Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

No. Register : 062735

 Nama : Tn. I
 Umur : 36 tahun
 JenisKelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Suku/Bangsa : Bugis
 Alamat : Tobaku
 Tanggal Pemeriksaan : 20 September 2018
 DPJD : dr. I, Sp. S
 Bangsal/Kamar : UGD RSUD H.M. Djafar Harun
 Masuk RS Tgl : 20 September 2018
 Keluar RS. Tgl :-

I. ANAMNESA:
1. Keluhan utama :
Mulut tertarik ke kiri
2. Anamnesa terpimpin:
 Informasi mengenai keluhan utama :
Mulut tertarik ke kiri dialami sejak ±1minggu yang lalu. Awalnya
penderita merasa lidahnya menebal saat makan siang. Ketika penderita
bangun pagi keesokkan harinya, penderita merasa mulutnya seperti
tertarik ke kiri, lalu penderita bercermin dan melihat mulutnya miring ke
kiri. Bersamaan dengan itu, mata kanan penderita tidak bisa menutup rapat
sehingga terasa pedih bila terkena air dan angin.
 Informasi riwayat penyakit terdahulu ( penyakit yang mungkin mendasari keluhan
umum dan penyakit-penyakit yang pernah diderita ):
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak ada. Riwayat hipertensi
tidak ada, riwayat DM disangkal, riwayat penyakit jantung disangkal.
 Anamnesa sistematis:
Nyeri kepala (+), Demam (-), Trauma (-), mual (-), muntah (-), BAB:
biasa, BAK: biasa.
 Anamnesa tentang pekerjaan/keluarga/hobi, dan sebagainya:
Pasien bekerja sebagai pegawai perusahaan pada malam hari dan sering
terkena angin malam. Berangkat kerja dengan menggunakan motor pada
malam hari.
 Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.

II. PEMERIKSAAN FISIS


PemeriksaanUmum
Kesan : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Cukup
TekananDarah : 120/80 mmHg
Nadi : Tidak dilakukan
Suhu : Tidak dilakukan
Pernapasan : Tidak dilakukan
Anemi :-
Ikterus :-

Sianosis :-

TORAKS
Paru-Paru

Inspeksi : Simetris (ka=ki), tidak menggunakan otot bantu napas,


hematom (-), jejas (-), jaringan sikatrik (-)
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus (ka=ki),
krepitasi (-)
Perkusi :
 Sonor kiri kanan.
 Batas paru hepar ICS VI dextra anterior
 Batas kanan paru belakang vertebra thorakal X.
 Batas kiri paru belakang vertebra thorakal XI.

Auskultasi :
 Bunyi Pernapasan: Vesikuler
 Bunyi Tambahan:
Rhonki (Rh): - / -
Wheezing (Wh): - / -

Jantung :
 Inspeksi : Tidak dilakukan
 Palpasi : Tidak dilakukan
 Perkusi : Tidak dilakukan
 Auskultasi : Tidak dilakukan

ABDOMEN:

Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, jejas (-).


Palpasi : Lemas/Tegang (-), Massa tumor (-), nyeri tekan (-), Hepar (ttb),
Lien (ttb)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik ada, Kesan Normal.

Pemeriksaan Psikiatris

Emosi dan effek : Baik Penyerapan : Baik


Proses berfikir : Baik Kemauan : Baik
Kecerdasan : Baik

Psikomotor :Baik
Status Neurologis: GCS: E4 M5 V6
1. Kepala :

Posisi : Di tengah Bentuk/ukuran: Normocephal


Penonjolan :- Auskultasi :-

2. Saraf kranial:
N.I (Olfaktorius) : Dalam Batas Normal

N.II (Optikus) : OD OS
Ketajaman penglihatan : N N
Lapangan penglihatan : N N
Funduskopi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.III, IV, VI: OD OS


Celah kelopak mata
 Ptosis: - -
 Exoftalmus : - -
Ptosis bola mata - -
Pupil :
Ukuran/bentuk : Bulat, Ø 2,5 mm BulatØ 2,5 mm
 Isokor/anisokor: Isokor Isokor
 Refleks cahaya langsung/
Tak langsung : + +
 Refleks akomodasi : + +
Gerakan bola mata
 Parese kearah - -
 Nistagmus - -

N.V (Trigeminus):
Sensibilitas
 N.VI : +
 N.V2 : +
 N. V3 : +
Motorik
 Inspeksi/palpasi(istirahat/menggigit) : Dalam batas normal
 Refleks dagu/masseter : Dalam batas normal
 Refleks kornea : Dalam batas normal

N. VII (Facialis):
Motorik : m. frontalis m. orbikularis okuli m. orbikularis oris
Gerakan mimik: kerutan dahi lagofthalmus sulcus
nasolabialis
kanan menghilang kanan kanan dangkal

Pengecap 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan

N.VIII (Auskultasi):
Pendengaran : Normal
Tes Rinne/weber :Tidak dilakukan
Fungsi vestibularis : Normal

N. IX/X (Glossopharingeus/vagus):
Posisi arkus pharinks (istirahat/AAH) : Di tengah
Reflex telan/muntah : Dalam batas normal
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : +
Suara : Normal
Takikardi/bradikardi : Tidak dilakukan

N. XI (Accecorius):
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : Normal
Angkat bahu : Dapat dilakukan

N. XII (Hypoglosus):
Deviasi lidah : Tidak ada
Fasciculasi : Tidak Ada
Atrofi : Tidak Ada
Tremor : Tidak Ada
Ataxia :-
3. Leher:
Tanda-tanda perangsangan selaput otak :
 Kaku kuduk :-
 Kernig’s sign : -/-
Kelenjar limfe : Tidak teraba
Arteri karotis :
 Palpasi : Tidak dilakukan
 Auskultasi : Tidak Dilakukan
Kelenjar gondok : Tidak Ada
4. Abdomen:
Refleks kulit dinding perut : TIdak dilakukan
5. Kolumna vertebralis :
Inspeksi : Tidak Dilakukan
Pergerakan : Tidak Dilakukan
Palpasi : Tidak Dilakukan
Perkusi : Tidak Dilakukan
6. Ekstremitas: Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Motorik:
Pergerakan : N N N N
Kekuatan : 5 5 5 5
Tonus otot : N N N N
Bentuk otot : N N N N
Otot yang terganggu: -

Refleks Fisiologik:
Biceps : N N KPR: N N
Triceps : N N APR: N N
Klonus :
Lutut : N
Kaki : N
Refleks Patologik :
Hoffman-Tromner : - -
Babinski : - -
Oppenheim : - -

Sensibilitas:
*Ekstroseptif:
 Nyeri : + + + +
 Suhu : Tidak Dilakukan
 Rasa raba halus: + + + +
*Proprioseptif:
 Rasa sikap : + + + +
 Rasa nyeri dalam :+ + + +
*Fungsi kortikal :
 Rasa diskriminasi:+ + + +
 Stereognosis: + + + +
7. Pergerakan abnormal yang spontan : -
8. Gangguan koordinasi :
 Tes jari hidung : Normal
 Tes pronasi supinasi : Normal
 Tes tumit : Normal
 Tes pegang jari : Normal
9. Gangguan keseimbangan :
 Tes Romberg : Tidak dilakukan
10. Tes Gait : Tidak dilakukan
11. Pemeriksaan fungsi luhur :
 Memori :Baik
 Fungsi bahasa :Baik
 Visuospasial :Baik
 Fungsi eksekutif :Baik
 Fungsi psikomotorik (praksia):Baik
 Kalkulasi :Baik
 Gnosis : Baik

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK DAN PEMERIKSAAN LAIN-LAIN:


Tidak dilakukan

V. RESUME:
Seorang laki-laki 39 tahun masuk ke poliklinik neurologi RS Ibnu Sina pada tanggal
14 april 2015 pukul 10 pagi dengan keluhan mulut tertarik ke kiri sejak ±1minggu
yang lalu. Ketika penderita bangun pagi keesokkan harinya, penderita merasa
mulutnya seperti tertarik ke kiri, lalu penderita bercermin dan melihat mulutnya
miring ke kiri. Bersamaan dengan itu, mata kanan penderita tidak bisa menutup rapat
sehingga terasa pedih bila terkena air dan angin. Nyeri kepala (+), Demam (-), mual
(-), muntah (+), trauma (-). Riwayat hipertensi (-), riwayat DM dan jantung disangkal.
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-), riwayat penyakit yang sama pada
keluarga (-)

VI. DIAGNOSA:
Kalau dapat ditetapkan :
Diagnosa klinis : Bell’s palsy
Topis : N. facialis
Etiologis : Idiopatik

VII. DIAGNOSA BANDING:


Parese fasialis unilateral akibat otitis media.

VIII. TERAPI:
- Kortikosteroid :Metilprednisolon 4mg 3x4 (tap.off/3hari)
- Antagonis H2 reseptor : Ranitidin 150mg 2x1
- Neurotropik :Sohobion tab 2x1
- Paracetamol 300mg
Diazepam 1mg
Amitripilin 6,25mg
Kafein 25 mg
m.f.pulv da in caps dtd. XX
∫ 3 dd 1
- Fisioterapi aktif dan pasif

IX. PROGNOSA:
qua ad vitam : Bonam
qua ad sanationem: Bonam
X. ANJURAN:
- Istirahat
- Periksa kembali fungsi nervus facialis setelah pengobatan.
- Memakai pelindung mata dan masker jika keluar malam.

XI. DISKUSI
Pasien dalam kasus ini laki-laki 39 tahun masuk poliklinik neurologi RS. Ibnu

Sina dengan keluhan mulut tertarik ke kiri sejak ±1minggu yang lalu. Ketika

penderita bangun pagi keesokkan harinya, penderita merasa mulutnya seperti tertarik

ke kiri, lalu penderita bercermin dan melihat mulutnya miring ke kiri. Bersamaan

dengan itu, mata kanan penderita tidak bisa menutup rapat sehingga terasa pedih bila

terkena air dan angin.Nyeri kepala (+), demam (-), Trauma (-), mual (-), muntah (-),

BAB: biasa, BAK: biasa. Riwayat hipertensi (-), riwayat DM dan jantung disangkal.

Dari informasi yang didapatkan pada anamnesis pasien ini memiliki gejala-gejala

bell’s palsy. Secara teori manifestasi klinis Bell’s palsy bergantung pada letak lesinya.

Bila lesi di foramen stylomastoid, dapat terjadi gangguan komplit yang menyebabkan

paralisis semua otot ekspresi wajah. Saat menutup kelopak mata, kedua mata

melakukan rotasi ke atas (Bell’s phenomenon). Selain itu, mata dapat terasa berair

karena aliran air mata ke sakus lakrimalis yang dibantu muskulus orbikularis okuli

terganggu.2,6
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisis pada pasien didapatkan parese N.VII dextra

tipe perifer, karena dahi sebelah kanan tidak dapat dikerutkan, kelopak mata tidak

dapat menutupi bola mata pada sisi kanan dan sulcus nasolabialis kanan yang

dangkal. Tidak didapatkan kelainan di nervus kranialis lainnya.

Berdasarkan teori, tanda klinis yang membedakan Bell’s palsy dengan stroke atau

kelainan yang bersifat sentral lainnya adalah tidak terdapatnya kelainan pemeriksaan

saraf kranialis lain, motorik dan sensorik ekstremitas dalam batas normal, dan pasien

tidak mampu mengangkat alis dan dahi pada sisi yang lumpuh.2

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

penunjang dikarekan tidak ada indikasi. Teori juga mengatakan bahwa tidak ada

pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy.

Untuk pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s palsy. Pemeriksaan CT-Scan

dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke,

sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bell’s palsy

akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau

pada telinga, ganglion genikulatum.1

Penatalaksaan pada pasien yaitu pertama adalah edukasi untuk beristirahat dan

memakai kacamata dan masker jika keluar pada malam hari yang bergun untuk

melindungi kornea dari udara langsung.

Sedangkan terapi medikamentosa yang diberikan yaitu kortikosteroid berupa

metilprednisolon 4mg 3x4 tappering off selama 3 hari. Secara teori inflamasi dan

edema saraf fasialis merupakan penyebab paling mungkin dalam patogenesis Bell’s
palsy. Penggunaan steroid dapat mengurangi kemungkinan paralisis permanen dari

pembengkakan pada saraf di kanalis fasialis yang sempit. Pemberian kortikosteroid

(perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari,

diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai

pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang

kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan

kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh

pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit.2.3

Neurotropik berupa vitamin B1, B6, B12 diberikan yang bertujuan untuk

melindungi sel-sel saraf dapat mempercepat penyembuhan.4

Terapi simtomatik juga diberikan kepada pasien yaitu untuk untuk nyeri

kepalanya diberikan kombinasi obat Paracetamol, Diazepam, Amitripilin dan Cafein.

Antagonis reseptor H2 untuk mengatasi nyeri ulu hatinya.


DAFTAR PUSTAKA

1. Annsilva.2010 .Bell’s Palsy. Alvailable at:


http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell’s-palsy-case-report/
2. Handoko Lowis, Maula N Gaharu. Dalam: Bell’s Palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di
Pelayanan Primer; Tangerang: Universitas Pelita Harapan, 2012.
3. Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi;
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2009. hal 297-300
4. prof. dr. Priguna Sidharta MD, Ph.D. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta:

Dian Rakyat; 2012.

5. M. Baehr MF. Diagnosis Topik Neurologi DUSS. 4 ed. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran ECG; 2010.

Anda mungkin juga menyukai