Anda di halaman 1dari 19

UTS

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

KAJIAN TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN DI


LABORATORIUM KIMIA

Oleh :

Ni Putu Ayu Werdhianty NIM 2113081030

Program Studi Kimia


Jurusan Kimia
Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Ganesha
2022
PENDAHULUAN
Laboratorium adalah suatu ruangan atau kamar tempat melakukan kegiatan
praktek atau penelitian yang ditunjang oleh adanya seperangkat alat-alat serta
adanya infrastruktur laboratorium yang lengkap dengan adanya fasilitas air, listrik,
gas dan sebagainya (Sekarwinahyu, 2010). Kata Laboratorium berasal dari bahasa
Latin yang berarti “tempat bekerja”. Ketika sains dan teknologi berkembang pesat
dan menjadi salah satu mata pelajaran penting dalam kurikulum di banyak sekolah
di Eropa, termasuk negeri Belanda, banyak pendidik/pengajar sains merasa perlu
mengadakan ruang tempat siswa melakukan kegiatan yang berkaitan dengan sains.
Sains dikatakan sebagai suatu ilmu empiris, yaitu ilmu yang didasari atas
pengamatan dan eksperimentasi (percobaan).
Fungsi laboratorium secara garis besar adalah untuk meningkatkan
keterampilan dan keahlian dari para peneliti dalam menggunakan peralatan yang
tersedia di dalam laboratorium, menjadi sarana belajar bagi para peserta didik untuk
mampu mengerti dan memahami seluruh ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak
sehingga menjadi bersifat konkrit dan nyata. Tentunya semua berkat penelitian yang
dilakukan di dalam laboratorium, menjadi penyeimbang antara praktik dengan teori
karena laboratorium menjadi tempat untuk menguji sebuah teori sehingga mampu
menunjang pelajaran teori yang telah ada dan meningkatkan berbagai aktivitas yang
berpusat pada pengembangan keterampilan proses. Baik proses dalam ranah kognitif,
afektif, psikomotorik, dan pembentukan sikap ilmiah. Berdasarkan fungsinya tersebut
laboratorium memiliki jenis-jenis laboratorium seperti laboratorium pendidikan,
laboratorium penelitian, laboratorium pengendalian proses, laboratorium
pengembangan produk, dan laboratorium pelayanan jasa.
Berdasarkan jenisnya laboratorium kimia adalah suatu tempat atau ruangan
yang yang digunakan untuk melakukan percobaan, pengamatan dari reaksi bahan
kimia. Laboratorium kimia ini biasanya ada di beberapa tempat seperti sekolah,
kampus dan industri. Keadaan di dalam ruangn laboratorium ini juga harus bersih.
Terdapat beberapa rak bahan kimia dan alat-alat laboratorium kimia yang
digunakan untuk melakukan praktikum atau percobaan.
Penggunaan bahan kimia di laboratorium kimia merupakan kegiatan utama
yang terlaksana di laboratorium ini. Bahan kimia tentunya memiliki sifat beracun
dan jika penggunaannya sembarangan menyebabkan adanya gangguan Kesehatan
dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Pencegahan hal tersebut perlu
diterapkan melalui pengetahuan pengelola laboratorium, sehingga dalam pelaksaan
kegiatan tersebut bisa dikendalikan dan tidak menyebabkan kerugian yang tidak
diinginkan.
Berdasarkan pengetahuan tentang pengelolaan laboratorium kimia, baik
mengenai sifat dan karakteristik bahan kimia maupun gejala dan tanda keracunan
maka aspek kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan dapat dicegah dan
dihindari dan dapat dilakukan upaya penyelamatan yang efektif melalui pelatihan
dan membuat SOP (Standar Operasional Prosedur) yang tepat di laboratorium. Pada
kajian ini akan dibahas aspek toksikologi lingkungan di laboratorium kimia baik itu
pada laboratorium pendidikan maupun laboratorium pengujian.

Laboratorium Kimia sebagai Sumber Pencemar


Penggunaan bahan-bahan kimia di dunia telah berkembang pesat. Sebagian
besar bahan-bahan kimia tersebut merupakan bahan berbahaya. Data menunjukkan
hampir 11 juta jenis bahan kimia telah diidentifikasi pada tahun 1995, baik yang
terdapat di alam maupun yang dibuat oleh manusia, dan hampir setiap tahun 1.000
jenis bahan kimia baru masuk ke perdagangan. Bahan kimia yang telah digunakan
dan diperdagangkan secara umum sekitar 63.000 jenis, 50.000 jenis diantaranya
digunakan sehari-hari, 1.500 jenis merupakan bahan aktif pestisida, sekitar 4.000
jenis sebagai bahan aktif obat-obatan, dan 2.500 jenis digunakan sebagai bahan
tambahan makanan. Dari sekian banyak bahan kimia tersebut, baru beberapa ratus
jenis saja yang telah dievaluasi dampaknya tehadap kesehatan dan lingkungan.
Perdagangan bahan kimia dunia pada tahun 1991 mencapai nilai 1,2 M US$, 40%
berkaitan dengan petrokimia. Pemakaian bahan kimia di Indonesia (1991) sekitar
0,46% dari nilai perdagangan dunia. Salah satu pemakai bahan kimia adalah
laboratorium kimia (Enri Damanhuri,2008 dalam Lasia, dkk, 2010).
Laboratorium kimia merupakan salah satu penghasil limbah cair, padat
maupun gas. Kuantitas dan frekuensi limbah pada tingkat sekolah masih termasuk
kecil, sedangkan pada beberapa perguruan tinggi dan laboratorium kimia pengujian
termasuk kuantitas dan frekuensi limbah yang besar. Kandungan bahan pencemar
termasuk bervariasi dan bahkan ada yang mengandung bahan buangan berbahaya.
Limbah padat di laboratorium kimia relatif kecil, biasanya berupa endapan atau
kertas saring terpakai, sehingga masih dapat diatasi. Demikian pula limbah yang
berupa gas umumnya dalam jumlah kecil, sehingga relatif masih aman untuk
dibuang langsung di udara. Tetapi berbeda dengan limbah cair, umumnya
laboratorium berlokasi di sekitar kawasan hunian, sehingga akumulasi limbah cair
yang meresap ke dalam air tanah dapat membahayakan lingkungan sekitar.
Adapun indikasi pencemaran air yaitu dapat diketahui baik secara visual
maupun pengujian (Widjajanti, 2009). Indikasi pencemaran air yang dapat diamati
maupun diuji meliputi :
1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) air normal yang
memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai
6.5 – 7.5. Air limbah laboratorium yang belum terolah dan memiliki pH diluar
nilai pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggu kehidupan
organisme didalamnya. Hal ini akan semakin parah jika daya dukung lingkungan
rendah serta langsung meresap ke dalam air tanah. Limbah dengan pH asam/
rendah bersifat korosif terhadap logam.
2. Perubahan warna, bau dan rasa air normal dan air bersih tidak akan berwarna,
sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal
tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau
pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang
bau dapat berasal dari limbag atau dari hasil degradasi oleh mikroba. Mikroba
yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah
menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut endapan, koloid dan bahan
terlarut berasal dari adanya limbah yang berbentuk padat. Limbah yang
berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendap didasar sungai, dan
yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangi bahan-bahan
organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegradasi melalui
reaksi biokimia, namun dapat diukur menjadi uji COD.

Adapun komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan
padat, bahan buangan organik dan bahan buangan anorganik. Limbah anorganik
adalah limbah yang tidak dapat diuraikan oleh organisme detrivor atau diuraikan
tetapi dalam jangka waktu yang lama. Bahan yang diuraikan berasal dari sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaruhi, seperti mineral, minyak bumi dan berasal
dari proses industri, seperti botol, plastik, dan kaleng. Limbah organik dapat
dimanfaatkan baik secara langsung (contohnya untuk makanan ternak) maupun
secara tidak langsung melalui proses daur ulang (contohnya pengomposan dan
biogas). Limbah anorganik yang dapat di daur ulang, antara lain adalah plastik,
logam, dan kaca. Namun, limbah yang dapat didaur ulang tersebut harus diolah
terlebih dahulu dengan cara sanitary landfill, pembakaran (incineration), atau
penghancuran (pulverisation).

Bahan Pencemar Laboratorium Kimia


Bahan pencemar di laboratorium kimia terbesar tentunya penggunaan bahan
kimia. Bahan kimia berbahaya yang dipergunakan di laboratorium, pada saat
pertama kali kemasan dibuka sesungguhnya sudah menghasilkan limbah yang
dapat menjadi ancaman potensi penurunan kesehatan manusia ataupun degradasi
lingkungan. Dalam gambar 1 dapat diterangkan bagaimana limbah tersebut
terbentuk.

Gambar 1. Proses terbentuknya limbah berbahaya


(Sumber : EPA-223-B-00-001)
Gambar 1 menunjukkan setiap substansi yang berhubungan dengan laboratorium
apabila dipergunakan sebagai bahan baku reaksi kimia pasti menghasilkan limbah,
seberapa banyak jumlah dari limbah tersebut yang merupakan potensi bahaya dapat
dihitung berdasarkan laju buangan limbah dalam 1 (satu) bulan dengan satuan
kilogram. Apabila mengacu kepada United States Environtmental Protection
Agency (EPA) jumlah buangan limbah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok,
yaitu:
1. Laboratorium yang memproduksi limbah jumlah kecil (conditionally
exempt small quantity generator, CESQG);
2. Jumlah timbulan limbah lebih kecil dari 100 Kg per bulan Laboratorium
yang memproduksi limbah jumlah sedang (small quantity generator, SQG);
3. Jumlah timbulan limbah antara 100 dan 1000 Kg per bulan Laboratorium
yang memproduksi limbah jumlah besar (large quantity generator, LQG);
Jenis limbah di laboratorium kimia hasil praktikum dan hasil analisis kimia
terdiri dari : Limbah cair yang diperoleh dari sisa hasil uji analisis, sisa hasil
praktikum, bahan kimia kadaluarsa bentuk cair, tumpahan bahan kimia, sedangkan
Limbah padat diperoleh dari cuplikan contoh uji, bahan kimia kadaluarsa bentuk
padat, bahan kimia rusak kemasan.
Pada laboratorium pendidikan bahan pencemar (limbah) yang diperoleh
selain dari kegitan praktikum. Bahan pencemar yang dihasilkan bisa dari limbah
bahan-bahan yang kadaluarsa (expired). Bahan kedaluarsa dan rusak kemasan
diatur dalam PP No 101 Tahun 2014 pasal 31 ayat 2, bahan kimia kadaluarsa dan
rusak kemasan merupakan salah satu jenis limbah. Limbah jenis inilah yang sering
terjadi dan lebih berbahaya sehingga membutuhkan perhatian. Jika limbah ini tidak
dikelola dengan cepat, maka akan menyebabkan terbentuknya limbah-limbah yang
lain. Limbah jenis ini terjadi karena tidak terkendalinya sistem pengelolaan bahan
kimia sejak dari awal perencanaan, pembelian, sampai dengan pengaturan dan
penempatannya di gudang penyimpanan. Oleh karena itu penanganan limbah jenis
ini perlu dilakukan pengelolaan bahan kimia secara tepat.

Karakteristik Bahan Pencemar Laboratorium Kimia


Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran di sebut polutan.
Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan
kerugian terhadap makluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar
0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033%
dapat memberikan efek merusak (Sumampow, 2015). Suatu zat dapat disebut
polutan apabila: jumlahnya melebihi jumlah normal, berada pada waktu yang tidak
tepat, berada di tempat yang tidak tepat. Suatu zat / bahan dikatakan memiliki sifat
polutan yaitu jika merusak untuk sementara, tetapi bila telah bereaksi dengan zat
lingkungan tidak merusak lagi, merusak dalam waktu lama. Contohnya Pb tidak
merusak bila konsentrasinya rendah. Akan tetapi dalam jangka waktu yang lama,
Pb dapat terakumulasi dalam tubuh sampai tingkat yang merusak. Karakteristik
pencemar dibedakan menjadi 3 jenis yaitu berdasarkan tempat terjadinya pencemar,
jenis bahan pencemar, dan tingkat pencemaran. Pada tempat terjadinya pencemar
dibagi menjadi 3 yaitu pencemaran udara, air, dan tanah. Pada pencemaran jenis
bahan pencemar dibagi menjadi 4 yaitu pencemar bahan kimia (kimiawi), pencemar
bahan biologi, pencemaran fisik, dan pencemaran suara. Terakhir pencemaran
berdasarkan tingkat pencemaran dibagi menjadi 3 yaitu pencemaran ringan, yaitu
pencemaran yang dimulai menimbulkan gangguan ekosistem lain. Contohnya
pencemaran gas kendaraan bermotor, pencemaran kronis, yaitu pencemaran yang
mengakibatkan penyakit kronis. Contohnya pencemaran Minamata, Jepang, dan
pencemaran akut, yaitu pencemaran yang dapat mematikan seketika. Contohnya
pencemaran gas CO dari knalpot yang mematikan orang di dalam mobil tertutup,
dan pencemaran radioaktif.
Karakteristik limbah (bahan pencemar) dapat berupa limbah gas, limbah
debu, limbah cair maupun limbah padat. Karakteristik limbah yang dihasilkan di
laboratorium kimia meliputi keempat karakteristik tersebut. Untuk karakteristik gas
merupakan hasil uap dari bahan-bahan kimia yang direaksikan atau bahan kimia
dengan tingkat volatilitas tinggi ketika dibuka menghasilkan gas yang menguap ke
udara. Karakteristik limbah padat di laboratorium kimia bisa berupa sisa residu
padatan, penggunaan kertas saring, tisu, logam, plastik, sisa sampel padat, dan
sebagainya. Untuk karakteristik limbah cair merupakan limbah yang memiliki
tingkat resiko yang paling berbahaya diantara jenis limbah lainnya. Limbah cair
bisa berupa sisa cairan bahan kimia, beberapa sisa bahan padatan yang dilarutkan
menjadi cair, pelarut organik, dan pereaksi (reagent) kimia yang sudah tidak
terpakai.
Tingkat bahaya keracunan atau pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah
diantara berbagai jenis limbah tersebut ada yang bersifat beracun dan berbahaya
dan dikenal sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Menurut
Peraturan Pemerintah RI Pasal 1 No 101 Tahun 2014 tentang Pengolahan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun, Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya
disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat,
konsentrasu dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, Kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lain.
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan karakteristik tertentu
yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap
lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya (Larastika, 2011).
Cara untuk menentukan limbah termasuk B3 atau tidak, maka pertama kali harus
diketahui jenis dan karakteristik limbah. Untuk menentukan limbah kedalam
kategori limbah berbahaya atau tidak dengan jalan melihat sifat-sifat limbah
berbahaya (UIUC Chemical Waste Management Guide, 2006) yaitu:
a. Mudah terbakar (flammable)

1) Cairan yang memiliki titik nyala < 60oC;


2) Bukan cairan yang dalam kondisi normal dapat terbakar sendiri;
3) Gas yang mudah terbakar;
4) Bahan kimia yang mudah teroksidasi (oxidizer).
b. Korosif (Corrosive)
1) Larutan yang memiliki pH ≤ 2 atau ≥ 12.5;
2) Larutan yang dapat menjadi penyebab korosi besi dengan laju ≥ 1⁄4 inch per
tahun pada suhu 55°C
c. Reaktif (Reactive)
1) Dalam kondisi normal tidak stabil dan dapat berubah setiap saat tanpa ada
pemicu;
2) Cepat bereaksi dengan air;
3) Dapat meledak apabila bercampur dengan air;
4) Apabila bercampur dengan air menghasilkan gas beracun, uap yang dalam
jumlah tertentu dapat menjadi ancaman kesehatan manusia dan lingkungan;
5) Dapat membentuk sianida atau sulfida pada pH 2 – 12.5 dapat membentuk
gas beracun, uap yang dalam jumlah tertentu dapat menjadi ancaman
kesehatan manusia dan lingkungan;
6) Dapat menjadi bahan peledak apabila direaksikan dengan bahan kimia
tertentu.
d. Beracun (Toxic)
1) Apabila tutup kemasan rusak, bahan ini dapat memberikan uap beracun
dengan paparan sekitar tempat penyimpanannya;
2) Bahan ini dapat mengganggu sistem metabolisme saluran darah didalam
tubuh manusia sehingga keterpaan dalam selang waktu tertentu (nilai
ambang batas) mengakibatkan kematian.

Toksisitas Bahan Pencemar Laboratorium Kimia


Toksikologi merupakan suatu zat/obat dapat bertindak sebagai zat toxic.
Toksistas yang ditimbulkan juga berbeda-beda, dipengaruhi oleh beberapa factor
antara lain dosis, rute pemberian, interaksiobat, temperatur, musim, serta factor
endogen (umur,berat badan, jenis kelaamin, serta kesehatan, hewan. Interaksi obat
mempunyai 3 macam tipe, yaitu dapat bersifat agonis, poteniasi, dan antagonis
(Wahyuni dan Syamsir, 2020). Toksisitas adalah suatu keadaan yang menandakan
adanya efek toksik/racun yang terdapat pada bahan obat sebagai sediaan dosis
tunggal atau campuran. Uji toksisitas terdiri atas 2 jenis yaitu : uji toksisitas umum
(akut, subakut/subkronis, kronis) dan uji toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik
dan karsinogenik) (Sjabana, 2006 dalam Tsamaratur, 2013). Uji toksisitas akut
merupakan pemberian sediaan yang diberikan dengan dosis tunggal satu kali
pemberian pada hewan percobaan yang diamati selama 24 jam atau selama 7-14
hari.
Paparan bahan kimia berbahaya dan beracun dengan salah satu resiko yang
sulit diprediksi dan paling berbahaya yang dihadapi pegawai di dalam laboratorium
adalah kadar racun berbagai bahan kimia. Di laboratorium kimia, tidak ada satu zat
pun yang sepenuhnya aman. Semua bahan kimia menghasilkan efek beracun jika
zat tersebut dalam jumlah yang cukup tersentuh oleh sistem hidup. Banyak bahan
kimia memiliki lebih dari satu jenis kandungan racun. Pada tabel 1 terdapat kelas
umum bahan beracun di laboratorium kimia.
Tabel 1. Kelas Umum Bahan Beracun
Bahan Contoh Efek
beracun
Racun akut Hidrogen sianida Menyebabkan dampak berbahaya pada paparan
Nitrogen dioksida pertama

Iritan Silil halide Menyebabkan efek radang sementara


Hydrogen
selenide

Zat korosif Klorin Menghancurkan jaringan hidup dengan aksi bahan


Asam nirat kimia di lokasi kontak.

Allergen dan Diazometana Menghasilkan reaksi merugikan oleh system


pemeka kekebalan, mempengaruhi orang secara berbeda
tergantung kepekaan mereka.

Asfiksian Karbon dioksida Mengganggu pengiriman posokan oksigen yang


Metana memadai ke organ tubuh yang vital.

Neurotoksin Merkuri Mengakibatkan efek merugikan pada struktur atau


Karbon desulfide fungsi syaraf pusat atau peripheral, bisa permanen
atau sementara

Toksin Arsenic Menyebabkan kerusakan kromosom atau efek


reproduktif teratogen di fetus dan menyebabkan efek merugikan
pada berbagai aspek reproduksi, termasuk
kesuburan, kehamilan, produksi ASI dan kinerja
reproduksi umum lainya

Toksin Pelarut organic Bereaksi selama kehamilan dan menyebabkan efek


pengembang (toluena) merugikan pada fetus

Bahan Beracun Hidrokarbon Mempengaruhi system selain neurologis dan


berkhlor reproduktif

Karsinogenik Benzena, Menyebabkan kanker setelah terpapar berulang kali


klorometil atau dalam durasi lama, efek mungkin terlihat
metal ether nyata setelah masa inkubasi yang lama.

Sumber : Moran and Msciangioli, 2010


Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Jono dan Sulman (2016) tentang
perhitungan timbulan limbah. Limbah cair yang dihasilkan dari limbah kimia yang
dihasilkan sebesar 11,7 Kg setiap bulan yang dibuang ke saluran pembuangan
limbah. Alpiana dan Diah (2018) melakukan identifikasi bahan kimia B3 pada
laboratorium Pendidikan pada kegiatan praktikum dan penelitian di Universitas
Muhammadiyah Mataram. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut yang
dilakukan di laboratorium kimia di tiga fakultas yang berbeda. Ketiga fakultas
tersebut yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Ilmu Kesehatan, dan Fakultas Teknik.
Dari ketiga fakultas tersebut limbah B3 yang dihasilkan rata-rata 7 jenis limbah di
laboratorium kimia.
Limbah cair laboratorium yang dihasilkan berasal dari sisa bahan kimia
yang digunakan dalam praktikum dan dari pencucian alat-alat yang digunakan. Sisa
bahan kimia di buang langsung melalui saluran air yang sama dengan yang
digunakan untuk mencuci alat laboratorium yang digunakan. Limbah tersebut
dalam jangka panjang dapat terakumulasi dan merusak kondisi lingkungan
sekitarnya. Sehingga diperlukan suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
untuk mengantisipasi agar limbah yang di buang ke lingkungan sudah memenuhi
baku mutu air Limbah sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun
2014.
Secara umum penggunaan bahan kimia yang sering digunakan di
laboratorium kimia yaitu Ammonia (NH3), Asam Sulfat (H2SO4), Asam Klorida
(HCl), Formaldehid, NaOH (Natrium Hidroksida), KMnO4 (Kalium Permanganat)
dan Kloroform. Jika diklasifikasikan bahan-bahan tersebut memiliki sifat yang
berbeda-beda berdasarkan MSDSnya. Adapun klasifikasinya terdapat pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Bahaya Bahan Kimia Berdasarkan MSDS
No Sumber Jenis Bahaya Toksisitas berdasarkan
Bahan berdasarkan MSDS MSDS
Kimia
Pencemar
1 Ammonia • Korosif pada • Toksisitas pada organ
(NH3) logam, Kategori 1, sasaran spesifik - paparan
H290 tunggal, Kategori 3, Sistem
• Korosi kulit, pernapasan,
Kategori 1B, H314 • Toksisitas akuatik akut,
Kategori 1

2 Asam Sulfat • Dapat korosif Toksisitas oral akut LD50


terhadap logam. Tikus: 2.140 mg/kg (ECHA)
(H2SO4)
• Menyebabkan kulit
Keracunan untuk ikan Tes
terbakar yang statik LC50 Lepomis
parah dan macrochirus (Ikan bluegill
kerusakan mata sunfish): > 16 - < 28 mg/l; 96 h
• Setelah menghirup (ECHA)
uap: gejala iritasi
pada saluran
pernapasan.
• Setelah tertelan:
kerusakan oral,
oesophageal, dan
membran mukosa
lambung. Perforasi
pada oesophagus
seringkali terjadi.
Peredaran darah
mengalami kolaps
bisa terjadi setelah
1-2 jam.

3 Asam • Menyebabkan • Oral Rat LD50: 240 mg/kg


Klorida gangguan pada (estimate)
kulit • Oral Rabbit LD50: 900
(HCl)
• Menyebabkan mg/kg Inhalation Rat LC50:
gangguan mata 3124 mg/L 1 H
berat • LC50 Western mosquitofish
• Bersifat Korosif (Gambusia affinis): 282
mg/L 96 H

4 Formaldehid • Bersifat Korosif Toksisitas oral akut LD50:


dan beracun 212,77 mg/kg
• Dapat meyebabkan
Toksisitas inhalasi akut
kanker. Perkiraan toksisitas akut: 6,55
• Toksik bila mg/l; 4 h ; uap
tertelan, terkena
kulit atau bila Toksisitas kulit akut Perkiraan
terhirup. toksisitas akut : 638,47 mg/kg
• Menyebabkan kulit
Toksisitas pada organ sasaran
terbakar yang spesifik - paparan tunggal
parah dan Organ-organ sasaran: Mata
kerusakan mata. Campuran dapat menyebabkan
• Dapat kerusakan pada organ. Organ-
menyebabkan organ sasaran: Sistem
reaksi alergi pada pernapasan Campuran dapat
kulit. Dapat menyebabkan gangguan alat
menyebabkan pernapasan.
iritasi pada saluran
pernafasan. Diduga
menyebabkan
kerusakan genetik.
• Menyebabkan
kerusakan pada
organ (Mata).

5 NaOH • Dapat korosif Toksisitas inhalasi akut Tanda-


terhadap logam. tanda: terbakar pada membran
(Natrium
• Menyebabkan kulit mukosa, Batuk, Napas
Hidroksida) tersengal, Kerusakan yang
terbakar yang mungkin :, kerusakan saluran
parah dan pernapasan
kerusakan mata.
Keracunan untuk ikan LC50
Gambusia affinis: 125 mg/l;
96 h

6 Klorofom • Berbahaya jika Toksisitas akut Perkiraan


tertelan. toksisitas akut Oral - 917,17
mg/kg (Metode kalkulasi)
• Menyebabkan
iritasi kulit. LD50 Oral - Tikus - jantan -
• Menyebabkan 908 mg/kg (Chloroform)
iritasi mata yang (Pedoman Tes OECD 401)
serius. Toksik jika
terhirup. Perkiraan toksisitas akut
Penghirupan - 4 h - 3,13 mg/l –
• Dapat
uap (Metode kalkulasi)
menyebabkan
mengantuk dan Perkiraan toksisitas akut
pusing. Diduga Penghirupan - Keputusan ahli -
menyebabkan 4 h - 3,1 mg/l - uap
kanker.
• Diduga dapat
merusak janin.
• Menyebabkan
kerusakan pada
organ (Hati,
Ginjal) melalui
paparan yang lama
atau berulang jika
tertelan.

7 Kalium • Dapat Toksisitas oral akut LD50


mengintensifkan Tikus: 750 mg/kg (RTECS)
Permanganat
api; pengoksidasi. Tanda-tanda: Bila termakan,
(KMnO4) luka bakar hebat di mulut dan
• Berbahaya jika kerongkongan, disamping juga
tertelan. bahaya berlubangnya
• Menyebabkan kulit esophagus dan perut., Mual,
terbakar yang Muntah
parah dan
kerusakan mata. Toksisitas inhalasi akut Tanda-
tanda: iritasi mukosa, Batuk,
• Sangat toksik pada Napas tersengal, Menghirup
kehidupan perairan zat bisa menyebabkan
dengan efek jangka pembentukan oedema pada
panjang saluran pernapasan

Iritasi kulit Kelinci Hasil:


Korosif Pedoman Tes OECD
404 Luka bakar setelah terkena
paparan yang terlalu lama.

Tindakan K3 untuk Mencegah Kecelakaan/Dampak


Terbentuknya budaya Keselamatan dan Kemananan bergantung
pemahaman bahwa kesejahteraan dan Keamanan tiap orang tergantung pada kerja
sama tim dan tanggung jawab masing-masing anggota. Budaya keselamatan dan
keamanan harus dimiliki setiap orang, tidak hanya harapan dari luar yang didorong
oleh peraturan Lembaga (Suharto, 2013). Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
memerlukan perhatian khusus, karena Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi
secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas. Oleh karena itu K3 sudah seharusnya melekat pada pelaksanaan
praktikum dan penelitian di laboratorium sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
kecelakaan dengan cara membina dan mengembangkan kesadaran (attitudes) akan
pentingnya K3 di laboratorium (Yuliyanto dan Pertiwi, 2017).
Adapun beberapa hal yang dilakukan demi menunjang Keselamatan,
Keamanan, dan Kesehatan Kerja di Laboratorium Kimia yaitu sebagai berikut :
1. Membuat SOP (Standar Operasional Prosedur) Laboratorium Kimia
Di dalam SOP (Standar Operasional Prosedur) lengkap dicantumkan hal-hal
yang harus diperhatikan ketika kita kerja di laboratorium. SOP (Standar
Operasional Prosedur) di Laboratorium Kimia biasanya meliputi : aturan
keselamatan kerja (intruksi kerja di laboratorium dengan atau tidak
menggunakan peralatan tertentu), bagaimana penggunaan bahan-bahan kimia,
etika ketika bekerja di laboratorium, hal-hal yang dilarang di laboratorium, dan
hal-hal yang berkaitan dengan penanganan limbah.
2. Menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) di Laboratorium
Ketika bekerja di laboratorium harus mentaati etika berpakaian di
laboratorium. Pakaian yang dikenakan di laboratorium berbeda dengan pakaian
yang digunakan sehari hari. Pakaian di laboratorium hendaklah mengikuti
aturan sebagai berikut : dilarang memakai perhiasan yang dapat rusak oleh
bahan kimia, sepatu yang terbuka, sepatu licin, atau berhak tinggi, wanita dan
pria yang memiliki rambut panjang harus diikat, rambut panjang yang tidak
terikat dapat menyebabkan kecelakaan. karena dapat tersangkut pada alat yang
berputar, dan memakai jas laboratorium, sarung tangan, masker dan pelindung
yang lain dengan baik.
3. Memperhatikan ketika Bekerja dengan Bahan Kimia
Pada saat bekerja dengan bahan kimia maka diperlukan perhatian dan
kecermatan dalam penanganannya. Adapun hal umum yang harus diperhatikan
adalah menghindari kontak langsung dengan bahan kimia, menghindari
menghirup langsung uap bahan kimia, dilarang mencicipi atau mencium bahan
kimia kecuali ada perintah khusus (cukup dengan mengkibaskan kearah
hidung), dan bahan kimia dapat bereaksi langsung dg kulit menimbulkan iritasi
(pedih dan gatal).
4. Pemindahan Bahan Kimia (Cair, Padat, Gas)
Ketika bekerja pada proses pemindahan bahan sebaiknya kita membaca label
atau MSDS bahan-bahan kimia tersebut tentang sifat dan penanganan yang
baik dalam pengggunaan bahan-bahan tersebut.
5. Memperhatikan SOP (Standar Operasional Prosedur) atau Intruksi Kerja
Sebelum memulai bekerja di laboratorium harus selalu membiasakan untuk
membaca SOP atau intruksi kerja yang ada di laboratorium.
6. Pembuangan Limbah Limbah bahan kimia secara umum meracuni lingkungan,
oleh karena itu perlu penanganan khusus; Limbah bahan kimia tidak boleh
dibuang langsung ke lingkungan; Buang pada tempat yang disediakan; Limbah
organik dibuang pada tempat terpisah agar bisa didaur ulang; Limbah padat
(kertas saring, korek api, endapan) dibuang ditempat khusus; Limbah yang
tidak berbahaya (Misal: detergen) boleh langsung dibuang dengan pengenceran
air yang cukup banyak; Buang segera limbah bahan kimia setelah pengamatan
selesai; Limbah cair yang tidak larut dlm air dan beracun dikumpulkan pada
botol dan diberi label yang jelas.
7. Terkena Bahan Kimia Kecelakaan kerja bisa saja terjadi meskipun telah
bekerja dengan hati hati. Bila hal itu terjadi maka perhatikan hal-hal sebagai
berikut : Jangan panik, mintalah bantuan rekan anda yg ada didekat anda, oleh
karenanya dilarang bekerja sendirian di laboratorium, bersihkan bagian yang
mengalami kontak langsung dg bahan tersegut, bila memungkinkan bilas
sampai bersih.
8. Bila kena kulit, jangan digaruk, supaya tidak merata, bawa keluar ruangan
korban supaya banyak menghirup oksigen, bila mengkawatirkan kesehatannya
segera hubungi paramedik secepatnya.
9. Terjadi Kebakaran Kebakaran bisa saja terjadi di laboratorium, karena di
dalamnya banyak tersimpan bahan yang mudah terbakar. Bila terjadi
kebakaran maka: Jangan Panik; Segera bunyikan alarm tanda bahaya;
Identifikasi bahan yang terbakar (kelas A;B atau C), padamkan dengan kelas
pemadam yang sesuai (Contoh kebakaran kelas B bensin, minyak tanah dll
tidak boleh disiram dengan air); Hindari menghirup asap secara langsung,
gunakan masker atau tutup hidung dengan sapu tangan; Tutup pintu untuk
menghambat api membesar dengan cepat; Cari Bantuan Pemadam Kebakaran,
oleh karenanya No Telepon Pemadam Kebakaran harus ada di laboratorium;
10. Kombinasi Bahan yang harus dihindari Kombinasi bahan dibawah ini
berpotensi terjadi kecelakaan kerja, oleh karenanya harus dihindari yaitu :
Natrium atau Kalium dengan air, Amonium nitrat, serbuk seng dan air, Kalium
nitrat dengan natrium asetat, Nitrat dengan ester, Peroksida dengan
magnesium, seng atau aluminium, benzena atau alkohol dengan api.
11. Gas Berbahaya Ada beberapa gas yang berbahaya keberadaanya di
laboratorium. Gas gas tersebut adalah :
a. Bersifat Iritasi gas HCl, HF, nitrat dan nitrit, klorin,sulfur dioksida (cermati
baunya yang nyegrak).
b. Karbon monoksida sangat mematikan, semua reaksi yang menghasilkan
gas tersebut dihindari, karena tidak berwarna, dan tidak berbau
c. Hidrogen sianida berbau seperti almond Hidrogen sulfida dikenali dari
baunya Hidrogen selenida (H2Se) gas yang sangat beracun.

KESIMPULAN
Kegiatan di laboratorium kimia dapat menghasilkan berbagai jenis bahan
pencemar seperti limbah cair. Akumulasi limbah cair dalam tanah atau pembuangan
dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air. Berdasarkan kajian toksikologi
lingkungan di laboratorium kimia, dapat disimpulkan bahwa banyak factor yang
harus diperhatikan pada saat bekerja di laboratorium kimia, selain itu menjadi suatu
hal yang sangat penting untuk menerapkan K3 di laboratorium kimia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Barrow, C. (2006). Environmental management for sustainable development.
Routledge.
2. Environmental Management Guide For Small Laboratories, EPA 233-B-00-001,
dalam LS&EM V7, No.5
3. Larastika, Widya. 2011. Studi Awal Karakterisasi dan Pengolahan Limbah
Bahan Berbaha dan Beracun (B3) di Universitas Indonesia (Studi Kasus:
Beberapa Laboratorium di FT, FMIPA, FK, dan FKG). [Skripsi]. Jakarta :
Universitas Indonesia
4. Lasia, I. K., Wiratini, N. M., & Budiada, I. K. (2012, December).
MEMBANGUN CITRA LABORATORIUM KIMIA RAMAH
LINGKUNGAN. In Prosiding Seminar Nasional MIPA.
5. Malayadi, Fiar. 2017. Karakteristik Dan Sistem Pencemaran Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun Laboratorium Universitas Hasanuddin Makasar.
Makasar : Universitas Hasanuddin
6. Merck. Material Safety Data Sheet Asam Sulfat MSDS. Available from: URL :
https://www.merckmillipore.com/Web-AT-Site/de_DE/-/EUR/ShowDocument-
File?ProductSKU=MDA_CHEM-
117048&DocumentType=MSD&DocumentId=117048_SDS_ID_ID.PDF&Doc
umentUID=942175&Language=ID&Country=ID&Origin=null
7. MilliporeSigma. Material Safety Data Sheet Chloroform MSDS. Available from:
URL : https://t.ly/rpaj
8. Moran, L. dan Masciangioli, T., 2010, Keselamatan dan Keamanan Laboratorium
Kimia, The National Academies Press, Washington, DC., 2010
9. Pertiwi, F. C., & Yuliyanto, E. (2017). Analisis Pengetahuan Konsep (K3)
Laboratorium Kimia Di MAN 2 Kota Semarang. In PROSIDING SEMINAR
NASIONAL & INTERNASIONAL.
10. Rahmawati, D., & Alpiana, A. (2018). IDENTIFIKASI LIMBAH KIMIA
LABORATORIUM KAMPUS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MATARAM. Jurnal Ulul Albab, 22(1).
11. Sekarwinahyu, M. (2010). Manajemen Laboratorium. Tanggerang Selatan:
Universitas Terbuka repository.
12. Smartlab. Material Safety Data Sheet Hydrochloric Acid MSDS. Available from
URL:http://smartlab.co.id/assets/pdf/MSDS_HYDROCHLORIC_ACID_0.5_N
_in_Demin_(INDO)_.pdf
13. Smartlab. Material Safety Data Sheet Formaldehide MSDS. Available from
URL:
http://smartlab.co.id/assets/pdf/MSDS_FORMALDEHYDE_SOLUTION.pdf
14. Smartlab. Material Safety Data Sheet Potassium Permanganate MSDS. Available
from
URL:http://smartlab.co.id/assets/pdf/MSDS_LITMUS_(POTASSIUM_PERM
ANGANATE)_(INDO).pdf
15. Smartlab. Material Safety Data Sheet Sodium Hydroxide MSDS. Available from
URL:http://smartlab.co.id/assets/pdf/MSDS_SODIUM_HYDROXIDE_PELLE
TS_(INDO).pdf
16. Smartlab. Material Safety Data Sheet Ammonia MSDS. Available from URL :
http://smartlab.co.id/assets/pdf/MSDS_AMMONIA_SOLUTION_(INDO).pdf
17. SUHARTO, F. R. (2013). BEKERJA DENGAN BAHAN KIMIA MELALUI
MANAJEMEN BAHAN KIMIA DAN MANAJEMEN KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA (K3) DI LABORATORIUM KIMIA. JURNAL
INFO KESEHATAN, 11(2), 441 - 451. Tersedia pada URL:
http://jurnal.poltekeskupang.ac.id/index.php/infokes/article/view/29
18. Sulman, L., & Irawan, J. (2016). Pengelolaan Limbah Kimia di Laboratorium
Kimia PMIPA FKIP UNRAM. Jurnal Pijar MIPA, 11(2).
19. Sumampouw, OJ. (2015). Diktat Pencemaran Lingkungan. Diakses tanggal 14
April 2022 tersedia pada URL : https://t.ly/ps6Z
20. Sunarto. TT. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
LABORATORIUM KIMIA. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta
21. TSAMARATUR, R. (2013). KARAKTERISASI DAN UJI TOKSISITAS AKUT
EKSTRAK ETANOL BUAH KARAMUNTING (Rhodomyrtus tomentosa (Ait.)
Hassk.) TERHADAPMENCIT PUTIH JANTAN (Doctoral dissertation,
Universitas Andalas).
22. Undang-undang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta:
Kementerian Lingkungan Hidup.
23. Undang-undang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014
Tentang Baku Mutu Air Limbah. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.
24. Wahyuni dan Syamsir. 2020. Modul Praktikum Toksikologi Lingkungan.
Samarinda: Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
25. Widjajanti, E. (2009). Penanganan limbah laboratorium kimia. Yogyakarta:
FMIPA UNY.

Anda mungkin juga menyukai