Anda di halaman 1dari 33

TAAT PAJAK DENGAN

EFISIEN PADA PPN


Manajemen Perpajakan
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan
karunia-Nya sehingga atas segala kehendak-Nya, tugas makalah “Taat Pajak dengan Efisien
pada PPN” dapat kami susun dengan baik. Tak lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Kelompok
pada mata kuliah Manajemen Perpajakan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah wawasan dan pengetahuan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi kita semua.
Kami sebagai penyusun tentu menyadari akan banyaknya kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami memohon maaf apabila banyak akan kekurangan tersebut, untuk itu kritik
dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para
pembaca, serta untuk kami sendiri.

Lokasi, 18 Maret 2022

Kelompok

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

A. Dasar Hukum .................................................................................................................... 3

B. Karakteristik PPN .............................................................................................................. 3

C. Mekanisme Pengkreditan PPN .......................................................................................... 4

D. Fungsi Faktur Pajak .......................................................................................................... 4

E. Dokumen yang Berhubungan (Pendukung) Faktur Pajak .............................................. 5

F. PPN Masukan dapat dikreditkan dengan Kriteria ............................................................. 6

G. Bukan Objek PPN (Negatif List) ...................................................................................... 7

H. Menghitung PPN ............................................................................................................. 10

I. Restitusi PPN .................................................................................................................... 10

J. Pengembalian Pendahuluan .............................................................................................. 12

K. Issu Terbaru E-Faktur Pajak............................................................................................ 14

L. Nota Retur ....................................................................................................................... 16

M. Manajemen Restitusi PPN .............................................................................................. 17

N. Taat Pajak Pajak Dapat Efisien dengan Cara Menjaga Kepatuhan pada UU PPN ......... 18

O. Contoh Tabel Ekualiasi PPN antara Buku Besar (Ledger) dengan SPT Masa PPN....... 18

P. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Perencanaan PPN ........................................... 20

ii
Q. Analisa Peraturan Restisusi yang Di Setahunkan ........................................................... 21

R. Analisa Perhitungan ........................................................................................................ 25

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 27

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 27

B. Saran ................................................................................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak mempunyai peranan dan sekaligus merupakan unsur yang penting sebagai
sumber dan bagi anggaran negara, perolehan dana dari pajak merupakan jumlah yang
dominan sebagai sumber penerimaan negara. oleh karena itu, setiap warga negara yang
telah memenuhi kriterial sebagai wajib pajak menurut ketentuan wajib perpajakan
mempunyai kewajiban untuk membayar pajak. Dalam perpajakan telah diatur dalam
Undang-Undang dan peraturan pelaksanaan lainnya yang telah di buat pemerintah.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak tidak langsung
dimana PPN dikenakan oleh PKP/perusahaan, didalam daerah Pabean Republik Indonesia
oleh PKP, semakin besar pajak yang dibayarkan PKP/perusahaan, maka pendapatan
negara semakin banyak, namun sebaiknya bagi Pengusahaan Kena Pajak atau perusahaan
pajak merupakan biaya atau beban yang akan mengurangi laba bersih. Pajak pertambahan
nilai (PPN) termasuk jenis pajak tidak langsung maksudnya pajak tersebut disetor oleh
pihak lain (pengusaha) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung
pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung yang ia tanggung.

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dilaksanakan berdasarkan Sistem Faktur,


sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan jasa wajib dibuat Faktur Pajak
sebagai bukti transaksi penyerahan barang dan atau penyerahan jasa yang terutang pajak.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) hanya diharuskan membayar kepada Negara sebesar selisih
antara PPN yang dipungut dari Pembeli BKP dan atau Penerima JKP (Pajak Keluaran)
dengan PPN yang dibayar kepada Penjual BKP dan/pemberi JKP (Pajak Masukan).

Pajak Keluaran adalah barang kena pajak atau jasa kena pajak yang diserahkan
kepada pihak lain selaku pembeli atau penerima jasa merupakan produk (output) dari
kegiatan usaha, sedangkan Pajak masukan adalah barang kena pajak atau jasa kena pajak
yang diperoleh tersebut merupakan masukan (input) untuk kegiatan usaha. Apabila jumlah
Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukkan, Pengusaha Kena Pajak
tesebut wajib menyetorkan selisihnya ke Kas Negara.

1
Sebaliknya apabila ternyata jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak
Masukan, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut berhak untuk mempeoleh pengembalian
atau dikompensasikan dengan utang pajak dalam masa pajak berikutnya. Seluruh kegiatan
penghitungan dan penyetoran ini wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak, dalam
hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat kedudukan atau tempat tinggal dan atau
tempat usaha Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Dasar Hukum, Karakteristik, Jenis Mekanisme, Fungsi, dan Dokumen Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)?
2. Bagaimana Kriteria PPN Masukan yang dapat dikreditkan dan Bukan Objek PPN?

3. Bagaimana cara menghitung PPN, restitusi PPN, dan Pengembalian?

4. Hal-hal yang apa yang perlu diperhatikan dalam perencanaan PPN?

C. Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja dasar hukum, karateristik, mekanisme, fungsi,
dan dokumen Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2. Mahasiswa dapat memahami bagaimana kriteria yang termasuk PPN Masukan dapat
dikreditkan dan yang bukan objek pajak PPN
3. Mahasiswa dapat memahami cara menghitung, merestitusi, dan pengembalian Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
4. Mahasiswa dapat mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
PPN.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum

• UU PPN NO. 42 Tahun 2009

• PMK-151/PMK 03/2013

• PER-16/PJ/2014

• KEP-136/PJ/2014

• PENG-4/PJ.02/2015

• PENG-3/PJ.02/2015

B. Karakteristik PPN

Sebagai pajak objektif yang pengenaannya sangat bergantung pada objeknya. Objek
sebagaimana dijelaskan dalam UU PPN (Pasal 4, Pasal 16 C , dan Pasal 16D) :
• Objek Pajak PPN

• Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh
PKP
• Penyerahan Jasa kena pajak didalam Daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
• Pemanfaatan Barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan
didalam daerah pabean.
• Ekspor Barang Kena Pajak oleh PKP

• Kegiatan membangun sendiri diluar kegiatan usaha atau pekerjaannya yang


digunakan untuk tempat tinggal dan tempat usaha.
• Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan
sepanjang PPN pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

3
C. Mekanisme Pengkreditan PPN

Pengenaan PPN berdasarkan sistem faktur sehingga setiap penyerahan BKP/JKP yang
dilakukan Pengusaha Kena Pajak harus dibuatkan Faktur pajak.

D. Fungsi Faktur Pajak

Bagi BKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP (Penjual)

• Bukti transaksi penyerahan BKP/JKP yang terutang pajak

• Bukti pemungutan PPN (Pajak Keluaran)

Bagi pembeli BKP atau Penerima JKP yang dipungut pajaknya

• Bukti transaksi yang terhutang PPN

• Bukti Pembayaran Pajak Masukan

Mekanisme pergerakan PPN dilakukan melalui pemungutan kembali PPN dari


pembeli berikutnya. Jika jumlah PPN yang dipungut lebih besar dari PPN yang telah
dibayar pada saat perolehannya, maka kelebihannya harus disetorkan ke negara. Secara
sederhana ia tidak lagi menanggung PPN. Dalam praktek mekanisme ini sering disebut
dengan mekanisme Inderect Subtraction Method (PPN Keluaran minus PPN Masukan).

Jika diiktisarkan Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan diatur dalam Pasal 9 UU


18 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:

1. Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk suatu masa yang sama.

2. Apabila terdapat Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa
pajak berikutmya, paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak
berikutnya, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.
3. Jika dalam masa pajak belum ada Pajak Keluaran, maka Pajak Masukan tetap dapat
dikreditkan.

4
Berikut ini jenis Mekanisme PPN

No Mekanisme Subjek Pemungut


1 Credit Method (PK- PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP
PM)
2 Pemungut Langsung PKP yang melakukan Penyerahan aktiva bekas
3 Pemungutan Pemungut PPN/PPnBM sebagai Subjek Pajak Pengganti
PPN/PPnBM
4 Self Imposition Orang Pribadi atau Badan yang melakukan kegiatan
Method membangun sendiri

E. Dokumen yang Berhubungan (Pendukung) Faktur Pajak

Dokumen pendukung transaksi penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dalam daerah


pabean antara lain:
• Surat Pesanan

• Delivery Order

• Surat Jalan
• Faktur Komersial

• Kuitansi

• Faktur Pajak

Dokumen pendukung transaksi penyerahan BKP/JKP dalam hal impor antara lain:

• Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atau Pemberitahuan Impor untuk dipakai


(PIUD)
• Bill of landing (BL)

• Invoice

• Packing List

• Certificate of Origin

• Surat setoran pabean, cukai dan pajak (SSCP) atas pembayaran Bea Masuk, PPN
Impor dan PPh Pasal 22

5
• Bukti Biaya pemasukan barang dipelabuhan

• Bukti pembukuan Letter of credit (L/C) pada bank devisa

• Surat-surat korespondensi lainnya.

F. PPN Masukan dapat dikreditkan dengan Kriteria

1. Memenuhi ketentuan material yaitu PPN Masukan yang dibayarkan atas perolehan
BKP/JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang meliputi
kegiatan produksi, manajemen, distribusi dan pemasaran. Juga PPN Masukan juga
mesti didukung bukti pengeluaran berupa invoice dan kuitansi pembayaran yang
menyatakan bahwa transaksi sudah dipungut PPN, bukan transaksi diktif.
2. Memenuhi Ketentuan Formal dalam yaitu Pasal 9 ayat 8 UU PPN yang mengatakan
bahwa standar; diisi lengkap dan tidak cacat.

Harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 9 ayat 8 UU PPN yang mengatakan bahwa
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi:

• Perolehan JKP dan BKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.

• Perolehan BKP dan JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha.
• Perolehan dan Pemeliharaan kendaraan bermotor seperti sedan, jeep, station
wagon, van dan kombi kecuali merupakan barang yang disewakan.
• Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean
sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
• Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5
• Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajak masukannya ditagih ndengan
penerbitan ketetapan pajak
• Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajak masukannya tidak dilaporkan dalam
surat pemberitahuan masa PPN yang ditemukan pada waktu pemeriksaan.

6
G. Bukan Objek PPN (Negatif List)

Undang-undang PPN No 42 Tahun 2009 menganut Negative list. Artinya, semua


barang adalah barang kena Pajak (objek PPN) kecuali yang dikecualikan. Dan semua
jasa adalah jasa kena pajak (Objek PPN) kecuali yang dikecualikan. Karena itu, semua
barang dan jasa selain yang disebutkan dibawah ini adalah objek PPN.

Jenis Barang yang tidak dikenakan PPN adalah:

1) Barang hasil Pertambangan atas hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, yaitu:
a. Minyak mentah (crude oil)

b. Gas bumi

c. Panas bumi

d. Pasir dan kerikil

e. Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara

f. Bijih besi,biji timah, biji tembaga, biji nekel, biji perak

g. Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil langsung dari
sumbernya.
2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak yaitu:
a. Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam
atau beras ketan putih dalam bentuk:
• Beras Berkulit (Padi atau gabah) selain untuk benih.

• Digiling.
• Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun
tidak.
• Beras pecah.

• Menir (groats) dari beras.

b) Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kemerahan
ataupun popcorn, dalam bentuk:
• Jagung yang telah dikupas maupun belum/jagung tongkol dan biji
jagung/jagung pipilan.
• Munir/beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran.

7
c) Sagu, dalam bentuk:

• Empulur sagu.

• Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu.

• Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning atau
kedelai hiam daam bentuk pecah atau utuh.
d) Garam baik yang beryodiu, maupun tidak berjodium termasuk:

• Garam meja.

• Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50kg atau lebih, dengan kadar
NaCl 94,7% (dry basis).
3) Makanan dan minuman yang disajikan dihotel, restoran, rumah makan, warung dan
sejenisnya (tidak termasuk makanan dan mi numan yang diserahkan oleh usaha
katering atau usaha jasa boga).
4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

Jenis Jasa yang tidak dikenakan PPN adalah:

1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi:

a. jasa dokter umum, dokter spesialis,dan dokter gigi;

b. jasa dokter hewan;

c. jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan fisioterapi;

d. jasa kebidanan dan dukun bayi;

e. jasa paramedis dan perawat; dan


f. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
sanatorium

2. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:

a. jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo;

b. jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;

8
c. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;

d. jasa Lembaga Rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial;

e. jasa pemakaman termasuk krematorium;

f. jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial; dan

g. jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.

3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;

4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;

5. Jasa di bidang keagamaan, meliputi:

a. jasa pelayanan rumah ibadah;

b. jasa pemberian khotbah atau dakwah; dan

c. jasa lainnya di bidang keagamaan.

6. Jasa di bidang pendidikan, meliputi:

a. jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan


pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan
profesional; dan

b. jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus

7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;

8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;


9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.

10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:

9
a. jasa tenaga kerja:

b. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan

c. jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja

11. Jasa di bidang perhotelan;

12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.

H. Menghitung PPN

PPN merupakan pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai (value added) barang dan
jasa yang dihasilkan oleh PKP. Dalam pengertian ini, besarnya PPN adalah tarif
dikalikan dengan nilai tambah. Dengan metode atau mekanisme kredit pajak, besarnya
PPN yang kurang atau lebih dibayar atau disetor oleh PKP dihitung dari selisih pajak
(PPN) keluaran dengan pajak (PPN) masukan Rusjid (2004: 150_153).

Pajak Keluaran atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Keluaran

PPN Keluaran = Tarif (10 %) x Dasar Penggenaan Pajak (Nilai Transaksi Penjualan)

PPN Masukan = Tarif (10 %) x Dasar Pengenaan Pajak (Nilai Transaksi Pembelian)

Total PPN Masukan-PPN Keluaran = Pajak Kurang Bayar atau Lebih Bayar.

Jika PPN Masukan lebih besar dari PPN Keluaran maka lebih bayar.

Jika PPN Masukan lebih kecil dari PPN Keluaran maka kurang bayar.

I. Restitusi PPN

Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit


pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang

10
atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan
WP tidak punya hutang pajak lain.

Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak:

• Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal


Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
• Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:

1. Untuk PPh, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang;

2. Untuk PPN, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN,
maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak Keluaran setelah
dikurangi Pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut;

3. Untuk PPnBM, jika Pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya
terutang.

• SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lambat 12 (dua belas)
bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan
tertentu ditetapkan lain dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.

• Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur


Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap
dikabulkan, SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah
jangka waktu berakhir.

11
J. Pengembalian Pendahuluan

1. WP dengan kriteria tertentu dapat mengajukan restitusi dan Direktur Jenderal Pajak
dapat menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.

2. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat


keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
untuk Wajib Pajak tertentu.

3. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu adalah WP yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak dengan syarat:

a. SPT disampaikan tepat waktu dalam 2 (dua) tahun terakhir.

b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3
(tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. Untuk SPT
Masa yang terlambat tersebut harus telah disampaikan tidak lewat dari batas
waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;
c. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dan tidak
termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2
(dua) masa pajak terakhir.
d. Tidak pernah dijatuhi hukuman tindak pidana di bidang perpajakan dalam
jangka waktu 10 tahun terakhir.
e. Laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau BPKP dengan:

• Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau pendapat Wajar Dengan


Pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba
rugi fiskal,
• Laporan audit disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan
menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
• Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan
surat ketetapan pajak berupa SKPKB atau SKPLB atau SKPN dalam jangka
waktu 10 tahun, terhadap WP yang telah memperoleh pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak.
• SKPKB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan
100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak. Batas akhir pemeriksaan

12
SPT Lebih Bayar tertunda bila terhadap Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan
bukti permulaan. Kemudian Wajib Pajak yang dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak diperluas yaitu:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas;

2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan
jumlah tertentu;

3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih
bayar sampai dengan jumlah tertentu dan

4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa


Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih
bayar sampai dengan jumlah tertentu..

Wajib Pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit akuntan publik, juga dapat
mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu paling
lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir dengan syarat memenuhi kriteria
pada angka 3 huruf a, b, dan c, d (di atas) ditambah dengan syarat:

▪ Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 28 UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan;

▪ Apabila dalam 2 (dua) tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan
pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak
lebih dari 10% (sepuluh persen).
▪ Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib
Pajak yang memenuhi kiteria tertentu setiap bulan Januari dan berlaku untuk
jangka waktu 2 (dua) tahun.
▪ Wajib Pajak yang penghitungan jumlah peredaran usahanya mudah diketahui
karena berkaitan dengan pengenaan cukai sepanjang memenuhi persyaratan WP
kriteria tertentu, dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran PPN. 7. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan

13
Pajak diterbitkan paling lambat 3 (tiga) bulan untuk PPh dan 1 (satu) bulan untuk
PPN, sejak permohonan diterima lengkap.

K. Issu Terbaru E-Faktur Pajak

Sejak bulan Juli 2015 Dirjen Pajak memberikan sertifikat elekronik kepada PKP yang
akan digunakan untuk memperoleh layananan perpajakan secara elektronik oleh DJP.

Definisi E-Faktur, yaitu faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik
yang ditentukan dan atau disediakan oleh Dirjen Pajak.

Siapa saja yang diwajibkan membuat E-Faktur:

Semua PKP dengan tahapan-tahapan yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

E-Faktur paling sedikit harus memuat:

1. Nama, alamat dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP

2. Nama, alamat dan NPWP (pembell BP dan penerima JKP).

3. Jenis barang atau jasa kuantitas barang jika diketahui. O jumlah harga jual dan
potongan harga.
4. PPN yang dipungut dan PPn BM yang dipungut.

5. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.

6. Nama dan tanda tangan elektronik yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Layanan Perpajakan secara Elektronik tersebut berupa

▪ Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui Website yang ditentukan atau
disediakan oleh DJP.
▪ Penggunaan Aplikasi atau Sistem Elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan
oleh DJP untuk pembuatan E-Faktur.

▪ Pengajuan sertifikat elektronik dapat dilakukan oleh PKP mulai 1 Januari 2015
melalui KPP tempat PKP dikukuhkan.

Pembatalan E-Faktur

14
▪ Didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi
pembatalan transaksi, berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain.
▪ PKP penjual yang melakukan pembatalan Faktur Pajak harus memiliki bukti dari
PKP pembeli yang menyatakan bahwa transaksi dibatalkan.
▪ Melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan disediakan DJP.

Pembatalan E-Faktur jika belum Melaporkan di SPT Masa PPN

Tetap melaporkan E-Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN dengan
mencantumkan nilai NOL pada kolom DPP, PPN atau PPn BM.

Pembatalan E-Faktur Jika Sudah Melaporkan di SPT Masa PPN

Melakukan pembetulan SPT masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan dengan cara
tetap melaporkan E-Faktur yang dibatalkan tersebut dan mencantumkan nilai NOL.
pada kolom DPP, PPN atau PPn BM.

E-Faktur Pengganti

Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan sehingga tidak
memuat keterangan lengkap, jelas dan benar (Pasal 6 Dalam PER 16/PL/2014) akan
dibuatkan faktur pajak pengganti melalui aplikasi atau sistem elektronik yang
ditentukan oleh DJP.

Data E-Faktur Rusak atau Hilang

Berdasarkan Pasal 8 ayat 2 dan 3 pada PER 16/PJ/2014. Mengajukan permintaan data
e-faktur ke DJP (KPP setempat) dengan menyampaikan surat permintaan data efaktur.
Terbatas pada data e-faktur yang telah di unggah ke DJP dan telah memperolah
persetujuan.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam E-Faktur

▪ Dalam hal keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tak dapat membuat Faktur
Pajak berbentuk kertas (hard copy). Keadaan tertentu yang dimaksud disini adalah
peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab
lainnya diluar kuasa PKP, yang ditetapkan Dirjen Pajak.

15
▪ E-faktur berbentuk elektronik sehingga tidak diwajibkan untuk dicetak dalam
bentuk kertas baik oleh pihak penjual dan atau pihak pembeli, e-faktur dipersilahkan
dicetak sesuai dengan kebutuhan.
▪ E-Faktur Elektronik ditandatangani secara elektronik sehingga diisyaratkan untuk
tidak ditandatangani secara basah oleh pejabat dan pegawai yang ditunjuk oleh PKP.
▪ E-Faktur menggunakan mata uang rupiah.

L. Nota Retur

Nota Retur adalah Nota yang dibuat oleh penerima BKP karena adanya pengembalian
atas BKP yang telah dibeli/diterimanya. Dengan adanya Nota Retur tersebut maka PKP
penjual dapat mengurangkan PPN dan PPNBM (PK) atas penyerahan BKP yang
dikembalikan, sedangkan bagi PKP pembeli harus mengurangkan PPN dan PPNBM?
(PM) yang telah dikreditkan atau biaya, dan harta. Nota Retur diterbitkan dan
dilaporkan baik oleh PKP penjual maupun PKP pembeli pada Masa Pajak terjadinya
pengembalian BKP tersebut.

Nota Retur sekurang-kurangnya harus mencantumkan:

1. Nomor urut;

2. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;

3. Nama, alamat, dan NPWP pembeli;

4. Nama, alamat, dan NPWP yang menerbitkan Faktur Pajak;

5. Jenis barang dan harga jual BKP yang dikembalikan;

6. PPN atas BKP yang dikembalikan;

7. PPNBM atas BKP yang tergolong yang

8. Tanggal pembuatan Nota Retur;

9. Tanda tangan pembeli.

Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan-

keterangan di atas maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur, sehingga tidak
dapat mengurangi Pajak Keluaran bagi penjual atau Pajak Masukan atau blaya, dan
harta bagi pembeli. Dalam hal pengembalian BKP terjadi masih dalam Masa Pajak yang
sama dengan terjadinya penyerahan BKP tersebut, tidak perlu dibuatkan Nota Retur,

16
melainkan dapat dilakukan dengan pembatalan atau perbaikan Faktur Pajak atas
penyerahan BKP tersebut.

M. Manajemen Restitusi PPN

Dalam hal terjadi kelebihan bayar PKP perlu menimbang-nimbang apakah akan
melakukan kompensasi atau melakukan restitusi. Pertimbangan utama dalam
menentukan pilihan tersebut melakukan kalkulasi biaya pemeriksaan dan opportunit
cost dari dana yang tertanam di negara.

Biaya pemeriksaan merupakan biaya yang akan dikeluarkan perusahaan atas


pemeriksaan pajak yang berlangsung. Sedangkan opportunity cost dapat tercermin dan
tingkat bunga deposito yang berlaku. Ketika opportunity cost lebih besar dibandingkan
dengan biaya pemeriksaan, maka Wajib Pajak akan cendrung meminta restitusi.

Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Melakukan Restitusi PPN


• Jumlah Besarnya PPN yang Lebih Bayar

Semakin besar PPN yang lebih bayar tersebut, maka sebaliknya permohonan
restitusi dilakukan maka semakin besar lebih bayar dalam SPT masa PPN, maka
akan semakin besar opportunity cost yang hilang jika tidak direstitusi.

• Kondisi Keuangan Perusahaan

Kondisi keuangan perusahaan ini juga ikut menentukan perlu tidaknya melakukan
restitusi PPN. Jika perusahaan cukup banyak cashflow, maka kebutuhan restitusi
juga akan menurun. Restitusi PPN merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan
cash inflow dari pada harus memperoleh dengan pinjaman/kredit ke Bank.

• Kesiapan Perusahaan untuk Diperiksa

Tidak semua perusahaan siap untuk di periksa pajak. Kesiapan menghadapi


pemeriksaan pajak ini dapat dilihat dari:

Kelengkapan dokumen yang mendukung transaksi perusahaan yang akan di audit.


Misalnya kelengkapan Faktur Pajak Masukan maupun Faktur Pajak Keluaran,
pencatatan

17
Ada atau tidaknya personil yang akan menangani pemeriksaan secara langsung.

Hal ini bisa dikaitkan dengan siklus pekerjaannya masing-masing.

• Prediksi Masa Depan Pembayaran PPN

Jika diprediksi bahwa kelebihan PPN tersebut dapat dikompensasikan dengan Pajak
Keluaran yang akan terhutang di masa yang akan datang, maka sebaiknya perlu
dimintakan restitusinya.

Atas dasar hal tersebut kebijakan mengenai pembelian dan penjualan beserta
pembayarannya menjadi penting agar tidak terjadi kelebihan pembayaran atau
kekurangan bayar yang besar.

Namun bagi Wajib Pajak yang melakukan penyerahan ekspor BKP atau JKP restusi
PPN tak dapat dihindarkan.

N. Taat Pajak Pajak Dapat Efisien dengan Cara Menjaga Kepatuhan pada UU PPN
Hal-hal yang selalu perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan pajak yaitu:

▪ Review faktur pajak berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.

▪ Pembayaran (penyetoran) tidak lebih dari tanggal terakhir bulan berikutnya.

▪ SPT Masa PPN selalu dilaporkan pada tanggal bulan berikutnya.

▪ Memastikan sistem pengarsipan atau penyimpanan dokumen PPN yang rapih dan
terdokumentasi untuk dapat menghadapi pemeriksaan.
▪ Ekualisasi harus dapat menjelaskan keterkaitan perbedaan antara penjualan yang
dilaporkan pada SPT PPh Badan dengan Penjualan yang dilaporkan pada SPT Masa
PPN.

O. Contoh Tabel Ekualiasi PPN antara Buku Besar (Ledger) dengan SPT Masa PPN
Buku Besar (Ledger) Untuk
Dilaporkan ke SPT Tahunan SPT MASA PPN
Masa
PPh Badan Selisish
2013
PPN PPN Peredaran
Penjualan
Keluaran Keluaran Bruto

18
Januari -
1.000 100 100 1.000
Februari -
2.000 200 200 2.000
Maret -
5.000 500 500 5.000
April -
4.000 400 400 4.000
Mei -
2.000 200 200 2.000
Juni -
1.000 100 100 1.000
Juli -
5.000 500 500 5.000
Agustus -
5.000 500 500 5.000
September -
4.000 400 400 4.000
Oktober -
2.000 200 200 2.000
November -
4.000 400 400 4.000
Desember 100
5.000 500 400 4.000
Jumlah 100
40.000 3.200 3.900 39.000

Analisis Ekualisasi PPN tahun 2013


Berdasarkan data di atas pada bulan Desember terdapat selisih 100 PPN Keluaran yang
dilaporkan dan yang terdapat di General Ledger, penyebabnya adanya nota retur (retur
penjualan) yang belum di jurnal oleh bagian akuntansi sehingga terjadi selisih
demikian.

19
Tanggung Jawab Renteng
Ketentuan tanggung jawab renteng terdapat dalam UU PPN Nomor 42 Pasal 16 F yang
mengatakan:

"Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara
renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukan bukti bahwa pajak
telah dibayar."

Kesan yang Timbul dari Tangung Jawab Renteng ini adalah:

▪ Sanksi Perpajakan untuk satu objek pajak PPN dikenakan lebih dari satu kali,
dimana penjual dan pembeli sama-sama dikenakan. Ini tak sesuai dengan karakter
legal dari PPN yang bersifat non kumulatif dan tidak menimbulkan pajak berganda.
▪ Sesuai dengan karakteristik PPN sebagai pajak tidak langsung senantiasa menjaga
sifat netralitas, maka tanggung jawab pemungutan pajak (serta penyetoran dan
pelaporan) dalam hal ini berada di tangan penjual yang melakukan penyerahan
BKP/JKP. Sungguh tak elok bila kekeliruan yang terjadi di bebankan kepada
pembeli, padahal pihak pembeli sudah melaksanakan kewajiban perlunasan harga
BKP/JKP sesuai kesepakatan yang telah dicapai kedua belah pihak.
Atas dasar kondisi ini maka pihak perusahaan sebagai pembeli perlu melakukan
tindakan antisipasi dengan memastikan.

▪ Jangan pernah ada satupun faktur penjualan (commercial invoice) yang diterbitkan
perusahaan tanpa disertai faktur pajak, dan sesuai dengan program efaktur (ada kode
barcode di faktur pajak).
▪ Setiap transaksi penjualan harus ada kontrak penjualan dan Purchase Order (PO)
sehingga sengketa tentang syarat penjualan (harga pajak, termin pembayaran dan
lain-lain) bida dihindari dikemudian hari.

P. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Perencanaan PPN

Berkaitan dengan ketentuan perpajakan di bidang PPN tersebut di atas perlu


diperhatikan hal-hal berikut ini:

▪ Perlu kita perhatikan pesyaratan formal Faktur Pajak yang dapat dikreditkan agar
tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Cross-cek dan cermati dengan teliti
Faktur Pajak.

20
▪ Berkaitan dengan batas waktu tiga bulan atas pengkreditan Faktur Pajak

Masukan, maka semakin lebih baik bagi perusahaan karena perusahaan sudah

dapat mengkreditkan walaupun belum melakukan pembayaran. Usahakan faktur


Pajak sudah diterima sebelum lewat tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak,
kecuali untuk pemungut PPN agar perusahaan tidak disibukan oleh pembetulan
SPT Masa PPN.
▪ Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keļuaran, maka kelebihan PPN tersebut
dapat diperhitungkan dan dimintakan restitusi atau kompensasi. Pemiliha model
restitusi atau kompensasi bergantung pada kondisi masing-masing PKP. Kapan
kelebihan PPN harus direstitusi ditentukan oleh Opportunity Cost biasanya di
hubungakan dengan Time Value of Money yang timbul dari kelebihan pajak yang
dinegara tersebut. Sedangkan Cost dari restitusi adalah tenaga, waktu, biaya yang
diperlukan di dalam menyelesaikan permohonan restitusi. Jika Cost restitusi lebih
rendah dibanding Opportunity Cost maka perusahaan dapat mengajukan restitusi.
▪ Pengusaha Kena Pajak (PKP) perlu memperhatikan secermat mungkin tata cara
pembuatan faktur pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku (e-faktur dijabarkan
di atas) agar terhindar dari dari sanksi 2 % dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
sesuai dengan Pasal 14 ayat 4 Undang-Undang KUP.
▪ Melakukan pemusatan tempat terutangnya PPN jika perusahaan memiliki banyak
cabang tujuannya agar dapat diawasi dengan mudah.

Q. Analisa Peraturan Restisusi yang Di Setahunkan

Sudah menjadi rahasia umun jika hendak melakukan restitusi akan mengalami
kesulitan dan rumit pula, hal ini dikarenakan DJP harus memeriksa kebenaran dari
angka yang dimunculkan PKP sehubungan dengan angka kelebihan pajaknya. Alasan
lain karena restitusi berdampak terjadinya pengurangan pendapatan negara dari sektor
pajak Senada dengan uraian di atas, sektor perpajakan merupakan hal yang sangat
mempengaruhi secara signifikan terhadap penerimaan negara seperti yang dikatakan
Menteri Keuangan.

Proses pengurusan yang memakan waktu lama juga membuat PKP menjadi enggan
jikalau terjadi SPM masa PPN lebih bayar. Karena DJP akan melakukan pemeriksaan

21
dan melakukan sehati-hati mungkin untuk melihat kebenaran dari SPT masa PPN lebih
bayar tersebut.

Atas dasar tersebut pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/
PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang inti dari PMK ini berbunyi kelebihan
pajak dilakukan pada akhir tahun pajak, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang
memiliki kriteria tertentu dapat langsung melakukan restitusi kelebihan pembayaran
pajak.

Penelitian ini bertujuan mengukur dampak kerugian dari sisi keuangan (cash flow) atas
PPN yang direstitusikan selama setahun yang didasari Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 72/PMK.03/2010.

Sebelumnya, peraturan PMK Nomor: 54/PKM 03/2009, memperbolehkan untuk


melakukan restitusi atas kelebihan PPN setiap bulan dengan dilakukan pemeriksaan
oleh fiskus terlebih dahulu.

Landasan teori yang di gunakan dalam penelitian ini adalah peraturan dan
undangundang perpajakan yang berlaku saat ini juga rumus perhitungan keuangan
seperti nilai sekarang (time value of money)

Dasar Undang-undang Perpajakan sebagai landasan untuk penulisan adalah:

• Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008.

• Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 54/PKM.03/2009,

• Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72/PMK.03/2010,

• Rumus Perhitungan Nilai Sekarang (Time Value of Money)

Pembahasan
Bicara soal restitusi PPN pasti kita sepakat urusannya bakal sulit. Berbagai peraturan
dan undang-undang telah digelontorkan untuk mempermudah Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dalam melakukan restitusi PPN tapi kendala tetaplah ada.

Terjadinya restitusi PPN dikarenakan PKP kelebihan membayar PPN, dimana angka
PPN Masukan lebih besar setelah dikurangi dengan PPN Keluaran. Ada dua cara untuk
mengatasi kelebihan pembayaran PPN, pertama cara kompensasi, kedua cara restitusi.

22
PKP banyak memilih cara pertama karena jika memilih cara kedua akan mengalami
pemeriksaan, sedangkan memilih cara kesatu PKP tidak langsung mengalami
pemeriksaan pajak pada saat SPT Masa PPN dilaporkan ke pihak otoritas pajak.

Konsekuensi PKP ketika melakukan kompensasi secara terus menerus adalah dari sisi
cashflows karena hal ini akan terjadi dana yang mengendap di Kas Negara, padahal jika
dana itu bernominal signifikan akan sangat dibutuhkan perusahaan (PKP) untuk
digunakan dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Faktor pendapatan bunga pun menjadi
alat ukur yang akan diperbandingkan, jika uang kelebihan pajak tersebut disimpan
dalam bentuk tabungan atau deposito, karena jika tertahan uang kelebihan PPN tersebut
di Kas Negara, PKP tidak mendapatkan penghasilan bunga.

Sehubungan dengan restitusi PPN, ada peraturan yang cukup efektif dan berpihak
dengan dunia bisnis ini yang tertuang dalam PMK Nomor 54/PKM 03/2009, yang
menjelaskan sehubungan dengan PKP yang memenuhi persyaratan tertentu juga
mendapatkan fasilitas khusus berupa pengembalian pendahuluan, dimana kriteria PKP
yang memenuhi persyaratan tertentu meliputi:

A. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

B. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang
menjalankan pembukuan dengan:
1) Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan paling banyak sama dengan batasan peredaran Usaha Wajib
Pajak orang pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan norma perhitungan netto (Rp 4,8 miliar).

2) Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh kurang dari Rp 1.000.000,- atau
jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh paling banyak 0,5% dari jumlah
peredaran usaha sebagaimana dimaksud pada butir 1)

C. Wajib Pajak dengan:

1) Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT tahunan PPh paling banyak
Rp 5.000.000.000,- dan
2) Jumlah lebih bayar menurut SPT tahunan kurang dari Rp 10.000.000,

D. PKP yang telah menyampaikan SPT Tahunan dan SPT masa PPN dengan

23
1) Jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN untuk suatu masa pajak paling
banyak Rp 400.000.000,- dan
2) Jumlah lebih bayar menurut SPT Masa PPN paling banyak Rp 28.000.000,-
Sedangkan Kriteria PKP tertentu yang tertuang dalam Pasal 17C UU KUP
meliputi:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan
Pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
Pajak

c. Laporan Keuangan diaudit Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan


Pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 tahun
berturutturut.
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
Kepada PKP Kriteria Tertentu yang penerapanya dilakukan melalui keputusan Dirjen
Pajak ini diberikan fasilitas khusus berupa pengembalian pendahuluan kelebihan pajak,
namun apabila:

a. Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana


Perpajakan.
b. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak
tertentu 2 (dua) masa pajak berturut-turu.
c. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak
tertentu 3 (tiga) masa pajak dalam 1(satu) tahun kalender.
d. Terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.

Jika PKP Kriteria Tertentu ini di penuhi syaratnya maka fasilitas pengembalian pajak
pendahuluan dapat diberikan. Berbeda dari PKP yang biasa PKP Kriteria Tertentu akan
segera menerima uang restitusi tanpa mengalami pemeriksaan pajak terlebih dahulu
namun PKP kriteria Tertentu tidak bebas dari tindak pemeriksaan oleh DJP dan tetap
akan diperiksa setelah aturan main di atas sudah mendekati ideal walaupun masih
banyak pembatasnya yang membatasi pengembalian uang restitusi tersebut misalnya

24
jumlah yang direstitusi maksimal Rp 20.000.000,- karena pada praktik di lapangan
jumlah restitusi pada SPT masa jumlahnya signifikan bisa mencapai miliaran rupiah.

Tapi aturan di atas diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor


72/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang inti dari PMK ini berbunyi kelebihan
pajak dilakukan pada akhir tahun pajak, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak sebagai
berikut:

1. Perusahaan Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.

2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut
4. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
5. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak.

6. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud


dalam pasal 9 Undang-undang PPN.

Pengusaha Kena Pajak yang disebut di atas dapat mengajukan permintaan


pengembalian kelebihan pajak pada setiap masa pajak yang menyatakan terdapat
kelebihan pembayaran pajak. Tapi secara umum PKP tidak dapat mengambil kelebihan
pajak pertambahan nilainya setiap bulan.

R. Analisa Perhitungan
Rumus:
Jumlah Pajak Lebih Bayar x (1 + r)ⁿ

r = suku bunga
n = lama waktu (dalam bulan)

25
Jumlah Lebih Nilai Future
Bulan (1 + r)ⁿ Bunga
Bayar Value

(1) (2) (3) (4) = (2) x (3) (5) = (4) – (3)

Januari 100,000,000 1.061678 106,167,781 6,167,781


Februari 150,000,000 1.056396 158,459,375 8,459,375
Maret 50,000,000 1.051140 52,557,007 2,557,007
April 40,000,000 1.045911 41,836,423 1,836,423
Mei 50,000,000 1.040707 52,035,352 2,035,352
Juni 100,000,000 1.035529 103,552,940 3,552,940
Juli 50,000,000 1.030378 51,518,875 1,518,875
Agustus 60,000,000 1.025251 61,515,075 1,515,075
September 175,000,000 1.020151 178,526,338 3,526,338
Oktober 150,000,000 1.015075 152,261,269 2,261,269
November 50,000,000 1.010025 50,501,250 501,250
Desember 25,000,000 1.005000 25,125,000 125,000
Total 1,000,000,000 34,056,685

Dari ilustrasi tabel di atas tampak kerugian yang diderita PKP sehubungan dengan
penundaan waktu restitusi yang seharusnya per bulan menjadi per tahun sejumlah
Rp34.056.685 nilai tersebut didapat dari jumlah lebih bayar ilustrasi yang relatif sedang
dengan angka total lebih bayar Rp1.000.000.000 selama kurun waktu setahun, jika
angkanya cukup besar maka kerugian bunga yang diderita PKP otomatis akan besar
pula, belum lagi dana yang tertahan di kas negara dapat diputar untuk aktivitas bisnis
perusahaan.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas


penyerahan barang atau jasa kena pajak didaerah pabean yang dilakukan oleh pabrikan,
penyalur utama atau agen utama, importer, pemegang hak paten atau merek dagang dari
barang atau jasa kena pajak tersebut. Pajak pertambahan nilai (PPN) termasuk jenis
pajak tidak langsung maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pengusaha)
yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen
akhir) tidak menyetorkan langsung yang ia tanggung. Dasar hukum yang mengatur
Pajak Pertambahan Nilai yaitu Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun
2009.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak


pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat
PKP. Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1983 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009
tentang Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah,
menyatakan bahwa tarif yang dikenakan pada jasa yaitu sebesar 10% (sepuluh persen)
dari jumlah tagihan atau dari jumlah yang seharusnya ditagih dan nantinya PPN yang
dipungut tersebut akan disetorkan ke Kas Negara.

B. Saran

Penulis ingin memberikan saran kepada pihak DJP untuk kembali


memberlakukan pengembalian (restitusi) PPN lebih bayar per bulan sesuai dengan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari PKP tersebut. Mengingat
kegiatan bisnis harus didorong sehingga dapat menggerakan roda perekonomian yang
tentunya dengan membuat kebijakan yang peduli dan friendly terhadap dunia usaha,
salah satunya kebijakan restitusi PPN. Penulis juga yakin jika kebijakan DJP
mendukung dunia bisnis pastinya kedepan penerimaan negara dari sektor pajak akan

27
meningkat dikerenakan roda perekomian bergerak dinamis dan meningkat karena
ditunjang oleh kebijakan yang pro pasar.

28
DAFTAR PUSTAKA

Wisanggeni, Irwan., dan Suharli, Michell. (2017). Manajemen Perpajakan Taat Pajak Dengan
Efisien. Jakarta: Mitra Wacana Media.

29

Anda mungkin juga menyukai