ASWAJA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1. LEONITA AGUSTIN
2. YOGA PRANATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna dan universal, ia berlaku sepanjang
waktu, kapanpun dan di manapun. Islam berlaku untuk semua orang dan untuk
seluruh dunia. Maka dari itu, tentunya ajaran Islam memiliki dasar sebagai
pondasi yang dijadikan sebagai acuan dan pedoman oleh komunitasnya di seluruh
dunia ini. Dan setiap agama mempunyai tujuan, sumber, ruang lingkup dan
karakteristik ajaran yang membedakan dari agama-agama lain. Agama yang
didakwahkan secara sungguh-sungguh diharapkan dapat menyelematkan dunia
yang terpecah-pecah dalam berbagai bagian-bagian.
Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia dengan kecepatan
yang menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui bahwa Dinul Islam
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah suatu agama yang sekaligus
menjadi pandangan atau pedoman hidup. Banyak sumber-sumber ajaran Islam
yang digunakan mulai zaman muncul pertama kalinya Islam pada masa rasulullah
sampai pada zaman modern sekarang ini. Sumber-sumber yang berasal dari agama
Islam merupakan sumber ajaran yang sudah dibuktikan kebenarannya yaitu
bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia, sumber-sumber ajaran Islam
merupakan sumber ajaran yang sangat luas dalam mengatasi berbagai
permasalahan seperti bidang akhidah, sosial, ekonomi, sains, teknologi dan
sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Sumber-Sumber Ajaran Islam?
2. Apa pengertian Ijtihad, Mazhab dan Taklid?
3. Apa saja Syarat-Syarat dan Tingkatan Mujtahid?
4. Apa Pengertian Sunnah Dan Bid'ah?
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Syafa‟I, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia
2
2. Hadits (Sunnah)
Merupakan sumber ajaran Islam yang kedua. Sunnah merupakan kebiasaan
yang dilakukan oleh Rasulullah baik dari segi perkataan, perbuatan maupun
ketetapan atau persetujuan Rasulullah terhadap apa yang dilakukan oleh para
sahabatnya.
Menurut ulama Salaf, As-Sunnah ialah petunjuk yang dilakukan oleh
Rasulullah dan para sahabatnya, baik tentang ilmu, i‟tiqad (keyakinan), perkataan
maupun perbuatannya.
As-Sunnah berfungsi untuk memperjelas, menafsirkan isi atau kandungan
dari ayat-ayat Al-Qur‟an dan memperkuat pernyataan ayat-ayat Al-Qur‟an serta
mengembangkan segala sesuatu yang samar-samar atau bahkan tidak ada
ketentuannya di dalam Al-Qur‟an.
Hadits atau sunnah dilihat dari segi jumlah orang yang menyampaikannya,
diantaranya:
Mutawatir yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak
Masyhur yaitu diriwayatkan oleh banyak orang, namun tidak sampai
(jumlahnya) kepada derajat mutawatir
Ahad yaitu diriwayatkan hanya oleh satu orang saja.
3
Dhaif yakni hadits yang lemah.
Maudhu yakni hadits yang palsu atau dibuat-buat.
3. Ijtihad
Ijtihad yaitu mengerahkan segala kemampuan berpikir secara maksimal untuk
mengeluarkan hukum syar‟i dari dalil-dalil syara‟ yaitu Qur‟an dan hadits. Ijtihad
dapat dilakukan jika ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam
Al-Qur‟an maupun hadits, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan
akal pikiran dengan tetap mengacu dan berdasarkan pada Al-Qur‟an dan hadits.
Jadi jelaslah bahwa sumber ajaran Islam telah di rumuskan oleh Rasulullah
SAW, yakni terdiri dari tiga sumber pokok yang dijadikan acuan, yaitu Al-Qur‟an,
As-Sunnah (Hadits), dan Ijtihad.
1. Ijtihad
Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu
masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Secara umum, hukum berijtihad itu adalah wajib. Artinya, seseorang mujtahid
wajib melakukan ijtihad untuk menggali dan merumuskan hukum syara‟ dalam
hal-hal yang syara‟. Namun tidak menetapkannya sebagai suatu kepastian hukum
4
yang harus dipegangi oleh orang lain, karena kebenarannya bersifat fiktif, artinya
berkemungkinan hasil ijtihad itu bisa benar dan bisa salah.
Prinsip Berijtihad
Tidak semua masalah dalam ajaran Islam dapat atau boleh ditetapkan
hukumnya melalui ijtihad. Masalah-masalah yang sudah ditetapkan hukumnya
secara pasti (qath‟i) dalam Al-Qur‟an dan Sunnah tidak boleh ditetapkan melalui
ijtihad, seperti waktu sholat, hukum wajib sholat, zakat, puasa, dan lain
sebagainya. Oleh sebab itu, para Ulama‟ menetapkan wilayah – wilayah yang
boleh ditetapkan hukumnya melakukan ijtihad (berijtihad). Prinsip – prinsip
tersebut meliputi :
1. Pada dasarnya, masalah yang ditetapkan melalui ijtihad tidak melahirkan
keputusan atau hukum yang bersifat mutlak. Sebab, ijtihad hanya merupakan
aktifitas akal manusia yang relatif dan terbatas, maka keputusan atau hukum
yang diperolehnya pun adalah relatif.
2. Suatu keputusan yang ditetapkan melalui ijtihad, mungkin berlaku bagi
seseorang, dan tidak berlaku bagi orang lain secara umum.
3. Ijtihad tidak berlaku dalam masalah – masalah yang sudah ditetapkan
hukumnya secara pasti (Qath‟i) dalam Al-Qur‟an dan Hadits.
4. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motivasi,
kemaslahatan dan kemanfaatan umum serta nilai – nilai yang menjadi jiwa
atau nafas Islam.
5. Keputusan hukum yang ditentukan melalui ijtihad tidak boleh bertentangan
dengan Al-Qur‟an dan Sunnah.
2. Mazhab
Kata Mazhab merupakan sighat Islam dari Fi‟il Madhi Zahaba. Zahaba
artinya pergi, oleh karena itu mazhab artinya, tempat pergi atau jalan. Kata-kata
yang semakna ialah: Maslak, thariqah dan sabiil yang kesemuanya berarti jalan
atau cara. Sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun abstrak.
Sesuatu dikatakan Mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi
ciri khas. Menurut para ulama dan ahli agama islam, yang dnamakan mazhab
adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian,
5
kemudian orang yang menjalaninya menjadikan sebagai pedoman yang jelas
batasan-batasannya, dibangun diatas prinsip-prinsipdan kaidah-kaidah.
Bermazhab itu sangat penting bagi orang beragama agar pemahaman dan
praktik agamanya benar. Karena bermazhab merupakan metode untuk mengetahui
hukum suatu peristiwa yang dihadapi dengan merujuknya pada fiqih mazhab
tertentu yang dianut atau upaya penyimpulannya dilakukan berdasarkan ushul al-
mazhab yang diyakininya.
Menurut terminology, ada beberapa ulama yang memberikan pengertian
mazhab menurut ada beberapa rumusan pendapat lain: Menurut Said Ramadhany
al-Buthy mazhab adalah jalan pikiran (paham/pendapat) yang ditempuh oleh
seorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum islam dari Alquran dan Hadist.
Sedangkan Abdurrahman menyatakan, mazhab dalam istilah islam berati pendapat
, paham aliran seorang alim besar dalam islam yang digelari imam seperti mazhab
imam Abu Hanifah, mazhab Imam Ahmad Ibn Hanbal, mazhab Imam Syafi,i,
mazhab Imam Malik, dan lain sebagainya
Berbeda deangan A.Hasan, mazhab yaitu sejumlah fatwa atau pendapat-
pendapat seorang alim ulama besar dalam urusan agama baik dalam masalah
ibadah maupun masalah lainnya. Jadi, mazhab ialah pokok pikiran atau dasar yang
digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah, atau
mengistimbatkan hukum islam. Kemudian imam mzhab dan mzhab itu itu
berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat islam yang mengikuti cara
istimbath hukum semakin kokoh dan meluas, sesudah masa iyu muncul mazhab-
mazhab dalam bidang hukum islam.
3. Taklid
Kata taklid secara bahasa berasal dari kata qallada-yuqallidu-taqli dan,
mengandung arti mengalungi, menghiasi, meniru, menyerahkan, dan mengikuti.
Taklid juga dapat didefinisikan sebagai menerima pendapat orang lain dengan
tidak manpu mengemukakan alasannya.2 Seseorang yang bertaklid seolah-olah
menggantungkan hukum yang diikutinya dari seorang mujtahid.
2
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004),
h.132.
6
Sedangkan menurut istilah, taklid Ulama berbeda redaksi dalam mendefinisikan
taqlid Definisi taqlid yang diambil oleh mayoritas ulama ushul fiqh, yaitu:
3
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Al-Mustasyfa, (Bayrut: Dar al Ihya‟
Turas Arabi, 1993), h. 389
4
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, cet. 4 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h. 61.
7
Menurut Imam as-Syatiby seorang yang ingin mencapai derajat mujtahid juga
harus bisa memenuhi dua syarat dibawah ini;
1. Bisa memahami tujuan syari‟at secara sempurna,
2. Bisa menggali suatu hukum atas pemahaman seorang mujtahid.
Sedangkan Imam Zakariya al-Anshari dalam kitab Tashilul Wushul fi Lubb
Ushul, al-Anwar 1, halaman 364-365 menyebutkan beberapa syarat menjadi
mujtahid adalah sebagai berikut:
1. Menguasai perkara-perkara ijma‟
2. Menguasai nasikh-mansukh
3. Mengetahui asbabun nuzul
4. Mengetahui hadist-hadist shahih, hasan, dhaif
5. Menguasai hadist-hadist mutawatir dana had
6. Menguasai dalil aqli.
Dari semua syarat yang disebutkan diatas yang tidak kalah penting pula
adalah seorang mujtahid harus menguasai bahasa Arab, tentu termasuk nahwu,
sharaf serta balaghahnya. Sebab Alquran dan Hadits semua berbahasa arab. Maka
tidak mungkin seseorang dapat memahami AlQuran dan hadits tanpa menguasai
bahasa arab terlebih dahulu.
8
salah seorang mujtahid mustaqil, contohnya : al-muzani, Abdurrahman al
Qasim, Qadhi Abu Yusuf.
3. Mujtahid fi al madzhab atau mujtahid muqayyad atau mujtahid takhrij, yaitu
tingkat mejtahid yang dalam ushul fiqh dan furu‟ bertaklid kepada imam
mujtahid tertentu. Mereka disebut mujtahid karena dalam mengistinbathkan
hukum pada permasalahan-permasalahan yang tidak ditemukan pada Imam
Madzhab. Misalnya, Abu Hamid al-Asfiraini.
4. Mujtahid fi tarjih, yaitu mujtahid yang kegiatnnya bukan mengistinbathkan
hukum tetapi sebatas membandingkan berbagai madzhab atau pendapat, dan
mempunyai kemampuan untuk mentarjih atau memilih salah satu pendapat
terkuat dari pendapat-pendapat yang ada. (Ushul Fiqh al-islamiy, Wahbah
Zuhaili Juz II)5
5
https://pecihitam.org/syarat-menjadi-mujtahid-dan-tingkatan-ijtihadnya/
9
sulit dan hampir dikatakan mustahil, kecuali mereka yang telah Allah
anugerahkan ilham kepadanya.
Dalam penjelasan para Imam Mazhab pun kadang terjadi perbedaan, baik
perbedaan itu terjadi antara satu mazhab dengan mazhab yang lain, atau pun
perbedaan yang terjadi dalam satu mazhab, sehingga adanya pendapat kuat atau
pendapat lemah, pendapat sahih atau muqabil sahih, pendapat adhhar atau
muqabil adhhar, dan lainnya.
Orang-orang yang mengikuti sunnah dikatakan ahlisunnah, pengertian
ahlisunnah secara umum adalah satu kelompok atau golongan yang senantiasa
komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan jalan para sahabatnya dalam hal
aqidah, amaliyah (fiqh), dan hakikat (tasawuf dan akhlaq). Sedangkan definisi
ahlisunnah secara khusus adalah golongan yang mempunyai I‟tiqad/keyakinan
yang searah dengan keyakinan Asy‟ariyah dan Maturidiyah.
Asy‟ariyah dan Maturidiyah adalah golongan yang komitmen berpegang
teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. Namun penamaan
nama ahlisunnah pada golongan Asy‟ariyah dan Maturidiyah merupakan
pemberian nama bagian dengan menggunakan namanya kulli dalam pengertian
secara umum.
“Pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang komitmen
terhadap ajaran Nabi dan Sahabat kecuali golongan Ahlisunnah wal Jama‟ah, ….,
(Syaikh Al Baghdadi, Al Farqu bainal Firaq).
Ahlisunnah wal Jama‟ah merupakan golongan yang senantiasa mengikuti
tindakan Rasul, Khulafaurrasyidin, Tabi‟in, Tabi‟ Tabi‟in dan segenap ulama
Salaf As Shalihin.
“Ikutilah tindakan Ku dan tindakan para Khulafaurrasyidin setelah wafat Ku”,
(Hadits).
Bid‟ah adalah sesuatu yang baru dalam agama yang tidak pernah ada pada
masa Rasulullah SAW (not: ini terlepas dari pemahaman baik atau pun buruk
menurut pandangan kita).
“Semua perkara baru dalam agama yang menyerupai salah satu dari bentuk
ajaran agama namun sebenarnya bukan termasuk dari bagian agama, baik dilihat
dari sisi bentuknya maupun dari sisi hakikatnya”, (Syaikh Zaruq, Iddah Al Marid).
10
Dari Ummul mukminin ummu Abdillah Aisyah R.a berkata bahwa Rasulullah
bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami
ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak”, (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam
riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan
kami, maka dia tertolak”.
Pada riwayat imam muslim diatas disebutkan, “barangsiapa melakukan suatu
amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak” dengan jelas menyatakan
keharusan meninggalkan setiap perkara bid‟ah, baik ia ciptakan sendiri atau hanya
mengikuti orang sebelumnya. Sebagian orang yang ingkar (ahli bid‟ah)
menjadikan hadits ini sebagai alasan bila ia melakukan suatu perbuatan bid‟ah, dia
mengatakan : “Bukan saya yang menciptakannya” maka pendapat tersebut
terbantah oleh hadits diatas.
“Paling bagusnya perkataan adalah kitab Allah dan paling bagusnya petunjuk
adalah petunjuk Rasulullah SAW dan paling jeleknya perkara adalah semua
perkara yang baru dan setiap perkara yang baru adalah bid‟ah, dan semua bid‟ah
itu sesat”, (H. R Muslim). Sedangkan Imam Bayhaqi menambahkan “setiap
perkara sesat dimasukkan dalam neraka”.
Syaikh Izzuddin bin Abdis Salam menggolongkan perkara bid‟ah menjadi
lima hukum, yaitu: bid‟ah wajib, bid‟ah haram, bid‟ah sunnah, bid‟ah makruh,
dan bid‟ah mubah.
“Perkara baru yang tidak sesuai dengan kitab Al Quran, Sunnah, Ijma‟ dan
Atsar sahabat termasuk bid‟ah yang sesat, dan perkara baru yang bagus dan tidak
bertentangan dengan pedoman-pedoman tersebut maka termasuk bid‟ah yang
terpuji”, (Imam Syafi‟i).
Dalam kehidupan ini, banyak amalan yang kita lakukan, yang semuanya
amalan itu adalah untuk mendapat keridhaan Allah, mulai amalan ibadah wajib
sampai dengan amalan ibadah sunat, namun semua amalan-amalan ibadah
tersebut yang kita lakukan tidak terlepas dari petunjuk-petunjuk yang kita dapat
bersumber dari Al quran dan As Sunnah.6
6
https://lintasgayo.co/2015/07/29/antara-sunnah-dan-bidah/
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ‟ain , yakni kewajiban pribadi
setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang
dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau
kelompok masyarakat.
Sumber ajaran agama islam terdiri dari sumber ajaran islam primer dan
sekunder. Sumber ajaran agama islam primer terdiri dari al-qur‟an dan as-sunnah
(hadist), sedangkan sumber ajaran agama islam sekunder adalah ijtihad.
Kemudian, mengenai sumber-sumber hukum Islam dapat kita simpulkan bahwa
segala sesuatu yang berkenaan dengan ibadah, muamalah, dan lain sebagainya itu
berlandaskan Al-qur‟an yang merupakan Firman Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad secara mutawatir dan diturunkan melalui malaikat Jibril dan
membacanya di nilai sebagai Ibadah, dan Al-Sunnah sebagai sumber hukum yang
kedua yang mempunyai fungsi untuk memperjelas isi kandungan Al-qur‟an dan
lain sebagainya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2004)
https://pecihitam.org/syarat-menjadi-mujtahid-dan-tingkatan-ijtihadnya/
https://lintasgayo.co/2015/07/29/antara-sunnah-dan-bidah/
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, cet. 4 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2003)
13