Reynold Simandjuntak
Universitas Negeri Menado
reynoldsim72@yahoo.com
Abstrak
Unitary state is the foundation of understanding the limits of the contents of autonomy.
Selection of a form of state will be very closely related to the social structure and ethnic
communities in the country. The principle of unity is needed because of the diversity of
ethnicity, race, religion, and culture inherited by the Indonesian nation in the history of
Indonesian nation requires united with as tight-tightly in diversity. Unitary Republic
of Indonesia is divided into areas of the province. The provincial areas divided over the
districts and areas of the city. Each provincial, district and local government areas of the
city have regulated by law. The provincial, district, and the city set up and manage their
own affairs in accordance with the principle of autonomy and duty of assistance.
Negara kesatuan merupakan landasan batas dari isi pengertian otonomi. Pemilihan
sebuah bentuk negara akan sangat erat kaitannya dengan struktur sosial dan etnisitas
masyarakat yang ada dalam negara tersebut. Prinsip persatuan sangat dibutuhkan
karena keragaman suku, bangsa, agama, dan budaya yang diwarisi oleh bangsa Indonesia
dalam sejarah mengharuskan bangsa indonesia bersatu dengan seerat-eratnya dalam
keragaman. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.
Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang
diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan.
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar urusan pemerintahan menurut asas otonomi
Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI dan tugas pembantuan.” Penyelenggaraan
1945) menyebutkan bahwa “Negara pemerintahan daerah kemudian dilakukan
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi berdasar prinsip otonomi seluas-luasnya,
dan daerah provinsi itu dibagi atas kecuali urusan pemerintahan yang oleh
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, undang-undang ditentukan sebagai urusan
kabupaten dan kota itu mempunyai Pemerintah Pusat.
pemerintahan daerah, yang diatur dengan
Sesuai dengan amanat Undang-Undang
Undang-Undang”. Sedangkan Pasal 18 UUD Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
19945 ayat (2) sebagai ground norm dari 1945, pemerintah daerah berwenang untuk
pemerintahan daerah secara tegas mengatur dan mengurus sendiri urusan
menyatakan: “Pemerintah provinsi, kota/ pemerintahan menurut asas otonomi dan
kabupaten, mengatur, dan mengurus tugas pembantuan.
sendiri
57
58 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 7 Nomor 1, Juni 2015, hlm. 57-67
4
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, (Jakarta: Bumi
1
Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, Aksara, 2001), h. 145-146.
(Bandung: Nusamedia, 2010), h. 1 5
Martin H. Hutabarat (eds), Hukum dan Politk
2
NegaraKesatuan, https://id.wikipedia.org/wiki/ Indonesia: Tinjauan Analitis Dekrit Presiden Dan Otonomi
Negara_kesatuan, diakses tanggal 7 April 2015 Daerah, (Jakarta: Pustaka SInar Harapan Jakarta, 1996), h.
3 140.
Miriam Budiharjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta:
6
Gramedia, 2000), h. 140. F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, (Bandung: Bina
Reynold Simandjuntak , Sistem Desentralisasi dalam Negara Kesatuan ... |
Cipta, 1980), h. 212-213.
60 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 7 Nomor 1, Juni 2015, hlm. 57-67
8
Koesoemahatmadja, Pengantar ke Arah Sistem
Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Bandung: Bina
Cipta, 1979), h. 14.
9
Victor Situmorang, Hukum Administrasi
Pemerintahan di Daerah, (Jakarta:Sinar Grafika, 1994),
h. 38.
10
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia,
(Jakarta: Ichtiar,1966), hlm. 47.
11
Bayu Surianingrat, Desentralisasi dan
Dekonsentrasi Pemerintahan di Indonesia, Suatu Analisa,
(Jakarta: Dewaruci Press, 1981), h. 3.
62 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 7 Nomor 1, Juni 2015, hlm. 57-67
12
Philip Mawhood, Local Government in the Third 17
Otonomi Daerah, https://id.wikipedia.org/wiki/
World, (Chicester, UK: John Wisley and Sons, 1983), h. Otonomi_daerah, diakses tanggal 7 Maret 2015
23. 18
13
Pheni Chalid, Otonomi Daerah : Masalah,
Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal, Pemberdayaan dan Konflik, (Jakarta : Kemitraan, 2005),
(Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 15. h 21
14
Irawan Sujito, Hubungan Pemerintah Pusat dan 19
M.R. Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintah
Pemerintah Daerah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 29. Daerah, (Malang: Bayumedia Publishing, Cet 2, 2007),
15
Amrah Muslimin, Aspek-aspek Hukum Otonomi h. 10
Daerah, (Bandung: Alumni, 1986), h. 42. 20
M.R. Khairul Muluk, Desentralisasi..., h. 10
16
Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan..., h. 83.
Reynold Simandjuntak , Sistem Desentralisasi dalam Negara Kesatuan ... |
21
M.R. Khairul Muluk, Desentralisasi..., h. 10
64 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 7 Nomor 1, Juni 2015, hlm. 57-67
22
Tim Lapera, Otonomi Pemberian Negara,Kajian
Kritis Atas Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta : Lapera
Pustaka Utama, 2001), h. 154-155
23
Pheni Chalid, Otonomi Daerah..., h.17.
24
G. Shabbir Cheema and Dennis A. Rondinelli,
(ed.), Decentralization and Development, Policy
Implementation in Developing Countries (London/New
Dehli: Sage Publication/Baverly Hills, 1992), h. 18.
25
S.N. Jha and HAL.C. Mathur (ed.),
Decentralization and Lokal Politics, (New Delhi/
London: Sage Publications/ Thousand Oaks, 1999), h.
Reynold Simandjuntak , Sistem Desentralisasi dalam Negara Kesatuan ... |
adalah pendelegasian otoritas manajemen
dan pengambilan keputusan atau fungsi–
fungsi tertentu yang sangat spesifik,
kepada organisasi–organisasi yang secara
langsung tidak di bawah kontrol
pemerintah; dan
c) Devolusi adalah penyerahan fungsi dan
otoritas dari pemerintah pusat kepada
daerah otonom, swastanisasi adalah
penyerahan beberapa otoritas dalam
perencanaan dan tanggung jawab
administrasi tertentu kepada organisasi
swasta.
Selain penggolongan tipe desentralisasi
sebagaimana tersebut diatas, John M.
Cohen dan Stephen B. Peterson 26
membedakan desentralisasi dengan
menggunakan 6 (enam) pendekatan, yaitu:
1) Basic of historical origins (berdasarkan
kepada sejarah); 2) By hierarchy and function
(berdasarkan hirarki dan fungsi);
3) By problem being addressed and the values of
the investigation (berdasarkan masalah–
masalah yang muncul dan nilai–nilai
penyelidikan); 4) Focus on patterns of
administrative structures and functions that are
responsible for the production and provision of
collective goods and services (difokuskan pada
pola–pola struktur administratif dan
fungsi–fungsi yang bertanggung jawab
pada hasil dan ketentuan–ketentuan dari
pelayanan dan barang); 5) Typically based on
the experience of a single country (tipe yang
didasarkan pada pengalaman suatu negara
tertentu); dan on basis of objectives
(berdasarkan pada tujuannya).
Kaitan antara desentralisasi khususnya
otonomi dengan dasar kedaulatan rakyat
atau kerakyatan telah pula ditegaskan oleh
Mohammad Hatta. Ia menyatakan :27
“berdasarkan kedaulatan rakyat, rakyat
mempunyai hak untuk menentukan nasib
tidak hanya ada pada pucuk pemerintahan
negeri, melainkan juga pada tiap tempat (di
kota, desa dan daerah). Tiap–tiap golongan
persekutuan mempunyai badan perwakilan
sendiri (seperti Gemeenteraad Provinciale Raad,
dan lain–lainnya). Sehingga tiap–tiap
bagian atau golongan
26
John MCohen and Stepen B. Peterson,
Adminitrative Desentralization, (Connecticut, USA:
Kumarian Press, 1999), h. 20-22.
27
Mohammad Hatta, Ke arah Indonesia Merdeka
(1932), jilid I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 103.
66 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 7 Nomor 1, Juni 2015, hlm. 57-67
28 29 30
M.R. Khairul Muluk, Desentralisasi..., h. 10 M.R. Khairul Muluk, Desentralisasi..., h. 10 M.R.
Reynold Simandjuntak , Sistem Desentralisasi dalam Negara Kesatuan ... |
Khairul Muluk, Desentralisasi..., h. 10 31
Tim Lapera, Otonomi Pemberian..., h. 154-155
32
Lihat lebih lanjut lihat ketentuan Pasal 18 UUD
RI Tahun 1945
68 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 7 Nomor 1, Juni 2015, hlm. 57-67
37
Adnan Buyung Nasution, Arus Pemikiran 39
Syaukani, Afan Gaffar dan M.Ryaas Rasyid,
Konstitusionalisme, (Jakarta: Kasta Hasta Pustaka, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, (Yogyakarta:
2007), h. 131 Pustaka dan PUSKAP, 2002), h. 3
38
Adnan Buyung Nasution dkk, Federalisme Untuk 40
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme
Indonesia (Jakarta: Kompas, 1999), h. 9 Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), h. 78
66 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 7 Nomor 1, Juni 2015, hlm. 57-
tidak boleh diseragamkan dalam struktur Negara mengakui dan menghormati kesatuan- kesatuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
Dengan perkataan lain, bentuk Negara sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan
Kesatuan Republik Indonesia Republik Indonesia yang diatur dalam UU
diselenggarakan dengan jaminan otonomi (Pasal 18B ayat (2) UUD 1945)
yang seluas-luasnya kepada daerah-daerah Sebagai bahan perbandingan, pasal 18
untuk berkembang sesuai dengan potensi UUD 1945 (sebelum amandemen)
dan kekayaan yang dimilikinya masing- mengandung prinsip: 1) Prinsip
masing, tentunya dengan dorongan, kedaerahan; 2) Prinsip kemusyawaratan; 3)
dukungan, dan bantuan yang diberikan Prinsip penghargaan terhadap asal-usul
oleh Pemerintah Pusat.41 daerah (kewenangan menjalankan
Pada sidang Tahunan MPR RI tahun pemerintahan, pengelolaan SDN/ SDA,
2000 (tanggal 7-18 Agustus 2000) telah penghargaan terhadap kelembagaan, dan
dilakukan perubahan kedua UUD 1945, penghargaan terhadap hukum masyarakat
antara lain mengenai pembagian daerah lokal.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Setelahdiamandemennya UUD 1945,
dan pemerintahan daerah. Baik struktur substansi pembagian daerah dalam NKRI
maupun substansi, perubahan tersebut diatur dalam pasal 18 ayat (1) UUD NRI
sangat mendasar. Secara struktur, pasal 18 1945. Perubahan ini dimaksudkan untuk
(lama) sama sekali diganti baru. Yang lebih memperjelas pembagian daerah dalam
semula hanya satu pasal menjadi tiga pasal NKRI yang meliputi daerah provinsi dan
(pasal 18, pasal 18A, dan pasal 18B). dalam daerah provinsi terdapat daerah
Penggantian secara menyeluruh ini, kabupaten/kota. Ketentuan pasal 18 ayat (1)
berakibat pada penjelasan. Penjelasan yang ini mempunyai keterkaitan erat dengan
selama ini ‘ikut-ikutan’ menjadi acuan pasal 25A mengenai wilayah NKRI.
dalam mengatur pemerintahan daerah tidak
Istilah dibagi atas (bukan terdiri atas)
berlaku lagi. Dengan demikian, satu-satunya
dalam ketentuan pasal 18 ayat (1) bukanlah
sumber konstitusional pemerintahan daerah
istilah yang digunakan secara kebetulan.
adalah pasal 18, pasal 18A, dan pasal 18B.
Istilah itu langsung menjelaskan bahwa
HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN negara kita adalah negara kesatuan di mana
PEMERINTAH DAERAH
kedaulatan negara berada berada ditangan
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, kota, atau antara pusat. Hal ini konsisten dengan
provinsi dan kabupaten dan kota, di atur dengan UU kesepakatan untuk tetap mempertahankan
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman bentuk negara kesatuan. Berbeda dengan
daerah
istilah “terdiri atas” yang lebih menunjukkan
(Pasal 18A ayat (1) UUD 1945)
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan substansi federalisme karena istilah itu
sumber daya alam lainnya antara pemerintah pusat dan menunjukkan letak kedaulatan berada
pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan ditangan negara-negara bagian.42 Adapun
selaras berdasarkan UU
Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan
(Pasal 18A ayat (2) UUD 1945)
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan adalah: (1) Desentralisasi adalah
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat penyerahan wewenang pemerintahan oleh
istimewa yang diatur dengan UU Pemerintah kepada daerah otonom untuk
(Pasal 18 B ayat (1) UUD 1945)
mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahannya; (2) Dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah dan/atau kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu; (3) Tugas
41 42
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi..., h. 79 Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan..., h. 49
Reynold Simandjuntak , Sistem Desentralisasi dalam Negara Kesatuan ... |
43
Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan..., h. 94
44
Ibnu Tricahyo, Hand out Materi Mata Kuliah
Hukum Pemerintahan Daerah, Malang: (Program
Magister Ilmu Hukum FH-UB, 2010)
66 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 7 Nomor 1, Juni 2015, hlm. 57-
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi &
Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Muluk, M.R. Khairul Desentralisasi dan
Konstitusi Poress, 2005 Pemerintah Daerah. Malang: Bayumedia
Budiharjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Publishing, Cet 2, 2007
Jakarta: Gramedia, 2000 Muslimin, Amrah. Aspek-aspek Hukum
Busroh, Abu Daud. Ilmu Negara. Jakarta: Otonomi Daerah, Bandung: Alumni,
Bumi Aksara, 2001 1986
Chalid, Pheni. Otonomi Daerah:Masalah, Nasution, Adnan Buyung dkk, Federalisme
Pemberdayaan dan Konflik. Jakarta : Untuk Indonesia, Jakarta: Kompas, 1999
Kemitraan, 2005 Nasution, Adnan Buyung. Arus Pemikiran
Cheema, G. Shabbir and Dennis A. Konstitusionalisme. Jakarta: Kasta
Rondinelli, (ed.), Decentralization and Hasta Pustaka, 2007
Development, Policy Implementation in Negara Kesatuan, https://id.wikipedia.org/wiki/
Developing Countries. London/New Negara_kesatuan, diakses tanggal 7
Dehli: Sage Publication, Baverly Hills, April 2015
1992 Otonomi Daerah, https://id.wikipedia.org/
Cohen, John M. and Stepen B. Peterson, wiki/Otonomi_daerah, diakses tanggal
Adminitrative Desentralization. 7 Maret 2015
Connecticut, USA: Kumarian Press, S.N. Jha and HAL.C. Mathur (ed.),
1999 Decentralization and Lokal Politics, Sage
Hatta, Mohammad. Ke arah Indonesia Publications, New Delhi, Thousand
Merdeka (1932), jilid I. Bulan Bintang, Oaks, London, 1999
Jakarta, 1976 Situmorang, Victor. Hukum Administrasi
Huda, Ni’matul. Hukum Pemerintahan Daerah. Pemerintahan di Daerah. Jakarta:Sinar
Bandung: Nusamedia, 2010 Grafika, 1994
Hutabarat, Martin H. (eds). Hukum dan Sujito, Irawan. Hubungan Pemerintah Pusat
Politk Indonesia: Tinjauan Analitis Dekrit dan Pemerintah Daerah, Jakarta: Rineka
Presiden Dan Otonomi Daerah. Jakarta: Cipta, 1990
Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1996 Surianingrat, Bayu. Desentralisasi dan
Isjwara, F. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Dekonsentrasi Pemerintahan di Indonesia,
Bina Cipta, 1980 Suatu Analisa, Jakarta: Dewaruci Press,
Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal. 1981
Jakarta: Bumi Aksara, 1992 Syaukani, Afan Gaffar dan M.Ryaas Rasyid,
Koesoemahatmadja, Pengantar ke Arah Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan,
Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka dan PUSKAP,
Bandung: Bina Cipta, 1979 2002
Lubis, M. Solly. Pergeseran Garis Politik dan Tim Lapera, Otonomi Pemberian
Perundang-undangan Mengenai Negara,Kajian Kritis Atas Kebijakan
Pemerintah Daerah. Alumni, Bandung, Otonomi Daerah. Jakarta: : Lapera
1983 Pustaka Utama, 2001
Manan, Bagir. Perjalanan Historis Pasal 18 Tricahyo, Ibnu. Hand out Materi Mata Kuliah
UUD 1945. Jakarta: UNISKA, 1993 Hukum Pemerintahan Daerah. Malang:
Mawhood, Philip. Local Government in the Program Magister Ilmu Hukum FH-
Third World. Chicester, UK: John UB, 2010
Wisley and Sons, 1983 Utrecht, E. Pengantar Dalam Hukum Indonesia.
Jakarta: Ichtiar,1966