Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gizi (nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan
energi. Pemberian nutrisi kepada anak sudah dimulai sejak dalam kandungan ibu, yaitu
dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai kepada ibu hamil. Bayi menerima
makanan dari ibu melalui plasenta selama ibu hamil, setelah lahir makanan pertama
bayi yang didapat yaitu air susu ibu (ASI).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat gizi. Status gizi memberikan gambaran tentang keadaan keseimbangan
antara asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh yang dapat dilihat melalui
pertumbuhan fisik, ukuran tubuh dan antropometri. Stunting merupakan keadaan
kekurangan gizi yang berlangsung secara terus menerus dan terjadi dalam jangka waktu
yang lama. Stunting disebabkan oleh berbagai macam faktor. Hasil penelitian terdahulu
menyebutkan bahwa faktor penyebab stunting adalah asupan gizi yang kurang, berat
lahir anak yang rendah, tinggi ibu, penyakit infeksi dan status ekonomi keluarga. Status
gizi merupakan gambaran ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi yang diperoleh dari
asupan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Status gizi yang baik diperlukan untuk
mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan bagi anak
serta menunjang pembinaan prestasi olahragawan. Status gizi dipengaruhi oleh
konsumsi pangan yang disesuaikan dengan kecukupan zat gizi seseorang berdasarkan
jenis kelamin, umur, berat badan dan aktivitas fisik (Susetyowati, 2016).
Saat ini masalah gizi masih menjadi pusat perhatian di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. Hal ini telihat dalam rumusan Sustainable
Development Goals (SDGs), goals kedua yang salah satu outcome-nya pada tahun 2030
mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termasuk mencapai target internasional 2025
untuk penurunan stunting dan wasting pada balita dan meningkatkan status gizi pada
balita (World Health Organization, 2016). Ini sesuai dengan beberapa target Millenium
Development Goals (MDGs) di Indonesia yang belum bisa tercapai. Menurut Laporan
Global Nutrition pada tahun 2017 menunjukkan masalah status gizi di dunia
diantaranya prevalensi wasting (kurus) 52 juta balita (8%), stunting (pendek) 115 juta
balita (23%), dan overweight 4 juta balita (6%) (UNICEF dan WHO, 2017). Prevalensi
underweight di dunia tahun 2016 berdasarkan lingkup kawasan World Health
Organization (WHO) yaitu Afrika 17,3% ( 11,3 juta), Amerika 1,7% ( 1,3 juta), Asia
Tenggara 26,9% (48 juta),Eropa 1,2% (0,7 juta), Mediterania Timur 13% (10,5 juta),
Pasifik Barat 2,9% (3,4 juta), sedangkan secara global didunia prevalensi anak usia
dibawah lima tahun yang mengalami underweight ialah 14% (94,5 juta) (WHO, 2017).
Sebanyak 45% kematian bayi dan balita sebagian besar disebabkan karena masalah
gizi. Status gizi yang baik adalah modal dasar dalam pencapaian sasaran pembangunan.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019,
sasaran pokok upaya peningkatan status gizi masyarakat yang termasuk dalam target
Sustainable Development Goals (SDGs) “Mengentaskan Kelaparan/Zero Hunger”
adalah: (1) Menurunnya prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita dari
19,6% menjadi 17,0%; (2) Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak
baduta (di bawah 2 tahun) menurun dari 32,9% menjadi 28,0%; (3) Prevalensi wasting
(kurus) anak balita menurun dari 12% menjadi 9,5%.
Indonesia yang merupakan bagian dari Asia juga memiliki masalah gizi hampir
di seluruh wilayahnya.pada tahun 2019 pravelensi gizi buruk dan gizi kurang di
Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu sekitar 19,6% (pusat data
dan informasi kementerian kesehatan RI 2020). Sedangkan menurut data dari hassil
pemantauan status gizi kementeriaan kesehatan RI (2021) menyebutkan pravelensi gizi
buruk sekitar 3,5% dan gizi kurang sekitar 11,3%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa gizi kurang dan gizi buruk masih menjadi masalah yang cukup serius di
Indonesia karena pravelensinya yang semakin meningkat. Masalah gizi khususnya bagi
bayi & balita menjadi masalah besar karena berkaitan dengan indikator derajat
kesehatan umum seperti angka kesakitan dan angka kematian. Salah satu usaha untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui peningkatan
status gizi seluruh anggota keluarga dengan dukungan berbagai faktor secara
terkoordinasi dan merupakan bagian pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Angka stunting di Sulawesi tengah mengalami penurunan. Berdasarkan data
Riskesdas 2013 prevalensi stunting 41% turun menjadi 32,3% tahun 2018(7)(8).
Diantara tahun itu diadakan pula Pemantauan Status Gizi (PSG) dimana tahun 2016
prevalensi stunting sebesar 32% dan tahun 2017 naik menjadi 36,1%(9)(10). Untuk
prevalensi stunting baduta terdapat penurunan sebesar 6,2% dalam kurun waktu 9 tahun
dari tahun 2007 ke tahun 2016, atau rata-rata mengalami penurunan 0,6% pertahun.
Dinas Kesehatan Kota Palu mengatakan angka prevalensi stunting di ibu kota Provinsi
Sulawesi Tengah itu menurut data elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis
masyarakat (e-PPGBM) turun di angka 6,2% tahun ini. Tahun lalu prevalensi stunting
dilihat dari e-PPGBM 7,9% atau terjadi penurunan 1,7%. Kepala Dinas Kesehatan Kota
Palu menjelaskan posisi Kota Palu saat ini berada di bawah standar nasional 7,5%,
sedangkan dilihat dari metode pembinaan tengkes secara nasional melalui Studi Status
Gizi Indonesia (SSGI), pencapaian ibu kota Sulteng berada di angka 23 persen tahun
2021 atau masih di bawah standar nasional 14%.
Dalam rangka mengatasi masalah gizi di wilayah Puskesmas Singgani telah
dilaksanakan berbagai kegiatan seperti program upaya perbaikan gizi keluarga
(UPGK). Pemberian kapsul vitamin A pada bayi,anak balita dan ibu nifas.pemberian
tablet Fe untuk ibu hamil,dimana semua kegiatan dilaksanakan secara terpadu antar
lintas program dan lintas sektor,karena status gizi masyarakat sangat erat kaitannya
dengan sumber daya manusia. Program penilaian status gizi bayi dan balita yang
dilakukan melalui posyandu adalah salah satu upaya penyediaan data,informasi dan
pemantauan status gizi anak bayi dan balita.kegiatan ini dilaksanakan untuk memantau
perkembangan perubahan status gizi anak. Berdasarkan hasil pemantauan penilaian
status gizi Puskesmas Singgani diketahui bahwa daerah yang paling banyak mengalami
gizi kurang yaitu Kelurahan Besusu Timur sebanyak 915 bayi dan balita dengan
persentase 4,2%, daerah yang paling banyak mengalami bayi dan balita pendek yaitu
Kelurahan Besusu Barat sebanyak 51 bayi dan balita dengan persentase 10,8%,
sementara untuk daerah yang paling banyak mengalami bayi dan balita kurus yaitu
Kelurahan Besusu Barat sebanyak 53 bayi dan balita dengan persentase 11,2%.
Berdasarkan hasil uraian diatas, maka untuk meningkatkan status gizi bayi dan
balita khususnya di wilayah kerja Puskesmas Singgani perlu dilakukan pengukuran
status gizi dengan mengoptimalkan kegiatan posyandu-posyandu agar angka status gizi
bayi dan balita di Kota Palu khususnya di Puskesmas Singgani bisa jauh lebih baik lagi
agar bayi dan balita bisa terhindar dari gejala stunting dan penyakit yang berhubungan
dengan tumbuh kembang anak serta meningkatkan dan membina keadaan gizi seluruh
anggota masyarakat melalui partisipasi dan pemerataan kegiatan, perubahan tingkah
laku yang mendukung tercapainya perbaikan gizi, termasuk gizi anak balita.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui status gizi bayi & balita dengan pengukuran
antropometri
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi bayi & balita dengan
indikator BB/U.
2. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi bayi & balita dengan
indikator PB/U.
3. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi bayi & balita dengan
indikator BB/PB.
4. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi bayi & balita dengan
indikator IMT/U.
1.3 Manfaat
Adapun Manfaat dari penelitian :
A. Bagi Mahasiswa
Laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan
informasi tentang penilaian status gizi secara antropometri serta
meningkatkan pengetahuan tentang hubungan pemberian ASI pada bayi 0-
24 bulan di Puskesmas Singgani, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
B. Bagi Masyarakat
Meningkatkan kesadaran ibu untuk lebih mengutamakan pemberian ASI
dengan tetap disertai makanan pendamping dalam bentuk dan jenis
makanan yang diberikan secara bertahap sesuai umur, sehingga ibu dapat
mengetahui bagaimana mengenai pemberian ASI agar kebutuhan zat gizi
bayi dapat tercukupi untuk mendukung tumbuh kembang bayi 0-24 bulan.
C. Bagi Instansi Puskesmas Singgani
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi hubungan
pengetahuan ibu mengenai pemberian ASI terhadap status gizi bayi usia 6-
24 bulan, sehingga bisa digunakan sebagai acuan kebijakan untuk
penanggulangan masalah gizi.

Anda mungkin juga menyukai