Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER SIGMOID (CA


COLON)

Oleh :
Nama : Rizkia
Pramadani NIM :
22222063

PROGRAM STUDI ILMU


KEPERAWATAN IkesT
MUHAMMADIYAH PALEMBANG TAHUN
2022
A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus

besar, yakni bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar

kasus kanker kolorektal dimulai dari sebuah benjolan/polip kecil, dan

kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan Kanker Indonesia,

2018).

Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus

besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite

Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

2. Anatomi Fisiologi

Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai

anus. Panjangnya bervariasi sekitar 1.5 m. Ukuran Usus besar

berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1.5 m

(5 kaki) yang terbentang dari saekum hingga kanalis ani. Diameter

usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar

6.5 cm (2.5 inci). Makin dekat anus diameternya akan semakin kecil.

Usus besar terdiri dari bagian yaitu caecum, kolon asenden, kolon

transversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum.

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi


Struktur usus besar:

a. Caecum

Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum

pada usus besar. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5

cm. Saekum terletak pada fossa iliakakanan di atas setengah

bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya saekum

seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak

bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan

ke fossa iliaka di sebelah medial dan lateral melalui lipatan

peritoneum yaitu plika caecalis, menghasilkan suatu kantong

peritoneum kecil, recessus retrocaecalis

b. Kolon asenden

Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan

sampai ke sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di

bawah abdomen sebelah kanan dan di hati membelok ke kiri.

Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (fleksura coli dextra)

dan dilanjutkan dengan kolon transversum.

c. Kolon Transversum

Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling

dapat bergerak bebas karena tergantung pada mesokolon, yang

ikut membentuk omentum majus.Panjangnya antara 45-50 cm,

berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra sinistra

yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.Letaknya tidak

tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah

sehingga terletak di regio umbilikus.

d. Kolon desenden

Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah


abdomen bagian kiri, dari atas ke bawah, dari depan fleksura

lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoid,

dan dibelakang peritoneum.

e. Kolon sigmoid

Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang

lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai

dari apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan

menjadi rektum di depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini

ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak +

15 cm di atas anus. Kolon sigmoid tergantung oleh mesokolon

sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit

bergerak bebas (mobile).

f. Rektum

Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon

sigmoid dengan panjang sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga

kurva lateral serta kurva dorsoventral. Mukosa rektum lebih halus

dibandingkan dengan usus besar. Rektum memiliki 3 buah

valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian

distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan

1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif

mobile.Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum

dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior.

Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus,

berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih

proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal )

serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar.

Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.
3. Etiologi

Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker

kolorektal. Beberapa faktor risiko tersebut ada yang tidak bisa diubah,

seperti usia lebih dari 50 tahun, riwayat menderita polip, riwayat

menderita infeksi usus besar (colitis ulcerative atau penyakit Chron),

dan memiliki anggota keluarga yang mempunyai riwayat polip atau

kanker usus besar. Faktor risiko lain adalah pola hidup yang tidak

sehat yang dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal di usia muda

dibawah 40 tahun. Salah satunya adalah mengonsumsi daging merah

dan daging olahan secara berlebihan.

Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal,

batasi makanan tinggi lemak termasuk daging merah. Merokok juga

merupakan faktor risiko terjadinya kanker kolorektal. Diperkirakan,

satu dari lima kasus kanker usus besar di Amerika Serikat

dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan dengan kenaikan

risiko terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan

adenoma menjadi kanker usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah

pengonsumsian alkohol. Usus mengubah alkohol menjadi asetildehida

yang meningkatkan risiko kanker kolorektal. Lebih baik konsumsi

buah dan sayur yang mengandung probiotik, karena kandungan

seratnya akan mengikat sisa makanan dan membuat feses lebih berat

sehingga mudah dibuang (Kemenkes RI, 2019).

4. Patofisiologi

Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang

berkembang dari polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan

meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon


sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat, sebagian besar tumbuh dalam

waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas. Ketika polip

membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi

dinding usus. Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal dan besar,

serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri

bermula sebagai massa kecil yang menyebabkan ulkus pada suplai

darah (Black & Hawks, 2014).

Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke

dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang

berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung

ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus.

Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung,

duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan

dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke

kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor.

Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah

dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari

tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem

sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan

ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal

dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan

pembedahan (Black & Hawks, 2014)

Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area

rektal dan 20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker

kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus)

sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan

daripada pada transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel


maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):

1) Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara

langsung misalnya ke abdomen dari kolon transversum.

Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter

dan organ reproduksi.

2) Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa

mengenai paru-paru, ginjal dan tulang.

3) Tertanam ke rongga abdomen


6. Manisfestasi Klinis

Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):

4) Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau

konstipasi atau perubahan pada lamanya saat buang air besar,

dimana pola ini berlangsung selama beberapa minggu hingga

bulan. Kadang-kadang perubahan pola itu terjadi sebagai

perubahan bentuk dari feses atau kotoran dari hari ke hari (kadang-

kadang keras, lalu lunak, dan seterusnya)

5) Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di

feses, seringkali hanya dapat dideteksi di laboratorium

6) Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram,

gas atau rasa sakit yang berulang

7) Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah

buang air besar

8) Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih

9) Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan

sebabnya

7. Klasifikasi

Klasifikasi ca colon menurut American Joint Committee on Cancer

2010 dalam (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)

10) Tabel 2.1 Penilaian tumor primer (T) pada ca colon

T Penilaian Tumor

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada ditemukan tumor primer

Tis Carsinoma in situ : intraepitelial atau invasi lamina propria

T1 Tumor invasi sub mukosa


T2 Tumor invasi muscularis propria

T3 Tumor invasi sepanjang muscularis propria hingga

jaringan perikolorektal

T4a Tumor penetrasi ke permukaan peritoneum visceral

Tumor secara langsung menginvasi atau melengket ke


T4b
organ lain

11) Tabel 2.2 Penilaian penyebaran kelenjar getah bening (N)

pada ca colon

N Kelenjar Getah Bening

NX Kelenjar Getah Bening regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis KGB

N1 Metastasis pada 1 – 3 KGB regional

N1a Metastasis pada 1 KGB regional

N1b Metastasis pada 2 – 3 KGB regional

N1c Deposit tumor pada subserosa, mesentrium, atau pericolic non

peritoneal atau jaringan perirektal tanpa metastasis KGB

N2 Metastasis pada ≥4 KGB regional

Metastasis pada 4 – 6 KGB


N2a
Regional

N2b Metastasis pada ≥7 KGB regional

12) Tabel 2.3 Penilaian metastasis jauh (M) pada ca colon

M Penilaian Metastasis
M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Metastasis jauh

Metastasis terjadi pada satu organ atau sisi (hati, paru, ovarium,
M1a
KGB non regional)

M1b Metastasis terjadi pada >1 organ / sisi atau di peritoneum

13) Tabel 2.4 Stadium ca colon

Stadium T N M Keterangan

0 Tis N0 M0 Tis: Tumor terbatas pada mukosa

I T1 N0 M0 T1: Tumor menyerang submukosa

T2 N0 M0 T1: Tumor menyerang submukosa

IIA T3 N0 M0 T3: Tumor menyerang subserosa atau lebih (tanpa

melibatkan organ lain)

IIB T4a N0 M0 T4a: Tumor melubangi peritoneum visceral

IIC T4b N0 M0 T4b: Tumor menyerang organ yang berdekatan

IIIA T1-T2 N1/N1c M0 N1: Sel-sel tumor dalam 1 sampai 3 kelenjar

T1 N2a M0 getahbening regional. T1 atau T2

N2a: Sel-sel tumor dalam 4 sampai 6 kelenjar


getah

bening regional. T1
IIIB T3-T4a N1/N1c M0 N1: Sel-sel tumor dalam 1 sampai 3 kelenjar

T2-T3 N2a M0 getahbening regional. T3 atau T4

T1-T2 N2b M0 N2a: Sel-sel tumor dalam 4 sampai 6 kelenjar

getahbening regional. T2 atau T3

N2b: Sel-sel tumor di 7 atau lebih kelenjar getah

bening regional. T1 atau 2


IIIC T4a N2a M0 N2a: Sel-sel tumor dalam 4 sampai 6 kelenjar

T3-T4a N2b M0 getahbening regional. T4a

T4b N1-N2 M0 N2b: Sel-sel tumor di 7 atau lebih kelenjar getah

bening regional. T3-4a

N1-2: Sel tumor di setidaknya satu kelenjar


getah

bening regional. T4b


IVA Semua Any N M1a M1a: Metastasis ke 1 bagian tubuh lain di luar usus

T besar, dubur atau kelenjar getah bening regional. T

apasaja, sembarang N.

IVB Semua Any N M1b M1b: Metastasis ke lebih dari 1 bagian tubuh lain
di
T
luar usus besar, dubur atau kelenjar getah bening

regional. T apa saja, sembarang N.

Gambar 2.1 (contoh penyebaran stadium kanker kolon)

8. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker

kolorektal adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)

14) Pemeriksaan laboratorium klinis

Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa

untuk menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan

atau kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain


pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang

merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia

kemungkinan ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil.

Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain

pemeriksaan rutin diatas, dalam menegakkan diagnosa karsinoma

kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic

Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum

terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic

Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan

sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai

marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk

mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma

Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa

digunakan sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai

CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa

parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1

dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke

organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor

prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan

bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.

15) Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi

Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker

kolorektal adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi

saat kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini

adalah hasil histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari

pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik

berbagai jenis kanker maupun karsinoma di kolorektal ini.


16) Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos

abdomen atau menggunakan kontras. Teknik yang sering

digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema,

yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang

berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama

sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat biaya sebagai

alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak

dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai

pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat

polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan

menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %.

Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air

harus digunakan daripada barium enema. Computerised

Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI),

Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik

pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak

lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan

merupakan skrining tes

17) Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran

seluruh mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan

saluran pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskopi, yaitu

selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi

dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat

untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm

dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih


baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar

67%. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi,

polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur.

Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana

komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi)

hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi

merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan

manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut

divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding,

megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi

lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik

kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari

kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan

komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.

9. Penatalaksanaan

Prinsip tatalaksana kanker kolon pada tabel 2.5 adalah:

(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)

Stadium Terapi

 Eksisi lokal atau polipektomi sederhana


Stadium 0
 Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang tidak
(TisN0M0)
memenuhi syarat eksisi lokal

Stadium I  Wide surgical resection dengan anastomosis

(T1-2N0M0) tanpa kemoterapi adjuvan


Stadium II  Wide surgical resection dengan anastomosis

(T3N0M0,  Terapi adjuvan setelah pembedahan pada

T4a-bN0M0) pasien dengan risiko tinggi

Stadium III
 Wide surgical resection dengan anastomosis
(T apapun N1-2
 Terapi adjuvan setelah pembedahan
M0)

 Reseksi tumor primer pada kasus kanker

Stadium IV kolorektal metastasis yang dapat direseksi

(T apapun, N  Kemoterapi sistemik pada kasus kanker

apapun, M1) kolorektal dengan metastasis yang tidak dapat

direseksi dan tanpa gejala

10. Konsep Kemoterapi

Kemoterapi adalah salah satu tipe terapi kanker yang menggunakan

obat untuk mematikan sel-sel kanker. Kemoterapi bekerja dengan

menghentikan atau memerlambat perkembangan sel-sel kanker, yang

berkembang dan memecah belah secara cepat. Namun, terapi tersebut

juga dapat merusak sel-sel sehat yang memecah belah secara cepat,

seperti sel pada mulut dan usus atau menyebabkan gangguan

pertumbuhan rambut. Kerusakan terhadap sel-sel sehat merupakan

efek samping dari terapi ini. Seringkali, efek samping tersebut

membaik atau menghilang setelah proses kemoterapi telah selesai

(National Cancer Institute, 2015).

Mekanisme obat kemoterapi adalah dengan mematikan atau

menghambat pertumbuhan sel-sel kanker. Sehingga muncul berbagai

efek samping yang disebabkan oleh karena efek obat kemoterapi pada

jaringan atau sel yang sehat. Penggunaan obat kemoterapi juga


memberikan efek samping pada saraf, salah satu gejala neuropati atau

gangguan saraf akibat efek kemoterapi adalah kelemahan, kram atau

nyeri pada tangan dan atau kaki (Dinar, 2017). Menurut (Yusra, 2018)

efek samping dari kemoterapi ini tentunya tidak selalu sama pada

setiap orang. Seorang terkena kanker bisa saja mengalami sakit yang

luar biasa usai menjalani kemoterapi, sementara efek samping yang

muncul pada pasien lainnya mungkin tidak terlalu parah.

1) Penggunaan Klinis Kemoterapi

Sebelum melakukan kemoterapi, secara klinis harus

dipertimbangkan hal-hal berikut: Tentukan tujuan terapi.

Kemoterapi memiliki beberapa tujuan berbeda, yaitu kemoterapi

kuratif, kemoterapi adjuvan, kemoterapi neoadjuvan, kemoterapi

investigatif.

a) Kemoterapi kuratif

Terhadap tumor sensitif yang kurabel, missal leukimia

limfositik akut, limfoma maligna, kanker testes, karsinoma sel

kecil paru, dapat dilakukan kemoterapi kuratif. Skipper melalui

penelitian atas galur tumor L1210 dari leukimia mencit

menemukan efek obat terhadap sel tumor mengikuti aturan

'kinetika orde pertama', yaitu dengan dosis tertentu obat

antikanker dapat membunuh proporsi tertentu, bukan nilai

konstan tertentu sel kanker. Kemoterapi kuratif harus memakai

formula kemoterapi kombinasi yang terdiri atas obat dengan

mekanisme kerja berbeda, efek toksik berbeda dan masing-

masing efektif bila digunakan tersendiri, diberikan dengan

banyak siklus, untuk setiap obat dalam formula tersebut

diupayakan memakai dosis maksimum yang dapat ditoleransi


tubuh, masa interval sedapat mungkin diperpendek agar

tereapai pembasmian total sel kanker dalam tubuh.

b) Kemoterapi adjuvan

Kemoterapi adjuvan adalah kemoterapi yang dikerjakan

setelah operasi radikal. Pada dasarnya ini adalah bagian dari

operasi kuratif. Karena banyak tumor pada waktu pra-operasi

sudah memiliki mikrometastasis di luar lingkup operasi, maka

setelah lesi primer dieksisi, tumor tersisa akan tumbuh semakin

pesat, kepekaan terhadap obat bertambah. Pada umumnya

tumor bila volume semakin kecil, ratio pertumbuhan sernakin

tinggi, terhadap kemoterapi semakin peka. Bila tumor mulai

diterapi semakin dini, semakin sedikit muncul sel tahan obat.

Oleh karena itu, terapi dini terhadap mikro-metastasis akan

menyebabkan efentivitas meningkat, kemungkinan resistensi

obat berkurang, peluang kesembuhan bertambah.

c) Kemoterapi neonadjuvan

Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang dilakukan

sebelum operasi atau radioterapi. Kanker terlokalisir tertentu

hanya dengan operasi atau radioterapi sulit mencapai

ketuntasan, jika berlebih dahulu kemoterapi 2-3 siklus dapat

mengecilkan tumor, memperbaiki pasokan darah, berguna.

bagi pelaksanaan operasi dan radioterapi selanjutnya. Pada

waktu bersamaan dapat diamati respons tumor terhadap

kemoterapi dan secara dini menterapi lesi metastatik subklinis

yang mungkin terdapat. Karena kemoterapi adjuvan mungkin

menghadapi resiko jika kemoterapi tidak efektif peluang

operasi akan lenyap, maka harus memakai regimen kemoterapi


dengan cukup bukti efektif untuk lesi stadium lanjut. Penelitian

mutahir menunjukkan kemoterapi neoadjuvan meningkatkan

peluang operatif untuk kanker kepala leher, kanker sel kecil

paru, osteosarkoma, mengurangi pelaksanaan operasi yang

membawa kecacatan pada kanker tertentu Oaring, kandung

kemih, kanalis analis) memperbaiki kualitas hidup sebagian

pasien.

d) Kemoterapi paliatif

Kebanyakan kanker dewasa ini seperti kanker bukan sel

kecil paru, kanker hati, lambung, pankreas, kolon, dan lain-

lain. Hasil kemoterapi masih kurang memuaskan. Untuk

kanker seperti itu dalam stadium lanjut kemoterapi masih

bersifat paliatif, hanya dapat berperan mengurangi gejala,

memperpanjang waktu survival. Dalam hal ini dokter harus

mempetimbangkan keuntungan dan kerugian yang dibawa

kemoterapi pada diri pasien, menghindari kemoterapi yang

terlalu kuat hingga kualitas hidup pasien menurun atau

memperparah perkembangan penyakitnya.

e) Kemoterapi investigatif

Kemoterapi investigatif merupakan uji klinis dengan

regimen kemoterapi baru atau obat baru yang sedang diteliti.

Untuk menemukan obat atau regimen baru dengan efektivitas

tinggi toksisitas rendah, penelitian memang diperlukan.

Penelitian harus memiliki tujuan yang jelas, rancangan

pengujian yang baik, metode observasi dan penilaian yang

rinci, dan perlu seeara ketat mengikuti prinsip etika

kedokteran. Kini sudah terdapat aturan baku kendali mutu,


disebut 'good clinical practice' (GCP).

2) Cara Pemberian Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan melalui berbagai cara:

a) Suntikan. Kemoterapi diberikan melalui suntikan ke dalam

otot lengan, paha, atau pinggul, atau di bawah lemak kulit pada

lengan, tungkai, atau perut.

b) Intra-arterial (IA). Kemoterapi dimasukkan langsung ke

pembuluh darah nadi (arteri) yang memberi makan sel-sel

kanker.

c) Intraperitoneal (IP). Kemoterapi dimasukkan ke rongga

peritoneal (area yang berisi organ seperti usus, perut, hati, dan

indung telur).

d) Intravenous (IV). Kemoterapi dimasukkan dalam pembuluh

darah balik (vena).

e) Topikal. Kemoterapi berbentuk krim dan dioleskan pada kulit.

f) Oral. Kemoterapi berbentuk pil, kapsul, atau cairan yang dapat

ditelan. (Controversies & Obstetrics, 2013)

3) Jenis-jenis obat kemoterapi pada pasien kanker kolon adalah

sebagai berikut (Sari et al., 2019).


Tabel 2.6 Jenis obat kemoterapi

Jenis Kemoterapi Mekanisme Kerja Efek Samping

 Menghambat enzim

timidilat sintase Mual, muntah, diare,

5-  Menghambat sintesis stomatitis,palmar-

Fluorourasil DNA dan RNA plantar

(5-FU)  Menghambat erythrodysesthe-sia,

pertumbuhan sel leukopenia

kanker

 Menstabilkan ikatan

asam

fluorodeoksiuriidilat
Leucovorin Memperkuat efek
terhadap timidilat
(LV) samping 5-FU
sintase

 Menambah efek

terapi 5-FU

Merupakan prodrug Peningkatan

Capecitabine fluorourasil, bilirubin, palmar-

mekanisme Plantar erythrodysesthe-sia


kerja sama dengan 5-FU
 Mengalami hidrolisis Sistem

intraseluler hepatopoetik,

 Menghambat sistem saraf tepi,


Oxaliplatin
replikasi DNA sistem

 Kematian sel gastrointestinal


 Menghambat enzim Diare, gangguan

topoisomerase I hepar, insomnia,

 Replikasi DNA alergi, gangguan

hematopoetik,
Irinotecan
bradikardi,

oedema,hipotensi,

demam,

11. Komplikasi

Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan

(obstruksi) saluran cerna. Sumbatan tersebut tentu diakibatkan tumor

yang memenuhi saluran usus. Adanya sumbatan tersebut

menyebabkan penderitanya mengalami konstipasi dan nyeri perut.

Selain obstruksi, tumor juga dapat menyebabkan usus mengalami

kebocoran (perforasi). Perforasi usus dapat menimbulkan gejala yang

berat seperti nyeri perut hebat, perut terlihat membesar dan tegang,

muntah, serta infeksi berat.

Tak berhenti di situ, kanker usus juga dapat menimbulkan

perdarahan. Hal tersebut dapat terjadi bila tumor berada di sekitar

rektum, salah satu bagian terakhir usus besar. Perdarahan tumor dapat

menyebabkan penderitanya kehilangan darah yang cukup banyak,

sehingga menimbulkan anemia (kekurangan sel darah merah).

Komplikasi lain dari kanker usus adalah penyebaran sel tumor

ke organ yang lain. Proses yang disebut metastasis ini lazim terjadi

pada berbagai jenis kanker, terutama yang sifatnya ganas. Organ

tubuh yang paling sering menjadi sasaran metastasis sel kanker usus

adalah kelenjar getah bening, paru, dan selaput rongga perut.


Metastasis dapat menimbulkan gejala sesuai organ yang terkena,

misalnya benjolan di sekitar leher, sesak napas, dan nyeri perut serta

perut yang semakin membesar (Timurtini, 2019).

B. Konsep Masalah Keperawatan

1. Pengertian Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan atau diagnosis keperawatan merupakan suatu

penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau

proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun

potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi

respons klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang

berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017)

2. Kriteria Mayor dan Minor

Menurut (PPNI, 2017) menyatakan kriteria mayor merupakan

tanda atau gejala yang ditemukan 80%-100% pada klien untuk validasi

diagnosis. Sedangkan kroteria minor merupakan tanda atau gejala yang

tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung

penegakkan diagnosis.

3. Faktor yang Berhubungan

Faktor yang berhubungan atau penyebab pada masalah

keperawatan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

status kesehatan yang mencakup empat kategori yaitu : Fisiologis,

biologis atau psikologis, efek terapi atau tindakan, lingkungan atau

personal, dan kematangan perkembanngan (PPNI, 2017).

Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi penderita Ca

Colon menurut (Wahyuningsih, 2018) yang disesuaikan dengan Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia yaitu (PPNI, 2017) :


Masalah keperawatan pada pre kemoterapi

a. Ansietas (D.0080)

1) Definisi: kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu

terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi

bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk

menghadapi ancaman.

2) Penyebab:

a) Krisis situasional

b) Ancaman terhadap konsep diri

c) Ancaman terhadap kematian

d) Kekhawatiran mengalami kegagalan

e) Kurang terpapar informasi

3) Gejala dan tanda

MayorSubjektif:

a) Merasa bingung

b) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

c) Sulit berkonsentrasi

Objektif:

a) Tampak gelisah

b) Tampak tegang

c) Sulit tidur

4) Gejala dan data

MinorSubjektif:

a) Mengeluh pusing

b) Anoreksia

c) Palpitasi

d) Merasa tidak
berdayaObjektif:

a) Frekuensi nafas meningkat

b) Frekuensi nadi meningkat

c) Tekanan darah meningkat

d) Diaphoresis

e) Tremor

f) Muka tampak pucat

g) Suara bergetar

h) Kontak mata buruk

i) Sering berkemih

j) Berorientasi pada masa lalu

5) Kondisi klinis terkait

a) Penyakit kronis progresif (misalnya penyakit kanker)

Masalah keperawatan pada intra kemoterapi

a. Risiko Infeksi (0142)

1) Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme

patogenik

2) Faktor Risiko :

a) Efek prosedur invasif

b) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan

c) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer: Kerusakan

integritas kulit

d) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: Penurunan

Hemoglobin, Imunosupresi, Supresi respon inflamasi

3) Kondisi klinis terkait

a) Tindakan invasif

b. Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D.0139)


1) Definisi : Berisiko mengalami kerusakan kulit (dermis

dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea,

fasia,otot, tendon, tulang, kartilago, kapsil sendi dan/atau

ligament).

2) Faktor Risiko :

a) Perubahan sirkulasi

b) Bahan kimia iritatif

c) Kelembaban

d) Perubahan hormonal

e) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan

atau melindungi integritas jaringan

3) Kondisi klinis terkait :

a) Imunodefisiensi

Masalah keperawatan pada post kemoterapi

a. Nausea (D.0076)

1) Definisi : Perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorok

atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah

2) Penyebab :

a) Efek agen farmakologis

3) Gejala dan tanda Mayor

:Subjektif :

a) Mengeluh mual

b) Merasa ingin muntah

c) Tidak berminat

makanObjektif :

Tidak bersedia

4) Gejala dan tanda Minor


:Subjektif :

a) Merasa asam di mulut

b) Sensasi panas atau dingin

c) Sering

menelanObjektif :

a) Saliva meningkat

b) Pucat

c) Diaforesis

d) Takikardia

e) Pupil dilatasi

5) Kondisi klinis terkait :

a) Kanker

b. Gangguan Citra Tubuh (D.0083)

1) Definisi : Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan

fungsi fisik individu

2) Penyebab :

a. Perubahan fungsi tubuh (misal. Proses penyakit)

b. Efek tindakan atau pengobatan (misalnya Pembedahan,

kemoterapi)

3) Gejala dan data Mayor

:Subjektif :

a) Mengungkapkan kecacatan atau kehilangan bagian tubuh

Objektif :

a) Kehilangan bagian tubuh

b) Fungsi atau struktur tubuh berubah

4) Gejala dan data Minor

:Subjektif :
a) Tidak mau mengungkapkan kecacatan atau kehilangan bagian

tubuh

b) Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh

c) Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan atau reaksi

orang lain

d) Mengungkapkan perubahan gaya

hidupObjektif :

a) Menyembunyikan atau menunjukkan bagian tubuh secara

berlebihan

b) Menghindari melihat atau menyentuh bagian tubuh

c) Fokus berlebihan pada perubahan tubuh

d) Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh

e) Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu

f) Hubungan sosial berubah

5) Kondisi klinis terkait :

a) Program terapi neoplasma

c. Reiko defisit nutrisi (D.0032)

1) Definisi : beresiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme

2) Faktor resiko :

a) ketidakmampuan menelan makanan

b) ketidakmampuan mencerna makanan

c) faktor psikologis (misal.keengganan untuk makan )

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil

pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari


pasien, membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang

respons kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau

menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada

identifikasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh

dari data subyektif melalui wawancara dan dari data obyektif melalui

observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Dinarti & Yuli

Muryanti, 2017)

1) Pengumpulan Data

a) Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin,

pekerjaan, alamat, tempat tinggal

b) Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu

dikaji adanya keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran

c) Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu

yang diderita pasien dengan timbulnya kanker kolon.

d) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang

mengalami penyakit seperti yang dialami pasien, adakah

anggota keluarga yang mengalami penyakit kronis lainnya

e) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien

dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar

sebelum maupun saat sakit, apakah pasien mengalami

kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan

bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

2) Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual

a) Pola Nutrisi

Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan

apa saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai,


frekwensi makanannya

b) Pola Eliminasi

Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah

keluar darah atau tidak, keras, lembek, cair ?

c) Pola personal hygiene

Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun

atau tidak, menyikat gigi.

d) Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ?

Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan?

e) Pola aktivitas dan latihan

Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas

diluar kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di

kampung dan sekitarnya.

f) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,

ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).

g) Hubungan peran

Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman-

teman sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?

h) Pola persepsi dan konsep diri

Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap

keluarga, kebersamaan dengan keluarga.

i) Pola nilai kepercayaan

Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan

terhadap agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang

di anut dan patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.


j) Pola reproduksi dan seksual

Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan

dengan keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.

3) Riwayat pengkajian nyeri

P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang

biasa memperberat dan mengurangi nyeri ?

Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana

gejala dirasakan ?

R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan dan apakah gejala

yang dirasakan menyebar?

S : Skala – severity: Berapa tingkat keparahan dirasakan?

T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala

dirasakan?

4) Pemeriksaan fisik

a) Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi

b) Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan,

penekanan

c) Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau

d) Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak

mata, adanya benda asing, skelera putih ?

e) Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan

anatomi akibat trauma ?

f) Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?

g) Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ?

h) Rahang : Perlukaan, stabilitas ?

i) Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar

tiroid
5) Pemeriksaan dada

a) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi

pernapasan, irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara

napas tambahan.

b) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama

antara kanan kiri dinding dada.

c) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara

redup pada batas paru dan hepar.

d) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan

paru, suara ronchi dan wheezing

6) Kardiovaskuler

a) Inspeksi: Bentuk dada simetris

b) Palpasi: Frekuensi nadi,

c) Parkusi: Suara pekak

d) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur

7) System pencernaan / abdomen

a) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen

membuncit atau datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus

menonjol atau tidak, apakah ada benjolan benjolan / massa.

b) Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (

tumor, teses) turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi

pasien, apakah tupar teraba, apakah lien teraba?

c) Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau

cair akan menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika

urinaria, tumor).

d) Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5-

35 kali permenit.
8) Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:

a) Warna dan suhu kulit

b) Perabaan nadi distal

c) Depornitas extremitas alus

d) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif

e) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi

f) Derajat nyeri bagian yang cidera

g) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh

h) Reflek patella

9) Pemeriksaan pelvis/genitalia

a) Kebersihan, pertumbuhan rambut

b) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter,

terdapat lesi atau tidak.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang,

keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau

proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan

merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan

(Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Diagnosa yang mungkin muncul

menurut (PPNI, 2017):

Pre kemoterapi

1) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

Intra kemoterpi

a. Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif

b. Risiko Gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif

Post kemoterapi

a. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis


b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan atau

pengobatan (misal. Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi)

c. Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan menelan

makana

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan

untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien.

Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan

langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan,

rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien

berdasarkan analisis data dan diagnosa keperawatan (Dinarti & Yuli

Muryanti, 2017).

Rencana Keperawatan Pre kemoterapi

1) Ansietas berhubungan dengan Krisis situasional (D.0080)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat

ansietas pasien menurun.

Kriteria Hasil :

a) Verbalisasi kebingungan menurun

b) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi

c) Perilaku gelisah menurun

d) Perilaku tegang menurun

e) Frekuensi pernapasan, nadi dan tekanan darah menurun

Intervensi Reduksi Ansietas (I.09314):

Observasi

1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal kondisi, waktu,

stressor)
2) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeutik

1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan

3) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

Edukasi

1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami

2) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu

3) Latih teknik

relaksasiKolaborasi

1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Rencana keperawatan Intra kemoterapi

a. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera biologis

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Nyeri

dapat berkurang dengan Kriteria hasil :

1. Mengeluh nyeri berkurang

2. Gelisah berkurang

3. Kesulitan tidur berkurang

4. Tekanan darah menurun

Interveni

Manajemen Nyeri

Observasi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri

2. Identifikasi skala nyeri

3. Identifikasi respons nyeri non verbal

4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri


5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

9. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.

TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,

aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,

terapi bermain) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

(mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)

2. Fasilitasi istirahat dan tidur

3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi

meredakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian

analgetik

b. Resiko infeksi ditandai dengan Efek prosedur invasif (D.0142)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko

infeksi dapat menurun.

Kriteria Hasil :
1) Demam menurun

2) Kemerahan menurun

3) Nyeri menurun

4) Bengkak menurun

Intervensi Pencegahan Infeksi (I.14539):

Observasi

1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan loca

Terapeutik

1) Batasi jumlah pengunjung

2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan

lingkungan pasien

Edukasi

1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan

benarKolaborasi

1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

c. Risiko gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif

(D.0139)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko

gangguan integritas kulit menurun.

Kriteria Hasil :

1) Elastisitas meningkat

2) Hidrasi meningkat

3) Kerusakan jaringan menurun

4) Kerusakan lapisan kulit menurun

Intervensi perawatan integritas kulit (I.11353):

Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

Terapeutik

2) Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada kulit sensitif

3) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi

1) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

Rencana keperawatan Post kemoterapi

a. Nausea berhubungan dengan tindakan kemoterapi (D.0076)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat

nausea dapat menurun.

Kriteria Hasil :
1) Nafsu makan meningkat

2) Keluhan mual menurun

3) Perasaan ingin muntah menurun

4) Pucat tampak membaik

Intervensi Menejemen Mual (I.03117):

Observasi

1) Identifikasi faktor penyebab mual

2) Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup

3) Monitor

mual Terapeutik

1) Kontrol faktor lingkungan penyebab mual

2) Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarikEdukasi

1) Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup

2) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi

mual
Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan

efektindakan/pengobatan (D.0083)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

persepsi tentang penampilan pasien dapat meningkat.

Kriteria Hasil :

1) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun

2) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan atau reaksi orang lain

3) Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun

4) Respon nonverbal pada perubahan tubuh membaik

5) Hubungan sosial membaik


Intervensi Promosi citra tubuh

(I.09305):

Observasi

1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan

tahapperkembangan

2) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi

sosial

3) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri

Terapeutik

1) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya

2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri

3) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara

realistis

4) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra

tubuh

Edukasi

1) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh

2) Latih fungsi tubuh yang dimiliki

3) Latih peningkatan penampilan diri

c. Resiko defisit nutrisi (D.0032)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi

pasien meningkat

Kriteria hasil :

1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat

2) Kekuatan otot pengunyah meningkat

3) Kekuatan otot menelan meningkat

4) Frekuensi makan membaik


5) Nafsu makan membaik

Intervensi Manajemen Nutrisi (L.03119)

1) Identfikasi status nutrisi

2) Identifikasi alergi atau intoleran makanan

3) Identifikasi makanan yang disukai

4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien

Terapeutik

1) Fasilitasi menentukan pedoman diet

2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

3) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

4) Berikan suplemen makanan, jika

perluEdukasi

1) Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misal. Pereda

nyeri, antiemetik)

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).

Komponen tahap implementasi :

1) Tindakan keperawatan mandiri

2) Tindakan keperawatan kolaboratif


3) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan

keperawatan.

5. Evaluasi

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil

menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari

tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap

tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,

dan evaluasi itu sendiri (Ali, 2009). Evaluasi adalah membandingkan

secara sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan

yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada pada pasien, dilakukan

dengan cara bersinambungan dengan melibatkan psien dan tenaga

kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari

rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan

keperawatan yang telah dilakukan tercapai (Dinarti & Yuli Muryanti,

2017). Evaluasi disusun menggunakan SOAP yaitu (Suprajitno dalam

Wardani, 2013):

S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif

oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat

menggunakan pengamatan yang objektif.

A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis


DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. S. A., Rafli, R., & Zeffira, L. (2019). Profil dan Kesintasan Penderita
Kanker Kolorektal di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Health & Medical
Journal, 1(1), 45–49. https://doi.org/10.33854/heme.v1i1.218

Bishehsari, F., Engen, P. A., Voigt, R. M., Swanson, G., Shaikh, M., Wilber, S.,
… Khazaie, K. (2019). Abnormal Eating Patterns Cause Circadian
Disruption and Promote Alcohol-Associated Colon Carcinogenesis. CMGH
Cellular and Molecular Gastroenterology and Hepatology, (November).
https://doi.org/10.1016/j.jcmgh.2019.10.011

Controversies, B., & Obstetrics, I. N. (2013). Prinsip Dasar Kemoterapi.

Dinar, dr. A. (2017). Telapak tangan dan kaki kebas setelah kemoterapi.

Dinarti & Yuli Muryanti. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi


Keperawatan. 1–172.

Firdaus, Y. (2017). Penatalaksanaan Pada Setiap Stadium Kanker Kolon.

Fitriatuzzakiyyah, Sinuraya, & Puspitasari. (2017). Cancer Therapy with


Radiation: The Basic Concept of Radiotherapy and Its Development in
Indonesia. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 6(4), 311–320.
https://doi.org/10.15416/ijcp.2017.6.4.311

Ilham, R., Mohammad, S., & Yusuf, M. N. S. (2019). Hubungan Tingkat


Pengetahuan Dengan Sikap Perawat Tentang Perawatan Paliatif. Jambura
Nursing Journal, 1(2), 96–102.

Kemenkes RI. (2019a). Faktor Risiko Kanker. 21(1), 1–9.

Kemenkes RI. (2019b). Kategori Batas Ambang Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk
Indonesia. Retrieved from http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-
p2ptm/obesitas/tabel-batas-ambang-indeks-massa-tubuh-imt

Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2015). Panduan Penatalaksanaan


Kanker kolorektal. Panduan Penatalaksanaan Kanker Kolorektal, 76.

Lubis, M. yamin, Abdullah, M., Hasan, I., & Suwarto, S. (2015). Probabilitas
Temuan Kanker Kolorektal pada Pasien Simtomatik Berdasarkan Unsur-
Unsur ϔ ( APCS ). 2(2), 90–95.

National Cancer Institute. (2015). Kemoterapi dan Anda.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Standar Diagnosis. 103. Potter, & Perry. (2011).

Implementasi keperawatan

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi


dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Samsarga, G. W., Affandi, Y., Utami, N. M. S., Nugraha, I. M. S. S., I.B, &
WibawaManuaba, T. (2015). Persepsi Negatif Pasien Kanker Payudara dan
Kolorektal Terhadap Kemoterapi Dan Radioterapi Di Rumah Sakit di Kota
Denpasar, Bali. Onkologi, 9.
Sari, M. I., Wahid, I., & Suchitra, A. (2019). Kemoterapi Adjuvan pada Kanker
Kolorektal. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(1), 51–57. Retrieved from
http://jurnal.fk.unand.ac.id

Sayuti, M., & Nouva. (2018). Kanker Kolorektal. Yayasan Kanker Indonesia,
2(April), 60.

Simanullang, P. (2019). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation ( PMR )


Terhadap Kecemasan Pada Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi Di
Rsu Martha Friska Brayan Medan. V(April), 1–8.

Susanti, E., & Kholisoh, N. (2018). Konstruksi Makna Kualitas Hidup Sehat
(Studi Fenomenologi pada Anggota Komunitas Herbalife Klub Sehat
Ersanddi Jakarta). LUGAS Jurnal Komunikasi, 2(1), 1–12.
https://doi.org/10.31334/jl.v2i1.117

Tim pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Idikator Diagnostik (Cetakan II). Jakarta.

Timurtini, S. (2019). Komplikasi Kanker Kolon.

Usolin, D. N., Falah, F., & Dasong, S. (2018a). Pada Pasien Kanker Di Rs
IbnuSina Makassar. 12(2012), 146–152.

Usolin, D. N., Falah, F., & Dasong, S. (2018b). Persepsi Perawat Pelaksana
Tentang Manajeman Kemoterapi Pada Pasien Kanker Di Rs Ibnu Sina
Makassar. 12(2012), 146–152.

Wahyuningsih, A. (2018). Pathway Ca Colon.

Yayasan Kanker Indonesia. (2018). Harapan Terpadu World Cancer Day 2018.
Buletin YKI, 2(April), 1–54.

Yusra, D. F. (2018). Efek Samping Kemoterapi Pada Pasien Kanker

Anda mungkin juga menyukai