Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan dinyatakan sebagai suatu kondisi sehat baik fisik,

mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009). Untuk mewujudkan

pemerataan kesehatan pada masyarakat dengan seluas – luasnya,

dibutuhkan dukungan sumber daya kesehatan, sarana kesehatan,

dan sistem pelayanan kesehatan yang optimal. Salah satu sarana

penunjang kesehatan yang memiliki peran penting dalam

mewujudkan peningkatan derajat kesehatan bagi masyarakat adalah

Apotek, termasuk didalamnya pekerjaan kefarmasian, meliputi

pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,

penyimpanan, pendistribusian obat, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PP No. 51

Tahun 2009) yang dilakukan oleh Apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian.

Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah

atau swasta, dalam bentuk pelayanan kesehatan perorangan atau

pelayanan kesehatan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan di

bidang kesehatan dapat diupayakan diantaranya melalui penyediaan

obat-obatan yang bermutu, terjangkau oleh masyarakat, dan dengan

1
jumlah yang cukup, serta aman untuk digunakan. Oleh karena

itu,diperlukan adanya sarana penunjang pelayanan kesehatan, salah

satunya adalah Apotek. Apotek merupakan tempat dilakukan

pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta

perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat dan menjadi

tempat pengabdian profesi Apoteker dalam mewujudkan tercapainya

derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Menurut PerMenKes No.9 Tahun 2017, Apotek merupakan

sarana pelayanan kefarmasian dimana tempat praktek kefarmasian

oleh Apoteker (Kemenkes RI, 2017). Definisi Apoteker menurut

PerMenKes No.73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek adalah sarjana farmasi yang telah lulus

apoteker dan telah mengucapkan lafal sumpah jabatan apoteker

(Kemenkes RI, 2016). Apoteker dituntut untuk meningkatkan

pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan

pekerjaan kefarmasian secara professional. Apoteker harus

memahami dan mampu mengatasi masalah meliputi kemungkinan

terjadinya medication error, adanya drug related problem, masalah

farmako ekonomi dan farmasi sosial.

Peran dan fungsi apoteker dalam pengelolaan apotek sangat

penting dimana apotek memiliki peran untuk mengendalikan bahan

medis habis pakai, alat medis, serta narkotika dan psikotropika dari

mulai pengadaan hingga pemusnahan dan juga dalam melakukan

pelayanan farmasi klinik.Dalam melaksanakan pelayanan tersebut

2
diperlukan sebuah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman

bagi tenaga kefarmasian yang kemudian disebut sebagai standar

pelayanan kefarmasian. Pedoman tersebut tercantum dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

Pelayanan kefarmasian di apotek telah berkembang dari

pelayanan yang awalnya berorientasi pada pelayanan produk

(product oriented) menjadi pelayanan yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented), maka dari itu

apoteker dituntut untuk dapat selalu meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan serta menerapkan keilmuannya di bidang manajerial

dan pelayanan farmasi klinik sesuai dengan perkembangan orientasi

tersebut.

Dampak dari perubahan kegiatan pelayanan kefarmasian

adalah Apoteker dituntut untuk meningkatkan interaksi langsung

dengan pasien. Bentuk-bentuk interaksi tersebut antara lain adalah

melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat,

dan mengetahui tujuan akhir terapi sesuai harapan dan

terdokumentasi dengan baik. Apoteker sebagai pengelola Apotek

tidak hanya berbekal ilmu kefarmasian saja tetapi juga harus

memiliki keahlian manajemen karena mengola sebuah Apotek sama

halnya mengola perusahaan. Apoteker Pengelola Apotek dituntut

pengetahuannya untuk dapat menguasai produk yang dijual dan

teknis pelayanan kefarmasian serta harus dapat merencanakan,

3
melaksanakan dan menganalisis hasil kinerja operasional. Untuk

membiasakan diri dengan kegiatan pelayanan kefarmasian ini, para

calon Apoteker memerlukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di

Apotek. Selain sebagai tempat yang memberikan perbekalan bagi

para Apoteker untuk dapat menjadi Apoteker profesional, praktek

kerja di Apotek dapat dipakai sebagai tempat untuk menerapkan ilmu

yang telah didapatkan selama masa kuliah. Dengan dilatarbelakangi

hal tersebut, maka diadakan kerjasama antara Program Pendidikan

Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dengan Puskesmas Tirtayasa.

B. Tujuan

1. Meningkatkan, memperluas, dan mampu menerapkan

keterampilan serta membentuk kemampuan mahasiswa

sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja.

2. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk

mendapatkan pengalaman kerja yang nyata dan langsung

secara terpadu dalam melaksanakan kegiatan pelayanan

kesehatan di puskesmas.

3. Menumbuhkan serta memantapkan sikap etis dan

profesionalisme yang diperlukan mahasiswa untuk memasuki

lapangan pekerjaan sesuai dengan bidangnya.

4. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengenal

suasana lingkungan kerja yang sebenarnya.

4
C. Manfaat

Manfaat dari dilakukannya PKL adalah

1. Manfaat bagi mahasiswa

a. Dapat meningkatkan wawasan keilmuan mahasiswa tentang

situasi dalam dunia kerja.

b. Menambah dan meningkatkan keterampilan serta keahlian

dibidang praktek.

c. Dapat menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk

menyesuaikan diri dalam lingkungan kerjanya di masa yang

akan datang

2. Manfaat bagi Universitas

a. Meningkatkan kualitas lulusan melalui praktek magang

b. Meningkatkan terjalinnya kerjasama antara Universitas

Mathla’ul Anwar dengan Instansi

c. Dapat menjadi tolok ukur pencapaian kinerja program studi

khususnya untuk mengevaluasi hasil pembelajaran oleh

instansi tempat PKL

3. Manfaat bagi tempat PKL

a. Mendapatkan calon tenaga kerja yang berkualitas sesuai

dengan kebutuhannya

b. Meningkatkan kerjasama dunia pendidikan dengan dunia

pekerjaan

5
D. Rumusan Masalah

Topik (batasan masalah) yang penulis bahas yaitu tentang

pelayanan kefarmasian dan Analisis resep obat rematoid artritis

dan Gout di Puskesmas Tirtayasa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

6
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 74 tahun 2016

Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, pelayanan

kefarmasian terbagi dalam dua kegiatan yaitu pengelolaan sediaan

farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) serta pelayanan farmasi

klinik. Pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP serta pelayanan farmasi

klinik di puskesmas merupakan satu rangkaian kegiatan yang saling

terkait satu dengan yang lain. Kegiatan tersebut harus didukung oleh

sumber daya manusia serta sarana dan prasarana sesuai standar.

Apoteker sebagai penanggung jawab pelayanan kefarmasian di

puskesmas diharapkan dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian

sesuai standar dalam rangka peningkatan mutu pelayanan dan

keselamatan pasien.

Ruang lingkup pedoman teknis ini terdiri dari:

1. Pengelolaan sediaan farmasi meliputi perencanaan, permintaan,

penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,

pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi

pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP.

2. Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep,

Pelayanan Informasi Obat (PIO), Konseling, Visite,Pemantauan

Terapi Obat (PTO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), dan

Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)

Dasar Hukumnya adalah :

7
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang

Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5044);

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang

Pusat Kesehatan Masyarakat;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 tahun 2015 tentang

Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri

Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi; dan

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

B. Obat-Obat Penyakit rematoid artritis dan Gout

A. TINJAUAN RHEUMATOID ARTHTRITIS

1. Definisi Rheumatoid Arthritis

Kata arthritis mempunyai arti inflamasi pada sendi (“arthr”

8
berarti sendi “itis” berarti inflamasi). Inflamasi menggambarkan

tentang rasa sakit, kekakuan, kemerahan, dan pembengkakan.

Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit autoimun, dimana

target dari sistem imun Rheumatoid arthritis (RA) merupakan suatu

penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitas

erosif simetrik yang terutama mengenai jaringan persendian,

seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya. Pasien dengan

gejala penyakit kronik apabila tidak diobati akan menyebabkan

terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang

progresif disabilitas bahkan kematian dini (Suarjana, 2009).

2. Patofisiologi

Rheumatoid arthritis merupakan akibat disregulasi

komponen humoral dan dimediasi oleh sel imun. Pada pasien RA

menghasilkan antibodi yang disebut dengan faktor reumatoid (RF).

Pasien yang mempunyai RF seropositif cenderung memiliki

perjalanan penyakit yang lebih agresif dari pasien yang seronegatif.

RA termasuk penyakit autoimun sistemik yang menyerang

persendian. Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Proses

fagositosis menghasilkan enzim dalam sendi, kemudian enzim

memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran

sinovial dan akhirnya membentuk pannus. Pannus akan

menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.

Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan

9
mengganggu gerak sendi. Otot juga terkena karena serabut otot

mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya

elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Suarjana, 2009).

3. Penatalaksanaan

a. Terapi Non-Farmakologis

Terapi Non-Farmakologis menurut Rekomendasi Ikatan

Reumatologi Indonesia tahun 2014a yaitu :

1) Edukasi Pasien.

Edukasi pasien meliputi penjelasan mengenai penyakit RA

terhadap pasien, bagaimana perjalanan penyakitnya, dan

kondisi pasien saat ini. Pasien juga diberitahu tentang resiko

dan keuntungan pemberian obat.

2) Diet dan terapi komplementer.

Pengaruh diet tidak berpengaruh terhadap perjalanan penyakit,

namun disarankan untuk diet banyak makan sayuran, buah,

ikan serta mengurangi konsumsi lemak atau daging merah.

3) Latihan atau program rehabilitasi.

Pada saat terdiagnosis RA direkomendasikan untuk melakukan

latihan fisik aerobik. Latihan fisik disesuaikan secara individual

berdasarkan kondisi penyakit dan komorbiditas yang ada.

Terapi fisik dengan menggunakan laser kekuatan rendah dan

TENS (transcutaneos electrical nerve stimulation), efektif

mengurangi nyeri dalam jangka pendek.

10
Terapi psikologis yang diberikan seperti relaksasi, mengatasi

stres, dan memperbaiki pandangan hidup yang positif, dapat

membantu pasien RA menyesuaikan hidup dengan kondisi

mereka.

b. Terapi Farmakologis

Terapi RA harus dilakukan sedini mungkin supaya

menurunkan angka perburukan penyakit. Beberapa ahli

menganjurkan untuk menggunakan pendekatan step down bridge

dengan menggunakan kombinasi beberapa jenis DMARD (Disease

Modifying Anti Rheumatic Drugs) yang dimulai sejak dini kemudian

dihentikan secara bertahap pada saat aktivitas RA sudah dapat

terkontrol (Suarjana, 2009).

a) Terapi DMARD

DMARD berfungsi mengurangi kerusakan sendi,

mempertahankan integritas dan fungsi sendi serta meningkatkan

produktivitas pasien RA. Golongan DMARD yang sering digunakan

pada pengobatan RA yaitu MTX (metroteksat), sulfasalazin,

leflunomid, klorokuin, siklosporin, azatioprin. DMARD bersifat slow

acting yang menghasilkan efek 1-6 bulan pengobatan. Pemberian

DMARD dapat diberikan tunggal atau kombinasi. Pada pasien yang

tidak respon dengan pengobatan DMARD dengan dosis dan waktu

optimal, diberikan pengobatan DMARD tambahan atau diganti

dengan jenis DMARD lainnya (Perhimpunan Reumatologi

Indonesia, 2014a).

11
Cara memulai dan menghentikan DMARD pada pasien RA

yaitu (Perhimpunan Reumatologi Indonesia 2014 a) :

Pertimbangkan pengobatan jangka pendek dengan

glukokortikoid untuk memperbaiki gejala secara cepat pada

pasien yang baru terdiagnosa RA jika belum menerima

glukokortikoid sebagai bagian dari terapi kombinasi dengan

DMARD.

(1) Pada pasien yang merespon cepat pada terapi kombinasi

DMARD dan memberikan hasil yang memuaskan, kurangi

dosis obat dengan hati-hati.

(2) Pada pasien yang baru terdiagnosis RA tidak boleh diberikan

kombinasi DMARD apabila pasien memiliki riwayat penyakit

penyerta, dimulai monoterapi DMARD.

(3) Pada pasien RA yang kondisi penyakitnya sudah stabil, kurangi

dosis DMARD dengan hati-hati.

(4) Ketika memulai obat baru untuk memperbaiki pengendalian

penyakit pada rejimen pengobatan pasien RA, pertimbangkan

mengurangi atau menghentikan obat DMARD yang sudah ada

saat penyakit telah dapat dikendalikan.

Jenis DMARD yang digunakan pada pengobatan rheumatoid

arthritis

adalah (Perhimpunan Reumatologi Indonesia 2014 a) :

(1) Metotreksat

12
Metotreksat saat ini digunakan sebagai lini pertama dalam

pengobatan rheumatoid arthritis. Obat ini mampu menghambat

produksi sitokin dan menstimulasi pelepasan adenosin. Dosis

yang digunakan adalah 7,5-15 mg/minggu. Metotreksat memiliki

onset yang cepat, hasilnya dapat dilihat setelah 2-3 minggu

terapi. Metotreksat dikontraindikasikan pada ibu hamil, ibu

menyusui, pasien dengan gangguan hati kronis dan pasien

dengan gangguan ginjal. Penggunaan metotreksat pada usia

lanjut perlu di hindari dan dipantau dengan hati-hati karena

dapat menurunkan metabolisme, menurunkan fungsi ginjal dan

adanya interaksi dengan riwayat penyakit. Pasien juga harus

mendapatkan asam folat saat menggunakan metotreksat,

karena metotreksat dapat menyebabkan defisiensi asam folat.

Efek samping dari obat ini adalah mual, diare, dan muntah.

(2) Sulfasalasin

Sulfasalasin merupakan suatu prodrug yang diubah menjadi

obat oleh bakteri di dalam kolon, dimana obat ini metabolitnya

diekskresikan lewat urin. Efekantireumatik dapat dilihat setelah

2 bulan. Dosis yang digunakan yaitu 2x500 mg/hari ditingkatkan

sampai 3x100 mg.

(3) Hidroksiklorokuin

Hidroksiklorokuin biasa digunakan pada rheumatoid arthritis

ringan atau sebagai adjuvant pada kombinasi DMARD untuk

penyakit yang lebih progresif. Onset dari obat ini salama 6

13
minggu. Dosis yang diberikan adalah 6,5 mg/kg bb/hari.

(4) Leflunamid

Leflunamid bekerja menghambat enzim dihidroorotat

dehydrogenase sehingga pembelahan sel limfosit T auto

menjadi terhambat. Dosis yang digunakan adalah 20 mg/hari.

(5) Siklosporin

Siklosporin bekerja menghambat IL-1 dan IL-2. Dosis yang

digunakan adalah 2,5-5 mg/kgbb. Efek samping yang dapa

terjadi adalah gagal ginjal.

b) Pengobatan OAINS

OAINS merupakan obat yang mampu menghambat enzim

siklooksigenase (CO X) sehingga mampu menghambat

pembentukan prostaglandin, prostasiklin, dan trombokson, maka

OAINS mempunyai sifat analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi.

Pemakaian OAINS mampu mengurangi kekakuan yang terjadi pada

rheumatoid arthritis. Pemberian OAINS pada pasien RA tidak

mempengaruhi perjalanan penyakit ataupun mencegah kerusakan

sendi. Penggunaan OAINS pada pasien RA harus diberikan

dengan dosis efektif serendah mungkin dan dalam waktu sesingkat

mungkin. Penggunaan kombinasi OAINS harus dihindari karena

tidak akan menambah efektivitas tetapi meningkatkan efek samping

(Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2014b).

Beberapa OAINS yang sering digunakan dalam terapi

rheumatoid arthritis yaitu, diklofenak yang merupakan turunan

14
asam fenilasetat dan merupakan non selektif inhibitor COX,

meloxicam merupakan enolkarboksamida yang berkaitan dengan

piroxicam dan terbukti menghambat COX-2 daripada COX-1

khususunya dalam penggunaan dosis rendah 7,5 mg/hari,

celecoxib dan rofecoxib merupakan selektif COX-2 (Wagner, 2012).

c) Pengobatan Agen Biologik

Penggunaan agen biologik diberikan pada pasien yang tidak

menunjukkan respon baik dengan kombinasi DMARD. Penggunaan

agen biologik yang baru diharapkan dapat mengontrol penyakit

rheumatoid arthritis (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2014 a).

Agen biologik merupakan molekul protein hasil rekayasa genetika

yang menghambat sitokin proinflamasi TNF-α (infliximab,

etanercept, adalimumab) dan IL-1 (anakinra). Obat ini efektif

digunakan jika penggunaan DMARD gagal, namun harganya jauh

lebih mahal untuk digunakan (Schuna, 2008).

d) Pengobatan Kortikosteroid

Kortikosteroid oral dosis rendah atau sedang dapat digunakan dalam

pengobatan rheumatoid arthritis. Kortikosteroid yang biasa digunakan

dalam pengobatan RA yaitu prednison dan metilprednisolon.

Penatalaksanaan kronis dapat digunakan prednison dosis rendah 5-10

mg/hari untuk pengendalian aktivitas penyakit pada pasien rheumatoid

arthritis. Namun, penggunaan terapi prednison dosis rendah beresiko

osteoporosis. Glukokortikoid dosis tinggi diperlukan untuk pengobatan

ekstraartikular berat pada rheumatoid arthritis. ACR merekomendasikan

15
pencegahan primer osteoporosis akibat glukokortikoid dengan

bisphosphonate (Schuna,2008)

B. Tinjauan Gout Arthritis

1. Definisi

Menurut American College of Rheumatology (2012), gout

arthritis adalah suatu penyakit dan potensi ketidakmampuan akibat

radang sendi yang sudah dikenal sejak lama, gejalanya biasanya

terdiri dari episodik berat dari nyeri inflamasi satu sendi. Gout arthritis

adalah bentuk inflamasi artritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling

sering di sendi besar jempol kaki. Namun, gout arthritis tidak terbatas

pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi sendi lain termasuk kaki,

pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang

di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu

sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari

waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi. Gout arthritis

merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik

yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat

(hiperurisemia). Penyakit gout arthritis merupakan penyakit akibat

penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh sehingga

menyebabkan nyeri sendi disebut gout artritis.

2. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, penyakit asam urat digolongkan

menjadi 2, yaitu:

16
a. Gout primer

Penyebab kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini

diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor

hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang

dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat.

Hiperurisemia atau berkurangnya pengeluaran asam urat dari

tubuh dikatakan dapat menyebabkan terjadinya gout primer.

b. Gout sekunder

Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu

kelainan yang menyebabkan peningkatan biosintesis de novo,

kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau

pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan sekresi

menurun. Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis

de novo terdiri dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim

HPRT pada syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glukosa-6

phosphate pada glycogen storage disease dan kelainan karena

kekurangan enzim fructose-1 phosphate aldolase melalui glikolisis

anaerob. Hiperurisemia sekunder karena produksi berlebih dapat

disebabkan karena keadaan yang menyebabkan peningkatan

pemecahan ATP atau pemecahan asam nukleat dari dari intisel.

Peningkatan pemecahan ATP akan membentuk AMP dan berlanjut

membentuk IMP atau purine nucleotide dalam metabolisme

purin,sedangkan hiperurisemia akibat penuruna eksresi

dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan

17
masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus, penurunan fractional uric

acid clearence dan pemakaian obat-obatan.

3. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam

darah pada pria dewasa kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita

kurang dari 6 mg/dl. Apabila konsentrasi asam urat dalam serum

lebih besar dari 7 mg/dl dapat menyebabkan penumpukan kristal

monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan

peningkatan atau penurunan secara mendadak kadar asam urat

dalam serum. Jika kristal asam urat mengendap dalam sendi, akan

terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya serangan

gout. Dengan adanya serangan yang berulang – ulang,

penumpukan kristal monosodium urat yang dinamakan thopi akan

mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan

telinga. Akibat penumpukan Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan

disertai penyakit ginjal kronis.

Tidak semua kasus berkembang menjadi tahap akhir.

Perjalanan penyakit asam urat mempunyai 4 tahapan, yaitu:

a. Tahap 1 (Tahap Gout Artritis akut)

Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun

pada laki- laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Onset sebelum

25 tahun merupakan bentuk tidak lazim gout artritis, yang mungkin

merupakan manifestasi adanya gangguan enzimatik spesifik, penyakit

ginjal atau penggunaan siklosporin. Pada 85-90% kasus, serangan

18
berupa arthritis monoartikuler dengan predileksi MTP-1 yang biasa

disebut podagra. Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi

yang sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat.

Pasien tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa

sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Keluhan monoartikuler

berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistemik

berupa demam, menggigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan

peningkatan endap darah. Sedangkan gambaran radiologis hanya

didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler. Keluhan

cepat membaik setelah beberapa jam bahkan tanpa terapi sekalipun.

Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terutama jika tanpa terapi yang

adekuat, serangan dapat mengenai sendi-sendi yang lain seperti

pergelangan tangan/kaki, jari tangan/kaki, lutut dan siku, atau bahkan

beberapa sendi sekaligus. Serangan menjadi lebih lama durasinya,

dengan interval serangan yang lebih singkat, dan masa penyembuhan

yang lama

b. Tahap 2 (Tahap Gout interkritikal)

Pada tahap ini penderita dalam keadaan sehat selama rentang

waktu tertentu. Rentang waktu setiap penderita berbeda-beda. Dari

rentang waktu 1- 10 tahun. Namun rata-rata rentang waktunya antara

1-2 tahun. Panjangnya rentang waktu pada tahap ini menyebabkan

seseorang lupa bahwa dirinya pernah menderita serangan gout

arthritis akut. Atau menyangka serangan pertama kali yang dialami

tidak ada hubungannya dengan penyakit gout arthritis.

19
c. Tahap 3 (Tahap Gout Artritis Akut Intermitten)

Setelah melewati masa Gout Interkritikal selama bertahun-

tahun tanpa gejala, maka penderita akan memasuki tahap ini yang

ditandai dengan serangan artritis yang khas seperti diatas. Selanjutnya

penderita akan sering mendapat serangan (kambuh) yang jarak antara

serangan yang satu dengan serangan berikutnya makin lama makin

rapat dan lama serangan makin lama makin panjang, dan jumlah sendi

yang terserang makin banyak. Misalnya seseorang yang semula

hanya kambuh setiap setahun sekali, namun bila tidak berobat dengan

benar dan teratur, maka serangan akan makin sering terjadi biasanya

tiap 6 bulan, tiap 3 bulan dan seterusnya, hingga pada suatu saat

penderita akan mendapat serangan setiap hari dan semakin banyak

sendi yang terserang.

d. Tahap 4 (tahap Gout Arthritis Kronik Tofaceous)

Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10

tahun atau lebih. Pada tahap ini akan terbentuk benjolan-benjolan

disekitar sendi yang sering meradang yang disebut sebagai Thopi.

Thopi ini berupa benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang

merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Thopi ini akan

mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang disekitarnya. Bila

ukuran thopi semakin besar dan banyak akan mengakibatkan

penderita tidak dapat menggunakan sepatu lagi.

4. Penatalaksanaan

Secara umum, penanganan gout artritis adalah memberikan

20
edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan

dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun

komplikasi lain. Pengobatan gout arthritis akut bertujuan

menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-

obat, antara lain: kolkisin, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS),

kortikosteroid atau hormon ACTH. Obat penurun gout arthritis seperti

alupurinol atau obat urikosurik tidak dapat diberikan pada stadium

akut. Namun, pada pasien yang secara rutin telah mengkonsumsi obat

penurun gout arthritis, sebaiknya tetap diberikan. Pada stadium

interkritik dan menahun, tujuan pengobatan adalah menurunkan kadar

asam urat, sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan.

Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah

purin dan pemakaian obat alupurinol bersama obat urikosurik yang

lain.

21
BAB III

KEAADAN UMUM PUSKESMAS TIRTAYASA

A. Sejarah Pendirian

Puskesmas Tirtayasa berdiri sejak tahun 1980 yang awal

mulanya bernama BKIA,kemudian berubah nama menjadi

puskesmas tirtayasa pada tahun 1994 dan secara syah diakui oleh

Aset negara.

Luas wilayah kerja Puskesmas Tirtayasa secara administrasi

tercatat 7431 Ha, terdiri dari 14 Desa (yaitu; Sujung, Lontar,

Samparwadi, Puser, Tirtayasa, Pontang Legon, Tengkurak, Kebon,

Pulau Tunda, Kebuyutan, Kemanisan, Laban, Susukan, Alang-

Alang) 50 RW/Kampung , dan 171 RT.

B. Ruang lingkup Kegiatan

Ruang lingkup pelaZyanan kesehatan yang diberikan

puskesmas adalah pelayanan menyeluruh yang meliputi

pelayanan

kuratif(pengobatan),Preventif(pencegahan),promotif(peningkatan

kesehatan),rehabilitative(pemulihan kesehatan)

Pada pelayanan kefarmasian Penanggung jawab

kefarmasian 1 orang Apoteker dan di bantu oleh Tenaga

administrasi kefarmasian sesuai kebutuhan yang mempunyai STRA

(Surat Tanda Registrasi Apotek) dan SIPA (Surat IzinPraktek

22
Apoteker) serta sarana dan prasarana yang baik. Sumber daya

manusia yang ada di Puskesmas Tirtayasa dapat ditunjukkan pada

tabel berikut :

NO TENAGA JUMLAH

1 Dokter Umum 2

2 Dokter Gigi 1

3 Farmasi 2

4 Sanitarian 1

5 Ahli Gizi 2

6 Perawat 13

7 Bidan Puskesmas 8

8 Bidan Desa 14

9 Tenaga adm Pcare ( IT ) 1

10 Pendaftaran 3

11 Rekam Medis 2

12 Tenaga Promkes 1

13 Analis 1

14 Sopir 2

15 Tenaga Kebersihan 3

16 Satpam 1

23
C. Visi Misi Puskesmas Tirtayasa

Visi dari UPT Puskesmas Kecamatan Tirtayasa

“Terwujudnya masyarakat mandiri untuk hidup sehat menuju

Kecamatan Tirtayasa yang Islami, berkeadilan dan sejahtera”.

Untuk mencapai visi ini UPT Puskesmas Kecamatan Tirtayasa

memiliki misi:

1) Menggerakkan pembangunan yang berwawasan kesehatan

2) Mewujudkan pelayanan prima

3) Mendorong masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan

sehat

4) Menggalang kemitraan dengan program kesehatan dan

lintas sektoral

5) Membebaskan masyarakat dari masalah penyakit dan

memberikan perlindungan kesehatan pada yang beresiko

Nilai Nilai Organisasi Puskesmas Tirtayasa

Nilai / Budaya Kerja UPT Puskesmas Kecamatan Tirtayasa

“PETIS”

P : Profesional

E : Etis

T : Terbuka

I : Inovatif

S : Senyum

Motto UPT Puskesmas Tirtayasa : ”IDAMAN”

24
IDAMAN yang mencakup empat aspek “Indah”, “Damai”, “Aman, dan

“Nyaman”.

INDAH : indah dan rapi, baik tenaga kesehatan yang melayani,

tempat pelayanan & lingkungan Puskesmas.

DAMAI : Suasana yang memberikan rasa percaya yang tinggi pada

pelanggan.

AMAN : sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)

sehingga akan memberikan rasa aman dan keyakinan yang tinggi

tentang mutu pelayanan kesehatan yang diterima

D.Lokasi Puskesmas Tirtayasa

Wilayah kerja Puskesmas Tirtayasa meliputi keseluruhan

wilayah Kecamatan Tirtayasa, yang juga merupakan salah satu dari

31 ( Tiga Puluh Satu ) Puskesmas yang ada di Kabupaten Serang,

terletak disebelah Timur Kabupaten Serang, bagian Utara Pulau

Jawa, berjarak 35 KM dari Kota Kabupaten Serang, yang

berbatasan langsung dengan :

1. Sebelah Barat : Kecamatan Pontang

2. Sebelah Timur : Kecamatan Tanara

3. Sebelah Utara : Laut Jawa

4. Sebelah Selatan : Kecamatan Pontang

25
Peta lokasi puskesmas Tirtayasa

E.Fasilitas Penunjang yang ada di Puskesmas Tirtayasa

1. Gizi

2. USG

3. Farmasi

4. Ambulance

5. Laboratorium

26
BAB IV

KEGIATAN MAGANG

A. Kegiatan Manajerial Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

Manajerial pengelolaan farmasi di Puskesmas Tirtayasa

terdiri dari sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP).

Sediaan farmasi mencakup obat, sedangkan BMHP merupakan

alat kesehatan yang ditunjukkan untuk penggunaan sekali pakai

(single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan

perundang-undangan. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP

merupakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang didalamnya

terdapat kegiatan perencanaan, permintaan, penyimpanan,

pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan dan

pengarsipan serta pemantauan dan evaluasi pengelolaan.

Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan

serta keterjangkauan obat dan BMHP yang efisien, efektif dan

rasional, meningkatkan kompetensi atau kemampuan tenaga

kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen dan

melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Pengelolaan

sediaan farmasi dan BMHP diawasi oleh Menteri, Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau

Kota serta oleh Kepala BPOM dengan tugas dan fungsinya

masing – masing.

Kegiatan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

27
meliputi:

1. Perencanaan

Perencanaan merupakan tahap awal dari pengelolaan

sediaan farmasi dan BMHP yang merupakan proses seleksi untuk

memutuskan jenis dan jumlah sedian farmasi dan BMHP yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan puskesmas. Sediaan farmasi

yang dikelola di Puskesmas Tirtayasa hanya mencakup obat jadi.

Sediaan farmasi dan BMHP yang termasuk dalam kegiatan perencanaan

merupakan obat yang termasuk Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN),

Formularium Nasional, dan Formularium Puskesmas Tirtayasa.

Perencanaan di Puskesmas Tirtayasa dilakukan setiap 1 bulan sekali

dan dilakukan secara berjenjang berdasarkan metode kombinasi yaitu

dengan mempertimbangkan pola penyakit dan pola konsumsi pada

periode 1 bulan sebelumnya serta data mutasi (keluar masuknya sediaan

farmasi dan BMHP) yang tercatat pada data penggunaan obat secara

periodik perbulannya. Perhitungan terhadap jumlah obat dan BMHP yang

diperlukan selama 1 bulan dihitung berdasarkan pada data pemakaian

bulan lalu dan sisa stok yang masih terdapat di gudang farmasi

puskesmas. Kemudian Petugas farmasi membuat laporan pemakaian

dan permintaan obat dan BMHP menggunakan format LPLPO dan

dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kab. tembusan ke UPTD Gudang

Farmasi

Laporan pemakaian periode Penentuan jenis dan


sebelumnya permintaan obat

28
Penentuan jumlah permintaan Perhitungan kebutuhan obat
obat

Penulisan jenis dan jumlah Penyerahan LPLPO ke dinas


permintaan obat dalam kabupaten serang
LPLPO

UPTD Gudang Farmasi

2. Pengadaan

Tujuan permintaan Obat dan BMHP adalah memenuhi

kebutuhan Obat dan BMHP di Puskesmas, sesuai dengan

perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Pengadaan obat

dan BMPH ini berasal dari dinas atau dana JKN, pengadaan

obat dan BMHP dari dinas alurnya yaitu petugas farmasi

membuat LPLPO yang telah di tanda tangani oleh kepala

puskesmas kemudian di kirimkan ke bagian farmalkes dinas

kesehatan kabupaten serang. Pengadaan obat dan BMPH dari

dana JKN dilakukan jika obat tidak tersedia di dinas kabupaten

serang. Alur pembelian dari dana JKN yaitu petugas farmasi

membuat permohonan pembelian obat JKN kepada dinas

kabupaten serang, setelah dinas kesehatan menerima

permohonan pembelian obat dari dana JKN, petugas farmasi

membuat SP ( surat permohonan ) kepada distributor untuk

membeli obat yang sedang tidak tersedia di dinas kesehatan

29
kabupaten serang.

3. Penerimaan

Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat dan

BMHP dari UPTD Gudang Farmasi sesuai dengan permintaan melalui

LPLPO dengan mengikuti jadwal distribusi yang telah ditentukan oleh

UPTD Gudang Farmasi. Pada saat penerimaan barang petugas farmasi

memeriksa atas obat dan BMHP yang diterima dari UPTD Gudang

Farmasi, termasuk kesesuaian jenis, jumlah, tanggal kedaluwarsa dan

keadaan barang.

4. Penyimpanan

Penyimpanan obat di gudang farmasi Puskesmas Tirtayasa

disusun berdasarkan bentuk sediaan, stabilitas serta menggunakan

kombinasi metode FIFO (first in first out ) dan FEFO (first expired first out

) yang disusun secara alfabetis. Kombinasi metode tersebut

memudahkan dalam mencari serta meminimalkan obat tersimpan sampai

expired date, untuk meminimalkan hal tersebut petugas farmasi

memberikan kode dengan cara menempeli stiker kuning dan diletakkan

ditempat yang mudah terlihat untuk menandai obat yang hampir expired.

Sedangkan untuk peletakkan obat di display pelayanan farmasi

menggunakan metode bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis.

Ruang penyimpanan obat di gudang farmasi disesuaikan dengan sifat

obat, untuk obat yang perlu suhu khusus seperti suppositoria disimpan

dalam lemari pendingin / kulkas. Penyimpanan sediaan farmasi dan

BMHP di Puskesmas Tirtayasa dilakukan di gudang farmasi kecuali

30
vaksin. Vaksin disimpan di unit Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam

lemari pendingin dan untuk penyimpanannya dilakukan oleh bidan.

Penyimpanan obat diruangan pelayanan kefarmasian maupun gudang

dilakukan penempelan stiker LASA (Look Alike Sound Alike) dan stiker

High Alert. Stiker LASA ditempelkan seperti pada Amlodipin 5 mg dan

Amlodipin 10 mg dan untuk penyimpanannya diberi jarak antara

keduanya minimal dua obat. Selain itu, diberi juga penandaan pada obat

High Alert berupa stiker khusus berwarna merah. Obat-obatan High Alertt

adalah sekelompok obat yang dapat menimbulkan efek berbahaya jika

tidak tepat dalam penggunaannya ( contoh Epinephrin / Adrenaline,

lidocain, dextrose 40% )

5. Pendistribusian

Pendistribusian obat dan BMHP di Puskesmas Tirtayasa

merupakan kegiatan pengeluaran obat ke sub unit dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan obat di sub unit pelayanan lingkungan puskesmas,

dan pendistribusian dilakukan setiap 1 bulan sekali ke tiap sub unit. Sub

unit Puskesmas Tirtayasa meliputi Sub unit pelayanan kesehatan di

dalam lingkungan Puskesmas ( Apotik, UGD, Ruang Bersalin, Unit Gigi,

Unit KIA, Unit KB, Puskesmas Pembantu )

6. Pemusnahan dan Penarikan

Pemusanahan dan Penarikan obat dan BMHP dilakukan

apabila terjadi kerusakan obat, terjadi kadaluarsa, terjadi kelebihan obat,

obat ditarik dari peredaran, dan terjadi ketidaksesuaian obat dengan

kebutuhan yang ada di Puskesmas.. Adapaun kegaiatan pemusnahan

31
dan penarikan obat di Puskesmas Tirtayasa adalah sebagai berikut :

a. Petugas ruang farmasi atau unit pelayanan kesehatan

lainnya segera melaporkan dan mengirimkan kembali obat

tersebut kepada kepala puskesmas melalui petugas

gudang farmasi puskesmas

b. Petugas gudang farmasi puskesmas menerima dan

mengumpulkan obat rusak / kadaluwarsa dalam gudang

dan jika di gudang sendiri ditemukan obat tidak layak pakai

maka harus segera dikurangkan dari catatan stok pada

masing masing kartu stok yang dikelolanya

c. Petugas kemudian melaporkan obat yang diterimanya dari

satuan kerja lainnya ditambah dengan obat rusak /

kadaluwarsa dalam gudang kepada kepala puskesmas

d. Kepala puskesmas selanjutnya melaporkan dan

mengirimkan kembali obat tersebut kepada kepala Dinas

kesehatan kab / kota, untuk kemudian dibuatkan berita

acara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7. Pengendalian

Kegiatan pengendalian obat di Puskesmas Tirtayasa terdiri

dari kegiatan pemeriksaan persediaan, pencatatan dan pelaporan.

Pengendalian obat hilang, obat rusak, dan kadaluarsa juga dilakukan

Puskesmas Tirtayasa untuk menjaga ketersediaan obat dan keamanan

penggunaan obat oleh pasien. Pengendalian ini dilakukan dengan cara

menulis di kartu stok.

32
8. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan data obat dan BMHP merupakan

rangkaian kegiatan dalam rangka penatausahaan obat-obatan secara

tertib baik obat-obatan yang diterima, disimpan, di distribuslkan maupun

yang digunakan di Puskesmas dan subunit pelayanan lalnnya. Tujuan

pencatatan dan pelaporan obat agar tersedianya data mengenai jenis

dan jumlah penerlmaan, persediaan, pengeluaran/ penggunaan dan data

mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat. Pencatatan

yang dilakukan di puskesmas Tirtayasa meliputi :

a. Pencatatan penerimaan barang

b. Pencatatan pengeluaran obat dari gudang farmasi ke setiap

sub unit

c. Pencatatan pengeluaran obat perhari ( pelayanan apotik )

Pelaporan yang dilakukan di Puskemas Tirtayasa meliputi :

a. Pelaporan stok opname

b. Pelaporan pengeluaran obat

c. Pelaporan obat psikotropika

d. Pelaporan obat jiwa

B. Kegiatan Farmasi Klinik

Resep penyakit reumatoid artritis

33
C.Pengkajian Resep

1.Problem Administratif

No Uraian Pada Resep Ada Tidak Ada

1. Nama Dokter v

2. SIP Dokter v

3. Alamat Dokter v

4. Nomor Telepon  v

5. Tempat dan Tanggal v

Penulisan Resep

6. Tanda Resep Diawal v

34
penulisan R/

7. Nama Obat v

8. Kekuatan Obat v 

9. Jumlah Obat v 

10. Nama Pasien v

11. Jenis Kelamin v

12. Umur Pasien v

13. Berat Badan v 

14. Alamat Pasien v

15. Aturan Pakai Obat v

16. Paraf Dokter v

Kesimpulan : Resep tersebut tidak lengkap. Resep tidak

lengkap karena tidak mencantumkan SIP dokter,nomor telpon

dan berat badan pasien.Cara mengatasinya dapat

ditanyakan langsung ke dokter dan pasien

2.Problem Farmasetik

No Kriteria Permasalahan Pengatasan

1. Bentuk Sediaan - Sesuai

2. Stabilitas Obat - Sesuai

3. Inkompatibilitas - Sesuai

35
4. Cara Pemberian - Sesuai

5. Jumlah dan aturan - Sesuai

pakai

3. Problem Klinis

No Kriteria Permasalahan Pengatasan

1. Ketepatan indikasi obat - -

2. Efektifitas obat - -

3. Keamanan obat Tidak aman Tidak sesuai

C. Tinjaun obat dalam resep Obat

Indikasi, efek samping, kontra indikasi masing-masing obat , dan

golongan obat

1. Ctm 4 mg

Indikasi : Digunakan untuk mengatasi gejala alergi,seperti

gatal_gatal,urtikaria dan dermatitis.

Dosis: Dewasa 1 tablet diminum 3-4 kali per hari,anak:0,5 mg/kgbb

diminum 3-4 kali per hari

Efek samping :
 Mengantuk

 Pusing

 Sakit kepala

 Sembelit

36
 Sakit perut

 Mulut kering

 Penglihatan kabur

 Penurunan koordinasi atau mulut kering atau hidung

atau tenggorokan

 Jantung berdebar

 Denyut jantung lebih cepat dari normal

Kontra indikasi : Obat CTM tidak dianjurkan untuk dikonsumsi bila Anda

termasuk dalam beberapa kategori di bawah ini:

 Pasien glaukoma sudut sempit

 Pasien obstruksi leher kandung kemih

 Pasien hipertrofi prostat

 Pasien tukak lambung stenosis

 Pasien serangan asma akut

Mekanisme kerja :

Ctm bekerja dengan menghambat produksi histamin selama

alergi.histamin memiliki efek melebarkan pembuluh darah sehingga

menimbulkan rasa gatal.Ctm ini dapat memblokir acetilkolin dan efeknya

mengeringkan beberapa cairan tubuh.

Golongan obat : Antihistamin

1) Metilprednisolon 4mg

Indikasi : sebagai anti inflamasi dan imunosupresan.

Dosis:Dewasa:2-60 mgperhari,yang dibagi menjadi 1-4 kali

37
pemberian,tergantung jenis penyakit yang sedang diobati.Anak-anak0,5-

1,7 mg/kg/BB perhari.pemberian obat dilakukan tiap 6-12 jam.

Efek samping : Gejala efek samping yang paling umum akibat

penggunaan obat ini, antara lain:

1. Gatal-gatal

2. Ruam

3. Insomnia 

4. Mual atau muntah

5. Sakit kepala

6. Keringat berlebih

7. Kesulitan bernapas

8. Pembengkakan pada wajah, bibir, atau tenggorokan

9. Demam

Kontraindikasi

Interaksi Obat

Methylprednisolone dapat menimbulkan interaksi jika digunakan

bersamaan dengan obat-obatan lain. Obat yang dapat menimbulkan

interaksi jika digunakan bersamaan dengan obat ini antara lain

itraconazole, ketoconazole, nevirapine, ritonavir, phenytoin, rifabutin,

rifampin, insulin, aspirin, dan cyclosporin.

Mekanisme kerja :

Methylprednisolone merupakan golongan obat antiinflamasi yang

bekerja dengan cara menekan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi

reaksi peradangan. Obat ini mencegah pelepasan zat dalam tubuh yang

38
menyebabkan peradangan (inflamasi) pada berbagai penyakit, seperti

alergi, arthritis rheumatoid, asma, multiple sclerosis, ataupun jenis kanker

tertentu.

Golongan obat : Kortikosteroid

2) Natrum diclofenac 50 mg

Indikasi : obat untuk menghilangkan rasa sakit, peradangan, dan

kekakuan sendi yang disebabkan oleh arthritis, asam urat, sakit gigi, dan

sebagainya

Dosis:Dewasa 50 mg diminum sebanyak 3-4 kali sehari atau 75 mg

sebanyak 2 kali sehari,dosis tidak boleh melebihi 225 miligram perhari.

Efek samping :

 Nyeri dada

 Sesak napas

 Masalah dengan penglihatan atau keseimbangan

 Feses menghitam atau berdarah

 Batuk darah atau muntah yang terlihat seperti bubuk kopi

 Pembengkakan atau kenaikan berat badan yang cepat,

kencing lebih sedikit dari biasanya atau tidak sama sekali

 Mual dan muntah

 Nyeri perut bagian atas

 Sakit kuning

 Memar, kesemutan, mati rasa, nyeri, kelemahan otot yang

parah

 kaku leher

39
 Menggigil, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya, ungu

bintik-bintik pada kulit, dan/atau kejang

Kontra Indikasi :

seseorang dengan riwayat hipersensitivitas dengan obat ini, dan

peringatan pemberian obat ini pada pasien yang mengalami gangguan

gastrointestinal seperti perdarahan atau iritasi lambung.

Mekanisme kerja :

inhibitor enzim siklooksigenase yang menurunkan produksi prostaglandin

penyebab inflamasi, demam dan nyeri, terutama pada jaringan perifer

Golongan obat : Non steroid anti inflamasi

E.Dispensing

1.Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep

Pengambilan obat yang dibutuhkan pada bok penyimpanan

dengan memperhatikan nama obat,tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik

obat.obat yang disiapkan:

a. Ctm 4 mg : 10 tablet

b. Metilprednisolon 4 mg : 10 tablet

c. Natrium diclofenac 50 mg : 10 tablet

2.Memberkan etiket

40
a.Ctm 4 mg

d. Metilprednisolon 4 mg

c. Natrium diclofenac 50 mg

41
3.Prosedur penyerahan obat

a.Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan

pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara

penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan

etiket dengan Resep

b.Memanggil nama pasien

c.Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien

d.Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi dan

penggunaan Obat

e.Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan

cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin

emosinya tidak stabil; bila diperlukan , pasien diminta mengulang

informasi yang diberikan.

f.Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau

keluarganya;

g.Setelah penyerahan obat,mencatat pengeluaran obat pada

catatan harian pengeluaran obat.

h.Menyimpan Resep pada tempatnya

i.Menulis salinan resep untuk obat non formularium sesuai dengan

resep asli (obat dapat dibeli di klinik atau Apotik)

42
F.Pemberian informasi obat (PIO)

Salah satu kegiatan Pio dipuskesmas tirtayasa yaitu berupa

pemberian informasi yang akurat,terkini dan komprehensif yang

dilakukan oleh apoteker kepada dokter ,perawat,bidan dan tenaga

kesehatan lainnya serta pasien.pio bisa dilaksanakan melalui

telpon, saat apel pagi dan lokakarya bulanan puskesmas serta

dengan media seperti leafleat dan lain-lain.

43
D. Resep penyakit Gout

C.Pengkajian Resep

1.Problem Administratif

No Uraian Pada Resep Ada Tidak Ada

1. Nama Dokter v

2. SIP Dokter v

3. Alamat Dokter v

4. Nomor Telepon  v

5. Tempat dan Tanggal v

Penulisan Resep

6. Tanda Resep Diawal v

44
penulisan R/

7. Nama Obat v

8. Kekuatan Obat v 

9. Jumlah Obat v 

10. Nama Pasien v

11. Jenis Kelamin v

12. Umur Pasien v

13. Berat Badan v

14. Alamat Pasien v

15. Aturan Pakai Obat v

16. Paraf Dokter v

Kesimpulan : Resep tersebut tidak lengkap

Resep tidak lengkap karena tidak mencantumkan

SIP dokter dan berat badan pasien.Cara

mengatasinya dapat ditanyakan langsung ke dokter

dan pasien

2.Problem Farmasetik

No Kriteria Permasalahan Pengatasan

1. Bentuk Sediaan - Sesuai

2. Stabilitas Obat - Sesuai

3. Inkompatibilitas - Sesuai

45
4. Cara Pemberian - Sesuai

5. Jumlah dan aturan - Sesuai

pakai

3. Problem Klinis

No Kriteria Permasalahan Pengatasan

1. Ketepatan indikasi obat - sesuai

2. Efektifitas obat - sesuai

3. Keamanan obat Tidak aman Tidak sesuai

D.Tinjaun obat dalam resep Obat

Indikasi, efek samping, kontra indikasi ,mekanisme kerja masing-

masing obat , dan golongan obat

1.Alopurinol

Indikasi : penyakit gout primer, gout sekunder, peningkatan asam urat

terkait pengobatan kanker, dan pada pasien dengan kalkuli kalsium

oksalat.

Dosis:Dewasa 600-800 mg perhari dikonsumsi 1-2 kali perhari selama 2-3

hari sebelum menjalani kemoterapi.Anak-anak 150-300 mg perhari

selama 2-3 hari sebelum menjalani kemoterapi.dosis maksimal 400 mg

perhari.

Efek samping : peningkatan insidensi serangan gout akut, ruam kulit,

46
gejala gastrointestinal, dan hipersensitivitas

Kontra indikasi : Allopurinol dikontraindikasikan pada pasien dengan

hipersensitivitas terhadap obat ini atau komponen lain dari sediaan

Mekanisme kerja : Obat ini menurunkan kadar asam urat dalam darah

dengan cara menghambat xanthine oxidase, yaitu enzim yang berperan

dalam pembentukan asam urat

Golongan obat : untuk mengatasi gout

2. Asam mefenamat

Indikasi : Obat anti nyeri, anti inflamasi

Dosis:Dewasa dosis penggunaan obat adalah 500 mg untuk dosis

pertama,dilanjutkan dengan 250 mg setiap 6 jam dalam jangka waktu

tidak lebih dari 7 hari.

Kontra indikasi: Memiliki riwayat alergi terhadap obat asam mefenamat,

aspirin, atau NSAID lainnya (misalnya, ibuprofen, celecoxib)..Pasien yang

akan atau telah menjalani operasi by-pass jantung..Pasien yang memiliki

masalah ginjal, hati, pasien yang menderita asma, urtikaria, atau radang /

tukak pada lambung atau usus..Pasien yang sedang hamil, terutama di 3

bulan terakhir Penderita demam berdarah, karena menginduksi kebocoran

kapiler dan gagal jantung.

Efek samping :Efek samping yang relatif ringan seperti sakit kepala,

gugup, dan muntah.Efek samping yang serius dapat berupa diare,

hematemesis (muntah darah), hematuria (darah dalam urin), penglihatan

kabur, ruam kulit, gatal dan bengkak, sakit tenggorokan dan demam.Pada

47
tahun 2008, label pada kemasan obat ini di USA telah diperbarui dengan

peringatan tentang risiko asam mefenamat pada kehamilan.

 Obat-obat golongan NSAID dapat menyebabkan peningkatan risiko

infark miokardial dan stroke yang bisa berakibat fatal. Risiko ini dapat

meningkatkan jika obat pereda nyeri ini digunakan dalam jangka

waktu lama.

 Obat-obat golongan NSAID menyebabkan gangguan pada saluran

gastrointestinal misalnya perdarahan, ulserasi, dan perforasi lambung

atau usus yang bisa berakibat fatal. Obat ini dapat

menyebabkan pendarahan lambung sehingga penggunaan alkohol

dan tembakau setiap hari, terutama jika dikombinasikan dengan obat

ini, dapat meningkatkan risiko pendarahan lambung.

 Gangguan berat pada organ hati seperti penyakit kuning dan hepatitis,

juga dilaporkan terjadi akibat pemakaian obat-obat NSAID. Jika tes

hati yang abnormal menetap atau memburuk, jika tanda-tanda dan

gejala yang konsisten dengan penyakit hati klinis terjadi, atau jika

manifestasi sistemik terjadi (misalnya eosinofilia, ruam, dan lain-lain),

pemakaian asam mefenamat harus dihentikan.

 Anemia juga dilaporkan terjadi pada pasien yang menggunakan

NSAID. Pasien pada pengobatan jangka panjang, kadar hemoglobin

dan hematokrit harus diperiksa jika mereka menunjukkan tanda-

tanda gejala anemia.

 Reaksi dermatologis seperti dermatitis eksfoliatif, sindrom Stevens-

Johnson, dan nekrolisis epidermal toksik, yang dapat berakibat fatal,

48
dapat terjadi selama pemakaian NSAID. Pengobatan harus dihentikan

jika tanda - tanda seperti ruam atau hipersensitivitas muncul.

Mekanisme kerja :

Asam mefenamat bekerja dengan cara menghambat kerja enzim

siklooksigenase (COX), enzim yang berfungsi dalam proses

pembentukan prostaglandin. Prostaglandin terbentuk saat terjadinya luka

dan menjadi penyebab rasa sakit dan peradangan.Dengan dihambatnya

kerja enzim COX oleh asam mefenamat, maka pembentukan

prostaglandin menjadi lebih sedikit sehingga mengurangi rasa sakit dan

peradangan

Golongan obat : AINS

3.Deksametason

Indikasi : obat kortikosteroid yang biasa digunakan untuk mengatasi

arthritis dan reaksi alergi.

Dosis:Dewasa 0,5-9 mg perhari dalam dosis terbagi.maksimal 1,5 mg

setiap hari.

Efek samping :

 Sakit perut

 Sakit kepala

 Pusing

 Nafsu makan meningkat

 Sulit tidur

 Perubahan siklus menstruasi

49
 Muncul jerawa

Kontra Indikasi :

pada kasus hipersensitivitas, infeksi akut yang tidak diobati, dan

adanya infeksi jamur. Penggunaan pada pasien tuberkulosis juga perlu

berhati-hati karena dapat membuat infeksi aktif kembali. Sementara itu,

peringatan penggunaan dexamethasone adalah pada pasien dengan

ulkus peptikum

Mekanisme kerja :

dexamethasone dapat melewati membran sel dan berikatan

dengan reseptor glukokortikoid di sitoplasma. Kompleks antara

dexamethasone dan reseptor glukokortikoid ini dapat berikatan dengan

DNA sehingga terjadi modifikasi transkripsi dan sintesis protein.

Akibatnya, infiltrasi leukosit terhambat, mediator inflamasi terganggu, dan

edema jaringan berkurang

Golongan obat : kortikosteroid

E.Dispensing

1.Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep

Pengambilan obat yang dibutuhkan pada bok penyimpanan

dengan memperhatikan nama obat,tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik

obat.obat yang disiapkan:

a. Allopurinol 100 mg : 10 tablet

b. Asam mefenamat 500 mg : 10 tablet

c. Deksametasone 0,5 mg : 10 tablet

50
2.Memberkan etiket

a.Alupurinol 100 mg

d. Asam mefenamat 500 mg

c. Deksametasone 0,5 mg

51
3.Prosedur penyerahan obat

a.Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan

pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara

penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan

etiket dengan Resep

b.Memanggil nama pasien

c.Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien

d.Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi dan

penggunaan Obat

e.Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan

cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin

emosinya tidak stabil; bila diperlukan , pasien diminta mengulang

informasi yang diberikan.

f.Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau

keluarganya;

g.Setelah penyerahan obat,mencatat pengeluaran obat pada

catatan harian pengeluaran obat.

h.Menyimpan Resep pada tempatnya

52
i.Menulis salinan resep untuk obat non formularium sesuai dengan

resep asli (obat dapat dibeli di klinik atau Apotik)

F.Pemberian informasi obat (PIO)

Salah satu kegiatan Pio dipuskesmas tirtayasa yaitu berupa

pemberian informasi yang akurat,terkini dan komprehensif yang

dilakukan oleh apoteker kepada dokter ,perawat,bidan dan tenaga

kesehatan lainnya serta pasien.pio bisa dilaksanakan melalui

telpon, saat apel pagi dan lokakarya bulanan puskesmas serta

dengan media seperti leafleat ,poster dan lain-lain.

E. Pola Penggunaan Obat Reumatik dan Gout di Puskesmas

53
Tirtayasa periode 01 Februari -04 maret tahun 2022

Asam Natrium
Tanggal Allopurin MefenamDexamethas Ibuprof Methylpredniso diclofen Prednis
ol at on en lon ak on
2/1/202 - 20 - - - 20 -
2
2/2/202 - 80 55 - - 20 -
2
2/3/202 - 110 65 50 - 30 -
2
2/4/202 - 70 70 30 - 10 -
2
2/5/202 - 135 55 - - 20 -
2
2/6/202 - 10 - - - - -
2
2/7/202 10 175 90 30 - 30 -
2
2/8/202 10 170 92 - - 20 -
2
2/9/202 - 95 45 - 10 20 -
2
2/10/20 - 80 80 10 10 20 -
22
2/11/20 20 90 59 - - 10 10
22
2/12/20 - - - - - - -
22
2/13/20 - - - - - - -
22
2/14/20 - 60 80 10 - 30 112
22
2/15/20 10 70 85 - - 20 10
22
2/16/20 - 50 24 1 20 10 -
22
2/17/20 - 30 40 40 - 10 -
22
2/18/20 - 36 20 10 20 10 -

54
22
2/19/20 - 100 54 - - 50 -
22
2/20/20 - - - - - 20 -
22
2/21/20 - 50 86 50 30 60 -
22
2/22/20 - 125 35 20 10 10 -
22
2/23/20 - 35 60 - 10 10 -
22
2/24/20 - 90 40 40 30 20 -
22
2/25/20 - 30 13 - 20 - -
22
2/26/20 - 40 30 30 10 20 -
22
2/27/20 - 10 - - - - -
22
2/28/20 - - - - - - -
22
3/1/202 - 80 33 30 20 - -
2
3/2/202 10 163 83 30 - 50 -
2
3/3/202 - 10 - - - 10 84
2
3/4/202 60 120 58 50 10 20 -
2
Jumlah 120 1709 1107 351 200 450 216

Selama kegiatan magang di puskesmas tirtayasa , pola

penggunaan resep obat reumatik dan gout yang dapat dilihat dalam tabel

diatas yaitu obat :

 Aliluporinol : 120 tablet

 Asam mefanamat : 1709 tablet

55
 Dexamethason : 1107 tablet

 Ibuprofen : 351 tablet

 Mhetilprednisolon : 200 tablet

 Natrium Diclofenac : 450 tablet

 Prednison : 216 tablet

Dari data diatas dapat diketahui bahwa penggunaan obat reumatik dan

gout yang banyak di puskesmas tirtayasa yaitu asam mefenamat dan

dexamethason.

BAB V

56
PEMBAHASAN

A. PELAYANAN KEFARMASIAN

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelengarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Upaya kesehatan

adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal bagi masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan

kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan

pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan

penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan

kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh,

terpadu dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan

ini menjadi pedoman bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di

indonesia termasuk puskesmas.

Puskesmas Tirtayasa adalah Puskesmas yang ada di

Kabupaten Serang, terletak disebelah Timur Kabupaten Serang,

bagian Utara Pulau Jawa, berjarak 35 KM dari Kota Kabupaten

Serang.

Luas wilayah kerja Puskesmas Tirtayasa secara administrasi

tercatat 7431 Ha, terdiri dari 14 Desa (yaitu; Sujung, Lontar,

Samparwadi, Puser, Tirtayasa, Pontang Legon, Tengkurak, Kebon,

57
Pulau Tunda, Kebuyutan, Kemanisan, Laban, Susukan, Alang-Alang)

50 RW/Kampung , dan 171 RT.

Perencanaan pengadaan obat di Puskesmas Tirtayasa

dilakukan setiap 1 bulan sekali dan dilakukan secara berjenjang

berdasarkan metode kombinasi yaitu dengan mempertimbangkan pola

penyakit dan pola konsumsi pada periode 1 bulan sebelumnya serta

data mutasi (keluar masuknya sediaan farmasi dan BMHP) yang

tercatat pada data penggunaan obat secara periodik perbulannya.

Penyimpanan obat di gudang farmasi Puskesmas Tirtayasa

disusun berdasarkan bentuk sediaan, stabilitas serta menggunakan

kombinasi metode FIFO (first in first out ) dan FEFO (first expired first

out ) yang disusun secara alfabetis.

Pendistribusian dilakukan setiap 1 bulan sekali ke tiap tiap sub

unit dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan sub unit di lingkungan

Puskesmas Tirtayasa

Pemusanahan dan Penarikan obat dan BMHP dilakukan apabila

terjadi kerusakan obat, terjadi kadaluarsa, terjadi kelebihan obat, obat

ditarik dari peredaran, dan terjadi ketidak sesuaian obat dengan

kebutuhan yang ada di Puskesmas Tirtayasa.

Pengendalian obat dan BMHP di Puskesmas Tirtayasa terdiri

dari kegiatan pemeriksaan persediaan, pencatatan dan pelaporan.

Pengendalian dilakukan di mulai ketika datang obat dari dinas,

pendistribusian ke stiap sub unit, stock opname.

58
Pencatatan dan laporan obat dan BMHP terhadap kegiatan

pengeloloaan sediaan farmasi dilakukan dalam periodik waktu tertentu

( Harian, bulanan, triwulan, semester dan pertahun ).

Pelayanan kefarmasian di puskesmas merupakan satu kesatuan

yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan

penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Pelayanan kefarmasian di puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok

puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan

kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan

kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan

dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan kefarmasian di masa covid19 tetap dilaksanakan sesuai

dengan standar pelayanan kefarmasian dengan memperhatikan

kewaspadaan standar serta menerapkan physical distancing (mengatur

jarak aman antar pasien di ruang tunggu, mengurangi jumlah dan waktu

antrian). Apabila diperlukan, pemberian obat terhadap pasien dengan

gejala ISPA dapat dilakuan terpisah dari pasien non ISPA untuk

mencegah terjadinya transmisi. Kegiatan pelayanan diupayakan

memanfaatkan sistem informasi dan telekomunikasi.

Petugas farmasi berkoordinasi dengan program terkait melakukan

penyesuaian kebutuhan obat dan BMHP termasuk APD dan Desinfektan

serta bahan untuk pemeriksaan laboratorium COVID-19.

Untuk pelayanan farmasi bagi lansia, pasien PTM, dan penyakit kronis

lainnya, obat dapat diberikan untuk jangka waktu lebih dari 1 bulan, hal ini

59
mengacu pada Surat Edaran Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan

BPJS No. 14 Tahun 2020 tentang Pelayanan Kesehatan bagi Peserta

JKN Selama Masa Pencegahan COVID-19.

Secara umum, petugas farmasi yang melakukan di bagian pelayanan

harus melayani dengan ramah, biasanya dimulai dengan sapaan dan

tawaran bantuan serta diakhiri dengan ucapan terima kasih sebagai

penutup. Petugas telah menunjukkan sikap santun dan informatif dengan

berbicara menggunakan bahasa yang baik. Keadaan tersebut harus

dipertahankan dan sedapat mungkin ditingkatkan karena keramahan

petugas merupakan salah satu unsur mutu pelayanan di Puskesmas

Tirtayasa.

B. Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi,

kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronik untuk

menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien. Pengkajian resep

dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik

dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat

jalan.

Resep obat reumatoid artritis

1. Persyaratan administrasi

Persyaratan administrasi meliputi : Nama, umur, jenis

kelamin dan berat badan pasien, nama, dan paraf dokter, tanggal resep,

ruangan atau unit asal resep.

60
Resep yang ada di Puskesmas Tirtayasa Kesimpulan :

Berdasarkan Permenkes No 74 Tahun 2016 Resep tersebut tidak

lengkap dikarenakan tidak mencantumkan SIP dokter, nomor telepon

dan berat badan pasien. Cara mengatasinya dapat ditanyakan

langsung ke dokter maupun pasien.

2.Persyaratan farmasetik

Persyaratan farmasetik meliputi : Bentuk dan kekuatan

sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas dan ketersediaan, aturan

dan cara penggunaan, Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat).

Berdasarkan resep di Puskesmas Tirtayasa untuk persyaratan

farmasetik tidak ada permasalahan.

3.Persyaratan klinis

Persyaratan klinis meliputi : Ketepatan indikasi,dosis dan waktu

penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan efek

samping obat, kontra indikasi, dan efek adiktif. Berdasarkan resep di

Puskesmas Tirtayasa untuk persyaratan klinis ada interaksi natrium

diclofenac dengan metilprednisolon dimana penggunaan bersamaan

dapat meningkatkan toksisitas .penggunaan obat ini juga dapat

meningkatkan resiko ulcerasi gastrointestinal.maka dari itu sebaiknya

kalaborasikan dengan dokter agar mempertimbangkan penggunaan

bersamaan antara natrium diclofenac dengan metilprednisolon.dan

perlunya pemberian obat antasida atau sejenisnya untuk mencegah

terjadinya gangguan saluran pencernaan seperti mual,muntah .

1.Persyaratan administrasi

61
Persyaratan administrasi meliputi : Nama, umur,

jenis kelamin dan berat badan pasien, nama, dan paraf dokter,

tanggal resep, ruangan atau unit asal resep.

Resep yang ada di Puskesmas Tirtayasa Kesimpulan :

Berdasarkan Permenkes No 74 Tahun 2016 Resep tersebut tidak lengkap

dikarenakan tidak mencantumkan SIP dokter, nomor telepon dan berat

badan pasien. Cara mengatasinya dapat ditanyakan langsung ke dokter

maupun pasien

2.Persyaratan farmasetik

Persyaratan farmasetik meliputi : Bentuk dan kekuatan

sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas dan ketersediaan, aturan

dan cara penggunaan, Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat).

Berdasarkan resep di Puskesmas Tirtayasa untuk persyaratan

farmasetik tidak ada permasalahan.

3.Persyaratan klinis

Persyaratan klinis meliputi : Ketepatan indikasi,dosis dan waktu

penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan efek

samping obat, kontra indikasi, dan efek adiktif. Berdasarkan resep di

Puskesmas Tirtayasa untuk persyaratan klinis ada interaksi Asam

mefenamat dengan deksametason dimana penggunaan bersamaan

dapat meningkatkan toksisitas .penggunaan obat ini juga dapat

meningkatkan resiko ulcerasi gastrointestinal.maka dari itu sebaiknya

kalaborasikan dengan dokter agar mempertimbangkan penggunaan

62
bersamaan antara natrium diclofenac dengan metilprednisolon.dan

perlunya pemberian obat antasida atau sejenisnya.

4.Kegiatan penyerahan dan Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas

Tirtayasa

Kegiatan penyerahan dan pelayanan informasi obat dilakuakan

oleh petugas dengan terlebih dahulu memeriksa obat yang akan diberikan

kepada pasien kemudian memanggil nama serta alamat pasien dengan

ramah lalu menyerahkan dan memberikan penjelasan dengan

menggunakan bahasa yang baik dan jelas tentang penggunaan obat

tersebut kepada pasien misalnya cara pemakaian obat, penyimpanan obat

dan berapa lama obat dikonsumsi dan menanyakan kembali kepada

pasien apakah penjelasan yang dipaparkan dimengerti atau tidak oleh

pasien bisa juga dengan cara pasien diminta untuk mengulangi kembali

apa yang sudah disampaikan petugas .

63
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Standar Pelayanan di Puskesmas Tirtayasa sudah sesuai dan

memenuhi standar pelayanan di puskesmas dengan menyelenggarakan

upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

upaya peningkatan kesehatan ( promotif ), pencegahan penyakit

( preventif ), dan penyembuhan penyakit ( kuratif ) untuk

mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya di

wilayah kerja Puskesmas Tirtayasa

2. Pelayanan kefarmasian di puskesmas merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya

kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

3. Kegiatan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan

pencatatan dan pelaporan

4. Kegiatan Praktek Kerja Lapangan memberikan pengalaman

kepada mahasiswa untuk dapat memahami tugas dan tanggung

jawab seorang calon TTK di Puskesmas. Kegiatan yang telah

dilakukan meliputi penyiapan obat, meracik obat, penyerahan

obat kepada pasien disertai dengan informasi yang tepat dan

64
benar, penyediaan obat, penerimaan obat dan menulis kartu

stok dan lain-lain

B. Saran

Perlu adanya perbaikan kelengkapan resep di Puskesmas

Tirtayasa dan kalaborasikan dengan dokter jika ada interaksi obat

satu dengan yang lainnya.

65
Daftar Pustaka

Ganiswara, G sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hariyanti, betti. 2017. Profil Puskesmas Tirtayasa. Serang: Dokumen

Internal

Ikatan Apoteker Indonesia. 2013. Informasi Spesialite Obat, Volume 48.

Jakarta: PT ISFI Penerbitan

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Standar Pelayanan kefarmasian di

Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI.

66
Lampiran 1. Form Kegiatan magang

67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
Lampiran 2. Form Pemakaian dan Permintaan Obat

79
Lampiran 3. Kegiatan Selama Magang

Penulisan Etiket Obat

Pemberian Obat Kepasien

80
Pio ke Pasien

Penyerahan Obat Ke Pasien

81
Lampiran 4. Penyimpanan Obat Apotik

82
Lampiran 5. Penerimaan dan Penyimpanan Gudang Obat

Penerimaan

penyimpanan

83
Lampiran 6. Form Bukti barang Keluar

84
Lampiran 7. Kartu Stock Obat

85
Lampiran 8. Form Serah Terima Barang

86
Lampiran 9. Form Stock Opname

87
1

Anda mungkin juga menyukai