Gizi (nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Pemberian nutrisi kepada anak sudah dimulai sejak dalam kandungan ibu, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai kepada ibu hamil. Bayi menerima makanan dari ibu melalui plasenta selama ibu hamil, setelah lahir makanan pertama bayi yang didapat yaitu air susu ibu (ASI). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi memberikan gambaran tentang keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh yang dapat dilihat melalui pertumbuhan fisik, ukuran tubuh dan antropometri. Stunting merupakan keadaan kekurangan gizi yang berlangsung secara terus menerus dan terjadi dalam jangka waktu yang lama. Stunting disebabkan oleh berbagai macam faktor. Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa faktor penyebab stunting adalah asupan gizi yang kurang, berat lahir anak yang rendah, tinggi ibu, penyakit infeksi dan status ekonomi keluarga. Status gizi merupakan gambaran ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi yang diperoleh dari asupan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan bagi anak serta menunjang pembinaan prestasi olahragawan. Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi pangan yang disesuaikan dengan kecukupan zat gizi seseorang berdasarkan jenis kelamin, umur, berat badan dan aktivitas fisik (Susetyowati, 2016). Saat ini masalah gizi masih menjadi pusat perhatian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini telihat dalam rumusan Sustainable Development Goals (SDGs), goals kedua yang salah satu outcome-nya pada tahun 2030 mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termasuk mencapai target internasional 2025 untuk penurunan stunting dan wasting pada balita dan meningkatkan status gizi pada balita (World Health Organization, 2016). Ini sesuai dengan beberapa target Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia yang belum bisa tercapai. Menurut Laporan Global Nutrition pada tahun 2017 menunjukkan masalah status gizi di dunia diantaranya prevalensi wasting (kurus) 52 juta balita (8%), stunting (pendek) 115 juta balita (23%), dan overweight 4 juta balita (6%) (UNICEF dan WHO, 2017). Prevalensi underweight di dunia tahun 2016 berdasarkan lingkup kawasan World Health Organization (WHO) yaitu Afrika 17,3% ( 11,3 juta), Amerika 1,7% ( 1,3 juta), Asia Tenggara 26,9% (48 juta),Eropa 1,2% (0,7 juta), Mediterania Timur 13% (10,5 juta), Pasifik Barat 2,9% (3,4 juta), sedangkan secara global didunia prevalensi anak usia dibawah lima tahun yang mengalami underweight ialah 14% (94,5 juta) (WHO, 2017). Sebanyak 45% kematian bayi dan balita sebagian besar disebabkan karena masalah gizi. Status gizi yang baik adalah modal dasar dalam pencapaian sasaran pembangunan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, sasaran pokok upaya peningkatan status gizi masyarakat yang termasuk dalam target Sustainable Development Goals (SDGs) “Mengentaskan Kelaparan/Zero Hunger” adalah: (1) Menurunnya prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita dari 19,6% menjadi 17,0%; (2) Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (di bawah 2 tahun) menurun dari 32,9% menjadi 28,0%; (3) Prevalensi wasting (kurus) anak balita menurun dari 12% menjadi 9,5%. Indonesia yang merupakan bagian dari Asia juga memiliki masalah gizi hampir di seluruh wilayahnya.pada tahun 2019 pravelensi gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu sekitar 19,6% (pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI 2020). Sedangkan menurut data dari hassil pemantauan status gizi kementeriaan kesehatan RI (2021) menyebutkan pravelensi gizi buruk sekitar 3,5% dan gizi kurang sekitar 11,3%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa gizi kurang dan gizi buruk masih menjadi masalah yang cukup serius di Indonesia karena pravelensinya yang semakin meningkat. Masalah gizi khususnya bagi bayi & balita menjadi masalah besar karena berkaitan dengan indikator derajat kesehatan umum seperti angka kesakitan dan angka kematian. Salah satu usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui peningkatan status gizi seluruh anggota keluarga dengan dukungan berbagai faktor secara terkoordinasi dan merupakan bagian pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Angka stunting di Sulawesi tengah mengalami penurunan. Berdasarkan data Riskesdas 2013 prevalensi stunting 41% turun menjadi 32,3% tahun 2018(7)(8). Diantara tahun itu diadakan pula Pemantauan Status Gizi (PSG) dimana tahun 2016 prevalensi stunting sebesar 32% dan tahun 2017 naik menjadi 36,1%(9)(10). Untuk prevalensi stunting baduta terdapat penurunan sebesar 6,2% dalam kurun waktu 9 tahun dari tahun 2007 ke tahun 2016, atau rata-rata mengalami penurunan 0,6% pertahun. Dinas Kesehatan Kota Palu mengatakan angka prevalensi stunting di ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah itu menurut data elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) turun di angka 6,2% tahun ini. Tahun lalu prevalensi stunting dilihat dari e-PPGBM 7,9% atau terjadi penurunan 1,7%. Kepala Dinas Kesehatan Kota Palu menjelaskan posisi Kota Palu saat ini berada di bawah standar nasional 7,5%, sedangkan dilihat dari metode pembinaan tengkes secara nasional melalui Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), pencapaian ibu kota Sulteng berada di angka 23 persen tahun 2021 atau masih di bawah standar nasional 14%. Dalam rangka mengatasi masalah gizi di wilayah Puskesmas Singgani telah dilaksanakan berbagai kegiatan seperti program upaya perbaikan gizi keluarga (UPGK). Pemberian kapsul vitamin A pada bayi,anak balita dan ibu nifas.pemberian tablet Fe untuk ibu hamil,dimana semua kegiatan dilaksanakan secara terpadu antar lintas program dan lintas sektor,karena status gizi masyarakat sangat erat kaitannya dengan sumber daya manusia. Program penilaian status gizi bayi dan balita yang dilakukan melalui posyandu adalah salah satu upaya penyediaan data,informasi dan pemantauan status gizi anak bayi dan balita.kegiatan ini dilaksanakan untuk memantau perkembangan perubahan status gizi anak. Berdasarkan hasil pemantauan penilaian status gizi Puskesmas Singgani diketahui bahwa daerah yang paling banyak mengalami gizi kurang yaitu Kelurahan Besusu Timur sebanyak 915 bayi dan balita dengan persentase 4,2%, daerah yang paling banyak mengalami bayi dan balita pendek yaitu Kelurahan Besusu Barat sebanyak 51 bayi dan balita dengan persentase 10,8%, sementara untuk daerah yang paling banyak mengalami bayi dan balita kurus yaitu Kelurahan Besusu Barat sebanyak 53 bayi dan balita dengan persentase 11,2%. Berdasarkan hasil uraian diatas, maka untuk meningkatkan status gizi bayi dan balita khususnya di wilayah kerja Puskesmas Singgani perlu dilakukan pengukuran status gizi dengan mengoptimalkan kegiatan posyandu-posyandu agar angka status gizi bayi dan balita di Kota Palu khususnya di Puskesmas Singgani bisa jauh lebih baik lagi agar bayi dan balita bisa terhindar dari gejala stunting dan penyakit yang berhubungan dengan tumbuh kembang anak serta meningkatkan dan membina keadaan gizi seluruh anggota masyarakat melalui partisipasi dan pemerataan kegiatan, perubahan tingkah laku yang mendukung tercapainya perbaikan gizi, termasuk gizi anak balita. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui status gizi bayi & balita dengan pengukuran antropometri 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi bayi & balita dengan indikator BB/U. 2. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi bayi & balita dengan indikator PB/U. 3. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi bayi & balita dengan indikator BB/PB. 4. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi bayi & balita dengan indikator IMT/U. 1.3 Manfaat Adapun Manfaat dari penelitian : A. Bagi Mahasiswa Laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan informasi tentang penilaian status gizi secara antropometri serta meningkatkan pengetahuan tentang hubungan pemberian ASI pada bayi 0- 24 bulan di Puskesmas Singgani, Kota Palu, Sulawesi Tengah. B. Bagi Masyarakat Meningkatkan kesadaran ibu untuk lebih mengutamakan pemberian ASI dengan tetap disertai makanan pendamping dalam bentuk dan jenis makanan yang diberikan secara bertahap sesuai umur, sehingga ibu dapat mengetahui bagaimana mengenai pemberian ASI agar kebutuhan zat gizi bayi dapat tercukupi untuk mendukung tumbuh kembang bayi 0-24 bulan. C. Bagi Instansi Puskesmas Singgani Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi hubungan pengetahuan ibu mengenai pemberian ASI terhadap status gizi bayi usia 6- 24 bulan, sehingga bisa digunakan sebagai acuan kebijakan untuk penanggulangan masalah gizi.