Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PRINSIP SEWA (AL-IJARAH)

DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

“AKUNTANSI SYARIAH”

DOSEN PENGAMPU :

YUNI MAIMUNA, S.Ak., M.Ak

OLEH :

KELOMPOK 7

SELVIYANINGSI : 216602070
SANDRA AGUSTINA : 216602077
SEPTIANA ARISMAYANTI : 216602078

KELAS REG. 1

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM ENAM KENDARI

KENDARI

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt karena atas limpahan rahmatnya
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan
sesuai dengan harapan.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada ibu YUNI MAIMUNA, S.Ak., M.Ak
selaku dosen pengampu mata kuliah “AKUNTANSI SYARIAH” yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengarapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang di tulis dapat bermanfaat pagi semua pihak
yang membutuhkan.

Kendari, 05 desember 2022

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1

1.1. LATAR BELAKANG...............................................................................................1

1.2. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................2

1.3. TUJUAN.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

2.1. PENGERTIAN AL-IJARAH...................................................................................3

2.2. LANDASAN SYARIAH...........................................................................................4

2.3. MANFAAT DAN RISIKO YANG HARUS DIANTISIPASI...............................4

2.4. RUKUN DAN SYARAT IJARAH...........................................................................5

2.5. KETENTUAN OBJEK IJARAH.............................................................................5

2.6. KEWAJIBAN BANK DALAM IJARAH...............................................................6

2.7. KEWAJIBAN NASABAH DALAM IJARAH.......................................................6

2.8. APLIKASI DALAM PERBANKAN.......................................................................6

BAB III PENUTUP................................................................................................................11

3.1. KESIMPULAN........................................................................................................11

3.2. SARAN.....................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Manusia merupakan makhluk sosial yang tak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
Dalam hidupnya, manusia bersosialisi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
yang termasuk di dalamnya merupakan kegiatan ekonomi. Segala bentuk interaksi sosial
guna memenuhi kebutuhan hidup manusia memerlukan ketentuan-ketentuan yang membatasi
dan mengatur kegiatan tersebut.

Islam pun mengatur hubungan interaksi sosial ini yang disebut muamalah.Contoh
hukum islam yang termasuk muamalah satunya adalah ijarah sewa-menyewa dan upah.
Dalam bahasa Arab kata ijarah berarti sewa menyewa dan upah, antara keduanya terdapat
perbedaan makna operaional. Sewa biasanya digunakan untuk benda, dan upah untuk tenaga.

Ijarah merupakan menjual manfaat yang dilakukan seseorang dengan oranglain


dengan menggunakan ketentuan syariat islam. Kegiatan ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan kita sehari hari baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar kita. Oleh
sebab itu, penting untuk kita mengetahui apa pengertian dari ijarah sebenarnya, rukun dan
syaratnya serta bagaimana dalil yang mengatur ijarah dalam islam. Yang mana hal-hal ini
akan dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.

4
1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latas belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian ijarah ?


2. Apa landasan syariah ijarah ?
3. Apa manfaat dan resiko yang harus di antisipasi ?
4. Bagaimana rukun syarat ijarah ?
5. Bagaimana ketentuan objek ijarah ?
6. Apa kewajiban bank dalam ijarah ?
7. Apa kewajiban nasabah dalam ijarah ?
8. Bagaimana aplikasi dalam perbankan ?

1.3. TUJUAN

Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui :

1. pengertian dari ijarah


2. landasan syariah ijarah
3. manfaat dan resiko yang harus di antisipasi
4. rukun syarat ijarah
5. ketentuan objek ijarah
6. kewajiban bank dalam ijarah
7. kewajiban nasabah dalam ijarah
8. aplikasi dalam perbankan

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN AL-IJARAH

Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang
itu sendiri.

Menurut fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah, Ijarah
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu
melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu
sendiri.

Dengan demikian akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan
hak guna saja dari yang menyewakan pada penyewa. Al-ijarah disebut pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah,
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik pengertian bahwa Ijarah adalah suatu jenis
perikatan atau perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda yang diterima dari
orang lain dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian dan kerelaan kedua belah
pihak dengan rukun dan syarat yang telah di tentukan.

Syarat ijarah antara lain :

 Syarat bagi kedua orang yang berakad yaitu telah baligh dan berakal.
 Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan suatu kerelaannya untuk
melakukan akad ijarah tersebut.
 Obyek ijarah dapat di serahkan dan di gunakan secara langsung
 Obyek ijarah haruslah sesuatu yang di halalkan oleh syara

6
2.2. LANDASAN SYARIAH

 Al-Qur'an

"Dan, jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. dapat dijadikan harga dalam jual beli
dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan" (al-Baqarah: 223)

Yang menjadi dalil, dari ayat tersebut adalah ungkapan "apabila kamu memberikan
pembayaran yang patut." Ungkapan tersebut menunjukan adanya jasa yang diberikan berkat
kewajiban membayar upah (fee) secara patut. Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa
penyewaan atau leasing.

 Al-Hadits

"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Berbekamlah kamu,
kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu."(HR Bukhari dan Muslim)

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya
kering." (HR Ibnu Majah).

 Ijma

Umat islam pada masa sahabat telah ber ijma’ bahwa ijarah di bolehkan sebab bermanfaat
bagi manusia (diriwayatkan oleh ahmad, abu dawud, dan nasa’i dari sa’id ibn abi waqash).

2.3. MANFAAT DAN RISIKO YANG HARUS DIANTISIPASI

Manfaat dari transaksi al-ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya uang
pokok. Adapun risiko yang mungkin terjadi dalam al-ijarah adalah sebagai berikut:

a) Default
nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja.
b) Rusak
aset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan bertambah, terutama bila
disebutkan dalam kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh bank.
c) Berhenti

7
nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli aset tersebut. Akibatnya,
bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagaian kepada
nasabah.

2.4. RUKUN DAN SYARAT IJARAH

1. Pernyataan ijab dan kabul.


2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberian sewa (lessor, pemilik
aset, bank), dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari penggunaan
aset, nasabah).
3. Obyek kontrak pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset.
4. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang harus dijamin,
karena itu ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu
sendiri.
5. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik
secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari
pemilik aset (bank) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).

2.5. KETENTUAN OBJEK IJARAH

1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.


2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4. Kesanggupan, memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidak-tahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa
juga dikenal dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada bank sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula
dijadikan sewa dalam ijarah.

8
8. Pembayaran sewa boleh dalam berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama
dengan obyek kontrak.
9. Ketentuan (fleksibilitas) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran
waktu, tempat dan jarak.

2.6. KEWAJIBAN BANK DALAM IJARAH

Sebagai pemberi sewa, bank memiliki kewajiban.

1. Menyediakan aset yang disewakan.


2. Menanggung biaya pemeliharaan aset.
3. Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.

2.7. KEWAJIBAN NASABAH DALAM IJARAH

Sebagai penyewa, nasabah memiliki kewajiban:

1. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa
serta menggunakannya sesuai kontrak.
2. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil).
3. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang
dibolehkan, juga buka karena "kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

2.8. APLIKASI DALAM PERBANKAN

Bank bank islam yang mengoperasikan produk al-ijarah, dapat melakukan leasing, baik
dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya, bank-
bank tersebut lebih banyak menggunakan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik karena lebih
sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus
pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.

1) Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik (Financial Lease With Purchase Option)


a. Al-ljarah al-Muntahia bit-Tamlik

9
Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia bit- tamlik (IMB)108 adalah sejenis
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri
dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula
yang membedakan dengan jarah biasa.

b. Al-ijarah al-mutahia bit-tamlik Al-ijarah al-mutahia bit-tamlik memilki banyak


bentuk, bergantung pada apa yang disepakati kedua pihak yang berkontrak.

Misalnya, al-ijarah dan janji menjual, nilai sewa yang mereka tentukan dalam al-ijarah, harga
barang dalam transaksi jual, dan kapan kepemilikan dipindahkan

2) Skema al – ijarah

Objek sewa
Penjual / supplier nasabah

Bank syariah

Contoh :

Pak Badu ingin menyewa mobil untuk setahun. Maka Pak Badu dapat mengajukan
pembiayaan ijarah ke Bank Syariah. Setelah Pak Badu menyetujui syarat dari Bank Syariah
mengenai jenis mobil, tarif sewa, periode sewa, dan biaya pemeliharaan maka setelah akad
atau perjanjian ditandatangani, Bank Syariah akan membeli atay menyewa mobil kepada
pemilik mobil (pedagang, show room dll) dan menyerahkan mobil tersebut kepada Pak Badu
untuk digunakan sampai dengan masa sewa berakhir.

3) Perbandingan Beda Kredit, Pembiayaan dengan Leasing

Terdapat perbedaan antara kredit (yang diberikan oleh bank konvensional), pembiayaan
(yang diberikan oleh bank syariah) dengan leasing (yang diberikan oleh perusahaan
pembiayaan). Oleh karenanya ketentuan hukum tentang pinjam meminjam dalam buku ketiga

10
KUH Perdata tidak berlaku terhadap leasing. Demikian juga tidak berlaku untuk leasing
segala ketentuan perbankan yang ada.

Kredit dan pembiayaan ijarah bertujuan menyediakan dana sementara leasing hertujuan
menyewakan barang modal. Kredit terfokus kepada uang, jadi kreditur bukan pemilik dari
barang yang didanai. Pembiayaan ijarah pada dasarnya mempunyai definisi yang sama
dengan kredit, bedanya pada prinsip syariah yang digunakan. Perbedaan yang kedua adalah
bank dapat memiliki atau tidak memiliki barang yang didanai. Sedangkan pada leasing,
paling tidak secara yuridis, lessor merupakan pemilik barang modal.

Jelaslah leasing tidak sama dengan pembiayaan ijarah. Leasing tunduk pada Surat Keputusan
Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan
no.KEP122/MK, no.32/M/SK, no. 30/Kpb semuanya tahun 1974. Yang dirinci dalam KMK
no.649, Pengumuman Dirjen Moneter no.Peng-307; untuk aspek perpajakan diatur dalam
KMK no.650, semuanya tahun 1974. Setelah berbagai aturan yang dikeluarkan di tahun 1974,
ada beberapa peraturan lagi yang mengatur tentang leasing, termasuk untuk aspek perpajakan
yang diatur dalam UU no.18/2000 dan PP 143 & PP 144 tahun 2000. Sedangkan pembiayaan
ijarah tunduk pada UU no.10/1998, SK Dir BI no.32/34/1999, dan berbagai ketentuan
perbankan lainnya.

4) Perbandingan Ijarah, Sewa Menyewa, Pembiayaan Ijarah dan Leasing

Pembiayaan jarah tidak sama dengan jarah. Ijarah mempunyai definisi yang sama dengan
definisi sewa menyewa. Sedangkan pembiayaan ijarah mempunyai definisi yang sangat mirip
dengan definisi kredit, kecuali dalam hal penggunaan prinsip syariah pada pembiayaan ijarah.
Ijarah adalah akad sewa menyewa, sedangkan pembiayaan ijarah adalah perjanjian untuk
membiayai kegiatan sewa menyewa.

Pada leasing, lessor berkedudukan sebagai penyandang dana, baik tunggal atau bersama-sama
dengan penyandang dana lainnya. Sementara objek leasing disediakan oleh pihak ketiga atau
oleh lessee sendiri. Sebaliknya pada sewa menyewa biasa, barang objek sewa adalah memang
miliknya lessor. Jadi kedudukan lessor adalah sebagai pihak yang menyediakan barang objek
sewa.

Pada ijarah, bank hanya wajib menyediakan aset yang disewakan, baik aset itu miliknya atau
bukan miliknya. Yang penting adalah bank mempunyai hak pemanfaatan atas aset yang
kemudian disewakannya. Fatwa DSN tentang ijarah ini kemudian diadopsi kedalam

11
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 yang menjelaskan bahwa bank dapat
bertindak sebagai pemilik objek sewa, dan bank dapat pula bertindak sebagai penyewa yang
kemudian menyewakan kembali (para 129). Namun tidak seluruh fatwa DSN diadopsi oleh
PSAK 59, misalnya fatwa DSN mengatur bahwa objek ijarah adalah manfaat dari
penggunaan barang dan/atau jasa; sedangkan PSAK 59 hanya mengakomodir objek ijarah
yang berupa manfaat dari barang.

Pada pembiayaan ijarah, hank berkedudukan sebagai penyedia uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu dalam rangka penyewaan barang berdasarkan prinsip ijarah.
Mengikuti penjelasan ijarah dalam PSAK 59, maka pembiayaan ijarah dapat digunakan untuk
membiayai penyewaan barang yang kemudian disewakannya kembali kepada nasabah, dan
dapat pula digunakan untuk membiayai pembelian barang yang kemudian disewakannya
kepada nasabah.

Pada leasing biasanya masih dibutuhkan jaminan tertentu, sedangkan pada sewa menyewa
dan pada ijarah tidak ada jaminan tersebut. Kalaupun diminta jaminan pada sewa dan pada
ijarah biasanya berupa security deposit (titipan jaminan pembayaran sewa). Sedangkan pada
leasing diminta jaminan berupa personal guarantee, fidusia terhadap barang modal yang
bersangkutan, kuasa menjual barang modal, dan lain lain. Pada pembiayaan ijarah, karena
bentuknya adalah penyediaan uang atau tagihan, sama dengan bentuk kredit, jaminan yang
diminta sama dengan jaminan pada kredit. Bentuknya dapat berupa APHT, fidusia, cessie,
guarantee, dan lain-lain.

5) Perbandingan Beda IMBT, sewa beli, Pembiayaan IMBT dan Leasing

IMBT merupakan kependekan dari Ijarah Mumtahiya bit Tamlik. Pembiayaan IMBT tidak
sama dengan IMBT, begitupun IMBT tidak sama dengan sewa beli, dan tidak sama pula
dengan leasing. Dalam sewa beli, lessee otomatis jadi pemilik barang di akhir masa sewa.
Dalam IMBT, janji pemindahan kepemilikan di awal akad ijarah adalah wa'ad (janji) yang
hukumnya tidak mengikat. Bila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad
pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai. Sedangkan pada leasing,
kepemilikan lessee tersebut hanya terjadi bila hak opsinya dilaksanakan oleh lessee. Pada
pembiayaan IMBT, bank sebagai penyedia uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip
IMBT paling tidak mempunyai dua pilihan. Pertama, besarnya angsuran bulanan IMBT yang
harus dibayarkan nasabah kepada bank telah memasukkan komponen nilai perolehan barang
IMBT, sehingga pada akhir masa ijarah nilai perolehan barang IMBT yang masih tersisa telah

12
nihil. Dalam hal ini, meskipun secara teori fiqih dikatakan hukumnya tidak mengikat untuk
memindahkan kepemilikan barang tersebut, namun secara praktik bisnisnya barang tersebut
akan diserahkan kepemilikannya kepada nasabah. Jadi dalam hal ini pembiayaan IMBT lebih
mirip dengan sewa beli dibandingkan dengan leasing.

Kedua, besarnya angsuran bulanan IMBT yang harus dibayarkan nasabah kepada tidak
memasukkan komponen nilai perolehan barang IMBT, sehingga pada akhir masa jarah nilai
perolehan barang IMBT yang masih tersisa tidak nihil (biasanya disebut nilai residu). Dalam
hal ini, bila nasabah membayar nilai residu tersebut maka bank akan memindahkan
kepemilikannya pada nasabah. Namun bila nasabah belum membayar nilai residunya, bank
belum memindahkan kepemilikan tersebut. Jadi dalam hal ini pembiayaan IMBT lebih mirip
dengan leasing dibandingkan dengan sewa beli.

Pihak lessor dalam leasing hanya bermaksud untuk membiayai perolehan barang modal oleh
lessee, dan barang. tersebut tidak berasal dari pihak lessor, tapi dari pihak ketiga atau dari
pihak lessee sendiri. Pada sewa beli, lessor bermaksud melakukan semacam investasi dengan
barang yang disewakannya itu dengan uang sewa sebagai keuntungannya. Karena itu,
biasanya barang tersebut berasal dari milik pemberi sewa sendiri. Pada IMBT keduanya dapat
terjadi, menyediakaan barang sewa dengan cara menyewa, kemudian menyewakannya
kembali. Juga dimungkinkan menyediakan barang sewa dengan membeli kemudian
menyewakannya.

Pada pembiayaan IMBT, bank sebagai penyedia uang untuk membiayai transaksi dengan
prinsip IMBT dapat saja membiayai penyewaan barang kemudian barang tersebut disewakan
kembali, dan dapat pula membiayai pembelian barang kemudian barang tersebut disewakan.
Yang jelas pembiayaan IMBT adalah penyediaan uang untuk membiayai transaksi dengan
prinsip IMBT, bukan akad IMBT itu sendiri. Terakhir, leasing boleh dilakukan oleh
perusahaan pembiayaan sedangkan sewa beli tidak termasuk kegiatan lembaga pembiayaan.
Pembiayaan IMBT boleh dilakukan oleh bank syariah, sedangkan sewa beli, leasing, IMBT
tidak termasuk kegiatan bank syariah.

13
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang
itu sendiri.

Syarat ijarah antara lain :

 Syarat bagi kedua orang yang berakad yaitu telah baligh dan berakal.
 Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan suatu kerelaannya untuk
melakukan akad ijarah tersebut.
 Obyek ijarah dapat di serahkan dan di gunakan secara langsung
 Obyek ijarah haruslah sesuatu yang di halalkan oleh syara

3.2. SARAN

saran yang dapat kami berikan ialah kita dapat melakukan sewa menyewa dengan mengikuti
apa yang telah di atur menurut ketetuan syariat islam agar kita semua terhindar dari
kemudharatan / kemaslahatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anggadini, Sri Dewi dan Adeh Ratna Komala. (2020). Akuntansi Syariah Peluang
Dan Tantangan. Bandung : Rekayasa Sains.

14

Anda mungkin juga menyukai