Besi Cor Kelabu
Besi Cor Kelabu
ABSTRAK
Kata kunci : besi cor kelabu, low cycle fatigue, metode Downing
1
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
2
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
kurva cyclic stress strain, downing Hanya dua parameter yang dibutuhkan
menggunakan 8 parameter di atas untuk untuk mengestimasikan umur kelelahan
memodelkan pengaruh tiap-tiap faktor untuk besi cor. Penggunaan hubungan
yang mengontrol respon tegangan- yang diusulkan oleh Fash (1982) ini
regangan pada besi cor akibat pembebanan menghindari problem klasik penentuan
siklus. besarnya regangan elastis dan plastis pada
Pada akhirnya analisis kelelahan besi cor. Dimana tahapan ini merupakan
dengan metode yang diusulkan Downing pokok dari analisis data pengujian lelah
didasarkan pada penggunaan parameter dengan metode strain based. Lebih lanjut
Smith-Watson-Topper (SWT). Fash (1982) parameter SWT juga menyediakan suatu
menunjukkan hubungan linier logaritmik mekanisme yang siap digunakan untuk
antara parameter SWT dengan umur untuk menganalisis pengaruh tegangan rata-rata
besi cor kelabu. Hubungan tersebut secara pada analisis kelelahan.
sederhana dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut : Metode Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh unsur Cr
SWT = σ max*ε t/2 = A (Nf)b dan Cu terhadap kekuatan besi cor kelabu
(5) FC20, maka pada komposisi material dasar
dimana A : koefisien umur ditambah Cr dan Cu sampai persentase
kelelahan tertentu. Penambahan Cr direncanakan
b : eksponen umur mulai dari 0,1% sampai 0,5% dan
kelelahan penambahan Cu direncanakan sebesar
0,6% sampai 0,7% saja. Tahap-tahap
penelitian digambarkan dalam gambar 1
sebagai berikut.
3
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
cetakan. Pola ini berupa silinder dengan Si-0.77, C-0.1, S-.008, P-0.04, Cr-69.22.
diameter bagian bawah 31mm dan bagian Sedangkan tembaga yang ditambahkan
atas 33mm serta panjang 600mm. Pola adalah tembaga yang terdapat dalam kabel
yang direncanakan mempunyai kup dan listrik, dengan menggunakan anggapan
drag dengan bidang pisah tepat setengah Cu-90%.
diameternya. Peletakan cetakan ini Dengan bahan baku yang telah
direncanakan dengan kemiringan 30o dari diketahui tersebut, langkah berikutnya
vertikal. adalah menyusun rencana pengaturan
Setelah pola selesai dikerjakan, komposisi kimia. Sesuai dengan hasil
langkah selanjutnya adalah membuat penelitian yang telah dilakukan
cetakan. Cetakan yang digunakan adalah sebelumnya, penambahan kromium
cetakan pasir. Cetakan ini diletakkan pada dilakukan antara 0,3 s/d 0,5% dan tembaga
permukaan tanah. Pasir yang digunakan sebesar 0,6 s/d 0,7%. Pengaturan dilakukan
adalah pasir kwarsa ukuran 60 dan dengan dengan menambahkan ferrochrome low
ditambah bentonit 1-2%, air 5% dan carbon dan tembaga dengan berat tertentu
seacoal/grafit. kedalam 50kg material dasar. Material
Setelah pembuatan cetakan selesai dasar yang digunakan ini adalah besi cor
dilakukan, langkah selanjutnya adalah kelabu yang tanpa dipadu dengan kromium
melakukan peleburan bahan baku. Material dan tembaga. Untuk mengetahui pengaruh
dasar yang digunakan adalah pig iron, unsur paduan, maka dibuat 4 modifikasi
skrap baja, besi hancuran, foundry return, komposisi paduannya.
FeSi75, FeMn. Pig iron yang digunakan Penambahan unsur paduan dilakukan
adalah pig iron dengan komposisi Mn- pada saat dalam ladle. Untuk keperluan ini
0.17, Si-1.74, S-0.0057, P-0.042. Skrap maka ferrochrome LC dan kawat tembaga
baja yang digunakan memiliki komposisi dihaluskan terlebih dahulu. Penghalusan
C-0.7, Si-0.2, Mn-0.4, P-0.03, S-0.03. Besi untuk ferrochrome LC ini dilakukan
hancuran adalah material bekas yang dengan menumbuk bongkahan
sebagian besar berasal dari mesin-mesin ferrochrome LC menjadi butiran-butiran
tekstil. Foundry return adalah material halus berdiameter kurang dari 1mm.
yang berasal dari sisa-sisa proses Sedangkan untuk kawat tembaga dipotong-
pengecoran yang sebagian besar adalah potong dengan ukuran dibawah 0,5cm.
FC15 - FC20 (besi cor dengan kekuatan Langkah ini perlu dilakukan karena
15-20 kg/mm2). FeSi75 memiliki temperatur lebur paduan yang akan
komposisi Si-79.76, C-0.077, S-0.0029, ditambahkan sangat tinggi. Pengalaman
Al-1.12. FeMn yang digunakan memiliki dari penelitian sebelumnya menunjukkan
komposisi C-6.70, Si-0.71, Mn-75.50, P- apabila masih terdapat butiran yang
0.30, S-0.20. Untuk memperbaiki berukuran besar, tidak akan larut dalam
distribusi grafit digunakan inokulan yang logam cair. Untuk mengetahui apakah
ditambahkan ke logam cair pada saat komposisi kimia yang telah direncanakan
logam cair berada di ladel. Sedangkan telah terpenuhi maka akan dilakukan
untuk meningkatkan kekuatan dilakukan pengujian komposisi kimia. Guna
penambahan krom (Cr) dan tembaga (Cu). keperluan ini, maka perlu disiapkan suatu
Krom yang ditambahkan adalah cetakan chill yaitu terbuat dari baja
ferrocrhome low carbon dengan komposisi berbentuk segiempat berdimensi 2x2 cm.
4
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Setelah semua alat dan bahan untuk campuran I dst. Test bar dipisahkan
pengecoran test bar dipersiapkan, dengan logam yang berada pada saluran
langkah selanjutnya adalah pengecoran. masuk. Pasir dibersihkan dari permukaan
Langkah ini diawali dengan dengan cara digosok dengan kawat baja.
Apabila masih terdapat pasir pada
meleburkan bahan baku yang
permukaan, maka akan digunakan gerinda.
digunakan untuk material dasar dengan Penyiapan Spesimen Uji
tanur kupola asam. Logam yang telah Untuk kepentingan pengujian
cair dan keluar dari penampungannya diperlukan penyiapan spesimen uji.
pada kupola kemudian ditampung Adapun spesimen uji yang disiapkan
dalam sebuah ladel berkapasitas 60kg. adalah spesimen uji komposisi kimia, uji
Temperatur logam cair pada saat tarik dan uji lelah. Spesimen uji komposisi
tersebut diharapkan diatas 1200oC. kimia dibuat dari sisa logam cair yang
Penambahan unsur paduan dilakukan digunakan untuk penuangan di cetakan
pada saat ladle terisi sepertiganya. dituang dalam cetakan baja berbentuk
Tujuan dari upaya ini adalah agar segiempat dengan ukuran 2cm x 2cm.
Dengan dicetak pada cetakan baja ini maka
diperoleh efek pengadukan akibat
akan terbentuk coran chill.
adanya aliran logam cair dalam ladle. Spesimen uji tarik dibuat berdasarkan
Logam cair dalam ladle kapasitas
standar ASTM E8 dengan diameter
60kg kemudian dipindahkan ke dalam
nominal 6,25mm. Untuk spesimen uji lelah
ladle berkapasitas 20kg untuk
dipilih tipe uniform gage dengan diameter
mempermudah penuangan dan
8mm sesuai dengan standar ASTM E466
memperoleh efek pengadukan lebih lanjut.
seperti ditunjukkan pada gambar 2. Guna
Setelah semua cetakan telah diisi
menghindari pengaruh proses pemesinan
seluruhnya dan telah dingin, kemudian
terhadap sifat mekanis bahan, maka
dibongkar dan ditandai. Penandaan ini
pembuatan spesimen menggunakan mesin
menggunakan penomoran yaitu nomor 1
CNC.
untuk base material, nomor 2 untuk
64 mm
∅8 mm
∅10 mm
16 mm
100 mm
Pengujian
5
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
6
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Tabel 3 s/d 6 menunjukkan data hasil pada kurva log parameter SWT vs jumlah
pengujian lelah yang dilakukan. Data ini siklus. Kurva-kurva yang diperoleh
kemudian diolah untuk selanjutnya diplot disajikan pada gambar 3.
7
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
8
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
1,0000
berkisar antara 1,9 s/d 3,7 dan eksponen
Parameter SWT (MPa)
9
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
DAFTAR PUSTAKA
ASM, 1990, Properties and Selection Materials : Ferrous and Ferrous Alloy, ASM
Handbook, Vol 1, edisi 10
C Guillemer-Neel, V Bobet, M Clavel, 1999, Cyclic Deformation Behavior and
Bauschinger Effect in Ductile Cast Iron, Material Science & Engineering A, vol.
A272, pp. 431-442
DeLaO, James D; Gundlacf, Richard B; Tartaglia, John M; 2003, Strain Life Fatigue
Properties Database for Cast Iron, Climax Research Services-American Foundry
Society (CRS-AFS)
Downing, Sthepen Douglas, 1983, Modelling Cyclic Deformation and Fatigue Behavior
of Cast Iron Under Uniaxial Loading, University Microfilms International, Ann
Arbor,
Fash, J W; Socie, DF; 1982, Fatigue Behavior and Mean Effects in Gray Cast Iron,
International Journal of Fatigue, vol 4, no.3, pp. 137-142
Gilbert, GNJ; Kemp, SD; 1980, The Cyclic Stress/Strain Properties of a Flake Graphite
Cast Iron A Progress Report, BCIRA Journal, vol. 28, no. 1384, pp. 284-296
Suprihanto, A; Harsokoesoemo, D; Suratman, Rochim; 2004, The Influences of Cr and
Cu On the Fatigue Strength of Grey Cast Irons, Proceding International Conference
On Fracture & Strength of Solids, Bali, Indonesia, part 2, pp. 947-952
10
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
yang akan dibuat. Secara umum cara kerja mesin perkakas CNC tidak
berbeda dengan
mesin perkakas konvensional. Fungsi CNC dalam hal ini lebih banyak
menggantikan
daya (jumlah putaran poros utama), dan arah putaran poros utama,
pengekleman,
11
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
benda kerja yang rumit sekalipun dapat dibuat secara mudah dalam
jumlah yang
12
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
dengan waktu singkat, dengan kualitas sama baiknya, tentu akan sulit
dipenuhi bila
13
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
melalui layar monitor yang terdapat pada mesin atau bila tidak ada
fasilitas cheking
melalui monitor (seperti pada CNC TU EMCO 2A/3A) dapat pula melalui
plotter yang
antara lain: (a) mesin CNC Training unit (TU), yaitu mesin yang
digunakan sarana
pendidikan, dosen dan training. (b) mesin CNC produktion unit (PU),
yaitu mesin CNC
mana mestinya. Dari segi jenisnya, mesin perkakas CNC dapat dibagi
menjadi tiga jenis,
antara lain: (a) mesin CNC 2A yaitu mesin CNC 2 aksis, karena gerak
pahatnya hanya
dengan mesin bubut CNC, (b) mesin CNC 3A, yaitu mesin CNC 3 aksis
atau mesin yang
14
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
dengan mesin frsais CNC. (c) mesin CNC kombinasi, yaitu mesin CNC
yang mampu
CNC yang sering dijumpai adalah mesin CNC 2A (bubut) dan mesin
CNC 3A (frais).
pada mesin CNC, yaitu: (a) sistem koodinat kartesius, yang terdiri dari
koordinat mutlak
polar), yang terdiri dari koordinat mutlak (absolut) dan koordinat relatif
(inkremental).
15
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
mesin CNC.
16
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
di mana pergerakan alat potong mengacu pada titik nol benda kerja.
Kelebihan dari
AB
(X , Y)
ABC
(1, 1)
(5, 1 )
(3, 3 )
17
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
lintasannya selalu mengacu pada titik akhir dari suatu lintasan. Titik
akhir suatu lintasan
panjang lintasan sumbu Y (.Y). Titik nol benda kerja mengacu pada titik
nol sebagai titik
18
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
YC
AB
(.X , .Y)
ABC
(1,1)
(4,1)
( -2 , 2 )
YC
AB
19
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
(@ L , á)
(@ L , .á)
B (5, 0o) ,
C (2V2, 135 o )
A (2V2, 225 o )
B (5, 0o) ,
C (2V2, 135 o )
A (2V2, 270 o )
20
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
pisau frais ke arah sumbu X positif, maka meja mesin frais akan
bergerak ke sumbu X
letak titik nol benda kerja (TNB), titik nol mesin (TNM), dan titik
referens (TR). TNB
merupakan titik nol mesin. Pada mesin CNC bubut TNM terletak di
pangkal cekam (lihat
Gambar 24) tempat cekam benda kerja diletakkan. Pada mesin CNC
frais TNM berada
(TR) adalah suatu titik yang menyebutkan letak alat potong mula-mula
diparkir atau
diletakan. Titik referens ditempatkan agak jauh dari benda kerja, agar
pada saat
21
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
(a)
(b)
Gambar 7. TNB, TNM, dan TR pada mesin CNC Bubut (a) dan Frais (b)
TNB
TNM
TR
TNM
TNB
TR
22
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
KODE ARTI
M03 Sumbu utama berputar searah dengan jarum jam; Kode ini
biasanya
23
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
mesin akan berputar searah jarum jam. Pada mesin bubut CNC
cekam benda kerja akan berputar searah jarum jam, sedangkan pada
mesin frais CNC yang berputar adalah tempat alat potong arbornya
10
kerja dan alat potong. Alat potong dan benda kerja akan menjadi
24
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
panas. Bila tidak didinginkan maka alat potong akan cepat tumpul/
11
25
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
namun arti kode pada merek yang berbeda dapat memiliki arti yang
berbeda pula,
kerja. Gerakan cepat digunakan bila alat potong berada bebas dari
pemakanan benda
26
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
(a) (b)
12
27
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
(b) (b)
Gambar 11. Pembubutan lurus (a) dan tirus (b) pada mesin bubut CNC
(a) (b)
13
interpolasi lingkaran searah jarum jam. Alat potong (pisau frais atau
pahat bubut) akan
benda kerja atau bentuk lingkaran sebagian atau penuh pada benda
kera. Gerakan
28
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
atas benda kerja, atau di belakang benda kerja. Jadi bila alat potong
berada di depan
G 02 Searah JJ
14
yang berpusat di titik M yang memiliki jarak dengan titik awal searah
29
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
G 03 berlawanan arah JJ
15
30
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
6. Parameter I, J, K
jam (G02) maupun yang berlawanan arah dengan jarum jam (G03)
harus dilengkapi
16
A 02 Nilai X Salah
31
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
A 03 Nilai F salah
A 05 Kurang Perintah M 30
C. Rangkuman
7. SIKLUS PEMROGRAMMAN
Pengerjaan benda kerja dengan bentuk tertentu akan lebih cepat bila
32
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
siklus pemrogramman yang ada pada tiap mesin CNC antara lain:
siklus pengeboran,
siklus pembuatan ulir, siklus kantong, siklus alur, dan lain-lain. Siklus
pemrogramman
menggunakan mesin Frais CNC MAHO 432, CNC Bubut Gildmesiter dan
CNC Training
Unit (TU).
33
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
18
NGXZF
00 00 -500
01 00 0 -400
06 84 -500
34
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
07 00 500
08 00 0 400
09 22
Keterangan :
N = nomor blok
Pada mesin CNC bubut Production Unit merek Gildmeister terdapat tiga
jenis
19
35
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
(a) (b)
(c)
nol benda kerja, maka siklus ini dapat digunakan untuk mengurangi
panjang benda
sebelumnya.
20
36
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
37 G 82
21
37
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
22
38
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
mesin CNC akan mengganti alat potong sesuai dengan Buku ajar ulir
yang akan
mm, dan kedalaman ulir 1,3 mm, menggunakan mesin CNC bubut
Production Unit.
23
03 G 00 X 38,7
05 G 00 X 46
39
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
06 G 00 Z 78
07 G 00 X 37,4
09 G 00 X 46 M 09
10 G 00 X 100 Z 150
11 M 30 Program berhenti
8. PERHITUNGA KECEPATAN
ð = Phi = 3,14
24
40
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Benda kerja yang akan dibuat adalah sebuah pion dari bahan material
sebagai berikut.
NO G/M X Z F
2 M03
41
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
25
42
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
30 G00 0 0
32 M99 I 00 K 1000
35 M99 I 00 K 500
42 M30
43
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
A. Cutting Speed ( Cs )
Cutting speed / Kecepatan potong alat potong di mesin milling adalah jarak yang
ditempuh oleh salah satu mata potong ( gigi ) dalam meter per menit.
1. Tabel
2. Perhitungan
3. Pendinginan ( cooling ).
Tabel untuk material benda kerja berbagai macam. Disini kita menggunakan tabel
material yang dikeluarkan oleh DIN (Jerman Barat). Tabel yang digunakan antara
lain :
44
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Hal – hal yang mempengaruhi putaran spindle utama / alat potong ( n ) antara
lain :
3. Kondisi mesin.
Jika kecepatan potong yang dipakai terlalu tinggi maka cutter akan lekas tumpul,
jika terlalu rendah kemampuan potongnya rendah, sehingga dalam menentukan
kecepatan potong harus sesuai.
45
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
C. Feeding ( s )
46
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
dengan :
so=z x sz
dengan :
47
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Untuk mencari n dan s dengan tabel, hal – hal yang harus diketahui terlebih
dahulu adalah :
1. Kecepatan potong ( Cs ),
2. Jenis material alat potong,
3. Jenis alat potong,
4. Diameter alat potong ( d ).
ABSTRAK
Aspek yang perlu diperhatikan dalam pembuatan produk
yang berkualitas adalah: pemilihan bahan baku dan proses
permesinan yang tepat, alat bantu dan alat ukur serta sumber
daya manusia yang berkualitas. Untuk memperoleh produk
dengan kualitas geometri yang ideal di bagian produksi adalah
tidak mungkin, mengingat semua komponen yang mendukung
proses pembuatan produk memiliki keterbatasan, sehingga
dalam setiap proses pembuatan produk selalu timbul adanya
penyimpangan-penyimpangan (toleransi) yang diharapkan
masih dapat diterima oleh konsumen. Pemberian toleransi
geometri pada produk akan mempengaruhi biaya pengerjaan, di
mana semakin kecil toleransi yang diberikan akan memberi
pengaruh semakin lama waktu pengerjaan yang berakibat
meningkatnya biaya produksi. Produk dengan tingkat toleransi
geometri yang kecil akan membutuhkan waktu pengerjaan yang
lama, mesin yang presisi, alat bantu dan alat ukur yang
memadai serta skill operator yang tinggi. Hal ini dapat
dibuktikan pada proses pengerjaan Spur Gear di PT APG Boyolali
dengan pemberian toleransi yang berbeda mulai dari IT 8
sampai dengan IT 5.
48
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
1.1. Pendahuluan
Tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah
memaksimalkan keterbatasan faktor-faktor produksi yang ada supaya
biaya yang dikeluarkan dapat seminimal mungkin sehingga laba yang
dihasilkan dapat maksimal. Untuk dapat bersaing dengan perusahaan
lain terutama yang bergerak dibidang manufaktur, perusahaan harus
mempunyai dasar yang kuat terhadap kebijakan-kebijakan
perencanaan dan pengendalian produksi. Perusahaan yang kurang
memperhatikan aspek-aspek tersebut maka besar kemungkinan akan
kalah dalam persaingan dunia industri, untuk itu diperlukan suatu
orientasi dan pengkajian yang lebih dalam mengenai perencanaan
pembuatan suatu produk.
Pembuatan suatu produk harus memperhatikan beberapa aspek
yang sangat penting, antara lain pemilihan bahan baku yang tepat,
proses pembuatan atau permesinan (otomatis maupun manual), alat
ukur dan alat bantu yang digunakan serta sumber daya manusia yang
berkualitas. Berdasarkan aspek-aspek tersebut maka diharapkan
produk yang dihasilkan adalah suatu produk yang berkualitas dengan
kualitas geometri yang ideal. Kualitas geometri ideal meliputi
ukuran/dimensi yang tepat, desain fungsional (bentuk) yang sederhana
dan mutu estetika memadai serta penyelesaian permukaan yang
sehalus mungkin.
Untuk menghasilkan suatu produk dengan kualitas geometri
sangat ideal pada bagian produksi adalah tidak mungkin mengingat
semua komponen yang mendukung proses pembuatan produk
memiliki keterbatasan, sehingga dalam setiap proses permesinan
selalu timbul adanya penyimpangan-penyimpangan (toleransi) yang
diharapkan masih dalam batas-batas yang diterima olah konsumen.
49
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
2. Tinjauan Pustaka
Toleransi merupakan besar variasi yang diperkenankan pada
suatu bagian tertentu atau merupakan variasi total yang diijinkan
pada dimensi tertentu (Amstead & Otswald).
50
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
3. Landasan Teori
3.1. Spesifikasi Geometri
Suatu produk/komponen mesin mempunyai
kualitas geometri yang ideal apabila komponen
tersebut memenuhi persyaratan yang
dikehendaki oleh perancang atau pembuat, yaitu:
a. Ukuran/dimensi yang tepat.
b. Bentuk yang sempurna.
c. Permukaan yang halus sekali.
d. Delivery time dan efisiensi.
Dalam praktek seorang operator tidak
mungkin dapat (sangat tidak mungkin) membuat
suatu produk/komponen mesin dengan kualitas
geometri yang ideal. Suatu hal yang tidak dapat
dihindari dari kenyataan tadi adalah adanya
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
selama proses pembuatan, sehingga pada
akhirnya produk yang dihasilkan tidak mungkin
mempunyai geometri yang ideal.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu adanya suatu
kesadaran mengenai pentingnya penggunaan toleransi (tolerance).
Memberikan toleransi pada produk/komponen mesin berarti
menentukan batas-batas maksimum dan minimum pada
penyimpangan spesifikasi produk yang masih diizinkan (yang
disebabkan oleh proses produksi).
Toleransi geometri (toleransi ukuran) yang diberikan pada
produk/komponen mesin akan menjadi penting apabila ditinjau dari
segi:
51
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
52
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
1.375.000
1.300.000
1.225.000 Series1
1.150.000
1.075.000
IT 5 IT 6 IT 7 IT 8
Cms = Tp X Bms
(2)
53
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Tp = Tm + Th + Ts + Tf (menit)
(3)
Di mana :
Tm = total waktu pemesinan pada setiap
mesin (menit)
Th = total waktu handling pada setiap
mesin (menit)
Ts = total waktu set up pada setiap mesin (menit)
Tf = total waktu istirahat pada setiap mesin (menit)
(Sumber Time Calculation, ATMI Solo)
Bn + Pn + Lm
Bms =
Jk
(4)
Cop = Tp x Bop
(5)
54
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Di mana
Gj
Bop =
Jk
(6)
Tm = ( l x i ) /( s x n )
(7)
55
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
l.i.m.z
Tm =
s.n
(8)
4. Profil Data
Produk yang dihasilkan Asia Protendo Graha
untuk dianalisis adalah Spur Gear yang berfungsi
sebagai penggerak alat pelinting tembakau pada
perusahaan rokok. Pemesan Spur Gear yang
dibuat APG adalah perusahaan rokok ADO BIJANG
di Sukoharjo Jawa Tengah. Satu set Spur Gear
terdiri dari: Gear, Copel Bush, Bushing, Adjusting
Flange, Sproket Gear, dan Ring.
Dalam tulisan ini pihak Asia Protendo Graha
meminta penulis untuk menganalisis semua
komponen dari Spur Gear. Pembuatan Spur Gear
tersebut lebih banyak menggunakan mesin bubut
dalam proses produksinya, sehingga analisis
pembahasan untuk kualitas toleransi lebih
banyak menitikberatkan pada mesin bubut. Hal
ini disebabkan karena:
56
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Listrik &
Umu Biaya Penyusuta Jam Kerja Biaya
Harga Bunga maintena
Mesin Type r
(%)
Bunga n (jam/men Mesin
(thn) (Rp) nce
(Rp/bln) ( Rp/bln ) ) (Rp/men)
( Rp /bln)
Bubut CY 6250 8 25.000.0 2,5 52.083, 260.416,6 1.500.000 9600 188,802
00 33 7
Milling HYOP- 8 13.000.0 2,5 27.083, 135.416,6 1.500.000 9600 173,177
65 00 33 7
Hobbin S5/1600 8 12.000.0 2,5 25.000, 125.000,0 1.500.000 9600 171,875
g 00 00 0
Di mana:
− Biaya bunga = (2,5% / 12) x Harga beli mesin
− Penyusutan = Harga beli mesin / (12 bln x umur
ekonomis mesin)
− Biaya mesin = (biaya bunga + penyusutan + listrik &
maintenance) / Jam kerja
57
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
π.D 2 .L.BJ
M mat =
4 x100 .000
(9)
di mana:
Mmat = massa material sebelum diproses
(Kg)
D = diameter benda kerja (Cm)
L = panjang benda kerja (Cm)
BJ = berat jenis material (Kg/Cm3)
(Sumber Asia Protendo Graha)
58
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
M
3,6 50
6 Sproket 1 705
Ø 63,5 X 0,54 13.5
Gear 2M 00
7 705 M 1 Ø 7,5 X 0,45 11.2
Ring 1,2 50
( Sumber Asia Protendo Graha )
5. Pembahasan
Besarnya biaya produksi pengerjaan Spur Gear untuk masing–
masing kualitas toleransi (IT 8 s/d IT 5) dengan menggunakan
perhitungan persamaan 1 adalah:
Cp – IT 8 = Rp 1.159.543,00
Cp – IT 7 = Rp 1.187.233,00
Cp – IT 6 = Rp 1.235.092,00
Cp – IT 5 = Rp 1.371.933,00
1300000
1200000
1100000
1000000 59
IT 5 IT 6 IT 7 IT 8
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
6. Kesimpulan
a. Semakin kecil toleransi yang dikerjakan oleh operator, maka waktu
produksi akan semakin lama dan biaya produksi menjadi lebih
mahal hal dapat dilihat pada Gambar 1.
b. Biaya pengerjaan produk Spur Gear berdasarkan tingkat kualitas
toleransi IT 8 sampai dengan IT 5 adalah:
Cp – IT 8 = Rp 1.159.543,00
Cp – IT 7 = Rp 1.187.233,00
Cp – IT 6 = Rp 1.235.092,00
Cp – IT 5 = Rp 1.371.933,00
Biaya pengerjaan ini merupakan bagian dari biaya penjualan yang
ditetapkan oleh Asia Protendo Graha, yaitu:
60
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
Cp – APG = Rp 1.500.000,00
c. Sebenarnya pihak perusahaan ( APG ) dalam hal operator bisa
mengerjakan produk Spur Gear sampai dengan tingkat toleransi IT
5, akan tetapi karena pihak konsumen sudah merasa puas dengan
pengerjaan produk pada tingkat toleransi IT 7 sampai dengan IT 6
maka produk tersebut dikerjakan cukup sampai dengan IT 7.
d. Dari hasil analisis pembahasan dapat diketahui bahwa Asia
Protendo Graha dengan SDM, mesin, alat bantu dan alat ukur yang
tersedia, mampu mengerjakan suatu produk sampai dengan kualitas
toleransi IT 5 sehingga dapat memenuhi selera konsumen.
e. Untuk sampai pada tingkat toleransi ≤ IT 5 sebenarnya mesin
bubut konvensional yang dimiliki oleh APG bisa mengerjakan produk
dengan toleransi tersebut asalkan dikerjakan dengan sangat hati-
hati.
61
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
Daftar Pustaka
62
Agus Suprihanto, Dwi Basuki Wibowo, Djoeli Satrijo, Rochim Suratman, Peningkatan Kekuatan Lelah Besi
63
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 18, No. 01, April 2007 : 1 - 10
64
Tata cara mencari n dan s adalah sebagai berikut :
1. Setelah kita mengetahui data diatas maka kita harus dapat memilih tabel yang sesuai. Sebagai contoh kita
gunakan tabel yang berdasarkan standart Jerman dengan material alat potongnya HSS.
2. Dari tabel tersebut kita cari berdasarkan jenis alat potongnya, misalnya End Mill Cutter Roughing.
3. Kemudian pada tabel tersebut kita cari kolom yang sesuai berdasarkan Cs yang telah kita dapatkan.
Kemudian kita cari diameter alat potong sesuai dengan data yang ada.
4. Dari kolom Cs tersebut kita tarik ke bawah, dari diameter alat potong kita tarik ke kanan. Sehingga akan
ketemu besarnya n dan s pada Cs dan diameter alat potong tersebut.