Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ACARA 3 & 4
Lada (Piper nigrum Linnaeus) merupakan tanaman penting di Indonesia karena hasil
komoditas ini (buah lada) menjadi salah satu sumber devisa. Sistematika tanaman Lada
berdasarkan Taksonomi tumbuhan yaitu : Divisio ( Spermatophyta), Subdivisio
(Angiospermae), Clasis (Dicotyledoneae), Ordo (Piperales), Famili (Piperaceae), Species
(Piper nugrum L.). Tanaman lada merupakan tumbuhan yang memanjat dengan akar
melekat, jumlah batang 5-15 helai, daun berseling/tersebar, bertangkai, dengan daun
penumpu yang mudah gugur dan meninggalkan bekas berbentuk massa yang melingkar
(abscicion layer) (Rudi., dkk., 2004)
Iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan lada adalah : curah hujan 2000-3000
mm/th; sinar matahari 10 jam/hr; suhu udara 20-34ºC; dan kelembaban udara optimal
60/80%. Media tanam yang dikehendaki adalah : subur dan kaya bahan organik; pH 5,5-7;
ketinggian tempat 300-1100 m dpl; warna tanah merah sampai merah kuning; dan tidak
tergenang atau terlalu kering (Sarpian, 2004). Helaian daun berbentuk bulat telur
memanjang dengan ujung meruncing, ukuran 5-15 x 8-20 cm. bulir terpisah-pisah,
bergantungan terdapat pada ujung, berhadapan dengan daun. Daun pelindung memanjang
dengan panjang 4-5 mm. buah berupa buah buni yang berbentuk bulat. Menurut Balai
Besar Pengembangan dan Pengakajian Teknologi Pertanian (2008)
perbanyakan tanaman lada dijabar sebagai berikut. Perbanyakan tanaman lada dari
bahan tanam yang berkualitas menjadi hal yang mendasar dalam membangun perkebunan
lada yang baik dan 6 sehat. Tanaman lada dapat diperbanyak secara generative dengan biji
dan vegetative dengan stek. Perbanyakan menggunakan stek lebih praktis, efisien dan bibit
yang dihasilkan sama dengan sifat induknya. Stek tanaman lada dapat diambil dari sulur
gantung, sulur tanah dan sulur buah (cabang buah). Untuk menghasilkan tanaman lada
yang dapat tumbuh baik pada tanaman penegak, sebaiknya menggunakan bahan tanaman
yang berasal dari sulur panjat. Stek lada dari sulur panjat yang baik diperoleh dari tanaman
lada yang belum berproduksi pada umur fisiologis bahans tek 6-9 bulan, pohon induk
dalam keadaan pertumbuhan aktif dan tidak berbunga atau berbuah. Stek tidak boleh terlalu
tua atau terlalu muda dan diambil dari sulur yang belum menjadi kayu. Bibit lada yang
terlalu tua pertumbuhannya tidak baik, sedangkan yang terlalu muda tidak kuat (Haryadi,
dkk., 1996).
Penerapan teknik budidaya yang efektif merupakan kunci utama meningkatkan
produktivitas tanaman melalui pemupukan berimbang, pengendalian organisme
pengganggu secara terpadu dan penggunaan bibit unggul. Saat ini telah dirilis beberapa
varietas lada unggul yang selanjutnya dapat diperbanyak secara vegetatif menggunakan
setek sulur panjat satu ruas berdaun satu (Martin et al., 2015; Risnawati et al., 2019).
Perbanyakan vegetatif memegang peranan penting dalam pembibitan tanaman lada karena
lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dengan cara perbanyakan lainnya dan bibit hasil
setek memiliki sifat yang sama dengan induknya (Meynarti et al., 2011). Kendala yang
dihadapi adalah lambatnya pertumbuhan akar adventif sehingga tingkat keberhasilannya
menjadi rendah.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
D. CARA KERJA
1) Siapkan media tanam campuran tanah dan pupuk dengan bak kecambah
2) Siapkan bahan setek lada
3) Potong setek dengan ukuran dua ruas
4) Olesi setek dengan perangsang akar
5) Tanam setek sepanjang ruas stek tersebut sampai bagian akarnya tertancap dengan
arah daun mengarah pada satu arah.
6) Siram media sampai kapasitas lapang
7) Amati 2 minggu setelah penanaman, hitung setek yang masih hijau daunnya
dan tumbuh tunas
KESIMPULAN
SARAN
Perlu adanya pemilihan bibit lada yang berkualitas untuk mendapatkan bibit tanaman
lada yang baik dan berkualitas
F. DAFTAR PUSTAKA
Martin AB., Same M., Indrawati W. 2015. Pengaruh Media Pembibitan pada Pertumbuhan
Setek Lada (Piper nigrum L.). Jurnal Agro Industri Perkebunan, 3 (2) : 94-107.
LAMPIRAN
ACARA 4. PERBANYAKAN TANAMAN KAKAO SECARA GENERATIF
A. TINJAUAN PUSTAKA
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan spesies penting famili Sterculiceae yang
berasal dari daerah Amazon Amerika Selatan (Chat, 1953; Dinarti, 1991). Habitat asli
tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan
tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi yang relatif tetap. Pada
tahun 1528, coklat mulai diperkenalkan di wilayah Eropa oleh bangsa Spanyol dan mulai
menyebar ke seluruh dunia sekitar abad ke-16 (Toussaint-Samat, 2009). Di Indonesia,
kakao juga diperkenalkan oleh Spanyol pertama kali pada tahun 1560 di daerah Minahasa.
Kakao mulai menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia mulai akhir abad 18 dan menjadi
komoditas perkebunan utama di Indonesia. Pada tahun 2012, Indonesia menjadi penghasil
kakao terbesar kedua di dunia di bawah Pantai Gading dengan total produksi lebih dari 900
ribu ton (FAO, 2014).
Pada saat ini kebanyakan para petani memperoleh bibit kakao secara generatif atau
melalui biji. Biji kakao yang dipanen dari tanaman kakao yang unggul dibersihkan dan
dikeringkan sampai kadar air sekitar 40%. Biji yang kering selanjutnya dikecambahkan
selama kurang lebih 12 hari. Benih yang telah dikecambahkan kemudian ditanam di lahan
dengan pemeliharaan sekitar 4-5 bulan (Rahardjo, 2011). Keuntungan perbanyakan kakao
secara generatif adalah mudah dan sederhana untuk dilakukan (Wahyudi et al., 2008) serta
dapat dihasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dengan pertumbuhan yang seragam serta
memiliki perakaran yang kuat (Harmanto, 2001).
Namun, bibit tanaman hasil perbanyakan generatif memiliki sifat genetik yang
bervariasi. Hal ini disebabkan kakao merupakan tanaman yang melakukan penyerbukan
silang (cross pollination) dan bunga kakao bersifat protogini yang artinya putik masak lebih
awal daripada 17 Pengaruh Penambahan 6-benzylamin..., Riyan Fauji, FKIP UMP, 2014
kepalasari sehingga serbuk sari tidak mampu membuahi putik dari kuntum yang sama
(Prawoto, 2008). Sebagai akibatnya keturunan yang diperoleh dari perbanyakan generatif
akan bervariasi (Maximova et al., 2002). Alternatif lain yang dapat digunakan untuk
menghasilkan bibit yang seragam secara genetik adalah dengan cara perbanyakan bibit
secara vegetatif seperti stek, cangkok, okulasi dan sambung pucuk (Winarsih et al., 2003).
B. TUJUAN PRAKTIKUM
• Mahasiswa dapat melakukan perbanyakan kakao secara generatif dengan biji dari
buah
KESIMPULAN
• Praktikum kali ini yaitu penananam Kakao secara generative, yang dimana dari 20
biji kakao yang ditanam menghasilkan 18 tanaman yang tumbuh, dan sisanya mati.
SARAN
F. DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengkajian Teknologi Pertanian, Sumbar. 2017. Keragaman Kakao Unggul Klon
BL-50 dari Kabupaten Lima Puluh Kota di Kawasan TTP Guguak.
http://sumbar.litbang.pertanian.go.id/index.php/info-tek/1007-keragaankakao-
unggul-klon-bl-50-dari-kabupaten-limapuluh-kota-di-kawasan-ttpguguak. [Di
akses 25 Mei 2018 ].
Badan Pusat Statistik. 2018. Data Produksi Kakao. Jakarta. 72 ha
Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Jakarta. 44 hal.
Hijau, A. K. (2021, 09 11). Apa Kelebihan dan Kekurangan Perkembangbiakan Tanaman
secara Generatif? Retrieved 12 30, 2022, from Apa Kelebihan dan Kekurangan
Perkembangbiakan Tanaman secara Generatif?: https://klikhijau.com/apa-
kelebihan-dan-kekurangan-perkembangbiakan-tanaman-secara-generatif/
Martono, B. 2015. Karakteristik Morfologi dan Kegiatan Plasma Nutfah Tanaman Kakao.
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. Sukabumi. 14 hal
LAMPIRAN