Anda di halaman 1dari 10

Vol. 5 No.

1 Juni 2020
p-ISSN 2528-0201
e-ISSN 2528-3278
website : jurnal.umj.ac.id/index.php/ftan/index
e-mail : jurnal@pertanian-umj.ac.id

DINAMIKA POLA PEMASARAN KOPI PADA WILAYAH SENTRA


PRODUKSI UTAMA DI INDONESIA

Nia Rosiana

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,


Jl. Kamper Wing 4 Level 5, Dramaga, Bogor. Indonesia 16680

*E-mail: niarosiana@gmail.com

Diterima: 21/01/2020 Direvisi: 13/02/2020 Disetujui: 08/04/2020

ABSTRAK

Adanya market power dalam saluran pemasaran kopi diduga berpengaruh terhadap pola
pemasaran kopi disetiap wilayah sentra produksi kopi utama. Adapun tujuan penelitian
ini yaitu 1) menganalisis dinamika pola pemasaran kopi di lima sentra produksi kopi
Indonesia dan 2) implikasi kebijakan yang dapat dilakukan dalam pengembangan pasar
kopi guna meningkatkan ekonomi petani. Metode analisis yang digunakan yaitu deskriptif
kualitatif yang didasarkan pada hasil survey lapang dan desk study di lima sentra produksi
utama kopi Indonesia (Prov. Sumatera Selatan, Prov. Lampung, Prov. Sumatera Utara,
Prov. Aceh, dan Prov. Jawa Timur). Hasil menunjukkan bahwa petani kopi di lima sentra
produksi utama Indonesia menjual kopi dalam bentuk kopi asalan yang secara umum
menjual ke pedagang pengumpul. Adanya kemudahan cash economy dan tidak ada
perlakuan khusus untuk kopi yang dijual menjadi alasan utama petani menjual ke
lembaga pemasaran tersebut. Perlunya penguatan kelembagaan (kemitraan) pada sistem
pemasaran dalam upaya mengatasi keterbatasan informasi dan penentuan harga jual.
Selain itu, perlunya pendampingan petani yang diarahkan pada proses sertifikasi yang
berkelanjutan baik dari sisi produksi maupun ekonomi diantaranya peningkatan mutu
greenbean dan kopi bubuk.

Kata kunci: Lembaga pemasaran, market power, pemasaran

ABSTRACT

Market power influenced the coffee marketing channel in several major coffee production
centers. The objectives of this study are 1) analyzing coffee marketing patterns in five
Indonesian coffee production centers and 2) policy implications that can be carried out in
developing the coffee market to improve the farmers' economy. The results showed that
coffee farmers in Indonesia's main production centers sell coffee in the form of raw coffee
that is sold to collectors/traders. The existence of a cash economic solution and no
special treatment to the coffee sold is the main reason farmers sell to these marketing
institutions. The institutional strengthening treatment (partnership) in the marketing
system in an effort to overcome the limitations of information and the strengthening of
selling prices. In addition, the need for farmer’s assistance directed at the certification
process that is supported both in terms of production and economy through improving the
quality of greenbeans and ground coffee.

Keywords : Marketing, marketing agency, market power

Artikel dipublikasi oleh Jurnal Agrosains dan Teknologi © 2020. Artikel ini berlisensi di bawah naungan
Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
Jurnal Agrosains dan Teknologi Volume 5 Nomor 1 Juni 2020 p-ISSN 2528-0201
website : jurnal.umj.ac.id/index.php/ftan e-ISSN 2528-3278

PENDAHULUAN dengan jenis robusta dan arabika dapat


ditanam di hampir seluruh wilayah di
Kopi merupakan komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data Dirjenbun
yang memerlukan sistem pemasaran (2017) hanya Provinsi Sumatera Selatan
bertahap hingga mencapai perdagangan yang memproduksi satu jenis kopi yaitu
internasional (Novita et al 2012). Di kopi robusta. Wilayah lainnya seperti
pasar internasional, kualitas serta Provinsi Lampung, Provinsi Sumatera
kontinuitas produksi dapat Utara, Provinsi Aceh, dan Provinsi Jawa
meningkatkan daya saing suatu negara Timur dapat ditanam dengan dua jenis
(Rosiana et al 2018). Selain itu, kopi tersebut. Provinsi Lampung
persaingan produksi dan kualitas merupakan sentra kopi robusta terbesar
merupakan upaya untuk memenuhi di Indonesia sedangkan Provinsi Aceh
permintaan konsumen baik domestik merupakan sentra kopi arabika terbesar
maupun luar negeri (Rosiana et al di Indonesia. Persentase produksi kopi
2017b). Tahun 2018, produksi kopi berdasarkan jenis kopi di lima sentra
Indonesia mencapai 713 921 ton (BPS produksi utama Indonesia dapat dilihat
2019). Produksi tersebut tersebar pada Tabel 2.
diseluruh wilayah Indonesia dengan
ketinggian minimum 300 m dibawah Tabel 2. Persentase produksi kopi
permukaan laut (BPPT Kementan 2008). berdasarkan jenis kopi di
Lima sentra produksi utama kopi lima sentra produksi utama
Indonesia diantaranya berada di Provinsi Indonesia
Sumatera Selatan, Provinsi Lampung, Persentase Produksi
Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Aceh, No Provinsi (%)
dan Provinsi Jawa Timur (Tabel 1). Robusta Arabika
Sentra produksi terbesar berada Provinsi 1 Sumatera 100.00 0.00
di Sumatera Selatan dengan tingkat Selatan
produksi mencapai 184 168 ton atau 2 Lampung 99.90 1.00
25.80 persen dari total produksi 3 Sumatera 18.72 81.28
Indonesia. Utara
4 Aceh 8.35 91.65
Tabel 1. Produksi kopi di lima sentra 5 Jawa 83.36 16.64
produksi utama di Indonesia Timur
tahun 2018 (Ton) Sumber : Dirjenbun (2017)
Pangsa
Produksi
No Provinsi Produksi Kopi yang diproduksi dari berbagai
(Ton)
(%) wilayah di Indonesia merupakan upaya
1 Sumatera 184 168 25.80 dalam memenuhi kebutuhan pasar dalam
Selatan negeri dan internasional. Pemenuhan
2 Lampung 106 746 14.95 pasokan atau produksi kopi dalam negeri
3 Sumatera 67 179 9.41 dapat dilakukan melalui analisis pada
Utara setiap anggota rantai pasok yang
4 Aceh 64 812 9.08 membentuk jaringan rantai pasok
5 Jawa 63 760 8.93 (Rosiana et al 2017a). Dalam hal ini
Timur keterlibatan dan peran para pelaku
Sumber : BPS (2019) pemasaran sangat penting mulai dari
produsen, perantara, pengolah, hingga
Karakteristik kopi Indonesia yang eksportir. Dalam saluran pemasaran,
ditanam di berbagai wilayah Indonesia terdapat perbedaan marjin dalam setiap
memiliki aroma dan cita rasa yang khas. lembaga pemasaran. Hal ini ditunjukkan
Hal ini yang menjadi keunggulan dari oleh adanya disparitas harga dalam
setiap wilayah. Secara umum, kopi rantai pemasaran. Rantai pemasaran

2
Rosiana.. 2020. Dinamika Pola Pemasaran Kopi pada Wilayah Sentra Produksi Utama di Indonesia . Jurnal
Agrosains dan Teknologi, Vol. 5 (1) h. 1-10

yang panjang serta adanya market power pemasaran kopi di lima sentra produksi
yang dimiliki oleh pedagang perantara kopi Indonesia dan 2) implikasi
menjadi penyebab besarnya disparitas kebijakan yang dapat dilakukan dalam
harga dalam rantai pemasaran pengembangan pasar kopi guna
(Juliaviani et al 2017). Pemasaran yang meningkatkan ekonomi petani.
efisien terjadi saat tidak melibatkan
banyak pihak meskipun total marjin METODE
pemasaran yang diterima lebih rendah
dari saluran pemasaran lainnya namun Metode analisis yang digunakan
keuntungan petani lebih besar dari dalam tulisan ini yaitu deskriptif
saluran lainnya (Ridhawardani et al kualitatif yang didasarkan pada hasil
2017). Menurut Cristovao (2015) bahwa survey lapang dan desk study di lima
pedagang besar sangat dominan dan sentra produksi utama kopi (Prov.
mempengaruhi penentuan harga kopi Sumatera Selatan, Prov. Lampung, Prov.
karena jaringan kerjasama antar lembaga Sumatera Utara, Prov. Aceh, dan Prov.
pemasaran yang belum berjalan dengan Jawa Timur). Peneliti menggunakan data
baik dan kelompok tani yang belum yang diperoleh dari berbagai sumber
berfungsi dengan baik. Pada kondisi diantaranya Badan Pusat Statistik,
tersebut, petani cenderung sebagai price Direktorat Jenderal Perkebunan
taker sehingga bargaining position Kementerian Pertanian, jurnal-jurnal,
petani lemah dalam penentuan harga. serta berbagai hasil penelitian yang
relevan dalam menganalisis dinamika
Perbedaan market power akibat dari pola pemasaran kopi di lima sentra
struktur pasar yang terbentuk di setiap produksi kopi. Peneliti pula melakukan
sentra produksi utama memungkinkan wawancara langsung dengan para pelaku
adanya perbedaan pola pemasaran kopi. utama seperti petani, pedagang, dan
Sebagai contoh, struktur pasar kopi di pengolah kopi di salah satu sentra
Provinsi Aceh khususnya di Kab. Aceh produksi kopi robusta di Indonesia yaitu
Tengah dan Kab. Bener Merah di Kab.Lampung Barat Prov. Lampung.
menghadapi struktur pasar oligopsoni Selain itu, peneliti melakukan
sehingga memungkinkan eksportir wawancara dengan para ahli perkopian
sebagai pembeli melakukan kolusi di Prov. Lampung dan Prov. Jawa Timur
dalam mengendalikan harga pasar (Putri dalam upaya merumuskan kebijakan
et al 2013). Berbeda halnya di Provinsi pemasaran kopi.
Lampung terdapat kekuatan monopsoni
atau oligopsoni dalam aktivitas HASIL DAN PEMBAHASAN
pemasaran kopi (Noer et al 2012). Hal
ini ditunjukkan oleh laju perubahan Pemasaran Kopi di Provinsi
harga kopi di tingkat petani lebih kecil Sumatera Selatan
dari laju perubahan harga di tingkat
eksportir. Struktur pasar di Provinsi Pangsa produksi kopi terbesar di
Jawa Timur khususnya di Kec.Sumber Indonesia berada di Provinsi Sumatera
Wringin Kab.Bondowoso sama dengan Selatan dengan produksi mencapai
di Provinsi Lampung yang berdampak 184168 ton pada tahun 2018 (BPS
pada rendahnya harga yang diterima 2019). Produksi tersebut tersebardi
petani (Purwatiningsih dan Ismanto beberapa sentra produksi diantaranya di
2018). Berdasarkan penjelasan tersebut, Kab. OKU Selatan, Kab. Muara Enim,
maka adanya market power dalam Kab. Lahat, dan kabupatan lainnya.
saluran pemasaran kopi diduga Tingkat produksi di tiga kabupaten
berpengaruh terhadap pola pemasaran tersebut secara berurutan yaitu 33.15
kopi disetiap wilayah sentra produksi persen, 20.87 persen, dan 16.99 persen
kopi utama. Maka, tujuan penelitian ini dari total produksi di Provinsi Sumatera
yaitu 1) menganalisis dinamika pola Selatan. Secara umum, kopi yang

3
Jurnal Agrosains dan Teknologi Volume 5 Nomor 1 Juni 2020 p-ISSN 2528-0201
website : jurnal.umj.ac.id/index.php/ftan e-ISSN 2528-3278

diusahakan di Provinsi Sumatera Selatan Tanggamus. Tingkat persentase


didominasi oleh kopi berjenis kopi produksi di Kab.Lampung Barat
robusta. Namun, terdapat pula kopi mencapai 49.93 persen dari total
berjenis Liberika yang memiliki potensi produksi di provinsi tersebut.
untuk dikembangkan. Hal ini Selanjutnya diikuti oleh Kab.Tanggamus
dikarenakan di Provinsi Sumatera dengan tingkat produsen terbesar kedua
Selatan terdapat lahan gambut sehingga yang mencapai 27.37 persen dari total
dalam pemanfaatannya dapat ditanami produksi Provinsi Lampung. Keduanya
kopi dalam rangka mendukung program merupakan sentra produksi terbesar
restorasi lahan gambut. Pasar kopi meskipun terdapat wilayah lainnya
liberika dijual ke pasar lokal dan negara seperti Kab.Way Kanan yang
tujuan ekspor utama yaitu Malaysia dan berkontribusi menambah produksi kopi
Singapura (Waluyo dan Nurlia 2017). hanya sebesar 8.06 persen di provinsi
Sistem pemasarannya masih dilakukan tersebut. Sedangkan sisanya diproduksi
secara konvensional dimana petani oleh wilayah lainnya dengan persentase
menjual kopi tersebut ke pedagang masing-masing kurang dari 10 persen.
pengumpul untuk dipasarkan lagi.
Aktivitas pemasaran kopi di Provinsi
Pemasaran kopi di Provinsi Sumatera Lampung terbagi menjadi dua yaitu
Selatan dilakukan dari produsen aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh
(petani), pedagang pengumpul, petani sertifikasi dan petani
pengolah, hingga ke eksportir. nonsertifikasi. Standar sertifikasi
Umumnya kopi robusta yang berasal mengacu pada SNI 6729:2013 mengenai
dari Sumatera Selatan di ekspor ke sistem pertanian organik. Umumnya
Eropa dan Amerika Serikat. Namun, petani sertifikasi dapat bekerjasama
dalam proses pemasaran kopi ke negara- dengan Gabungan Kelompok Tani
negara tersebut bahwa eksportir kopi di (Gapoktan) atau dengan buyer centre
Sumatera Selatan mengalami hambatan perusahaan seperti PT.Nestle. Selain itu,
(Markoni 2012). Hambatan-hambatan petani sertifikasi memiliki jaminan
tersebut diantaranya tarif, non tarif, untuk mempertahankan pasar.
standar kualitas, syarat-syarat Contohnya petani di Kec.Air Hitam
administrasi dan kesulitan mendapatkan Kab. Lampung Barat yang telah
pembeli bagi eksportir baru. Sedangkan memiliki sertifikasi organik dari
hambatan lain yang dihadapi eksportir Indonesian Organic farm Certification
ketika memasarkan kopi ke Amerika (INOFICE) akan memperoleh harga
Serikat diantaranya hambatan kebijakan premium (premium price) yaitu harga
pemerintah, tarif yang tinggi dan yang lebih tinggi dari harga di pasar. Hal
pemasaran. Oleh karena itu, upaya yang ini dikarenakan adanya perbedaan
dilakukan oleh eksportir Indonesia kualitas dari petani yang nonsertifikasi.
dalam memasarkan kopi ke pasar Perbedaan harga tersebut ditentukan
internasional dapat melalui perwakilan berdasarkan pada mutu atau grade sepeti
importir yang ada di indonesia atau persentase kadar air dan persentase
melalui perwakilan dagang asing yang kotoran (abu, kulit tanduk, dan
terdapat di negara tujuan. gelondongan. Berbeda halnya dengan
petani nonsertifikasi yang menjual kopi
Pemasaran Kopi di Provinsi ke tengkulak (pedagang pengumpul).
Lampung Penelitian Pratiwi et al (2019)
menunjukkan bahwa petani kopi di Kab.
Kopi yang dihasilkan di Provinsi Tanggamus memilih saluran pemasaran
Lampung didominasi oleh kopi berjenis ke tengkulak (pedagang pengumpul) lalu
kopi robusta. Wilayah sentra produksi ke pedagang besar dan pengecer
utama di Provinsi Lampung diantaranya dikarenakan tiga faktor utama. Faktor
Kab. Lampung Barat dan Kab. tersebut diantaranya jarak, kemudahan

4
Rosiana.. 2020. Dinamika Pola Pemasaran Kopi pada Wilayah Sentra Produksi Utama di Indonesia . Jurnal
Agrosains dan Teknologi, Vol. 5 (1) h. 1-10

pinjaman uang, dan tidak ada perlakuan setengah pengeringan. Petani dapat
khusus kopi yang dijual. Oleh karena menjual kopi dalam bentuk cherry (buah
itu, perlunya pendampingan pada petani kopi) atau kopi gabah ke pedagang
khususnya proses sertifikasi sehingga pengumpul kecamatan atau kabupaten.
keberlanjutan produksi dan manfaat Selanjutnya kopi dalam bentuk gabah
ekonomi dapat dirasakan oleh petani. dijual kembali pedagang besar
Hal ini sejalan dengan penelitian sedangkan kopi yang dijual dalam
Fatmalasari et al (2016) bahwa petani bentuk cherry dijual ke pabrik untuk
sertifikasi telah merasakan manfaat dilakukan proses lebih lanjut. Di tingkat
ekonomi khususnya keadilan dalam pabrik dan pedagang besar inilah
proses transaksi. Hal ini ditunjukkan berbagai proses dilakukan hingga
dengan rata-rata pendapatan petani menjadi green bean. Berbeda halnya
sertifikasi sebesar Rp 10 920 999/ha dengan kopi robusta yang diolah di
sedangkan petani nonsertifikasi hanya tingkat industri kecil dan rumah tangga
sebesar Rp 8 962 978/ha. untuk dijual ke konsumen akhir.

Pemasaran Kopi di Provinsi Berdasarkan penelitian Triana et al


Sumatera Utara (2013) terdapat petani yang menjual
kopi setengah kering ke pedagang
Sumatera Utara merupakan salah satu pengumpul kecamatan yang dilakukan
sentra produksi kopi terbesar ketiga di setiap hari. Selanjutnya pedagang
Indonesia dengan tingkat produksi pengumpul kabupaten akan menerima
mencapai 67 179 ton pada tahun 2018 kopi dari pedagang pengumpul
(BPS 2019). Jenis kopi yang dihasilkan kecamatan pada setiap akhir pekan.
di provinsi ini yaitu arabika dan robusta. Selanjutnya biji kopi setengah kering
Namun, kopi dengan jenis arabika tersebut dijual ke eksportir. Proses
mendominasi di provinsi ini. Tiga pengupasan kulit tanduk, pembersihan,
sentra produksi kopi di Provinsi hingga pengeringan biji dilakukan di
Sumatera Utara diantaranya Kab. tingkat eksportir hingga memenuhi
Tapanuli Utara, Kab. Simalungun, dan kriteria ekspor. Kopi yang telah melalui
Kab. Dairi. Persentase kontribusi proses tersebut akan diekspor melalui
produksi ketiga kabupaten tersebut Kota Medan dalam bentuk biji kopi
terhadap total produksi di provinsi ini kering atau umumnya disebut kopi beras
secara berturut-turut sebesar 25.67 (greenbean). Kopi yang berasal dari
persen, 19.26 persen dan 16.04 persen. Kab.Dairi tidak hanya dikonsumsi oleh
konsumen lokal namun juga konsumen
Rantai pemasaran kopi arabika lebih luar negeri seperti Amerika, Selandia
panjang dan bervariasi dibandingkan Baru, dan Australia khususnya untuk
dengan kopi robusta (Lingga dan Rijanta memenuhi Starbuck.
2014). Pasar kopi robusta umumnya
untuk memenuhi konsumen lokal Pemasaran Kopi di Provinsi Aceh
sedangkan pasar kopi arabika umumnya
untuk diekspor. Petani kopi umumnya Tiga sentra produksi kopi di Provinsi
menjual dalam bentuk cherry (buah Aceh tersebar dibeberapa kabupaten
kopi) atau kopi gabah. Petani menjual diantaranya Kab. Aceh Tengah, Kab.
dalam bentuk cherry umumnya langsung Bener Meriah, Kab. Gayo. Persentase
dijual maksimal delapan jam setelah produksi ketiga sentra produksi terhadap
hasil panen. Umumnya petani yang total produksi di provinsi tersebut secara
menjual dalam bentuk cherry berurutan yaitu 52.49 persen, 44.09
mendapatkan harga yang lebih rendah persen, dan 2.17 persen. Kopi Arabika
bila dibandingkan dalam bentuk gabah. Gayo merupakan komoditas utama di
Kopi dalam bentuk gabah telah melalui Provinsi tersebut. Produksi kopi dari
proses pengupasan kulit, sortasi dan provinsi tersebut diekspor ke pasar dunia

5
Jurnal Agrosains dan Teknologi Volume 5 Nomor 1 Juni 2020 p-ISSN 2528-0201
website : jurnal.umj.ac.id/index.php/ftan e-ISSN 2528-3278

sebanyak 86 persen (Putri et al 2013). Pemasaran Kopi di Provinsi Jawa


Program sertifikasi produk dengan Timur
sistem pertanian berkelanjutan telah
dilakukan petani kopi Arabika Gayo Jawa Timur merupakan salah satu
sejak tahun 1992 diantaranya Organic sentra produksi kopi di Indonesia
Certified, Fairtrade dan Raintforest. dengan tingkat produksi mencapai 63
Pemasaran kopi Gayo telah mencapai 760 ton pada tahun 2018. Kab. Malang
pasar internasional seperti seperti menjadi sentra produksi terbesar dengan
Amerika Serikat, Eropa (Jerman, kontribusi produksi mencapai 31.89
Inggris, Belanda) dan Asia (Korea, persen dari total produksi di provinsi
Kamboja, China, Arab Saudi) (Praza tersebut. Sentra produksi kopi lainnya
2017). yaitu Kab. Banyuwangi dengan
persentase produksi mencapai 14.89
Menurut Usman (2016), bahwa persen dari total produksi di Provinsi
secara umum petani kopi Gayo menjual Jawa Timur. Selain itu, Kab. Jember
ke pedagang pengumpul desa dan menjadi sentra produksi kopi ketiga di
pedagang pengumpul kecamatan. Provinsi Jawa Timur dengan tingkat
Selanjutnya sebagian besar kopi yang produksi mencapai 9.93 persen dari total
berada di pedagang pengumpul dijual produksi di provinsi tersebut. Jawa
kembali ke pedagang besar yang berada Timur memproduksi dua jenis kopi yaitu
di kabupaten lalu dijual kembali ke kopi arabika dan robusta. Namun,
eksportir. Disisi lain sebagian kecil persentase produksi kopi robusta lebih
dijual ke pedagang pengecer dan industri tinggi dari kopi arabika yang mencapai
pengolah. Lembaga pemasaran lainnya 83.36 persen (Dirjenbun 2017).
selain lembaga pemasaran yang telah
disebutkan sebelumnya yang terlibat di Petani kopi di Kec.Silo Kab.Jember
Provinsi Aceh khususnya di Kab. Aceh sebagian besar menghasilkan kopi
Tengah dan Kab. Bener Meriah yaitu dengan kualitas asalan dimana kadar air
koperasi (Putri et al 2013). Namun, masih relatif tinggi dan menggunakan
perubahan harga kopi ditingkat metode atau sarana yang masih
pedagang pengumpul, koperasi, dan sederhana (Novita et al 2012). Hal ini
eksportir tidak ditransmisikan dengan berdampak pada rendahnya harga yang
baik ke tingkat petani (Putri et al 2013). diterima petani karena kopi yang
Hal ini berdampak pada informasi pasar dihasilkan merupakan kopi asalan
yang diperoleh sehingga petani memiliki (Rosiana 2019). Di wilayah tersebut,
keterbatasan memilih saluran petani dapat menjual kopi ke tengkulak
pemasaran. Selain itu, struktur pasar (pedagang pengumpul) atau mitra.
kopi di Kab. Aceh Tengah dan Kab. Bahkan di Kec.Balik Bukit Kab.Jember
Bener Meriah yang cenderung seluruh petani menjual kopi ke pedagang
oligopsoni serta terbatasnya akses pengumpul yang ada di Kec.Silo
permodalan petani. Oleh karena itu, (Rahmadianto et al 2019). Penjualan
perlunya pengoptimalan koperasi dalam kopi melalui mitra dilakukan dengan
menginformasikan harga pasar baik sistem kontrak dimana terdapat
harga lokal maupun harga dunia kepada persyaratan-persyaratan seperti kualitas
petani (Juliavani et al 2017). Hal ini yang harus dipenuhi oleh petani.
dikarenakan harga jual kopi merupakan Namun, adanya kemudahan penyediaan
faktor yang paling dominan “cash economy” oleh tengkulak maka
mempengaruhi framer share (Usman mendorong petani lebih memilih
(2016). menjual ke tengkulak daripada ke mitra.
Di sisi lain, terdapat manfaat positif bila
petani menjual melalui mitra dimana
petani dapat mendapatkan harga lebih
tinggi jika persyaratan kualitas dapat

6
Rosiana.. 2020. Dinamika Pola Pemasaran Kopi pada Wilayah Sentra Produksi Utama di Indonesia . Jurnal
Agrosains dan Teknologi, Vol. 5 (1) h. 1-10

dipenuhi petani. Terdapat pola Perbandingan Saluran Pemasaran


pemasaran lain yang dilakukan oleh Kopi di Setiap Provinsi
petani di Kec.Bangsalsari Kab.Jember
dimana petani tidak hanya menjual ke Berdasarkan hasil analisis terdapat
pedagang pengumpul pada saat setelah perbedaan saluran pemasaran di lima
panen tetapi juga petani melakukan sentra produksi utama kopi Indonesia.
sistem ijon dimana buah kopi yang Hal ini disebabkan perbedaan lembaga
belum matang sempurna sudah dibeli pemasaran yang terlibat, perlakuan
terlebih dahulu (Yulian et al 2019). Pada khusus kopi, dan faktor jarak serta akses
sistem ijon, harga kopi tidak sesuai ke lembaga pemasaran. Adapun
dengan harga pasar sehingga sistem perbedaan saluran pemasaran kopi di
tersebut merugikan petani (Zainuddin et lima sentra produksi kopi di Indonesia
al 2015). Kopi yang ada di pedagang dapat dilihat pada Tabel 3.
pengumpul tersebut kemudian dijual ke
pedagang besar atau pengolah untuk
kemudian dipasarkan ke eksportir.

Tabel 3. Saluran pemasaran kopi di lima sentra produksi utama kopi di Indonesia
Provinsi Saluran Pemasaran Kopi
Sumatera 1. Petani → Pedagang Pengumpul →Pedagang Besar → Eksportir
Selatan 2. Petani → Pedagang Pengumpul → Pengolah → Konsumen
Lampung* 1. Petani Sertifikasi → Gapoktan → Buying Centre →
)

Pengolah/Eksportir
2. Petani Non Sertifikasi → Pedagang Pengumpul →Pedagang Besar →
Eksportir
3. Petani Non Sertifikasi → Pengolah → Konsumen
Sumatera 1. Petani → Pedagang Pengumpul Kecamatan/Kabupaten
Utara →Pabrik/Pedagang Besar → Eksportir
2. Petani → Pedagang Pengumpul Kecamatan/Kabupaten → Industri
Kopi Bubuk → Konsumen
3. Petani → Pedagang Pengumpul Kecamatan → Pedagang Pengumpul
Kabupaten → Eksportir
4. Petani → Pedagang Pengumpul Kabupaten → Eksportir
5. Petani → Eksportir
Aceh 1. Petani → Pedagang Pengumpul Desa → Pedagang Pengumpul
Kecamatan → Pedagang Besar Antar Kabupaten → Eksportir
2. Petani → Pedagang Pengumpul Desa → Pedagang Pengumpul
Kecamatan → Pedagang Pengecer → Konsumen Akhir
3. Petani → Pedagang Pengumpul Desa → Pedagang Pengumpul
Kecamatan → Industri Pengolah/Home Industri
4. Petani → Koperasi → Pengolah
Jawa 1. Petani → Pedagang Pengumpul → Pedagang Besar/Pengolah →
Timur**) Eksportir
2. Petani → Mitra → Eksportir
Sumber : Nurlia dan Waluyo (2017), Pratiwi et al (2019), Triana et al (2013), Lingga dan
Rijanta (2014), Usman (2016), Yulian et al (2019), Data Primer (diolah),
Ket :
*) Data primer
**) Data primer dan sekunder

7
Jurnal Agrosains dan Teknologi Volume 5 Nomor 1 Juni 2020 p-ISSN 2528-0201
website : jurnal.umj.ac.id/index.php/ftan e-ISSN 2528-3278

Implikasi Kebijakan Pemasaran Kopi memungkinkan petani untuk dapat


di Wilayah Sentra Produksi Utama menjual biji kopi atau kopi bubuk ketika
berada pada harga tinggi. Hal ini
Karakteristik kopi yang unik dan mendorong petani dapat memiliki
memiliki ciri khas dari setiap wilayah alternatif pola pemasaran yang dapat
sentra produksi utama di Indonesia dapat memberikan manfaat ekonomi lebih
dikembangkan mulai dari sisi hulu tinggi.
hingga hilir dalam mendorong
peningkatan pasar kopi baik pasar dalam SIMPULAN
negeri maupun luar negeri. Dalam
merespon tuntutan sertifikasi global Petani kopi di lima sentra produksi
pada proses pemasaran untuk menjamin utama Indonesia menjual kopi dalam
kualitas kopi maka diperlukan bentuk kopi asalan yang secara umum
keterangan asal-usul kopi dari setiap menjual ke pedagang pengumpul.
wilayah sentra produksi. Adanya Adanya kemudahan cash economy dan
dokumen Indikasi Geografis (IG) dalam tidak ada perlakuan khusus untuk kopi
setiap aktivitas pemasaran tersebut dapat yang dijual menjadi alasan utama petani
mendorong peningkatan pasar kopi menjual kopi ke pedagang pengumpul.
Indonesia. Meskipun disisi lain harga yang
diperoleh belum sesuai dengan
Petani sebagai produsen utama keinginan petani. Oleh karena itu,
didorong untuk meningkatkan kualitas pentingnya pola pemasaran kopi yang
melalui sistem pendampingan sertifikasi dapat meningkatkan manfaat ekonomi
kopi. Selain itu, peningkatan kualitas bagi petani. Hal tersebut dapat dilakukan
kopi dalam aktivitas pemasaran dapat dengan cara memperkuat posisi tawar
didukung melalui penguatan para produsen kopi melalui penguatan
kelembagaan (kemitraan). Kemitraan kelembagaan (kemitraan) pada sistem
tersebut dapat melalui Unit Pengelola pemasaran sehingga keterbatasan dalam
Hasil (UPH), koperasi, atau contract informasi dan penentuan harga dapat
farming dengan perusahaan. Hal ini diatasi. Selain itu, dalam meningkatkan
dapat mengatasi permasalahan utama manfaat ekonomi petani dapat dilakukan
yang dihadapi oleh petani dalam dengan menjual biji kopi kering atau
aktivitas pemasaran yaitu keterbatasan kopi beras secara kolektif dalam suatu
informasi dan penentuan harga. hamparan wilayah. Hal ini
Peningkatan peran petani dalam memungkinkan petani mendapatkan
kemitraan dapat mendorong harga lebih tinggi dibandingkan ketika
keberlanjutan produksi dan ekonomi menjual kopi setengah kering. Hal ini
petani kopi Indonesia. Upaya lain yang dapat meningkatkan masa simpan
dapat dilakukan oleh petani dalam sehingga petani dapat melakukan sistem
mengatasi rendahnya harga yang tunda jual ketika harga sesuai. Selain itu,
diterima melalui penjualan kopi bentuk petani dapat melakukan pengolahan
biji kopi kering atau kopi beras atau lebih lanjut menjadi kopi bubuk
mengolahnya dalam bentuk bubuk. Hal sehingga dapat meningkatkan nilai
ini dikarenakan kopi dalam bentuk tambahn. Hal lainnya yang dapat
tersebut memiliki nilai tambah lebih dilakukan yaitu perlunya pendampingan
tinggi dibandingkan dengan menjual petani yang diarahkan pada proses
dalam bentuk biji setengah kering. sertifikasi yang berkelanjutan baik dari
Meskipun petani mengeluarkan biaya sisi produksi maupun ekonomi.
lebih besar dalam proses pengolahan
namun harga jual yang diperoleh petani
akan lebih tinggi. Selain itu,
dilakukannya proses tersebut dapat
meningkatkan masa simpan sehingga

8
Rosiana.. 2020. Dinamika Pola Pemasaran Kopi pada Wilayah Sentra Produksi Utama di Indonesia . Jurnal
Agrosains dan Teknologi, Vol. 5 (1) h. 1-10

DAFTAR PUSTAKA Tanggamus. Jurnal Belantara. 2:76-


83.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2019. Praza, R. 2017. Identifikasi saluran
Statistik Kopi Indonesia 2018. BPS. pemasaran kopi Arabika Gayo pada
Jakarta (ID). CV. Gayo Mandiri Coffee Kabupaten
[Dirjenbun]. Direktorat Jenderal Bener Meriah. Jurnal Agribisnis
Perkebunan. 2017. Statistik Universitas Malikussaleh. 2:58-64.
Perkebunan Indonesia 2016-2018. Purwatiningsih, R dan Ismanto, A.
Sekretariat Direktorat Jenderal Struktur pasar dan analisis
Perkebunan, Direktorat Jenderal keuntungan kopi arabika rakyat di
Perkebunan, Kementerian Pertanian. Kecamatan Sumber Wringin
Jakarta. Bondowoso. Jurnal Sosial Ekonomi
Cristovao. 2015. Analisis efisiensi Pertanian. 11: 17-21.
pemasaran dan pilihan saluran Putri, MA., Fariyanti, A., Kusnadi N.
pemasaran kopi organik di 2013. Struktur dan integrasi pasar
Kabupaten Ermera – Timor Leste. kopi Arabika Gayo di Kabupaten
Tesis. Institut Pertanian Bogor. Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Fatmalasari, M., Prasmatiwi FE., Buletin Ristri. 4:47-54.
Rosanti N. 2016. Analisis manfaat Rahmadianto, AP., Ikhsan FA.,
sertifikasi Indonesian Organic Farm Apriyanto B. 2019. Peran
Certification (INOFICE) terhadap pengembangan perkebunan kopi
keberlanjutan usahatani kopi organik terhadap kondisi ekonomi
di Kecamatan Air Hitam Kabupaten masyarakat Desa Pace Kecamatan
Lampung Barat. Jurnal Ilmu-Ilmu Silo Kabupaten Jember. Jurnal
Agribisnis. 4:30-39. Geografi Gea. 19:84-87.
Juliavani, N., Sahara., Winandi, R. 2017. Ridhawardani, A., Pardian, P., Mukti,
Transmisi harga kopi Arabika Gayo GW. 2017. Analisis efisiensi
di Provinsi Aceh. Jurnal Agribisnis pemasaran bunga mawar potong di
Indoensia. 5:39-56. Desa Kertawangi, Kecamatan
Lingga, SS., Rijanta R. 2014. Rantai Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.
distribusi kopi dalam peningkatan Jurnal Agrosains dan Teknologi. 2:
kesejahteraan petani kopi di 13-21.
Kabupaten Dairi. Jurnal Bumi Rosiana, N. 2019. Dayasaing dan ekspor
Indonesia. 3:1-9. kopi Indonesia melalui pendekatan
Markoni. 2012. Hambatan eksportir kopi sistem dinamis. Disertasi. Institut
Sumsel melakukan penetrasi pasar Pertanian Bogor.
luar negeri. Jurnal Orasi Bisnis. Rosiana, N., Nurmalina, R., Winandi,
7:39-46. R., Rifin A. 2017a. Efficiency
Noer, I., Fitriani., Agus. 2012. Integrasi Analysis of Indonesian Coffee
pasar kopi di Provinsi Lampung. Supply Chain Network Using A New
Jurnal Ilmiah Esai. 6;1-8. DEA Model Approach: Literature
Novita, E., Suryaningrat, IB., Andriyani, Review. Asian Social Science.
I., Widyotomo, S. 2012. Analisis 13:158-166.
keberlanjutan kawasan usaha Rosiana, N., Nurmalina, R., Winandi,
perkebunan kopi (KUPK) rakyat di R., Rifin A. 2017b. The Level of
Desa Sidomulyo Kabupaten Jember. Comparative Advantage of World
Jurnal Agritech. 32:1-15. Main Coffee Producers. Trade
Pratiwi, AM., Kaskoyo H., Herwanti S., Analysis and Development Agency
Qurniati R. 2019. Saluran pemasaran Ministry of Trade, Republic of
kopi robusta (Coffea robusta) di Indonesia, 11:227-246.
agroforestri Pekon Air Kubang, Rosiana, N., Nurmalina, R., Winandi,
Kecamatan Air Naningan, Kabupaten R., Rifin A. 2018. Dynamics of
Indonesian Robusta Coffee

9
Jurnal Agrosains dan Teknologi Volume 5 Nomor 1 Juni 2020 p-ISSN 2528-0201
website : jurnal.umj.ac.id/index.php/ftan e-ISSN 2528-3278

Competition Among Major prospek pemasarannya untuk


Competitor Countries. Journal of mendukung restorasi lahan gambut
Industrial and Beverage di Sumatera Selatan (Belajar dari
Crops,Indonesian Center for Estate Kab. Tanjung Jabung Barat, Provinsi
Crops Research and Development. Jambi). Prosiding Seminar Nasional
5:1-9. Lahan Suboptimal 2017. 255-264.
Triana, R. 2013. Analisis sistem Yulian, NF., Kuswardhani, N., Amilia
pemasaran kopi pembinaan di W. 2019. Identifikasi dan analisis
Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera struktur rantai pasok kopi rakyat
Utara. Agrica (Jurnal Agribisnis robusta Kecamatan Bangsalsari,
Sumatera Utara). 6:34-43. Jember. Jurnal Agroteknologi. 13:
Usman, M. 2016. Analisis pengaruh 10-15.
beberapa faktor terhadap “farmer Zainuddin, S., Martini, E., Perdana, A.,
share”pada sistem pemasaran kopi Roshetko, M. 2015. Kualitas,
arabika di Kabupaten Bener Meriah kuantitas dan pemasaran kopi arabika
Provinsi Aceh. Jurnal Bisnis Tani. dari kebun agroforestry di Kabupaten
2:123-131. Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Waluyo, EA., Nurlia, A. 2017. Potensi Prosiding Seminar Nasional
pengembangan kopi Liberika (Coffea Agrofestry. 562-566.
liberica) pola agroforestri dan

10

Anda mungkin juga menyukai