BUKU AJAR
CLINICAL SKILLS LEARNING
IV
Editor :
dr. Avin Ainur F, M.Biomed
Tim Penulis :
ISBN:
Hak cipta dilindung oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, tanpa izin tertulis dari
Penerbit.
Diterbitkan oleh:
ii | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
KATA PENGANTAR
Editor
iii | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv
TATA TERTIB ................................................................................................................. vi
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) ............................................viii
iv | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
D. Prosedur Ketrampilan .................................................................................... 89
E. Checklist Pemeriksaan.................................................................................... 92
F. Skenario Responsi ............................................................................................ 94
G. Daftar Pustaka .................................................................................................... 97
v|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
TATA TERTIB
vi | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
maka WAJIB untuk memperbaiki/ mengganti sesuai tingkat
kerusakan.
11. Kelompok mahasiswa yang ingin berlatih secara mandiri di luar
jadwal yang sudah ditetapkan, dapat menghubungi Laboran Lab. Skill
untuk menentukan hari latihan (dengan catatan : latihan mandiri
dilakukan di hari & jam kerja, ruang & alat tidak dipergunakan untuk
ujian/ latihan yang sudah terjadwal).
vii | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Identitas
Identitas Mata Kuliah Nama TandaTangan
danValidasi
Kode Mata Kuliah Dosen Pengembang dr. Riskiyah, MMRS
Nama Mata Kuliah CSL IV RPS
Bobot Mata Kuliah 3 SKS Koordinator CSL 1.dr. Iwal Reza Ahdi, Sp. PD
(SKS) 2.dr. Christyaji Indradmojo,
Semester 4 SpEM
Mata Kuliah - Ketua Program Studi dr. Ana Rachmawati,
Prasyarat M.Biomed
Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL)
Kode CPL Unsur CPL
A1.1 Berperilaku sesuai dengan nilai kemanusiaan, agama, moral dan etika akademik sesuai perannya sebagai
mahasiswa kedokteran.
A1.2 Memiliki kesadaran untuk bersikap dan berupaya maksimal dalam praktik kedokteran
A 2.6 Menerapkan kemampuan berpikir kritis, menghasilkan ide yang relevan dan berinovasi untuk menyelesaikan
A 4. 1 masalah.
A 4.3 Menguasai prinsip keselamatan pasien dalam pengelolaan masalah kesehatan.
A5.2 Mendemonstrasikan kemampuan komunikasi efektif dan kerjasama tim yang mengedepankan keselamatan
A5.3 pasien.
A.7.1 Menguasai prinsip pengelolaan masalah kesehatan berbasis bukti.
Mengevaluasi data, argumen dan bukti secara ilmiah, serta menarik kesimpulan ilmiah.
A7.4 Menginterpretasi data klinis dan kesehatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat, untuk perumusan
diagnosis atau masalah kesehatan dalam kondisi simulasi.
A.7.6 Merencanakan pengelolaan masalah kesehatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat secara holistik,
komprehensif, bersinambung dan kolaboratif.
viii | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
A.8.1 Menginterpretasi data klinis dan data kesehatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat, untuk
perumusan diagnosis atau masalah kesehatan
Menegakkan diagnosis, dan diagnosis banding masalah kesehatan dengan menerapkan keterampilan klinis
A.8.3 yang sesuai termasuk anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang, interpretasi hasil, serta
A.9.4 memperkirakan prognosis penyakit dalam kondisi simulasi.
Melakukan prosedur klinis dalam bidang kedokteran sesuai masalah, kebutuhan pasien dan kewenangannya.
Menyampaikan informasi yang terkait kesehatan (termasuk berita buruk, informed consent) dan melakukan
konseling dengan cara yang santun, baik dan benar dalam kondisi tersimulasi.
Deskripsi Mata CSL IV ini terdiri dari 6 topik yaitu Pemeriksaan Fisik Kardiovaskuler, Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG),
Kuliah Pemeriksaan Fisik Respirasi, Pemeriksaan Rontgen Thorax, Pemeriksaan Fisik Abdomen, dan Pemasangan
Nasogastrik Tube (NGT).
CP Matakuliah Topik 1 Pemeriksaan Fisik Kardiovaskuler
(CPMK) a. Mampu melakukan anamnesis yang berhubungan dengan masalah pada ardiovaskuler
b. Mampu mendapatkan data tentang faktor risiko penyakit KV yang ada pada diri pasien
c. Mampu melakukan pemeriksaan inspeksi,palpasi, perkusi dan auskultasi jantung sesuai prosedur yang
ada dan terperinci
d. Mampu melakukan dan menilai batas – batas jantung absolut dan relatif
e. Mampu melakukan dan menilai bunyi jantung
f. Mampu mengukur tekanan vena jugularis (JVP)
g. Mampu melakukan palpasi denyut arteri ekstremitas
h. Mampu melakukan penilaian denyut kapiler dan pengisian ulang kapiler
i. Mampu melakukan deteksi bruits
j. Mampu melakukan interpretasi hasil pemeriksaan fisik kardiovaskuler
Topik 2 Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
a. Mampu mempersiapkan pasien dan peralatan EKG.
b. Mampu melakukan pemasangan dan pemeriksaan EKG.
c. Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan EKG.
Topik 3 Pemeriksaan Fisik Respirasi
a. Mampu mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan sistem respirasi (paru)
b. Mampu melakukan penilaian respirasi (frekuensi dan irama nafas)
ix | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
c. Mampu melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi dada
d. Mampu melakukan interpretasi hasil pemeriksaan fisik respirasi
Topik 4 Pemeriksaan Rontgen Thorax
a. Mampu mengetahui indikasi pemeriksaan foto rontgen thorax
b. Mampu melakukan permintaan foto rontgen thorax AP/PA/Lateral
c. Mampu mengetahui kriteria hasil foto rontgen thorax yang baik
d. Mampu melakukan interpretasi rontgen thorax
Topik 5 Pemeriksaan Fisik Abdomen
a. Mampu mempersiapkan pasien dalam rangka pemeriksaan fisik abdomen
b. Mampu melakukan pemeriksaan fisik abdomen baik inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
c. Mampu melakukan interpretasi hasil pemeriksaan fisik abdomen
d. Mampu melakukan pemeriksaan hernia
e. Mampu melakukan pemeriksaan appendicitis acute (psoas sign, obturator sign)
f. Mampu melakukan pemeriksaan ascites
g. Mampu mengetahui indikasi pemeriksaan foto rontgen abdomen
h. Mampu melakukan permintaan dan melakukan interpretasi pemeriksaan X-ray foto polos abdomen
Topik 6 Pemasangan Nasogastric Tube (NGT)
a. Mampu mengetahui indikasi pemasangan NGT
b. Mampu mengetahui dan mempersiapkan alat yang diperlukan untuk pemasangan NGT
c. Mampu mempersiapkan pasien dalam rangka pemasangan NGT
d. Mampu melakukan langkah-langkah prosedur pemasangan NGT dengan benar
e. Mampu melakukan pemasangan oral gastric tube pada neonatus
f. Mampu melakukan pengambilan sampel berupa muntahan/isi lambung
Bahan Kajian Topik 1. Pemeriksaan Fisik Kardiovaskuler : Anatomi, Fisiologi, komunikasi, kardiovaskuler
Keilmuan Topik 2. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) : Anatomi, Fisiologi, komunikasi, kardiovaskuler
Topik 3. Pemeriksaan Fisik Respirasi: Anatomi, fisiologi, komunikasi, Respirasi
Topik 4. Pemeriksaan Rontgen Thorax : Anatomi, fisiologi, komunikasi, Respirasi
Topik 5. Pemeriksaan Fisik Abdomen : Anatomi, fisiologi, komunikasi, Digestif
Topik 6. Pemasangan Nasogastric Tube : Anatomi, fisiologi, komunikasi, Digestif
x|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Penilaian*
POKOK BAHASAN Metode Teknik
No TOPIK CSL Waktu Indikator/
(Level Kompetensi) Pembelajaran penilaian
kode CPL
/bobot
1 2 3 5 7 8 9
1 Topik 1: 1. Anamnesis Kuliah Pengantar 1x100 mnt CP 1 Pretest 5%
Pemeriksaan a. Melakukan anamnesis dengan CP 2 OSCE 80%
Fisik bahasa yang mudah dipahami Terbimbing 1x200mnt CP 4 Responsi 15%
kardiovaskuler oleh pasien dan CP 5
keluarga/pengasuhnya terkait CP 7
keluhan utama sesuai daftar Responsi 1x200mnt CP 8
masalah KV (4) CP 9
b.Mendapatkan data tentang Mandiri 1x200mnt
faktor risiko penyakit KV yang
ada pada diri pasien (4)
2. Pemeriksaan Fisik:
a. Inspeksi dada (4)
b.Palpasi denyut apeks jantung (4)
c. Palpasi arteri karotis (4)
d.Perkusi ukuran jantung (4)
e. Auskultasi jantung (4)
f. Pengukuran tekanan vena
jugularis (JVP) (4)
g. Palpasi denyut arteri
ekstremitas (4)
h.Penilaian denyut kapiler (4)
i. Penilaian pengisian ulang
kapiler (capillary refill) (4)
xi | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
j. Deteksi bruits (4)
2 Topik 2: Pemeriksaan Diagnostik EKG: Kuliah Pengantar 1x 100 mnt CP 1
Pemeriksaan Pemasangan dan interpretasi hasil CP 2
Elektrokardiogr EKG sederhana (VES, AMI, VT, AF) Terbimbing 1x200mnt CP 4
afi (EKG) (4) CP 5
CP 7
Responsi 1x200mnt CP 8
CP 9
Mandiri 1x200mnt
3 Topik 3: a. Penilaian respirasi (frekuensi Kuliah Pengantar 1x 100 mnt CP 1
Pemeriksaan napas dan tipe distress napas) CP 2
Fisik Respirasi (4) Terbimbing 1x200mnt CP 4
b.Inspeksi dada/thoraks (4) CP 5
c. Palpasi dada /thoraks (4) CP 7
d.Perkusi dada /thoraks (4) Responsi 1x200mnt CP 8
e. Auskultasi dada/thoraks (4)
Mandiri 1x200mnt
4 Topik 4: Permintaan dan Interpretasi Kuliah Pengantar 1x 100 mnt CP 1
Pemeriksaan Rontgen / foto toraks (4) CP 2
Rontgen Thorax Terbimbing 1x200mnt CP 4
CP 5
CP 7
Responsi 1x200mnt CP 8
Mandiri 1x200mnt
5 Topik 5: 1. Pemeriksaan Fisik Abdomen : Kuliah Pengantar 1x 100 mnt CP 1
Pemeriksaan a. Inspeksi abdomen (4) CP 2
Fisik Abdomen b.Inspeksi lipat paha/inguinal Terbimbing 1x200mnt CP 4
pada saat tekanan abdomen CP 5
xii | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
meningkat (4) Responsi 1x200mnt CP 7
c. Palpasi abdomen (dinding perut, CP 8
kolon, hepar, lien, aorta, rigiditas Mandiri 1x200mnt CP 9
dinding perut)(4)
d.Palpasi hernia (4)
e. Pemeriksaan nyeri tekan dan
nyeri lepas (Blumberg test) (4)
f. Pemeriksaan psoas sign (4)
g. Pemeriksaan obturator sign (4)
h.Perkusi (pekak hati dan area
traube (4)
i. Pemeriksaan pekak beralih
(shifting dullness) (4)
j. Pemeriksaan undulasi (fluid
thrill) (4)
k. Pemeriksaan auskultasi
abdomen (4)
2.Pemeriksaan Penunjang:
Permintaan dan interpretasi
pemeriksaan x-ray abdomen (4)
6 Topik 6: a. Pemasangan pipa nasogastrik Kuliah Pengantar 1x 100 mnt CP 1
Pemasangan (NGT) (4) CP 2
nasogastric tube b. Nasogastric suction (4) Terbimbing 1x200mnt CP 4
(NGT) c. Pemasangan oral gastric tube pada CP 5
neonatus (4) CP 7
d. Pengambilan Responsi 1x200mnt CP 8
muntahan/isi lambung CP 9
Mandiri 1x200mnt
xiii | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
BUKU AJAR
CLINICAL SKILLS LEARNING
IV
1|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
REVIEWER:
dr. Avin Ainur F, M.Biomed
2|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Identitas Mata Kuliah IdentitasdanValidasi Nama TandaTangan
Kode Mata Kuliah DosenPengembang dr. Riskiyah, MMRS
RPS
Nama Mata Kuliah CSL IV
PemeriksaanFisik
Kardiovaskuler
Bobot Mata Kuliah 3 SKS Koord. CSL dr.Iwal Reza Ahdi, Sp. PD
(sks)
Semester 4
Mata KuliahPrasyarat - Kepala Program Studi dr. Ana Rahmawati,
M.Biomed
CapaianPembelajaranLulusan (CPL)
Kode CPL Unsur CPL
A1.1 Berperilaku sesuai dengan nilai kemanusiaan, agama, moral dan etika akademik sesuai perannya
sebagai mahasiswa kedokteran.
A.4.1 Menguasai prinsip keselamatan pasien dalam pengelolaan masalah kesehatan.
A1.2 Memiliki kesadaran untuk bersikap dan berupaya maksimal dalam praktik kedokteran
A2.6 Menerapkan kemampuan berpikir kritis, menghasilkan ide yang relevan dan berinovasi untuk
menyelesaikan masalah.
3|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
A4.3 Mendemonstrasikan kemampuan komunikasi efektif dan kerjasama tim yang mengedepankan
keselamatan pasien.
A5.2 Menguasai prinsip pengelolaan masalah kesehatan berbasis bukti.
A5.3 Mengevaluasi data, argumen dan bukti secara ilmiah, serta menarik kesimpulan ilmiah.
A.7.1 Menginterpretasi data klinisdan kesehatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat, untuk
perumusan diagnosis atau masalah kesehatan dalam kondisi simulasi.
A7.4 Merencanakan pengelolaan masalah kesehatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat
secara holistik, komprehensif, bersinambung dan kolaboratif.
A.8.1 Menegakkan diagnosis, dan diagnosis banding masalah kesehatan dengan menerapkan
keterampilan klinis yang sesuai termasuk anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang,
interpretasi hasil, serta memperkirakan prognosis penyakit dalam kondisi simulasi.
A.9.4 Menyampaikan informasi yang terkait kesehatan (termasuk beritaburuk, informed consent) dan
melakukan konseling dengan cara yang santun, baik dan benar dalam kondisi tersimulasi.
CP Matakuliah Mahasiswa mampu:
(CPMK) 1. Melakukan anamnesis yang berhubungan dengan masalah pada ardiovaskuler
2. Mendapatkan data tentang faktor risiko penyakit KV yang ada pada diri pasien
3. Melakukan pemeriksaan inspeksi,palpasi, perkusi dan auskultasi jantung sesuai prosedur
4|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
yang ada dan terperinci
4. Melakukan dan menilai batas – batas jantung absolut dan relatif
5. Melakukan dan menilai bunyi jantung
6. Mengukur tekanan vena jugularis (JVP)
7. Melakukan palpasi denyut arteri ekstremitas
8. Melakukan Palpasi denyut arteri ekstremitas
9. Melakukan penilaian denyut kapiler dan pengisian ulang kapiler
10. Melakukan deteksi bruits
11. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan fisik kardiovaskuler
Bahan Kajian Anatomi, Fisiologi, komunikasi, kardiovaskuler
Keilmuan
Deskripsi Mata Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa mampu melakukan
Kuliah : anamnesis dan pemeriksaan fisik terkait kardiovaskuler sesuai SKDI 2019.
Daftar Referensi : 1. Burnside-Mc Glynn, 1995. Adams Diagnosis Fisik, EGC, Jakarta.
2. Delp and Manning, 1996. Major Diagnosis Fisik, EGC, Jakarta.
3. Bickley Lynn S. 2017. Bates phyisical examination and history taking. Wolters
Kluwer.California
5|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Penilaian*
Metode
POKOK BAHASAN (Level Waktu Indikator/ Teknikpenilaian
No TOPIK CSL Pembelajaran
Kompetensi) kode CPL /bobot
1 2 3 5 7 8 9
1 PemeriksaanFisik 1. Anamnesis 1. Kuliah 1x 100 mnt CP 4 Pretest 5%
a. Melakukan anamnesis Pengantar CP 7 OSCE 80%
Kardiovaskuler CP 8 Responsi 15%
dengan bahasa yang
CP 9
mudah dipahami oleh
2. Terbimbing 1x200mnt
pasien dan keluarga /
pengasuhnya terkait
keluhan utama sesuai
daftarmasalah KV (4) 3. Responsi 1x200mnt
b. Mendapatkan data
tentang factor risiko 4. Mandiri 1x200mnt
penyakit KV yang ada
pada diri pasien (4)
2. PemeriksaanFisik:
a. Inspeksi dada (4)
b. Palpasi denyut apeks
jantung (4)
c. Palpasi arteri karotis (4)
d. Perkusi ukuran jantung
(4)
e. Auskultasi jantung (4)
f. Pengukuran tekanan vena
jugularis (JVP) (4)
6|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
g. Palpasi denyut arteri
ekstremitas (4)
h. Penilaian denyut kapiler
(4)
i. Penilaian pengisian ulang
kapiler (capillary refill)
(4)
j. Deteksibruits (4)
7|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
TOPIK CSL
PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER
B. Pendahuluan
Pemeriksaan susunan kardiovaskuler dalam pemeriksaan klinis
umum terdiri dari pemeriksaan jantung dan aorta serta pemeriksaan
pembuluh darah perifer.
Topik Pemeriksaan Fisik Kardiovaskuler ini berkaitan dengan topik
Clinical Skill Lab sebelumnya yaitu:
- Dasar anamnesis dan rekam medis
- Pemeriksaan keadaan umum dan tanda vital
- Teknik aseptik
C. Kerangka Teori
1. Keluhan penyakit kardiovaskuler
Keluhan yang sering dialami pada penyakit kardiovaskuler adalah:
Nyeri dada
Sesak
1|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Berdebar
Edema
Dalam melakukan anamnesa sangat penting untuk
menanyakan kuantitas berdasarkan aktifitas fisik. Contohnya saat
menanyakan nyeri dada. Tanyakan apakah nyeri muncul saat naik
tangga? Bagaimana kalua jalan sekitar 50 meter? Atau saat bekerja
berat? Kemudian tanyakan apakah ada perubahan seperti saat
sebelumnya, apakah memperberat atau sama saja. Jika pasien
mengeluh sesak, apakah sesak muncul saat istirahat, saat aktifitas
ringan atua saat aktifitas berat seperti saat olahraga. saat kita
menanyakan kuantitas adalah sangat penting terkait manajemen
dan Tindakan yang kita berikan ke pasien.
Nyeri dada: Nyeri dada merupakan keluhan yang sering muncul.
Selalu fikirkan kemungkinan yang mengancam nyawa seperti
angina pectoris, miokard infark, disseksi aorta, dan emboli paru.
Bedakan penyebab kardiovaskular dengan penyebab lain seperiti
gangguan perikars, bronkus dan trakea, pleura, esophagus dinding
dada maupun gejala dari ekstratorakal sepeti keluhan lambung,
kantung empedu leher dan punggung.
2|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
sehinggan mengganggu aktifitas fisik yang disebabkan gangguan
jantung dan paru-paru. Dyspnea didefinisikan sesak dan nafas yang
cepat.
3|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
apeks jantung.
Ventrikel kiri. Ventrikel kiri tidak begitu tampak jika dilihat
dari depan. Pada proyeksi jantung pada dada, daerah tepi
kiri –atas selebar 1,5 cm, merupakan wilayah ventrikel kiri.
Batas kiri jantung adalah garis yang menghubungkan apeks
jantung dengan sendi kostosternalis ke-2 sebelah kiri.
Atrium kiri. Adalah bagian jantung yang letaknya paling
posterior dan tidak terlihat dari depan. Kecuali sebagian
kecil saja yang terletak di belakang sendi kostosternalis kiri
ke-2.
Secara topografik jantung berada di bagian depan rongga
mediastinum. Ruang mediastinum yang sempit itu memisahkan
jantung dari dinding toraks depan. Di belakang jantung terdapat
organ-organ mediastinum lainnya. Bagian dada yang ditempati oleh
proyeksi jantung yang seperti terlukis di atas itu dinamakan
prekordium.
D. Prosedur Ketrampilan
1. Anamnesis keluhan kardiovaskuler
Keluhan yang sering dialami pada penyakit kardiovaskuler adalah:
Nyeri dada
Sesak
Berdebar
Edema
Dalam melakukan anamnesis sangat penting untuk
menanyakan kuantitas berdasarkan aktifitas fisik. Contohnya saat
menanyakan nyeri dada. Tanyakan apakah nyeri muncul saat naik
tangga? Bagaimana kalau jalan sekitar 50 meter? Atau saat bekerja
berat? Kemudian tanyakan apakah ada perubahan seperti saat
sebelumnya, apakah memperberat atau sama saja. Jika pasien
4|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
mengeluh sesak, apakah sesak muncul saat istirahat, saat aktifitas
ringan atau saat aktifitas berat seperti saat olahraga. saat
menanyakan kuantitas adalah sangat penting terkait manajemen dan
tindakan yang diberikan ke pasien.
Nyeri dada
Nyeri dada merupakan keluhan yang sering muncul. Selalu fikirkan
kemungkinan yang mengancam nyawa seperti angina pectoris,
miokard infark, diseksi aorta, dan emboli paru. Bedakan penyebab
kardiovaskular dengan penyebab lain seperiti gangguan perikardium,
bronkus dan trakea, pleura, esophagus, dinding dada maupun gejala
dari ekstratorakal seperti keluhan lambung, kantung empedu, leher
dan punggung.
Berdebar
Berdebar adalah gejala yang dikeluhkan pasien terkait
kardiovaskuler, definisi medis ini adalah palpitasi, tanyakan setiap
keluhan seperti berdebar, ndrodog, ampeg, palpitasi muncul akibat
disritmia dari jantung karena detak yang ireguler ataupun perubahan
melambat atau percepatan denyut jantung. Palpitasi tidak selalu
karena keluhan jantung. Bisa jadi karena gangguan tiroid ataupun
kecemasan.
Sesak nafas
Sesak nafas didefinisikan sebagai dispea, orthopnea dan paroxysmal
nocturnal dispnea. Gejalamya sangat tidak nmyaman sehinggan
mengganggu aktifitas fisik yang disebabkan gangguan jantung dan
paru-paru. Dyspena didefinisikan sesak dan nafas yang cepat.
Orthopnea yaitu dyspnea yang muncul saat pasien terlentang. Gejala
yang sering bisa ditanyakan adalah berapa bantal yang pasien
5|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
gunakan untuk tidur?
PND (paroxysmal nocturnal dyspnea) sesak yang muncul saat pasien
tertidur dalam 1 sampai 2 jam pasien terbangun, kemudian pasien
duduk dan mencari udara segar.
Edema
Edema adalah akumulasi cairan pada interstitial. Bisa penyebab
sistemik maupun local. Jangan lupa untuk selalu menanyakan lokasi
bengkak, apakah muncul saat bangun tidur atau sewaktu-waktu?
Penting untuk mengukur berat badan pagi saat bangun tidur untuk
mencari dan menilai akumulasi cairan saat pagi hari.
2. Inspeksi dada
Inspeksi jantung berarti mencari tanda-tanda yang
mengungkapan keadaan jantung pada permukaan dada dengan cara
melihat / mengamati. Tanda-tanda itu adalah (1) bentuk precordium;
(2) Denyut pada apeks jantung; (3) Denyut nadi pada dada; dan (4)
Denyut vena.
Bentuk prekordium
Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris.
Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun,
fibrosis atau atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis dan akibat
penekanan oleh benda yang seringkali disandarkan pada dada dalam
melakukan pekerjaan (pemahat tukang kayu, dan lain sebagainya).
Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran
jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor
mediastinum dan scoliosis atau kifoskoliosis.
Penyakit jantung yang menimbulkan penggembungan
setempat pada prekordium adalah penyakit jantung bawaan
(Tetralogi Fallot), penyakit katup mitral atau aneurisma aorta yang
6|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
berangsur menjadi besar serta aneurisma ventrikel sebagai
kelanjutan infark kordis.
7|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
tidak normal, yang dapat disebabkan oleh pembesaran jantung kiri
atau jika besar jantung adalah normal, maka perpindahan itu
disebabkan oleh penimbunan cairan dalam kavum pleura kiri atau
adanya schwarte pleura kanan.
Jika iktus terdapat lebih medial (lebih kanan) dari normal, hal ini juga
patologis, dapat terjadi karena penimbunan cairan pleura kiri atau
adanya schwarte pleura kanan.
Sifat iktus:
o Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil,
yang sifatnya local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri,
iktus akan meluas.
o Iktus hanya terjadi selama systole. Oleh karena itu, untuk
memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis
comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari
systole.
Denyutan vena
Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan
denyutan. Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis
8|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
interna dan eksterna.
4. Palpasi jantung
Palpasi dapat menguatkan hasil yang didapat dari inspeksi.
Denyutan yang tidak tampak, juga dapat ditemukan dengan palpasi.
Palpasi pada prekordium harus dilakukan dengan telapak tangan
dahulu, baru kemudian memakai ujung ujung jari. Palpasi mula-mula
harus dilakukan dengan menekan secara ringan dan kemudian
dengan tekanan yang keras. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan
pasien, sedang pasien dalam sikap duduk dan kemudian berbaring
9|P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
terlentang. Telapak tangan pemeriksa diletakkan pada prekordium
dengan ujung-ujung jari menuju ke samping kiri toraks. Hal ini
dilakukan untuk memeriksa denyutan apeks. Setelah itu tangan
kanan pemeriksa menekan lebih keras untuk menilai kekuatan
denyutan apeks. Jika denyut apeks sudah ditemukan dengan palpasi
menggunakan telapak tangan, kita palpasi denyut apeks dengan
memakai ujung-ujung jari telunjuk dan tengah.
Denyutan, getaran dan tarikan dapat diteliti dengan jalan
palpasi baik ringan maupun berat. Urutan palpasi dalam rangka
pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut:
- Pemeriksaan iktus cordis
Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila
teraba dinilai kuat angkat atau tidak. Kadang-kadang kita tidak dapat
melihat, tetapi dapat meraba iktus. Pada keadaan normal iktus cordis
dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari
linea midklavikularis kiri. Apabila denyut iktus tidak dapat dipalpasi,
bisa diakibatkan karena dinding toraks yang tebal misalnya pada
orang gemuk atau adanya emfisema, tergantung pada hasil
pemeriksaan inspeksi dan perkusi.
Denyut iktus cordis sangat kuat kalau pengeluaran darah
dari jantung (output) besar. Dalam keadaan itu denyut apeks
memukul pada telapak tangan atau jari yang melakukan palpasi. Hal
ini dapat terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitralis. Pada
keadaan hipertensi dan stenosis aorta denyutan apeks juga kuat,
akan tetapi tidak begitu kuat, kecuali jika ventrikel kiri sudah
melebar (dilatasi) dan mulai timbul keadaan decompensasi cordis.
Denyutan yang memukul pada daerah sebelah kiri sternum
menandakan keadaan abnormal yaitu ventrikel kanan yang hipertrofi
dan melebar. Hal ini dapat terjadi pada septum atrium yang
berlubang, mungkin juga pada stenosis pulmonalis atau hipertensi
10 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
pulmonalis. Denyutan yang memukul akibat kelainan pada ventrikel
kiri atau ventrikel kanan dapat juga teraba di seluruh permukaan
prekordium. Hal ini terjadi apabila penjalaran denyutan menjadi
sangat kuat karena jantung berada dekat sekali pada dada. Namun,
harus tetap ditentukan satu tempat dimana denyutan itu teraba
paling keras.
- Pemeriksaan getaran / thrill
Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub
bawaan atau penyakit jantung congenital. Disini harus diperhatikan:
o Lokalisasi dari getaran
o Terjadinya getaran: saat systole atau diastole
o Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang
tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung
dan darah akan mengalir lebih cepat.
o Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan
terdengar bising jantung.
Contoh pada kelainan jantung bawaan VSD akan teraba getaran
sistolik di parasternal kiri bawah dan pada stenosis pulmonal
akan teraba getaran sistolik di parasternal kiri atas. Pada
kelainan jantung didapat seperti stenosis mitral akan teraba
getaran distolik di apeks jantung dan pada stenosis aorta akan
teraba getaran sistolik di bagian basis jantung.
- Pemeriksaan gerakan trakea.
Pada pemeriksaan jantung, trakea harus juga diperhatikan
karena anatomi trakea berhubungan dengan arkus aorta. Pada
aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trakea dan denyutan ini
dapat teraba. Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan kedua jari telunjuknya
diletakkan pada trakea sedikit di bawah krikoid. Kemudian laring dan
trakea diangkat ke atas oleh kedua jari telunjuk itu. Jika ada
11 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
aneurisma aorta maka tiap kali jantung berdenyut terasa oleh kedua
jari telunjuk itu bahwa trakea dan laring tertarik ke bawah.
5. Perkusi jantung
Tujuan perkusi adalah untuk menetapkan batas-batas jantung.
12 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
sternumpun menjadi redup. Pada efusi pericardium daerah redup
jantung meluas terutama bagian bawahnya sehingga bentuknya
menyerupai bentuk jambu.
6. Auskultasi Jantung.
Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop. Yang
dipakai disini adalah stetoskop dupleks, yang memiliki dua corong
yang dapat dipakai bergantian. Corong pertama berbentuk kerucut
yang sangat baik untuk mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi,
sedangkan corong yang kedua berbentuk lingkaran yang sangat baik
untuk mendengarkan bunyi dengan nada rendah.
Pada auskultasi, selama beberapa pukulan jantung harus
diusahakan untuk mendengarkan dan memusatkan perhatian pada
bunyi I, setelah ada kepastian barulah dipusatkan pada bunyi II. Pada
auskultasi akan diperhatikan 2 hal, yaitu:
13 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
2) Pada ruang interkostal IV – V kanan. Pada tepi sternum:
katub trikuspidalis terdengar disini
Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
1) Stenosis mitral
2) interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
3) pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang
cepat misalnya [ada kerja fisik, emosi, anemi, demam dll.
Intensitas BJ I melemah pada apeks pada:
1) Shock hebat
2) interval PR yang memanjang
3) decompensasi hebat.
- Bunyi jantung II
Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katub aorta dan a.
pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan
diastole. BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I. Pada anak-anak
dan dewasa muda akan didengarkan BJ II pulmonal lebih keras
daripada BJ II aortal. Pada orang dewasa didapatkan BJ II aortal lebih
keras daripada BJ II pulmonal.
14 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada:
1) Hipertensi
2) Arterisklerosis aorta yang sangat.
15 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
3) Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising
itu dijalarkan ke semua arah tetapi tulang merupakan penjalar
bising yang baik, dan bising yang keras akan dijalarkan lebih
dulu.
4) Perhatikan derajat intensitas bising tersebut.
16 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Secara klinis, bising dapat dibagi menjadi:
a. Bising fisiologis.
Biasanya bising yang sistolik berupa bising yang fisiologis, dan jarang
patologis. Tetapi bising diastolik selalu merupakan hal yang
patologis. Sifat-sifat bising fisiologis adalah sbb:
(1) Biasanya bersifat meniup
(2) Tak pernah disertai getaran
(3) Biasanya tidak begitu kerasa tetapi lebih dari derajat II
(4) Pada auskultasi terdengar baik pada sikap terlentang dan pada
waktu ekspirasi
(5) Dapat diauskultasi paling baik di ruang interkostal II – III kiri
pada tempat konus pulmonalis.
b. Bising patologis
Seperti sudah dijelaskan bahwa bising diastolik pasti patologis,
sedang bising sistolik bisa fisiologis, bisa patologis. Bising sistolik
yang terdapat pada apeks biasanya patologis. Sifatnya meniup,
intensitasnya tak tentu, lamanya juga tak tentu. Keadaan-keadaan ini
sering dijumpai bising sistolik pada apeks:
(1) Insufisiensi mitralis organik misal pada cacat katub karena
rheuma.
(2) Pembesaran hebat dari bilik kiri, sehingga annulus fibrosis
relatif lebih besar daripada valvula mitralis. Jadi disini ada
insufisiensi mitral relatif. Hal ini terdapat pada miodegenerasi
dan hipertensi hebat.
(3) Anemia dan hipertiroid atau demam. Bising disini terjadi karena
darah mengalir lebih cepat.
(4) Stenosis aorta. Disini akan dijumpai adanya bising sistolik pada
aorta, yang kemudian dihantarkan ke apeks jantung. Sehingga
pada apeks akan terdengar bunyi yang lebih lemah daripada
aorta.
17 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
1. Pengukuran tekanan vena jugularis (JVP)
Tekanan darah vena sistemik jauh lebih rendah dibandingkan
dengan tekanan arterial. Ini tergantung pada kuatnya kontraksi
ventrikel kiri. Determinator penting lainnya dari tekanan vena
sistemik adalah volume darah dan kapasitas jantung kanan untuk
menerima darah dan memompanya ke dalam sistem arteri
pulmonalis. Apabila ada faktor tersebut yang tidak normal, maka
terjadi ketidaknormalan pada tekanan vena. Contohnya, tekanan vena
akan turun apabila volume darah turun atau bila output ventrikel kiri
menurun; tekanan vena naik apabila jantung kanan gagal, atau
kenaikan tekanan pada ruang perikardium menghambat kembalinya
darah ke atrium kanan.
Di dalam laboratorium, tekanan vena diukur dari titik nol di atrium
kanan. Karena sulit mendapatkan titik ini pada pemeriksaan fisik,
maka digantikan dengan tanda yang stabil, yaitu angulus sternalis.
Baik dalam posisi tegak atau berbaring, angulus sternalis kira-kira
terletak 5 cm di atas atrium kanan.
Walaupun pengukuran tekanan vena dapat dilakukan di mana saja
pada sistema vena, perkiraan tekanan atrial kanan, dengan sendirinya
berarti juga menunjukkan fungsi jantung kanan, dilakukan pada vena
jugularis interna. Apabila sulit menemukan vena jugularis interna,
dapat dipakai vena jugularis externa. Tingginya tekanan vena
ditentukan dengan menemukan titik di mana vena jugularis externa
mulai kolaps. Jarak vertikal dalam sentimeter antara titik ini dengan
angulus sternalis menentukan tekanan vena. Tekanan vena jugularis
externa 2 cm di atas angulus sternalis ekuivalen dengan tekanan vena
sentral 7 cm. Dengarkan dengan bell pada apex, posisi ini untuk
mengkaji S3 dan murmur mitral.
18 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Pemeriksaan JVP
(1) Pemeriksa berada di sebelah kanan si penderita.
(2) Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat dengan bantal,
dan otot strenomastoideus dalam keadaan relaks. Naikkan ujung
tempat tidur setinggi 30 derajat, atau sesuaikan sehingga pulsasi vena
jugularis tampak paling jelas.
(3) Temukan titik teratas dimana pulsasi vena jugularis interna tampak,
kemudian dengan penggaris ukurlah jarak vertikal antara titik ini
dengan angulus sternalis.
(4) Apabila tidak dapat menemukan pulsasi vena jugularis interna, maka
dapat mencari pulsasi vena jugularis externa.
(5) Sudut ketinggian dimana penderita berbaring harus diperhitungkan
karena ini mempengaruhi hasil pemeriksaan.
19 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Gambar 5. Pengukuran Tekanan Vena Jugular (Jugular Venous
Pressure/JVP) (Bates, guide to physical examination 2013)
20 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
nyeri, geser ke daerah lain. Amatilah apakah ada kenaikan tekanan
vena jugularis.
A. Frekuensi nadi
Frekuensi nadi adalah jumlah denyut nadi selama 1 menit.
Frekuensi nadi yang normal pada orang dewasa adalah antara 60 –
90, biasanya 70 – 75. Pada anak-anak dan wanita frekuensi sedikit
lebih cepat. Demikian juga halnya pada waktu berdiri, sedang makan,
mengeluarkan tenaga, atau waktu mengalami emosi.
Frekuensi nadi yang dianggap abnormal adalah lebih dari 100 dan
kurang dari 60. Nadi yang cepat dikenal dengan takikardi atau pulsus
frekuensi sedangkan nadi yang lambat dikenal dengan bradikardi
atau pulsus rarus. Takikardi dijumpai pada demam tinggi,
tirotoksikosis, infeksi streptokokus, difteri dan berbagai jenis
penyakit jantung seperti supraventrikuler takikardia paroksismal.
Bradikardi terdapat pada penyakit miksudema, penyakit kuning,
demam enteritis, dan tifoid.
B. Tegangan
Tegangan nadi tergantung dari desakan darah. Cara
memeriksa: Tangan kanan penderita diletakkan dengan telapak
tangan menghadap ke atas dan disandarkan pada ibu jari pemeriksa.
Di atas a. radialis diletakkan berjajar jari telunjuk, jari tengah, dan jari
manis. Telunjuk menekan a. radialis sehingga a. radialis menutup,
setelah itu dengan jari manis kita tekan a. radialis perlahan-lahan
21 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
sampai jari tengah tak merasakan adanya pulsasi lagi. Jadi kesan
besarnya desakan darah diperoleh dari jari manis yang
menghilangkan pulsasi. Untuk ini, kita harus melatih diri supaya
dapat mengetahui tegangan nadi.
C. Irama nadi
Irama nadi dibedakan menjadi reguler/teratur dan irreguler/tidak
teratur. Pada orang sehat denyut nadi biasanya teratur, tetapi nadi
yang tidak teratur belum tentu abnormal. Aritmia sinus adalah
gangguan irama nadi, dimana frekuensi nadi menjadi cepat pada
waktu inspirasi dan melambat pada waktu ekspirasi. Hal demikian
adalah normal dan mudah dijumpai pada anak-anak.
Jenis nadi tak teratur lainnya adalah abnormal, Pada gangguan
hantaran jantung dapat terjadi keadaan dimana tiap-tiap dua denyut
jantung dipisahkan oleh waktu yang lama, karena satu diantara tiap-
tiap dua denyut menghilang. Nadi semacam ini dinamakan pulsus
bigeminus. Kalau tiap 2-3 denyut dipisahkan oleh waktu yang lama
dinamakan pulsus trigeminus. Masa antara denyutan nadi (interval)
yang memanjang dapat ditemukan juga jika terdapat satu denyutan
tambahan yang tibul lebih dini daripada denyutan-denyutan lain yang
menyusulnya. Denyutan ini dinamakan denyutan ekstra-sistolik. Nadi
yang sama sekali tak teratur dikenal sebagai pulsus iregularis totalis
dan nadi ini merupakan gejala dari fibrilasi atrium.
E. Isi nadi
Isi nadi ditentukan oleh faktor dari dalam jantung dan faktor dari
dalam pembuluh darah. Dibedakan menjadi isi nadi normal, isi nadi
kurang/pulsus parvus, isi nadi besar/pulsus magnus. Pada tiap denyut
nadi sejumlah darah melewati bagian tertentu dari arteri. Banyaknya
jumlah darah ini dicerminkan oleh tingginya puncak gelombang nadi.
Jika suatu denyutan terasa mendorong jari yang malakukan palpasi,
maka dikatakan bahwa nadi itu besar disebut dengan pulsus magnus.
Sebaliknya pada gelombang nadi yang kecil, jumlah darah yang
melalui arteri kecil, disebut dengan pulsus parvus.
Nadi yang besar dijumpai pada waktu orang mengeluarkan tenaga
atau jika ada demam tinggi yang akut. Pada pulsus seler didapati
denyut yang besar, akan tetapi datang dan hilangnya denyutan pada
pulsus seler cepat sekali. Pulsus parvus dijumpai pada perdarahan,
infark cordis, dan stenosis aorta. Isi nadi juga mencerminkan
perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik yang dikenal sebagai
tekanan nadi.
F. Bandingkan nadi a. radialis kiri dan kanan.
Jika tidak sama disebut nadi tak sama (pulsus differens). Pulsus
differens disebabkan:
23 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
1) Kelainan a. radialis, yaitu a. radialis tetap kecil bentuknya,
sehingga a. ulnaris yang membesar. Di sini a. ulnaris harus
diperiksa dengan cara meraba sebelah dalam m. flexor carpi
ulnaris.
2) Penyakit pada pangkal a. anonyma, a. subclavia, aorta yaitu
aneurisma aorta. Hal ini menyebabkan desakan antara lengan
kanan dan kiri tidak sama.
G. Keadaan dinding arteri.
Pada arteriosclerosis dinding akan teraba abnormal keras, kadang-
kadang bahkan seperti pipa kerasnya, sedangkan pembuluh tadi
dapat diguling-gulingkan kesana kemari. Bila tingkatan sklerosis
berlanjut, pembuluh juga akan mengalami pemanjangan sehingga
berkelok-kelok. Keadaan ini dapat terlihat jelas pada a. brachialis.
Pada keadaan normal, dinding arteri akan teraba kenyal.
24 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
sedikit diluruskan dengan posisi supinasi. Jika perlu fleksikan sedikit
untuk mengakses arteri brakialis.
5. Deteksi bruits
Saat meraba arteri karotis, maka dapat mendeteksi thrills
dan bruit. Saat menilai thrills dan bruit, maka dengarkan sensasi
getarannya. Pada arteri karotis untuk bruit, suara seperti tiupan yang
timbul dari turbulensi aliran darah arteri. Minta pasien untuk
berhenti bernapas selama beberapa detik, lalu dengarkan dengan
diafragma stetoskop, yang berfungsi untuk mendeteksi frekuensi
yang lebih tinggi daripada bell stetoskop. stenosis mungkin memiliki
frekuensi yang lebih rendah atau bahkan tidak ada suara, bisa
menggunakan bell. Tempatkan diafragma di dekat ujung atas tulang
rawan tiroid di bawah sudut rahang, area tempat arteri karotis
komunis bercabang menjadi arteri karotis interna. Bruit di lokasi ini
cenderung berbeda dengan murmur yang dijalarkan dari bruit arteri
jantung atau subklavia atau vertebralis. Dengarkan bising pada
pasien yang lebih tua dan pasien dengan dugaan penyakit
serebrovaskular.
25 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
E. Checklist Pemeriksaan
CHECKLIST PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER
Tanggal :
Nama Mahasiswa :
Nama Instruktur :
Nilai
No Aspek yang dinilai 0 1 2
1 Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
Menyiapkan penderita (diminta berbaring dan
2 membuka baju)
3 Mencari pulsasi iktus kordis
4 Meraba iktus kordis
5 Melakukan perkusi dengan teknik yang benar
Menentukan batas kiri jantung dengan
6 melakukan perkusi dari sisi lateral kiri ke medial
Menentukan batas kanan jantung dengan
7 melakukan perkusi dari sisi kanan ke kiri
Selama perkusi dapat menghasilkan perubahan
8 suara dari sonor ke redup jantung
Dapat menyebutkan batas-batas jantung sesuai
9 dengan pemeriksaan di atas
Penderita diminta bernapas biasa dalam suasana
10 rileks
Melakukan auskultasi jantung pada sela iga II
11 kanan (Aorta)
Melakukan auskultasi jantung pada sela iga II kiri
12 (Pulmonal)
Melakukan auskultasi jantung pada sela iga IV
13 sepanjang garis
parasternal kiri (Trikuspid)
14 Melakukan auskultasi apek jantung (Mitral)
Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar
15 jantung, baru perhatian pada suara tambahan
16 Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
17 Bedakan antara sistolik dan diastolik
Usahakan mendapat kesan intensitas suara
18 jantung
Perhatikan adanya suara tambahan/suara yang
19 pecah
20 Tentukan suara tambahan/bising sistolik atau
26 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
diastolik
Tentukan daerah penjalaran bising dan tentukan
21 titik maksimumnya
22 Catat hasil auskultasi
23 Melakukan palpasi nadi karotis dan deteksi bruit
24 Melakukan pemeriksaan JVP
25 Melakukan pemeriksaan capillary refill time
Total skor
Nilai = skor X 100 % =
50
Keterangan :
o 0 = tidak dilakukan
o 1 = dilakukan, tapi belum sempurna
o 2 = dilakukan dengan sempurna
Mengetahui,
Instruktur
(................................................)
F. Skenario Responsi
GCS 456
27 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Template Responsi
1. Nomor
Station
2. Judul Pemeriksaan Kardiovaskuler
Station
3. Alokasi 10 menit
Waktu
4. Tingkat Tingkat Kemampuan SKDI:
Kemampuan - Melakukan anamnesis dengan bahasa yang mudah
Kasus yang dipahami oleh pasien dan keluarga/pengasuhnya
Diujikan terkait keluhan utama sesuai daftar masalah KV
(4)
- Mendapatkan data tentang faktor risiko penyakit
KV yang ada pada diri pasien (4)
- Inspeksi dada (4)
- Palpasi denyut apeks jantung (4)
- Palpasi arteri karotis (4)
- Perkusi ukuran jantung (4)
- Auskultasi jantung (4)
- Pengukuran tekanan vena jugularis (JVP) (4)
- Palpasi denyut arteri ekstremitas (4)
- Penilaian denyut kapiler (4)
- Penilaian pengisian ulang kapiler (capillary refill)
(4)
- Deteksi bruits (4)
5. Kompetensi 1. Anamnesis
Diujikan 2. Pemeriksaan fisik
3. Interpretasi data/kemampuan prosedural
pemeriksaan penunjang
4. Penegakan diagnosis dan diagnosis banding
5. Tatalaksana nonfarmakoterapi
6. Tatalaksana farmakoterapi
7. Komunikasi dan edukasi pasien
8. Perilaku profesional
6. Kategori 1. Sistem Saraf
Sistem 2. Psikiatri
Tubuh 3. Sistem Indra
4. Sistem Respirasi
5. Sistem Kardiovaskular
6. Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, dan
Pankreas
7. Sistem Ginjal dan Saluran Kemih
8. Sistem Reproduksi
9. Sistem Endokrin, Metabolisme, dan Nutrisi
28 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
10. Sistem Hematologi dan Imunologi
11. Sistem Muskuloskeletal
12. Sistem Integumen
7. Instruksi Seorang laki-laki, usia 45 tahun datang ke UGD dengan
Peserta keluhan sesak nafas sejak 3 bulan yang lalu sesak
Ujian hilang timbul terutama setelah jalan jauh dan naik
tangga, sesak berkurang dengan istirahat dan
memberat 1 minggu ini sesak setiap waktu. Riwayat
penyakit sebelumnya mempunyai darah tinggi dan
kencing manis sejak 5 tahun lalu namun tidak pernah
berobat karena tidak ada keluhan.
Pemeriksaan fisik
GCS 456
T 170/90 mmHg; N 88 kali permenit; RR 34 kali
permenit
TUGAS:
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik jantung!
G. Daftar Pustaka
1. Burnside-Mc Glynn, 1995. Adams Diagnosis Fisik, EGC, Jakarta.
2. Delp and Manning, 1996. Major Diagnosis Fisik, EGC, Jakarta.
3. Bickley Lynn S. 2017. Bates phyisical examination and history
taking. Wolters Kluwer.California
30 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
BUKU AJAR
CLINICAL SKILLS LEARNING
IV
31 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
REVIEWER:
dr. Avin Ainur F, M.Biomed
32 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Identitas dan
Identitas Mata Kuliah Nama TandaTangan
Validasi
Kode Mata Kuliah Dosen Pengembang dr. Riskiyah, MMRS
Nama Mata Kuliah Pemeriksaan Rontgen RPS
Thorax
Bobot Mata Kuliah (sks) 3 SKS Koord. CSL dr.Iwal Reza Ahdi, Sp. PD
Semester 4
Mata Kuliah Prasyarat - Kepala Program Studi dr. Ana Rahmawati, M.Biomed
Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL)
Kode CPL Unsur CPL
A1.1 Berperilaku sesuai dengan nilai kemanusiaan, agama, moral dan etika akademik sesuai
perannya sebagai mahasiswa kedokteran.
A 4. 1 Menguasai prinsip keselamatan pasien dalam pengelolaan masalah kesehatan.
A1.2 Memiliki kesadaran untuk bersikap dan berupaya maksimal dalam praktik kedokteran
A2.6 Menerapkan kemampuan berpikir kritis, menghasilkan ide yang relevan dan berinovasi untuk
menyelesaikan masalah.
A4.3 Mendemonstrasikan kemampuan komunikasi efektif dan kerjasama tim yang mengedepankan
keselamatan pasien.
A5.2 Menguasai prinsip pengelolaan masalah kesehatan berbasis bukti.
A5.3 Mengevaluasi data, argumen dan bukti secara ilmiah, serta menarik kesimpulan ilmiah.
33 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
A.7.1 Menginterpretasi data klinis dan kesehatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat,
untuk perumusan diagnosis atau masalah kesehatan dalam kondisi simulasi.
A7.4 Merencanakan pengelolaan masalah kesehatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat
secara holistik, komprehensif, bersinambung dan kolaboratif.
A.8.1 Menegakkan diagnosis, dan diagnosis banding masalah kesehatan dengan menerapkan
keterampilan klinis yang sesuai termasuk anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan
penunjang, interpretasi hasil, serta memperkirakan prognosis penyakit dalam kondisi
simulasi.
A.9.4 Menyampaikan informasi yang terkait kesehatan (termasuk berita buruk, informed consent)
dan melakukan konseling dengan cara yang santun, baik dan benar dalam kondisi tersimulasi.
CP Matakuliah (CPMK) Mahasiswa mampu:
1. Mempersiapkan pasien dan peralatan EKG.
2. Melakukan pemasangan dan pemeriksaan EKG.
3. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan EKG.
Bahan Kajian Anatomi, Fisiologi, komunikasi, kardiovaskuler
Keilmuan
Deskripsi Mata Kuliah Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa mampu melakukan
: pemeriksaan EKG dan interpretasinya sesuai SKDI 2019.
Daftar Referensi : 1. Baltazar, R.F. (2013). Basic and Bedsid Electrocardiography. Baltimore, MD : Lippincott
Williams & Wilkins.
2. Guyton, A.C. dan Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC.
3. Kabo, P dan Karim, S (2007). EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk
Dokter Umum. Jakarta : FK UI.
4. Luthra, Athul (2012).ECG made Easy. Jaypee brother medical publisher
5. Netter, F.H. (2014). Atlas of human anatomy. 6th ed: Elsevier.
6. Sajjan,M. (2013). Learn ECG in a day. Jaypee brother medical publisher
7. Silverthorn, D.U. (2013). Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.
34 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Penilaian*
Metode Teknik
POKOK BAHASAN (Level Pembelajaran Waktu Indikator/ penilaian
No TOPIK CSL
Kompetensi) kode CPL /bobot
1 2 3 5 7 8 9
1 Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnostik: 1. Kuliah 1x 100 mnt CP 4 Pretest 5%
EKG: Pemasangan dan interpretasi Pengantar CP 7 OSCE 80%
Elektrokardiografi CP 8 Responsi 15%
hasil EKG sederhana (VES, AMI, 2. Terbimbing 1x200mnt CP 9
(EKG) VT, AF) (4)
3. Responsi 1x200mnt
4. Mandiri 1x200mnt
35 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
TOPIK CSL
PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)
B. Pendahuluan
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) adalah pemeriksaan
penunjang untuk membantu mendiagnosis penyakit jantung. Bekal
pengetahuan yang harus dimiliki mahasiswa sebelum mempelajari
keterampilan Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) adalah:
Anatomi dinding dada dan jantung (ruang jantung, katub jantung,
dan pembuluh darah besar)
Fisiologi jantung (siklus jantung, sistem konduksi jantung, dan
listrik jantung)
Topik Pemeriksaan EKG ini berkaitan dengan topik Clinical Skill Lab
sebelumnya yaitu:
36 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Dasar anamnesis dan rekam medis
Pemeriksaan keadaan umum dan tanda vital
Teknik aseptik
Pemeriksaan kardiovaskuler
C. Kerangka Teori
1. CARA PEMASANGAN ELEKTROKARDIOGRAFI
1.1 Spesifikasi dan Kalibrasi Kertas EKG
a. Kertas grafik dengan garis horizontal dan vertikal dengan
jarak 1 mm.
b. Garis lebih tebal terdapat pada setiap 5 kotak kecil (5 mm).
c. Garis horizontal menggambarkan waktu, dimana tiap 1 mm
menggambarkan 0,04 detik, dan tiap 5 mm mengambarkan
0,20 detik.
d. Garis vertikal menggambarkan voltase, dimana tiap 1 mm
menggambarkan 0,1 milivolt, dan tiap 10 mm menggambarkan
1 milivolt.
Kalibrasi standar kertas grafik EKG adalah kecepatan 25 mm/detik
dengan voltase 10 mm/milivolt (skala 1).
37 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Gambar 1. Kertas EKG dan kalibrasi standar. Kertas EKG
dibagi menjadi kotak-kotak kecil. Lebar kotak kecil adalah 1
mm yang ekuivalen dengan 0,04 detik. Tinggi kotak kecil
adalah 1 mm yang ekuivalen dengan 0,10 mV.
(Sajjan, M. Learn EKG in a day. 2013)
KETERANGAN :
- Gelombang P menggambarkan aktivasi atrium.
Lebar < 0,12 detik
Tinggi < 0,3 milivolt
Selalu positif di lead II dan negatif di lead aVR
- Interval PR menggambarkan durasi konduksi AV
Dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS
41 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Durasi normal 0,12–0,20 detik
- Kompleks QRS mengambarkan aktivasi ventrikel kanan dan
kiri
Lebar 0,06–0,12 detik
Panjang bervariasi di antara tiap lead
Gelombang Q menggambarkan defleksi negatif pertama
Gelombang R mengambarkan defleksi positif pertama
Gelombang S mengambarkan defleksi negatif setelah
gelombang R
- Durasi kompleks QRS menggambarkan durasi depolarisasi
otot ventrikel
- Interval PP menggambarkan durasi siklus atrium
- Interval RR mengambarkan durasi siklus ventrikel
- Interval QT menggambarkan durasi depolarisasi dan
repolarisasi ventrikel
- Segmen ST
Dari akhir gelombang S hingga awal gelombang T
Normal: isoelektrik
- Gelombang T
Positif di lead I, II, V3–V6 dan negatif di aVR
42 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Irama jantung normal demikian dinamakan irama sinus
yaitu iramanya teratur, dan tiap gelombang P diikuti oleh
kompleks QRS. Irama sinus merupakan irama yang normal dari
jantung dan nodus SA sebagai pacemaker. Apabila irama jantung
ditimbulkan oleh impuls yang berasal dari pacemaker yang
terletak di luar nodus SA disebut irama ektopik.
Adanya perubahan-perubahan yang ringan dari panjang
siklus masih dianggap irama sinus yang normal. Akan tetapi
apabila variasi antara siklus yang paling panjang dan paling
pendek melebihi 0,12 detik maka perubahan irama ini
dinamakan sinus aritmia.
a. Irama Sinus
b. SinusAritmia
43 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
c. Atrial Fibrillation (AF)
44 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
2) Frekuensi :
Frekuensi jantung pada orang dewasa normal antara 60 sampai
100 kali/menit.
Sinus takikardia ialah irama sinus dengan frekuensi jantung
pada orang dewasa lebih dari 100 kali/menit, pada anak-anak
lebih dari 120 kali/menit dan pada bayi lebih dari 150
kali/menit.
Sinus bradikardia ialah irama sinus dengan frekuensi jantung
kurang dari 60 denyut/menit.
a. Cara menghitung frekuensi jantung bila teratur/reguler
Bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
i. 1500 dibagi dengan jumlah kotak kecil antara R-R interval
atau P-P interval.
ii. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R-R interval atau P-P
interval.
b. Cara menghitung frekuensi jantung bila tidak
teratur/irreguler
Menghitung frekuensi jantung jika irama jantung tidak teratur
yaitu dengan cara mengitung jumlah RR interval dalam 6 detik lalu
dikalikan dengan 10.
Contoh: dalam 6 detik (30 kotak kecil) didapatkan 8 RR interval
lalu dikalikan 10 sehingga frekuensi jantung adalah 80 kali/menit.
45 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
3) Aksis :
Yang dimaksud dengan posisi jantung dalam EKG adalah
posisi listrik dari jantung pada waktu berkontraksi dan bukan
dalam arti posisi anatomis. Pada pencatatan EKG, akan
mengetahui posisi jantung terhadap rongga dada. Untuk
menghitung aksis jantung bisa menggunakan resultan vektor
kompleks QRS di lead I dan lead aVF karena kedua lead tersebut
memiliki posisi yang saling tegak lurus.
Pada gambar 13 dapat dilihat perhitungan aksis jantung serta
contoh aksis normal, right axis deviation (RAD), dan left axis
deviation (LAD).
47 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Gambar 14. Lead prekordial V1 hingga V6 pada potongan
melintang jantung yang dilihat dari kaudal.. Lead V3 dan V4
menggambarkan transitional zone antara gelombang S yang
dalam di lead V1 dan V2 dengan gelombang R yang tinggi di
lead V5 dan V6. LV, left ventricle/ ventrikel kiri; RV, right
ventricle/ ventrikel kanan. (Sajjan, M. Learn EKG in a day.
2013)
4) Gelombang P:
a. Durasi gelombang P normal
Gelombang P adalah suatu defleksi yang disebabkan oleh
proses depolarisasi atrium. Gelombang P terjadi akibat
depolarisasi atrium yang menyebar secara radial dari
nodus SA ke nodus AV (atrium conduction time).
48 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Gelombang P yang normal memenuhi kriteria sebagai
berikut:
- panjang gelombang tidak lebih dari 0,12 detik
- tinggi atau amplitudo tidak lebih dari 3 mm
- biasanya defleksi ke atas (positif) pada lead-lead I, II,
aVL dan V3-V6
- biasanya defleksi ke bawah (negatif) pada aVR,
sering pula pada V1 dan kadang-kadang V2
b. Gelombang P mitral dan P pulmonal
49 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
c. Interval PR:
Interval P-R atau lebih teliti disebut P-Q interval, diukur
dari permulaan timbulnya gelombang P sampai permulaan
kompleks QRS. Interval ini menunjukkan lamanya
konduksi atrio ventrikuler di mana termasuk pula waktu
yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan bagian awal
dan repolarisasi atrium. Repolarisasi atrium bagian akhir
terjadi bersamaan waktunya dengan depolarisasi
ventrikuler. Nilai interval P-R normal adalah 0,12-0,20
detik.
d. Segmen PR:
Segmen P-R adalah jarak antara akhir gelombang P sampai
permulaan kompleks QRS. Dalam keadaan normal segmen
PR berada dalam garis isoelektrik atau sedikit depresi
dengan panjang tidak lebih dari 0,8 mm. Segmen P-R ini
menggambarkan delay of exitation pada nodus AV (atau
kelambatan transmisi impuls pada nodus AV).
e. Kompleks QRS:
Yang perlu diperhatikan pada kompleks QRS adalah Durasi
kompleks QRS yang menunjukkan waktu depolarisasi
ventrikel (total ventricular depolarization time), diukur dari
permulaan gelombang Q (atau permulaan R bila Q tak
tampak), sampai akhir gelombang S. Nilai normal durasi
kompleks QRS adalah 0,08-0,10 detik. V.A.T atau disebut
juga intrinsic deflection ialah waktu yang diperlukan bagi
impuls melintasi miokardium atau dari endokardium
sampai epikardium, diukur dari awal gelombang Q sampai
50 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
puncak gelombang R. V.A.T tidak boleh lebih dari 0,03 detik
pada V1 dan V2, dan tidak boleh lebih dari 0,05 pada V5
dan V6.
f. Gelombang Q patologis
Gelombang Q patologis merupakan tanda suatu infark
miokard lama. Karakteristik gelombang Q patologis yaitu
lebarnya melebihi 0,04 detik dan dalamnya melebihi
sepertiga dari tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang
sama. Karena gelombang Q patologis menunjukkan letak
infark miokard, maka untuk mendiagnosis infark miokard
lama harus melihat gelombang Q patologis sekurang-
kurangnya pada dua lead yang berhubungan. Contoh:
diagnosis infark miokard lama inferior dapat ditegakkan
apabila ditemukan gelombang Q patologis pada lead II, III,
dan aVF (gambar 16).
51 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
g. Blok berkas his
Blok berkas his dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
right bundle branch block (RBBB) dan left bundle branch
block (LBBB). Pada RBBB ditemukan gambaran rSR di lead
V1-V2, sedangkan pada LBBB ditemukan gambaran RSr di
lead V5-V6.
h. Segmen S-T :
Segmen S-T disebut juga segmen Rs-T, ialah
pengukuran waktu dari akhir kompleks QRS sampai awal
gelombang T. Ini menunjukkan waktu di mana kedua
ventrikel dalam keadaan aktif (excited state) sebelum
dimulai repolarisasi. Titik yang menunjukkan di mana
kompleks QRS berakhir dan segmen S-T dimulai, biasa
disebut J point. Segmen S-T yang tidak isoelektrik (tidak
sejajar dengan segmen P-R atau garis dasar), naik atau
turun sampai 2 mm pada lead prekordial (dr.R. Mohammad
Saleh menyebutkan 1 mm di atas atau di bawah garis)
52 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
dianggap tidak normal. Bila segmen ST naik disebut S-T
elevasi dan bila turun disebut S-T depresi, keduanya
merupakan tanda penyakit jantung koroner. Panjang
segmen S-T normal antara 0,05-0,15 detik (interval ST).
i. ST elevasi
k. Gelombang T:
Gelombang T ialah suatu defleksi yang dihasilkan oleh
proses repolarisasi ventrikel jantung. Panjang gelombang T
biasanya 0,10-0,25 detik. Pada EKG yang normal maka
gelombang T adalah sebagai berikut:
- positif (upward) di lead I dan II; dan mendatar, bifasik
atau negatif di lead III
- negatif (inversi) di aVR; dan positif, negatif atau bifasik
pada aVL atau aVF
- negatif (inversi) di V1; dan positif di V2 sampai V6
54 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Gambar 21. Tipe-tipe gelombang T: A. normal. B. Peaked T Wave.
C. Inversi gelombang T karena iskemia transmural. D. Inversi
simetris gelombang T, tetapi tidak sedalam gambaran iskemia
transmural. E. Inversi dangkal gelombang T. F. gelombang T
bifasik. G. gelombang T flat atau isoelektrik. Walaupun
konfigurasi gelombang T pada gambar B, C, dan D merupakan
kecurigaan iskemia, abnormalitas gelombang T tersebut mungkin
disebabkan oleh penyebab lainnya (Sajjan, M. Learn EKG in a day.
2013)
l. Gelombang U :
Gelombang U biasanya mengikuti gelombang T, mungkin
dihasilkan oleh proses repolarisasi lambat ventrikel.
Gelombang U adalah defleksi yang positif dan kecil setelah
gelombang T sebelum gelombang P, juga dinamakan after
potensial. Gelombang U yang negatif (inversi) selalu
abnormal.
m. Interval Q-T
Interval Q-T diukur mulai dari permulaan gelombang Q
sampai pada akhir gelombang T, menggambarkan lamanya
proses listrik saat sistolik ventrikel (duration of electrical
systole) atau depolarisasi ventrikel dan repolarisasinya.
Interval Q-T ini berubah-ubah tergantung frekuensi
jantung, jadi harus dikoreksi sesuai frekuensi jantungnya
(Q-Tc). Untuk koreksi ini menggunakan normogram yang
memberikan Q-Tc untuk frekuensi jantung 60x/menit. Q-Tc
normal pada laki-laki tidak boleh lebih dari 0,42 detik dan
pada wanita tidak boleh lebih dari 0,45 detik (dr.R.
Mohammad Saleh mengatakan 0,35-0,44 detik).
55 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
n. Lain-lain :
1. VES = Ventricular Extra Systole (PVC=Premature
Ventricular Contraction) (Sajjan, M. Learn EKG in a
day. 2013)
D. Prosedur Ketrampilan
1. Alat Dan Bahan
- Kapas alkohol
- Mesin EKG beserta elektroda-elektrodanya.
- Pasta EKG.
- Kertas grafik garis horizontal dan vertikal dengan jarak 1 mm. Garis
lebih tebal terdapat pada setiap 5 mm.
- Lembar pelaporan hasil EKG.
2. Tahap Persiapan
56 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
- Sebaiknya istirahat 15 menit sebelum pemeriksaan.
- Bila menggunakan perhiasan/logam supaya dilepas.
- Pasien diminta membuka baju bagian dada.
- Pasien dipersilakan tidur terlentang, posisi pemeriksa berada di
sebelah kanan pasien
- Pasien diusahakan untuk tenang dan bernafas normal. Selama
proses perekaman tidak boleh berbicara.
- Bersihkan daerah yang akan dipasang elektroda dengan kapas
beralkohol.
- Oleskan pasta EKG pada elektroda untuk memperbaiki hantaran
listrik.
- Sebaiknya tidak merokok/makan 30 menit sebelumnya
3. Tahap Pelaksanaan
- Pasang elektroda sesuai dengan lead masing-masing:
a. Lead ekstremitas bipolar dan unipolar
Lead I, II dan III dipasang pada pergelangan tangan
kanan dan kiri serta pergelangan kaki kanan dan kiri.
Pergelangan tangan kanan dipasang elektroda yang
berwarna merah [poll (-) / (-) dan aVR].
Pergelangan tangan kiri dipasang elektroda yang
berwarna kuning [poll (-) / (+) dan aVL]. Pergelangan kaki
kanan dipasang elektroda yang berwarna hitam (netral).
Pergelangan kaki kiri dipasang elektroda yang berwarna
hijau [poll (+) / (+) dan aVF].
b. Lead prekordial
1) Pasang lead V1 pada SIC IV linea parasternalis kanan
2) Pasang lead V2 pada SIC IV linea parasternalis kiri
3) Pasang lead V3 di antara V2 dan V4
4) Pasang lead V4 pada SIC V linea medio klavikularis kiri
5) Pasang lead V5 pada SIC V linea aksilaris anterior kiri
6) Pasang lead V6 pada SIC V linea aksilaris media kiri
- Tekan tombol ID (Cardimax®)
57 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
- Isian untuk nomer ID: arahkan kursor ke tulisan ID kemudian tekan
enter kemudian tekan ↑ atau ↓
- Isian untuk umur: arahkan kursor pada tulisan AGE kemudian
tekan enter kemudian tekan ↑ atau ↓
- Isian untuk jenis kelamin: arahkan kursor pada tulisan SEX
kemudian tekan enter kemudian tekan → atau ←
- Apabila tersedia komputer dan bisa disambungkan, isikan nama
probandus. Pilih mode auto/manual kemudian tekan enter
kemudian tekan mode lagi untuk keluar.
Auto: tekan start tunggu sampai tercetak semua lead dan
kesimpulan interpretasi hasil EKG
Manual: tekan start untuk merekam satu persatu setiap
lead secara manual kemudian tekan stop setelah
didapatkan panjang elektrogram yang diinginkan
(contohnya untuk merekam lead II panjang pada kasus
aritmia)
- Kalibrasi kertas EKG dengan kecepatan perekaman standar 25
mm/detik dan voltase 10 mm/milivolt (skala 1)
- Rekam EKG dan hasil akan tampak pada kertas EKG. Lakukan
interpretasi hasil EKG tersebut
- Lepaskan semua lead dan bersihkan sisa pasta EKG dengan kapas
alkohol.
4. Interpretasi Hasil
Untuk membaca/ interpretasi sebuah EKG, kita harus
memperhatikan data-data di bawah ini:
- Umur dan jenis kelamin penderita: karena bentuk EKG normal pada
bayi dan anak-anak sangat berbeda dengan EKG normal orang
dewasa.
- Tinggi, berat dan bentuk badan: orang yang gemuk mempunyai
dinding dada yang tebal, sehingga amplitudo semua komplek EKG
58 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
lebih kecil, sebab voltase berbanding berbalik dengan kuadrat jarak
elektroda dengan sel otot jantung.
- Tekanan darah dan keadaan umum penderita: Hal ini penting
apakah peningkatan voltase pada komplek ventrikel kiri ada
hubungannya dengan kemungkinan hipertofi dan dilatasi ventrikel
kiri.
- Penyakit paru pada penderita: posisi jantung dan voltase dari
komplek-komplek EKG dapat dipengaruhi oleh adanya empisema
pulmonum yang berat, pleural effusion dan lain-lain.
- Penggunaan obat digitalis dan derivatnya: akan sangat
mempengaruhi bentuk EKG. Maka misalnya diperlukan hasil EKG
yang bebas dari efek, digitalis, perlu dihentikan sekurang-
kurangnya 3 minggu dari obat digitalis tersebut.
- Kalibrasi kertas EKG.
- Deskripsikan morfologi gelombang EKG lalu disimpulkan.
Contoh Hasil Pemeriksaan:
59 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Irama sinus
Frekuensi denyut jantung 69 x/mnt
Aksis jantung Normal
Gelombang P normal
Interval P-R 0,14 detik
Segmen P-R 0,4 detik
Kompleks QRS Normal
Gelombang Q Tidak ada
Segmen ST Isoelektrik (normal)
Gelombang T Normal
Gelombang U Tidak ada
Interval QT 0,38 detik
Transitional zone Lead V3 (normal)
Kesimpulan interpretasi Irama sinus normal
60 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
E. Checklist Pemeriksaan
CHECKLIST PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI
Tanggal :
Nama Mahasiswa :
Nama Instruktur :
Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
Menjelaskan pada pasien pemeriksaan yang akan
1.
dilakukan
2. Mencuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan
Persiapan probandus/pasien
a. Bila menggunakan perhiasan/logam supaya
dilepas
b. Pasien diminta membuka baju bagian dada
c. Pasien disuruh tidur terlentang, posisi dokter
di kiri pasien
3.
d. Pasien diusahakan untuk tenang, bernafas
tenang, selama proses perekaman tidak boleh
bicara
e. Bersihkan daerah yang akan dipasang elektroda
dengan kapas beralkohol
f. Oleskan pasta EKG pada elektroda
4. Memasang Lead ekstremitas
Memasang Lead prekordial
a. Pasang lead V1
b. Pasang lead V2
5. c. Pasang lead V3
d. Pasang lead V4
e. Pasang lead V5
f. Pasang lead V6
Apabila tersedia komputer dan bisa disambungkan,
isikan nama probandus. Pilih mode auto/manual
6
kemudian tekan enter kemudian tekan mode lagi
untuk keluar
Melepas semua lead dan membersihkan sisa pasta
7
EKG dengan kapas beralkohol
SKOR TOTAL
61 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Nilai = skor X 100 % =
14
Keterangan :
o 0 = tidak dilakukan
o 1 = dilakukan, tapi belum sempurna
o 2 = dilakukan dengan sempurna
Mengetahui,
Instruktur
(................................................)
62 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
CHECKLIST PENILAIAN INTERPRETASI EKG
Tanggal :
Nama Mahasiswa :
Nama Instruktur :
Keterangan :
Mengetahui,
Instruktur
(................................................)
63 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
F. Skenario Responsi
Seorang laki-laki, usia 45 tahun datang ke UGD dengan
keluhan nyeri dada sebelah kiri tembus ke punggung 1 jam sebelum
ke RS, nyeri seperti ditimpa beban berat disertai keringat hebat.
pasien Riwayat merokok 1 bungkus per hari. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan hasil dalam batas normal.
TUGAS :
1. Lakukan pemasangan EKG pada pasien tersebut!
Setelah dilakukan pemasangan, keluar hasil:
Template Responsi
8. Nomor
Station
9. Judul Station Pemeriksaan Elektrokardiografi
10. Alokasi 10 menit
Waktu
11. Tingkat Tingkat Kemampuan SKDI:
Kemampuan
Kasus yang
Diujikan
12. Kompetensi 9. Anamnesis
Diujikan 10. Pemeriksaan fisik
11. Interpretasi data/kemampuan prosedural
pemeriksaan penunjang
12. Penegakan diagnosis dan diagnosis banding
13. Tatalaksana nonfarmakoterapi
14. Tatalaksana farmakoterapi
15. Komunikasi dan edukasi pasien
16. Perilaku profesional
13. Kategori 13. Sistem Saraf
64 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Sistem Tubuh 14. Psikiatri
15. Sistem Indra
16. Sistem Respirasi
17. Sistem Kardiovaskular
18. Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, dan
Pankreas
19. Sistem Ginjal dan Saluran Kemih
20. Sistem Reproduksi
21. Sistem Endokrin, Metabolisme, dan Nutrisi
22. Sistem Hematologi dan Imunologi
23. Sistem Muskuloskeletal
24. Sistem Integumen
14. Instruksi
Seorang laki-laki, usia 45 tahun datang ke UGD
Peserta Ujian
dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri tembus ke
punggung 1 jam sebelum ke RS, nyeri seperti ditimpa
beban berat disertai keringat hebat. pasien Riwayat
merokok 1 bungkus per hari. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan hasil dalam batas normal.
TUGAS :
1. Lakukan pemasangan EKG pada pasien
tersebut!
Setelah dilakukan pemasangan, keluar hasil:
65 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Sekarang
Keluhan Nyeri dada
Utama
Sejak 1 jam sebelum ke RS
kapan/onset
Lokasi Dada kiri
Durasi/freku Terus menerus
ensi
Karakteristik Seperti ditimpa benda berat
Progresi Semakin berat
Skala nyeri 9/10
(bila perlu)
Yang -
memperpara
h
Yang -
mengurangi
Usaha yang Belum ada
dilakukan
Obat dipakai -
saat ini
Riwayat
penyakit
dahulu
penyakit -
relevan
tindakan -
bedah/terapi
lain
Riwayat
penyakit
keluarga
Riwayat -
pribadi
(relevan)
Alkohol -
Rokok 1 pak per hari
Narkoba -
Seksual
Alergi obat -
Pertanyaan
wajib oleh PS
Peran yang Memegang dada
66 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
wajib
ditunjukkan
Foto untuk -
mol
G. Daftar Pustaka
1. Baltazar, R.F. (2013). Basic and Bedside Electrocardiography.
Baltimore, MD: Lippincott Williams & Wilkins.
2. Guyton, A.C. dan Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
edisi 11. Jakarta: EGC.
3. Kabo, P dan Karim, S (2007). EKG dan Penanggulangan Beberapa
Penyakit Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta: FK UI.
4. Luthra, Athul (2012). ECG made Easy. Jaypee brother medical
publisher
5. Netter, F.H. (2014). Atlas of human anatomy. 6th ed: Elsevier.
6. Sajjan, M. (2013). Learn ECG in a day. Jaypee brother medical
publisher
7. Silverthorn, D.U. (2013). Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.
67 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
BUKU AJAR
CLINICAL SKILLS LEARNING
IV
68 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
REVIEWER:
dr. Avin Ainur Fitrianingsih, M. Biomed
69 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Identitas Mata Kuliah Identitas danValidasi Nama TandaTangan
Kode Mata Kuliah Dosen Pengembang dr. Christyaji Indradmojo, SpEM
Nama Mata Kuliah CSL IV Pemeriksaan RPS
Fisik Respirasi dan
Pemeriksaan Rontgen
Thoraks
Bobot Mata Kuliah (sks) 3 SKS Koord. CSL dr. Christyaji Indradmojo, SpEM
Semester 4
Mata Kuliah Prasyarat - Kepala Program Studi dr. Ana Rahmawati, M.Biomed
Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL)
Kode CPL Unsur CPL
A1.1 Berperilaku sesuai dengan nilai kemanusiaan, agama, moral dan etika akademiksesuai perannya sebagai
mahasiswa kedokteran.
A1.2 Memiliki kesadaran untuk bersikap dan berupaya maksimal dalam praktik kedokteran
A2.6 Menerapkan kemampuan berpikir kritis, menghasilkan ide yang relevan dan berinovasi untuk
menyelesaikan masalah.
A 4. 1 Menguasai prinsip keselamatan pasien dalam pengelolaan masalah kesehatan.
A4.3 Mendemonstrasikan kemampuan komunikasi efektif dan kerjasama tim yang mengedepankan keselamatan
pasien.
A5.2 Menguasai prinsip pengelolaan masalah kesehatan berbasis bukti.
A5.3 Mengevaluasi data, argumen dan bukti secara ilmiah, serta menarik kesimpulan ilmiah.
A.7.1 Menginterpretasi data klinis dan kesehatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat, untuk
perumusan diagnosis atau masalah kesehatan dalam kondisi simulasi.
70 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
A7.4 Merencanakan pengelolaan masalah kesehatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat secara
holistik, komprehensif, bersinambung dan kolaboratif.
A.7.6 Menginterpretasi data klinis dan data kesehatan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat, untuk
perumusan diagnosis atau masalah kesehatan
A.8.1 Menegakkan diagnosis, dan diagnosis banding masalah kesehatan dengan menerapkan keterampilan klinis
yang sesuai termasuk anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang, interpretasi hasil, serta
memperkirakan prognosis penyakit dalam kondisi simulasi.
A.8.3 Melakukan prosedur klinis dalam bidang kedokteran sesuai masalah, kebutuhan pasien dan
kewenangannya.
CP Matakuliah (CPMK) Topik 1 Pemeriksaan Respirasi
Mahasiswa mampu:
1. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan sistem respirasi (paru)
2. Melakukan penilaian respirasi (frekuensi dan irama nafas)
3. Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi dada
4. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan fisik respirasi
71 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Deskripsi Mata Kuliah : Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik
respirasi, dan mampu melakukan pemeriksaan penunjang berupa rontgen sesuai SKDI 2019.
Daftar Referensi : Referensi Topik Pemeriksaan Abdomen:
1. Bickley, Lynn S.; Szilagyi, Peter G. Bates' Guide to Physical Examination and History Taking, 10th
Edition, Chapter 6. 2009. Lippincott Williams & Wilkins
2. Broaddus VC, Light RW. Pleural Effusion. In Mason RJ, Broaddus VC, Martin TR, eds. Textbook of
Respiratory Medicine 5th ed. 2010. Philedelphia: sauderrs Elsevier
3. Delp dan Manning. Major Diagnosis Fisik edisi IX, EGC, terjemahan Adji Dharma. 1986
4. Douglas G. Macleod’s Clinical Examination. 2013. Churchill Livingstone
5. Loddenkemper R, Wolfang Frank. Invasive Pulmonary Diagnostic Prosedures: Pleural Diagnostic
Prosedures. In Cravo JD, Glassroth et al eds. Pulmonary Diseases, 2004. Lippincot William & Wilins
6. TALLEY, N. J., & O'CONNOR, S. Clinical examination: a sistematic guide to physical diagnosis 7th
edition, chapter 10. 2014. Oxford, Blackwell Science.
7. Thomas J, Monaghan T. Oxford handbook of clinical examination and practical skills, 1st edition.
2007. Oxford university press.
8. Thomson JM et all. Mosby’s Clinical Nursing, ed 5. St Louis. 2002. Mosby
9. Willms LJ, Schneiderman H, Algranati PS. Physical diagnosis: bedside evaluation of diagnosis and
function
Referensi Topik Pemeriksaan Rontgen Thorax :
1. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Balai Penerbit FKUI. 2005. Jakarta
2. Palmer P.E.S, Cockshott W.P, Hegedus V, Samuel E. Manual of Radiographic Interpretation for
General Practitioners (Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum).1995. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
3. Armstrong Peter, L. Wastie Martin. Pembuatan Gambar Diagnostik. 1989. Jakarta: EGC
4. P.E.S, Palmer. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Edisi Pertama. 2012. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
5. Sandstrom. The WHO Manual of Diagnostic Imaging. Radiographic Technique and Projections.
2003. World Health Organization
72 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Penilaian*
Metode Teknik
POKOK BAHASAN (Level Pembelajaran Waktu Indikator/ kode penilaian
No TOPIK CSL
Kompetensi) CPL /bobot
1 2 3 5 7 8 9
1 Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik: 1. Kuliah 1x 100 mnt CP 1 Pretest 5%
a. Penilaian respirasi (frekuensi Pengantar CP 2 OSCE 80%
FisikRespirasi Responsi 15%
napas dan tipe distress napas) 2. Terbimbing 1x200mnt CP 4
(4) CP 5
b. Inspeksi dada/thoraks (4) CP 7
c. Palpasi dada /thoraks (4) 3. Responsi 1x200mnt CP 8
d. Perkusi dada /thoraks (4)
e. Auskultasi dada/thoraks (4) 4. Mandiri 1x200mnt
73 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
TOPIK CSL
PEMERIKSAAN FISIK RESPIRASI
B. Pendahuluan
Dokter dan praktisi medis berada dalam posisi untuk dapat
dipercaya. Sepanjang interaksi antara dokter dengan pasien maka sikap
profesional, memiliki integritas, jujur dan menghargai martabat dan
privasi pasien paling terlihat ketika melakukan pemeriksaan fisik
(Thomas dan Monaghan, 2012).
Pemeriksaan fisik repirasi meliputi beberapa area anatomis
yaitu rongga thorax (anterior, posterior dan lateral), paru-paru,
mediastinum dan beberapa area yang berbatasan langsung dengan area
leher dan bahu. Pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan skrining thorax
dan paru-paru serta teknik pemeriksaan fisik umum. Pemeriksaan fisik
sistem respirasi sangat penting untuk dikuasai seorang dokter karena
merupakan ketrampilan dasar yang menjadi landasan diagnosis
ataupun penemuan kelainan patologis yang memerlukan tindak lanjut
berupa pemeriksaan laboratorium atau tindakan lainnya.
Selama pemeriksaan fisik respirasi, penting untuk diingat
gambaran permukaan anatomi paru-paru dan berusaha memutuskan
lobus mana yang terdampak atau mengalami gangguan.
Topik “Pemeriksaan Fisik Respirasi” berkaitan dengan topik
Clinical Skill Lab sebelumnya yaitu:
- Vital sign
- General survey
- Tehnik aseptik
- Dasar anamnesis
74 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
C. Kerangka Teori
1. SISTEM RESPIRASI
Tinjauan Anatomis
Anatomi sistem respirasi meliputi saluran pernafasan bawah,
parenkim paru dan struktur penunjangnya. Mempelajari anatomi sistem
respirasi normal penting untuk mengetahui adanya kelainan pada sistem
respirasi. Berikut adalah gambaran dari anatomi dinding dada beserta isi
yang ada di dalamnya.
75 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
angle) atau dikena dengan sebutan angle of Louis, yaitu dengan
menempatkan jari pada ujung lekukan tulang suprasternum, kemudian
gerakkan jari turun ke bawah sekitar 5 cm yaitu pada pertemuan tulang
manubrium dengan sternum. Lalu gerakkan jari ke arah lateral untuk
menemukan tempat perlekatan tulang iga kedua dan cartilago costalis. Dari
sini, gunakan dua jari dengan cara meraba turun kebawah untuk
menemukan ruang antar iga yang berjalan oblique dan diilustrasikan
dengan nomer yang berwarna merah (Gambar 2). Jangan menghitung ruang
antar iga dari bagian bawah sternum karena jarak antar tulang iga terlalu
dekat. Pada perempuan, untuk menemukan ruang antar iga, gerakkan
mammae ke arah lateral atau palpasi lebih ke arah medial. Hindari menekan
terlalu keras pada jaringan mammae. Pada palpasi, iga dan kartilago kostalis
tampak sama.
Teknik lain untuk menghitung iga dan ruang antar iga adalah dari
posterior, yaitu dari iga ke 12. Iga ke-12 merupakan tulang iga yang
melayang dan dapat diraba hanya dari posterior. Teknik dari posterior ini
dilakukan jika terdapat kendala pada pemeriksaan anterior. Cara lain adalah
dengan menggunakan processus spinosus. Pada saat leher fleksi maksimal
ke depan, tonjolan yang teraba di tengkuk adalah vertebra C7. Jika teraba
dua tonjolan yang sama, maka yang satunya adalah T1. Setelah teraba C7
maka processus di bawahnya dapat diraba dan dihitung selama leher dalam
keadaan fleksi (Gambar 2).
Garis imajiner yang kedua adalah garis lingkar dada, meliputi garis
midsternal, garis vertebral, garis midclavicula, dan garis midaxilla. Garis
midsternal dan vertebral dapat ditentukan dengan tepat, tetapi garis lainnya
hanya perkiraan. Garis midclavicula terletak vertical dari titik tengah
clavicula. Untuk menemukannya maka harus mengetahui kedua ujung
76 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
clavicula dengan tepat. Garis axilla anterior dan posterior terletak dari
lipatan massa otot yang membatasi axilla depan dan belakang. Garis
midaxilla terletak dari apex axilla. Dari posterior, garis vertebral terletak
sepanjang processus spinosus vertebra. Garis scapula terletak vertical dari
titik sudut inferior scapula.
Paru kanan dapat dibagi menjadi tiga lobus, yaitu atas, tengah dan
bawah. Sedangkan paru kiri hanya memiliki dua lobus yaitu atas dan bawah.
Paru beserta fissure dan lobusnya dapat digambarkan melalui dinding dada.
Dari arah anterior, apex masing-masing paru berada 2-4 cm di atas
sepertiga clavicula dari medial. Sedangkan batas paru bagian bawah berada
pada tulang iga ke-6 garis midclavicula dan tulang iga ke-8 garis midaxilla.
Dari arah posterior, batas bawah paru terletak pada processus spinosus
T10.
Masing-masing paru dibagi oleh fissure oblique (mayor) menjadi
kurang lebih setengahnya. Fisura ini berjalan secara oblique dari processus
spinosus T3 ke arah tulang iga ke-6 dari garis medclavicula. Paru kanan
dibagi lagi oleh fisura horizontal (minor). Dari arah anterior, fisura ini
berjalan dari tulang iga ke-4 dan bertemu dengan fisura oblique pada garis
midaxillar dekat tulang iga ke-5 (Gambar 4).
77 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Gambar 4. Pembagian lobus paru-paru
(a) Anterior; (b) posterior; (c) lobus paru kanan; (d) lobus paru
kiri
(Courtesy of Glenn McCulloch)
78 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Pleura ada dua macam, yaitu pleura visceralis dan pleura parietalis. Pleura
visceralis membungkus permukaan luar paru, sedangkan pleura parietalis
membatasi bagian dalam iga dan permukaan atas diafragma.
79 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat inspeksi:
1.1.1. Sianosis
Sianosis sentral terbaik dideteksi dengan inspeksi lidah dimana itu
bisa membedakan dengan sianosis perifer. Penyakit paru berat
seperti Pneumonia, COPD dan Emboli paru yang cukup
menghasilkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (V/Q mismatch)
mungkin menyebabkan penurunan saturasi dan juga sianosis
sentral. Sianosis biasanya tampak jelas ketika saturasi oksigen
turun di bawah 90% pada orang dengan kadar Hb normal.
Ketiadaan sianosis secara jelas tidak menyingkirkan kemungkinan
sianosis. Deteksi sianosis lebih mudah pada kondisi pencahayaan
fluorescent, dan lebih sulit bila ranjang pasien dikelilingi oleh
gorden merah muda cerah.
1.1.2. Karakter Batuk
Batuk merupakan respon protektif terhadap adanya iritasi pada
reseptor sensoris di submukosa jalan nafas atas atau bronchus.
Mintalah pasien untuk batuk beberapa kali. Kelemahan pada awal
batuk yang biasanya eksplosif mungkin mengindikasikan paralisis
pita suara (the ‘bovine’ cough). Batuk yang teredam, wheezy,
inefektif, menunjukkan penyakit paru obstruktif. Batuk yang sangat
produktif menunjukkan adanya sekresi bronchial eksesif karena
bronchitis kronis, pneumonia atau bronchiectasis. Batuk iritatif dan
kering mungkin terjadi pada infeksi dada, asthma atau karsinoma
bronchus dan kadang-kadang dengan gagal jantung kiri atau
penyakit paru interstisial. Ini juga tipikal disebabkan obat-obat ACE
inhibitor. Batuk menggonggong (barking atau croupy) mungkin
menunjukkan masalah jalan nafas atas (faring dan laring) atau
infeksi pertusis.
1.1.3. Sputum
Meneliti dengan hati-hati terhadap sputum merupakan bagian
penting dari pemeriksaan fisik. Warna, volume dan tipe (purulen,
mucoid atau mucopurulen), dan ada tidaknya darah, harus dicatat.
1.1.4. Irama dan frekuensi pernapasan:
a) Normal: dalam keadaan istirahat pernafasan tampak tenang dan
teratur dengan kecepatan dewasa 16 – 25 x/menit dan anak
maksimal 44 x /menit
b) Tachypnoea: pernafasan cepat dan dangkal (>25 x/menit), dapat
terjadi karena nyeri pleuritik, penyakit paru restriktif, diafragma
letak tinggi karena berbagai sebab.
c) Bradypnoea: napas lambat (frekunesi <8 x/menit), dapat terjadi
pada keadaan depresi respirasi karena obat, tekanan intrakranial
meninggi.
80 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Tipe Pernafasan Kemungkinan
Penyebab
1. Sleep apnoea – berhentinya aliran udara Obstruktif (e.g. obesitas
lebih dari 10 detik dan terjadi lebih dari 10 dengan penyempitan
kali dalam tidur semalam jalan nafas, pembesaran
tonsil, perubahan
jaringan lunak faring
pada akromegali atau
hipotiroid)
2. Pernafasan Cheyne-Stokes* - ada periode Gagal jantung kiri
apnoea (berhubungan dengan penurunan Kerusakan otak (e.g.
kesadaran) bergiliran dengan periode trauma, perdarahan
hyperpnoea (berlangsung rata-rata 30 detik serebral)
dan terkait dengan agitasi); ini disebabkan Ketinggian (High
tertundanya respon kemoreseptor medulla altitude)
terhadap perubahan gas darah
3. Pernafasan Kussmaul’s (air hunger) – Asidosis metabolik (e.g.
Pernafasan dalam dan cepat karena stimulasi diabetes mellitus, CKD)
pusat pernafasan
4. Hiperventiasi, yang mengakibatkan alkalosis Ansietas
dan tetani dan parestesi peri-oral
5. Pernafasan Ataxic (Biot†) – pernafasan dalam Kerusakan batang otak
dan irregular
6. Pernafasan Apneustic – berhentinya Kerusakan pons
pernafasan setelah inspirasi
7. Pernafasan Paradoxical – abdomen terhisap Paralisis diafragma
ke dalam saat inspirasi (normalnya
menggembung keluar karena penurunan
diafragma)
*John Cheyne (1777–1836), Scottish physician who worked in Dublin, described
this in 1818. William Stokes (1804–1878), Irish
physician, described it in 1854.
†Camille Biot (1878–1936), French physician.
1.1.5.
Pergerakan thorax pada saat respirasi.
Gerakan paru yang tidak sama dapat kita amati dengan
membandingkan gerakan nafas pada lapang dada kanan dan kiri dari arah
kaki penderita. Gerakan yang tertinggal menggambarkan adanya gangguan
di daerah dimana ada gerakan dada yang tertinggal. (tertinggal = abnormal).
81 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
b) Dada bentuk tong (barrel chest): Diameter antero-posterior
memanjang. Dapat terjadi normal pada bayi, usia lanjut, atau
patologis pada COPD, kifosis, emfisema paru
c) Dada bentuk corong (funnel chest/pectus excavatum): terdapat
lekukan di sternum bagian bawah yang dapat membuat kompresi
jantung dan vasa besar
d) Dada burung (pigeon chest/pectus carinatum) dada menjorok ke
depan sehingga diameter antero-posterior meningkat (Gambar 6).
Tanda-tanda kesulitan bernafas yang tampak dengan inspeksi
antara lain sianosis, kontraksi muskulus sternomastoideus, retraksi
supraclavicular. Pada saat memperhatikan bentuk dada, perhatikan bahwa
diameter anteroposterior (AP) meningkat dengan bertambahnya usia.
84 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Perkusi dapat dilakukan dengan cara :
1. Direk: langsung mengetuk dada atau iga (cara klasik Auenbrugger)
2. Indirek: ketukan pada jari kiri (yang bertindak sebagai plessimeter)
oleh jari kanan
Perkusi cara indirek dilakukan dengan cara menempelkan
permukaan palmar jari tengah tangan kiri pemeriksa pada area intercostal
pasien dilanjutkan dengan mengetuk ujung jari tengah tangan kanan
pemeriksa pada jari tengah tangan kiri pemeriksa. Ketukan dilakukan
dengan menggunakan ujung jari tengah tangan kanan pemeriksa, yang
diketukkan pada jari tengah tangan kiri pemeriksa, yaitu pada sendi
interfalang distal. Ibu jari, dan ketiga jari lainnya tidak menyentuh
permukaan dada (Gambar 9). Ketukan dilakukan dengan cepat disertai
pergerakan pergelangan tangan yang rileks.
87 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
4. Perkusi untuk menentukan penurunan diafragma atau diaphragmatic
excursion. Diafragma itu sendiri tidak dapat diperkusi. Teknik yang
digunakan adalah menentukan perubahan suara perkusi dari resonan
(jaringan paru) ke redup (jaringan di bawah diafragma).
Kemungkinan lokasi diafragma adalah pada batas suara redup
tersebut. Dalam memperkirakan penurunan diafragma, dilakukan
dengan cara menentukan ukuran antara suara redup pada saat
ekspirasi maksimal dan suara redup pada saat inspirasi maksimal,
normal sekitar 5-6 cm.
5. Pada perkusi efusi pleura dengan jumlah cairan kira-kira mengisi
sebagian hemitoraks (tidak terlalu sedikit dan juga tidak terlalu
banyak) akan ditemukan batas cairan (keredupan) berbentuk garis
lengkung yang berjalan dari lateral ke medial bawah yang disebut
garis Ellis-Damoiseau.
6. Pada perkusi di kiri depan bawah akan terdengar suara timpani yang
berbentuk setengah lingkaran yang disebut daerah semilunar dari
Traube. Daerah ini menggambarkan lambung (daerah bulbus) terisi
udara.
88 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
4. Vesikuler mengeras dan memanjang: Pada radang
5. Bronchial: Ekspirasi lebih jelas, seperti suara dekat trachea, dimana
paru lebih padat tetapi bronchus masih terbuka (kompresi, radang,
infiltrat, atelektase tekanan) .
6. Amforik: Seperti bunyi yang ditimbulkan kalau kita meniup diatas
mulut botol kososng sering pada caverne. Eksipirasi Jelas.
D. Prosedur Ketrampilan
1. PEMERIKSAAN FISIK PARU
Pemeriksaan kepada pasien selalu dimulai dengan memberikan
penjelasan singkat tentang macam-macam pemeriksaan yang akan
dilakukan. Pasien dipersilahkan untuk membuka baju sehingga permukaan
dada dapat terlihat. Pemeriksaan dilakukan dari area kanan lalu kiri dengan
membandingkan satu sama lain. Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi secara berurutan dan simultan.
Inspeksi
1. Cari tanda-tanda sianosis pada lidah (sianosis sentral). Area terbaik
untuk menilai sianosis adalah di mana lapisan luar kulit sangat tipis,
dan suplai darah sangat banyak seperti pipi, hidung, telinga dan
mukosa mulut.
89 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
2. Perhatikan karakter batuk dan adanya sputum. Mintalah pasien untuk
batuk beberapa kali. Juga perhatikan bila ada sputum di sekitar pasien.
3. Melihat permukaan dada dengan seksama, bentuk dan ukuran dinding
dada apakah ada kelainan, deformitas dan bentuk patologis lainnya.
4. Menghitung naik turunnya dinding dada untuk melihat frekuensi dan
irama pernafasan.
5. Melihat pergerakan dinding dada saat bernafas maupun istirahat
apakah ada perbedaan antara dada kanan dan kiri.
Palpasi
Pemeriksaan palpasi terdiri dari dua pemeriksaan yaitu
pemeriksaan gerakan pernafasan dan pemeriksaan tactile fremitus. Dokter
melakukan pemeriksaan gerakan pernafasan kemudian diikuti pemeriksaan
tactile fremitus secara berurutan
1. Letakkan kedua telapak tangan pada dada pasien tepat dibawah puting
susu dengan menempelkan jari-jari ke bagian lateral dada pasien
2. Rentangkan ibu jari masing-masing telapak tangan sehingga saling
bertemu pada garis mid sternum, namun jangan sampai menempel
pada dinding dada
3. Minta pasien untuk menarik nafas dalam-dalam. Pada saat bersamaan
amati kedua ibu jari. Adanya penurunan gerakan ibu jari pada salah
satu sisi akan terlihat saat pengembangan dada ketika pasien menarik
nafas
4. Pemeriksaan dilanjutkan dengan dengan penilaian tactile fremitus.
5. Letakkan sisi medial dari telapak tangan pemeriksa pada dada pasien
secara horizontal.
6. Mintalah pasien untuk mengucapkan kata-kata “sembilan puluh
sembilan “ atau “satu-dua, satu-satu”.
7. Rasakan adanya getaran pada telapak tangan.
8. Peningkatan getaran menunjukkan adanya konsolidasi.
9. Penurunan getaran menunjukkan adanya COPD, kolaps alveoli atau
efusi pleura.
Perkusi
1. Letakkan telapak tangan kiri pada dinding dada pasien, renggangkan
jari-jari dan tempelkan jari tengah pada daerah diantara tulang iga
(intercostal space).
2. Tekan jari tengah secara lembut pada daerah tersebut.
3. Dengan menggunakan ujung jari tengah tangan kanan, ketuk jari
tengah tangan kiri tepat pada tulang phalank medial.
4. Jari tangan kanan harus segera ditarik setelah mengetuk jari tangan
kiri karena jika tidak segera ditarik dapat meredam suara yang
dihasilkan.
90 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
5. Jari tengah tangan kanan yang bertugas mengetuk harus dijaga dalam
posisi fleksi, pergerakan mengetuk datang dari ayunan pergelangan
tangan (seperti bermain piano).
6. Saat pemeriksaan, perkusi harus dilakukan di berbagai area pada
dinding dada dan selalu dibandingkan antara yang kiri dan yang kanan.
Auskultasi
1. Gunakan bagian diafragma pada stetoskop untuk melakukan auskultasi
kecuali pada pasien kurus atau pasien yang memiliki banyak rambut.
2. Mintalah pasien untuk menghirup dan mengeluarkan nafas lewat
mulut.
3. Dengarkan kedua suara nafas baik inspirasi maupun ekspirasi.
4. Jika menemukan suara nafas abnormal, periksa secara seksama dan
identifikasi batas-batas area ditemukannya suara nafas abnormal.
5. Identifikasi suara nafas beserta suara tambahan yang ditemukan.
Jangan lupa menentukan siklus pernafasan apa suara tersebut muncul.
91 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
E. Checklist Pemeriksaan
CHECKLIST PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
Tanggal :
Nama Mahasiswa :
Nama Instruktur :
Pencapaian
NO Langkah-langkah yang dievaluasi
0 1 2
(................................................)
93 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
F. Skenario Responsi
94 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
33. Sistem Endokrin, Metabolisme, dan Nutrisi
34. Sistem Hematologi dan Imunologi
35. Sistem Muskuloskeletal
36. Sistem Integumen
21. Instruksi Seorang laki – laki, usia 45 tahun datang ke Unit Gawat
Peserta Darurat (UGD) dengan keluhan sesak sejak 3 hari yang
Ujian lalu disertai batuk berdahak kental putih. Saat datang
pasien cenderung duduk membungkuk ke depan
sambil kedua tungkainya ditekuk. Di sakunya ada obat
inhaler. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan GCS
456, TD 140/80, N 90 x/m, RR 24 x/m, SpO 2 92%, Tax
360C
TUGAS :
a. Lakukan pemeriksaan fisik paru pada pasien
tersebut serta sampaikan kepada penguji
interpretasi hasilnya!
b. Sebutkan kemungkinan diagnosis klinis dan
diagnosis banding pada pasien tersebut!
c. Lakukan edukasi pada pasien tersebut.
96 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
G. Daftar Pustaka
1. Bickley, Lynn S.; Szilagyi, Peter G. Bates' Guide to Physical
Examination and History Taking, 10th Edition, Chapter 6. 2009.
Lippincott Williams & Wilkins
2. Broaddus VC, Light RW. Pleural Effusion. In Mason RJ, Broaddus VC,
Martin TR, eds. Textbook of Respiratory Medicine 5th ed. 2010.
Philedelphia: sauderrs Elsevier
3. Delp dan Manning. Major Diagnosis Fisik edisi IX. terjemahan Adji
Dharma. 1986. EGC
4. Douglas G. Macleod’s Clinical Examination. 2013. Churchill
Livingstone
5. Loddenkemper R, Wolfang Frank. Invasive Pulmonary Diagnostic
Prosedures : Pleural Diagnostic Prosedures. In Cravo JD, Glassroth et
al eds. Pulmonary Diseases, 2004. Lippincot William & Wilins
6. Talley, N. J., & O'Connor, S. Clinical examination: a sistematic guide to
physical . diagnosis 7th edition, chapter 10. 2014. Oxford, Blackwell
Science.
7. Thomas J, Monaghan T. Oxford handbook of clinical examination and
practical skills, 1st edition. 2007. Oxford university press.
8. Thomson JM et all. Mosby’s Clinical Nursing, ed 5. St Louis. 2002.
Mosby
9. Willms LJ, Schneiderman H, Algranati PS. Physical diagnosis :
bedside evaluation of diagnosis and function
97 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
BUKU AJAR
CLINICAL SKILLS LEARNING
IV
REVIEWER:
98 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
dr. Avin Ainur Fitrianingsih, M. Biomed
TOPIK CSL
99 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
PEMERIKSAAN RONTGEN THORAKS
B. Pendahuluan
Pemeriksaan radiologi thorax atau sering disebut dengan chest x-ray
(CXR) bertujuan menggambarkan secara radiografi organ pernafasan yang
terdapat di dalam rongga dada. Tehnik radiografi thorax terdiri dari
bermacam-macam posisi yang harus dipilih disesuaikan dengan indikasi
pemeriksaan.
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang
dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik atau cahaya
(foton) dari sumber radiasi. Salah satu penggunaan sinar X adalah
penggunaan rontgen umum (general X-rays). Yang termasuk dalam rontgen
umum adalah rontgen paru-paru atau thoraks, rontgen kepala dan rontgen
perut. Sinar tersebut akan menembus bagian tubuh yang diperiksa menuju
pada film khusus.
Daya tembus sinar X berbeda-beda sesuai dengan benda yang
dilaluinya. Pada awalnya pelat film berwarna bening, lalu akan dihitamkan
oleh sinar x-ray yang melaluinya dengan cara ionisasi AgBr (analog) atau
detektor (CR, DR). Benda yang mudah ditembus akan memberikan
bayangan hitam (radiolusen), sedangkan benda yang sulit ditembus akan
memberikan bayangan putih (radiopak). Sifat gambar film yang timbul oleh
karena sinar X antara lain :
Melalui objek kerapatan rendah - bayangan hitam : radiolusen (RL)
Melalui objek kerapatan tinggi – bayangan putih : radioopak (RO)
Tidak terlalu hitam : moderately radiolusen (MRL)
Tidak terlalu putih : moderately radioopak (MRO)
Antara MRL & MRO, keputih-putihan : intermediate (I)
100 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Berdasarkan mudah tembusnya benda pada bagian tubuh dibedakan
atas :
Udara : radioluscent
Lemak : moderately radioluscent
Cairan, soft tissue : intermediate
Kalsium : moderately radioopaque
Logam : radioopaque
Topik pemeriksaan rontgen ini berkaitan dengan topik Clinical Skill
Lab sebelumnya yaitu
1. Tehnik dasar anamnesis
2. Tehnik dasar rekam medis
3. General Survey
4. Pemeriksaan Dada
C. Kerangka Teori
1. Pemeriksaan Rontgen Thorax
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang
melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam
kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung dan saluran-saluran besar.
Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto thorax.
Pemeriksaan radiologi thorax sering digunakan untuk skrining penyakit
paru yang terkait dengan pekerjaan di industri-industri seperti
pertambangan, dimana para pekerja terpapar debu.
Secara umum kegunaan foto thorax / CXR adalah :
Untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vascular)
Untuk melihat adanya benda asing
Untuk melihat adanya trauma pada thorax (misalnya fraktur
costae)
Untuk memeriksaan keadaan jantung (menilai adanya
cardiomegaly)
Untuk memeriksa keadaan paru-paru (misalnya melihat adanya
proses infeksi pada kasus TB paru)
Abnormalitas atau kelainan gambar yang biasa terlihat dari CXR adalah :
a. Nodule (daerah buram yang khas pada paru)
Merupakan opasitas berbentuk bulat pada paru. Bila diameternya
lebih dari 3 cm disebut massa. Biasanya bisa disebabkan oleh
neoplasma benign/maligna, granuloma (tuberkulosis), infeksi
(pneumonia), vascular infarct, wegener’s granulomatosis,
rheumatoid arthritis. Kecepatan pertumbuhan, kalsifikasi, bentuk
dan tempat nodul bisa membantu dalam diagnosis. Nodul juga
dapat multipe.
b. Kavitas
Yaitu area berlubang yang berisi udara pada paru, biasanya terletak
ditengah dari suatu nodul, massa atau konsolidasi. Biasanya
101 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
berdinding tebal dan berukuran > 2-5 mm, dapat terisi udara
maupun cairan dan dapat menunjukkan gambaran air-fluid level.
Biasanya dapat disebabkan oleh kanker, emboli paru, infeksi
Staphylococcus aureus, tuberculosis, Klebsiella pneumoniae, bakteri
anaerob, jamur, dan Wagener’s granulomatosis.
c. Abnormalitas pleura
Pleural adalah cairan yang berada di dalam paru dan dinding
thorax. 6. Simetris
Pemeriksaan CXRRadiografi
bertujuantoraks
untukdikatakan
menilai simetris
kelainanjika
yang terjadi
terdapat jarak yang sam
pada pleuradanmaupun
sisi medialcavum pleura
os clavikula kananseperti padaasimetris
- kiri. Posisi kasus dapat mengak
mengalami rotasi dan densitas paru sisi kanan kiri berbeda sehingga
pneumothorax, efusi pleura, neoplasma.
valid.
102 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
ris
Radiografi toraks dikatakan simetris jika terdapat jarak yang sama antara prosesus spinosus
isi medial os clavikula kanan - kiri. Posisi asimetris dapat mengakibatkan gambaran jantung
alami rotasi dan densitas paru sisi kanan kiri berbeda sehingga penilaian menjadi kurang
sk clav
ula ikula
Prosesus
spinosus
ar 4. Jarak yang sama antara prosesus spinosus dengan sisi medial os clavikula bilateral.
ng mempengaruhi hasil pemeriksaan radografi:
i pemeriksaan
Gambar 1. Pemeriksaan Posisi Posterior Anterior
antung berada di sisi anterior rongga dada. Pada radiografi toraks dengan posisi berdiri,
(Sandstrom,
na sinar berjalan dari belakang ke depan (PA), maka 2003)
letak jantung dekat sekali dengan film.
arak dari fokus sinar ke film cukup jauh, maka bayangan jantung yang terjadi pada film tidak
b. Posisi AP (Antero Posterior)
k mengalami pembesaran/ magnifikasi. Pada umumnya jarak fokus-film untuk radiografi
ng 1,8 – 2m.
Dilakukan pada anak-anak atau pada pasien yang tidak kooperatif.
Bayangan jantung yang terlihat pada radiografi toraks proyeksi PA mengalami magnifikasi ±
ari keadaan sebenarnya. Film diletakan
Lain halnya dibawah dibuat
bila radiografi punggung,
dalam biasanya scapula menutupi
proyeksi antero-posterior
maka jantung letaknyaparenkim paru.
akan menjadi Jantung
jauh juga
dari film terlihat
sehingga lebih besar
bayangan dari akan
jantung posisi AP.
alami magnifikasi bila dibandingkan dengan proyeksi PA.
Terjadi magnifikasi karena jantung menempel pada dinding dada
Hal yang sama akan terjadi pada radiografi yang dibuat dengan posisi telentang (supine)
sedangkan
n sinar berjalan dari depan film (AP).
ke belakang menempel
Di sinidibayangan
punggung, sehingga
jantung ada terlihat
juga akan jarak antara
jantung PA
besar dibanding dengan proyeksi dandanfilm. Sedangkan
posisi clavicula
berdiri. Posisi terlihatpada
AP dilakukan simetris
pasiendan
yangkadang
sanggup berdiri (posisi PA).
terlihat datar.
104 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Gambar 4. Pemeriksaan Posisi lateral decubitus
(Sandstrom, 2003)
105 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Gambar 5. Pemeriksaan posisi Apical (Lordotic)
(Sandstrom, 2003)
f. Posisi Oblique
Hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada costae (misalnya adanya
edema daerah dada, riwayat trauma) atau bila terdapat nyeri lokal
pada dada yang tidak dapat diterangkan sebabnya, dan hanya
dilakukan setelah foto rutin diperiksa.
106 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Gambar 6. Pemeriksaan Posisi Oblique
(Sandstrom, 2003)
g. Posisi Ekspirasi
Adalah foto thorax PA atau AP yang diambil pada waktu penderita
dalam keadaan ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal
menunjukkan adanya pneumothorax yang diduga secara klinis atau
benda asing yang terinhalasi sehingga terjadi air-trapping pada paru
yang terobstruksi.
107 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
tersebut.
b. Marker
c. Foto yang akan di baca harus mencantumkan marker R
(Right/Kanan) atau L (Left/Kiri). Karena tidak mungkin kita
menentukan kiri dan kanan bila tanpa marker.
d. Inspirasi cukup dan posisi sesuai (os scapula tidak superposisi
dengan thoraks).
Hal ini dapat dicapai dengan posisi PA, tangan di punggung daerah
pinggang dengan sendi bahu dalam posisi internal rotasi. Foto
thorax harus di buat dalam keadaan inspirasi cukup.
Cara mengetahui cukup tidaknya inspirasi adalah:
Diagfragma setinggi Vth X (dalam keadaan ekspirasi diagframa
setinggi Vth VII- VIII)
Kosta VI anterior memotong dome diagframa
Costa posterior tampak sampai costa 10, sedangkan costa
anterior tampak sampai costa 7
e. Simetris
Cara mengetahui kesimetrisan foto:
Jarak antara sendi sternoklavikularis dekstra dan sinistra
terhadap garis median adalah sama. Jika jarak antara kanan dan kiri
berbeda berarti foto tidak simetris
108 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
uh
ang yang kurus dan jangkung (astenikus) jantung berbentuk panjang
kal jauh lebih besar daripada ukuran melintang. Diafragma letaknya me
ah tergantung (cor pendulum). Sebaliknya pada orang yang gemu
etak jantung lebih mendatar dengan ukuran melintang yang lebih
ng letaknya lebih tinggi.
dinding toraks seperti pectus excavatum/ pigeon chest, pectus carinatum
n vertebra seperti skoliosis, kifosis atau hiperlordosis dapat mempengar
.
ru Gambar 8. Kesimetrisan hasil foto rontgen
n luas pada paru (Sandstrom, 2003)
dapat mempengaruhi bentuk dan
letak jantung.
apat menarik
f.
jantung, sedangkan efusi pleura dan pneumotorak da
Foto thorax tidak boleh terpotong
Gambar
Gambar 9. Superposisi
6. Trakea dan trachea, bronkus
bronkus dengan terlihat
utama vertebra lusen.
(Sandstrom, 2003)
b. Hillus
ari arteri, vena, bronkusterdiri dan
dari arteri,
limfe vena, bronkus dan limfe
109 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Gambar 6. Trakea dan bronkus utam
110 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
- Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan lengkungan konveks ke
bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri. Puncak lengkungan dari ventrikel kiri itu disebut sebagai
apex jantung.
- Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang letaknya para-vertebral kiri dari arkus
sampai diafragma.
Gambar
Gambar11. Proyeksifoto
9. Radioanatomi hilus terhadap
toraks PA rongga thoraks
(Sandstrom, 2003)
- Apeks paru terletak di atas bayangan os clavikula.
- Lapangan atas paru berada di atas iga 2 anterior, lapangan tengah berada antara iga 2-4 anterior dan
k. Lapangan
lapangan bawah berada di bawah iga atas paru berada di atas iga 2 anterior, lapangan tengah
4 anterior.
berada antara iga 2-
4 anterior dan lapangan bawah berada di bawah iga 4 anterior
CTR = A X 100%
B
Pada radiografi thoraks PA dewasa dengan bentuk tubuh yang
normal, CTR kurang dari 50%.
111 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
A
D. Prosedur Ketrampilan
112 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
E. Checklist Ketrampilan
SKOR
NO ASPEK PENILAIAN
0 1 2
Persiapan
1. Pemeriksa mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan
menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
2. Melakukan pemeriksaan identitas pasien sesuai dengan
nomor register foto
3. Memasang foto di light-box
Pemeriksaan Foto Thoraks
4. Menentukan posisi foto apakah PA, AP, Lateral (R/L),
lateral decubitus (R/L) atau oblik yang sesuai dengan
kondisi pasien
5. Menentukan hasil foto rontgen memenuhi syarat atau tidak
:
Tercantum identitas pasien
Marker R/L
Inspirasi cukup (diafragma setinggi V. Th X, kosta VI
anterior memotong dome diafragma, kosta posterior
tampak hingga kosta X, kosta anterior tampak sampai
kosta VII)
Simetris (jarak sendi sternoklavikularis dextra dan
sinistra terhadap garis median sama)
Foto thoraks tidak terpotong
6. Menunjukkan os scapula apakah superposisi dengan
thoraks atau tidak
7. Menunjukkan hillus
8. Menunjukkan trakea dan bronkus utama kanan dan kiri
9. Menunjukkan sinus kostrofrenikus
10. Menunjukkan sinus kardiofrenikus
11. Menunjukkan diafragma
12. Menyebutkan batas jantung sambil menunjukkannya di
foto
Atrium kanan
Arcus aorta
Pinggang jantung
Ventrikel kiri
Apeks jantung
113 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Penutup
13. Jelaskan pada pasien tentang hal-hal yang ditemukan pada
hasil pemeriksaan pemeriksaan
14. menyarankan pemeriksaan rontgen tambahan jika
diperlukan untuk menunjang diagnosa
15. Ucapkan terima kasih dan salam
Keterangan :
o 0 = tidak dilakukan
o 1 = dilakukan , tapi belum sempurna
o 2 = dilakukan dengan sempurna
Mengetahui,
Instruktur
(................................................)
F. Skenario Responsi
114 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Seorang laki-laki 40 tahun membawa hasil foto rontgennya ke klinik anda. Ia
berinisiatif foto sendiri karena sebelumnya mengeluh nyeri dada bila batuk,
bahkan sampai sulit bernafas. Keluhan ini sudah berlangsung 3 hari. Pasien
juga merasa sulit tidur malam dan juga sering berkeringat di malam hari
serta berat badan dirasa menurun 1 bulan ini.
Tugas:
1. Lakukan pembacaan foto rontgen dada tersebut!
2. Jelaskan diagnosis kerja dan diagnosis banding penyakit yang
diderita pasien.
3. Berikan saran untuk tindak lanjutnya
Template Responsi
1. Nomor
Station
2. Judul Pemeriksaan Rontgen dan Thoraks
Station
3. Alokasi 10 menit
Waktu
4. Tingkat Tingkat Kemampuan SKDI:
Kemampuan Interpretasi Rontgen Thoraks
Kasus yang
Diujikan
5. Kompetensi 1. Anamnesis
Diujikan 2. Pemeriksaan fisik
3. Interpretasi data/kemampuan prosedural
pemeriksaan penunjang
4. Penegakan diagnosis dan diagnosis banding
5. Tatalaksana nonfarmakoterapi
6. Tatalaksana farmakoterapi
7. Komunikasi dan edukasi pasien
8. Perilaku profesional
6. Kategori 1. Sistem Saraf
Sistem 2. Psikiatri
Tubuh 3. Sistem Indra
4. Sistem Respirasi
5. Sistem Kardiovaskular
6. Sistem Gastrointestinal, Hepatobilier, dan
Pankreas
7. Sistem Ginjal dan Saluran Kemih
8. Sistem Reproduksi
9. Sistem Endokrin, Metabolisme, dan Nutrisi
10. Sistem Hematologi dan Imunologi
11. Sistem Muskuloskeletal
12. Sistem Integumen
7. Instruksi Seorang laki-laki 40 tahun membawa hasil foto
115 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
Peserta rontgennya ke klinik anda. Ia berinisiatif foto sendiri
Ujian karena sebelumnya mengeluh nyeri dada bila batuk,
bahkan sampai sulit bernafas. Keluhan ini sudah
berlangsung 3 hari. Pasien juga merasa sulit tidur
malam dan juga sering berkeringat di malam hari serta
berat badan dirasa menurun 1 bulan ini.
TUGAS :
1. Lakukan pembacaan foto rontgen dada
tersebut!
2. Jelaskan diagnosis kerja dan diagnosis
banding penyakit yang diderita pasien.
3. Berikan saran untuk tindak lanjutnya
9 Instruksi Nama Y, Tn
Pasien Usia 40 tahun
Standar Jenis kelamin Laki-laki
Pekerjaan Swasta
Status pernikahan menikah
Pendidikan S2
terakhir
Riwayat Penyakit
Sekarang
Keluhan Utama Batuk
Sejak 3 hari yang lalu
kapan/onset
Lokasi Dada kiri
Durasi/frekuensi Kadang-kadang
Karakteristik Tajam seperti tertusuk
Progresi Mendadak
Skala nyeri (bila 8
perlu)
Yang Batuk
memperparah
Yang Dada ditekan
mengurangi
Usaha yang Tidur dengan bagian dada yang
dilakukan nyeri di bawah
Obat dipakai OBH
saat ini
Riwayat penyakit
dahulu
penyakit relevan
tindakan
116 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r
bedah/terapi
lain
Riwayat penyakit
keluarga
Riwayat pribadi
(relevan)
Alkohol Tidak ada
Rokok 1 pak/hari
Narkoba Tidak
Seksual Normal
Alergi obat Tidak ada
Pertanyaan wajib
oleh PS
Peran yang wajib Menunjukkan rasa gelisah
ditunjukkan
Foto untuk mol
G. Daftar Pustaka
117 | P r o g r a m S t u d i P e n d i d i k a n D o k t e r