Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
1
Yudi Latif, Negara Paripurna (Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila), Jakarta: P.T.
Gramedia Pustaka Utama, 2011, hlm.41.
2
Yudi Latif, Ibid., hlm.42- 43.
3
Darji Darmodiharjo, et.all, Santiaji Pancasila: Suatu Tinjauan Filosofis, Historis dan Yuridis-
Konstitusional, Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1991, hlm. 38.
Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan
yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan
yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dapat dibuktikan melalui
kaidah-kaidah logika. Atas keyakinan yang demikian, maka Negara Indonesia berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara memberikan jaminan kebebasan kepada setiap
penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu. Bagi dan di dalam Negara Indonesia tidak boleh ada
pertentangan dalam hal Ketuhan Yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang
anti Ketuhan Yang Maha Esa dan anti keagamaan, serta tidak boleh ada paksaan agama.
Dengan perkataan lain, di dalam Negara Indonesia tidak ada dan tidak boleh ada paham yang
meniadakan Tuhan Yang Maha Esa (ateisme), dan yang seharusnya ada ialah Ketuhan Yang
Maha Esa dengan toleransi terhadap kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan
keyakinannya dan untuk beribadah menurut agamamanya dan kepercayaannya itu. 4
Sebagai sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber pokok
nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai dan mendasari serta membimbing
perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan Persatuan Indonesia, yang
telah membentuk Negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh, yang bersifat kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, guna
mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
4
Darji Darmodiharjo, Ibid., 1991, hlm. 39.
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral yang luhur, yaitu berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Konsekuensinya, negara menjamin warga negara dan
penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya, sebagaimana dikonfirmasi oleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga antara lain berbunyi: “Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa….”. Rumusan kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia bukan
negara agama, dalam arti negara yang didirikan atas landasan agama tertentu,
melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.
2. Pasal 29 UUD 1945
1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Ketuhanan Yang
Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini
hendaknya diwujudkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam
batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntutan agama masing-masing, agar terwujud
ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama . Pada intinya, untuk
mewujudkan ketentraman dan kesejukan dalam kehidupan beragama, umat beragama
sebaiknya senantiasa memelihara dan mewujudkan 3 model hidup yang meliputi:
1. Kerukunan hidup antar umat seagama
2. Kerukunan hidup antar umat beragama
3. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah
Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa.
Sila ke 1 Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa
Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila II sampai
dengan Sila V.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya (pasal 29 ayat 2 UUD 1945). Jaminan kemerdekaan beragama yang
secara yuridis constitutional ini membawa konsekuensi pemerintah sebagai berikut:
a. Pemerintah wajib memberi dorongan dan kesempatan terhadap kehidupan
keagamaan yang sehat.
b. Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha penyebaran
agama, baik penyebaran agama dalam arti kwalitatif maupun kwantitatif.
c. Pemerintah melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu agama.
d. Pemerintah melarang kebebasan untuk tidak memilih agama.
Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan beragama bangsa Indonesia tidak
bisa dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh karena itu kehidupan beragama harus
dapat membawa persatuan dan kesatuan bangsa, harus dapat mewujudkan nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradap, harus dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi,
sehingga membawa seluruh rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan
kemakmuran lahir dan batin. Dalam hal ini berarti bahwa sila pertama memberi pancaran
keagamaan, memberi bimbingan pada pelaksanaan sila-sila yang lain.
3. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa, maka asas kebebasan
memelu agama ini harus diikuti dengan asas toleransi antar pemeluk agama, saling
menghargai dan menghormati antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama
yang lain dalam menjalankan ibadah menurut agama mereka masing-masing.
4. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kehidupan
duniawi/kemasyarakatan. Dua-duanya merupakan satu system sebagaimana satunya jiwa
dan raga dalam kehidupan manusia. Agama sebagai alat untuk mengatur kehidupan di
dunia, sehingga dapat mencapai kehidupan akhirat yang baik. Kehidupan beragama tidak
bias lepas dari pembangunan masyarakat itu sendiri, bangsa dan Negara demi
terwujudnya keadilan dan kemakmuran materiil maupun spiritual bagi rakyat Indonesia.
Semakin kuat keyakinan dalam agama, semakin besar kesadaran tanggungjawabnya
kepada Tuhan bangsa dan Negara, semakin besar pula kemungkinan terwujudnya
kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan bagi bangsa itu sendiri.