Anda di halaman 1dari 31

LAPSUS

BAB I

PENDAHULUAN .

A. Latar Belakang Masalah


Krisis tiroid merupakan kegawatdaruratan dalam bidang endokrin
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Insiden krisis tiroid tercatat
kurang dari 10% dari semua pasien tirotoksikosis yang dirawat di rumah sakit,
namun angka mortalitas dari krisis tiroid ini mencapai 20-30%.1-3 Penegakan
diagnosis dini dan pengelolaan secara tepat akan memberikan prognosis yang
baik.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis pasien, bukan
pada gambaran laboratoris. Demam tinggi, disertai gangguan pada sistem saraf
pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pencernaan merupakan gejala dan tanda
yang khas. Krisis tiroid sering terjadi pada pasien dengan hipertiroid yang
mendapat terapi tidak adekuat dan dipicu oleh adanya infeksi, trauma,
pembedahan tiroid, atau diabetes melitus yang tidak terkontrol.1-4 Pengeloaan
krisis tiroid memerlukan perawatan intensif di intensive care unit (ICU).
Pengelolaan  penyakit ini meliputi menurunkan sintesis dan sekresi hormon
tiroid, menurunkan pengaruh perifer hormon tiroid, menceg
Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi
tetapi berpotensi fatal.Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan
manifestasi klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan
dalam rentang waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan
keadaan hypermetabolik yang ditandai oleh demam tinggi, tachycardi, mual,
muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan
stupor atau komatus yang disertai dengan hypotensi.
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi
sekitar 1-2% pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan
hipertiroidisme sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya
bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak dikenali dan tidak ditangani
LAPSUS

dapat berakibat sangat fatal.Angka kematian orang dewasa pada krisis tiroid
mencapai 10-20%.Bahkan beberapa laporan penelitian menyebutkan hingga
setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat inap.Dengan tirotoksikosis yang
terkendali dan penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan
hingga kurang dari 20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak
dan merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain,
melakukan anamnesis yang tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis.
Hal ini penting karena diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis
bukan pada gambaran laboratoris. Hal lain yang penting diketahui adalah bahwa
krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan
pengawasan terusmenerus. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang
adekuat, prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman
yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan
penatalaksaannya.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum :
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan kegawatdaruratan pasien
dengan krisis tiroid.
2. Tujuan khusus:
a) Mahasiswa mengetahui pengertian dari krisis tiroid
b) Mahasiswa mengetahui etiologi dari krisis tiroid
c) Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari krisis tiroid
d) Mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari krisis tiroid
e) Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan kegawatan dari krisis tiroid
f) Mahasiswa mengetahui pengkajian fokus kegawatan dari krisis tiroid
g) Mahasiswa mengetahui pathways keperawatan dari krisis tiroid
h) Mahasiswa mengetahui fokus intervensi dan rasional dari krisis tiroid
LAPSUS

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Krisis thyroid (thyroid strom, decompensated thyrotoxicosis) merupakan
eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa yang diakibatkan
oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta & Suastika, 1999).
Krisis tiroid adalah kegawatan di bidang endokrin yang disebabkan karena
dekompensata dari tirotoksikosis. Tirotoksikosis merupakan suatu sindroma
ditandai dengan gambaran klinis, fisiologis dan biokimia yang menunjukkan
bahwa jaringan tubuh terpapar dengan hormone tiroid yang berlebihan: FT4 dan
atau FT3 (Tjokroprawiro et al, 2015).

B. Etiologi
Krisis tiroid dapat terjadi akibat beberapa faktor penyebab sebagai berikut
(Tjokroprawiro et al, 2015) :
1. Infeksi
2. Palpasi tiroid berlebihan
3. Operasi tiroid
4. Hipoglikemia
5. Operasi non tiroid
6. Obat-obatan simpatomimetik pseudoetedrin, amiodaron,
7. Kontras mengandung yodium
8. Suplemen makanan yang mengandung rumput laut
9. Stop antitiroid mendadak
10. Penyakit jantung kongestif
11. Terapi radioiodine
12. Preeklamsia atau eklamsia
13. Ketoasidosis diabetic
14. Infark usus
LAPSUS

15. Partus
16. Cabut gigi
17. Stress emosi yang berat
18. Meminum hormone tiroid
19. Emboli paru
20. Luka bakar
21. Kejadian serebro vascular
22. Sepsis
23. Trauma: fraktur, dll

C. Patofisiologi

Pathogenesis krisis tiroid pada dasarnya belum diketahui secara pasti.


Peningkatan hormone tiroid yang beredar di dalam darah yang semakin tinggi
dapat dipastikan terjadinya krisis tiroid. Hipotalamus menghasilkan thyrotropin-
releasing hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitary anterior untuk
menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormone inilah yang
memicu kelenjar tiroid melepaskan hormone tiroid.

Kelenjar inilah menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang


mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya,
yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk
yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik dan bentuk yang terikat pada
thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat
sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur
kadar hormone tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai
kelenjar pituitary anterior.

Terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan


T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid yaitu TBG, tiroid
peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah
yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar
LAPSUS

tiroid dirangsang terus menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormone tiroid.

Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas


immunoglobulin (Ig)-G1. Antibody ini menyebabkan pelepasan hormone tiroid
dan TBG yang diperantarai oleh Cyclic Adenosine Monophosphate (Cyclic
AMP). Selain itu, antibody ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein,
dan pertumbuhan kelenjar tiroid.

Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam


merespon hormone tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang
melibatkan banyak system organ dan merupakan bentuk paling berat dari
tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormone tiroid yang
semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormone tiroid (dengan tanpa
peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormone tiroid oleh sel-sel
tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormone ini sudah terlalu tinggi
untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormone tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, Cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa (Tjokroprawiro et al,
2015).

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu
menangani faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang
berlebihan, menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer
hormon tiroid (Hudak & Gallo). Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
1. Koreksi hipertiroidisme
a) Menghambat sintesis hormon tiroid. Obat yang dipilih adalah
propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih banyak dipilih karena
dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. PTU diberikan
lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg kemudian diikuti
LAPSUS

200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4


jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.
b) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk Obat pilihan adalah
larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes tiap 6 jam atau
larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
c) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer Obat yang digunakan
adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
d) Menurunkan kadar hormon secara langsung Dengan plasmafaresis, tukar
plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan charcoal plasma
perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan konvensional tidak
berhasil.
e) Terapi definitif Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi
subtotal atau total). Menormalkan dekompensasi homeostasis
f) Terapi suportif
Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
intravena

a) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen

b) Multivitamin, terutama vitamin B

c) Obat aritmia, gagal jantung kongstif

d) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan

e) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena


dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)
2. Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin.
Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta
bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol.
Penggunaan propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid,
tetapi mengatasi gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi
LAPSUS

jantung dengan cara menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan


dari terapi adalah untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium,
penurunan frekuensi jantung, dan meningkatkan curah jantung.
3. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari
fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto
dada (Bakta & Suastika, 1999)
LAPSUS

E. Pathway
LAPSUS

F. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tanda dan gejala dari tiroid yaitu :
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,
intoleran terhadap panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Tanda bruit
11. Haid sedikit dan tidak tetap
12. Pembesaran kelenjar tiroid
13. Mata melotot (exoptalmus)

G. Skor kriteria Burch dan Wartofsky


digunakan untuk memudahkan diagnosis krisis tiroid. Diagnosis krisis tiroid
dapat ditegakkan bila didapatkan skor lebih dari 45 atau lebih adalah sangat
mengarah sebagai krisis tiroid Skor 25-44 mendukung diagnosis krisis tiroid
Skor dibawah 25 bukan krisis tiroid
LAPSUS

H. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian fokus
a) Identitas Klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur, suku/bangsa,
agama, pendidikan, alamat, lingkungan tempat tinggal.
b) Keluhan Utama
c) Riwayat Penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang

1. Alasan masuk rumah sakit

2. Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit

3. Mekanisme atau biomekanik


LAPSUS

4. Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar

2) Riwayat penyakit dahulu

1. Perawatan yang pernah dialami

2. Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK, hipertiroid

3) Riwayat penyakit keluarga


Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga.
2. Pengkajian primer
a) Airway / Jalan Napas
Pemeriksaan / pengkajian menggunakan metode look, listen, feel.
1) Look
Lihat status mental, pergerakan/pengembangan dada, terdapat
sumbatan jalan napas/tidak, sianosis, ada tidaknya retraksi pada
dinding dada, ada/tidaknya penggunaan otot-otot tambahan.
2) Listen
Mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan, ada bunyi
napas tambahan seperti snoring, gurgling, atau stidor.
3) c) Feel
Merasakan ada aliran udara pernapasan, apakah ada krepitasi, adanya
pergeseran / deviasi trakhea, ada hematoma pada leher, teraba nadi
katotis atau tidak.
b) Breathing / Pernapasan
Pemeriksaan / pengkajian menggunakan metode look, listen, feel.
1) Look
Nadi karotis / tidak, frekuensi pernapasan ada / tidak dan tidak
terlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun,
sianosis, identifikasi pola pernapasan abnormal, periksa penggunaan
otot bantu.
LAPSUS

2) Listen
Mendengar hembusan napas
3) Feel
Tidak ada pernapasan melalui hidung / mulut.
c) Circulation / Sirkulasi
Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada klien, kualitas dan
karakternya.

1) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis.

2) Disability
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
Alert (A)
Klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya / tidak sadar
terhadap kejadian yang menimpa.
Respon Verbal (V)
Klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
Respon Nyeri (P)
Klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
Tidak Berespon (U)
Tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.
3) Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare terdapat beberapa jenis pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis
keadaan dan lokalisasi masalah pada kelenjar tiroid.
1. Test T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum
dengan tekhnik radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai
normal berada diantara 4,5 dan 11,5 μg/dl ( 58,5 hingga 150
nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.
LAPSUS

2. b. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau
T3 total dalam serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220
μg/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L) dan meningkat pada krisis
tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung
kadar TBG tidak jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan
jumlah hormon tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah
tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3 normal adal
25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada
pada TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid
biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam
menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan
untuk membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada
kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh
penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH
dihipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4
tidak dapat dianalisa. Test ini sudah jarang dikerjakan lagi pada
saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur
kadarnya dalam serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui
pemeriksaan radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan
LAPSUS

untuk tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma tiroid,


serta penyakit tiroid metastatik.

Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat


medis maka diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis
bukan pada gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten
dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena menunggu
konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis.
Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan jelas
oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam
triad
a) Menghebatnya tanda tirotoksikosis

b) Kesadaran menurun

c) Hipertermi.
Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan
menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch – Wartofsky.
Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi
susunan saraf.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan


(D.0005).

2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama


(D.0008).

3. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017)

4. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme (D.0130)


LAPSUS

5. Resiko Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran


darah sekunder akibat penurunan aliran arteri dan/atau vena (D.0009).

6. Diare berhubungan dengan malabsorpsi (D.0020)

7. Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan


metabolisme (D.0032) (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017)

J. Intervensi dan Rasional Keperawatan

No Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional


DX Hasil
1 Setelah dilakukan Intervensi utama - Mengetahui tingkat
tindakan keperawatan Manajemen jalan keparahan masalah
diharapkan pola nafas napas / Pemantauan respirasi pasien.
teratur dan normal Respirasi - Mengukur presentase
dengan kriteria hasil - Observasi pola napas oksigen yang diikat
a. RR dalam rentang (frekuensi, kedalaman, hemoglobin di dalam
normal (16-24x/menit) usaha napas) dan bunyi aliran darah.
b. Saturasi oksigen > napas (mis. Gurgling, - Mencegah terjadinya
95% wheezing, ronkhi, dyspnea atau apnea.
snoring) - Membantu
- Monitor saturasi oksigen mengembalikan fungsi
- Pertahankan kepatenan normal pertukaran
jalan napas dengan head- udara.
tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma - Mengidentifikasi dan
servikal) mengelola penggunaan
- Berikan terapi oksigen energi untuk
mengatasi atau
Intervensi pendukung: mencegah kelelahan
dan mengoptimalkan
LAPSUS

Manajemen energi proses pemulihan.


Pncegahan aspirasi - Mengidentifikasi dan
Pengaturan posisi mengurangi risiko
masuknya partikel
makanan/ cairan ke
dalam paru-paru
- Posisikan untuk
mempermudah
ventilasi/perfusi
2 Setelah dilakukan Intervensi Utama : - Mengidentifikasi
tindakan keperawatan Perawatan Jantung untuk menentukan
diharapkan tidak terjadi - Identifikasi tanda/gejala tingkat keparahan dan
penurunan curah jantung primer penurunan curah menentukan intervensi
dengan kriteria hasil : jantung (meliputi selanjutnya.
a. Tanda-tanda vital dyspnea, kelelahan, - Membaca frekuensi
dalam batas normal edema, ortopnea, dan irama jantung.
b. Frekuensi dan irama paroxysmal nocturnal - Untuk
jantung terkontrol dyspnea, peningkatan mengkompresi dan
c. Apnea teratasi CVP) meningkatkan
- Identifikasi tanda/gejala sirkulasi melaju ke
sekunder penurunan curah atas ke arah jantung
jantung (meliputi - Menentukan alat
peningkatan berat badan, pacu jantung yang
hepatomegaly, distensi akan digunakan
vena jugularis, palpitasi, - Mencegah terjadinya
ronkhi basah, oliguria, komplikasi setelah
batuk, kulit pucat) dilakukan pemasnagan
- Monitor EKG 12 alat pacu jantung
sadapan untuk perubahan
ST dan T - Memberikan rasa
LAPSUS

- Gunakan stoking elastis aman dalam


atau pneumatic menjalankan tindakan
intermitten terhadap pasien
Manajemen alat pacu - Menyiapkan alat
jantung yang tepat
- Identifikasi indikasi - Mengetahui
pemasangan alat pacu perkembangan jantung
jantung dan alat yang setelah dilakukan
dibutuhkan pemasangan alat pacu
- Monitor komplikasi jantung
pemasangan alat pacu
jantunng (mis.
Pneumotoraks,
hemotoraks, perforasi,
miokard, tamponade
jantung, hematoma,
infeksi)
- Sediakan informed
consent
- Siapkan alat pacu
jantung, pasang elektroda
alat pacu jantung
transkutan eksternal
- Analisis kemajuan
pompa jantung setelah
pemasangan alat pacu
jantung

3 Setelah dilakukan Intervensi Utama : - Mengetahui


LAPSUS

tindakan keperawatan penyebab perubahan


diharapkan perfusi Pemantauan tekanan intrakranial untuk
serebral menjadi adek intrakranial menentukan intervensi
- Identifikasi penyebab selanjutnya
peningkatan TIK (mis, gg. - Memantau
Metabolisme, hipertensi, perubahan tekanan
dll) intrakranial untuk
- Monitor TTV (TD ↑, menentukan
frek jantung ↓, iregularitas
perkembangan
irama napas, ↓ GCS) pemberian intervensi.
- Pertahankan posisi - Mencegah kerusakan
kepala dan leher netral otak sekunder akibat
- Atur interval perluasan iskemik otak
pemantauan sesuai - Mengetahui
kondisi pasien perubahan kondisi
pasien secara aktual
Manajemen
peningkatan - Mengetahui
intrakranial optimalisasi suplai O2
- Monitor MAP, CVP, ke otak
ICP, CPP - Kejang menandakan
- Minimalkan stimulus ada gangguan aktivitas
dengan menyediakan listrik, di satu atau
ruangan yang tenang seluruh area otak
- Berikan posisi semi - PaCO2 dapat
fowler mempengaruhi asam
- Hindari manuver valsava basa dalam darah
- Cegah terjadinya kejang
- Atur ventilaor agar
LAPSUS

PaCO2 optimal

4 Setelah dilakukan Intervensi Utama : - Sirkulasi perifer


tindakan keperawatan Perawatan sirkulasi / dapat menunjukan
diharapkan perfusi ke Manajemen sirkulasi tingkat keparahan
perifer kembali normal perifer penyakit serta pulsasi
dengan kriteria hasil - Periksa sirkulasi perifer perifer yang lemah
a. TTV dalam batas (mis. Nadi perifer, edema, menimbulkan
normal pengisian kapiler, warna, penurunan kardiak
b. Warna kulit normal suhu, anklebrachial index) output.
c. Suhu kulit hangat - Lakukan hidrasi - Memenuhi
d. Nilai laboratorium kebutuhan cairan dan
(AGD) dalam batas Pemantauan elektrolit dalam tubuh.
normal Hemodinamik
- Monitor frekuensi dan - Mengetahui masalah
irama
hemodinamik untuk
jantung, TDS, TDD, menentukan tingkat
MAP, bentuk gelombang keparahan penyakit.
hemodinamik
- Untuk mengukur
 Intervensi Pendukung : kadar oksigen,
karbondioksida dan
Manajemen Asam Basa tingkat asam basa
- Ambil specimen darah dalam darah.
arteri untuk pemeriksaan - Untuk membantu
AGD mengembalikan fungsi
- Kolaborasi pemberian normal pertukaran
ventilasi mekanik, jika udara.
perlu
LAPSUS

5 Setelah dilakukan Observasi Observasi


tindakan keperawatan - suhu minimal setiap 2 - suhu minimal setiap
1x24 jam diharapkan jam sekali, sesuai 2 jam sekali, sesuai
suhu kembali normal kebutuhan kebutuhan
dengan kriteria hasil : - adanya aktivitas kejang - adanya aktivitas
a. suhu normal 36,50 – - hidrasi secara teratur kejang
37,5 0C (turgor kulit dan - hidrasi secara teratur
b. Nadi dan pernapasan kelembapan membran (turgor kulit dan
dalam rentan normal mukosa) kelembapan membran
(N= 60-100x/menit,  Terapetik mukosa)
RR= 16- 20x/menit) - Berikan kompres air  Terapetik
c. Perubahan warna kulit biasa pada aksila, kening, - Berikan kompres air
tidak ada leher dan lipatan paha. biasa pada aksila,
d. Keletihan tidak - Lepaskan pakaian yang kening, leher dan
tampak berlebihan dan tutupi lipatan paha.
pasien dengan pakaian - Lepaskan pakaian
yang tipis yang berlebihan dan
- Berikan asupan cairan tutupi pasien dengan
intravena. pakaian yang tipis
 Kolaborasi - Berikan asupan
cairan intravena.
- Berikan obat anti piretik  Kolaborasi
sesuai kebutuhan
- Berikan selimut dingin Selain itu, alkohol
dapat mengeringkan
kulit.
- Mempermudah
pengeluaran panas
LAPSUS

- Untuk
menyeimbangkan
antara pemasukan
cairan dengan
pengeluarannya
- Digunakan untuk
mengurangi demam
dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
- Digunakan untuk
mengurangi demam
yang umumnya lebih
besar dari 39,5o-40o C
LAPSUS

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa krisis tiroid adalah
kegawatan di bidang endokrin yang disebabkan karena dekompensata dari
tirotoksikosis. Dengan penyebab adanya infeksi, cabut gigi, operasi tiroid,
operasi non tiroid. Temuan klinis pada krisis tiroid terdapat peningkatan
frekuensi denyut jantung, penurunan berat badan, gangguan reproduksi.
Penanganan yang dilakukan pada pasien dengan krisis tiroid dengan melakukan
koreksi hipertiroidisme dan pemberian obat antiadrenergic bertujuan untuk
menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi jantung.
Pengkajian utama menggunakan pengkajian ABCD. Diagnosa yang mungkin
muncul Pola nafas tidak efektif, resiko penurunan curah jantung, hipertemi
B. Saran
Semoga Dengan adanya Makalah ini bisa menambah pengetahuan
pembaca dalam penulis. Namun dalam pembuatan tidak luput dari kesalahn
untuk itu apabila terdapat kesalahn dalam penulisan dan semoga pembaca dapat
memberikan masukan untuk menyempurnakan materi.
LAPSUS

DAFTAR PUSTAKA

Shiffa Arrizqi dkk. (2019). Asuhan Keperawatan Krisis Thyroid. SEMARANG


[online] URL;https://pdfcoffee.com › askep-krisis-tiroid-8-pdf-free

sitalaksm Ritria dkk. (2019. )Penanganan pasien krisis tiroid menurut kriteria burch wartofsky
score di Intensive Care Unit [Online] URL:

https://www.medicinaudayana.org 
LAPSUS

MEDICINA 2019, Volume 50, Number 2: 295-


299 P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-
8321

Penanganan pasien krisis tiroid menurut kriteria


burch wartofsky score di Intensive Care Unit

Ritria sitalaksmi,* I Ketut Sinardja, Made


Wiryana CrossMark
ABSTRACT

Thyroid crisis is one of the first levels of emergency in the endocrine a thyroid CA obstruction. From clinical examinations and investigations
field with very high morbidity and mortality. Where the incidence there are supports with a thyroid crisis according to the Burch Wartofsky
of this case is said to occur very rarely, but when a person has been score criteria. During treatment in the intensive room the patient
declared to suffer from this disease, the death rate is high. Therefore, received pharmacokinetic therapy which reduced the synthesis and
a diagnosis must be made early and the management of the patient secretion of thyroid hormone, reduced the peripheral effects of thyroid
must be aggressive, because it will provide a good prognosis for hormone, prevented systemic decompensation, and on the eighth
patients if we can manage patients aggressively. Where the day the patient underwent thyroidectomy and tracheostomy by a
diagnosis of thyroid crisis is based on the clinical patient, not from the surgical colleague, the postoperative patient was still assisted with
laboratory. Thyroid crisis generally occurs in patients with assistive machines breath (ventilator) and began weaning, the
hyperthyroidism who are not given adequate therapy and are triggered ninth day the patient was able to use NRM through tracheostoma,
by infection, trauma, thyroid surgery, or uncontrolled diabetes the twelfth day the patient was transferred to the treatment room. The
mellitus.In this case report we present the case of patients who target of managing patients suffering from a thyroid crisis includes
were consulted to the intensive care unit (ICU) from colleagues in reducing the synthesis and secretion of thyroid hormones, reducing the
internal medicine at the Emergency Department (IGD), namely female peripheral effects of thyroid hormones, preventing systemic
patients, aged 45 years with dignosis in. Observation Dyspneu ec decompensation, and the treatment of trigger diseases. The definitive
impending Airway Obstruction et causa tyroid suspect tumor cause of thyroid dysfunction is done when the emergency has been
malignancy, suspect tyroid storm. Patients with a problem of resolved, where aggressive management is carried out in the Intensive
decreased consciousness of et causa failure of breath from Care Unit (ICU).

Keywords: thyroid crisis, emergency, Burch and Wartofsky criteria score, Intensive Care Unit

Cite This Article: sitalaksmi, R., Sinardja, I.K., Wiryana, M. 2019. Penanganan pasien krisis tiroid menurut kriteria burch wartofsky score di
Intensive Care Unit. Medicina 50(2): 295-299. DOI:10.15562/Medicina.v50i2.622

ABSTRAK

Krisis tiroid merupakan kegawatdaruratan tingkat pertama dalam dengan diagnosis masuk Observasi Dyspneu ec impending Airway
bidang endokrin dengan angka morbiditas dan mortalitas yang Obstruction et causa tumor tiroid suspect malignansi, suspect badai tiroid.
sangat tinggi. Insiden kasus ini dikatakan jarang terjadi, namun saat
seseorang dinyatakan menderita penyakit ini maka angka
kematiannya akan tinggi. Oleh karena itu diperlukan penegakkan
Bagian Anestesi dan Terapi Intensif, diagnosis dini dan pengelolaan pasien harus agresif, karena hal ini
Fakultas Kedokteran Universitas akan memberikan prognosis yang lebih baik pada pasien. Diagnosis
Udayana, Rumah Sakit Umum krisis tiroid sendiri didasarkan pada kondisi klinis pasien, bukan dari
Pusat Sanglah Denpasar hasil laboratorium. Krisis tiroid umumnya terjadi pada pasien dengan
hipertiroid yang tidak diberikan terapi adekuat dan dipicu oleh adanya
*
infeksi, trauma, pembedahan tiroid, atau diabetes melitus yang tidak
Correspondence to:
terkontrol.
Ritria sitalaksmi, Bagian Anestesi
dan Terapi Intensif, Fakultas Pada laporan kasus kali ini kami menyampaikan kasus pasien yang
Kedokteran Universitas Udayana dikonsulkan ke Intensive Care Unit (ICU) dari sejawat penyakit dalam di
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Instalasi Gawat Darurat (IGD) yaitu pasien perempuan, umur 45 tahun
Denpasar
ritriasitalaksmi@gmail.com
LAPSUS
Pasien dengan permasalahan
penurunan kesadaran et causa
gagal nafas et causa obstruksi
CA tiroid. Dari pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan
penunjang yang ada
mendukung dengan krisis tiroid
menurut kriteria skor Burch
Wartofsky. Selama perawatan di
ICU pasien mendapatkan terapi
farmakokinetik yang
menurunkan sintesis dan
sekresi hormon tiroid,
menurunkan pengaruh perifer
hormon tiroid, mencegah
dekompensasi sistemik, dan
pada hari kedelapan pasien
dilakukan tiroidektomy serta
trakeostomi oleh sejawat
bedah, post-operasi pasien
masih dibantu dengan alat
bantu nafas (ventilator) dan
mulai disapih, hari kesembilan
pasien sudah bisa
menggunakan NRM melalui
trakeostoma, hari keduabelas
pasien dipindahkan ke ruang
perawatan. Target pengelolaan
pasien yang menderita krisis
tiroid meliputi menurunkan
sintesis dan sekresi hormon
tiroid, menurunkan pengaruh
perifer hormon tiroid,
mencegah dekompensasi
sistemik, dan terapi penyakit
pemicu. Terapi definitif
penyebab disfungsi tiroid
dilakukan bila kegawatan telah
teratasi, dimana pengelolaan
secara agresif dilakukan di
Intensive Care Unit (ICU)
LAPSUS

PENDAHULUAN yang mendasari, berikan terapi suportif, kontrol


Hormon tiroid merupakan salah satu hormon gejala adrenergic, dan hilangkan gejala
yang ada di dalam tubuh yang berfungsi untuk adrenergik. Terapi definitif penyebab disfungsi
mengatur metabolisme agar tetap berjalan normal. tiroid dilakukan apabila kegawatan telah
Terdapat dua hormon yaitu tetraiodothyronine teratasi.1,4,5
(tiroksin atau T4) dan triiodothyronine (T3) yang
disintesis. Namun apabila terdapat kelainan atau ILUSTRASI KASUS
gangguan dalam proses produksi, hormone tiroid
Pasien perempuan, umur 45 tahun yang dikonsul-
akan menimbulkan suatu gangguan pada tubuh.
kan dari triase IGD oleh sejawat penyakit dalam
Krisis tiroid yang terjadi paling banyak merupa-
dengan diagnosis masuk Observasi Dyspneu ec
kan akibat dari penyakit grave yang tidak
impending Arway Obstruction et causa tumor
diketahui atau yang tidak terkontrol. Suatu
tyroid suspect malignancy, suspect tyroid storm.
keadaan hiper- tiroid dapat berakibat fatal serta
Heteroanamnesis suami pasien, awalnya pasien
dapat mengancam kehidupan. Hal ini sering
mengeluhkan demam tinggi, dan mulai tidak
disebut dengan istilah krisis tiroid.2,3
sadarkan diri disertai sesak nafas 6 jam sebelum
Krisis tiroid merupakan peringkat pertama
masuk rumah sakit. Dimana sebelum kesadaran
dalam kegawatdaruratan khususnya dalam bidang
menurun pasien mengeluhkan susah bernafas,
endokrin. Insiden kasus ini sangat jarang, kurang
nyeri perut yang disertai mual dan muntah 2 kali.
lebih 10% pasien yang dirawat dengan
Selain itu, keluarga juga mengatakan terdapat
tirotoksiko- sis. Apabila ada pasien yang
benjolan di leher yang semakin lama semakin
mengalami penyakit seperti ini angka kematiannya
membesar, benjolan sudah ada sejak 4 tahun yang
cukup tinggi sekitar 20-30%.1,4,5 Tiroktoksikosis
lalu. Riwayat kejang, hipertensi, sakit jantung dan
sendiri adalah istilah yang berkaitan dengan suatu
kencing manis disangkal.
kompleks fisiologis dan biokimiawi yang
Pada pemeriksaan fisik sebelum dirawat diru-
ditemukan apabila suatu jaringan mendapatkan
ang intensif dengan post- resus call didapatkan
hormon tiroid yang berlebi- han darimanapun
penurunan kesadaran dikarenakan krisis tiroid
sumbernya. Sedangkan hiper- tiroidisme adalah
dengan kesadaran dalam pengaruh obat (DPO),
tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi hormon
Reflek Pupil +/+ isokor 3/3, terpasang
tiroid itu sendiri. Tirotoksikosis terbagi atas
endotracheal tube (ETT) dengan ukuran 7,0
kelainan yang berhubungan dengan
dengan cuff (+), level di bibir 21, dengan bantuan
hipertiroidisme dan ada juga yang tidak berhubun-
alat bantu nafas (portable ventilator) VT 350 ml,
gan dengan hipertiroidisme. Penyebab tersering
RR 12, Peep 5, vesikuler di kedua lapang paru,
hipertiroidisme adalah penyakit Graves lebih
rhonki dan wheez- ing (-), SaO2 98%. Tekanan
kurang sebesar ± 90%.3,6,7 Klinisnya adalah
darah 130/85 mmHg, nadi (HR) 138 kali
demam, takikardia, hipertensi, abnormalitas
permenit, suara jantung 1 dan 2 tunggal, reguler,
neurologi dan gastrointestinal. Krisis tiroid
tidak ada murmur. dan suhu 39,9⁰C. Hasil
umumnya terjadi pada pasien dengan hipertiroid
pemeriksaan penunjang darah lengkap
yang tidak diber- ikan terapi yang adekuat dan
(08/05/2017) WBC 19,90x103/µL (4,1-11);
dipicu oleh adanya infeksi, trauma, pembedahan
HGB 15,56 g/dL (13,5-17,5);
tiroid, atau diabetes melitus yang tidak
HCT 48,55% (41-53); PLT 260,80x103µL (150-
terkontrol.1,4,5,8
440). Analisis gas darah (AGD) sebelum intu-
Tidak ada satu indikator yang dapat meramal-
basi (08/05/2017) pH 7,26 (7,35-7,45); pCO2
kan terjadinya krisis tiroid, sehingga tindakan kita
40,3 mmHg (35,00-45,00); pO2 158,00 mmHg
bergantung pada tanda klinis yang ada. Dengan
(80,00-100,00); HCO3 17,80 mmol/L (22,00-26,00);
tingkat mortalitas yang tinggi, kecurigaan
SO2 98%; Beecf -9,3 mmol/L (-2-2). Kimia klinik
terhadap krisis tiroid cukup untuk menjadi dasar
(08/05/2017) menunjukkan SGOT 35 U/L (11-33);
tindakan. Kecurigaan terhadap krisis tiroid
SGPT 14,20 U/L (11-50); BUN 7,0 mg/dL (8-23);
diperlihatkan dengan adanya kondisi
SC 0,66 mg/dL (0,7-1,2); Na 140 mmol/L (136-
hipermetabolik seperti demam tinggi, takikardi,
mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase 145); K 3,2 mmol/L (3,5-5,1); Ca 9,5 mg/dL; BS
lanjut, pasien bisa jatuh dalam keadaan stupor atau 276 mg/dL (70-140). Faal Hemostasis (08/05/2017)
koma disertai dengan hipotensi.2,6 Infeksi adalah PT 14,8 (10,8-14,4) detik; aPTT 29,1 (24-36)
salah satu hal yang dapat mencetuskan krisis tiroid detik; INR 1,23. Fungsi Tiroid (08/05/2017) FT4
dan perlu mendapat sebuah perhatian khusus di 2,78 ng/dL (0,93-1,70), TSHs 0,01 IU/mL (0,27-
Intensive Care Unit (ICU). Dimana 4,20). Rontgen Thorax (08/05/2017) terdapat
penatalaksanaannya berupa koreksi pencetus benjolan di regio colli dengan cor dan pulmo tak
kelainan tiroid, obati penyakit tiroid tampak kelainan. Pemeriksaan EKG didapatkan
gambaran fibrilasi atrium respon ventrikel cepat. 80-126/50-80 mmHg,
Menggunakan skor kriteria Burch dan Wartofsky nadi 88-110 x/mnt,
didapatkan skor 75 pada pasien ini maka diagnosis saturasi
krisis tiroid ditegakkan secara dini.5
Setelah itu pasien dirawat di ruang intensive
(ICU) pengelolaan secara ketat di ICU dengan alat
bantu nafas (Ventilator) merk drager dengan mode
PC BIPAP 17, PEEP 5, ASB 10, FiO2 60%, RR
12x/menit, didapatkan SaO2 99-100%, satu jam
setelah di ICU maka diperiksakan analisis gas
darah (AGD) didapatkan dengan pH 7,42; pCO2
32,8; pO2 164,4; BE -3,7; HCO3- 20,8; SO2c
99,1 %;
Na 140 mmol/L; K 3,64 mmol/L; CL 103
mmol/L. Pasien mendapatkan resusitasi cairan,
propil- tiouracil (PTU) 100 mg tiap 12 jam,
deksametason 5 mg tiap 6 jam, propanolol 80
mg tiap 12 jam,
parasetamol 1000 mg tiap 8 jam, ranitidin 50 mg
tiap 12 jam, surface cooling, serta diberikan
nutrisi entramix 100 ml tiap 4 jam via naso
gastric tube (NGT), pemberian antibiotik dengan
ciproflox- acin 200 mg tiap 12 jam, dan digoksin
0,5 mg diberikan dini untuk mengatasi krisis
tiroid. Tidak boleh diberikan amiodarone, karena
amiodarone menghambat konversi perifer T4 dan
T3 serta mengurangi konsentrasi adrenoseptor T3
yang diinduksi dalam miosit jantung, maka
amiodarone tidak boleh diberikan pada pasien
tiroid.14 Setelah mendapatkan kultur sputum dari
selang endo- tracheal tube, pasien terisolasi dua
kuman yaitu Acinobacter baumannii merupakan
Multi Drug Resistant Organism (MDRO) dan
Klebsiella pneu- monia, pertimbangkan
meropenem sebagai terapi pilihan antibiotik pada
pasien ini dan lakukan contact precaution, lalu
antibiotik diganti dengan meropenem 1 gram tiap
8 jam sesuai dengan hasil kultur. Hari ke delapan
selama masih perawatan di ICU, pasien tersebut
diakukan total tiroidektomi dan trakeostomi oleh
sejawat bedah.

Pengelolaan Anestesi
Pasien dibawa ke ruang kamar operasi dengan
menggunakan portable ventilator. Sebelumnya
pasien dipuasakan dari air putih non-partikel 2
jam sebelum operasi. Melakukan inform consent
mengenai keadaan yang akan dialami pasien di
ruang operasi sehingga menurunkan rasa cemas
pada keluarga pasien.
Sesampainya di ruang operasi, pasien dipas-
angkan alat monitoring saturasi oksigen, tekanan
darah manual, EKG dan diberikan pemeliha-
ran dengan oksigen 50%, sevoflurane 0,3-0,8 Vol
%, TCI propofol 1-3 µg/mL, dan rokuronium 0,2
mg/kgbb/jam dan fentanyl. Operasi berlangsung
selama 3 jam dengan hemodinamik yang relatif
stabil. Tekanan darah intraoperatif berkisar antara
Medicina 2019; 50(2): 295-299 | doi: 10.15562/Medicina.v50i2.622 29
O2 99-100%. Cairan masuk selama operasi sekitar 2000 ml ringer fundin,
pendarahan 300 ml dengan jumlah urine 1000 ml. Lalu pasien dilakukan
trake- ostomi dan dikembalikan ke ICU.

Pengelolaan Post-operatif
Postoperatif pernapasan pasien sementara dibantu oleh ventilator dengan
mode CPAP, PEEP 5, ASB 5, FiO2 40% didapatkan volume tidal 450-550
ml, saturasi O2 99% dengan respirasi 12-14x/menit. Diberikan analgetik
fentanyl 10 µg/jam dan paracetamol 3 × 1 gram didapatkan Ramsay
score 2. Pemeliharaan cairan dilakukan dengan ringer fundin 30
cc/kgbb/24 jam. Hemodinamik relatif stabil dengan tekanan darah 115-
138/78- 80 mmHg, saturasi O2 98-99%. Dilakukan pemer- iksaan analisis
gas darah (AGD) didapatkan pH 7,42; pCO2 51,2 mmHg; pO2 84,40
mmHg; BE
7,6 mmol/L; HCO3- 32,2 mmol/L; Na 138 mmol/L;
K 3,64 mmol/L; CL 103 mmol/L. FT4 1,01 ng/dL
(0,93-1,70), TSHs 0,02 IU/mL (0,27-4,20),
kemudian pasien disapih 12 jam setelah operasi dengan GCS E4VXM6
(tertrakeostoma). Pasien dipindahkan ke ruang perawatan pada hari ke
duabelas.

DISKUSI
Penderita adalah perempuan, dengan usia 45 tahun, datang ke IGD
RSUP Sanglah dengan keluhan penurunan kesadaran disertai sesak nafas
6 jam sebelum masuk rumah sakit. Tindakan pertama yang dilakukan
adalah resusitasi jantung paru, penilaian klinis berdasarkan primary
survey, ketidakadekuatan pernafasan sehingga pasien dilakukan intubasi
dengan pipa endotrakeal dan ventilasi mekanik oleh tim resus call,
terdapat benjolan di leher sejak 4 tahun yang lalu. Awalnya benjolan kecil
sebesar kelereng, lama kelamaan membesar secara signifikan sejak awal
bulan Mei 2017.
Pada kondisi krisis tiroid dapat ditemukan beberapa gambaran dari
laboratorium yang berhubungan dengan tirotoksikosis, hiperglikemia,
hiperkalsemia, leukositosis, abnormalitas enzim hati, peningkatan enzim
alkali phospatase. Pada tempat yang tidak memadai adanya laboratorium
di sebuah rumah sakit tersebut dapat menggunakan skor Burch Wartofsky.
Pemeriksaan lebih lanjut didapatkan hasil pemeriksaan yang
mendukung patofisiologi tentang krisis tiroid dengan hasil skor Burch
Wartofsky: 39,9⁰C (+25), central nervous system effects agitation (mild
+10), gastrointestinal and hepatic dysfungtion (moderate: diare, nausea/
vomiting, abdominal pain. +10), heart rate

Medicina 2019; 50(2): 295-299 | doi: 10.15562/Medicina.v50i2.622 29


135-140 x/menit (+20), artrial fibrilation (+10),
congestive heart failure (absent, 0), total Burch SIMPULAN
Wartosfhy score 75. Diagnosis krisis tiroid Krisis tiroid merupakan kegawatdaruratan di
ditegak- kan bila didapatkan skor lebih dari 45. bidang medis terutama bidang endokrin dengan
Pada pasien ini didapatkan skor 75. Sehingga angka morbiditas dan mortalitas tinggi. Penegakan
diagnosis krisis tiroid dapat ditegakkan secara diag- nosis secara dini dan pengelolaan secara
dini.1,4,5 tepat akan memberikan prognosis yang baik juga
Hasil darah lengkap ditemukan peningkatan pada pasien yang terkena krisis tiroid. Diagnosis
WBC 19,90x103/µL (4,1-11); HGB 15,56 g/dL pasien krisis tiroid didasarkan pada gambaran
(13,5- klinis yang ada pada pasien, yaitu menggunakan
17,5); HCT 48,55% (41-53); PLT 260,80x103µL skor kriteria Burch dan Wartofsky, apabila Skor ≥
(150-440). Analisis gas darah didapatkan asidosis 45: kecurigaan sangat tinggi (Highly Suggestive),
metabolik: pH 7,26 (7,35-7,45), pCO2 40,3 Skor 25-44: mengarahkan kemungkinan (suggestive
mmHg of impending storm), Skor < 25: tidak seperti
(35,00-45,00), pO2 158,00 mmHg (80,00-100,00), (Unlikely Thyroid Storm) bukan pada laboratoris.
HCO3 17,80 mmol/L (22,00-26,00), SO2 98%, Menurut kriteria dari Burch dan Wartofsky dilihat
Beecf -9,3 mmol/L (-2-2). Pemeriksaan fungsi keluhan pada pasien apakah terdapat demam
tiroid menunjukkan hipertiroid yaitu FT4 2,78 ng/ tinggi, keluhan pada gastrointesti- nal atau kuning
dL (0,93-1,70), TSHs 0,01 IU/mL (0,27-4,20). pada badan, kelainan pada kardio- vasculer, dan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik riwayat penyakit tiroid sebelumnya. Pengelolaan
dan pemeriksaan penunjang mendukung adanya pasien dengan krisis tiroid wajib dima- sukkan ke
peningkatan pada fungsi tiroid. Maka dilaku- dalam ruang perawatan intensif untuk mengelola
kan perawatan intensif menggunakan ventilator panas tubuh, mengelola denyut jantung,
mekanik dengan tekanan inspirasi (PC-BIPAP 17, memberikan steroid, memberikan obat-obatan
FiO2 40%, Pinsp 22, RR 14, PEEP 5, ∆Psupp 10), yang bisa menghambat perifer hormon tiroid,
resusitasi cairan, propiltiouracil (PTU), propano- memberi- kan jumlah cairan yang tepat, surface
lol, digoksin, dexamethason, paracetamol, ranit- cooling, meng- koreksi elektrolit, memberika terapi
idin, pemberian nutrisi, pemberian antibiotik, nutrisi,dan memberikan cooling blanket.
dan tidak lupa juga menggunakan surface cooling Pengelolaan harus agresif dan pemantauan ketat di
untuk mengatasi krisis tiroid. Pemberian PTU ruang intensif dari multidisiplin ilmu sangat
harus diberikan loading dose yang tinggi karena diperlukan untuk menan- gani pasien yang
krisis tiroid sering disertai disfungsi gastroin- mengalami krisis tiroid.
testinal, PTU diberikan loding dose 600 mg dan
dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.9-11 Suhu 39°C dan DAFTAR PUSTAKA
diberikan paracetamol 1 gr tiap 8 jam dikarenakan 1. Nayak B, Burman K. Thyrotixicosis and Thyroid Storm.
efek respon demam ini disebabkan oleh perubahan
termoregulasi sentral, atau elevasi termogenesis Endocrinol Metab Clin N Am. 2006; 35:663-86.

Talib SH, Sainani R, Chordiya A. Expanded Dengue


2. metabolik basal. Golongan beta blocker digunakan Syndrome : Presenting as Overt Thyrotoxicosis without
untuk menghambat pengaruh perifer hormon stigmata of Graves disease ( A Case Report). JDMS 2013;
tiroid, pasien ini diberikan propanolol 80 mg tiap 5(3): 4-6.

Desailloud R, Hober D. Viruses and thyroiditis : an update


Review. Vir. J.2009; 6(5): 1-14.
3.
12 jam untuk mengendalikan gejala adrenergik
menghambat konversi perifer dari T4 menjadi 4 Jameson L, Weetman A. Disorders of the thyroid gland.
In: Braunwald E, Fancy AS, Kasper DL, eds. Harrison’s princi-
T3.1,4,5,8 Pasien mendapatkan dexamethason 5 mg
ples of internal medicine. Edisi ke-17. New York: McGraw-
tiap 6 jam dikarenakan glukokortikoid Hill; 2008. h 2060-84.
mengurangi konversi T4 ke T3 dan dapat 5 Burch HB, Wartofsky L. Life-threatening thyrotoxico- sis,
memodulasi setiap proses autoimun yang Thyroid Storm. Endocrinol Metab Clin North Am.
mendasari krisis tiroid misalnya penyakit 1993:22;263-77.
6. Bahn RS, Burch HB, Cooper D, Garber JR, Greenle CM, Klein
Graves.1,4,5,12 Pasien ini diberi- kan digoksin I, dkk. Hyperthroidism and Other Causes of
intravena untuk mengendalikan laju ventrikel pada Thyrotoxicosis : Management Guidelines of The
fibrilasi atrium. Amiodaron kontra- indikasi pada American Thyroid Association and American Association
pasien dengan hipertiroid. Dimana of Clinical Endocrinologists.Endocr. Pract. 2013;17(3):

hasil metabolisme amiodaron adalah iodium dapat 7.


meningkatkan cadangan hormon tiroid (T4) dan mengurangi

Medicina 2019; 50(2): 295-299 | doi: 10.15562/Medicina.v50i2.622 29


konsentrasi adrenoseptor yang diin- 1-65.

Wacharasindhu S, Bunjobpudsa Y, Tongmeesee S.


Endocrine changes in children with dengue virus infec-
tion. Asian Biomedicine 2009; 3(5): 557-61.

duksi (T3).13 Pemberian cairan juga harus diperha-


tikan karena pada pasien krisis tiroid akan terjadi
kelainan kardiovaskular. Pemberian antipiretik,

Medicina 2019; 50(2): 295-299 | doi: 10.15562/Medicina.v50i2.622 30


Medicina 2019; 50(2): 295-299 | doi: 10.15562/Medicina.v50i2.622 30

Anda mungkin juga menyukai