Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan
karunia-Nya sehingga atas segala kehendak-Nya, tugas makalah “Taat Pajak dengan Efisien
pada PPN” dapat kami susun dengan baik. Tak lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Kelompok
pada mata kuliah Manajemen Perpajakan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah wawasan dan pengetahuan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi kita semua.
Kami sebagai penyusun tentu menyadari akan banyaknya kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami memohon maaf apabila banyak akan kekurangan tersebut, untuk itu kritik
dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para
pembaca, serta untuk kami sendiri.
Kelompok
i
DAFTAR ISI
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................. 2
N. Taat Pajak Pajak Dapat Efisien dengan Cara Menjaga Kepatuhan pada UU PPN ......... 18
O. Contoh Tabel Ekualiasi PPN antara Buku Besar (Ledger) dengan SPT Masa PPN....... 18
ii
Q. Analisa Peraturan Restisusi yang Di Setahunkan ........................................................... 21
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 27
B. Saran ................................................................................................................................ 27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak mempunyai peranan dan sekaligus merupakan unsur yang penting sebagai
sumber dan bagi anggaran negara, perolehan dana dari pajak merupakan jumlah yang
dominan sebagai sumber penerimaan negara. oleh karena itu, setiap warga negara yang
telah memenuhi kriterial sebagai wajib pajak menurut ketentuan wajib perpajakan
mempunyai kewajiban untuk membayar pajak. Dalam perpajakan telah diatur dalam
Undang-Undang dan peraturan pelaksanaan lainnya yang telah di buat pemerintah.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak tidak langsung
dimana PPN dikenakan oleh PKP/perusahaan, didalam daerah Pabean Republik Indonesia
oleh PKP, semakin besar pajak yang dibayarkan PKP/perusahaan, maka pendapatan
negara semakin banyak, namun sebaiknya bagi Pengusahaan Kena Pajak atau perusahaan
pajak merupakan biaya atau beban yang akan mengurangi laba bersih. Pajak pertambahan
nilai (PPN) termasuk jenis pajak tidak langsung maksudnya pajak tersebut disetor oleh
pihak lain (pengusaha) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung
pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung yang ia tanggung.
Pajak Keluaran adalah barang kena pajak atau jasa kena pajak yang diserahkan
kepada pihak lain selaku pembeli atau penerima jasa merupakan produk (output) dari
kegiatan usaha, sedangkan Pajak masukan adalah barang kena pajak atau jasa kena pajak
yang diperoleh tersebut merupakan masukan (input) untuk kegiatan usaha. Apabila jumlah
Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukkan, Pengusaha Kena Pajak
tesebut wajib menyetorkan selisihnya ke Kas Negara.
1
Sebaliknya apabila ternyata jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada jumlah Pajak
Masukan, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut berhak untuk mempeoleh pengembalian
atau dikompensasikan dengan utang pajak dalam masa pajak berikutnya. Seluruh kegiatan
penghitungan dan penyetoran ini wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak, dalam
hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat kedudukan atau tempat tinggal dan atau
tempat usaha Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Dasar Hukum, Karakteristik, Jenis Mekanisme, Fungsi, dan Dokumen Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)?
2. Bagaimana Kriteria PPN Masukan yang dapat dikreditkan dan Bukan Objek PPN?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja dasar hukum, karateristik, mekanisme, fungsi,
dan dokumen Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2. Mahasiswa dapat memahami bagaimana kriteria yang termasuk PPN Masukan dapat
dikreditkan dan yang bukan objek pajak PPN
3. Mahasiswa dapat memahami cara menghitung, merestitusi, dan pengembalian Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
4. Mahasiswa dapat mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
PPN.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum
• PMK-151/PMK 03/2013
• PER-16/PJ/2014
• KEP-136/PJ/2014
• PENG-4/PJ.02/2015
• PENG-3/PJ.02/2015
B. Karakteristik PPN
Sebagai pajak objektif yang pengenaannya sangat bergantung pada objeknya. Objek
sebagaimana dijelaskan dalam UU PPN (Pasal 4, Pasal 16 C , dan Pasal 16D) :
• Objek Pajak PPN
• Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh
PKP
• Penyerahan Jasa kena pajak didalam Daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
• Pemanfaatan Barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan
didalam daerah pabean.
• Ekspor Barang Kena Pajak oleh PKP
3
C. Mekanisme Pengkreditan PPN
Pengenaan PPN berdasarkan sistem faktur sehingga setiap penyerahan BKP/JKP yang
dilakukan Pengusaha Kena Pajak harus dibuatkan Faktur pajak.
1. Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk suatu masa yang sama.
2. Apabila terdapat Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa
pajak berikutmya, paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak
berikutnya, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.
3. Jika dalam masa pajak belum ada Pajak Keluaran, maka Pajak Masukan tetap dapat
dikreditkan.
4
Berikut ini jenis Mekanisme PPN
• Delivery Order
• Surat Jalan
• Faktur Komersial
• Kuitansi
• Faktur Pajak
Dokumen pendukung transaksi penyerahan BKP/JKP dalam hal impor antara lain:
• Invoice
• Packing List
• Certificate of Origin
• Surat setoran pabean, cukai dan pajak (SSCP) atas pembayaran Bea Masuk, PPN
Impor dan PPh Pasal 22
5
• Bukti Biaya pemasukan barang dipelabuhan
1. Memenuhi ketentuan material yaitu PPN Masukan yang dibayarkan atas perolehan
BKP/JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang meliputi
kegiatan produksi, manajemen, distribusi dan pemasaran. Juga PPN Masukan juga
mesti didukung bukti pengeluaran berupa invoice dan kuitansi pembayaran yang
menyatakan bahwa transaksi sudah dipungut PPN, bukan transaksi diktif.
2. Memenuhi Ketentuan Formal dalam yaitu Pasal 9 ayat 8 UU PPN yang mengatakan
bahwa standar; diisi lengkap dan tidak cacat.
Harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 9 ayat 8 UU PPN yang mengatakan bahwa
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi:
• Perolehan BKP dan JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha.
• Perolehan dan Pemeliharaan kendaraan bermotor seperti sedan, jeep, station
wagon, van dan kombi kecuali merupakan barang yang disewakan.
• Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean
sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
• Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5
• Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajak masukannya ditagih ndengan
penerbitan ketetapan pajak
• Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajak masukannya tidak dilaporkan dalam
surat pemberitahuan masa PPN yang ditemukan pada waktu pemeriksaan.
6
G. Bukan Objek PPN (Negatif List)
1) Barang hasil Pertambangan atas hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, yaitu:
a. Minyak mentah (crude oil)
b. Gas bumi
c. Panas bumi
g. Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil langsung dari
sumbernya.
2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak yaitu:
a. Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam
atau beras ketan putih dalam bentuk:
• Beras Berkulit (Padi atau gabah) selain untuk benih.
• Digiling.
• Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun
tidak.
• Beras pecah.
b) Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kemerahan
ataupun popcorn, dalam bentuk:
• Jagung yang telah dikupas maupun belum/jagung tongkol dan biji
jagung/jagung pipilan.
• Munir/beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran.
7
c) Sagu, dalam bentuk:
• Empulur sagu.
• Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning atau
kedelai hiam daam bentuk pecah atau utuh.
d) Garam baik yang beryodiu, maupun tidak berjodium termasuk:
• Garam meja.
• Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50kg atau lebih, dengan kadar
NaCl 94,7% (dry basis).
3) Makanan dan minuman yang disajikan dihotel, restoran, rumah makan, warung dan
sejenisnya (tidak termasuk makanan dan mi numan yang diserahkan oleh usaha
katering atau usaha jasa boga).
4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
c. jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan fisioterapi;
8
c. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
9
a. jasa tenaga kerja:
b. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.
H. Menghitung PPN
PPN merupakan pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai (value added) barang dan
jasa yang dihasilkan oleh PKP. Dalam pengertian ini, besarnya PPN adalah tarif
dikalikan dengan nilai tambah. Dengan metode atau mekanisme kredit pajak, besarnya
PPN yang kurang atau lebih dibayar atau disetor oleh PKP dihitung dari selisih pajak
(PPN) keluaran dengan pajak (PPN) masukan Rusjid (2004: 150_153).
PPN Keluaran = Tarif (10 %) x Dasar Penggenaan Pajak (Nilai Transaksi Penjualan)
PPN Masukan = Tarif (10 %) x Dasar Pengenaan Pajak (Nilai Transaksi Pembelian)
Total PPN Masukan-PPN Keluaran = Pajak Kurang Bayar atau Lebih Bayar.
Jika PPN Masukan lebih besar dari PPN Keluaran maka lebih bayar.
Jika PPN Masukan lebih kecil dari PPN Keluaran maka kurang bayar.
I. Restitusi PPN
10
atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan
WP tidak punya hutang pajak lain.
1. Untuk PPh, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang;
2. Untuk PPN, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN,
maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak Keluaran setelah
dikurangi Pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut;
3. Untuk PPnBM, jika Pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya
terutang.
• SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lambat 12 (dua belas)
bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan
tertentu ditetapkan lain dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
11
J. Pengembalian Pendahuluan
1. WP dengan kriteria tertentu dapat mengajukan restitusi dan Direktur Jenderal Pajak
dapat menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
3. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu adalah WP yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak dengan syarat:
b. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3
(tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. Untuk SPT
Masa yang terlambat tersebut harus telah disampaikan tidak lewat dari batas
waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;
c. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dan tidak
termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2
(dua) masa pajak terakhir.
d. Tidak pernah dijatuhi hukuman tindak pidana di bidang perpajakan dalam
jangka waktu 10 tahun terakhir.
e. Laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau BPKP dengan:
12
SPT Lebih Bayar tertunda bila terhadap Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan
bukti permulaan. Kemudian Wajib Pajak yang dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak diperluas yaitu:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan
jumlah tertentu;
3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih
bayar sampai dengan jumlah tertentu dan
Wajib Pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit akuntan publik, juga dapat
mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu paling
lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir dengan syarat memenuhi kriteria
pada angka 3 huruf a, b, dan c, d (di atas) ditambah dengan syarat:
▪ Apabila dalam 2 (dua) tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan
pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak
lebih dari 10% (sepuluh persen).
▪ Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib
Pajak yang memenuhi kiteria tertentu setiap bulan Januari dan berlaku untuk
jangka waktu 2 (dua) tahun.
▪ Wajib Pajak yang penghitungan jumlah peredaran usahanya mudah diketahui
karena berkaitan dengan pengenaan cukai sepanjang memenuhi persyaratan WP
kriteria tertentu, dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran PPN. 7. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
13
Pajak diterbitkan paling lambat 3 (tiga) bulan untuk PPh dan 1 (satu) bulan untuk
PPN, sejak permohonan diterima lengkap.
Sejak bulan Juli 2015 Dirjen Pajak memberikan sertifikat elekronik kepada PKP yang
akan digunakan untuk memperoleh layananan perpajakan secara elektronik oleh DJP.
Definisi E-Faktur, yaitu faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik
yang ditentukan dan atau disediakan oleh Dirjen Pajak.
3. Jenis barang atau jasa kuantitas barang jika diketahui. O jumlah harga jual dan
potongan harga.
4. PPN yang dipungut dan PPn BM yang dipungut.
6. Nama dan tanda tangan elektronik yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
▪ Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui Website yang ditentukan atau
disediakan oleh DJP.
▪ Penggunaan Aplikasi atau Sistem Elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan
oleh DJP untuk pembuatan E-Faktur.
▪ Pengajuan sertifikat elektronik dapat dilakukan oleh PKP mulai 1 Januari 2015
melalui KPP tempat PKP dikukuhkan.
Pembatalan E-Faktur
14
▪ Didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi
pembatalan transaksi, berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain.
▪ PKP penjual yang melakukan pembatalan Faktur Pajak harus memiliki bukti dari
PKP pembeli yang menyatakan bahwa transaksi dibatalkan.
▪ Melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan disediakan DJP.
Tetap melaporkan E-Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN dengan
mencantumkan nilai NOL pada kolom DPP, PPN atau PPn BM.
Melakukan pembetulan SPT masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan dengan cara
tetap melaporkan E-Faktur yang dibatalkan tersebut dan mencantumkan nilai NOL.
pada kolom DPP, PPN atau PPn BM.
E-Faktur Pengganti
Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan sehingga tidak
memuat keterangan lengkap, jelas dan benar (Pasal 6 Dalam PER 16/PL/2014) akan
dibuatkan faktur pajak pengganti melalui aplikasi atau sistem elektronik yang
ditentukan oleh DJP.
Berdasarkan Pasal 8 ayat 2 dan 3 pada PER 16/PJ/2014. Mengajukan permintaan data
e-faktur ke DJP (KPP setempat) dengan menyampaikan surat permintaan data efaktur.
Terbatas pada data e-faktur yang telah di unggah ke DJP dan telah memperolah
persetujuan.
▪ Dalam hal keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tak dapat membuat Faktur
Pajak berbentuk kertas (hard copy). Keadaan tertentu yang dimaksud disini adalah
peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab
lainnya diluar kuasa PKP, yang ditetapkan Dirjen Pajak.
15
▪ E-faktur berbentuk elektronik sehingga tidak diwajibkan untuk dicetak dalam
bentuk kertas baik oleh pihak penjual dan atau pihak pembeli, e-faktur dipersilahkan
dicetak sesuai dengan kebutuhan.
▪ E-Faktur Elektronik ditandatangani secara elektronik sehingga diisyaratkan untuk
tidak ditandatangani secara basah oleh pejabat dan pegawai yang ditunjuk oleh PKP.
▪ E-Faktur menggunakan mata uang rupiah.
L. Nota Retur
Nota Retur adalah Nota yang dibuat oleh penerima BKP karena adanya pengembalian
atas BKP yang telah dibeli/diterimanya. Dengan adanya Nota Retur tersebut maka PKP
penjual dapat mengurangkan PPN dan PPNBM (PK) atas penyerahan BKP yang
dikembalikan, sedangkan bagi PKP pembeli harus mengurangkan PPN dan PPNBM?
(PM) yang telah dikreditkan atau biaya, dan harta. Nota Retur diterbitkan dan
dilaporkan baik oleh PKP penjual maupun PKP pembeli pada Masa Pajak terjadinya
pengembalian BKP tersebut.
1. Nomor urut;
keterangan di atas maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur, sehingga tidak
dapat mengurangi Pajak Keluaran bagi penjual atau Pajak Masukan atau blaya, dan
harta bagi pembeli. Dalam hal pengembalian BKP terjadi masih dalam Masa Pajak yang
sama dengan terjadinya penyerahan BKP tersebut, tidak perlu dibuatkan Nota Retur,
16
melainkan dapat dilakukan dengan pembatalan atau perbaikan Faktur Pajak atas
penyerahan BKP tersebut.
Dalam hal terjadi kelebihan bayar PKP perlu menimbang-nimbang apakah akan
melakukan kompensasi atau melakukan restitusi. Pertimbangan utama dalam
menentukan pilihan tersebut melakukan kalkulasi biaya pemeriksaan dan opportunit
cost dari dana yang tertanam di negara.
Semakin besar PPN yang lebih bayar tersebut, maka sebaliknya permohonan
restitusi dilakukan maka semakin besar lebih bayar dalam SPT masa PPN, maka
akan semakin besar opportunity cost yang hilang jika tidak direstitusi.
Kondisi keuangan perusahaan ini juga ikut menentukan perlu tidaknya melakukan
restitusi PPN. Jika perusahaan cukup banyak cashflow, maka kebutuhan restitusi
juga akan menurun. Restitusi PPN merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan
cash inflow dari pada harus memperoleh dengan pinjaman/kredit ke Bank.
17
Ada atau tidaknya personil yang akan menangani pemeriksaan secara langsung.
Jika diprediksi bahwa kelebihan PPN tersebut dapat dikompensasikan dengan Pajak
Keluaran yang akan terhutang di masa yang akan datang, maka sebaiknya perlu
dimintakan restitusinya.
Atas dasar hal tersebut kebijakan mengenai pembelian dan penjualan beserta
pembayarannya menjadi penting agar tidak terjadi kelebihan pembayaran atau
kekurangan bayar yang besar.
Namun bagi Wajib Pajak yang melakukan penyerahan ekspor BKP atau JKP restusi
PPN tak dapat dihindarkan.
N. Taat Pajak Pajak Dapat Efisien dengan Cara Menjaga Kepatuhan pada UU PPN
Hal-hal yang selalu perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan pajak yaitu:
▪ Memastikan sistem pengarsipan atau penyimpanan dokumen PPN yang rapih dan
terdokumentasi untuk dapat menghadapi pemeriksaan.
▪ Ekualisasi harus dapat menjelaskan keterkaitan perbedaan antara penjualan yang
dilaporkan pada SPT PPh Badan dengan Penjualan yang dilaporkan pada SPT Masa
PPN.
O. Contoh Tabel Ekualiasi PPN antara Buku Besar (Ledger) dengan SPT Masa PPN
Buku Besar (Ledger) Untuk
Dilaporkan ke SPT Tahunan SPT MASA PPN
Masa
PPh Badan Selisish
2013
PPN PPN Peredaran
Penjualan
Keluaran Keluaran Bruto
18
Januari -
1.000 100 100 1.000
Februari -
2.000 200 200 2.000
Maret -
5.000 500 500 5.000
April -
4.000 400 400 4.000
Mei -
2.000 200 200 2.000
Juni -
1.000 100 100 1.000
Juli -
5.000 500 500 5.000
Agustus -
5.000 500 500 5.000
September -
4.000 400 400 4.000
Oktober -
2.000 200 200 2.000
November -
4.000 400 400 4.000
Desember 100
5.000 500 400 4.000
Jumlah 100
40.000 3.200 3.900 39.000
19
Tanggung Jawab Renteng
Ketentuan tanggung jawab renteng terdapat dalam UU PPN Nomor 42 Pasal 16 F yang
mengatakan:
"Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara
renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukan bukti bahwa pajak
telah dibayar."
▪ Sanksi Perpajakan untuk satu objek pajak PPN dikenakan lebih dari satu kali,
dimana penjual dan pembeli sama-sama dikenakan. Ini tak sesuai dengan karakter
legal dari PPN yang bersifat non kumulatif dan tidak menimbulkan pajak berganda.
▪ Sesuai dengan karakteristik PPN sebagai pajak tidak langsung senantiasa menjaga
sifat netralitas, maka tanggung jawab pemungutan pajak (serta penyetoran dan
pelaporan) dalam hal ini berada di tangan penjual yang melakukan penyerahan
BKP/JKP. Sungguh tak elok bila kekeliruan yang terjadi di bebankan kepada
pembeli, padahal pihak pembeli sudah melaksanakan kewajiban perlunasan harga
BKP/JKP sesuai kesepakatan yang telah dicapai kedua belah pihak.
Atas dasar kondisi ini maka pihak perusahaan sebagai pembeli perlu melakukan
tindakan antisipasi dengan memastikan.
▪ Jangan pernah ada satupun faktur penjualan (commercial invoice) yang diterbitkan
perusahaan tanpa disertai faktur pajak, dan sesuai dengan program efaktur (ada kode
barcode di faktur pajak).
▪ Setiap transaksi penjualan harus ada kontrak penjualan dan Purchase Order (PO)
sehingga sengketa tentang syarat penjualan (harga pajak, termin pembayaran dan
lain-lain) bida dihindari dikemudian hari.
▪ Perlu kita perhatikan pesyaratan formal Faktur Pajak yang dapat dikreditkan agar
tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Cross-cek dan cermati dengan teliti
Faktur Pajak.
20
▪ Berkaitan dengan batas waktu tiga bulan atas pengkreditan Faktur Pajak
Masukan, maka semakin lebih baik bagi perusahaan karena perusahaan sudah
Sudah menjadi rahasia umun jika hendak melakukan restitusi akan mengalami
kesulitan dan rumit pula, hal ini dikarenakan DJP harus memeriksa kebenaran dari
angka yang dimunculkan PKP sehubungan dengan angka kelebihan pajaknya. Alasan
lain karena restitusi berdampak terjadinya pengurangan pendapatan negara dari sektor
pajak Senada dengan uraian di atas, sektor perpajakan merupakan hal yang sangat
mempengaruhi secara signifikan terhadap penerimaan negara seperti yang dikatakan
Menteri Keuangan.
Proses pengurusan yang memakan waktu lama juga membuat PKP menjadi enggan
jikalau terjadi SPM masa PPN lebih bayar. Karena DJP akan melakukan pemeriksaan
21
dan melakukan sehati-hati mungkin untuk melihat kebenaran dari SPT masa PPN lebih
bayar tersebut.
Atas dasar tersebut pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/
PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang inti dari PMK ini berbunyi kelebihan
pajak dilakukan pada akhir tahun pajak, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang
memiliki kriteria tertentu dapat langsung melakukan restitusi kelebihan pembayaran
pajak.
Penelitian ini bertujuan mengukur dampak kerugian dari sisi keuangan (cash flow) atas
PPN yang direstitusikan selama setahun yang didasari Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 72/PMK.03/2010.
Landasan teori yang di gunakan dalam penelitian ini adalah peraturan dan
undangundang perpajakan yang berlaku saat ini juga rumus perhitungan keuangan
seperti nilai sekarang (time value of money)
• Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008.
Pembahasan
Bicara soal restitusi PPN pasti kita sepakat urusannya bakal sulit. Berbagai peraturan
dan undang-undang telah digelontorkan untuk mempermudah Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dalam melakukan restitusi PPN tapi kendala tetaplah ada.
Terjadinya restitusi PPN dikarenakan PKP kelebihan membayar PPN, dimana angka
PPN Masukan lebih besar setelah dikurangi dengan PPN Keluaran. Ada dua cara untuk
mengatasi kelebihan pembayaran PPN, pertama cara kompensasi, kedua cara restitusi.
22
PKP banyak memilih cara pertama karena jika memilih cara kedua akan mengalami
pemeriksaan, sedangkan memilih cara kesatu PKP tidak langsung mengalami
pemeriksaan pajak pada saat SPT Masa PPN dilaporkan ke pihak otoritas pajak.
Konsekuensi PKP ketika melakukan kompensasi secara terus menerus adalah dari sisi
cashflows karena hal ini akan terjadi dana yang mengendap di Kas Negara, padahal jika
dana itu bernominal signifikan akan sangat dibutuhkan perusahaan (PKP) untuk
digunakan dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Faktor pendapatan bunga pun menjadi
alat ukur yang akan diperbandingkan, jika uang kelebihan pajak tersebut disimpan
dalam bentuk tabungan atau deposito, karena jika tertahan uang kelebihan PPN tersebut
di Kas Negara, PKP tidak mendapatkan penghasilan bunga.
Sehubungan dengan restitusi PPN, ada peraturan yang cukup efektif dan berpihak
dengan dunia bisnis ini yang tertuang dalam PMK Nomor 54/PKM 03/2009, yang
menjelaskan sehubungan dengan PKP yang memenuhi persyaratan tertentu juga
mendapatkan fasilitas khusus berupa pengembalian pendahuluan, dimana kriteria PKP
yang memenuhi persyaratan tertentu meliputi:
A. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
B. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang
menjalankan pembukuan dengan:
1) Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan paling banyak sama dengan batasan peredaran Usaha Wajib
Pajak orang pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan norma perhitungan netto (Rp 4,8 miliar).
2) Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh kurang dari Rp 1.000.000,- atau
jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh paling banyak 0,5% dari jumlah
peredaran usaha sebagaimana dimaksud pada butir 1)
1) Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT tahunan PPh paling banyak
Rp 5.000.000.000,- dan
2) Jumlah lebih bayar menurut SPT tahunan kurang dari Rp 10.000.000,
D. PKP yang telah menyampaikan SPT Tahunan dan SPT masa PPN dengan
23
1) Jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN untuk suatu masa pajak paling
banyak Rp 400.000.000,- dan
2) Jumlah lebih bayar menurut SPT Masa PPN paling banyak Rp 28.000.000,-
Sedangkan Kriteria PKP tertentu yang tertuang dalam Pasal 17C UU KUP
meliputi:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan
Pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
Pajak
Jika PKP Kriteria Tertentu ini di penuhi syaratnya maka fasilitas pengembalian pajak
pendahuluan dapat diberikan. Berbeda dari PKP yang biasa PKP Kriteria Tertentu akan
segera menerima uang restitusi tanpa mengalami pemeriksaan pajak terlebih dahulu
namun PKP kriteria Tertentu tidak bebas dari tindak pemeriksaan oleh DJP dan tetap
akan diperiksa setelah aturan main di atas sudah mendekati ideal walaupun masih
banyak pembatasnya yang membatasi pengembalian uang restitusi tersebut misalnya
24
jumlah yang direstitusi maksimal Rp 20.000.000,- karena pada praktik di lapangan
jumlah restitusi pada SPT masa jumlahnya signifikan bisa mencapai miliaran rupiah.
1. Perusahaan Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.
2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut
4. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
5. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak.
R. Analisa Perhitungan
Rumus:
Jumlah Pajak Lebih Bayar x (1 + r)ⁿ
r = suku bunga
n = lama waktu (dalam bulan)
25
Jumlah Lebih Nilai Future
Bulan (1 + r)ⁿ Bunga
Bayar Value
Dari ilustrasi tabel di atas tampak kerugian yang diderita PKP sehubungan dengan
penundaan waktu restitusi yang seharusnya per bulan menjadi per tahun sejumlah
Rp34.056.685 nilai tersebut didapat dari jumlah lebih bayar ilustrasi yang relatif sedang
dengan angka total lebih bayar Rp1.000.000.000 selama kurun waktu setahun, jika
angkanya cukup besar maka kerugian bunga yang diderita PKP otomatis akan besar
pula, belum lagi dana yang tertahan di kas negara dapat diputar untuk aktivitas bisnis
perusahaan.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
27
meningkat dikerenakan roda perekomian bergerak dinamis dan meningkat karena
ditunjang oleh kebijakan yang pro pasar.
28
DAFTAR PUSTAKA
Wisanggeni, Irwan., dan Suharli, Michell. (2017). Manajemen Perpajakan Taat Pajak Dengan
Efisien. Jakarta: Mitra Wacana Media.
29