Anda di halaman 1dari 5

1.

Komponen diri manusia

Istilah materi dalam konsepsi manusia bagi sebagian pemikir disepadankan dengan kata
"jasad", dan kata "roh" disepadankan dengan makna 'jiwa'. Berkenaan dengan hal ini, al-
Farabi, Al-Ghazali, dan Ibn Rusyd menyatakan bahwa hakikat manusia terdiri dari dua
komponen tersebut, yaitu jasad dan ruh. Pendapat ketiga tokoh tersebut, diberikan penjelasan
oleh Muhaimin dan Abdul Mujib, yang disederhanakan melalui tabel berikut ini:

Konsepsi manusia Al-Farabi Al-Ghazali Ibn Rusyd


Komponen jasad Komponen ini Dapat bergerak, Komponen materi
berasal dari alam Memiliki rasa,
yang mempunyai Berwatak gelap dan
bentuk, rupa, kasar, dan tidak
kualitas, kadar, berbeda dengan
gerakan dan terdiri benda lain
atas organ
Komponen ruh Berasal dari alam Jiwa atau ruh dapat Kesempurnaan awal
(jiwa) perintah berpikir, meningat, bagi jasad alami
(alam khaliq) yang mengetahui, dan yang organik.
mempunyai sebagainya. Unsur Kesempurnaan awal
sifat berbeda dengan ini merupakan unsur ini karena jiwa dapat
jasad manusia, Hal rohani sebagai dibedakan dengan
ini karena jiwa penggerak jasad kesempurnaan lain
merupakan ruh dari untuk melakukan yang merupakan
perintah Tuhan kerjanya pelengkap dirinya
walaupun tidak
menyamai zat-Nya

2. Jiwa manusia

Menurut Mujib dan Mudzakir, jiwa manusia berasal dari dua substansi yang saling
bertolak belakang yaitu substansi jasmani yang diwakili oleh jasad dan substansi ruhani yang
diwakili oleh ruh. Hasil penggabungan kedua substansi tersebutlah yang menghasilkan jiwa.
Jiwa terdiri dari kalbu, akal, dan nafsu. Konsep Jiwa yang ditawarkan lebih menekankan
keutamaan peranan kalbu sebagai pusat dari dinamika jiwa manusia.
A. Kalbu

Kalbu (al-qalb) merupakan materi organik yang memiliki system kognisi, yang
berdaya emosi. Al-Ghazali membagi kalbu menjadi dua aspek yaitu kalbu jasmani dan kalbu
ruhani. Kalbu jasmani adalah jantung dan kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat halus,
rabbani dan ruhani yang berhubungan dengan kalbu jasmani. Bagian ini merupakan esensi
manusia. Al-Ghazali menyatakan bahwa kalbu memiliki insting yang disebut dengan al-nur
al-ilahy (cahaya ketuhanan) dan al-bashirah al-bathinah (mata batin) yang memancarkan
keimanan dan keyakinan.

Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol, dan pengendali struktur jiwa yang
lain. Apabila kalbu berfungsi secara normal maka kehidupan manusia akan menjadi lebih
baik dan sesuai dengan fitrah aslinya, sebab kalbu ini memiliki natur ilahiyah dan rabbaniyah.
Natur ilahiyah merupakan natur supra-sadar yang dipancarkan langsung dari Tuhan. Dengan
natur ini maka manusia tidak sekedar mengenal lingkungan fisik dan sosialnya, melainkan
juga mampu mengenal lingkungan spiritual, ketuhanan dan keagamaan. Oleh karena inilai
maka kalbu disebut juga fitrah ilahiyah atau fitrah rabbaniyahnuraniyah. Fungsi kalbu dalam
Alqur’an adalah sebagai berikut:

1) Dari sudut fungsinya, kalbu memiliki 1) fungsi emosi yang menimbulkan daya
rasa; 2) fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta; dan 3) fungsi konasi yang
menimbulkan daya karsa.

2) Dari sudut kondisinya, kalbu memiliki kondisi 1) baik, yaitu kalbu yang hidup (al-
hayy), sehat (salim), dan mendapatkan kebahagiaan (al-sa’adah); 2) buruk, yaitu
kalbu yang mati (al-mayt) dan mendapatkan kesengsaraan (al-saqawah); dan 3) antara
baik dan buruk, yaitu kalbu yang hidup tetapi berpenyakit (mardh)

B. Akal

Secara epistimologi, akal berarti al-imsak (menahan), al-ribath (ikatan), al-hajr


(menahan), al-bahy (melarang), dan man’u (mencegah). Berdasarkan makna bahasa ini maka
yang disebut orang yang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa
nafsunya. Mujid dan Mudzakir berpendapat kedudukan akal terletak di otak yang memiliki
cahaya nurani, dipersiapkan dan dipersiapkan memperoleh pengetahuan (al-ma’rifat) dan
kognisi (al-mudrikat). Akal diartikan sebagai energi yang mampu memperoleh, menyimpan
dan mengeluarkan pengetahuan.
Al-Qur’an surat al-Hajj ayat 46 disebutkan bahwa manusia berakal dengan kalbu.
Berdasarkan ayat ini pada mufassir (penafsir) berbeda pendapat, sebagian berpendapat bahwa
kalbulah yang berakal, dan sebagian berpendapat otaklah yang berakal. Lebih lanjut menurut
Mujid dan Mudzakir akal bukanlah kalbu, ia adalah substansi nafsani tersendiri yang
berkedudukan di otak, yang berfungsi untuk berpikir. Akal mampu mencapai pengetahuan
tetapi tidak mampu mencapai pengetahuan supra-rasional. Akal mampu menangkap hal-hal
abstrak tetapi belum mampu merasakan hakikatnya. Akal mampu mengantarkan manusia ke
tingkat kesadaran namun belum mampu menghantarkannya ke tingkat supra sadar.

C. Nafsu

Nafsu daya nafsani yang memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan alghadhabiyah dan
al-syahwaniyah. Al-ghadhab adalah suatu daya yang berpotensi untuk menghindari diri dari
segala yang membahayakan. AlSyahwat adalah suatu daya yang berpotensi untuk
menginduksi diri dari segala yang menyenangkan.

Prinsip kerja nafsu mengikuti prinsip kenikmatan (pleasure principle) dan berusaha
mengumbar hasrat-hasratnya. Prinsip kerja nafsu hampir sama dengan prinsip kerja jiwa
binatang, baik binatang buas maupun binatang jinak. Binatang buas memiliki dorongan
agresi, sedangkan hewan jinak memiliki dorongan seksual.

3. Perjalanan Hidup Manusia

1. Alam Arwah/roh
Pertama, Allah mengambil perjanjian dan kesaksian dari calon manusia, yaitu ruh-ruh
manusia yang berada di alam arwah. Allah mengambil sumpah kepada mereka
sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”  (QS. Al A’raf: 172).
2. Alam Rahim
Allah Swt. berfirman: “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan
(dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari
tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami
jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki
sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi,
kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan” (QS. Al-
Hajj : 5)
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seseorang dari kalian dikumpulkan
penciptaannya di perut ibunya 40 hari nutfah, kemudian ‘alaqoh selama hari yang
sama, kemudian mudghoh selama hari yang sama. Kemudian diutus baginya malaikat
untuk meniupkan ruh dan ditetapkan 4 kalimat; ketetapan rizki, ajal, amal, dan
sengsara atau bahagia.” (HR Bukhari dan Muslim)
3. Alam Dunia
Di dunia ini manusia dan jin menerima taklif (tugas), atau ibadah, dari Allah. Dan
ketika melaksanakan taklifnya di dunia, seseorang terbatas pada 4 dimensi yaitu
pertama dimensi tempat, yaitu bumi sebagai tempat peribadatan; dimensi waktu, yaitu
usia sebagai kesempatan atau tujuan untuk beribadah; dimensi potensi diri sebagai
modal ibadah; dan ukuran pedoman hidup yang menjadi dasar rahmat, yaitu ajaran
Islam.Manusia akan menemui ajalnya dan hanya Allah yang tahu kapan kita akan
mati dan itu tidak bisa ditunda atau didekatkan. Kematian pasti datang. Tetapi kita
tidak tahu kapan, di mana, atau bagaimana kita akan menghadapi kematian.
Kematian tetap menjadi misteri bagi kita (QS 35 – Faathir : 11, QS 31 – Luqman : 34,
QS 4 – An Nisaa’ : 78, QS 10 – Yunus : 49)
4. Alam Barzah
Alam barzah ini digambarkan sebagai suatu kehidupan baru yang merupakan dinding
pemisah antara alam dunia dan alam akhirat. (QS 23 – Al Mu’minuun : 99-100)
5. Alam Akhirat
Sebelum kehidupan di akhirat, ada peristiwa Penghakiman Terakhir di mana seorang
malaikat meniup terompet untuk membangunkan orang mati yang tidur di dalam
kubur, diikuti oleh satu tangisan atau satu teriakan. Semua orang bangun dan bergegas
ke hutan belantara, menjelaskan iman mereka, perbuatan baik dan buruk yang telah
mereka lakukan di dunia. Semua orang yang dibangkitkan dikumpulkan di padang
gurun. Pada saat ini, ada yang sengsara dan ada yang bahagia.. (QS 36 – Yaasiin : 51-
54, QS 11 – Huud : 103-105)
Mereka yang mengingkari adanya hari Kebangkitan saat berada di alam dan bertemu
dengan Allah pada Hari Kebangkitan akan menyesal dan dihukum karena dosa-dosa
mereka.. (QS 6 – Al An’aam : 30-31

Referensi:

Mujib, A & Mudzakir, J. 2002, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Abdul Mujib, Muhaimin. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Tri Genda Karya.

Al Qur’an dan Hadist

Anda mungkin juga menyukai