aktifitas fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan

pengeluaran tenaga atau energi dan pembakaran energi. Aktivitas fisik

dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik atau

olahraga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam

seminggu. Menurut WHO yang dimaksud dengan aktivitas fisik adalah

kegiatan paling sedikit 10 menit tanpa henti dengan melakukan

aktivitas fisik ringan, sedang dan berat. Aktivitas fisik berat adalah

pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup

banyak (pembakaran kalori) sehingga nafas jauh lebih cepat dari

biasanya. Aktivitas sedang adalah pergerakan tubuh yang

menyebabkan pengeluaran tenaga cukup besar atau dengan kata lain

adalah bergerak yang menyebabkan nafas lebih sedikit dari biasanya.

Aktivitas ringan adalah pergerakan tubuh seperti berjalan dan

mengerjakan pekerjaan kantor seperti mengetik (Kemenkes RI, 2015).

Aktivitas fisik secara teratur menambah sensitivitas insulin dan

menambah toleransi glukosa. Aktivitas fisik memiliki efek

3
menguntungkan bagi lemak tubuh, tekanan darah, berat badan, dan

pada8 aspek ganda sindroma metabolik kronik. Aktivitas fisik yang

teratur mampu mencegah terjadinya penyakit diabetes melitus,

kardiovaskuler, dan hipertensi (Radio, 2011).

3. Pola Makan

Pola makan merupakan jumlah, macam-macam dan komposisi dari

dari bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh seseorang. Pola

makan yang sehat adalah pola makan yang diatur (makan pagi, makan

siang, makan malam). Pola makan yang tidak sehat dapat memicu

timbulnya suatu penyakit degeneratif seperti DM. Pola makan yang

tinggi lemak, garam, gula, dan keseringan makan makanan yang instan

secara berlebihan dapat meningkatkan kadar gula darah. Oleh karena

itu perlu pengaturan pola makan yang baik untuk menjaga kesehatan

tubuh serta mencegah terjadinya penyakit DM (Sartika, Supit, dan

Onibala 2013).

4. Stres

Stres merupakan gangguan pada tubuh dan pikiran yang

disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Takut, cemas,

malu, dan marah merupakan bentuk lain emosi. Kehidupan yang penuh

dengan stres akan berpengaruh terhadap fluktuasi glukosa darah

meskipun telah diupayakan diet, latihan fisik maupun pemakaian obat-

obatan dengan secermat mungkin. UKPDS (United Kingdom

Prospective Diabetes Study) menemukan dengan berjalannya waktu

3
kadar glukosa darah penderita Diabetes Mellitus diperlihatkan akan

tetap terus meningkat secara progresif, meskipun intervensi sudah

dilakukan melalui perubahan gaya hidup, diet, olahraga dan obat-

obatan (Putri, 2009).

Penderita diabetes harus menyadari kemungkinan kemunduran

pengendalian diabetes yang menyertai stres emosional. Bagi mereka

diperlukan motivasi agar sedapat mungkin mematuhi rencana terapi

diabetes pada saat-saat stres. Di samping itu, strategi pembelajaran

untuk memperkecil pengaruh stres dan mengatasinya ketika hal ini

terjadi merupakan aspek yang penting dalam pendidikan diabetes

(Irfan dan Wibowo, 2015).

5. Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik yang

tingginya tergantung usia individu yang terkena. Tekanan darah

berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, usia

dan tingkat stres yang dialami. Hipertensi dengan peningkatan tekanan

sistol tanpa disertai peningkatan diastol sering terjadi pada lansia,

sedangkan hipertensi peningkatan tekanan diastol tanpa disertai

peningkatan tekanan sistol lebih sering terdapat pada dewasa muda.

Hipertensi sangat berhubungan erat dengan DM karena ada beberapa

kriteria yang sering terjadi pada penderita hipertensi yaitu peningkatan

tekanan darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan kadar gula darah

(Tambayong, 2000 dalam Syamiyah, 2014).

3
2.2.6 Pengendalian Faktor Risiko DM tipe 2

Pengendalian faktor risiko sangat penting bagi masyarakat yang sehat,

berisiko dan yang sudah menderita penyakit tidak menular,tujuannya

untuk mengendalikan faktor risiko yang dimiliki oleh masyarakat. Salah

satunya adalah pengendalian faktor risiko DM, adapun faktor-faktor risiko

yang dapat dikendalikan menurut Kemenkes RI (2016) adalah :

a. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dapat

meningkatkan pengeluaran tenaga. Dalam kegiatan sehari-hari setiap

orang melakukan berbagai aktifitas fisik, seperti mencuci, berkebun,

menyetrika, selain aktifitas fisik sehari- hari ada aktifitas fisik lain

yaitu jalan kaki, bersepeda, sepakbola dan bulu tangkis. Aktifitas fisik

seperti olahraga sangat bermanfaat bagi tubuh, seperti meningkatkan

kerja fungsi jantung, paru-paru dan pembeluh darah, meningkatkan

kekuatan dan daya tahan otot, serta mengurangi resiko terjadinya

penyakit tidak menular seperti DM (Kemenkes, 2016).

Aktifitas fisik seperti pergerakan badan atau olahraga yang

dilakukan secara teratur adalah usaha yang dapat dilakukan untuk

menghindari kegemukan dan obesitas. Pada saat tubuh melakukan

aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk

dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang

dan kebutuhan hormon insulin juga berkurang. Dengan demikian,

untuk menghindari timbulnya penyakit diabetes melitus karena kadar

3
gula darah yang meningkat akibat konsumsi makanan yang berlebihan

dapat diimbangi dengan aktifitas fisik yang seimbang. Olahraga yang

dilakukan secara teratur dapat menurunkan resiko terkena penyakit

diabetes melitus, sehingga kadar gula darah dapat normal kembali dan

cara kerja insulin tidak terganggu (Soegondo,Soewondo, Subekti.,

2015).

b. Diet Sehat Gizi Seimbang

Gizi seimbang adalah susunan hidangan sehari yang mengandung

berbagai zat gizi dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dengan

kebutuhan tubuh individu sesuai usia, aktifitas fisik, kondisi tertentu.

Zat gizi yang dibutuhkan untuk hidup sehat adalah karbohidrat,

protein, lemak, vitamin, mineral dan serat. Di dalam tubuh, zat-zat gizi

tersebut berfungsi sebagai sumber energi atau tenaga (terutama

karbohidrat dan lemak), sumber zat pembangun (protein) untuk tetap

tumbuh dan berkembang serta untuk mengganti sel-sel yang rusak

(Kemenkes, 2016).

Diet pada penderita diabetes melitus sangat penting karena untuk

mempertahankan kadar gula darah sampai batas normal. Pengaturan

makanan adalah suatu komponen utama dalam pengobatan penyakit

diabetes melitus, dengan penurunan berat badan sangat membantu

kerja insulin (Kemenkes, 2016).

Komposisi makanan yang dianjurkan bagi penderita DM menurut

PERKENI (2015), terdiri dari:

3
a) Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi

terutama karbohidrat berserat tingggi. Pembatasan karbohidrat total

<130 g/hari tidak dianjurkan.

b) Lemak

Asupan lemak dianjurkan 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

c) Protein

Kebutuhan protein sebesar 10-20% total asupan energi.

d) Serat

Bagi penderita DM dianjurkan konsumsi serat dari kacang-

kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidarat yang tinggi

serat, konsumsi seat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari

berbagai sumber bahan makanan.

Prinsip diet yang dianjurkan adalah teratur dalam jadwal, jumlah

dan jenis. Diet makan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan energi

yang berkaitan dengan tinggi badan, berat badan dan jenis pekerjaan

yang dilakukan. Pengaturan diet pada penderita DM diatur dalam 3

makanan utama (pagi, siang, sore) dan 2-3 makanan selingan diantara

makanan utama jarak waktu makan dilakukan tiap 3 jam (Waspadji,

2009).

3
c. Pengendalian Stres

Stres adalah reaksi tubuh berupa serangkaian respons yang

bertujuan untuk mengurangi dampak. Stresor adalah pengalaman

traumatik yang luar biasa yang dapat meliputi ancaman serius terhadap

keamanan atau integritas fisik dari individu atau orang-orang yang

dicintainya atau perubahan yang mendadak yang tidak biasa

(Kemenkes, 2016).

Stres sebagai suatu akibat yang negatif dalam kehidupan, stres

merupakan suatu respon adaptif individu terhadap situasi yang

diterima seseorang sebagai suatu tantangan atau ancaman

keberadaannya. Secara umum orang yang mengalami stres merasakan

perasaan khawatir, tekanan, letih, ketakutan, elated, depresi, cemas dan

marah. Apabila stres tidak terkendali dapat menimbulkan reaksi yang

negatif seperti tekanan darah meningkat, gula darah meningkat,

obesitas, serangan jantung, serta daya tahan tubuh menurun. Untuk itu

pengendalian stres sangat penting kaarena untuk menghindari kejadian

negatif pada diri sendiri (Kemenkes, 2016).

d. Pengobatan

Pada DM tipe 2, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka

panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah, jika diet dan obat

hipoglikemia oral tidak berhasi mengontrolnya. Disamping itu

sebagian pasien DM yang biasanya mengendalikan kadar glukosa

darah dengan diet dan obat kadang membutuhkan insulin secara

3
temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan pembedahan

atau beberapa kejadian stres lainnya (Amtiria, 2016).

2.2.7 Kriteria Pengendalian DM

Kriteria pengendalian didasarkan pada hasil pemeriksaan kadar

glukosa, kadar HbA1c, dan profil lipid. Definisi DM yang terkendali baik

adalah apabila kadar glukosa darah, kadar lipid, dan HbA1c mencapai

kadar yang diharapkan, serta status gizi maupun tekanan darah sesuai

target yang ditentukan. Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat

dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 2.3 Sasaran Pengendalian DM

Parameter Sasaran
IMT (kg/m2) 18,5-<23
Tekanan darah sistolik (mmHg) <140
Tekanan darah diastolik (mmHg) <90
Glukosa darah preprandial kapiler 80-130
(mg/dl)
Glukosa darah 1-2 jam PP kapiler <180
(mg/dl)
HbA1c (%) <7
Kolestrol LDL (mg/dl) <100 (<70 bila risiko KV sangat
tinggi)
Kolestrol HDL (mg/dl) Laki-laki: >40, perempuan: >50
Trigliserida (mg/dl) <150
Sumber : Perkeni, 2015

2.3 Lansia

2.3.1 Pengertian Lansia

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang

yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok

3
umur pada manusia yang telah memasuki tahap akhir dari fase

kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia akan terjadi suatu

proses yang disebut aging process atau proses penuaan.

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan

tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tuuh, hal ini

disebabkan seiring bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan dalam

struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut

mempengaruhi kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya

mempengaruhi sosial dan ekonomi lansia (Fatmah, 2010). Jadi dapat

diambil kesimpulan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60

tahun keatas yang telah memasuki tahap akhir dari fase kehidupan serta

diikuti dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi, hal ini

ditandai dengan adanya perubahan dalam kehidupannya seperti

menurunnya fungsi organ tubuh, kesehatan fisik serta psikis.

2.3.2 Klasifikasi Lansia

Menurut WHO, lanjut usia (lansia) meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun

b. Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun

c. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

Sedangkan menurut Kemenkes RI , lansia dikelompokkan menjadi 5

yaitu:

3
a. Pralansia (Prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59

tahun.

b. Lansia yaitu seseorang yang berusia ≥ 60 tahun

c. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia ≥ 70 tahun

dengan masalah kesehatan.

d. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan

pekerjaan dan dapat menghasilkan barang atau jasa.

e. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya untuk

mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.

2.4 Posbindu PTM

2.4.1 Pengertian Posbindu PTM

Posbindu PTM merupakan wujud dan peran serta masyarakat dalam

kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM

secara mandiri dan berkesinambungan. Posbindu PTM menjadi salah satu

bentuk upaya kesehatan masyarakat atau UKM yang selanjutnya

berkembang menjadi upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

(UKMB) dalam pengendalian faktor risiko PTM dibawah pembinaan

masyarakat.

Posbindu PTM ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan dini

masyarakat terhadap faktor risiko PTM melalui pemberdayaan dan peran

serta dalam deteksi dini, pemantauan faktor risiko PTM dan tindak lanjut

3
dini. Sasaran utama Posbindu PTM adalah kelompok masyarakat sehat,

berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas.

Posbindu PTM dapat diselenggarakan di lingkungan tempat tinggal

dalam wadah desa atau kelurahan ataupun fasilitas publik. Dalam

pelaksanaannya Posbindu PTM dapat dilaksanakan bersama-sama dengan

program atau pelayanan lainnya yang diberikan, hali ini dilakukan untuk

menarik minat dan meningkatkan kepatuhan masyarakat seperti Posyandu

Balita, Posyandu Lansia, dan Puskesmas Keliling (Kemenkes RI, 2016).

2.4.2 Klasifikasi Posbindu PTM

Menurut Kemenkes RI (2016), Berdasarkan jenis kegiatan deteksi

dini, pemantauan dan tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh Posbindu

PTM, maka dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok Posbindu PTM,

yaitu :

a. Posbindu PTM Dasar

Posbindu PTM Dasar ini meliputi pemeriksaan deteksi dini faktor

risiko yang dilakukan dengan wawancara terarah melalui penggunaan

instrumen atau formulir untuk mengidentifikasikan riwayat penyakit

tidak menular dalam keluarga dan yang telah diderita sebelumnya,

pengukuran BB, TB, lingkar perut, IMT, pemeriksaan tekanan darah,

serta konseling.

b. Posbindu PTM Utama

Posbindu PTM Utama meliputi kegiatan Posbindu PTM Dasar

ditambah dengan pemeriksaan gula darah, kolestrol total, trigliserida,

4
pengukuran APE, konseling, dan pemeriksaan IVA serta CBE,

pemeriksaan kadar alkohol dalam darah dan tes anfetamin urin bagi

pengemudi, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.

4
2.5 Kerangka Teori

Faktor Genetik Umur

Faktor Lingkungan Pengendalian Stres Hormon Kartisol

Kadar Gula Darah Lansia Penderita DM Tipe 2


Aktifitas fisik

Obesitas
Faktor Perilaku Karbohidrat
Diet Seimbang Tingkat Konsumsi Lemak
Serat

Kepatuhan Pengobatan Protein


Pengobatan
Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi Teori H.L Blum (Notoatmodjo,
2011) dengan Kemenkes RI, 2016

4
BAB 3

KERANGKA KONSPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian

yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih

sesuai dengan identifikasi masalahnya (A. Aziz Alimul Hidayat, 2012).

VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT

Aktivitas Fisik

Frekuensi Konsumsi Karbohidrat

Frekuensi Konsumsi Serat

Kadar Gula Darah Lansia


obesitas

Kepatuhan Pengobatan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengendalian Faktor Risiko

DM dengan Kadar Gula Darah

Faktor perilaku pengendalian diabetes melitus tipe 2 antara lain

yaitu aktivitas fisik, obesitas, diet seimbang yang meliputi frekuensi

konsumsi karbohidrat, frekuensi konsumsi serat (sayur dan buah), dan

4
kepatuhan pengobatan karena faktor tersebut dapat mempengaruhi

kenaikan kadar gula darah. Dari kerangka konsep diatas variabel yang

akan diteliti adalah aktivitas fisik, frekuensi konsumsi karbohidrat,

frekuensi konsumsi serat, obesitas dan kepatuhan pengobatan.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah dan

pernyataan peneliti. Hipotesis juga merupakan suatu pernyataan asumsi

tentang hubungan dan atau lebih veriabel yang diharapkan bisa menjawab

suatu pernyataan dalam suatu penelitian. Setiap hipotesis terdiri atas suatu

unit atau bagian dari permasalahan (Nursalam, 2013).

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada

lansia penderita diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilyah Kerja

Puskesmas Patihan

2. Ada hubungan konsumsi karbohidrat dengan kadar gula darah

pada lansia penderita diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilyah Kerja

Puskesmas Patihan

3. Ada hubungan konsumsi serat dengan kadar gula darah pada

lansia penderita diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilyah Kerja

Puskesmas Patihan

4
4. Ada hubungan obesitas dengan kadar gula darah pada lansia

penderita diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilyah Kerja Puskesmas

Patihan

5. Ada hubungan kepatuhan pengobatan dengan kadar gula darah

pada lansia penderita diabetes melitus tipe 2 di Posbindu Wilyah Kerja

Puskesmas Patihan

4
BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu

pengetahuan dan pemecahan suatu masalah pada dasarnya menggunakan metode

ilmiah. Pada metode penelitian akan menguraikan tentang desain penelitian,

populasi dan sampel, teknik sampling, kerangka kerja penelitian, identifikasi

variabel, definisi operasional, instrumen penelitian, uji validitas dan uji

reliabilitas, lokasi dan waktu penelitian, analisis data dan etika penelitian

(Notoatmodjo, 2010).

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap

pertanyaan penelitian (Nursalam, 2013). Penelitian ini menggunakan desain

penelitian analitik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode survey dengan pendekatan cross sectional study. Cross sectional

study (potong lintang) adalah rancangan penelitian yang mencakup semua

jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabel dilakukan hanya satu

kali. Pengukuran variabel sesaat artinya subjek diobservasi satu kali saja

dalam pengukuran variabel dependen dan independen dilakukan pada saat

pemeriksaan atau pengkajian data (Sastroasmoro, 2002 dalam Rosjidi &

Liawati, 2013)

4
4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi berupa subjek atau objek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan (Sugiyono,

2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia penderita

DM tipe 2 di 5 Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan Kota

Madiun. Populasi lansia di 5 Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas

Patihan Kota Madiun adalah 45 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Jika populasi

terlalu besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada

pada populasi, karena suatu keterbatasan, maka peneliti dapat

menggunakan sampel yang diambil dari populasi (Sugiyono, 2013).

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh lansia penderita DM tipe 2

di Posbindu Puskesmas Patihan Kota Madiun. Dalam menentukan

sampel responden peneliti memerlukan beberapa kriteria sebagai

berikut :

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang harus

dipenuhi setiap masing-masing anggota populasi yang akan

dijadikan sampel (Notoatmodjo, 2010)

4
a. Lansia laki-laki dan perempuan

b. Lansia yang dapat berkomunikasi dengan baik

c. Lansia yang berusia 60-74 tahun

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi

yang tidak bisa dijadikan sebagai sampel penelitian

(Notoatmodjo, 2010)

a. Lansia yang sakit atau meninggal dunia

b. Lansia yang tidak bersedia menjadi responden

4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik

sampling digunakan untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam

penelitian. Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah total

sampling, yaitu sebanyak 45 sampel. Total sampling adalah teknik

penentuan sampel yang menggunakan seluruh anggota populasi sebagai

sampel. Hal ini dilakukan apabila jumlah populasi relatif kecil atau kurang

dari 100 (Sugiyono, 2013).

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

4
Populasi
Lansia penderita DM tipe 2 di Posbindu Puskesmas Patihan Kota Madiun yang berjumlah 45 orang

Sampel
Lansia penderita DM tipe 2 di Posbindu Puskesmas Patihan Kota Madiun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksk

Teknik Sampling
Total Sampling

Uji Validitas dan Reliabilitas

Desain Penelitian
Desain penelitian analitik dengan pendekatan Cross

Pengumpulan data primer dan sekunder

bel Independen Aktifitas fisik, Konsumsi Karbohidrat, Konsumsi Serat, Obesitas,


Variabel
Kepatuhan
Dependen
Pengobatan

Kadar Gula Darah

Pengolahan Data Editing, Coding, Entry Data, Tabulating,

Analisis data
Menggunakan uji chi-
square
Gambar 4.1 Kerangka
Hasil Kerja Penelitian
dan Kesimpulan

4
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau

ukuran yang memiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu

konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2012). Variabel dalam penelitian

ini terdapat 2 variabel yaitu variabel independent (bebas) dan variabel

dependent (terikat).

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau

nilainya menentukan variabel lain (Saryono, 2013). Variabel

independen yang digunakan dalam penelitian ini dalah aktivitas fisik,

tingkat konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi serat, obesitas, dan

kepatuhan pengobatan.

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi (Saryono,

2013). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kadar gula darah.

4.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan tentang bagaimana suatu

variabel akan diukur serta alat ukur apa yang digunakan untuk

mengukurnya (Rosjidi dan Liawati, 2013). Definisi Operasional dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

5
Tabel 4.1 Definis Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Kadar Gula Hasil pengukuran gula Observasi Pengukuran GDA 1. Tidak Nominal
Darah darah sewaktu dengan yang dilakukan Normal
kriteria Normal < 200 petugas (≥200 mg/dl)
mg/dl, tidak normal ≥ 200 kesehatan 2. Normal
mg/dl (<200 mg/dl)

(PERKENI,
2015)
2 Aktifitas Fisik Aktivitas fisik yang Global Physical Kuesioner dan 1. Tidak sesuai Nominal
melibatkan aktivitas dalam Activity wawancara anjuran WHO
bekerja, bepergian dan Questionnaire(GPAQ) <600 MET
olahraga yang dilakukan 2. Sesuai
responden, baik aktivitas anjuran WHO
fisik sedang maupun ≥600 MET
aktivitas berat yang
dilakukan sehari-hari. (WHO, 2012)
Kemudian dilakukan
perhitungan aktivitas fisik
total selama satu minggu
dalam MET (Metabolic
Equivalent)

5
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

3 Frekuensi Frekuensi lansia dalam Food Frequency Kuesioner dan 1. Sering: Nominal
Konsumsi mengkonsumsi karbohidrat Questioner (FFQ) wawancara 3x/minggu
karbohidrat dalam satu minggu. 2. Jarang:
<3x/minggu

(Gibson, 2005)

4 Frekuensi Frekuensi lansia dalam Food Frequency Kuesioner dan 1. Jarang: Nominal
Konsumsi serat mengkonsumsi serat dalam Questioner (FFQ) wawancara <3x/minggu
(Sayur dan dalam satu minggu. 2. Sering:
Buah) 3x/minggu

(Gibson, 2005)

5 Obesitas Status gizi yang dinyatakan Penimbangan BB TB alat ukur 1. Obesitas Nominal
dengan Indeks Masa Tubuh (Berat Badan) dan menggunaan ≥ 25,0 kg/m2
(IMT). IMT merupakan pengukuran TB microtoise dan 2. Tidak Obesitas
hasil ukur dari BB (Tinggi Badan) BB < 25,0 kg/m2
dibandingkan dengan TB menggunakan
dalam meter kuadrat. timbangan neraca (PERKENI, 2015)

6 Kepatuhan Perilaku lansia dalam Form Kuesioner Kuesioner 1. Tidak patuh Nominal

5
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Pengobatan melakukan pengobatan dan dengan ≤ 50%


perilaku lasia dalam perhitungan skor 2. Patuh > 50%
mentaati perintah atau saran dari Skala
dari tenaga medis atau Guttman yaitu (Budiman dan
dokter. Seperti pemeriksaan jawaban ya = 1, Riyanto, 2013)
kadar gula darah setiap 1 jawaban tidak =
bulan sekali dan mentaati 0
anjuran dalam minum obat,.

5
4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan

oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut

menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto, 2013). Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, kuesioner dan

wawancara. Observasi adalah cara mengumpulkan data atau keterangan

yang harus dijalankan dengan melakukan usaha-usaha pengamatan secara

langsung ketempat yang akan diteliti. Kuesioner adalah suatu cara

pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu masalah yang

umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak).

Kuesioner dilakukan dengan mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang

berupa formulir yang diberikan kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan

informasi dan jawaban. Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan

untuk mengumpulkan data dengan mendapatkan keterangan atau informasi

secara lisan antara peneliti dengan responden atau bercakap-cakap

berhadapan muka secara langsung dengan responden (Notoatmodjo, 2012).

Instrumen kuesioner dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data

terlebih dahulu perlu dilakukan uji coba untuk melihat pertanyaan dalam

kuesioner yang diisi oleh responden tersebut layak atau belum digunakan

untu mengambil data. Uji coba yang dilakukan adalah uji validitas dan

reliabilitas kuesioner yaitu sebagai berikut :

5
1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur (instrumen)

itu benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Notoatmodjo,

2012). Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan pertanyaan

dalam mendefinisikan suatu variabel. Uji validitas dilakukan pada

setiap pertanyaan kuesioner. Hasil r hitung dibandingkan dengan r

tabel dimana df = n-2 dengan signifikansi 5%. Jika r tabel < r hitung

maka valid (Suyono, 2013). Teknik korelasi yang digunakan adalah

pearson product moment.

Tabel 4.2 Validitas Instrumen Penelitian

No Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan


Apakah anda minum obat sesuai
1. 0,380 0,312 Valid
anjuran dokter?
Apakah anda rutin mengontrol
kadar gula darah dan konseling
2. dengan dokter di puskesmas/ 0,598 0,312 Valid
pelayanan kesehatan lain setiap
1 bulan sekali?
Apakah anda tetap minum obat
3. diabetes walaupun merasa 0,506 0,312 Valid
bosan?
Apakah anda segera pergi
kontrol apabila terjadi gangguan
pada tubuh seperti berat badan
4. 0,572 0,312 Valid
menurun, penglihatan sedikit
kabur, badan terasa lelah, dan
kaki terasa nyeri atau mati rasa?

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa masing-masing pertanyaan untuk

r hitung > r tabel sehingga dapat dinyatakan bahwa seluruh butir

pertanyaan adalah valid.

5
2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas menunjukkan

sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan

menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2012). Uji

reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh

pertanyaan. Jika nilai α > 0,60 maka reliabel (Saryono, 2013). Uji

reliabilitas menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach. Hasil

reliabilitas sebagai berikut.

Tabel 4.3 Reliabilitas Instrumen Penelitian

Variabel Cronbach’s
No r tabel Keterangan
Pertanyaan alpha
Kepatuhan
1 0,626 0,60 Valid
Pengobatan

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa masing-masing butir pertanyaan

dari variabel kepatuhan pengobatan adalah crobach‟s alpha > r tabel

jadi setiap pertanyaan dari variabel kepatuhan pengobatan dinyatakan

valid

4.7 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Posbindu Puskesmas Patihan Kota Madiun.

Waktu penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari – Agustus 2018.

5
Tabel 4.2 Rencana Kegiatan

TANGGAL
KEGIATAN
Pelaksanaan
Pembuatan dan konsul
1 8 Maret 2018
judul
Penyusunan dan
2 14 Maret 2018
bimbingan proposal
3 Ujian proposal 6 Juni 2018
4 Revisi Proposal 15–31 Mei 2018
5 Pengambilan data 9-19 Juli 2018
Penyusunan dan konsul
6 28-8 Agustus 2018
skripsi
7 Ujian skripsi 21 Agustus 2018
8 Revisi skripsi 28 Agustus 2018

4.8 Prosedur Pengumpulan Data

4.8.1 DataPrimer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode

wawancara dan observasi kadar gula darah kepada lansia penderita

DM tipe 2 yang memenuhi kriteria. Metode wawancara dilakukan

secara langsung dengan menggunakan kuesioner atau daftar

pertanyaan untuk mendapatkan data mengenai aktifitas fisik,

konsumsi karbohidrat, konsumsi serat, data tinggi badan (TB), data

berat badan (BB), dan kepatuhan pengobatan pada lansia penderita

DM tipe 2. Sedangkan observasi kadar gula darah dilakukan dengan

cara pengukuran kadar gula darah yang dialkukan oleh petugas

kesehatan.

5
4.8.2 Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder seperti data kejadian DM di dunia dan

Nasional didapat dari data IDF, WHO, dan data Riskesdas Indonesia

tahun 2013. Data penderita DM tipe 2 didapat data Profil Dinas

Kesehatan Kota Madiun 2015 dan 2016, data Profil Puskesmas

Patihan Kota Madiun 2016, data Rekam Medis Puskesmas Patihan

Kota Madiun 2017, dan data 5 Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas

Patihan.

4.9 Teknik Pengolahan Data

Tahap-tahap pengolahan data menurut Sugiyono (2013) pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Editing (penyuntingan)

Kegiatan ini dilakukan dengan cara pengecekan dan perbaikan

jawaban dari formulir atau kuesioner yang diperoleh dari lapangan.

Kegiatan ini dilakukan pada saat setelah pengumpulan data dengan

memeriksa terlebih dahulu apakah kuesioner sudah terjawab lengkap

atau belum. Apabila pada kegiatan editing ada jawaban yang belum

lengkap maka dapat dilakukan pengambilan data ulang untuk

melengkapi jawaban dari kuesioner.

2. Coding

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk

5
kalimat atau huruf menjadi angka atau bilangan. Coding pada penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Coding Variabel Penelitian

No. Variabel Kategori Kode


1 Kadar Gula Darah Tidak Normal 1
Normal 2
2 Aktifitas fisik Tidak sesuai anjuran WHO 1
Sesuai Anjuran WHO 2
3 Tingkat Aupan Karbohidrat Sering 1
Jarang 2
4 Tingkat Asupan Serat Jarang 1
Sering 2
5 Obesitas Obesitas 1
Tidak Obesitas 2
6 Kepatuhan Pengobatan Tidak Patuh 1
Patuh 2

3. Entry data

Memasukkan data yang diperoleh menggunakan fasilitas komputer

yaitu dengan menggunakan program Microsoft excel dan program

pengolahan data statistik SPSS versi 16.0.

4. Cleaning

Setelah semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan- kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian

dilakukan pembetulan atau koreksi.

5
5. Tabulating

Pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian

dimasukkan kedalam tabel-tabel yang telah ditentukan berdasarkan

kuesioner yang telah ditentukan skor atau kodenya.

4.10 Analisis Data

Data yang sudah diolah kemudian dianalisis untuk memperoleh

kesimpulan secara umum dari penelitian. Analisis data dalam penelitian ini

yakni :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya

analisis univariat menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari

setiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini yang akan

dianalisis univariat adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, kadar gula

darah, aktifitas fisik, konsumsi karbohidrat, konsumsi serat, obesitas,

dan kepatuhan pengobatan.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi

dua variabel baik berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif

(Suryono, 2013). Analisis bivariat untuk mengetahui kemaknaan

hubungan anatra variabel dependen dan independen. Analisis bivariat

dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor perilaku

6
pengendalian diabetes melitus tipe 2 dengan kadar gula darah lansia di

posbindu wilayah kerja Puskesmas Patihan.

Penelitian ini menggunakan Uji Chi-Square, uji ini digunakan

untuk mengetahui hubungan variabel yang mempunyai data kategorik.

Data atau variabel kategorik pada umumnya berisi skala data nominal

dan ordinal (Notoatmodjo, 2012). Prinsip Uji Chi-Square adalah

membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi

harapan (ekspektasi), apabila nilai frekuensi observasi dengan nilai

frekuensi harapan sama, maka dikatakan tidak ada perbedaan yang

bermakna, sebaliknya bila berbeda maka dikatakan ada perbedaan yang

signifikan. Syarat dari Uji Chi-Square yaitu sebagai berikut (Sopiyudin

Dahlan, 2014).

a. Sampel dipilih secara acak

b. Untuk tabel lebih dari 2x2, continuity correction untuk tabel 2x2

dengan expected count <5

c. Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar 1. Sel-sel

dengan frekuensi harapan < 5 tidak melebihi 20% dari total sel

d. Besar sampel sebaiknya >40

Keterbatasan penggunaan Uji Chi Square adalah tehnik Uji Chi

Square memakai data yang diskrit dengan pendekatan distribusi

kontinu. Dekatnya pendekatan yang dihasilkan tergantung ukuran pada

berbagai sel dari tabel kontingensi, untuk menjamin pendekatan yang

6
memadai digunakan aturan dasar frekuensi harapan tidak boleh terlalu

kecil.

Keputusan dari hasil pengujian Chi-Square adalah sebagai berikut :

a. Jika ρ value ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya

ada hubungan anatara variabel independent dengan variabel

dependent.

b. jika ρ value > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak yang artinya

tidak ada hubungan antara variabel independent dengan variabel

dependent.

Syarat Ratio Pevalensi (RP), sebagai berikut (Suryono, 2013):

a. Jika nilai RP > 1, artinya faktor yang diteliti merupakan faktor risiko.

b. Jika nilai RP < 1, artinya faktor yang diteliti merupakan faktor

protektif untuk terjadinya efek

c. Jika nilai RP = 1, artinya faktor yang diteliti bukan faktor risiko

d. Derajat Kepercayaan (Confident Interval 95%), batas kemaknaan α =

0,05 (5%).

1. Jika CI melewati angka 1 artinya faktor yang diteliti

merupakan bukan faktor risiko

2. Jika CI tidak melewati angka 1 artinya faktor yang diteliti faktor

risiko

6
4.11 Etika Penelitian

Karya tulis ilmiah dalam bentuk penelitian pada umumnya melibatkan

responden baik pada aspek manajemen pelayanan atau individu sebagai

sumber data. Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitin harus

memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan

prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam

penelitian tidak memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan

subjek penelitian, nmun peneliti harus mempertimbangkan aspek sosioetika

dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan (Jacob, 2004

dalam Rosjidi & Liawati, 2013). Berikut prinsip etika penelitian yang harus

diperhatikan :

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Responden membaca dan menyetujui maksud dan tujuan dari

penelitian yang dijelaskan oleh peneliti dan yang sudah tertulis di

dalam lembar formulir. Kemudian mengisi formulir dan memberikan

tanda tangan sebagai persetujuan untuk menjadi responden penelitian.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasian subjek peneliti tidak mencantumkan nama

lengkap subjek pada lembar pengumpulan data. Peneliti memberikan

informasi kepada responden untuk mencantumkan inisial nama saja,

namun ada juga responden yang bersedia untuk mencantumkan nama

lengkap, maka penulis akan menjaga privasi dari responden tersebut.

6
3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Segala informasi yang didapat oleh peneliti baik dari responden

langsung maupun dari hasil pengamatan dijamin kerahasiannya oleh

peneliti. Identitas asli yang didapat dari informed consent disimpan

oleh peneliti. Pada kuesioner penelitian responden hanya mengisi

pertanyaan dan peneliti memberikan kode pada kuesioner sehingga

identitas reponden tidak diketahui.

6
BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

UPTD Puskesmas Patihan Kota Madiun merupakan Puskesmas yang

terletak disebelah utara dari Kota Madiun. Lokasinya bertempat di Jalan

Keningar, Kelurahan Ngegong, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun.

Letak geografis Puskesmas Patihan Kota Madiun adalah di bagian barat

wilayah Provinsi Jawa Timur, merupakan dataran rendah dengan ketinggian

kurang lebih 63 meter dari permukaan laut (Profil Puskesmas Patihan,

2016).

Secara administratif wilayah kerja UPTD Puskesmas Patihan Kota

Madiun dibagi menjadi 5 kelurahan, yaitu Kelurahan Patihan, kelurahan

Madiun Lor, Kelurahan Pangongangan, Kelurahan Sogaten dan Kelurahan

Ngegong. Luas wilayah kerja UPTD Puskesmas Patihan Kota Madiun

seluruhnya 4,69Km2.

 Kelurahan Patihan : 0,84 Km2

 Kelurahan Madiun Lor : 0,74 Km2

 Kelurahan Pangongangan : 0,61 Km2

 Kelurahan Sogaten : 1,14 Km2

 Kelurahan Ngegong : 1,36 Km2

6
Gambar 5.1 Peta Wilayah Puskesmas Patihan

Adapun batas-batasan wilayah dari Puskesmas Patihan adalah

sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Desa Nglames Kec. Madiun, Kabupaten

Madiun

 Sebelah Timur : Kelurahan Tawangrejo

 Sebelah Selatan : Kelurahan Nambangan Lor

 Sebelah Barat : Desa Wayut, Kec. Jiwan, Kab. Madiun

Berdasarkan hasil registrasi penduduk di Badan Pusat Statistik Kota

Madiun, jumlah penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Patihan Kota

Madiun Tahun 2016 sebanyak 19.814 jiwa terdiri dari 10.001 laki-laki dan

9.813 perempuan. Jumlah rumah tangga (KK) sebanyak 5.761 KK, rata-rata

jumlah anggota keluarga tiap rumah tangga sebanyak 3,44 jiwa dengan

tingkat kepadatan penduduk di wilayah kerja UPTD Puskesmas Patihan

6
Kota Madiun mencapai 4,224 jiwa/Km2.Tingkat kepadatan penduduk

tertinggiKelurahan Madiun Lor 9.309,46 jiwa/Km2, selanjutnya Kelurahan

Patihan 4702,38 jiwa/Km2, Kelurahan Pangongangan 4352,46 jiwa/Km2,

Kelurahan Sogaten 3386,84 jiwa/Km2 dan tingkat kepadatan penduduk

terendah Kelurahan Ngegong sebesar 1808,09 jiwa/Km2. Komposisi

penduduk terbesar adalah kelompok umur 45-49 tahun sebesar 789 laki-laki

dan 783 perempuan. Sedangkan komposisi penduduk paling sedikit adalah

kelompok umur 70-74 tahun sebesar 222 laki-laki dan 292 perempuan

(Profil Puskesmas Patihan, 2016).

5.1.1 Gambaran Umum Posbindu PTM Puskesmas Patihan

Posbindu PTM puskesmas Patihan terdiri dari 6 Posbindu yaitu

Posbindu Ngegong, Posbindu Palet Nanas, Posbindu Rambutan Madiun

Lor, Posbindu Kripik Tempe Soegaten, Posbindu Pangongangan, dan

Posbindu Terminal Madiun. Posbindu PTM dipegang oleh Defi

Sulistyaningrum, S.Kep., Ners dibawah Koordinator Kepala UPTD

Puskesmas Patihan Kota Madiun yaitu dr. Ulfa Kusuma Dhewi.

Pengendalian PTM yang dilakukan di Puskesmas Patihan Kota Madiun ada

kegiatan di luar gedung yang berupa Posbindu dengan menggunakan

instrumen berupa KMS dan untuk kegiatan PTM yang dilakukan didalam

gedung UPTD Puskesmas Patihan Kota Madiun berupa form PANDU

(Program Pelayanan Terpadu), walaupun berbeda tempat pelaksanaannya,

tetapi prinsip dan tujuan dua kegiatan tersebut adalah sama yaitu untuk

mengendalikan faktor risiko penyakit tidak menular.

6
Posbindu PTM adalah salah satu kegiatan yang dilakukan program

pemberantasan penyakit tidak menular, dengan Posbindu PTM

diperkenalkan kata CERDIK yang merupakan jargon berisikan

implementasi perilaku sehat untuk pengendalian fakto risiko PTM. Kata

CERDIK itu sendiri terdiri dari beberapa huruf awal yang dirangkaikan

menjadi kalimat perilaku sehat untuk mencegah terjadinya penyakit tidak

menular, yaitu Cek kondisi kesehatan secara Berkala, Enyahkan asap rokok,

Rajin berolahraga, Diet yang sehat dengan kalori berimbang, Istirahat yang

cukup, Kendalikan stres.

Kegiatan Posbindu PTM di Puskesmas Patihan dilaksanakan setiap satu

bulan sekali yang meliputi wawancara masalah konsumsi rokok, alkohol,

kurang makan sayur-buah, aktivitas fisik, Indeks Massa Tubuh (IMT),

analisa lemak tubuh dan tekanan darah, serta meliputi pemeriksaan kadar

gula darah, kolesterol darah, dan asam urat darah. Masyarakat yang dapat

mengikuti program Posbindu PTM yaitu mulai dari usia 15 tahun keatas.

Adapun jumlah lansia yang menderita DM tipe 2 di Posbindu wilayah kerja

Puskesmas Patihan ada sebanyak 45 orang.

5.2 Karakteristik Responden

5.2.1 Data Umum

Data umum menyajikan karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin, usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Karakteristik responden

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

6
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Jenis Kelamin di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas
Patihan.
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1 Laki-laki 16 35,6
2 Perempuan 29 64,4
Total 45 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel 5.1 diatas, dapat diketahui bahwa sebagain besar

responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 29 orang

(64,4%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Usia di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan.
No Usia Frekuensi Persentase (%)
1 <65 tahun 25 55,6
2 ≥65 tahun 20 44,4
Total 45 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel 5.2 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden termasuk kelompok usia <65 tahun sebanyak 25 orang

(55,6%).

6
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Tingkat Pendidikan di Posbindu Wilayah Kerja Puskemas
Patihan.
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1 SD 20 44,4
2 SLTP 8 17,8
3 SLTA 17 37,8
Total 45 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel 5.3 diatas, bahwa sebagian besar responden memiliki

tingkat pendidikan SD (Sekolah Dasar) yaitu sebanyak 20 orang (44,4).

Sedangkan sebagian kecil responden memiliki tingkat pendidikan SLTP

(Sekolah Lanjut Tingkat Pertama) yaitu sebanyak 8 orang (17,8%).

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Reponden Berdasarkan


Pekerjaan di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan.
No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1 Wirausaha 4 8,9
2 Pensiunan 7 15,6
3 Ibu Rumah Tangga 14 31,1
4 Swasta 8 17,8
5 Lainnya (Sopir, 12 26,7
PNS, Tidak Bekerja)
Total 45 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, bahwa sebagian besar reponden memiliki

pekerjaan sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga) yaitu sebanyak 14 orang

7
(31,1%). Sedangkan sebagian kecil responden memiliki pekerjaan

sebagai wirausaha yaitu sebanyak 4 orang (8,9%).

5.2.2 Data Khusus

Data khusus menyajikan karakteristik responden berdasarkan variabel

bebas yang meliputi aktivitas fisik, frekuensi konsumsi karbohidrat,

frekuensi konsumsi serat, obesitas, kepatuhan pengobatan dan variabel

terikat yaitu kadar gula darah.

1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kadar Gula Darah

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kadar Gula


Darah di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan.
No Kadar Gula Darah Jumlah Persentase (%)
1 Tidak Normal 29 57,8
2 Normal 16 42,2
Total 45 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel 5.10 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki kadar gula darah yang tidak normal yaitu

sebanyak 29 orang (57,8%).

7
2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik


di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan.
No Aktivitas Fisik Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak sesuai anjuran 26 57,8
WHO < 600 MET
2 Sesuai anjuran WHO 19 42,2
≥ 600 MET
Total 45 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel 5.5 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden yang aktivitas fisiknya kurang atau tidak sesuai anjuran

WHO yaitu kurang dari 600 MET sebanyak 26 orang (5,7%).

3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Konsumsi

Karbohidrat

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi


Konsumsi Karbohidrat di Posbindu Wilayah Kerja
Puskesmas Patihan
No Frekuensi Konsumsi Frekuensi Persentase (%)
Karbohidrat
1 Sering ≥ 3x/minggu 28 62,2
2 Jarang < 3x/minggu 17 37,8
Total 45 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel 5.6 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden yang sering mengkonsumsi karbohidrat atau frekuensi

konsumsi karbohidrat ≥ 3x/minggu yaitu sebanyak 28 orang (62,2%).

7
4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarka Frekuensi Konsumsi Serat

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi


Konsumsi Serat di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas
Patihan
No Frekuensi Konsumsi Frekuensi Persentase (%)
Serat
1 Jarang < 3x/minggu 24 53,3
2 Sering ≥ 3x/minggu 21 46,7
Total 45 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel 5.7 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden yang jarang mengkonsumsi serat atau frekuensi konsumsi

serat < 3x/minggu yaitu sebanyak 24 orang (53,3%).

5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Obesitas

Tael 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Obesitas di


Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan
No Obesitas Frekuensi Persentase (%)
1 Obesitas ≥ 25,0 21 46,7
2 Tidak Obesitas 24 53,3
< 25,0
Total 45 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel 5.8 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian dari

responden yang mengalami obesitas yaitu sebanyak 21 orang (46,7%).

7
6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Pengobatan

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan


Pengobatan di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan.
No Kepatuhan Frekuensi Persentase (%)
Pengobatan
1 Tidak Patuh 27 60,0
2 Patuh 18 40,0
Total 45 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel 5.9 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden yang tidak patuh dalam pengobatan sebanyak 27 orang

(60,0%).

5.3 Hasil Penelitian

5.3.1 Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel

bebas dan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik. Uji statistik

yang digunakan yaitu uji Chi-Square dan penentuan Ratio Prevalensi (RP)

dengan tingkat kepercayaan (CI) 95% dan tingkat kemaknaan 0,05. Berikut

adalah hasil analisis bivariat penelitian menggunakan aplikasi pengolahan

data statistik SPSS 16.0:

7
1. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah Lansia Penderita

DM tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan.

Tabel 5.11 Tabulasi Silang Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula
Darah Lansia Penderita DM tipe 2 di Posbindu Wilayah
Kerja Puskesmas Patihan.
Kadar Gula Darah
Aktivitas Tidak Normal Total P- RP
No
Fisik Normal value 95% CI
F % F % F %
1 Tidak 19 73,1 7 26,9 26 100 0,034 1,98
Sesuai (1,053-
Anjuran 3,736)
WHO
2 Sesuai 7 36,8 12 63,2 19 100
Anjuran
WHO
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang kadar

gula darahnya tidak normal sebanyak 19 orang (73,1%) yaitu dengan

melakukan aktivitas fisik yang tidak sesuai anjuran WHO, sedangkan

responden yang kadar gula darahnya tidak normal sebanyak 7 orang

(36,8%) yaitu responden yang melakukan aktivitas fisik sesuai anjuran

WHO. Jadi proporsi responden yang kadar gula darahnya tidak normal

lebih banyak pada responden yang aktivitas fisiknya tidak sesuai anjuran

WHO atau aktivitas fisik kurang (73,1%) dibandingkan dengan

responden yang aktivitas fisiknya sesuai dengan anjuran WHO atau rutin

melakukan aktivitas fisik (36,8%). Hasil analisis uji hubungan aktivitas

fisik dengan kadar gula darah menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,034 < α =

0,05. Maka dapat diambil kesimpulan secara statistik bahwa ada

7
hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah. Nilai RP = 1,98 > 1,

maka dapat disimpulkan bahwa lansia penderita DM tipe 2 yang aktifitas

fisiknya kurang atau tidak seseuai anjuran WHO mempunyai

kemungkinan untuk mengalami peningkatan kadar gula darah sebesar

1,98 kali lebih besar dibandingkan dengan lansia yang melakukan

aktivitas fisik secara rutin atau sesuai anjuran WHO.

2. Hubungan Frekuensi Konsumsi Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah

Lansia Penderita DM tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas

Patihan

Tabel 5.12 Tabulasi Silang Hubungan Frekuensi Konsumsi Karbohidrat


dengan Kadar Gula Darah Lansia Penderita DM tipe 2 di
Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan
Kadar Gula Darah
Frekuensi
Tidak Normal Total P- RP
No Konsumsi
Normal value 95% CI
Karbohidrat F % F % F %
1 Sering 20 71,4 8 28,6 28 100 0,039 2,02
(1,020-
4,015)
2 Jarang 6 35,3 11 64,7 17 100

Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang kadar

gula darahnya tidak normal sebanyak 20 orang (71,4%) yaitu sering

mengkonsumsi karbohidrat ≥3x/minggu, sedangkan responden yang

kadar gula darahnya tidak normal sebanyak 6 orang (35,3%) jarang

mengkonsumsi karbohidrat <3x/minggu. Jadi proporsi responden yang

kadar gula darahnya tidak normal lebih banyak pada responden yang

7
sering mengkonsumsi karbohidrat ≥3x/minggu (71,4%) dibandingkan

dengan responden yang jarang mengkonsumsi karbohidrat <3x/minggu

(35,3%). Hasil analisis uji hubungan frekuensi konsumsi karbohidrat

dengan kadar gula darah menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,039 < α = 0,05.

Maka dapat diambil kesimpulan secara statistik bahwa ada hubungan

frekuensi konsumsi karbohidrat dengan kadar gula darah. Nilai RP =

2,02>1, maka dapat disimpulkan bahwa lansia penderita DM tipe 2 yang

sering mengkonsumsi karbohidrat ≥3x/minggu mempunyai kemungkinan

untuk mengalami peningkatan kadar gula darah sebesar 2,02 kali lebih

besar dibandingkan dengan lansia yang jarang mengkonsumsi

karbohidrat <3x/minggu.

3. Hubungan Frekuensi Konsumsi Serat dengan Kadar Gula Darah Lansia

Penderita DM tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan

Tabel 5.13 Tabulasi Silang Hubungan Frekuensi Konsumsi Serat dengan


Kadar Gula Darah Lansia Penderita DM tipe 2 di Posbindu
Wilayah Kerja Puskesmas Patihan
Kadar Gula Darah
Frekuensi
No Tidak Normal Total P- RP
Konsumsi Normal value 95% CI
Serat F % F % F %
1 Jarang 18 75,0 6 25,0 24 100 0,028 1,96
(1,089-
3,559)
2 Sering 8 38,1 13 61,9 21 100

Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang kadar

gula darahnya tidak normal sebanyak 18 orang (75,0%) yaitu jarang

7
mengkonsumsi serat <3x/minggu, sedangkan responden yang kadar gula

darahnya tidak normal sebanyak 8 orang (38,1%) sering mengkonsumsi

serat ≥3x/minggu. Jadi proporsi responden yang kadar gula darahnya

tidak normal lebih banyak pada responden yang jarang mengkonsumsi

serat <3x/minggu (75,0%) dibandingkan dengan responden yang sering

mengkonsumsi karbohidrat ≥3x/minggu (38,1%). Hasil analisis uji

hubungan frekuensi konsumsi serat dengan kadar gula darah

menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,028 < α = 0,05. Maka dapat diambil

kesimpulan secara statistik bahwa ada hubungan frekuensi konsumsi

serat dengan kadar gula darah. Nilai RP = 1,96>1, maka dapat

disimpulkan bahwa lansia penderita DM tipe 2 yang jarang

mengkonsumsi serat yaitu <3x/minggu mempunyai kemungkinan untuk

mengalami peningkatan kadar gula darah sebesar 1,96 kali lebih besar

dibandingkan dengan lansia yang sering mengkonsumsi serat yaitu

≥3x/minggu.

7
4. Hubungan Obesitas dengan Kadar Gula Darah Lansia Penderita DM tipe

2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan

Tabel 5.14 Tabulasi Silang Hubungan Obesitas dengan Kadar Gula


Darah Lansia Penderita DM tipe 2 di Posbindu Wilayah
Kerja Puskesmas Patihan
Kadar Gula Darah
Tidak Normal Total P- RP
No Obesitas
Normal value 95% CI
F % F % F %
1 Obesitas 16 76,2 5 23,8 21 100 0,042 1,82
(1,078-
3,108)
2 Tidak 10 41,7 14 58,3 24 100
Obesitas
Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang kadar

gula darahnya tidak normal sebanyak 16 orang (76,2%) mengalami

obesitas, sedangkan responden yang kadar gula darahnya tidak normal

sebanyak 10 orang (417%) tidak mengalami obesitas. Jadi proporsi

responden yang kadar gula darahnya tidak normal lebih banyak pada

responden yang mengalami obesitas (76,2%) dibandingkan dengan

responden yang tidak mengalami obesitas (38,1%). Hasil analisis uji

hubungan obesitas dengan kadar gula darah menunjukkan bahwa nilai ρ

= 0,042 < α = 0,05. Maka dapat diambil kesimpulan secara statistik

bahwa ada hubungan frekuensi konsumsi serat dengan kadar gula darah.

Nilai RP = 1,82>1, maka dapat disimpulkan bahwa lansia penderita DM

tipe 2 yang obesitas mempunyai kemungkinan untuk mengalami

7
peningkatan kadar gula darah sebesar 1,82 kali lebih besar dibandingkan

dengan lansia yang tidak mengalami obesitas.

5. Hubungan Kepatuhan Pengobatan dengan Kadar Gula Darah Lansia

Penderita DM tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Patihan

Tabel 5.15 Tabulasi Silang Hubungan Kepatuhan Pengobatan dengan


Kadar Gula Darah Lansia Penderita DM tipe 2 di Posbindu
Wilayah Kerja Puskesmas Patihan
Kadar Gula Darah
Kepatuhan Tidak Normal Total P- RP
No
Pengobatan Normal value 95% CI
F % F % F %
1 Tidak 20 74,1 7 25,9 27 100 0,016 2,22
Patuh (1,114-
4,432)
2 Patuh 6 33,3 12 66,7 18 100

Sumber : Data Primer Penelitian 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang kadar

gula darahnya tidak normal sebanyak 20 orang (74,1%) tidak patuh

dalam melakukan pengobatan, sedangkan responden yang kadar gula

darahnya tidak normal sebanyak 6 orang (33,3%) patuh dalam

melakukan pengobatan. Jadi proporsi responden yang kadar gula

darahnya tidak normal lebih banyak pada responden yang tidak patuh

dalam melakukan pengobatan (74,1%) dibandingkan dengan responden

yang patuh dalam melakukan pengobatan (33,3%). Hasil analisis uji

hubungan kepatuhan pengobatan dengan kadar gula darah menunjukkan

bahwa nilai ρ = 0,016 < α = 0,05. Maka dapat diambil kesimpulan secara

statistik bahwa ada hubungan kepatuhan pengobatan dengan kadar gula

darah. Nilai RP = 2,22>1, maka dapat disimpulkan bahwa lansia

8
penderita DM tipe 2 yang tidak patuh dalam melakukan pengobatan

mempunyai kemungkinan untuk mengalami peningkatan kadar gula

darah sebesar 2,22 kali lebih besar dibandingkan dengan lansia yang

patuh dalam melakukan pengobatan.

5.4 Pembahasan

Lansia penderita DM tipe 2 di Posbindu wilayah kerja Puskesmas

Patihan sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 29 orang

(64,4%) dan yang berjenis kelamin laki-laki 16 orang (35,6%). Kebanyakan

dari lansia penderita DM tipe 2 berusia 60-65 tahun yaitu 30 orang (66,7%)

dan berlatar belakang pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD) yaitu 20 orang

(44,4%) serta sebagian besar berprofesi sebagai ibu rumah tangga sebanyak

14 orang (31,1%) dan pekerjaan lainnya seperti sopir, PNS dan tidak bekerja

sebanyak 12 orang (26,7%).

Lansia penderita DM tipe 2 yang memiliki kadar gula darah yang

tidak normal yaitu sebanyak 29 orang (57,8%). Adapun penyebab kadar

gula darah lansia penderita DM tipe 2 tidak normal di Posbindu wilayah

kerja Puskesmas Patihan adalah perilaku lansia yang kurang menerapkan

gaya hidup sehat, karena kebanyakan dari lansia penderita DM tipe 2 di

Posbindu tersebut masih suka mengkonsumsi makanan dan minuman manis

di pagi hari, serta kurangnya konsumsi serat seperti sayur dan buah-buahan,

selain itu kurangnya kesadaran lansia akan pentingnya aktivitas fisik seperti

jalan-jalan ringan, bersepeda santai, senam dan lainnya.

8
5.4.1 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah Lansia

Penderita DM tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas

Patihan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia

yang memiliki aktivitas fisik yang tidak sesuai anjuran WHO atau

aktivitas fisik ringan dengan kadar gula darah yang tidak normal

yaitu sebanyak 19 orang (73,1%). Hal tersebut didukung dengan

hasil uji Chi-Square dengan membaca Continuity Correction karena

memiliki nilai expected > 5 dan jumlah sel < 20% yang

menunjukkan bahwa nilai ρ. value = 0,034 < α = 0,05 dan nilai RP

sebesar 1,98 (95% CI 1,053-3,736). Hasil tersebut membuktikan

bahwa ada hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah lansia

penderita DM tipe 2 di posbindu wilayah kerja Puskesmas Patihan.

Jadi lansia yang memiliki aktivitas fisik yang kurang mempunyai

risiko 1,98 kali lebih besar untuk mengalami peningkatan kadar gula

darah dibandingkan dengan lansia yang sering melakukan aktivitas

fisik.

Lansia yang aktivitas fisik tidak sesuai dengan anjuran WHO

tetapi memiliki kadar gula darah yang normal yaitu sebanyak 7

orang (26,9%). Hal ini dikarenakan lansia mengimbanginya dengan

diet konsumsi makanan dan patuh dalam mengkonsumsi obat yang

dianjurkan oleh dokter. Sedangkan lansia yang aktivitas fisiknya

sesuai anjuran WHO tetapi kadar gula darahnya tidak normal

8
sebanyak 7 orang (36,8%). Hal ini dikarenakan banyak dari lansia

yang masih suka mengkonsumsi minuman manis dan suka makan

jajanan ringan dimalam hari sambil menonton TV.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Roza Mulyani (2015) bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik

dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe 2,

dimana seseorang yang memiliki aktivitas ringan memiliki kadar

gula darah yang tidak terkontrol. Penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian Nur Sam, Hariati Lestari, Jusniar Rusli A (2017),

menyatakan bahwa hasil penelitian diperoleh ρ. value = 0,002 ( ρ < α

= 0,05) yang artinya ada hubungan aktifitas fisik dengan kadar gula

darah pada penderita diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas

Poasia Kota Kendari tahun 2017.

Menurut WHO tahun 2008 aktivitas fisik adalah gerakan tubuh

yang dihasilkan otot rangka yang memerlukan suatu pengeluaran

energi. Kurangnya aktivitas fisik akan menjadi salah satu faktor

risiko independen dalam suatu penyakit kronis yang bisa

menyebabkan kematian secara global. Salah satu manfaat dari

aktivitas fisik adalah menurunkan kadar gula darah, dimana latihan

fisik akan mencegah akumulasi berlebih gula dalam sirkulasi darah.

Saat berolahraga otot akan mengambil pasokan gula dari sirkulasi

dan mengubahnya dalam bentuk energi (Hansen, 2008).

8
Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk

ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagi

lemak dan glukosa. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah

glukosa menjadi energi maka akan timbul diabetes melitus

(Kemenkes, 2012). Melakukan aktivitas fisik atau latihan jasmani

dapat memperbaiki kendali glukosa darah, hal ini disebabkan karena

selain menurunkan berat badan latihan jasmani juga dapat

memperbaiki sensitivitas insulin (PERKENI, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

aktivitas fisik menjadi faktor risiko lansia penderita DM tipe 2

mengalami peningkatan kadar gula darah dalam tubuh. Lansia

penderita DM tipe 2 yang kadar gula darahnya tidak normal adalah

lansia yang aktivitas fisiknya tidak sesuai dengan WHO atau

aktivitasnya ringan. Hasil temuan dilapangan bahwa banyak lansia

penderita DM tipe 2 yang tidak melakukan aktivitas fisik

dikarenakan menurutnya kondisi fisik tubuh lansia sudah tidak

mampu lagi untuk melakukan aktivitas fisik secara teratur, selain itu

juga diketahui banyak lansia penderita DM tipe 2 yang

menggunakan waktu senggangnya hanya untuk duduk santai sambil

menonton televisi. Oleh karena itu untuk mengubah kebiasaan buruk

dari lansia penderita DM tipe 2 diperlukan kesadaran dari masing-

masing lansia untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatan dan

8
rutin melakukan olahraga atau senam untuk menjaga kadar gula

darah agar tetap terkontrol.

5.4.2 Hubungan Frekuensi Konsumsi Karbohidrat dengan Kadar

Gula Darah Lansia Penderita DM tipe 2 di Posbindu Wilayah

Kerja Puskesmas Patihan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia

yang sering mengkonsumsi karbohidrat dengan kadar gula darah

yang tidak normal yaitu sebanyak 20 orang (71,4%). Hal tersebut

didukung dengan hasil uji Chi-Square dengan membaca Continuity

Correction karena memiliki nilai expected > 5 dan jumlah sel < 20%

yang menunjukkan bahwa nilai ρ. Value = 0,039 < α = 0,05 dan nilai

RP sebesar 2,02 (95% CI 1,020-4,015). Hasil tersebut membuktikan

bahwa ada hubungan ferekuensi konsumsi karbohidrat dengan kadar

gula darah lansia penderita DM tipe 2 di posbindu wilayah kerja

Puskesmas Patihan. Jadi lansia yang sering mengkonsumsi

karbohidrat memiliki risiko 2,02 kali lebih besar untuk mengalami

peningkatan kadar gula darah dibandingkan dengan lansia yang

jarang mengkonsumsi karbohidrat.

Lansia yang frekuensi konsumsi karbohidrat ≥ 3x/minggu

tetapi kadar gula darah normal sebanyak 8 orang (28,6%). Hal ini

disebabkan karena lansia mengkonsumsi karbohidrat pengganti nasi

seperti beras merah, kentang rebus dan mengganti gula tebu menjadi

gula jagung, oleh karena itu lansia memiliki kadar gula darah yang

8
normal karena jenis karbohidrat yang dikonsumsi adalah jenis

karbohidrat kompleks. Sedangkan lansia yang frekuensi karbohidrat

< 3x/minggu tetapi kadar gula darahnya tidak normal sebanyak 6

orang (35,3%) hal seperti ini dikarenakan lansia tidak

memperhatikan pengaturan makannya dengan benar kebanyakan

dari mereka mengurangi porsi makan nasi putih tetapi konsumsi

sayurnya masih kurang dan tidak rutin dalam memeriksakan kadar

gula darah setiap bulan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Andi Mardhiyah, dkk

(2014) bahwa terdapat hubungan yang signifikan asupan karbohidrat

dengan kontrol kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe 2

dengan nilai ρ. value = 0,001 < α = 0,05. Penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian Usdeka Muliani tahun 2013 yang menyatakan

bahwa ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar gula

darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit

dalam RSUD Dr. H. Abdul Moelek Provinsi Lampung dengan nilai

ρ. value = 0,004 < α = 0,05.. Konsumsi karbohidrat yang tinggi

dapat meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh penderita

diabetes melitus tipe 2. Oleh karena itu, penderita DM tipe 2 perlu

melakukan pengendalian jumlah karbohidrat yang dikonsumsi.

Pengurangan konsumsi karbohidrat dalam jumlah besar dimaksud

untuk mengendalikan kadar gula darah dan tingkat hormon insulin

(Smith, 2011).

8
Mekanisme karbohidrat yaitu karbohidrat dipecah dan diserap

oleh tubuh dalam bentuk monosakarida terutama gula, penyerapan

gula dapat meneyebabkan peningkatan kadar gula darah dan

meningkatnya sekresi insulin. Konsumsi karbohidrat berlebihan

menyebabkan lebih banyak gula didalam tubuh sehingga jaringan

tubuh tidak mampu menyimpan dan menggunakan gula, hal inilah

yang menyebabkan meningkatnya kadar gula dalam tubuh (Azka

Amanina, 2015). Dapat diketahui bahwa gula termasuk karbohidrat

sederhana yang lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh

dibandingkan dengan karbohidrat kompleks.

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa frekuensi

konsumsi karbohidrat ≥ 3x/minggu atau sering dapat menjadi faktor

risiko lansia penderita DM tipe 2 untuk mangalami peningkatan

kadar gula darah dalam tubuh. Lansia penderita DM tipe 2 yang

banyak memiliki kadar gula darah tidak normal adalah lansia yang

frekuensi konsumsi karbohidrat ≥ 3x/minggu atau sering. Hal ini

dikarenakan lansia penderita DM tipe 2 banyak yang masih

mengkonsumsi nasi putih dalam jumlah yang tinggi dan masih

banyak yang mengkonsumsi minuman manis, dimana nasi putih

merupakan karbohidrat yang dapat berubah menjadi glukosa pada

saat proses pencernaan. Nasi putih merupakan salah satu jenis

makanan yang memiliki indeks glikemi tinggi. Indeks Glikemi (GI)

pangan adalah nilai yang menunjukkan bagaimana efek makanan

8
(khususnya karbohidrat) terhadap gula darah setelah makan selama

dua jam. Makanan yang indeks glikeminya tinggi dapat

menghasilkan konsentrasi glukosa darah yang lebih tinggi atau

meningkatkan kadar gula darah dengan cepat daripada makanan

yang mempunyai indeks glikemi rendah. Makanan yang indeks

glikeminya rendah salah satunya adalah beras merah dan jagung

rebus. Makanan yang indeks glikeminya rendah mengandung serat

yang cukup banyak sehingga membuat kenyang bertahan lebih lama

didalam perut, selain itu indeks glikemi rendah memiliki kolestrol

total lebih rendah dan dapat meningkatkan kontrol glikemi pada

orang DM . Gula juga termasuk karbohidrat sederhana yang mudah

diserap dan dicerna oleh tubuh sehingga dapat mengakibatkan

peningkatan kadar gula darah dalam tubuh. Oleh karena itu penting

bagi lansia penderita DM tipe 2 untuk mengurangi frekuensi

konsumsi karbohidrat dan menggantinya dengan makanan penukar

karbohidrat seperti beras merah, serta mengurangi minum-minuman

manis atau mengganti gula tebu menjadi gula jagung.

5.4.3 Hubungan Frekuensi Konsumsi Serat dengan Kadar Gula

Darah Lansia Penderita DM tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Patihan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia

jarang mengkonsumsi serat dengan kadar gula darah yang tidak

normal yaitu sebanyak 18 orang (75,0%). Hal tersebut didukung

8
dengan hasil uji Chi-Square dengan membaca Continuity Correction

karena memiliki nilai expected > 5 dan jumlah sel < 20% yang

menunjukkan bahwa nilai ρ. Value = 0,028 < α = 0,05 dan nilai RP

sebesar 1,96 (95% CI 1,089-3,559). Hasil tersebut membuktikan

bahwa ada hubungan ferekuensi konsumsi serat dengan kadar gula

darah lansia penderita DM tipe 2 di posbindu wilayah kerja

Puskesmas Patihan. Jadi lansia yang jarang mengkonsumsi serat

memiliki risiko 1,96 kali lebih besar untuk mengalami peningkatan

kadar gula darah dibandingkan dengan lansia yang sering

mengkonsumsi serat.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada lansia yang

frekuensi konsumsi serat < 3x/minggu tetapi kadar gula darahnya

normal yaitu sebanyak 6 orang (25,0%), hal ini dikarenakan adanya

keluarga yang memantau kesehatan lansia serta sering mengingatkan

untuk lebih mengurangi makanan dan minuman manis serta rutin

melakukan aktivitas fisik seperti jalan-jalan dipagi hari. Sedangkan

lansia yang frekuensi konsumsi seratnya ≥ 3x/minggu tetapi kadar

gula darahnya tidak normal sebanyak 8 orang (38,1%), hal ini

dikarenakan lansia masih mengkonsumsi nasi dalam keadaan panas

dan sebagian lansia memiliki berat badan yang gemuk.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian rita bahwa ada

hubungan antara asupan serat dengan kadar gula darah pada pasien

penderita DM tipe 2 dengan nilai ρ. value = 0,01 < α = 0,05.

8
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Fitri Rohmatillah, I.,

dan Yekti Wirawanni tahun 2014 yang menyatakan bahwa ada

hubungan bermakna antara konsumsi serat dengan kadar gula darah

pada pebderita DM tipe 2 dengan nilai ρ. value = 0,001 < α = 0,05.

Jadi semakin rendah konsumsi serat maka semakin tinggi kadar gula

darah dalam tubuh.

Serat merupakan bagian dari bahan pangan yang tidak dapat

dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Mekanisme serat terhadap

penurunan kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2 sangat

dipengaruhi oleh penyerapan karbohidrat dalam usus. Semakin

rendah karbohidrat yang diserap oleh tubuh maka semakin rendah

glukosanya, dalam hal ini serat dapat menurunkan efisiensi

penyerapan karbohidrat yang dapat menyebabkan menurunnya

respon insulin. Apabila respon insulin menurun maka kerja pankreas

akan semakin ringan sehingga dapat memperbaiki fungsi pankreas

dalam memproduksi insulin (Astawan dan Tutik, 2012).

Serat akan membentuk lapisan pada saluran pencernaan

sehingga serat dapat menghambat proeses pencernaan dan proses

absorbsi. Serat berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah

dengan cara memperlambat penyerapan glukosa. Serat lebih lama

dicerna oleh tubuh sehingga dapat memperlamabat peningkatan

kadar glukosa darah, mengurangi penggunaan insulin dan

9
mengurangi beban pankreas dalam memproduksi insulin

(Prihaningtyas, 2013).

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa frekuensi

konsumsi serat secara teratur atau sering menjadi salah satu faktor

yang dapat mengontrol atau mengendalikan kadar gula darah dalam

tubuh lansia DM tipe2. Lansia DM tipe 2 yang memiliki kadar gula

darah yang tinggi adalah lansia DM tipe 2 yang konsumsi seratnya

jarang. Hal ini dikarena sebagian dari lansia tidak begitu suka

dengan sayur-sayuran hanya suka dengan sayuran tertentu saja

seperti kangkung, sawi putih dan bayam. Sebagian dari lansia

tersebut juga jarang mengkonsumsi buah, hanya buah tertentu saja

yang biasa dikonsumsi seperti jeruk, pepaya dan pisang. Adapun ada

makanan pengganti buah yang mengandung serat dan vitamin antara

lain yaitu, pengganti buah jeruk, apel, pepaya dan pisang yang

mengandung vitamin dan serat yaitu brokoli, tomat, sayuran hijau,

dan kacang-kacangan. Oleh karena itu pentingnya pemahaman serta

perhatian dari keluarga bagi lansia penderita DM tipe 2 akan

pentingnya konsumsi serat, karena dengan banyak konsumsi serat

dapat menurunkan kadar gula darah dalam tubuh bagi penderita

DM.

9
5.4.4 Hubungan Obesitas dengan Kadar Gula Darah Lansia

Penderita DM tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas

Patihan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia

mengalami obesitas dengan kadar gula darah yang tidak normal

yaitu sebanyak 16 orang (76,2%). Hal tersebut didukung dengan

hasil uji Chi-Square dengan membaca Continuity Correction karena

memiliki nilai expected > 5 dan jumlah sel < 20% yang

menunjukkan bahwa nilai ρ. Value = 0,042 < α = 0,05 dan nilai RP

sebesar 1,82 (95% CI 1,078-3,108). Hasil tersebut membuktikan

bahwa ada hubungan obesitas dengan kadar gula darah lansia

penderita DM tipe 2 di posbindu wilayah kerja Puskesmas Patihan.

Jadi lansia yang mengalami obesitas memiliki risiko 1,82 kali lebih

besar untuk mengalami peningkatan kadar gula darah dibandingkan

dengan lansia yang tidak mengalami obesitas.

Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 5 orang (23,8%)

yang mengalami obesitas tetapi kadar gula darah normal, hal ini

dikarenakan lansia yang mengalami obesitas memperhatikan

makanan yang dikonsumsinya seperti mengurangi makanan yang

berlemak dan makanan manis serta rutin dalam melakukan

pengobatan setiap bulan. Sedangkan lansia yang tidak obesitas tetapi

kadar gula darahnya tidak normal ada 10 orang (41,7%), ini

dikarenakan ada beberapa dari lansia yang masih merokok dan suka

9
minum minuman beralkohol serta konsumsi obat yang masih tidak

teratur.

Obesitas artinya berat badan yang minimal sebanyak 20% dari

berat badan normal atau Indeks Masa Tubuh. Individu dengan

diabetes melitus tipe 2 diketahui sebanyak 80% adalah obesitas.

Obesitas menyebabkan reseptor insulin pada target sel diseluruh

tubuh kurang sensitif dan jumlahnya berkurang sehingga insulin

dalam darah tidak dapat dimanfaatkan akibatnya adalah kadar gula

darah menjadi meningkat (Ilyas dalam Soegondo, 2007).

Kelebihan berat badan atau obesitas merupakan faktor resiko

dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik termasuk diabetes

melitus. Pada individu yang obesitas banyak diketahui terjadinya

retensi insulin. Akibat dari retensi insulin adalah diproduksinya

insulin secara berlebihan oleh sel beta pankreas, sehingga insulin

didalam darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia). Hal ini akan

meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan pengeluaran

natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma norepinefrin.

Insulin diperlukan untuk mengelola lemak agar dapat disimpan ke

dalam sel-sel tubuh. Apabila insulin tidak mampu lagi mengubah

lemak menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh, maka lemak akan

tertimbun dalam darah dan akan menaikkan kadar gula dalam darah

(Soewondo, 2009).

9
Orang yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas) kadar

leptin dalam tubuh akan meningkat. Leptin adalah hormon yang

berhubungan dengan gen obesitas.leptin berperan dalam hipotalamus

untuk mengatur tingkat lemak tubuh, kemampuan untuk membakar

lemak menjadi energi, dan rasa kenyang. Kadar leptin dalam plasma

meningkat dengan meningkatnya berat badan. Peran leptin terhadap

terjadinya resistensi yaitu leptin dapat menghambat kerja fosforilasi

Insulin Receptor Substrate-1 (IRS 1) yang akibatnya dapat

menghambat dalam pengambilan glukosa, sehingga mengalami

peningkatan kadar gula dalam darah (D‟adamo, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lansia

penderita DM tipe 2 yang mengalami obesitas menjadi faktor risiko

mengalami peningkatan kadar gula darah dalam tubuh. Lansia

penderita DM yang mempunyai kadar gula darah yang tidak normal

adalah lansia penderita DM tipe 2 yang mengalami obesitas. Lansia

penderita DM tipe 2 yang mengalami obesitas ini dikarenakan dari

diri lansia sendiri yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki

berat badan yang tidak normal, jadi kebanyakan lansia penderita DM

tipe 2 menyadari bahwa dirinya sehat-sehat saja berat badannya

normal, selain itu kurangnya aktivitas fisik pada lansia penderita DM

tipe 2 yang menyebabkan timbunan lemak dalam tubuh menumpuk

sehingga mengakibatkan obesitas. Pentingnya bagi lansia mulai

merubah dirinya dengan mengikuti senam lansia, menimbang berat

9
badannya secara teratur, dan menambah informasi mengenai

kesehatan melalui Posbindu PTM serta Posyandu Lansia

5.4.5 Hubungan Kepatuhan Pengobatan dengan Kadar Gula Darah

Lansia Penderita DM tipe 2 di Posbindu Wilayah Kerja

Puskesmas Patihan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia

yang tidak patuh dalam pengobatan dengan kadar gula darah yang

tidak normal yaitu sebanyak 20 orang (74,1%). Hal tersebut

didukung dengan hasil uji Chi-Square dengan membaca Continuity

Correction karena memiliki nilai expected > 5 dan jumlah sel < 20%

yang menunjukkan bahwa nilai ρ. Value = 0,016 < α = 0,05 dan nilai

RP sebesar 2,22 (95% CI 1,114-4,432). Hasil tersebut membuktikan

bahwa ada hubungan kepatuhan pengobatan dengan kadar gula darah

lansia penderita DM tipe 2 di posbindu wilayah kerja Puskesmas

Patihan. Jadi lansia yang tidak patuh dalam melakukan pengobatan

memiliki risiko 2,22 kali lebih besar untuk mengalami peningkatan

kadar gula darah dibandingkan dengan lansia yang patuh melakukan

pengobatan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa lansia yang tidak patuh

dalam menjalani pengobatan tetapi kadar gula darah normal

sebanyak 7 orang (25,9%), hal ini dikarenakan lansia melakukan

pengobatan sendiri seperti meminum seduhan daun insulin serta

mengatur konsumsi makanannya. Sedangkan lansia yang patuh

9
menjalani pengobatan tetapi memiliki kadar gula darahnya tidak

normal yaitu sebanyak 6 orang (33,3%), dikarenakan lansia tidak

mengimbanginya dengan gaya hidup yang sehat seperti jarang

melakukan aktivitas fisik, tidak mengikuti posyandu lansia maupun

posbindu PTM.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurlaili dan M.

Atoillah 2015, menyatakan bahwa ada hubungan antara kepatuhan

pengobatan dengan rerata gula darah acak pada penderita Diabetes

Melitus tipe 2. Pengobatan DM tipe 2 adalah mencoba menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi

terjasinya komplikasi. Tujuan setiap pengobatan adalah untuk

mengontrol kadar gula darah agar tetap normal. Apabila penderita

rutin dalam minum obat dan menerapkan gaya hidup sehat maka hal

tersebut dapat menurunkan kadar gula darah.

Penderita DM tipe 2 yang patuh dalam melakukan pengobatan

secara tidak langsung akan melakukan perawatan mandiri, sehingga

secara tidak langsung penderita akan mengetahui harus

memeriksakan dirinya ke dokter untuk melakukan kontrol kesehatan

berkala dan untuk mendapatkan pengarahan lebih lanjut (Denny,

2014).

Kepatuhan penderita adalah perilaku penderita dalam

mengambil suatu tindakan untuk pengobatan seperti diet, kebiasaan

hidup sehat dan ketepatan berobat. Hal ini berkaitan dengan

9
kemauan dan kemampuan penderita DM tipe 2 untuk mengikuti cara

hidup sehat yang berkaitan dengan nasehat, aturan pengobatan yang

ditetapkan, serta mengikuti jadwal pemeriksaan. Perilaku keteraturan

konsumsi obat serta pemeriksaan gula darah setiap bulan pada

penderita DM tipe 2 menjadi salah satu upaya untuk pengontrolan

dalam pengendalian glukosa darah ataupun komplikasi yang dapat

ditimbulkan (Kozier, 2010).

Berdasarkan penelitian dapat disimpulakan bahwa kepatuhan

pengobatan mejadi faktor risiko lansia penderita DM tipe 2

mengalami peningkatan kadar gula darah dalam tubuh. Hal ini

dikarenakan banyaknya lansia yang tidak rutin mengkonsumsi obat

dikarenakan faktor dimensia (lupa) pada lansia selain itu masih

rendahnya lansia penderita DM tipe 2 dalam menerapkan gaya hidup

sehat. Oleh karena itu perlunya pendampingan dan dukungan dari

keluarga agar lansia lebih patuh dan rutin dalam mengkonsumsi obat

diabetes dan rutin dalam melakukan gaya hidup sehat.

5.5 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan uji statistik non parametrik yang bertujuan

untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam penelitian. Uji ini

hanya memberikan informasi ada atau tidaknya hubungan antara kedua

variabel, serta tidak memberikan informasi mengenai bagaimana

besaran dan arah hubungan yang ada. Oleh karena itu peneliti

9
melengkapi hasil penelitian dengan teori dan penelitian terdahulu

sehingga memperkuat hasil dari penelitian.

2. Data yang diambil merupakan data primer dengan menggunakan

kuesioner yang diisi langsung dan diwawancarai oleh peneliti. Ada

beberapa kelemahan saat melakukan penelitian yaitu terjadinya bias

informasi dalam menjawab pertanyaan. Maka untuk mengatasi hal yang

seperti ini peneliti melakukan pengecekan jawaban kuesioner dan

membandingkannya dengan hasil rekam medik buku KMS yang ada di

Posbindu serta melakukan pengukuran.

9
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian tentang

hubungan faktor perilaku pengendalian diabetes melitus tipe 2 dengan kadar

gula darah lansia di posbindu wilayah kerja Puskesmas Patihan dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar lansia penderita DM tipe 2 adalah berjenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 29 orang (64,4%), berusia 60-65 tahun yaitu

sebanyak 30 orang (66,7%), berpendidikan SD sebanyak 20 orang

(44,4%), dan bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 14 orang

(31,1%).

2. Distribusi frekuensi dari kadar gula darah, aktivitas fisik, frekuensi

konsumsi karbohidrat, konsumsi frekuensi serat, obesitas dan kepatuhan

pengobatan adalah sebagai berikut:

a. Sebagian besar lansia penderita DM tipe 2 memiliki kadar gula darah

yang tidak norma sebanyak 29 orang (57,8%) dibandingkan dengan

kadar gula darah yang normal yaitu 16 orang (42,2%).

b. Sebagian besar lansia penderita DM tipe 2 memiliki aktivitas fisik

tidak sesuai dengan anjuran WHO sebanyak 26 orang (57,8%)

diabandingkan yang memiliki aktivitas fisik sesuai anjuran WHO

yaitu 19 orang (42,2%).

9
c. Sebagian besar lansia penderita DM tipe 2 memiliki frekuensi

konsumsi karbohidrat ≥ 3x/minggu atau sering mengkonsumsi

karbohidrat sebanyak 28 orang (62,2%) dibandingkan frekuensi

konsumsi karbohidrat < 3x/minggu atau jarang mengkonsumsi

karbohidrat yaitu 17 orang (37,8%).

d. Sebagian besar lansia penderita DM tipe 2 memiliki frekuensi

konsumsi serat < 3x/minggu atau jarang mengkonsumsi serat

sebanyak 24 orang (53,3%) dibandingkan frekuensi konsumsi serat

≥ 3x/minggu atau sering mengkonsumsi serat yaitu 21 orang

(46,7%).

e. Lansia penderita DM tipe 2 yang mengalami obesitas sebanyak 21

orang (46,7%) dibandingkan dengan yang tidak mengalami obesitas

yaitu 24 orang (53,3%).

f. Sebagian besar lansia penderita DM tipe 2 memiliki kepatuhan

pengobatan yang rendah sebanyak 27 orang (60,0%) dibandingkan

dengan yang memiliki kepatuhan pengobatan yang rutin yaitu 18

orang (40,0%).

3. Ada hubungan yang signifikan aktivitas fisik dengan kadar gula darah

lansia penderita DM tipe 2 di posbindu wilayah kerja Puskesmas Patihan

(p.value = 0,034; RP 1,98 ; 95% CI 1,053-3,736).

4. Ada hubungan yang signifikan frekuensi konsumsi karbohidrat dengan

kadar gula darah lansia penderita DM tipe 2 di posbindu wilayah kerja

Puskesmas Patihan (p.value = 0,039; RP 2,02 ; 95% CI 1,020-4,015).

1
5. Ada hubungan yang signifikan frekuensi konsumsi serat dengan kadar

gula darah lansia penderita DM tipe 2 di posbindu wilayah kerja

Puskesmas Patihan (p.value = 0,028; RP 1,96 ; 95% CI 1,089-3,559).

6. Ada hubungan yang signifikan obesitas dengan kadar gula darah lansia

penderita DM tipe 2 di posbindu wilayah kerja Puskesmas Patihan

(p.value = 0,042; RP 1,82 ; 95% CI 1,078-3,108).

7. Ada hubungan yang signifikan kepatuhan pengobatan dengan kadar gula

darah lansia penderita DM tipe 2 di posbindu wilayah kerja Puskesmas

Patihan (p.value = 0,016; RP 2,22 ; 95% CI 1,114-4,432).

6.2 Saran

1. Bagi Institusi Kesehatan

Lebih meningkatkan penyuluhan dan pengetahuan tentang penyakit

tidak menular dan cara pengendaliannya seperti penyakit DM tipe 2

dengan melibatkan keluarga penderita penyakit tidak menular agar

keluarga juga ikut mendampingi dalam mengontrol penyakit yang

diderita pasien khusunya pada lansia penderita DM tipe 2.

Meningkatkan kerja kader khusunya pada Posbindu PTM pada anggota

Posbindu yang tidak dapat hadir untuk tetap didata dan diskrining

dengan cara melakukan kunjungan kerumah-rumah anggota yang tidak

mengikuti Posbindu PTM pada saat berlangsung.

1
2. Bagi Masyarakat

Lansia penderita DM tipe 2 diharapkan melakukan pengobatan secara

teratur dan melakukan perilaku kesehatan seperti menerapkan gaya

hidup sehat untuk mengontrol kadar gula darah agar tetap normal.

Keluarga dapat melakukan pendampingan dan perhatian agar lansia

penderita DM tipe 2 semangat dalam melakukan pengobatan secara

teratur dan diharapkan keluarga dapat mendampingi dalam mengatur

pola makan lansia penderita DM tipe 2.

3. Bagi Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Informasi dari penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi referensi dan

membantu dalam pengerjaan tugas serta untuk menambah pengetahuan

tentang penyakit diabetes melitus.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti sarankan untuk melakuakan penelitian selanjutnya tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah pada penderita DM

tipe 2 dan perlu diteliti lebih lanjut faktor yang diketahui dapat

mempengaruhi peningkatan kadar gula darah pada penyakit DM tipe 2

seperti konsumsi alkohol dan merokok. Peneliti sarankan juga untuk

melakukan penelitian dengan menggunakan uji Multivariat agar dapat

mengetahui faktor yang lebih mempengaruhi kadar gula darah pada

penderita DM tipe 2.

1
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2014. Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus. Diabetes Care Volume 37, Supplement 1

Amtiria, Rahma. 2015. Hubungan Pola Makan dengan Kadar Gula Darah
Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. Skripsi: Universitas Lampung

Andi, Mardhiyah, dkk. 2014. Hubungan Pola Makan dengan Kadar Gula
Darah Pasien Rawat Jalan DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kota
Makassar.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta

Asikin, Muhammad., Yakub, Alfi S., dan Baharuddin. 2014. Hubungan


Obesitas dengan Kadar Gula Darah di Wilayah Kerja Puskesmas Lekessi
Pare-Pare. Jurnal Keperawatan, Tahun V, Nomor 10

Astawan, M & Tutik, W. 2012. Diit Sehat Dengan Makana Berserat. Edisi 5.
Solo: Tiga Serangkai

Azka, Amanina. 2015. Hubungan Asupan Karbohidrat dan Serat dengan


Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari.
Naskah Publikasi UMS.

Bare BG., Smeltzer SC. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC

Bintanah, Sufiati dan Handarsari, Erma. 2012. Asupan Serat dengan Kadar
Glukosa Darah, Kadar Kolesterol Total dan Status Gizi pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Roemani Semarang. Di akses melalui
http://jurnal.unimus.ac.id pada tanggal 22 Juli 2018

Chua, SS & SP Chan. 2011. Medication Adherence and Achievement of


glycaemic targets in ambulatory tpe 2 diabetic patients. Journal of Applied
Pharmaceutical Science, 1(4): 55-59. Diakses melalui www.japsonline.com
pada 14 Maret 2018

Data Rekam Medis Puskesmas Patihan Kota Madiun tahun 2017

Damayanti, S. 2015. Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika

1
D‟adamo, Peter, J. 2008. Diet Sehat Diabetes sesuai Golongan Darah.
Yogyakarta: Delapratasa.

Dahlan, Sopiyudin. 2014. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan


Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS.
Jatinagor: Alqaprint

Dewi, Rr Ngaisyah. 2015. Hubungan Pola Makan dengan Tingkat Gula


Darah Anggota DPRD Propinsi kalimantan Timur.

Denny, O. 2014. Kepatuhan Minum Obat Diabetes pada Penderita DM tipe 2.


Skripsi: Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus


dan Penyakit Metabolik. Diakses melalui www.depkes.go.id pada 25 Maret
2018

Dinkes Kota Madiun. Profil Kesehatan Kota Madiun 2015. Madiun: Dinkes
Kota Madiun

Dinkes Kota Madiun. Profil Kesehatan Kota Madiun 2016. Madiun: Dinkes
Kota Madiun

Dorland W.A, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta:
EGC

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga

Fitri, R.I., Yekti, W. 2014. Hubungan Konsumsi Karbohidrat, Konsumsi Total


Energi, Konsumsi Serat, Beban Glikemik dan Latihan Jasmani dengan Kadar
Gula Darah Pada Pasien DM Tipe 2. Vol. 2, No. 3

Greenstein, Ben dan Wood, Diana F. 2010. At a Glance Sistem Endokrin.


Edisi 2. Jakarta : Erlangga

Gibson Rs. 2005. Principles of nutrional assessment second edition :food


frequency questionnaire. New York: Oxford University Press. 46-49

Gumilang Mega Paramitha. 2014. Hubungan Aktivitas Fisik Kadar Gula


Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar. Skripsi : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Gropper S.S., Smith L.J., Groff L.J. 2009. Advanced Nutrition and Human
Metabolism. Edisi 5. Wadsworth. Amerika Serikat

1
Hanna, Viena., Bawatong, Jeavery., dan Muntu Frenly. 2013. Hubungan
Pengendalian Diabetes Melitus dengan Kadar Glukosa Darah Pasien
Diabetes Melitus di RSUD Manembo Nembo Bitung. Journal Keperawatan
Volume 1. Nomer 1

Hansen PA. 2008. Increased GLUT-4 Translocation Mediates Enchanced


Insulin Sensitivity Of Muscle Glucose Transport After Exercise. University Of
Tromso, Norway

Henny Purwandari. 2014. Hubungan Obesitas dengan Kadar Gula Darah


Pada Karyawan di RS Tingkat IV Madiun. Volume 1, Nomor 25. Hal : 65-72

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan


Ilmiah. Jakarta: Salemba

Holt Paula. 2009. Diabetes In Hospital: A Practical Approach for Healthcare


Proffesionals. United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd.

Ilyas, E.I. Manfaat Latihan Jasmani bagi Penyandang Diabetes, dalam


Soegondo, S, et al. 2007. Penatalaksnaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta :
FKUI

International Diabetes Federation. 2015. “IDF DIABETES ATLAS Seventh


Edition 2011”. www.diabetesatlas.org. Diunduh pada 11 Maret 2018

Irawan, D. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus


Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia. Tesis: Universitas Indonesia

Isselbacher, et.al. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi


13. Jakarta: EGC

Irfan, M., dan Wibowo, H. 2015. Hubungan Tingkat Stres dengan Kadar Gula
Darah pada Penderita Daiabetes Mellitus di Puskesmas Peterongan
Kabupaten Jombang. Diakses dari http://jurnalperawat.stikessjombang.ac.id
pada tanggal 23 Maret 2018

Kemenkes. 2012. Buletin Jendela Data dan Informasi Penyakit Tidak


Menular. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.

Kementrian Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar dalam Angka Tahun


2013 Provinsi Jawa Timur. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Republik Indonesia

Kementrian Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Balai


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia

1
Kemenkes RI. 2015. Pembinaan Kesehatan Olahraga. Jakarta: Infodatin
Kemenkes RI

Kementrian Kesehatan. 2016. Buku Pintar Posbindu tentang Upaya


Pengendalian Faktor Risiko PTM. Jakarta: Kemenkes RI

Kementrian Kesehatan, 2016. Buku Pintar Posbindu tentang Penyakit tidak


Menular dan Faktor Risiko. Jakarta: Kemenkes RI

Kementrian Kesehatan, 2016. Buku Petunjuk Teknis tentang Penyelenggaraan


Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kemenkes RI

Kemenkes RI. 2016. Mari Kita Cegah Diabetes dengan Cerdik. Diakses
melalui www.depkes.go.id/article pada 15 Maret 2018

Kurniawan, Indra. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Majalah
Kedokteran Indonesia 60 (12)

Kwinahyu. 2011. Patofisiologi Diabetes Melitus. Diakses melalui


www.scribd.com pada 27 Maret 2018

Kozier, Erb, Berman. Synder. 2010. Buku Ajar Fondamental Keperawatan:


Konsep, Proses & Praktik. Volume: 1, Edisi: 7. EGC: Yogyakarta

Lestari D. 2013. Gambaran Kadar Glukosa Darah Pada Mahasiswa Fakultas


Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Angkatan 2011 dengan Indeks Masa
Tubuh 18,5-22,9 kg/m2. Skripsi: Universitas Sam Ratulangi

Notoatmodjo Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni Edisi


Revisi 2011. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nooatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

Nugroho, Septian A., Purwanti, Okti S. 2010. Hubungan antara tingkat Stres
dengan Kadar Gula Darh Pada Pasien Diabetes Melitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukoharjo I Kabupaten Sukoharjo. diakses melalui
http://eprints.ums.ac.id/9473 pada tanggal 14 Maret 2018

Nugraha, GI. 2009. Etiologi dan Patofisiologi Obesitas. Jakarta: Sugeng Seto

Nursalam. 2013. Kosep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nur Sam, Hariati,L., dan Jusniar R.A. 2017. Analisishubunganactivity Of


Daily Living(Adl), Aktivitas Fisik Dan Kepatuhan Diet Terhadap Kadar Gula

1
Darah Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Tahun
2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Vol. 2/No. 7

Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Trans Info


Media

Mufti T, Dananjaya R, Yuniarti L. 2015. Perbandingan Peningkatan Kadar


Gula Darah Setelah Pemberian Madu, Gula Putih dan Gula Merah Pada
Orang Dewasa Muda yang Berpuasa. Jurnak Kedokteran, Halaman 69-75

Perkeni. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Dibetes Melitus Tipe


2 di Indonesia 2015. Penerbit : PB Perkeni

Putri, Nurlaili H.K., dan Isfandiari, Muhammad A. 2013. Hubungan Empat


Pilar Pengendalian DM Tipe 2 dengan Rerata Kadar Gula Darah. Volume 1,
Nomer 2. Journal.unair.ac.id diakses 22 Februari 2018

Putri, Rima M. 2011. Hubungan Tingkat Stres Klien DM Tipe 2 dengan Kadar
Gula Darah di Poliklinik Khusus Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2009. Jurnal Keperawatan. Diakses melalui
http://repo.unand.ac.id pada tanggal 25 Maret 2018

Priasmara, Yunan D. 2014. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Kadar


Gula Darah Lansia di Kota Semarang Tahun 2014. Skripsi: Universitas
Negeri Semarang

Prihaningtyas, Rendi Aji. 2013. Hidup Manis dengan Diabetes. Yogyakarta:


Media Pressindo

Puskesmas Patihan. Profil Puskesmas Patihan Kota Madiun 2016. Madiun :


Puskesmas Patihan

Price, A.S., & Wilson M.L. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Volume 2, Edisi 6. Jakarta: EGC

Ria., Pradigdo, Siti F., Rahfiludin, Zen M. 2017. Hubungan Konsumsi


Karbohidrat, Lemak dan Serat dengan Kadar Gula Darah pada Lanjut Usia
Wanita. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 5, Nomer 4

Rita Kusniasari. 2014. Hubungan Asupan Karbohidrat, Lemmak, dan Serat


dengan Kadar Gula Darah dan Trigliserida Darah Pada Pasien DM Tipe II
Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan. Volume 3 No. 1

Ruslan, A., dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Gula
Darah Sesaat pada Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas

1
Gambut Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar Tahun 2008. Al „Ulum
Vol.42 No.4 Jurusan Gizi Poltekkes Banjarmasin.

Rekam Medis Puskesmas Patihan Kota Madiun tahun 2016, 2017.

Rondhianto. 2011. Pengaruh Diabetes Self Management Education dalam


Discharge Planning terhadap Self Efficcacy dan Self Care Behavior Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal Keperawatan, Volume 07, Nomor 3

Rosjidi, C.H., Liawati E. 2013. Panduan Penyusunan Proposal dan Laporan


Penelitian untuk Mahasiswa Kesehatan. Ponorogo

Roza Mulyani. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Gula


Darah Sewaktu Pasien DM tipe 2. Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2

Santoso, A. 2011. Serat pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya Bagi


Kesehatan. Jurnal Magistra, Nomor 75

Saryono, Mekar Dwi Anggraeni. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan


Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Sartika, S., Supit, W., dan Onibala, F. 2013. Hubungan Pola Makan dengan
Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Poli Interna Blu. RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Keperawatan(e-Kp). 1, 1. Diakses melalui
http://ejournal.unsrat.ac.id pada 19 Maret 2018

Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I. 2015. Penatalaksanaan Diabetes


Melitus Terpadu Edisi 2. Jakarta : FKUI

Soegondo S., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Insulin : Farmakoterapi pada
Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2, Jilid III, Edisi 4. Jakarta:
FKUI

Soewondo P. 2009. Pemantauan kendali diabetes melitus dalam Soegondo, S.,


Soewondo, P., & Subekti I.Ed. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Jakarta : FKUI

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sutanto, T. 2013. Diabetes, Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Jakarta: Buku


Pintar

Tandra, H. 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

1
Tambayong, 2000 dalam Syamiyah. 2014. Factor Resiko Kejadian DM Tipe 2
pada Wanita di Puskesmas Kecamatan Pesanggarahan Jakarta selatan.
Skripsi: Universitas Islam Syarif Hidayatulloh.

Usdeka Muliani. 2013. Asupan Zat-Zat Gizi dan Kadar Gula Darah Penderita
DM Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung. Jurnal Kesehatan. Volume IV, Nomor 2, hlm 325-332.

Watkins P.J. 2010. ABC of Diabetes 5th ed. London: BMJ Publishing Group

Wicaksono, Radio P. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian


Diabetes Melitus Tipe II di Poliklinik Penyakit Dalam RS Dr. Kriadi. Diakses
melalui eprints.undip.ac.id/37104/1 pada 25 Maret 2018

Waspadji, S. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Komplikasi Kronik Diabestes,


Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaan, Jilid III, Edisi 4.
Jakarta: FK UI

Widyastuti, Ika. 2011. Pengaruh Penambahan NaF Terhadap Kadar Glukosa


Darah yang Segera Diperiksa dan Ditunda 36 Jam. KTI: Universitas
Muhammadiyah Semarang

World Health Organization (WHO). 2016. Global Report On Diabetes

World Health Organization. 2012. Global Physical Activity (GPAQ) Analysis


Guide. Gavena

1
Lampiran 1

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Wawancara Pengisian

Gambar 2. Wawancara Pengisian

Gambar 3. Pemeriksaan Kadar Gula


Gambar 4. Pemeriksaan Kadar Gula

Gambar 5. Penimbangan Berat


Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Alamat:

Menyatakan bersedia/tidak untuk berpartisipasi dalam pengambilan data


atau sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
“Program SI Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun”
bernama Fara Shoufika yang berjudul “Hubungan Faktor Perilaku Pengendalian
Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kadar Gula Darah Lansia di Posbindu Wilayah
Kerja Puskesmas Patihan”.

Saya mengetahui bahwa informasi yang saya berikan ini besar manfaatnya
bagi peningkatan ilmu kesehatan masyarakat dan akan dijamin kerahasiannya.

Madiun, Juli 2018

Responden

( )

Keterangan: *Coret yang tidak perlu


Lampiran 6

KUISIONER PENELITIAN
HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU PENGENDALIAN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DENGAN KADAR GULA DARAH LANSIA DI
POSBINDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATIHAN
Posbindu :
Kelurahan:
I. IDENTITAS RESPONDEN
No. Responden :
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Pendidikan : 1. Tidak Sekolah 4. SLTP


2. Tidak Tamat SD 5. SLTA
3. SD 6. Perguruan Tinggi

Pekerjaan : 1. Buruh Tani 4. Pensiunan 7. Lainnya.....


2. Petani 5. IRT
3. Wirausaha 6. Swasta

II. KADAR GULA DARAH

Hasil
Kadar Gula Darah Sewaktu mg/dl

Kategori Kadar Gula Darah, yaitu:


1. Tidak Normal : ≥200 mg/dl
2. Normal : < 200 mg/dl

III. AKTIFITAS FISIK

Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ)


Pertanyaan Respon Kode
Aktivitas saat bekerja/belajar
(aktivitas termasuk kegiatan belajar, latihan, aktivitas rumah tangga, dll)
Pertanyaan Respon Kode
Apakah pekerjaan sehari-hari anda
memerlukan kerja berat (seperti Ya
1. mengangkat barang berat, menggali atau P1
berkebun) selama setidaknya 10 menit Tidak (Langsung ke P4)
secara terus-menerus?
Berapa hari dalam seminggu anda
2. melakukan aktivitas berat? Jumlah hari: P2

Berapa lama dalam 1 hari biasanya anda


3. Jam : menit : P3
melakukan kerja berat?
Apakah aktivitas sehari-hari anda 1. Ya
termasuk aktivitas sedang (seperti
4. mengangkat beban sedang, berjalan 2. Tidak (Langsung ke P4
sedang, berspeda pulang pergi) minimal P7)
10 menit secara terus-menerus?
Berapa hari dalam seminggu anda
5. Jumlah hari: P5
melakukan aktivitas sedang?
Berapa lama dalam 1 hari biasanya anda
6. Jam : menit : P6
melakukan aktivitas sedang?
Perjalanan dari tempat ke tempat
(perjalanan ke tempat kerja, berbelanja, beribadah, dll)
Apakah anda berjalan kaki atau 1. Ya
bersepeda minimal 10 menit secara terus
7. menerus untuk pergi ke suatu tempat? 2. Tidak (Langsung P7
ke P10)

Berapa hari dalam seminggu anda


8. berjalan kaki atau bersepeda (minimal 10 Jumlah hari: P8
menit) untuk pergi ke suatu tempat?
Berapa lama dalam 1 hari biasanya anda
9. berjalan kaki atau bersepeda untuk pergi Jam : menit : P9
ke suatu tempat?
Aktivitas rekreasi
(olahraga, fitness, dan rekreasi lainnya)
Apakah anda melakukan olahraga, 1. Ya
fitness, atau rekreasi yang merupakan
10. aktivitas berat (seperti lari, berkebun) 2. Tidak (Langsung P10
minimal 10 menit secara terus- ke P13)
menerus?
Pertanyaan Respon Kode
Berapa hari dalam seminggu anda
11. Jumlah hari: P11
melakukan aktivitas berat?
Berapa lama anda melakukan olahraga,
12. fitness, atau rekreasi yang merupakan Jam : menit : P12
aktivitas berat dalam 1 hari?
Apakah anda melakukan olahraga,
fitness, atau rekreasi yang merupakan 1. Ya
13. aktivitas sedang (seperti jalan sedang, P13
bersepeda, berenang) minimal 10 menit 2. Tidak (Langsung
secara terus-menerus? ke P16)
Berapa hari dalam seminggu biasanya
anda melakukan olahraga, fitness, atau
14. Jumlah hari: P14
rekreasi yang merupakan aktivitas
sedang?
Berapa lama anda melakukan olahraga,
15. fitness, atau rekreasi yang merupakan Jam : menit : P15
aktivitas sedang dalam 1 hari?
Aktivitas menetap (sedentary behavior)
Aktivitas yang tidak memerlukan banyak gerak seperti duduk saat di sekolah ataupun
di rumah, duduk saat di kendaraan, menonton televisi, atau berbaring, KECUALI tidur
Berapa lama anda duduk atau berbaring
16. Jam : menit : P16
dalam sehari?

Untuk mengetahui total aktivitas fisik digunakan rumus sebagai berikut:


Kategori :
1. Total
TidakAktivitas Fisik WHO
sesuai anjuran MET <menit/minggu
600 MET = [(P2 x P3 x 8)
+ (P5 x P6 x 4) + (P8 x P9 x 4) + (P11 x P12 x 8) + (P14
2. Sesuai anjuran WHO ≥ 600 MET
x P15 x 4)]
IV. FREKUENSI KONSUMSI KARBOHIDRAT
Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan kebiasaan anda dalam
mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat :

Food Frequency Questioner (FFQ)


Bahan Makanan Hari Minggu Bulan Tidak Rata-rata/
Pernah minggu
Nasi
Singkong Rebus
Jagung
Gula
Ubi Jalar rebus
Nasi Beras Merah

Kategori konsumsi karbohidrat, yaitu:


1. Sering ≥ 3 kali/minggu
2. Jarang < 3kali/minggu

V. FREKUENSI KONSUMSI SERAT


Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan kebiasaan anda.

Food Frequency Questioner (FFQ)


Bahan Makanan Hari Minggu Bulan Tidak Rata-rata/
Pernah minggu
Buah-buahan
Pepaya
Pisang
Jeruk
Salak
Sayur-sayuran
Bayam
Sawi Hijau
Kangkung
Daun Ubi Jalar
Terong
Wortel
Kubis
Buncis
Kembang Kol
Kacang Panjang

Kategori konsumsi serat, yaitu:


1. Jarang < 3kali/minggu
2. Sering ≥ 3 kali/minggu

VI.OBESITAS
BB TB IMT

kg m2 kg/m2

Keterangan :

IMT =
= kg/m2

Kategori :
1. Obesitas ≥ 25,0 kg/m2
2. Tidak Obesitas < 25,0 kg/m2

VII. KEPATUHAN PENGOBATAN


Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan cara di centang (√).

No. Pertanyaan Ya Tidak


1. Apakah anda minum obat sesuai anjuran dokter?
2. Apakah anda rutin mengontrol kadar gula darah
dan konseling dengan dokter di puskesmas/
pelayanan kesehatan lain setiap 1 bulan sekali?
3. Apakah anda tetap minum obat diabetes walaupun
merasa bosan?
4. Apakah anda segera pergi kontrol apabila terjadi
gangguan pada tubuh seperti berat badan
menurun, penglihatan sedikit kabur, badan terasa
lelah, dan kaki terasa nyeri atau mati rasa ?

Kategori kepatuhan pengobatan, yaitu:


1. Tidak patuh ≤ 50 %
2. Patuh > 5
Lampiran 7

HASIL INPUT DAN OUTPUT VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. UJI VALIDITAS

No Butir Pertanyaan
No Total
1 2 3 4
1 0 1 0 1 2
2 1 0 0 0 1
3 0 1 0 1 2
4 1 1 0 1 3
5 0 1 1 1 3
6 1 1 0 1 3
7 0 1 0 1 2
8 1 1 0 1 3
9 0 1 0 1 2
10 1 1 1 1 4
11 1 1 0 1 3
12 1 0 0 0 1
13 1 0 0 1 2
14 0 1 1 1 3
15 1 1 0 1 3
16 1 0 0 1 2
17 1 1 0 1 3
18 1 1 1 1 4
19 0 1 0 1 2
20 1 1 0 1 3
21 0 1 1 0 2
22 1 1 0 1 3
23 1 1 1 1 4
24 0 1 1 0 2
25 1 1 0 1 3
26 1 1 0 1 3
27 1 0 0 1 2
28 1 1 0 1 3
29 1 1 1 1 4
30 1 1 1 1 4
Hasil Uji Validitas Kuesioner dengan 5 butir pertanyaan:

Correlations

P1 P2 P3 P4 Total

P1 Pearson Correlation 1 -.293 -.263 .171 .369*

Sig. (2-tailed) .116 .160 .366 .045

N 30 30 30 30 30

P2 Pearson Correlation -.293 1 .270 .351 .605**

Sig. (2-tailed) .116 .150 .057 .000

N 30 30 30 30 30

P3 Pearson Correlation -.263 .270 1 -.207 .446*

Sig. (2-tailed) .160 .150 .272 .014

N 30 30 30 30 30

P4 Pearson Correlation .171 .351 -.207 1 .580**

Sig. (2-tailed) .366 .057 .272 .001

N 30 30 30 30 30

Total Pearson Correlation .369* .605** .446* .580** 1

Sig. (2-tailed) .045 .000 .014 .001

N 30 30 30 30 30

Dari hasil analisis di dapat nilai skor item dengan skor total. Nilai ini
kemudian dibandingkan dengan nilai R tabel. R tabel dicari pada
signifikann 5% dengan n=30 (df=n2= 28), maka didapat R tabel sebesar
0,312. Peenentuan kevalidan suatu instrumen diukur dengan
membandingkan r-hitung dengan r-tabel. Adapun penentuan disajikan
sebagai berikut :

 r-hitung < r-tabel atau nilai sig r < 0,05 : Valid


 r-hitung > r-tabel atau nilai sig r > 0,05 : Tidak valid
Jika ada butir yang tidak valid, maka butir yang tidak valid tersebut
dikeluarkan dan proses analisis diulang untuk butir yang valid saja.

Tabel Rangkuman Hail Uji Validitas


No. Butir R hitung Keterangan Interprestasi
1 0,380 ≥0,312 Valid
2 0,598 ≥0,312 Valid
3 0,506 ≥0,312 Valid
4 0,572 ≥0,312 Valid

2. UJI RELIABILITAS

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.626 5

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Scale Variance Corrected Item- Cronbach's Alpha


Deleted if Item Total if Item Deleted
Deleted Correlation

P1 4.70 2.424 .109 .684


P2 4.57 2.185 .421 .568

P3 5.10 2.231 .253 .628

P4 4.53 2.257 .407 .578

Total 2.70 .700 1.000 .004

Dari hasil analisis di atas dapat diketahui bahwa nilai Alpha


sebesar 0,626 > 0,60 maka dapat disimpulkan bahwa setiap pertanyaan
instrumen penelitian reliabel.
Lampiran 8
Hasil Output Hubungan Faktor Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus
Tipe 2 dengan Kadar Gula Darah Lansia di Posbindu Wilayah Kerja
Puskesmas Patihan
1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Jenis_Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 16 35.6 35.6 35.6
Perempuan 29 64.4 64.4 100.0
Total 45 100.0 100.0

2. Distribusi Frekuensi Usia

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <65 tahun 25 55.6 55.6 55.6
>=65 tahun 20 44.4 44.4 100.0

Total 45 100.0 100.0

3. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid SD 20 44.4 44.4 44.4
SLTP 8 17.8 17.8 62.2
SLTA 17 37.8 37.8 100.0
Total 45 100.0 100.0
4. Distribusi Frekuensi Tingkat Pekerjaan

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Wirausaha 4 8.9 8.9 8.9
Pensiunan 7 15.6 15.6 24.4
Ibu Rumah Tangga 14 31.1 31.1 55.6
Swasta 8 17.8 17.8 73.3
Lainnya 12 26.7 26.7 100.0
Total 45 100.0 100.0

5. Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik


Aktivitas Fisik
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Sesuai
Anjuran WHO 26 57.8 57.8 57.8
< 600 MET
Sesuai Anjuran
19 42.2 42.2 100.0
WHO >= 600
MET
Total 45 100.0 100.0

6. Distribusi Frekuensi Konsusmsi Karbohidrat


Frek Konsumsi KH
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sering >= 3x 28 62.2 62.2 62.2
Jarang < 3x 17 37.8 37.8 100.0
Total 45 100.0 100.0

7. Distribusi Frekuensi Konsumsi Serat


Frek Konsumsi Serat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Jarang < 3x 24 53.3 53.3 53.3
Sering >= 3x 21 46.7 46.7 100.0
Total 45 100.0 100.0
8. Distribusi Frekuensi Obesitas

Obesitas
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Obesitas 21 46.7 46.7 46.7
Tidak
24 53.3 53.3 100.0
Obesitas
Total 45 100.0 100.0

9. Distribusi Frekuensi Kepatuhan Pengobatan

Kepatuhan Pengobatan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak patuh 27 60.0 60.0 60.0
Patuh 18 40.0 40.0 100.0
Total 45 100.0 100.0

10. Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah

GDA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Normal 26 57.8 57.8 57.8
Normal 19 42.2 42.2 100.0

Total 45 100.0 100.0


Lampiran 9
HASIL OUTPUT UJI KORELASI (CHI-SQUARE)

1. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah Lansia DM tipe 2

Aktivitas Fisik * GDA Crosstabulation

GDA
Tidak Normal Normal Total
Aktivitas Fisik Tidak Sesuai Anjuran WHO Count 19 7 26
< 600 MET Expected Count 15.0 11.0 26.0
% within
73.1% 26.9% 100.0%
Aktivitas Fisik
Sesuai Anjuran WHO >= Count 7 12 19
600 MET Expected Count 11.0 8.0 19.0
% within
36.8% 63.2% 100.0%
Aktivitas Fisik
Total Count 26 19 45
Expected Count 26.0 19.0 45.0
% within
57.8% 42.2% 100.0%
Aktivitas Fisik

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.908a 1 .015
Continuity Correction b
4.516 1 .034
Likelihood Ratio 5.992 1 .014
Fisher's Exact Test
.031 .016
Linear-by-Linear Association 5.777 1 .016
N of Valid Casesb 45
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,02.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Aktivitas Fisik (Tidak Sesuai Anjuran WHO
4.653 1.303 16.614
< 600 MET / Sesuai Anjuran WHO >= 600 MET)
For cohort GDA = Tidak Normal 1.984 1.053 3.736
For cohort GDA = Normal .426 .207 .876
N of Valid Cases 45
2. Hubungan Frekuensi Konsumsi Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah Lansia
Penderita DM tipe 2

Frek Konsumsi KH * GDA Crosstabulation

GDA
Tidak Normal Normal Total
Frek Konsumsi KH Sering >= 3x Count 20 8 28
Expected Count 16.2 11.8 28.0
% within Frek
71.4% 28.6% 100.0%
Konsumsi H
Jarang < 3x Count 6 11 17
Expected Count 9.8 7.2 17.0
% within Frek
35.3% 64.7% 100.0%
Konsumsi H
Total Count 26 19 45
Expected Count 26.0 19.0 45.0
% within Frek
57.8% 42.2% 100.0%
Konsumsi H

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.662a 1 .017
Continuity Correction b
4.277 1 .039
Likelihood Ratio 5.712 1 .017
Fisher's Exact Test
.029 .019
Linear-by-Linear Association 5.536 1 .019
N of Valid Casesb 45
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,18.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Frek Konsumsi KH (Sering
4.583 1.263 16.635
>= 3x / Jarang < 3x)
For cohort GDA = Tidak Normal 2.024 1.020 4.015
For cohort GDA = Normal .442 .223 .874
N of Valid Cases 45
3. Hubungan Frekuensi Konsumsi Serat dengan kadar Gula Darah Lansia Penderita
DM tipe 2

Frek Konsumsi Serat * GDA Crosstabulation

GDA
Tidak Normal Normal Total
Frek Konsumsi Serat Jarang < 3x Count 18 6 24
Expected Count 13.9 10.1 24.0
% within Frek
75.0% 25.0% 100.0%
Konsumsi Serat
Sering >= 3x Count 8 13 21
Expected Count 12.1 8.9 21.0
% within Frek
38.1% 61.9% 100.0%
Konsumsi Serat
Total Count 26 19 45
Expected Count 26.0 19.0 45.0
% within Frek
57.8% 42.2% 100.0%
Konsumsi Serat

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.253a 1 .012
Continuity Correction b
4.832 1 .028
Likelihood Ratio 6.388 1 .011
Fisher's Exact Test
.017 .014
Linear-by-Linear Association 6.114 1 .013
N of Valid Casesb 45
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,87.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Frek Konsumsi Serat (Jarang < 3x /
4.875 1.360 17.472
Sering >= 3x)
For cohort GDA = Tidak Normal 1.969 1.089 3.559
For cohort GDA = Normal .404 .187 .872
N of Valid Cases 45
4. Hubungan Obesitas dengan Kadar Gula Darah Lansia Penderita DM tipe 2

Obesitas * GDA Crosstabulation

GDA
Tidak Normal Normal Total
Obesitas Obesitas Count 16 5 21
Expected Count 12.1 8.9 21.0
% within Obesitas 76.2% 23.8% 100.0%
Tidak Obesitas Count 10 14 24
Expected Count 13.9 10.1 24.0
% within Obesitas 41.7% 58.3% 100.0%
Total Count 26 19 45
Expected Count 26.0 19.0 45.0
% within Obesitas 57.8% 42.2% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)
Pearson Chi-Square 5.472a 1 .019
Continuity Correction b
4.148 1 .042
Likelihood Ratio 5.636 1 .018
Fisher's Exact Test
.034 .020
Linear-by-Linear Association 5.350 1 .021
N of Valid Casesb 45
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,87.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Obesitas (Obesitas / Tidak Obesitas) 4.480 1.232 16.293
For cohort GDA = Tidak Normal 1.829 1.076 3.108
For cohort GDA = Normal .408 .177 .942
N of Valid Cases 45
5. Hubungan Kepatuhan Pengobatan dengan Kadar Gula Darah Lansia Penderita DM
tipe 2

Kepatuhan Pengobatan * GDA Crosstabulation

GDA
Tidak Normal Normal Total
Kepatuhan Pengobatan Tidak patuh Count 20 7 27
Expected Count 15.6 11.4 27.0
% within
74.1% 25.9% 100.0%
Kepatuhan
Pengobatan
Patuh Count 6 12 18
Expected Count 10.4 7.6 18.0
% within
33.3% 66.7% 100.0%
Kepatuhan
Pengobatan
Total Count 26 19 45
Expected Count 26.0 19.0 45.0
% within
57.8% 42.2% 100.0%
Kepatuhan
Pengobatan

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)
Pearson Chi-Square 7.348a 1 .007
Continuity Correction b
5.773 1 .016
Likelihood Ratio 7.472 1 .006
Fisher's Exact Test
.013 .008
Linear-by-Linear Association 7.185 1 .007
N of Valid Casesb 45
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,60.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Kepatuhan Pengobatan (Tidak patuh /
5.714 1.551 21.058
Patuh)
For cohort GDA = Tidak Normal 2.222 1.114 4.432
For cohort GDA = Normal .389 .190 .796
N of Valid Cases 45
Lampiran 10
Lampiran 11

Anda mungkin juga menyukai