Anda di halaman 1dari 4

TUGAS UAS TEOLOGI MORAL

Rhobertus Hari Nugroho | 209114035


Tema : Kepedulian Sosial

A. PENDAHULUAN
Pernahkah kalian membaca kalimat “jangan ragu untuk berbagi, di situlah kamu
akan menjadi orang yang peduli” ?. Berbagi dan peduli sudah menjadi dua hal yang
berkesinambungan dan saling berkaitan dari dulu hingga saat ini. Kedua hal ini juga
sering kali berkaitan dengan istilah kepedulian sosial. Sering kali warga negara
Indonesia sudah terbiasa dengan istilah kepedulian sosial sehingga terbiasa untuk
saling membantu satu dengan yang lain, khususnya membantu yang sedang
mengalami musibah atau kesulitan bahkan sering kali gerakan memberikan bantuan
ini diikuti dengan embel-embel identitas dari yang memberikan bantuan. Contoh
kasusnya yaitu pada bencana alam di daerah Jawa Barat yang mendapatkan bantuan
tenda dari sebuah gereja dan di tenda tersebut tertuliskan identitas dari pemberi
bantuan tenda tersebut, lalu tulisan identitas tersebut dilepas oleh oknum tertentu yang
menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Kepedulian sosial merupakan perasaan atau rasa bertanggung jawab pada diri
seseorang terhadap suatu kesulitan yang sedang dialami oleh orang lain sehingga
muncul dorongan untuk melakukan sesuatu yang bisa mengatasi kesulitan tersebut.
Kepedulian atau rasa peduli bukanlah suatu hal yang dapat dimiliki seseorang secara
instan, melainkan memiliki banyak faktor pendukung yang memengaruhi
terbentuknya sikap atau perilaku peduli. Kepedulian ini juga memiliki berbagai
bentuk yang didasari oleh berbagai faktor pendukung yang berbeda-beda, salah satu
faktor pendukung yang paling kuat ialah proses ketika seseorang dilatih dan dididik.
Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya kehidupan kita tidak mungkin tidak
pernah berjalan tanpa berdampingan dengan rasa peduli, baik kita mendapatkan rasa
peduli dari orang lain, kita merasakan rasa peduli terhadap orang lain, bahkan
beberapa orang juga dapat mengajak orang lain untuk menyalurkan rasa peduli yang
kita miliki terhadap orang lain dengan cara yang sangat beragam, dan tentunya
disesuaikan dengan kondisi serta situasi orang yang ingin melakukannya. Namun
bagaimana, jika rasa kepedulian yang ada pada diri seseorang ini justru menjadikan
seseorang yang memiliki atau melakukannya merasa harus mendapatkan timbal balik
yang serupa bahkan lebih dari yang ia lakukan terhadap orang lain?
B. KAJIAN TEORI
Injil dalam Alkitab yang menganjurkan kita untuk ikhlas dalam berbagi antara
lain Matius 6: 1-2 “Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan
orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari
Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau
mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat
dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.” dalam injil tersebut kita diajarkan
untuk tidak menjadi seperti orang fasik saat membantu orang lain dengan berharap
mendapatkan kehormatan dan pujian dari orang lain.
Ada pula injil Matius 6- 3-4 “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah
diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.Hendaklah sedekahmu
itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi
akan membalasnya kepadamu.” yang sering kali kita dengarkan. Injil tersebut
mengajarkan kita untuk tidak perlu membawa sebuah identitas dalam berbagi, bahkan
Tuhan Allah sendiri mengajarkan kita untuk berbagi dan bahkah tangan yang satunya
tidak mengetahui bahwa kita sedang berbagi. Tidak perlu kita menunjukan pada orang
lain bahwa kita sedang brbagi atau menunjukan kepedulian kita.
C. PEMBAHASAN DAN REFLEKSI
Kepedulian sosial merupakan hal yang sangat baik jika dilakukan sebagaimana
mestinya, hal ini didukung dengan negara kita yang lekat dengan rasa persaudaraan
dan tolong menolong sebagaimana yang tertuang dalam sila-sila yang ada dalam dasar
negara Indonesia, Pancasila. Sebagai manusia biasa, kehidupan manusia tentunya
saling terhubung dan saling membutuhkan bantuan sesamanya. Selaku makhluk sosial
tidak mungkin seseorang dapat menjalankan kehidupan dengan mudah jika kita tidak
terlibat, melibatkan, dan dilibatkan dengan orang lain. Makna “sebagaimana
mestinya” dapat diartikan sebagai melakukan dengan tidak berlebihan, tidak
memaksakan, dan tidak mengganggu kehidupan pihak-pihak yang terlibat dalam
kepedulian tersebut.
Adapun kepedulian sosial memiliki berbagai bentuk yang menurut Wardhani
(1980), bentuk-bentuk kepedulian sosial dalam masyarakat antara seperti memberi
bantuan berupa sandang, pangan dan kesehatan, hal ini bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhan perkembangan fisik dan psikis pihak yang menerima
bantuan. Bentuk kepedulian sosial pada masyarakat yang lain ialah memberikan kasih
sayang dan membiayai pendidikan, hal ini dapat dilakukan kepada anak-anak yang
kehilangan keluarga saat bencana alam.
Selain memiliki berbagai bentuk, kepedulian sosial juga memiliki beberapa jenis
berdasarkan penyebab munculnya, yaitu antara lain kepedulian suka maupun duka,
kepedulian ini muncul karena seseorang ikut merasakan apa yang sedang dirasakan
oleh orang lain tanpa membedakan situasi baik suka maupun duka. Jenis kepedulian
sosial lainnya adalah kepedulian pribadi dan bersama yang muncul dari hati namun
harus dilakukan secara bersama dan kegiatannya berkelanjutan sebagai contoh adalah
menjadi relawan. Tak hanya itu, kepedulian sosial juga dapat muncul karena adanya
kepentingan mendesak yang harus diutamakan karena merupakan kepentingan
bersama.
Dalam melakukan kepedulian sosial tentu harus memperhatikan kesediaan orang
yang akan menerima bantuan karena tidak semua orang merasakan rasa nyaman jika
menerima bantuan atau menerima kepedulian dari orang secara berlebihan. Tuhan
mengajarkan kepada kita bahwa melakukan segala sesuatu termasuk pertolongan
dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kepedulian yang
tidak tulus bukanlah sebuah kepedulian sejati. Apabila saat melakukan perbuatan baik
timbul perasaan menginginkan balasan atau umpan balik yang lebih dari yang
dilakukan, maka kepedulian yang dilakukan masih harus dipertanyakan lagi kepada
hati kecil orang yang melakukannya, karena kepedulian sejati ialah yang tanpa pamrih
dan tidak haus akan pujian.

D. REFLEKSI
Setelah belajar dan membahas mengenai kepedulian sosial, saya yang
sebelumnya sering kali menjadikan kepedulian sosial sebagai semboyan kehidupan
menjadi lebih paham bagaimana bersikap dalam menerapkan kepedulian sosial yang
baik menurut ajaran gereja dengan berdasarkan injil-injil dan ajaran gereja yang ada.
Kedepannya saya akan belajar untuk memperbaiki motivasi dalam menerapkan
kepedulian sosial atau dalam membantu sesama serta belajar untuk lebih ikhlas dalam
membantu sesama.
Saya juga belajar bahwa kepedulian sosial berangkat dari rasa senasib atau sama-
sama ikut merasakan suka dan duka. Kedepannya saya akan lebih melatih kepekaan
hati saya terhadap situasi yang terjadi disekeliling saya untuk bisa melihat dan ikut
merasakan suka dan duka yang dialami oleh orang-orang di sekitar saya agar saya
juga nantinya bisa memiliki kepedulian sosial cukup baik dalam hidup menggereja
dan bermasyarakat.

SUMBER REFERENSI

Aditia, H. R., Hamiyati, H., & Rusilanti, R. (2016). Hubungan pola asuh orang
tua dengan kepedulian sosial remaja. JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga Dan
Pendidikan), 3(2), 89-93.
Rifai, E. (2013). Yesus Dan Kepedulian Sosial: Refleksi Alkitabiah Yesus
Sang Reformis. Jurnal Antusias, 2(3), 47-57.
Saragih, E. S. (2019). Fungsi Gereja Sebagai Entrepreneurship Sosial dalam
Masyarakat Majemuk. KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen),
5(1), 12-23.

Anda mungkin juga menyukai