Anda di halaman 1dari 81

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA


NOMOR …….. TAHUN 2022

TENTANG

TATA KELOLA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH


RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan visi pembangunan daerah


“Terwujudnya Sulawesi Tenggara yang aman, maju, sejahtera
dan bermartabat” dimana arah kebijakan pembangunan
kesehatan dasar dan rujukan serta perluasan jaminan
kesehatan dan pemenuhan sumber daya manusia kesehatan
serta sarana dan prasarana kesehatan lainnya.

b. bahwa Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai


salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
Khusus Kesehatan Jiwa kepada masyarakat memiliki peran
strategis dalam mempercepat derajat kesehatan masyarakat
sehingga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan bermutu
dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Gubernur tentang Tata Kelola Badan Layanan Umum Daerah
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1964 tentang Pembentukan daerah Tingkat I Sulawesi
Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan
mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara- Tengah dan
Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan- Tenggara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 185,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5571);

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 5679);

6 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5607);

7 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang


Keperawatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 307, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5612);

8 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang


Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4355) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5340);

9 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang


Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4355) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5340);
10 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5887) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 tentang PerangkatDaerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6402);

11 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang


Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6322);

12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.05/2009


tentang Pengelolaan Pinjaman Pada Badan Layanan Umum
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 74);

13 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/


Menkes/Per/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik
di Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 259);

14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015


tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 157);

15 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.05/2017


tentang Sistem Pengendalian Intern pada Badan Layanan
Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 1885);

16 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018


tentang Badan Layanan Umum Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1213);

17 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 tentang


Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 21);

18 Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 3


Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara;
19 Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 79 Tahun
2013 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA KELOLA BADAN


LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
SULAWESI TENGGARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara ;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara ;
3. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Tenggara ;
4. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara;
5. Pelayanan Kesehatan adalah segala kegiatan pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada seseorang dalam rangka Promotif, Preventif, Kuratif dan
Rehabilitatif;
6. Rumah Sakit Jiwa adalah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara, yang
selanjutnya disingkat RS. Jiwa Prov. Sultra yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan jiwa kepada masyarakat dan untuk semua jenis penyakit dari
pelayanan dasar sampai dengan spesialistik sesuai dengan kemampuannya;
7. Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa, yang selanjutnya disingkat
BLUD RS. Jiwa adalah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara yang
menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;
8. Rencana Strategis yang selanjutnya disebut Renstra adalah dokumen
perencanaan BLUD untuk periode 5 (lima) tahunan;
9. Rencana Bisnis dan Anggaran yang selanjutnya disingkat RBA adalah dokumen
rencana anggaran tahunan BLUD, yang disusun dan disajikan sebagai bahan
penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD.
10. Organisasi Perangkat Daerah, selanjutnya disebut OPD adalah Kepala OPD
yang memiliki kedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala
Daerah sesuai dengan bidang urusan pemerintahan atau penunjang urusan
pemerintahan yang diselenggarakan.
11. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, yang selanjutnya disebut PPKD, adalah
kepala badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan yang memiliki tugas
melaksanakan pengelolaan keuangan daerah dan bertindak sebagai Bendahara
Umum Daerah.
12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah.
13. Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DPA adalah
dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan
sebagai dasar pelaksanaan anggaran.
14. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA SKPD
adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana
pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana
pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD.
15. Peraturan Internal Korporasi (Corporate Bylaws) adalah Peraturan yang
mengatur tentang hubungan antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
sebagai pemilik dengan Dewan Pengawas, Pejabat Pengelola dan Staf Medis
Rumah Sakit, beserta fungsi, tugas, tanggungjawab, kewajiban, kewenangan
dan hak masing-masing;
16. Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) adalah Peraturan yang
mengatur tentang hubungan, hak dan kewajiban serta pengorganisasian Staf
Medis;
17. Peraturan Internal Staf Keperawatan (Nursing Staff Bylaws) adalah peraturan
yang mengatur tentang fungsi, tugas, tanggungjawab, kewajiban, kewenangan
dan hak dari staf keperawatan di rumah sakit;
18. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah;
19. Pegawai Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disebut Pegawai
BLUD adalah pegawai rumah sakit non-PNS yang bekerja dan telah memenuhi
persyaratan untuk diangkat dan/atau dipekerjakan pada Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Sulawesi Tenggara;
20. Dewan Pengawas BLUD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara yang
selanjutnya disebut Dewan Pengawas adalah organisasi yang ditetapkan
dengan peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara untuk melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap pengelolaan BLUD Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Sulawesi Tenggara;
21. Jabatan Struktural adalah jabatan yang secara nyata dan tegas diatur dalam lini
organisasi;
22. Jabatan Fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam satuan
organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan
atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri;
23. Pejabat pengelola BLU adalah Pimpinan BLUD RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara
yang bertanggungjawab terhadap kinerja operasional BLUD yang terdiri dari
Pemimpin (Direktur), Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis pelayanan BLUD
RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara ;
24. Direktur adalah Direktur Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara yang
secara teknis medis dan taktis operasional bertanggung jawab kepada
Gubernur Sulawesi Tenggara ;
25. Tenaga Medis adalah Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis dan Dokter Gigi
Spesialis yang bekerja purna waktu maupun paruh waktu di unit pelayanan
Rumah Sakit Jiwa;
26. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;
27. Dokter/Dokter Gigi adalah Dokter/Dokter gigi lulusan pendidikan
kedokteran/kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui
oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;
28. Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis adalah Dokter/Dokter gigi yang telah
melanjutkan pendidikan profesionalnya menurut bidang disiplin ilmunya
masing-masing;
29. Dokter Sub Spesialis adalah Dokter spesialis yang telah menyelesaikan program
fellowship dalam bidang tertentu dari satu spesialisasi serta mendapat
pengakuan dari kolegium pengampu cabang keilmuan terkait;
30. Operator adalah Dokter/Dokter gigi/Dokter spesialis/Dokter gigi spesialis yang
melakukan tindakan medis dan/ atau operasi yang dilakukan di Instalasi
Kesehatan;
31. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melaksanakan pekerjaan dibidang
pelayanan kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten
apoteker;
32. Tenaga keteknisian medis adalah radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ortotik prostetik, teknisi
tranfusi dan perekam medis serta tenaga keteknisian yang lain;
33. Perawat adalah tenaga profesional yang melaksanakan tugas dan tanggung
jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik keperawatan;
34. Staf medik fungsional adalah kelompok dokter/ dokter gigi/ farmasis dan
psikolog yang bekerja secara fungsional di instalasi kesehatan;
35. Konselor HIV/AIDS adalah tenaga konsulen yang dilatih untuk konsultasi
penderita HIV/AIDS;
36. Pasien adalah setiap orang yang memerlukan atau mendapat pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara untuk keperluan
upaya peningkatan, pencegahan, diagnosa, pengobatan atau pemulihan atas
kesehatannya;
37. Unit kerja atau Instalasi Pelayanan adalah tempat staf medis atau tenaga
profesi kesehatan menjalankan profesinya yaitu dapat berupa Instalasi yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, antara lain Rawat Jalan, Rawat
Inap, Instalasi Gawat Darurat, Psychiatric Intensive Care Unit (PICU),
Radiologi, Kamar Operasi, Laboratorium, Rehabilitasi Medik, Farmasi, Gizi,
Sanitasi dan Pemulasaraan Jenazah;
38. Pelayanan medis spesialistik dasar adalah pelayanan medis spesialis penyakit
dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak;
39. Pelayanan medis spesialistis luas adalah pelayanan medis spesialis dasar
ditambah dengan pelayanan spesialis orthopedi, saraf, mata, patologi klinik,
patologi anatomi, gigi dan mulut, dan ditambah pelayanan spesialis lain sesuai
dengan kebutuhan;
40. Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien yang masuk ke rumah
sakit untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis dan
pelayanan kesehatan lainnya dengan tinggal di ruang rawat inap;
41. Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan terhadap pasien yang masuk poliklinik
rumah sakit untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi
medis dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa tinggal di ruang rawat inap;
42. Psychiatric Intensive Care Unit yang selanjutnya disingkat PICU adalah bangsal
rawat inap spesialis 24 jam yang memberikan penilaian intensif dan perawatan
komprehensif kepada individu selama fase paling akut dari penyakit mental
yang serius;
43. Instalasi Gawat Darurat yang selanjutnya disingkat IGD adalah sarana
pelayanan pasien gawat darurat yang harus diberikan sesegera mungkin yang
bersifat tindakan penyelamatan jiwa dan/ atau mencegah resiko cacat;
44. Pelayanan psychiatric forensik adalah pelayanan kedokteran psychiatric yang di
aplikasi untuk membantu penegakan hukum dan peradilan;
45. Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan paripurna mencakup mulai dari
perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan farmasi,
dispensing obat berdasarkan resep dokter bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi serta pengendalian
penggunaannya di BLUD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara,
pelayanan farmasi klinik yang mencakup pelayanan langsung kepada pasien
maupun profesi kesehatan lainnya;
46. Pelayanan gizi adalah pelayanan asupan diet yang dilakukan secara
berkesinambungan mulai dari perencanaan diet hingga evaluasi diet pasien;
47. Pelayanan nafza adalah pelayanan pada pasien korban penyalahgunaan nafza
yang terdiri atas rawat jalan, rawat inap, detoksifikasi, dan rehabilitasi nafza;
48. Pelayanan Radiologi adalah pelayanan diagnostik dengan
menggunakan sinar rontgen dan teknik imaging;
49. Pelayanan Promosi Kesehatan Rumah Sakit dan Kesehatan Jiwa Berbasis
Masyarakat (PKRS dan KESWAMAS) adalah proses memberdayakan pasien,
keluarga pasien, sumber daya manusia, pengunjung dan masyarakat untuk
berperan aktif serta dalam proses asuhan untuk mendukung perubahan
perilaku dan lingkungan serta menjaga dan meningkatkan kesehatan menuju
derajat kesehatan yang optimal;
50. Tindakan adalah semua kegiatan pembedahan (operatif) atau non pembedahan
(non operatif), pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam rangka menegakkan
diagnosa, pengobatan, rehabilitasi dan visum di semua instalasi;
51. Tindakan Kolaborasi adalah tindakan medis yang dilaksanakan oleh tenaga
medis dan dapat diserahkan kepada tenaga perawat;
52. Pelayanan Penunjang Medis adalah pelayanan untuk menunjang penegakan
diagnosis atau terapi;
53. Pelayanan Penunjang Non Medis adalah pelayanan yang diberikan yang secara
tidak langsung berkaitan dengan pelayanan medis;
54. Laboratorium adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan
pemeriksaan, pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan – bahan
yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia untuk
penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor –
faktor yang dapat mempengaruhi pada kesehatan perorangan dan masyarakat;
55. Asuhan Keperawatan adalah asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat
secara komprehensif baik biopsikososial dan spiritual sesuai standar;
56. Rehabilitasi Medis adalah pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan
fungsi yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit, atau cedera
melalui panduan intervensi medik, keterapian fisik, dan/atau rehabilitatif untuk
mencapai kemampuan fungsi yang optimal;
57. Rehabilitasi psikososial adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien
gangguan jiwa dalam upaya pemulihan kesehatan mental dan peningkatan
keterampilan hidup agar Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) mampu
melakukan aktivitas hidup sehari-hari serta upaya proses integrasi sosial, peran
sosial yang aktif, dan peningkatan kualitas hidup pasien;
58. Jasa Sarana adalah imbalan yang diterima oleh Rumah Sakit atas pemakaian
sarana, fasilitas, obat–obatan, bahan kimia & alat kesehatan habis pakai yang
digunakan langsung dalam rangka diagnosa, observasi, promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitasi;
59. Jasa pelayanan adalah imbalan yang diterima oleh tenaga kesehatan dan non
kesehatan dalam rangka diagnosa, observasi, promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitasi;
60. Staf Medis Fungsional (SMF) adalah kelompok dokter dan atau dokter spesialis
yang melakukan pelayanan dan telah disetujui serta diterima sesuai dengan
aturan yang berlaku untuk menjalankan profesi masing-masing;
61. Kerjasama dengan pihak terkait adalah kegiatan yang dilakukan oleh rumah
sakit dengan instansi terkait, perusahaan dan institusi pendidikan dalam rangka
operasional rumah sakit;
62. Pelayanan Penunjang Medis adalah pelayanan untuk menunjang penegakan
diagnosis atau terapi;
63. Pelayanan Konsultasi Khusus adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk
konsultasi psikologis, gizi, farmasi klinis, VCT ( Voluntary Consulting and
Testing) dan konsultasi lainnya;
64. Komite medis adalah wadah profesional medis yang keanggotaannya berasal
dari Ketua Kelompok SMF dan atau yang mewakili;
65. Sub Komite adalah Kelompok kerja di bawah komite Medis yang dibentuk untuk
mengatasi masalah khusus, yang anggotanya terdiri dari staf medis dan tenaga
profesi lainnya secara ex-officio;
66. Satuan Pengawas Internal adalah perangkat BLUD Rumah Sakit yang bertugas
melakukan pengawasan dan pengendalian internal dalam rangka membantu
Direktur untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan pengaruh
lingkungan sosial sekitarnya dalam menyelenggarakan praktek bisnis sehat;
67. Tenaga administrasi adalah orang atau sekelompok orang yang bertugas
melaksanakan administrasi perkantoran guna menunjang pelaksanaan tugas-
tugas staf medis, komite medis, dan sub komite khususnya yang terkait
dengan etik dan mutu medis;
68. Dokter tetap (organik) adalah dokter yang diangkat dan ditetapkan oleh
Gubernur sebagai pegawai tetap yang bekerja untuk dan atas nama RS. Jiwa
serta bertanggung jawab kepada Direktur;
69. Dokter konsultan adalah dokter yang karena keahliannya direkrut oleh rumah
sakit untuk memberikan konsultasi (tidak bersifat mengikat) kepada Staf Medis
Rumah Sakit yang memerlukan dan oleh karenanya tidak secara langsung
menangani pasien;
70. Dokter tamu adalah dokter yang karena reputasi atau keahliannya diundang
secara khusus oleh rumah sakit untuk membantu atau menangani kasus-kasus
yang tidak dapat ditangani oleh Staf Medis Rumah Sakit Jiwa atau untuk
mendemonstrasikan suatu teknologi baru;
71. Dokter kontrak adalah dokter yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa berdasarkan
kontrak kerja;
72. Dokter pengganti adalah dokter ahli sejenis yang menggantikan tugas dokter
tetap Rumah Sakit Jiwa yang berhalangan;
73. Dokter mitra adalah dokter yang bekerja di Rumah Sakit lain dan berkedudukan
sebagai mitra yaitu sejajar dengan dokter Rumah Sakit Jiwa, bertanggung
jawab secara mandiri dan bertanggung gugat secara proporsional sesuai
kesepakatan atau ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit Jiwa.

Pasal 2

Fungsi Pola Tata kelola adalah:

a. Sebagai acuan bagi Gubernur dalam melakukan pengawasan Rumah


Sakit Jiwa;
b. Sebagai acuan bagi Direktur rumah sakit dalam mengelola Rumah Sakit
Jiwa dan menyusun kebijakan yang bersifat teknis dan operasional;
c. Sarana untuk menjamin efektifitas, efesiensi dan mutu;
d. Sarana perlindungan hukum bagi semua pihak yang berkaitan dengan
Rumah Sakit Jiwa;
e. Sebagai acuan bagi menyelesaian konflik di Rumah Sakit Jiwa antara
Kepala Daerah sebagai pemilik, Direktur Rumah Sakit Jiwa dan staf
medis;
f. Untuk memenuhi peryaratan akreditasi Rumah Sakit Jiwa.

BAB II
PRINSIP POLA TATA KELOLA (HOSPITAL BYLAWS)

Pasal 3

(1) Pola Tata Kelola merupakan peraturan internal Rumah Sakit yang terdiri
dari:
a. Tata Kelola Corporatif (Corporate Bylaws);
b. Tata Kelola Staf Medis (Medical Staf Bylaws);
c. Tata Kelola Staf Keperawatan (Nursing Staf Bylaws);
(2) Pola Tata Kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat:
a. Kelembagaan atau Struktur Organisasi;
b. Prosedur kerja;
c. Pengelompokan fungsi;
d. Pengelolaan sumber daya manusia;
e. Pengelolaan sumber daya lain;
f. Pengelolaan lingkungan Rumah Sakit;
g. Pengelolaan keuangan.
(3) Pola Tata Kelola sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menganut prinsip-
prinsip sebagai berikut:
a. Transparansi;
b. Akuntabilitas;
c. Responsibilitas;
d. Indenpendensi; dan
e. Produktivitas.

Pasal 4

(1) Kelembagaan atau Struktur Organisasi sebagaimana dimaksud dalam


pasal 3 ayat (2) huruf a menggambarkan posisi jabatan, pembagian
tugas, fungsi, tanggungjawab, kewenangan dan hak dalam organisasi
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(2) Prosedur kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf b,
menggambarkan hubungan dan mekanisme kerja antar posisi jabatan
dan fungsi dalam organisasi.
(3) Pengelompokan fungsi–fungsi logis sebagaimana dimaksud dalam pasal
3 ayat (2) huruf c, menggambarkan pembagian yang jelas dan rasional
antara fungsi pelayanan dan fungsi pendukung yang sesuai dengan
prinsip pengendalian intern dalam rangka efektifitas dalam pencapaian
tujuan organisasi.
(4) Pengelolaan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam pasal
3 ayat (2) huruf d, merupakan pengaturan dan kebijakan yang jelas
mengenai sumber daya manusia yang berorientasi pada pemenuhan
secara kuantitatif/kompetensi untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi secara efisien, efektif dan produktif.
(5) Pengelompokan sumber daya lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
Ayat (2) huruf e, merupakan pengaturan dan kebijakan yang jelas
mengenai aset, sarana prasarana berupa tanah dan bangunan.
(6) Pengelolaan lingkungan rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (2) huruf g, merupakan pengaturan dan kebijakan yang jelas
mengenai pengelolaan lingkungan fisik, kimia, biologi yang mendukung
keselamatan pasien, pengunjung dan karyawan rumah sakit.
(7) Pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1)
huruf e, merupakan pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibelitas berupa keleluasan untuk menerapkan praktek bisnis yang
sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 5

(1) Transparansi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) huruf a,


merupakan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi agar informasi secara langsung dapat diterima bagi yang
membutuhkan sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan.
(2) Akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) huruf b,
merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem yang dipercayakan pada
rumah sakit agar pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan kepada
semua pihak dan diwujudkan dalam perencanaan, evaluasi dan laporan
pertanggungjawaban dalam sistem pengelolaan keuangan, hubungan
kerja dalam organisasi, manajemen sumber daya manusia, pengelolaan
aset dan manajemen pelayanan.
(3) Responsibilitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) huruf c,
merupakan kesesuaikan atau kepatuhan di dalam pengelolaan
organisasi terhadap bisnis yang sehat dengan perundang-undangan.
(4) Indenpendensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) huruf d,
merupakan kemandirian pengelolaan organisasi secara professional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
prinsip bisnis yang sehat.
(5) Produktivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf e,
merupakan kemampuan menggunakan semua potensi yang dipunyai
secara efektif dan efisien guna mendapatkan hasil yang optimal.

BAB III
TATA KELOLA CORPORATE (CORPORATE BYLAWS)

Bagian Kesatu
Identitas

Pasal 6

Identitas dari rumah sakit adalah:

(1) Nama rumah sakit adalah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara;
(2) Tipe rumah sakit adalah Rumah Sakit Khusus tipe B Non Pendidikan;
(3) Alamat rumah sakit adalah Jalan dr. Soetomo No. 29 Kelurahan
Tobuuha, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari.

Bagian Kedua
Visi, Misi, Tujuan, Strategi dan Program

Pasal 7

(1) Visi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara adalah “Menjadi
Rumah Sakit Jiwa Harapan dan Pendidikan Dengan Konsep Agrohospital
Tahun 2027”.
(2) Misi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara adalah :
a. Meningkatkan kualitas sumber daya rumah sakit yang mendukung
upaya peningkatan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan
paripurna kepada masyarakat;
b. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada semua lapisan
masyarakat secara cepat, tepat nyaman dan terjangkau dengan
dilandasi etika profesi;
c. Mewujudkan pelayanan yang pro-aktif dan perluasan jangkauan
pelayanan kepada masyarakat.
(3) Tujuan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara adalah
terwujudnya peningkatan kualitas dan pemerataan jangkauan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana
serta mutu pendidikan.
(4) Strategi pencapaian tujuan merupakan strategi organisasi yang berisi
rencana menyeluruh dan terpadu mengenai upaya-upaya yang akan
dilaksanakan secara operasional dengan memperhatikan ketersediaan
sumber daya organisasi yang dijabarkan sebagai berikut :
a. Meningkatkan kualitas tenaga kesehatan;
b. Meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan;
c. Meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan;
d. Meningkatkan kapasitas ruangan perawatan kelas III;
e. Meningkatkan kunjungan integrasi pelayanan kesehatan jiwa ke
Kabupaten/Kota;
f. Meningkatkan kegiatan Home Visite/Job Visite;
g. Meningkatkan kerjasama perguruan tinggi kesehatan di daerah.
(5) Program Rumah Sakit Jiwa sebagaimana tercantum dalam
Rencana Strategi Bisnis Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
a. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran;
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur;
c. Program Peningkatan pengembangan Sistem Pelaporan
Capaian Kinerja dan Keuangan;
d. Program Peningkatan Perencanaan Tahunan OPD;
e. Program upaya Kesehatan Masyarakat;
f. Program Pengembangan Sumber Daya Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat;
g. Program pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana
Rumah Sakit.

Bagian Ketiga
Motto, dan Nilai-Nilai Rumah Sakit

Pasal 8

(1) Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Rumah


Sakit Jiwa menerapkan motto, “Pelayanan Terbaik Ciri kerja Kami,
Kepuasan Pelanggan Adalah Tujuan Utama”.
(2) Nilai-nilai dasar Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara adalah
“SEHAT JIWA” yaitu Sederhana, Efisiensi, Harmonis, Aktif, Tertib, Jujur,
Inisiatif, Wawasan, dan Antisipasi.

Bagian Keempat
Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara

Pasal 9
(1) Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara berkedudukan sebagai
Rumah Sakit Khusus Jiwa milik Pemerintah Daerah dan merupakan
unsur pendukung atas tugas Gubernur di bidang pelayanan kesehatan
Jiwa dan merupakan satu-satunya pusat Rujukan untuk pelayanan
kesehatan Jiwa pada masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara.
(2) Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Badan
Layanan Umum Daerah, dipimpin oleh seorang Pemimpin BLUD yang
disebut Direktur, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Sekretaris Daerah;
(3) Rumah sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai tugas :
a. Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di
bidang penyelenggaraan upaya promosi, pencegahan, penyembuhan
dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu
dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Gubernur sesuai
dengan bidang tugasnya.
(4) Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 9 ayat (3),
rumah sakit mempunyai fungsi:
a. Pengumpulan, pengelolaan dan pengendalian data berbentuk data
base serta analisa data untuk menyusun program kegiatan;
b. Perencanaan strategis bidang pelayanan kesehatan perorangan;
c. Perumusan kebijakan teknis bidang pelayanan kesehatan
perorangan;
d. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah
bidang pelayanan kesehatan perorangan;
e. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang pelayanan kesehatan
perorangan;
f. Penyelenggaraan dan pengawasan standar pelayanan minimal yang
wajib dilaksanakan bidang pelayanan kesehatan;
g. Penyelenggaraan urusan kesekretariatan pada Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Sulawesi Tenggara;
h. Pelayanan medik;
i. Pelayanan penunjang medik dan non medik;
j. Pelayanan dan asuhan keperawatan;
k. Pelayanan rujukan;
l. Pelayanan kesehatan berbasis masyarakat;
m. Pengelolaan sumber daya rumah sakit;
n. Perencanaan program, rekam medik, evaluasi dan pelaporan rumah
sakit;
o. Pembinaan dan pelaksanaan kerjasama dengan lembaga
pemerintah dan lembaga lainnya.

Bagian Keempat
Kedudukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara

Pasal 10

(1) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara bertanggungjawab terhadap


kelangsungan hidup, kemajuan dan perkembangan BLUD RS. Jiwa
Provinsi Sulawesi Tenggara sesuai yang diharapkan dan diinginkan oleh
masyarakat.

(2) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam melaksanakan


tanggungjawabnya, mempunyai kewenangan:
a. Menetapkan Peraturan tentang Pola Tata Kelola/Hospital Bylaws dan
Standar Pelayanan Minimal rumah sakit beserta perubahannya;
b. Mengangkat dan menetapkan dewan Pengawas sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Membentuk dan menetapkan Pejabat Pengelola dan Satuan
Pengawas Internal (SPI);
d. Memberhentikan pejabat pengelola dan Dewan Pengawas karena
sesuatu hal yang menurut peraturannya membolehkan untuk
diberhentikan;
e. Menyetujui kebijakan Rencana Strategis Bisnis (RSB), mengawasi
dan membina pelaksanaannya;
f. Menyetujui dan mengesahkan Rencana Bisnis Anggaran (RBA);
g. Menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan;
h. Menyetujui dan mengesahkan Rencana Belanja dan Anggaran ;
i. Mengevaluasi kinerja pejabat pengelola dan Satuan Pengawas
Internal (SPI) baik kinerja keuangan maupun kinerja non keuangan
(pelayanan) setidaknya dalam 1 (satu) tahun sekali;
j. Menyetujui dan menindaklanjuti Program Peningkatan Mutu dan
Keselamatan pasien;
k. Mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya;
l. Meneliti setiap perjanjian yang dibuat oleh Rumah Sakit dengan
pihak lain sebelum perjanjian tersebut ditandatangani oleh Direktur;
m. Memberikan sanksi kepada pegawai Rumah Sakit yang melanggar
dan memberikan penghargaan atas prestasi yang dicapai pegawai
Rumah Sakit;
n. Mendelegasikan kewenangan kepada pemimpin rumah sakit untuk
mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien di rumah sakit;
o. Mendelegasikan kepada pemimpin rumah sakit untuk menjaga hak
dan kewajiban rumah sakit;
p. Mendelegasikan kepada pemimpin rumah sakit untuk mengawasi
kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi dan peraturan
perundangan yang berlaku.
(3) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara bertanggungjawab menutup
defisit yang dialami oleh rumah sakit, yang bukan karena kesalahan
pengelolaan keuangan dan setelah diaudit secara independen ;
(4) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara bertanggung-gugat atas
terjadinya kerugian pihak lain (termasuk pasien) akibat kelalaian dan
atau kesalahan dalam pengelolaan Rumah Sakit ;
(5) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menjamin pembiayaan
pelayanan kegawat daruratan di rumah sakit akibat bencana dan
kejadian luar biasa;
(6) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menjamin pembiayaan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak
mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan ;
(7) Memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat memberikan
pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab.
Bagian Kelima
Kewajiban dan Hak Rumah Sakit

Pasal 11
(1) Kewajiban Rumah Sakit
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit
kepada masyarakat ;
b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti
diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien
sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit dengan menerapkan
standar keselamatan pasien ;
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya ;
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan dengan kemampuan
pelayanannya
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu
atau miskin;
f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat
tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan
kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan ;
g. Membuat melaksanakan dan menjaga standar mutu pelayanan
kesehatan rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien
h. Menyelenggarakan rekan medis;
i. Menyediakan sarana, dan prasarana umum yang layak anatara lain:
sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat,
wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;
j. Melaksanakan system rujukan ;
k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar
profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan
l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak
dan kewajiban pasien;
m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
n. Melaksanakan etika rumah sakit;
o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan
bencana;
p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara
regional maupun nasional;
q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktek kedokteran
dan tenaga kesehatan lainnya;
r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit
(hospital by laws) ;
s. Melindungi dan bertanggung jawab secara hukum bagi semua
petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas ;
t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan
tanpa rokok ;
u. Melaksanakan kewajiban lain sesuai ketentuan yang diatur oleh
Undang-undang.

(2) Hak Rumah Sakit


a. Menentukan jumlah, jenis dan kualifikasi sumber daya manusia
sesuai dengan klasifikasi rumah sakit;
b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan
remunerasi/jasa pelayanan, insentif dan penghargaan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan ;
c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan;
d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Menggugat pihak lain yang mengakibatkan kerugian;
f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan ;
g. Perlindungan hukum yang dimaksud pada huruf b, adalah :
- rumah sakit tidak bertanggungjawab secara hukum apabila
pasien dan/ atau keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang berakibat kematian pasien setelah adanya
penjelasan medis yang komprehensif ;
- rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas
dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia ;
h. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit
yang ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan.

Bagian keenam
Kewajiban dan Hak Pasien

Pasal 12
(1) Kewajiban Pasien
a. Mematuhi peraturan dan tata tertib yang berlaku di rumah sakit;
b. Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas
pelayanan yang diterimanya ;
c. Memberikan informasi yang akurat dan lengkap tentang keluhan
riwayat medis yang lalu, hospitalisme medikasi/pengobatan dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan kesehatan pasien;
d. Mengikuti rencana pengobatan yang diadviskan oleh dokter
termasuk intruksi para perawat dan profesional kesehatan yang
lain sesuai dokter;
e. Memberlakukan staf rumah sakit dan pasien lain dengan
bermartabat dan hormat serta tidak melakukan tindakan yang
mengganggu pekerjaan rumah sakit;
f. Menghormati privasi orang lain dan barang milik rumah sakit;
g. Tidak membawa alkohol dan obat-obat yang tidak mendapat
persetujuan/senjata ke dalam rumah sakit;
h. Menghorati bahwa rumah sakit adalah area bebas rokok;
i. Mematuhi jam kunjungan dari rumah sakit;
j. Tidak membawa barang berharga atau barang penting lainnya
selama tinggal di rumah sakit;
k. Bertanggungjawab atas tindakan-tindakannya sendiri bila mereka
menolak pengobatan atau advis dokternya ;
l. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah
dibuat; dan
m.Memberikan imbalan atas pelayanan yang diterima.
(2) Hak Pasien
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit;
b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi;
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam
maupun di luar Rumah Sakit;
i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya;
j. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya;
l. Mendapat isi rekam medis;
m. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
n. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
o. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit;
p. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirinya;
q. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan
agama dan kepercayaan yang dianutnya;
r. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
baik secara perdata ataupun pidana; dan
s. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh
Kelembagaan Atau Struktur Organisasi

Paragraf kesatu
Susunan Organisasi Rumah Sakit

Pasal 13

(1) Stuktur Organisasi RS. Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara, terdiri dari :
a. Direktur;
b. Wakil Direktur;
1. Sub. Bagian Umum dan Kepegawaian;
2. Sub. Bagian Keuangan;
3. Sub. Bagian Pencatatan dan Pelaporan.
c. Kepala Bidang Pelayanan Medik;
1. Sub. Bagian Medis umum;
2. Sub. Bagian Kesehatan Jiwa dan Rujukan
3. Sub Bagian Peningkatan dan Pencegahan
d. Kepala Bidang Perawatan;
1. Sub. Bagian Rawat Jalan;
2. Sub. Bagian Rawat Inap;
3. Sub. Bagian Rawat Khusus.
e. Kepala Bidang Penunjang Medik;
1. Sub. Bagian Laboratorium, Farmasi dan Gizi;
2. Sub. Bagian Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit;
3. Sub. Bagian Pendidikan dan Pelatihan.
(2) Struktur Organisasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Struktur organisasi Rumah Sakit tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini
Paragraf Kedua
Pejabat Pengelola

Pasal 14

(1) Pejabat Pengelola terdiri dari Pimpinan, Pejabat Pengelola Keuangan


dan Pejabat Teknis disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku pada
Rumah Sakit.
(2) Pejabat Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diangkat dan
diberhentikan oleh Gubernur
(3) Pemimpin bertanggunggiawab kepada kepala daerah.
(4) Pejabat keuangan dan pejabat teknis bertanggungjawab kepada
pemimpin.

Pasal 15

(1) BLUD dapat mengangkat Pejabat Pengelola sebagaimana dimaksud


pada pasal 14 ayat (1) dari profesional lainnya.
(2) Pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan kebutuhan, profesionalitas, kemampuan keuangan dan
berdasarkan prinsip efisiensi, ekonomis dan produktif dalam
meningkatkan pelayanan.
(3) Pejabat Pengelola yang berasal dari tenaga profesional lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipekerjakan secara
kontrak atau tetap.
(4) Pejabat Pengelola yang berasal dari tenaga profesional lainnya
sebagaimana dimaksud ayat (5) diangkat untuk masa jabatan paling
lama 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali
periode masa jabatan berikutnya.
(5) Pengangkatan kembali untuk periode masa jabatan berikutnya paling
tinggi berusia 60 (enam puluh) tahun.
(6) Pengadaan Pejabat Pengelola yang berasal dari profesional lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan
jumlah dan komposisi yang telah disetujui PPKD.
(7) Komposisi Pejabat Pengelola Rumah Sakit dapat dilakukan perubahan,
baik jumlah maupun jenisnya, setelah dilakukan analisis organisasi guna
memenuhi tuntutan perubahan dengan mengusulkan kepada Gubernur
(8) Perubahan komposisi Pejabat Pengelola sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur.

Paragraf Ketiga
Tugas, Fungsi, Tanggungjawab, Hubungan Kerja dan
Wewenang Pejabat Pengelola

Pasal 16

(1) Pemimpin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 mempunyai tugas


pokok untuk memimpin pelaksanaan tugas pengelolaan Rumah Sakit.

(2) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pemimpin mempunyai tugas:
a. Memimpin, mengarahkan, membina, mengawasi, mengendalikan,
dan mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan BLUD Rumah Sakit
agar lebih efisien dan produktivitas;
b. Merumuskan penetapan kebijakan teknis Rumah Sakit serta
kewajiban lainnya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan
oleh Gubernur;
c. Menyusun Rencana Strategis Bisnis BLUD:
d. Menyiapkan RBA;
e. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis kepada
Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan;
f. Menetapkan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan BLU Rumah
Sakit selain pejabat yang telah ditetapkan dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
g. Mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan Rumah Sakit yang
dilakukan oleh pejabat keuangan dan pejabat teknis,
mengendalikan tugas pengawasan internal, serta menyampaikan
dan mempertanggung jawabkan kinerja operasional serta
keuangan BLU Rumah Sakit kepada Kepala Daerah; dan
h. Melaksanakan tugas lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Daerah
sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pemimpin dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), mempunyai fungsi;
a. Sebagai penanggungiawab umum operasional dan keuangan.
b. Koordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi unsur organisasi;
c. Penetapan kebijakan penyelenggaraan Rumah Sakit sesuai dengan
kewenangannya; .
d. Penyelenggaraan tugas dan fungsi Rumah Sakit;
e. pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pelaksanaan tugas
dan fungsi unsur organisasi; dan
f. Evaluasi, pencatatan, dan pelaporan.
(4) Direktur bertanggungjawab kepada kepala Daerah dalam pelaksanaan
dan pengelolaan BLUD Rumah Sakit
(5) Direktur Rumah Sakit merupakan ASN selaku kuasa pengguna
anggaran/kuasa pengguna barang.

Pasal 17

(1) Hubungan kerja pimpinan BLUD meliputi;


a. Hubungan kerja internal, dan
b. Hubungan kerja eksternal
(2) Hubungan kerja Internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah kordinasi kerja antara pejabat pengelola keuangan, pejabat
pengelola teknis, dan SPI dalam mengelola BLUD rumah sakit.
(3) Hubungan kerja eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
adalah kordinasi kerja antara dewan pengawas, inspektorat, BPKP dan
auditor BPK Untuk mengembangkan praktik bisnis yang sehat dalam
penyelenggaraan layanan umum.

Pasal 18

Pimpinan BLUD mempunyai wewenang sebagai berikut:

(1) Menetapkan kebijakan dan program operasional rumah sakit sesuai


kewenangannya atas persetujuan dewan pengawas
(2) Menetapkan peraturan, pedoman, petunjuk teknis dan prosedur tetap
Rumah Sakit
(3) Mengusulkan calon pejabat pengelola keuangan dan pejabat teknis
sesuai ketentuan ;
(4) Menetapkan kebijakan operasional Rumah Sakit ;
(5) Mengusulkan perubahan struktur organisasi dan tata kerja BLUD
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara, sesuai dengan
perkembangan pelayanan ;
(6) Memberikan penghargaan pegawai, karyawan dan profesional yang
berprestasi tanpa atau dengan sejumlah uang yang besarnya tidak
melebihi ketentuan yang berlaku;
(7) Memberikan sanksi bagi pegawai yang melalukan pelanggaran, sesuai
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan;
(8) Mengangkat dan memberhentikan pegawai BLUD sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku ;
(9) Menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban pegawai
Rumah Sakit sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku ;
(10) Mendatangkan ahli, konsultan atau lembaga independen apabila
diperlukan ;
(11) Meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dari semua pejabat
Rumah Sakit.

Pasal 19

(1) Pejabat keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)


mempunyai tugas:

a. merumuskan kebijakan terkait pengelolaan keuangan;


b. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
c. menyiapkan DPA;
d. melakukan pengelolaan Pendapatan dan Belanja;
e. menyelenggarakan pengelolaan kas;
f. melakukan pengelolaan utang, piutang, dan Investasi;
g. menyusun kebijakan pengelolaan barang milik daerah yang berada
dibawah penguasaannya;
h. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan;
i. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan;
dan
j. melaksanakan tugas lainnya yang ditetapkan oleh Gubernur
dan/atau Direktur sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pejabat Keuangan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mempunyai fungsi sebagai penanggung jawab keuangan
BLUD dan dibantu oleh bendahara penerimaan dan bendahara
pengeluaran;
(3) Pejabat Keuangan, bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran
harus dijabat oleh Aparatur Sipil Daerah (ASN);
(4) Tanggung jawab Pejabat Keuangan berkaitan dengan kebijakan
pengelolaan keuangan, penyusunan RBA, penyusunan akuntansi dan
penyelenggaraan keuangan lainnya yang tercantum dalam tugas
sebagai pejabat keuangan pada ayat (1);
(5) Dalam Melaksanakan tugas dan fungsi Pejabat keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) mempunyai hubungan kerja terhadap
pemimpin, pejabat teknis dalam Penyelenggaraan keuangan BLUD
rumah sakit.

Pasal 20

(1) Pejabat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)


mempunyai tugas :
a. Menyusun perencanaan kegiatan teknis operasional dan
pelayanan di bidangnya;
b. Melaksanakan kegiatan teknis operasional dan pelayanan
sesuai dengan RBA;
c. Memimpin dan mengendalikan kegiatan teknis
operasional dan pelayanan dibidangnya; dan
d. Tugas lainnya yang ditetapkan oleh kepala daerah dan/atau
pemimpin sesuai dengan kewenangannya.

(2) Pejabat teknis dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), mempunyai fungsi sebagai penanggung jawab kegiatan teknis
operasional dan pelayanan di bidangnya;
(3) Tanggung jawab Pejabat teknis berkaitan dengan mutu layanan,
standarisasi, administrasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia
dan peningkatan sumber daya lainnya;
(4) Dalam Melaksanakan tugas dan fungsi Pejabat teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) mempunyai hubungan kerja terhadap
pimpinan, dan pejabat keuangan dalam Penyelenggaraan pelayanan
dibidangnya masing-masing.
Paragraf Keempat
Pembina dan Pengawas Badan Layanan Umum Daerah

Pasal 22
Pembina dan pengawas BLUD terdiri atas:
a. Pembina teknis dan pembina keuangan;
b. Satuan pengawas internal; dan
c. Dewan Pengawas.

Pasal 23
(1) Pembina teknis sebagaimana dimaksud dalam pasai 12 huruf a
yaitu kepala OPD yang bertanggungjawab atas urusan
pemerintahan yang bersangkutan.
(2) Pembina keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf a
yaitu PPKD.

Pasal 24

(1) Satuan pengawas internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12


huruf (b) dapat dibentuk oleh Pimpinan untuk pengawasan dan
pengendalian internal terhadap kinerja pelayanan, keuangan dan
pengaruh lingkungan sosial dalam menyelenggarakan Praktek
Bisnis Yang Sehat.
(2) Satuan pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yaitu pengawas internal yang berkedudukan langsung dibawah
pemimpin.
(3) Pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan
mempertimbangkan :
a. keseimbangan antara manfaat dan beban;
b. kompleksitas manajemen; dan
c. volume dan/atau jangkauan pelayanan.

Pasal 25

(1) Tugas satuan pengawas internal, membantu manajemen untuk:


a. pengamanan harta kekayaan;
b. menciptakan akurasi sistem informasi keuangan;
c. menciptakan efisiensi dan produktivitas; dan
d. mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen dalam
penerapan Praktek Bisnis Yang Sehat.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai satuan pengawas internal yang
bersangkutan harus memenuhi syarat:
a. Sehat jasmani dan rohani;
b. Memiliki keahlian, integritas, pengalaman, jujur, perilaku
yang baik, dan dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan
mengembangkan BLUD;
c. Memahami penyelenggaraan pemerintahan daerah;
d. Memahami tugas dan fungsi BLUD;
e. Memiliki pengalaman teknis pada BLUD;
f. Berijazah paling rendah D3 (diploma 3);
g. Pengalaman kerja paling sedikit 3 (tiga) tahun;
h. Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling
tinggi 55 (lima puluh lima) tahun pada saat mendaftar
pertama kali:
i. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
yang merugikan keuangan negara atau keuangan daerah;
j. Tidak sedang menjalani sanksi pidana; dan
k. mempunyai sikap independen dan obyektif.

Pasal 26

(1) BLUD yang memiliki realisasi nilai omset tahunan menurut laporan
operasional atau nilai aset menurut neraca yang memenuhi syarat
minimal, dapat dibentuk dewan pengawas;
(2) Jumlah anggota dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan 3 (tiga) orang atau 5 (lima) orang dan seorang di
antara anggota dewan pengawas ditetapkan sebagai ketua dewan
pengawas;
(3) Jumlah anggota Dewan Pengawas paling banyak 3 (tiga) orang atau
5 (lima) orang.
(4) Jumlah anggota Dewan Pengawas paling banyak 3 (tiga) orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk BLUD yang memiliki:
a. Realisasi pendapatan menurut laporan realisasi anggaran 2 (dua)
tahun terakhir, sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar
rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah); atau
b. nilai aset menurut neraca 2 (dua) tahun terakhir sebesar
Rp150.000.000.000,00 (seratus lima puluh miliar rupiah) sampai
dengan Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
(5) Jumlah anggota Dewan Pengawas paling banyak 5 (lima) orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk BLUD yang memiliki:
a. realisasi pendapatan menurut laporan realisasi anggaran 2 (dua)
tahun terakhir, lebih besar dari Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah); atau
b. nilai aset menurut neraca 2 (dua) tahun terakhir, lebih besar dari
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).

Pasal 27

(1) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26


ayat (4) terdiri atas unsur:
a. 1 (satu) orang pejabat SKPD yang membidangi kegiatan BLUD;
b. 1 (satu) orang pejabat SKPD yang membidangi pengelolaan
keuangan daerah; dan
c. 1 (satu) orang tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.
(2) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (5) terdiri atas unsur:
a. 2 (dua) orang pejabat SKPD yang membidangi kegiatan BLUD;
b. 2 (dua) orang pejabat SKPD yang membidangi pengelolaan
keuangan daerah; dan
c. 1 (satu) orang tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLUD.
(3) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2)
huruf c dapat berasal dari tenaga profesional, atau perguruan tinggi
yang memahami tugas fungsi, kegiatan dan layanan BLUD.
(4) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas dilakukan setelah Pejabat
Pengelola diangkat.
Pasal 28

(1) Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada pasal 27 ayat (4)


dibentuk untuk melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
internal yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola.
(2) Dewan Pengawas bertanggungjawab kepada Gubernur melalui
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Pasal 29

Dewan Pengawas memiliki tugas:

a. Memantau perkembangan kegiatan BLUD;


b. Menilai kinerja keuangan maupun kinerja nonkeuangan BLUD dan
memberikan rekomendasi atas hasil penilaian untuk ditindaklanjuti
oleh Pejabat Pengelola BLUD;
c. Memonitor tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian kinerja dari
hasil laporan audit pemeriksa eksternal pemerintah;
d. Memberikan nasehat kepada Pejabat Pengelola dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya; dan
e. Memberikan pendapat dan saran kepada kepala daerah
mengenai;
1. RBA yang diusulkan oleh Pejabat Pengelola;
2. Permasalahan yang menjadi kendala dalam
pengelolaan BLUD; dan
3. Kinerja BLUD;
f. Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) kepada kepala daerah secara berkala
paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu tahun atau sewaktu-waktu
jika diperlukan.

Pasal 30

Dewan Pengawas berfungsi sebagai pelaksana yang melaksanakan peran


Gubernur dalam bidang pengawasan dan pembinaan yang dapat menjamin
perkembangan dan kemajuan rumah sakit.
Pasal 31

Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada


pasal 29 mempunyai wewenang:

c. Menerima dan memberikan penilaian terhadap laporan kinerja dan


keuangan dari Direktur;
d. Menerima laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Satuan
Pengawas Internal dengan sepengetahuan Direktur dan
memantau pelaksanaan rekomendasi tindak lanjut;
e. Meminta penjelasan dari Direktur dan/atau pejabat pengelola
lainnya mengenai penyelenggaraan pelayanan dengan
sepengetahuan Direktur sesuai dengan peraturan internal rumah
sakit (hospital bylaws) atau dokumen pola tata kelola ( corporate
governance);
f. Meminta penjelasan dari komite atau unit nonstruktural terkait
pelaksanaan tugas dan fungsi dewan pengawas sesuai dengan
peraturan internal rumah sakit;
g. Berkoordinasi dengan direktur dan memberikan rekomendasi
perbaikan terhadap pengelolaan rumah sakit.

Pasal 32

(1) Dewan Pengawas adalah mereka yang bertindak untuk mewakili


Pemilik/Pemerintah Provisi Sulawesi Tenggara berkaitan dengan
kegiatan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara;
(2) Anggota dewan pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur
setelah mendapat persetujuan dari Ketua Dewan Pengawas;
(3) Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tenggara  dan unsur lainnya yang
kegiatannya berhubungan dengan perumahsakitan.

Pasal 33

Persyaratan menjadi anggota Dewan Pengawas adalah orang perorangan


yang:

a. memiliki dedikasi, memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan


kegiatan Rumah Sakit serta dapat menyediakan waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugasnya;
b. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan
pailit atau tidak pernah menjadi anggota Direksi atau Komisaris, atau
Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan
badan usaha/suatu rumah sakit dinyatakan pailit atau orang yang
tidak pernah melakukan tindak pidana yang merugikan daerah; dan
c. mempunyai kompetensi dalam bidang manajemen keuangan, sumber
daya manusia dan mempunyai komitmen terhadap peningkatan
kualitas pelayanan publik.

Pasal 34
(1) Masa jabatan anggota dewan pengawas ditetapkan selama 5 (lima)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan
berikutnya;
(2) Anggota dewan pengawas dapat diberhentikan sebelum waktunya oleh
kepala daerah apabila:
a. Tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;
b. Tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan;
c. Terlibat dalam tindak yang merugikan rumah sakit; atau
d. Dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan tindak pidana
dan atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya
melaksanakan pengawasan.

Pasal 35
(1) Gubernur dapat mengangkat sekretaris dewan pengawas untuk
mendukung kelancaran tugas dewan pengawas.
(2) Sekretaris dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bukan merupakan anggota dewan pengawas.

Pasal 36
(3) Dewan pengawas melaksanakan rapat paling sedikit 2 (dua) kali dalam
setahun.
(4) Sekretaris Dewan Pengawas menyampaikan undangan kepada setiap
anggota Dewan Pengawas, Kepala badan pengelola/pemimpin Rumah
Sakit, Komite Medik dan pihak lain yang dianggap perlu paling lambat
tiga hari sebelum rapat tersebut dilaksanakan.
(5) Setiap undangan rapat yang disampaikan oleh Sekretaris Dewan
Pengawas harus melampirkan:
a. 1 (satu) salinan agenda; dan
b. 1 (satu) salinan risalah rapat yang lalu.

Bagian Kedelapan
Prosedur Kerja

Pasal 37

(1) Dalam rangka melaksanakan tugas setiap pimpinan bidang di


lingkungan Rumah Sakit berkewajiban menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan pendekatan lintas fungsi (cross function
approach) secara vertikal dan horizontal baik di lingkungannya serta
dengan instalasi lain sesuai tugas masing-masing.

(2) Penerapan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan pendekatan

lintas fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


a. Melaksanakan apel pagi serta pengarahan dari pembina apel
(pejabat eselon II dan III) kepada seluruh pegawai rumah sakit;
b. Pertemuan atau rapat manajemen dilaksanakan setiap bulan sekali;
c. Rapat monitoring penyusunan perencanaan RBA setiap tahun
minimal empat kali;
d. Rapat monitoring evaluasi pelaksanaan anggaran setiap triwulan;
e. Pertemuan di tingkat jajaran manajemen yang diikuti oleh pejabat
struktural, dilaksanakan sewaktu-waktu diperlukan terkait topik
dan permasalahan yang dihadapi;
f. Pertemuan/rapat rutin komite medik yang dilaksanakan setiap
3 (tiga) bulan sekali berkoordinasi dengan kelompok staf medis
untuk melakukan evaluasi dan membahas permasalahan pelayanan
dan isu-isu strategis;
g. Pertemuan/rapat rutin komite keperawatan yang dilaksanakan
setiap 3 (tiga) bulan sekali dihadiri oleh kepala bidang
keperawatan, kepala sub bidang keperawatan, anggota komite
keperawatan dan para koordinator bidang keperawatan;
h. Pertemuan/rapat evaluasi mutu, keselamatan pasien, manajemen
risiko dan pengendalian infeksius dilaksanakan setiap 3 (tiga) bulan
sekali yang dihadiri oleh dewan pengawas, direksi, pejabat
struktural, ketua spi, ketua komite, kepala instalasi, kepala unit,
ketua tim dan para koordinator; dan
i. Setiap kegiatan di unit layanan dilaksanakan sesuai standar
pelayanan Rumah Sakit.
(3) Setiap pimpinan bidang berkewajiban mengawasi bawahan masing-
masing dan apabila terjadi penyimpangan berkewajiban mengambil
langkah-langkah yang diperlukan sesuai ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(4) Setiap pimpinan bidang bertanggung jawab memimpin dan
mengkoordinasikan bawahan dan memberikan bimbingan teknis serta
petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan dan wajib menyusun
rencana kerja tahunan.
(5) Setiap pimpinan bidang berkewajiban mengikuti dan mematuhi
petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan serta menyampaikan
laporan.
(6) Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan bidang dari bawahan,
diolah dan dipergunakan sebagai bahan perubahan untuk menyusun
laporan lebih lanjut dan untuk memberikan petunjuk kepada bawahan.
(7) Dalam menyampaikan laporan kepada atasan, tembusan laporan
disampaikan kepada pimpinan bidang lain yang secara fungsional
mempunyai hubungan kerja.
(8) Dalam melakukan tugas dan tanggung jawab kegiatan pada unit-unit
kerja berdasarkan program yang sudah disusun dalam setiap tahun.
(9) Dalam melaksanakan program kegiatan mengacu kepada pedoman
standar pelayanan setiap unit kerja
(10) Semua kegiatan pelayanan dan pendukungnya diatur dengan prosedur
kerja baku berupa Standar Operasional Prosedur menurut ketentuan
Akreditasi Rumah Sakit.
(11) Prinsip Prosedur Kerja adalah :
a. jelas Kebijakannya;
b. mengutamakan kepentingan dan keselamatan pelanggan;
c. konsisten;
d. sesuai dengan falsafah tujuannya;
e. jelas pelaksanaannya;
f. jelas tanggung jawabnya; dan
g. ada evaluasi mutu dan kinerjanya.

Bagian Kesembilan
Pengelompokan Fungsi

Pasal 38

(1) Pengelompokan fungsi terdiri dari organisasi fungsi pelayanan dan


organisasi fungsi pendukung;
(2) Organisasi pelaksana fungsi pelayanan sebagaimana dimaksud ayat
(1) terdiri dari: Instalasi, unit, kelompok Staf Medik (KSM) dan
kelompok jabatan fungsional;
(3) Organisasi pelaksana fungsi pendukung sebagaimana dimaksud ayat
(1) terdiri dari: Pengawas Internal dan Komite.

Paragraf kesatu
Fungsi Pelayanan

Pasal 39
(1) Dalam upaya penyelenggaraan kegiatan pelayanan, pendidikan dan
pelatihan, serta penelitian dan pengembangan kesehatan dibentuk
instalasi yang merupakan unit pelayanan fungsional.
(2) Pembentukan Instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Direktur.
(3) Pembentukan Instalasi didasarkan atas analisis organisasi dan
kebutuhan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara.
(4) Keputusan Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan
secara tertulis kepada Gubernur.

Pasal 40

(1) Instalasi dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi dari pejabat fungsional
tertentu yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur.
(2) Kepala Instalasi mempunyai tugas dan kewajiban merencanakan,
melaksanakan, memantau atau mengevaluasi serta melaporkan
kegiatan pelayanan di instalasi masing-masing.

Pasal 41

(1) Rumah Sakit dapat membentuk unit sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 38 ayat (2) sesuai kebutuhan Rumah Sakit untuk menyediakan
fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan guna mendukung
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
(2) Pembentukan unit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Direktur.
(3) Unit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh Kepala Unit
dan bertanggung jawab kepada Kepala Seksi/Sub Bagian atau Kepala
Instalasi.
(4) Setiap penyusunan dan tata kerja unit, harus berdasarkan prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi secara vertikal dan horizontal.

Pasal 42

(1) Pembentukan KSM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2)


ditetapkan oleh Direktur.

(2) KSM mempunyai tugas melaksanakan diagnosa, pengobatan,


pencegahan akibat penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan,
penyuluhan, pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KSM
menggunakan pendekatan tim dengan tenaga profesi terkait. KSM
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur.

Pasal 43

(1) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional


yang terbagi atas berbagai kelompok Jabatan Fungsional tertentu
sesuai bidang keahliannya.
(2) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja yang ada.
(3) Kelompok Jabatan Fungsional bertugas melakukan kegiatan sesuai
jabatan fungsional masing-masing sesuai dengan keahlian dan
kebutuhan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Kelompok jabatan fungsional diangkat dan diberhentikan oleh Direktur
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di
lingkungan unit kerja Rumah Sakit sesuai kompetensinya.

Paragraf keempat
Fungsi pendukung

Pasal 44
(1) Satuan Pengawas Internal (SPI) berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Direktur.
(2) Tugas pokok Satuan Pengawas Internal adalah melaksanakan
pengawasan dan penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan semua
unsur di Rumah Sakit agar dapat berjalan sesuai dengan rencana dan
ketentuan yang berlaku.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
Satuan Pengawas Internal berfungsi:
a. melaksanakan pemeriksaaan/ audit keuangan dan operasional;
b. merancang dan melaksanakan pengawasan pengendalian
internal;
c. melakukan identifikasi resiko;
d. mencegah terjadinya Penyimpangan;
e. memberikan konsultasi pengendalian internal; dan
f. melakukan hubungan dengan eksternal auditor.
(4) Tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3)
disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada Direktur Rumah Sakit.
(5) Bahan pertimbangan berupa rekomendasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) adalah berdasarkan penugasan dari Direktur.

Pasal 45

(1) Komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) merupakan


badan non struktural yang terdiri dari tenaga ahli atau profesi.
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk
memberikan pertimbangan strategis kepada Direktur dalam rangka
mengawal mutu pelayanan kesehatan berbasis keselamatan pasien
serta peningkatan dan pengembangan pelayanan Rumah Sakit sesuai
kebutuhan Rumah Sakit.
(3) Pembentukan komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Keputusan Direktur.

Bagian kesepuluh
Pengelolaan Sumber Daya Manusia

Paragraf Kesatu
Umum

Pasal 46

Pengelolaan Sumber Daya Manusia merupakan pengaturan dan kebijakan


yang jelas mengenai Sumber Daya Manusia yang berorientasi pada
pemenuhan secara kuantitatif dan kualitatif untuk mendukung pencapaian
tujuan Rumah Sakit secara efektif, efisien, konektifitas dan bermanfaat .

Paragraf Kedua
Pengadaan Pegawai

Pasal 47

Pengadaan pegawai merupakan proses yang sistematis dan strategis untuk


memprediksi jumlah PNS, P3K atau pegawai BLUD. Jenis kualifikasi, keahlian
dan kompetensi yang diinginkan di masa depan melalui analisis beban kerja
dan diharapkan dapat melaksanakan tugas dengan baik agar pelayanan di
rumah sakit dapat lebih baik dan hasilnya meningkat.

Paragraf Ketiga
Persyaratan

Pasal 48

Dalam melakukan penerimaan tenaga pegawai BLUD, Rumah Sakit mengacu


kepada kebutuhan tenaga profesional dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 11
Tahun 2002, Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar adalah:

a. Warga Negara Indonesia;


b. Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-
tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun;
c. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan;
d. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
e. Tidak berkedudukan sebagai Calon/Pegawai Negeri Sipil;
f. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan ketrampilan yang
diperlukan;
g. Berkelakuan baik;
h. Sehat jasmani dan rohani;
i. Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Paragraf Keempat
Pengangkatan Pegawai

Pasal 49

(1) Pengangkatan pegawai berstatus PNS dan P3K dilakukan dan


dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya
Manusia Provinsi Sulawesi Tenggara sesuai ketentuan Peraturan
Perundangan-undangan yang berlaku.

(2) Pengangkatan pegawai berstatus Pegawai BLUD dilakukan berdasarkan


pada kebutuhan profesionalisme, kemampuan keuangan, prinsip
efisiensi, ekonomis dan produktif dalam rangka peningkatan pelayanan.
(3) Mekanisme pengangkatan pegawai berstatus Pegawai BLUD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui mekanisme
rekruitmen, outsourcing, Kerja Sama Operasional (KSO), magang, atau
cara-cara lain yang efektif dan efisien, sebagai berikut:
a. Outsourcing Pegawai:
1. Pelaksanaan outsourcing pegawai dilaksanakan berdasarkan
kebutuhan tenaga yang ditetapkan oleh Direktur;
2. Mekanisme outsourcing dilaksanakan oleh panitia pengadaan
barang/jasa sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Kerja Sama Operasional (KSO)
1. Pelaksanaan kerja sama operasional dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan;
2. Mekanisme kerja sama operasional dilaksanakan oleh Direktur
dengan pihak ketiga.
(4) Mekanisme pengangkatan pegawai berstatus Pegawai BLUD
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) lebih lanjut ditetapkan dengan
Keputusan Direktur.

Paragraf Kelima
Penempatan Pegawai

Pasal 50

(1) Penempatan (rotasi) ASN/ Pegawai BLUD Internal Rumah Sakit adalah
pemindahan/penempatan pegawai yang dilaksanakan dengan tujuan
untuk peningkatan kinerja pegawai dengan adanya suasana kerja dan
lingkungan tugas baru, serta pengembangan karir pegawai yang
dilaksanakan oleh Direktur atas pertimbangan Tim Pertimbangan
Pegawai.

(2) Penempatan dilaksanakan dengan mempertimbangkan :


a. Pada pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan
keterampilannya;
b. Masa kerja diunit tertentu;
c. Pengalaman pada bidang tugas tertentu;
d. Penempatan pegawai pada bidang tugas tertentu untuk menunjang
karir pegawai yang bersangkutan;
e. Kebutuhan pelayanan Rumah Sakit; dan
f. Kondisi fisik dan psikis pegawai.

Paragraf Keenam
Batas Usia
Pasal 51

Batas usia untuk pegawai Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara
dikelompokkan menjadi 2 bagian, yakni:

1. Batas usia dalam rekruitmen pegawai BLUD yaitu sesuai dengan


ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2002 yaitu
minimal 18 tahun dan maksimal 35 tahun;
2. Batas usia atau masa kerja mengacu kepada PP No. 11 Tahun
2017 yang telah memasuki masa batas usia pensiun, yakni;
a. Batas Usia pensiun 58 (Lima Puluh Delapan) tahun bagi
pejabat administrasi, pejabat fungsional ahli muda, pejabat
fungsional ahli pertama dan pejabat fungsional
ketrampilan;
b. Batas Usia pensiun 60 (Enam Puluh) tahun bagi pejabat
pimpinan tinggi dan pejabat fungsional Madya;
c. Batas Usia pensiun 65 (Enam Puluh) tahun bagi ASN yang
memangku jabatan Fungsional Ahli Utama.

Paragraf ketujuh
Hak dan Kewajiban

Pasal 52

(1) Setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) mempunyai Hak yang sama bagi
seluruh ASN.
(2) Hak ASN sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain:
a. Gaji, tunjangan, dan fasilitas;
b. Cuti;
c. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
d. Perlindungan; dan
e. Pengembangan kompetensi.

Pasal 53
(1) Setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) mempunyai kewajiban yang sama
bagi seluruh ASN.
(2) Kewajiban ASN sebagaimana dimaksud ayat (1) tertera dalam (pasal
23, UU Nomor 5 Tahun 2014) antara lain:
a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;
b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah
yang berwenang;
d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian,
kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,
perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di
dalam maupun di luar kedinasan; dan
g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan
rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 54

Pegawai BLUD diberikan hak berupa:

a. Honorarium;
b. Penghasilan lain yang sah; dan
c. Cuti

Pasal 55
(1) Hak atas honorarium sebagaimana dimaksud pada pasal 54 huruf a
diberikan pada awal bulan berikutnya setelah melaksanakan tugas.
(2) Hak atas penghasilan lain sebagaimana disebutkan pada pasal 54 huruf
b terdiri dari:
a. Biaya perjalanan dinas;
b. Honorarium kegiatan; dan
c. Tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan obyektif lainnya.
(3) Hak atas cuti sebagaimana dimaksud pasal 54 huruf c terdiri dari;
a. Cuti sakit;
b. Cuti bersalin; dan
c. Cuti alasan penting.
(4) Pemberian hak cuti diajukan oleh pegawai yang bersangkutan kepada
pimpinan BLUD melalui atasan langsung;
(5) Pimpinan BLUD menetapkan jangka waktu cuti dengan
mempertimbangkan beban kerja dan hal-hal kedinasan lainnya.

Pasal 56

Setiap pegawai BLUD mempunyai kewajiban:

a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Pemerintah;
b. Menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan;
c. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan dengan sebaik-
baiknya, penuh pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab;
d. Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan kedinasan;
e. Mengutamakan kepentingan kedinasan diatas kepentingan golongan atau
pribadi;
f. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan
dinas;
g. Segera melaporkan kepada atasan apabila mengetahui ada hal yang
membahayayakan, merugikan kedinasan di bidang keamanan, keuangan,
dan material;
h. Masuk kerja dan mentaati ketentuan jam kerja;
i. Memberikan pelayan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
j. Mentaati perintah kedinasan dari pejabat atasan yang berwenang;
k. Menciptakan dan memelihara suasanan kerja yang baik;
l. Memberi teladan yang baik sesama rekan kerja dan masyarakat;
m. Berpakaian rapi, sopan, serta bersikap bertingkah laku yang baik
terhadap masyarakat, rekan kerja dan atasan; dan
n. Memelihara keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan diantara
sesama rekan kerja.
Paragraf Ketujuh
Disiplin Pegawai

Pasal 54

(1) Disiplin pegawai ditunjukkan melalui nilai-nilai ketaatan, kesetiaan,


keteraturan, dan ketertiban yang dituangkan dalam:
a. E-Presensi;
b. Daftar hadir dengan finger print datang dan pulang;
c. Rekam jejak (track record);
d. Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).
(2) Untuk mendorong motivasi kerja dan produktivitas, Rumah Sakit
memberikan penghargaan bagi pegawai yang mempunyai kinerja baik
dan sanksi bagi pegawai yang tidak memenuhi atau melanggar
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf kedelapan
Sanksi

Pasal 55
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan disiplin pegawai sebagaimana
dimaksud pada pasal 54 mengacu kepada PP No. 53 Tahun 2010
diberikan hukuman/sanksi sesuai tingkat dan jenis pelanggaran,
meliputi:
a. Untuk pegawai berstatus ASN:
1. Hukuman Disiplin Ringan berupa:
a) Teguran Lisan;
b) Teguran tertulis; atau
c) Pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Hukuman Disiplin Sedang berupa:
a) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b) Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;
c) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
(satu) tahun.
d) Pengembalian ke BKD untuk dilakukan pembinaan.
3. Hukuman Disiplin Berat berupa :
a) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama
3 (tiga) tahun;
b) Pemindahan dalam rangka penurunan; jabatan
setingkat lebih rendah;
c) Pembebasan dari jabatan;
d) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai PNS; dan
e) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai ASN.

b. Untuk Pegawai berstatus Pegawai BLUD:


1. Hukuman Disiplin ringan berupa :
a) Teguran lisan;
b) Teguran tertulis; dan
c) Pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Hukuman Disiplin sedang yaitu pemotongan upah sebesar
50 persen dari besaran upah setiap bulan selama 1 (satu)
tahun;
3. Hukuman Disiplin berat yaitu Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK).
(2) Kriteria Pelanggaran disiplin pegawai kategori ringan, sedang dan berat
terhadap pelanggaran terhadap kewajiban, yaitu:
a. Kategori ringan, antara lain: setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah
apabila pelanggaran tersebut berdampak pada unit kerja
b. Kategori sedang, antara lain: setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah
apabila pelanggaran berdampak pada instansi yang bersangkiutan;
c. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Pemerintah apabila pelanggaran
berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara;
(3) Kriterian pelanggaran terhadap larangan…………………
Paragraf kesembilan
Penghargaan

Pasal 56

(1) Penghargaan yang diberikan kepada pegawai berstatus ASN dapat


berupa:
a. Pemberian bonus jasa pelayanan satu kali dalam setahun;
b. Pemberian sertifikat penghargaan dari pimpinan Rumah Sakit;
c. Usulan memperoleh penghargaan Satya Lencana Karya Satya; dan
d. Usulan mendapatkan penghargaan dari pemerintah.
(2) Penghargaan yang diberikan kepada pegawai berstatus Pegawai BLUD
dapat berupa:
a. Kenaikan upah secara berkala;
b. Perpanjangan kontrak;
c. Pengangkatan sebagai pegawai tetap setelah 2 (dua) kali
perpanjangan kontrak.
(2) Kenaikan pangkat reguler adalah penghargaan yang diberikan kepada
ASN yang menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional, yang:
a. Melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak menduduki
jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu.
b. Dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar instansi
induk dan tidak menduduki jabatan yang telah ditetapkan
persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu.
(3) Kenaikan pangkat pilihan adalah penghargaan yang diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural atau jabatan
fungsional.

Paragraf Kesembilan
Pemberhentian Pegawai (PHK)

Pasal 58

(1) Pemberhentian ASN yang berstatus PNS dan P3K dilakukan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Pemberhentian hubungan kerja antara Rumah Sakit Jiwa Provinsi


Sulawesi Tenggara dengan Pegawai BLUD disebabkan oleh beberapa
sebab, seperti:
a. Pemberhentian dengan hormat, meliputi;
 Meninggal dunia
 Permintaan sendiri
 Mencapai batas usia pensiun
 Tidak cakap jasmani dan rohani
 Adanya penyederhanaan organisasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Pemberhentian tidak dengan hormat, meliputi :
 Melakukan pelanggaran dengan atau kegiatan yang bertujuan
mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 atau
terlibat dalam kegiatan yang menentang Pancasila dan
Pemerintah;
 Dipidana dipenjara atau kurungan berdasarkan ketentuan
pengadilan yang telah mempunyai ketentuan hukum yang
tetap karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan yang
ada maupun yang tidak ada hubungannya dengan jabatan.
c. Pegawai yang diberhentikan tidak dengan hormat tidak mendapat
hak-hak kepegawaian;
d. Setiap proses pemutusan hubungan kerja akan dilaksanakan
dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Paragraf Kesepuluh
Remunerasi

Pasal 59

(1) Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan pegawai RS. Jiwa Provinsi
Sulawesi Tenggara dapat diberikan remunerasi sesuai dengan tingkat
tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan


imbalan kerja yang diberikan dalam komponen meliputi:
a. Gaji yaitu imbalan kerja berupa uang yang bersifat tetap
setiap bulan;
b. Tunjangan tetap yaitu imbalan kerja berupa uang yang bersifat
tambahan pendapatan di luar gaji setiap bulan;
c. Insentif yaitu imbalan kerja berupa uang yang bersifat
tambahan pendapatan di luar gaji;
d. Bonus atas prestasi yaitu imbalan kerja berupa uang yang
bersifat tambahan pendapatan di luar gaji, tunjangan tetap dan
insentif, atas prestasi kerja yang dapat diberikan 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun anggaran setelah BLUD memenuhi syarat
tertentu;
e. Pesangon yaitu imbalan kerja berupa uang santunan purna
jabatan sesuai dengan kemampuan keuangan; dan/atau

f. Pensiun yaitu imbalan kerja berupa uang.


(3) Remunerasi dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diberikan dalam bentuk honorarium.
(4) Honorarium dewan pengawas, ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Remunerasi bagi pejabat pengelola dan pegawai sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat dihitung berdasarkan indikator
penilaian :
a. Indeks dasar (Basic index)
b. Indeks Kompetensi (Kompetency index)
c. Indeks Resiko (Risk Index)
d. Indeks kedaruratan (Emergency Index)
e. Indeks Posisi (Position Index)
f. Indeks Kinerja (Performance Index)
(6) Bagi pejabat pengelola dan pegawai yang berstatus PNS, gaji pokok
dan tunjangan mengikuti peraturan perundang-undangan tentang gaji
dan tunjangan PNS serta dapat diberikan tambahan penghasilan sesuai
peraturan perundang-undangan;
(7) Sumber dana remunerasi berasal dari APBD, BLUD Rumah Sakit, dan
pendapatan lain yang sah sesuai peraturan perundang-undang yang
berlaku.
Bagian Kesepuluh
Pengelolaan Sumber Daya Lain

Pasal 60

(1) Pengelolaan sumber daya lain yang terdiri dari sarana prasarana,
gedung jalan akan dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;

(2) Pengelolaan sumber daya lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentigan mutu pelayanan
dan kelancaraan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi rumah sakit;
(3) Direktur menetapkan pengalokasian sumber daya atas persetujuan
Dewan Pengawas;
(4) Apabila sumber daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa
pemanfaatan aset/barang milik daerah maka pemanfaatannya harus
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Kesebelas
Pengelolaan Lingkungan Rumah Sakit

Pasal 61

(1) Direktur menunjuk pejabat yang mengelola lingkungan Rumah Sakit


antara lain lingkungan fisik, kimia, biologi serta pembuangan limbah
yang berdampak pada kesehatan lingkungan internal dan eksternal
serta halaman, taman dan lain-lain sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang- undangan.

(2) Tugas pengelola lingkungan dan limbah Rumah Sakit meliputi


pengelolaan limbah dan sampah, pengawasan dan pengendalian
vector/ serangga, sistem pengelolaan lingkungan fisik dan biologi
Rumah Sakit serta menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk
kegiatan pendidikan, pelatihan penelitian/ pengembangan dibidang
penyehatan lingkungan Rumah Sakit.

(3) Fungsi Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Rumah Sakit, meliputi:

a. Penyehatan ruang dan bangunan Rumah Sakit;


b. penyehatan makanan dan minuman;
c. penyehatan air bersih dan air minum;
d. pemantauan pengelolaan linen;
e. pengelolaan sampah;
f. pengendalian serangga dan binatang pengganggu;
g. desinfeksi dan sterilisasi ruang;
h. pengelolaan air limbah; dan
i. upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.

Bagian Keduabelas
Pengelolaan Keuangan

Pasal 62

Pengelolaan keuangan Rumah Sakit Jiwa provinsi Sulawesi tenggara


berdasarkan pada prinsip efektivitas, efisiensi dan produktivitas dengan
berazaskan akuntabilitas dan transparasi.

Pasal 63

Dalam rangka penerapan prinsip dan azas sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 58, penatausahaan keuangan diterapkan dengan sistem akuntansi
berbasis akrual (SAK) dan/atau standar akuntansi pemerintahan (SAP).

Pasal 64

Subsidi dari Pemerintah Provinsi untuk pembiayaan Rumah Sakit Jiwa


Provinsi Sulawesi Tenggara dapat berupa biaya gaji, biaya pengadaan
barang modal, dan biaya pengadaan barang dan jasa.

Paragraf Kesatu
Struktur Anggaran

Pasal 65

(1) Struktur anggaran Rumah Sakit terdiri atas:


a. Pendapatan;
b. Belanja; dan
c. pembiayaan.

Pasal 66

(1) Pendapatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf


a bersumber dari:

a. jasa layanan;
b. hibah;
c. hasil kerjasama dengan pihak lain;
d. APBD Provinsi; dan
e. lain-lain Pendapatan Rumah Sakit yang sah.
(2) Jasa layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa
imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada
masyarakat.
(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa
hibah terikat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat
atau badan lain.
(4) Hasil kerjasama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dapat berupa hasil yang diperoleh dari kerja sama Rumah
Sakit dengan pihak lain.
(5) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari APBD Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa Pendapatan yang
berasal dari DPA APBD Provinsi.
(6) Lain-lain Pendapatan Rumah Sakit yang sah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e, meliputi :
a. jasa giro;
b. pendapatan bunga;
c. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
d. komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Rumah
Sakit;
e. investasi;
f. pengembangan usaha; dan
g. pengembalian kerugian Rumah Sakit.
Pasal 67

(1) Pendapatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat


(1) huruf a sampai dengan huruf e, dikelola langsung untuk membiayai
pengeluaran Rumah Sakit sesuai RBA, kecuali yang berasal dari hibah
terikat.
(2) Hibah terikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan sesuai
peruntukannya.
(3) Pendapatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui Rekening Kas Rumah Sakit dan dicatat dalam
kode rekening kelompok Pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain
Pendapatan asli daerah yang sah dengan obyek Pendapatan Rumah
Sakit.
(4) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah setiap triwulan.

Pasal 68

(1) Belanja Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf b


terdiri atas :
a. Belanja operasi; dan
b. Belanja modal.
(2) Belanja operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mencakup seluruh Belanja Rumah Sakit untuk menjalankan tugas dan
fungsi.
(3) Belanja operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Belanja
pegawai, Belanja barang dan jasa, Belanja bunga dan Belanja lain.
(4) Belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup
seluruh Belanja Rumah Sakit untuk perolehan aset tetap dan aset
lainnya yang memberi manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan Rumah Sakit.
(5) Belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. Belanja tanah;
b. Belanja peralatan dan mesin;
c. Belanja gedung dan bangunan;
d. Belanja jalan, irigasi dan jaringan;
e. Belanja aset tetap; dan
f. aset lainnya.

Pasal 69

(1) Pembiayaan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf


c terdiri atas:
a. penerimaan pembiayaan; dan
b. pengeluaran pembiayaan.
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan semua
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun anggaran berikutnya.
(3) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya;
divestasi; dan
b. penerimaan utang/Pinjaman.
(4) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. Investasi; dan
b. Pembayaran pokok utang/Pinjaman.

Paragraf Kedua
Penyusunan, Pengajuan, Penetapan, Dan Perubahan
Rencana Strategis Bisnis Dan Rencana Bisnis Anggaran Rumah Sakit

Pasal 70

(1) Rumah Sakit menyusun Renstra dengan berpedoman kepada Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi.
(2) Rumah Sakit menyusun RBA yang mengacu pada Renstra.
(3) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan:
a. anggaran berbasis kinerja;
b. standar satuan harga; dan
c. kebutuhan Belanja dan kemampuan Pendapatan yang diperkirakan
akan diperoleh dari layanan yang diberikan kepada masyarakat,
hibah, hasil kerja sama dengan pihak lain dan/atau hasil usaha
lainnya, APBD, dan sumber Pendapatan BLUD lainnya.
(4) Anggaran berbasis kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a merupakan analisis kegiatan yang berorientasi pada pencapaian
output dengan penggunaan sumber daya secara efisien.
(5) Standar satuan harga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
merupakan harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku di
daerah.

Pasal 71

(1) Standar harga satuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (5)
berpedoman kepada harga satuan barang dan jasa yang diatur dalam
Peraturan Gubernur tentang standarisasi satuan harga barang dan
jasa disusun setiap tahun anggaran.
(2) Dalam hal harga satuan barang dan jasa sebagaimana disebutkan
dalam ayat (1) tidak tersedia, maka yang digunakan adalah harga
pasar yang berlaku pada saat penyusunan RBA dengan

memperhitungkan tingkat kenaikan harga (inflasi) sebagai


penyesuaian harga pada tahun pelaksanaan.
(3) Harga satuan dan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dituangkan dalam Keputusan Direktur.
(4) Harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dikecualikan terhadap pengadaan barang/jasa yang menggunakan
Tarif resmi pemerintah, billing rate dari asosiasi profesi, Tarif toko
daring/toko online atau Tarif e-katalog.

Pasal 72

(1) RBA sebagaimana dimaksud pada Pasal 70 ayat (2) memuat:


a. Ringkasan Pendapatan, Belanja dan pembiayaan;
b. Rincian anggaran Pendapatan, belanja dan pembiayaan;
c. Perkiraan harga;
d. Besaran persentase ambang batas; dan
e. Perkiraan maju atau /forward estimate.
(2) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menganut pola anggaran
fleksibel dengan suatu presentase ambang batas tertentu, disertai
dengan standar pelayanan minimal.
(3) Pola anggaran fleksibel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
berlaku untuk Belanja yang bersumber dari Pendapatan jasa layanan,
hibah, hasil kerjasama dengan pihak lain, dan lain-lain Pendapatan
Rumah Sakit yang sah.
(4) Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan
dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional Rumah
Sakit berdasarkan peningkatan Pendapatan terhadap anggarannya
dalam 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya dan dituangkan dalam
RBA tiap-tiap tahun.

Pasal 73

(1) Ringkasan pendapatan, Belanja dan pembiayaan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf a merupakan ringkasan
Pendapatan, Belanja dan pembiayaan. ringkasan pendapatan dan
biaya dalam Rencana Bisnis dan Anggaran yang disesuaikan dengan
format Rencana Kerja dan Anggaran Perangkat Daerah/Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
(2) Rincian anggaran Pendapatan, Belanja dan pembiayaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b merupakan rencana
anggaran untuk seluruh kegiatan tahunan yang dinyatakan dalam
satuan uang yang tercermin dari rencana Pendapatan, Belanja dan
pembiayaan.
(3) Perkiraan harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf
c, merupakan estimasi harga jual produk barang dan/atau jasa setelah
memperhitungkan biaya per satuan dan tingkat margin yang
ditentukan yang tercermin dari Tarif Layanan.
(4) Besaran persentase ambang batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
72 ayat (1) huruf d, merupakan besaran persentase perubahan
anggaran bersumber dari Pendapatan operasional yang diperkenankan
dan ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan
operasional Rumah Sakit.
(5) Perkiraan maju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf
e, merupakan perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran
berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan
kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan
menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.

Pasal 74

(1) Pendapatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat


(1) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf e diintegrasikan/
dikonsolidasikan ke dalam RKA OPD pada akun Pendapatan daerah
pada kode rekening kelompok Pendapatan asli daerah pada jenis lain
Pendapatan asli daerah yang sah dengan obyek Pendapatan dari
BLUD.
(2) Belanja Rumah Sakit yang sumber dananya berasal dari Pendapatan
BLUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf c dan huruf e dan sisa lebih perhitungan anggaran Rumah
Sakit, diintegrasikan/ dikonsolidasikan ke dalam RKA OPD pada akun
Belanja daerah yang selanjutnya dirinci dalam 1 (satu) program, 1
(satu) kegiatan, 1 (satu) output dan jenis Belanja.
(3) Belanja Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dialokasikan untuk membiayai program peningkatan pelayanan serta
kegiatan pelayanan dan pendukung pelayanan.
(4) Pembiayaan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
diintegrasikan/ dikonsolidasikan ke dalam RKA OPD selanjutnya
diintegrasikan/ dikonsolidasikan pada akun pembiayaan pada Satuan
Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum
Daerah.

Paragraf ketiga
Basis penyusunan RBA sama dengan basis penyusunan APBD

Pasal 75

(1) Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) diintegrasikan/


dikonsolidasikan dan merupakan kesatuan dari RKA.

(2) RKA beserta RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


disampaikan/diajukan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan
rancangan peraturan daerah tentang APBD.

Pasal 76

(1) PPKD menyampaikan RKA beserta RBA sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 75 kepada tim anggaran Pemerintah Provinsi untuk dilakukan
penelaahan.
(2) Hasil penelaahan atas RBA yang telah dikonversi kedalam format RKA
OPD atau format APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
dasar dalam rangka pemrosesan RKA OPD sebagai bagian dari
mekanisme penyusunan RAPBD.
(3) Hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
digunakan sebagai dasar pertimbangan alokasi dana APBD untuk OPD

Pasal 77

(1) Tim anggaran Pemerintah Provinsi menyampaikan kembali RKA


beserta RBA yang telah dilakukan penelaahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 ayat (1) kepada PPKD untuk dicantumkan dalam
rancangan peraturan daerah tentang APBD yang selanjutnya
ditetapkan menjadi Peraturan Daerah tentang APBD

(2) Setelah Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ditetapkan menjadi Peraturan Daerah,
Direktur melakukan penyesuaian terhadap RBA untuk ditetapkan
menjadi RBA Definitif.
(3) RBA definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai
dasar penyusunan DPA untuk diajukan kepada PPKD.
(4) Tahapan dan jadwal proses penyusunan dan penetapan RBA
mengikuti tahapan dan jadwal proses penyusunan dan penetapan
APBD.

Pasal 78

(1) Direktur Rumah Sakit dapat melakukan pergeseran rincian Belanja


sepanjang tidak melebihi pagu anggaran dalam jenis Belanja pada
DPA untuk selanjutnya disampaikan kepada PPKD.
(2) Pergeseran rincian Belanja yang melebihi pagu anggaran dalam jenis
Belanja pada DPA dapat dilakukan sepanjang memanfaatkan ambang
batas.

Pasal 79

(1) Dalam hal perubahan atau pergeseran mengakibatkan perubahan


nilai jenis Belanja yang melampaui ambang batas, wajib mengikuti
ketentuan perubahan dan pergeseran yang berlaku pada APBD.
(2) Rincian Belanja dicantumkan dalam RBA.
(3) Frekuensi perubahan atau pergeseran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Paragraf Keempat
Pelaksanaan Anggaran

Pasal 80

(1) Dokumen Pelaksanaa Anggaran (DPA) sebagaimana dimaksud


mencakup antara lain:
a. Pendapatan, dan biaya;
b. Proyeksi arus kas; dan
c. Jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang akan dihasilkan.
(2) Pejabat Pengelola Keuangan dan Aset Daerah mengesahkan DPA
sebagai dasar pelaksanaan anggaran.
(3) Pengesahan DPA berpedoman pada ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(4) Dalam hal DPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum disahkan
oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, Rumah Sakit dapat
melakukan pengeluaran uang setinggi-tingginya sebesar angka
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit tahun sebelumnya.

Pasal 81

(1) Dokumen Pelaksanaan Anggaran Rumah Sakit telah disahkan oleh


Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 80 ayat (2) menjadi dasar penarikan dana yang bersumber
dari APBD.
(2) Penarikan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
untuk Belanja pegawai, belanja modal, barang dan/atau jasa,
dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Penarikan dana untuk belanja barang dan/atau jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sebesar selisih (mismatch) jumlah kas yang
tersedia ditambah dengan aliran kas masuk yang diharapkan dengan
jumlah pengeluaran yang diproyeksikan, dengan memperhatikan
anggaran kas yang telah ditetapkan dalam DPA.
(4) Untuk memperlancar kegiatan operasional Rumah Sakit, dalam hal
pengeluaran yang bersumber dari APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum cair, Direktur dapat melakukan pembayaran dengan
menggunakan Kas Rumah Sakit yang tersedia sebagai panjar dan
selanjutnya dipertanggungjawabkan sebagai Belanja atas beban yang
bersumber dari APBD.

Pasal 82

(1) DPA menjadi lampiran perjanjian kinerja yang ditandatangani oleh


Kepala Daerah dengan Direktur.
(2) Perjanjian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
manifestasi hubungan kerja antara Kepala Daerah dengan Direktur,
yang dituangkan dalam perjanjian kinerja (contractual performance
agreement).
(3) Dalam perjanjian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala
Daerah menugaskan Direktur Rumah Sakit untuk menyelenggarakan
kegiatan pelayanan Rumah Sakit dan berhak mengelola dana sesuai
yang tercantum dalam DPA.
(4) Perjanjian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
memuat kesanggupan untuk meningkatkan:
a. kinerja pelayanan bagi masyarakat;
b. kinerja keuangan; dan
c. manfaat bagi masyarakat.
Pasal 83

(1) Transaksi penerimaan dan pengeluaran kas yang dananya berasal


dari pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan melalui
rekening kas Rumah Sakit.
(2) Direktur mengusulkan Bendahara Penerimaan guna melaksanakan

fungsi perbendaharaan untuk Pendapatan Rumah Sakit.

(3) Direktur mengusulkan Bendahara Pengeluaran guna melaksanakan


fungsi perbendaharaan untuk pembiayaan Rumah Sakit yang
bersumber dari Pendapatan jasa layanan, Pendapatan usaha lainnya
dan hibah.

Pasal 84

(1) Dalam pengelolaan kas, Rumah Sakit menyelenggarakan:


a. perencanaan penerimaan dan pengeluaran kas;
b. pemungutan Pendapatan atau tagihan;
c. penyimpanan kas dan mengelola rekening bank;
d. pembayaran;
e. perolehan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan
f. pemanfaatan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh
Pendapatan tambahan.
(2) Penerimaan Rumah Sakit pada setiap hari kerja disetorkan seluruhnya
ke Rekening Kas Rumah Sakit dan dilaporkan kepada pejabat
keuangan Rumah Sakit.

Paragraf Kelima
Pengelolaan Piutang

Pasal 85

(1) Rumah Sakit memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan


barang, jasa dan/atau transaksi yang berhubungan langsung maupun
tidak langsung dengan kegiatan Rumah Sakit.
(2) Piutang dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai
dengan prinsip bisnis yang sehat.
(3) Penagihan piutang dilaksanakan pada saat jatuh tempo dengan bukti
dan administrasi penagihan.
(4) Dalam hal Penagihan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terjadi kesulitan, hal ini dapat dilaporkan kepada pejabat yang
berwenang dengan dilampiri bukti-bukti valid dan sah.

Pasal 86

(1) Piutang dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat
yang berwenang, yang nilainya ditetapkan secara berjenjang.
(2) Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur
sesuai dengan kewenangannya, dengan memperhatikan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 87

(1) Rumah Sakit dapat mengadakan Pinjaman jangka pendek atas


namanya sendiri sesuai kebutuhan.
(2) Pengelolaan Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas
dasar perjanjian Pinjaman yang merupakan naskah perjanjian atau
naskah lain yang dipersamakan, yang memuat kesepakatan dengan
pemberi Pinjaman.
(3) Pemberi Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa badan usaha dalam negeri baik berupa lembaga keuangan
perbankan maupun non perbankan, badan usaha lainnya atau BLUD .

Pasal 88

(1) Pinjaman jangka pendek merupakan Pinjaman dalam rangka menutup


selisih antara jumlah kas yang tersedia ditambah aliran kas masuk
yang diharapkan dengan jumlah pengeluaran yang diproyeksikan
dalam suatu tahun anggaran.
(2) Pinjaman jangka pendek digunakan untuk memenuhi kebutuhan
Belanja operasional.
(3) Belanja operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
pengeluaran yang dimaksudkan memberikan manfaat jangka pendek.
(4) Dalam melakukan pinjaman jangka pendek dilarang menjadikan aset
Rumah Sakit sebagai jaminan.

Pasal 89

(1) Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan Pinjaman jangka


pendek meliputi:

a. kegiatan yang akan dibiayai dari APBD Provinsi telah tercantum


dalam RBA Rumah Sakit tahun anggaran berjalan, namun dana
yang tersedia dari APBD Provinsi tidak/belum mencukupi untuk
menutup kebutuhan/ kekurangan dana untuk membiayai kegiatan
dimaksud;
b. kegiatan yang akan dibiayai bersifat mendesak dan tidak dapat
ditunda; saldo kas dan setara kas Rumah Sakit tidak mencukupi
atau tidak memadai untuk membiayai pengeluaran dimaksud; dan
c. jumlah Pinjaman jangka pendek yang masih ada ditambah dengan
jumlah Pinjaman jangka pendek yang akan ditarik tidak melebihi
15% (lima belas persen) dari jumlah Pendapatan Rumah Sakit
tahun anggaran sebelumnya yang tidak bersumber langsung dari
APBD Provinsi dan hibah terikat.
(2) Hibah terikat merupakan Pendapatan yang harus diperlakukan sesuai
peruntukan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur
mengenai pengelolaan keuangan BLU.

Pasal 90

(1) Kewenangan persetujuan atas Pinjaman jangka pendek diberikan


oleh:
a. Direktur Rumah Sakit untuk peminjaman yang bernilai sampai
dengan 10% (sepuluh persen) dari jumlah Pendapatan Rumah
Sakit tahun anggaran sebelumnya yang tidak bersumber dari
APBD Provinsi dan hibah terikat.
b. Direktur Rumah Sakit atas persetujuan Dewan Pengawas untuk
peminjaman yang bernilai di atas 10% (sepuluh persen) sampai
dengan 15% (lima belas persen) dari jumlah Pendapatan Rumah
Sakit tahun anggaran sebelumnya yang tidak bersumber dari
APBD Provinsi dan hibah terikat.

Pasal 91

(1) Pelaksanaan Pinjaman jangka pendek antara Rumah Sakit dengan


pihak lain, dituangkan dalam Perjanjian Pinjaman.
(2) Perjanjian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
a. pihak-pihak yang mengadakan Perjanjian Pinjaman;
b. jumlah pinjaman; peruntukan Pinjaman; persyaratan Pinjaman;
c. tata cara pencairan Pinjaman; dan
d. tata cara pembayaran Pinjaman.

Pasal 92

(1) Direktur Rumah Sakit melaksanakan pembayaran pokok Pinjaman,


bunga, dan biaya lainnya pada saat jatuh tempo sesuai Perjanjian
Pinjaman.
(2) Kewajiban yang timbul sebagai akibat dari Perjanjian Pinjaman
merupakan tanggung jawab Rumah Sakit.

Pasal 93

(1) Penatausahaan Pinjaman jangka pendek dilaksanakan oleh Pejabat


Keuangan Rumah Sakit.
(2) Penatausahaan Pinjaman jangka pendek mencakup kegiatan:
a. administrasi pengelolaan Pinjaman; dan
b. akuntansi pengelolaan Pinjaman.

Pasal 94

(1) Direktur Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi bulanan


atas pengelolaan Pinjaman jangka pendek.
(2) Dalam hal terdapat penyelesaian kegiatan yang lambat atau
penyerapan Pinjaman yang rendah, Direktur Rumah Sakit mengambil
langkah-langkah penyelesaian.
(3) Direktur Rumah Sakit melakukan evaluasi kinerja kegiatan yang
didanai dari Pinjaman paling sedikit setiap semester berdasarkan
sasaran dan/atau standar kinerja yang telah ditetapkan.
(4) Direktur Rumah Sakit dapat mengajukan perubahan kegiatan yang
didanai dari Pinjaman setelah melakukan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan mendapat persetujuan sesuai jenjang
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55.

Pasal 95

(1) Pejabat Keuangan Rumah Sakit menyampaikan laporan bulanan


kepada Direktur mengenai realisasi penyerapan dan pembayaran
kewajiban yang timbul akibat Pinjaman jangka pendek.
(2) Pejabat Teknis Rumah Sakit menyampaikan laporan bulanan kepada
Direktur Rumah Sakit mengenai realisasi kegiatan yang dibiayai
Pinjaman jangka pendek.
(3) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
disampaikan oleh Direktur Rumah Sakit kepada Dewan Pengawas.

Paragraf Keenam
Investasi

Pasal 96

(1) Rumah Sakit melakukan investasi sepanjang memberi manfaat bagi


peningkatan pendapatan dan peningkatan pelayanan kepada
masyarakat serta tidak mengganggu likuiditas keuangan Rumah
Sakit dengan tetap memperhatikan rencana pengeluaran.

(2) Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Investasi

jangka pendek.

Pasal 97

(1) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat


(2) merupakan Investasi yang dapat segera dicairkan dan
dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.
(2) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dengan pemanfaatan surplus kas jangka pendek dengan
memperhatikan rencana pengeluaran.
(3) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
lain:
a. Deposito berjangka waktu 1 (satu) sampai dengan 12 (dua belas)
bulan dan/atau yang dapat diperpanjang secara otomatis;
b. Pembelian surat utang Negara jangka pendek; dan
c. Pembelian sertifikat Bank Indonesia.
(4) Karakteristik Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yaitu:
a. Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
b. Ditujukan dalam rangka manajemen kas; dan
c. Berisiko rendah.

Pasal 98

(1) Hasil Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1)


merupakan Pendapatan Rumah Sakit.
(2) Pendapatan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dipergunakan secara langsung untuk membiayai pengeluaran sesuai
RBA.

Paragraf Ketujuh
Kerjasama

Pasal 99

1. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan, Rumah Sakit


dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain.

2. Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, ekonomis dan saling
menguntungkan.

Pasal 100

(1) Kerjasama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99


ayat (1) antara lain:
a. kerjasama operasional;
b. sewa menyewa; dan
c. usaha lainnya yang menunjang tugas dan fungsi Rumah Sakit.
(2) Kerjasama operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
merupakan perikatan antara Rumah Sakit dengan pihak lain, melalui
pengelolaan manajemen dan proses operasional secara bersama
dengan tidak menggunakan barang milik daerah dengan pembagian
keuntungan sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
(3) Sewa menyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
merupakan penyerahan hak penggunaan/pemakaian barang Rumah
Sakit kepada pihak lain atau sebaliknya dengan imbalan berupa uang
sewa bulanan atau tahunan untuk jangka waktu tertentu, baik
sekaligus maupun secara berkala dengan tidak merubah status
kepemilikan.
(4) Usaha lainnya yang menunjang tugas dan fungsi Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan kerjasama
dengan pihak lain yang menghasilkan Pendapatan bagi Rumah Sakit
dengan tidak mengurangi kualitas pelayanan umum yang menjadi
kewajiban Rumah Sakit.

Pasal 101

(1) Hasil kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 merupakan


Pendapatan Rumah Sakit.
(2) Pendapatan Rumah Sakit dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan
secara langsung untuk membiayai pengeluaran sesuai RBA.

Paragraf Kedelapan
Pengadaan Barang, Dan/Atau Jasa

Pasal 102

Pengadaan barang, dan/atau jasa dilakukan berdasarkan prinsip efisien,


efektif, transparan, bersaing, adil/tidak diskriminatif, akuntabel dan Praktek
Bisnis Yang Sehat.
Pasal 103

(1) Pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimna dimaksud dalam Pasal


102 berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan/atau jasa yang
diatur dengan Peraturan Direktur.
(2) Pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk menjamin ketersediaan barang dan/atau jasa yang lebih
bermutu, lebih murah, proses pengadaan yang sederhana dan cepat
serta mudah menyesuaikan dengan kebutuhan untuk mendukung
kelancaran pelayanan Rumah Sakit.
(3) Pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
102 diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai pengadaan
barang/jasa yang diatur sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.

Paragraf kesembilan
Pengelolaan Aset

Pasal 104

(1) Aset atau barang inventaris milik Rumah Sakit dapat dihapus
dan/atau dialihkan kepada pihak lain atas dasar pertimbangan
ekonomis dengan cara dijual, ditukar dan/atau dihibahkan.

(2) Aset atau barang inventaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan barang habis pakai, barang untuk diolah atau dijual,
barang lainnya yang tidak memenuhi persyaratan sebagai aset tetap.
(3) Hasil penjualan barang inventaris sebagai akibat dari pengalihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pendapatan Rumah
Sakit.
(4) Hasil penjualan barang inventaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dituangkan secara memadai dalam laporan keuangan Rumah
Sakit.
Pasal 105

(1) Rumah Sakit tidak boleh mengalihkan dan/atau menghapus aset


tetap, kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang.
(2) Aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan aset
berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas)
bulan untuk digunakan dalam kegiatan Rumah Sakit atau
dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
(3) Kewenangan pengalihan dan/atau penghapusan aset tetap
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan
jenjang nilai dan jenis barang sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(4) Hasil pengalihan aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan Pendapatan Rumah Sakit dan diungkapkan secara
memadai dalam laporan keuangan Rumah Sakit.
(5) Hasil pengalihan dan/atau penghapusan aset tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Gubernur melalui Kepala
Dinas Kesehatan.
(6) Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung
dengan tugas dan fungsi Rumah Sakit harus mendapat persetujuan
Gubernur melalui Kepala Dinas Kesehatan.
Pasal 106

(1) Tanah dan bangunan Rumah Sakit disertifikatkan atas nama


Pemerintah Provinsi.
(2) Tanah dan bangunan yang tidak digunakan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi Rumah Sakit, dapat dialihgunakan
oleh Direktur dengan persetujuan Gubernur.

Paragraf kesepuluh
Surplus Dan Defisit Anggaran

Pasal 107

(1) Surplus anggaran Rumah Sakit merupakan selisih lebih antara


realisasi Pendapatan dan realisasi biaya Rumah Sakit pada satu
tahun anggaran.

(2) Surplus anggaran Rumah Sakit dapat digunakan dalam tahun


anggaran berikutnya kecuali atas permintaan Gubernur disetorkan
sebagian atau seluruhnya ke kas daerah dengan mempertimbangkan
posisi likuiditas Rumah Sakit.

Pasal 108

(1) Defisit anggaran Rumah Sakit merupakan selisih kurang antara


realisasi Pendapatan dengan realisasi biaya Rumah Sakit pada satu
tahun anggaran.
(2) Defisit anggaran Rumah Sakit dapat diajukan usulan pembiayaannya
pada tahun anggaran berikutnya kepada Gubernur melalui Kepala
Dinas Kesehatan.

Pasal 109

Kerugian pada Rumah Sakit yang disebabkan oleh tindakan melanggar


hukum atau kelalaian seseorang, diselesaikan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan mengenai penyelesaian kerugian daerah.

Pasal 110

Penatausahaan keuangan Rumah Sakit paling sedikit memuat:


a. Pendapatan/ biaya;
b. penerimaan/ pengeluaran;
c. utang/piutang;
d. persediaan, aset tetap dan Investasi; dan
e. ekuitas.

Pasal 111

(1) Penatausahaan keuangan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 110 didasarkan pada prinsip pengelolaan keuangan bisnis yang
sehat.
(2) Penatausahaan keuangan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara tertib, efektif, efisien, transparan, dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Pasal 112

(1) Direktur menetapkan kebijakan penatausahaan keuangan Rumah


Sakit.
(2) Penetapan kebijakan penatausahaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah .

Paragraf kesebelas
Akuntansi, Pelaporan Dan Pertanggungjawaban

Pasal 113

(1) Rumah Sakit menerapkan sistem informasi manajemen keuangan


sesuai dengan kebutuhan Praktek Bisnis Yang Sehat.
(2) Setiap transaksi keuangan Rumah Sakit dicatat dalam dokumen
pendukung yang dikelola secara tertib.

Pasal 114

(1) Rumah Sakit menyelenggarakan akuntansi dan laporan keuangan


sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
(2) Penyelenggaraan akuntansi dan laporan keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menggunakan basis akrual baik dalam
pengakuan Pendapatan, biaya, aset, kewajiban dan ekuitas dana.
(3) Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Rumah Sakit dapat mengembangkan dan menerapkan
kebijakan akuntansi yang diatur dalam Peraturan Gubernur.
Pasal 115

(1) Dalam rangka penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan


berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (2)
Direktur menyusun kebijakan akuntansi yang berpedoman pada
standar akuntansi sesuai jenis layanannya.
(2) Kebijakan akuntansi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan sebagai dasar dalam pengakuan, pengukuran,
penyajian dan pengungkapan aset, kewajiban, ekuitas dana,
Pendapatan, dan biaya.

Pasal 116

(1) Sebagai entitas pelaporan Rumah Sakit menyusun laporan keuangan


terdiri dari:
a. laporan realisasi anggaran;
b. laporan perubahan saldo anggaran lebih;
c. neraca;
d. laporan operasional; laporan arus kas;
e. laporan perubahan ekuitas; dan
f. catatan atas laporan keuangan.
(2) Sebagai entitas akuntansi Rumah Sakit menyusun laporan keuangan
terdiri dari:
a. laporan realisasi anggaran;
b. neraca;
c. laporan operasional;
d. laporan perubahan ekuitas; dan
e. catatan atas laporan keuangan.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh
pemeriksa eksternal sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

(4) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan

disajikan sebagai satu kesatuan entitas akuntansi disertai dengan

laporan kinerja yang berisikan informasi pencapaian hasil/keluaran


Rumah Sakit.
Pasal 117

(1) Setiap triwulan Rumah Sakit menyusun dan menyampaikan Surat


Permintaan Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLUD kepada
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah untuk dilakukan pengesahan
paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah periode triwulan berakhir.
(2) Berdasarkan Surat Permintaan Pengesahan Pendapatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah menerbitkan Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja
BLUD paling lambat 5 (lima) hari setelah Surat Permintaan
Pengesahan Pendapatan diterima dan dinyatakan lengkap dari
Rumah Sakit.
(3) Sebagai entitas pelaporan setiap semesteran dan tahunan Rumah
Sakit berwajiban menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) untuk disampaikan
kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah paling lambat 2 (dua)
bulan setelah periode pelaporan berakhir.
(4) Sebagai entitas akuntansi setiap semesteran dan tahunan Rumah
Sakit berkewajiban menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
disertai laporan kinerja kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara untuk dikonsolidasikan kedalam
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah paling lambat 2 (dua) bulan

setelah periode pelaporan berakhir.

Pasal 118

(1) Penyusunan laporan keuangan sebagai entitas pelaporan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) disusun dan
disajikan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah
(PSAP) BLU.
(2) Penyusunan laporan keuangan sebagai entitas akuntansi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) dilakukan
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) untuk
dikonsolidasikan kedalam LKPD.
BAB IV
STANDAR PELAYANAN

Pasal 119

(1) Untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas


pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit, Direktur menetapkan
Standar Pelayanan Rumah Sakit.
(2) Standar Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan
layanan serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.
Pasal 120

Standar Pelayanan harus memenuhi persyaratan :


a. Komponen standar pelayanan yang terkait dengan proses
penyampaian pelayanan (service delivery) meliputi :
1. persyaratan;
2. sistem, mekanisme dan prosedur;
3. jangka waktu pelayanan;
4. biaya/tarif;
5. produk pelayanan; dan
6. penanganan pengaduan, saran dan masukan.
b. Komponen standar pelayanan yang terkait dengan proses
pengelolaan pelayanan di internal organisasi (manufacturing)
meliputi :
1. Dasar hukum;
2. Sarana dan prasarana, dan/atau fasilitas;
3. Kompetensi pelaksana;
4. Pengawasan internal;
5. Jumlah pelaksana;
6. Jaminan pelayanan;
7. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan; dan
8. Evaluasi kinerja pelaksana.

Pasal 121

(1) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf a,


fokus mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang
terwujudnya tugas dan fungsi Rumah Sakit.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 huruf a,
terukur pencapaiannya, dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
(3) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 huruf a
dan huruf b, dapat dicapai karena merupakan kegiatan nyata, dapat
dihitung tingkat pencapaiannya, rasional, sesuai kemampuan dan
tingkat pemanfaatannya.
(4) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116, harus
relevan dan dapat diandalkan karena merupakan kegiatan yang
sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan
fungsi Rumah Sakit.
(5) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116, harus
Tepat waktu karena merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan
pelayanan yang telah ditetapkan.

BAB IV
TATA KELOLA STAF MEDIS (MEDICAL STAF BYLAWS)

Pasal 122

(1) Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi tenggara wajib menyusun


peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf ByLaws) Dengan
berpedoman pada peraturan perudang-undangan tentang Peraturan
Internal Rumah Sakit.
(2) Peraturan Internal Staf Medis merupakan suatu peraturan
pengorganisasian staf medis, komite medis, peran, tugas dan
kewenangan staf medis di RS. Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara;
(3) Peraturan Internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai
pedoman yang digunakan oleh Komite Medik dan Staf Medis dalam
melaksanakan tata kelola medik yang baik di Rumah Sakit jiwa
provinsi Sulawesi Tenggara.
(4) Peraturan Internal Staf Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan dengan Keputusan Direktur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 123

(1) Dalam melaksanakan penyusunan Peraturan Internal Staf Medis


(Medical Staf ByLaws) sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal 122,
Komite Medik dapat dibantu oleh Panitia Ad hoc.
(2) Panitia Ad hoc ditetapkan oleh direktur berdasarkan usul Ketua
Komite.

Pasal 124

Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staf
Bylaws) diatur lebih lanjut dengan peraturan Direktur dan disahkan oleh
Gubernur.

BAB V
TATA KELOLA STAF KEPERAWATAN (NURSING STAF BYLAWS)

Pasal 125

3. Peraturan Internal Staf Keperawatan merupakan aturan yang


mengatur tata kelola klinis untuk menjaga profesionalisme tenaga
keperawatan di RS. Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara, meliputi
penyelenggaraan profesi staf keperawatan dan mekanisme tata kerja
komite keperawatan;

4. Peraturan internal staf keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dan ayat (2) berfungsi sebagai aturan yang digunakan oleh Komite
Keperawatan dan staf keperawatan dalam melaksanakan tata kelola
klinis yang baik di Rumah Sakit.

5. Peraturan Internal Staf Keperawatan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) disusun oleh komite keperawatan dan disahkan dengan
Keputusan Direktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

Pasal 126
(1) Tenaga Perawat merupakan kelompok tenaga perawat yang bekerja di
bidang keperawatan dalam jabatan fungsional;

(2) Tenaga Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai


tugas melaksanakan asuhan keperawatan professional;

(3) Dalam melaksanakan tugasnya Tenaga Perawat sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) menggunakan pendekatan tim dengan tenaga profesi
terkait.

BAB VI
EVALUASI DAN PENILAIAN KINERJA

Pasal 127

(1) Evaluasi dan penilaian kinerja Rumah Sakit dilakukan setiap tahun oleh
Dinas Kesehatan terhadap aspek keuangan dan non keuangan.
(2) Evaluasi dan penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk mengukur tingkat pencapaian hasil pengelolaan
Rumah Sakit sebagaimana ditetapkan dalam RSB dan RBA.

Pasal 128

Evaluasi dan penilaian kinerja dari aspek keuangan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 127 ayat (1) dapat diukur berdasarkan tingkat kemampuan

Rumah Sakit dalam:


a. Memperoleh hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang diberikan
(rentabilitas);
b. Memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas);
c. Memenuhi seluruh kewajibannya (solvabilitas); dan
d. kemampuan penerimaan dari jasa layanan untuk

membiayai pengeluaran.

Pasal 129

(1) Penilaian kinerja dari aspek non keuangan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 127 ayat (1) dapat diukur berdasarkan perspektif
pelanggan, proses internal pelayanan, pembelajaran, dan
pertumbuhan.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 130

(1) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Tata


Kelola Pada Unit Pelaksana Teknis Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Sulawesi Tenggara.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara teknis dilakukan oleh Dinas Kesehatan.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara
lain melalui:
a. Pendidikan dan Pelatihan;
b. Bimbingan Teknis; dan
c. Penghargaan.
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara
lain:
a. Monitoring;
b. Evaluasi; dan
c. Pelaporan.
(5) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 131

(1) Pengawasan Operasional Rumah Sakit dilakukan oleh SPI.


(2) SPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan langsung
dibawah Direktur.

Pasal 132

(1) SPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2) bersama-sama
jajaran manajemen Rumah Sakit menciptakan dan meningkatkan
pengendalian internal Rumah Sakit.
(2) Fungsi pengendalian internal Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) membantu manajemen Rumah Sakit dalam hal:
a. pengamanan harta kekayaan;
b. menciptakan akurasi sistem informasi keuangan;
c. menciptakan efisiensi dan produktifitas; dan
d. mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen dalam penerapan
Praktek Bisnis Yang Sehat dan penerapan SOP.

Pasal 133

Pengawasan terhadap Rumah Sakit yang memiliki Nilai Omset tahunan dan
Nilai Aset menurut neraca, selain dilakukan oleh pejabat pembina dan SPI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 dilakukan oleh Dewan Pengawas.

BAB VIII
PENUTUP

Pasal 134

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dengan


catatan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam peraturan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini
dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Ditetapkan di : Kendari
Pada tanggal : 2022

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

ALI MAZI

Diundangkan di Kendari
Pada tanggal 2022
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Hj. NUR ENDANG ABBAS

Anda mungkin juga menyukai