Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ALIRAN MUKTAZILAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aswaja

Dosen Pengampu :

Muhamad Faiz Arrafi, S.E., M.E.

Disusun Oleh :

1. Rokhana Khaerunnisa [2121269]


2. Siti Nurhidayah [2121272]

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH DAN PERBANKAN SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA KEBUMEN


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang membahas tentang “Aliran Muktazilah”
dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Aswaja. Selain itu, makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang Aswaja bagi pembaca dan juga penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhamad Faiz Arrafi, S.E., M.E.
selaku dosen Mata Kuliah Aswaja. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Kebumen, 02 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2

A. Pengertian Aliran Muktazilah ................................................................................ 2


B. Sejarah Kemunculan Aliran Muktazilah ................................................................. 2
C. Tokoh-Tokoh Aliran Muktazilah ........................................................................... 4
D. Pola Pemikiran Dan Doktrin Muktazilah ............................................................... 6
E. Luft Salah wa Al-Aslah ......................................................................................... 8

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 10

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 11


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membaca perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus
terjadi perpecahan mulai dari munculnya khawarij dan syiah kemudian munculah aliran
Jabariyah Qodariyah. Satu syiar yang menipu dan mengelabui orang-orang yang tidak mengerti
bagaimana Islam telah menempatkan akal pada porsi yang benar. sehingga banyak kaum
muslimin yang terpuruk dan terjerumus masuk pemikiran kelompok ini. Akhirnya terpecahlah
dan berpalinglah kaum muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah dan para
shahabat-shahabatnya.

Akibat dari hal itu munculah bid’ah-bid’ah yang semakin banyak dikalangan kaum
muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan mereka serta memberikan gambaran
yang tidak benar terhadap ajaran Islam, bahkan dalam kelompok ini terdapat hal-hal yang
sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih mendahulukan akal. Oleh karena itu pemakalah
akan sedikit membahas tentang Pemikiran Teologi Mu’tazilah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Muktazilah ?


2. Sejarah Kemunculan Aliran Muktazilah ?
3. Tokoh-Tokoh Aliran Muktazilah ?
4. Pola Pemikiran Dan Doktrin Muktazilah ?
5. Luft dan Salah wa Al-Aslah ?

C. Tujuan Makalah

1. Mengetahui Pengertian Muktazilah


2. Mengetahui Sejarah Kemunculan Aliran Muktazilah
3. Mengenali Tokoh-tokoh Aliran Muktazilah
4. Memahami Pola Pemikiran Dan Doktrin Ajaran Muktazilah
5. Memahami Luft dan Salah wa Al-Aslah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Muktazilah

Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan diri.

Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak terpengaruh
dengan filsafat barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio sebagai dasar
argumentasi.

B. Latar Belakang Munculnya Aliran Muktazilah

Aliran Mu’tazilah muncul kira-kira pada permulaan abad pertama Hijriyah, di kota
Basrah ( Irak).

Basroh ketika itu menjadi kota pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. Selain
itu, aneka kebudayaan asing dan bermacam-macm agama bertemu di kota itu. Makin
meluasnya dan makin banyaknya orang yang memeluk agama islam menyebabkan adanya
orang yang ingin menghancurkan islam, terutama dari segi aqidah.

Orang-Orang yang ingin menghancurkan islam tidak hanya mereka yang bukan
beragama islam, akan tetapi juga datang dari orang-orang islam sendiri karena masalah
politik. Dari pada itu, golongan Khawarij yang pada mulanya muncul lontara masalah
politik, namun kemudian mereka mempersoalkan pula masalah teologi (tentang masalah
iman dan kufur). Menurut mereka, orang islam yang berdosa besar adalah kafir, sedangkan
menurut Murji’ah tidak. Selanjutnya orang islam yang demikian itu, menurut Wasil Bin
Atha bukan mukmin dan bukan pula kafir, lalu ia dikenal sebagai Mu’tazilah karena ia
berbeda pendapat dengan gurunya dan memisahkan diri dari padanya.

1. Mengenai arti dan asal-usul kata Mu’tazilah terdapat beberap versi yang
ditemukan oleh para ahli ilmu kalam.Yaitu: Versi Almas’udi, sebutan
Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang mengatakn bahwa orang yang
membuat dosa besar bukan mukmin,juga bukan kafir,tetapi mengambil posisi
diantara keduanya (Al-manzilah bainal manzilatain). Jadi menurut versi ini
kemu’tazilahan itu mula-mula menjadi sifat orang yang berbuat dosa besar
kemudian menjadi sifat atau nama golongan yang berpendapat tentang posisi
orang yang berdosa besar. Golongan yang berpendapat itu di sebut Mu’tazilah
karena mereka membuat orang yang berbuat dosa besar jauh dari golongan
mukmin dan kafir.

2. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu hari Qatadah Ibnu Da’amah masuk
kemesjid basrah dan duduk pada majlis Amr bin Ubaid yang disangkanya majlis
hasan Basri. Setelah menyadari bahwa ia salah masuk, ia bediri dan
meninggalkan tempat itu sambil berkata,”ini kamu Mu’tazilah”.Sejak itu
mereka di sebut kaum Mu’tazilah.

3. Menurut Ahmad Amin, sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang lebih 100 tahun
sebelum terjadinya perselisihan pendapat Wasil bin Atha dengan Hasan Basri
di mesjid basrah. Golongan yang disebut Mu’tazilah pada waktu itu adalah
mereka yang tidak ikut melibatkan diri dalam pertikaian. Golongan yang tidak
ikut pertikaian itu mengatan,”Kebenaran tidak mesti berada pada salah satu
pihak yang bertikai, melainkan kedua-duanya bisa salah, sekurang-kurangnya
tidak jelas siapa yang benar. Sedangkan agama hanya memerintahkan
memerangi orang-orang yang menyeleweng. kalau kedua golongan
menyeleweng, maka kami harus menjauhkan diri (I’tazalna).

Demikianlah beberapa versi tentang asal-usul sebutan Mu’tazilah. Sebenarnya kaum


Mu’tazilah itu sendiri tidak senang dengan sebutan itu, karena sebutan itu agaknya bersifat
merendahkan dan ejekan oleh lawan-lawannya. Akan tetapi karena sebutan itu sudah
terlanjur sering disebu-sebut, maka mereka berusaha mencari alasan-alasan yang
menunjukan bahwa sebuat Mu’tazilah itu adalah sebutan yang baik.

Dalam bukunya “ Almunayat wal amal” Ahmad Bin Al-murtadha menulis, bahwa
aliran M’tazilah itu sendiri yang memberikan nama tersebut untuk dirinya, dan mereka
tidak menyalahi ijma, bahwa memakai apa yang telah di ijmakan pada masa pertama islam.
Kalau mereka menjauhi sesuatu, maka pendapat-pendapat yang baru dan Bid’ah-bid’ah
itulah yang mereka jauhi. Kemudian sebutan Mu’tazilah itu disandarkan pada ayat Al-
Qur’an Antara lain : Surat Al-Mujammil ayat 10:
“dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang
baik.”

Sebutan yang lebih disenangi oleh kaum Mu’tazilah sebenarnya dalah Ahlul Adli wat
tauhid (golongan keadilan dan tauhid). Golongan Ahlu Sunnah menyebutkan Aliran
Mu’tazilah dengan sebutan Al-Mu’attilah. Mula-mula sebutan itu diberikan kepada aliran
Jahamiah, karena aliran ini mengosongkan tuhan dari sifat-sifatnya. Karena sifat-sifat
Tuhan dipersoalkan keberadaannya oleh aliran Mu’tazilah, maka mereka juga disebut
Mu’attilah.

C. Tokoh-Tokoh Aliran Muktazilah

1. Wasil bin Atha (80 – 131 H)

Wasil bin Atha Al-Ghazal adalah pendiri Aliran Mu’tazilah, sekaligus sebagi
pemimpinnya yang pertama.ia pula yang terkenal sebagai orang yang meletakan prinsip
pemikiran Mu’tazilah yang rasional.

2. Al-Allaf (135 – 235 H)

Nama lengkapnya adalah abdul Huzzail Muhammad bin Al-Huzzail Al-Allaf. Ia


sebagai pemimpin Mu’tazilah kedua di Basrah. Ia banyak mempelajari Filsafat Yunani.
Pengetahuannya tentang Filsafat memudahkan baginya untuk menyusun dasar-dasar
ajaran Mu’tazilah secara teratur. Pengetahuannya tentang logika, membuat dia menjadi
ahli debat. Lawan-lawannya dari golongan Zindiq (orang yang pura-pura masuk Islam),
dari kalangan majusyi, Zoroaster, dan ateis tak mampu membantah argumentasinya.
Menurut riwayat 3000 orang masuk isalam di tangannya. Puncak kebesarannya dicapai
pada masa Khalifah Al-Ma’mun karena Khalifah ini pernah menjadi muridnnya.

3. Bisyir bin Al-Mu’tammir (Wafat 226 H)

Ia adalah pemimpin aliran Mu’tazilah di Baghdad.Ia adalah seorang tokoh aliran ini
yang membahas konsep “tawallud” yaitu batas-batas pertanggung jawaban manusia
atas perbuatannya. Bisyir mempunyai murid-murid yang besar pengaruhnya dalam
penyebaran paham Mu’tazilah, khususnya di Baghdad.

4. An-Nazzham (185 - 221 H)

Nama sebenarnya adalah Ibrahim bin Sayyar bin Hani An-Nazzham.Ia adalah
murid Abdul Huzail Al-Allaf. Ia juga banyak bergaul dengan para Filosof. Pendapatnya
banyak berbeda dengan aliran Mu’tazilah lainnya.An-Nazzham memiliki ketajaman
berpikir yang luar biasa, antara lain tentang metode keraguan dan metode empiraka
(percobaan-percobaan) yang merupakan cikal bakal pembaharuan di Eropa.

5. Al-jubbai (wafat 303 H)

Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Ali Al-Jubbai. Sebutan Al-
Jubbai dari nama tempat kelahirannya, yaitu satu temapt bernama Jubba, di Iran. Al-
Jubbai adalah guru Imam Al-Asy’ari,tokoh utama aliran Ahlusunnah. Ketika Al-
Asy’ari keluar dari barisan Mu’tazilah dan menyerang pendapatnya, ia membalas
Tafsiran Al-Qur’an banyak di ambil oleh Az-Zamahsyari. Al-Jubba’I dan anaknya
yaitu Abu Hasyim Al-Jubba’I mencerminkan akhir masa kejayaan aliran Mu’tazilah.

6. Al-khayyat (wafat 300 H)

Abu Husain Al-Khayyat termasuk tokoh Mu’tazilah Baghdad. Bukunya yang


berjudul “Al-Intisar” berisi tentang pembeelaan aliran Mu’tazilah dari serangan Ibnu
Ar-Rawandi. Ia hidup pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah.

7. Al-Qadhi Abdul Jabbar (wafat 1024)

Ia diangkat menjadi kepala hakim oleh Ibnu Abad. Diantara karyanya yang besar
adalah ulasan tentang pokok-pokok ajaran Mu’tazilah.Al-Qadhi Abdul Jabar termasuk
tokoh yang hidup pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah, namun ia mampu
berprestasi baik dalam bidang ilmu maupun dalam jabatan kenegaraan.
8. Az-Zamahsyari (467 – 538 H)

Nama lengkapnya adalah Jarullah Abdul Qasim Muhmmad bin Umar.Ia dilahirkan
di Desa Zamaksyar ,Iran. Ia terkenal sebagai tokoh dalam ilmu tafsir, nahwu dan
paramasastra. Dalam Karangannya ia dengan terang-terangan menonjolkan paham
Mu’tazilah, misalanya dalam kitab Tafsiran” Al-Kassyaf “ Ia berusaha menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an bedasarkan ajaran-ajaran Mu’tazilah, terutama lima prisip
ajarannya.

D. Pola Pemikiran dan Doktrin Muktazilan

Ada lima ajaran pokok yang menjadi prinsip utama aliran Mu’tazilah. Kelima ajaran
pokok tersebut adalah :

1. At-Tauhid (Kemaha Esaan Allah)

Ajaran yang paling penting dari kaum Mu’tazilah adalah At-Tauhid atau ke-
Maha Esaan Allah.Bagi mereka, Allah baru dapat dikatakan Maha Esa jika ia
merupakan zat yang usik, tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.

Oleh karena itu,Kaum Mu’tazilah menolak paham Antropomorphisme,yaitu


paham yang menggambarkan Tuhan menyerupai makhluk-Nya. Mereka juga
menolak paham Beatific Vision, yaitu pandangan bahwa tuhan dapat dilihat oleh
manusia.Satu-satunya Sifat Tuhan yang betul-betul tidak mungkin ada pada
makhluk-Nya adalah sifat Qadim. Paha mini mendorong kaum Mu’tazilah untuk
meniadakan sifat-sifat Tuhan yang mempunyai wujud sendiri di luar dzat Tuhan.

Menurut paham ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak diberi sifat-sifat. Tuhan
bagi kaum Mu’tazilah tetap Maha Tahu, Maha Kuasa, Maha Hidup, Maha
Mendengar, Maha Melihat, dan sebagainya, tetapi itu tak dapat dipisahkan dari Dzat
Tuhan dengan kata lain, sifat-sifat itu merupakan esensi Dzat Tuhan.Bagi
Mu’tazilah pahm ini mereka muculkan karena keinginan untuk memelihara
kemurnian ke-Maha esaan Tuhan.
2. Al-Adl (Keadilan)

Bagi Mu’tazilah paham ini mereka munculkan karena ingin mensucika


perbuatan Tuhan dari persamaannya dengan perbuatan makhluk. Hanya tuhan yang
berbuat adil seadil-adilnya.Tuhan tidak mungkin berbuat zalim.

Dalam menafsirkan keadilan mereka mengatakan bahwa “Tuhan tidak


menghendaki keburukan dan tidak menciptakan perbuatan manusia.Manusia bisa
mengerjakan sendiri segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya
dengan kekuasaan (kodrat) yang dijadikan oleh Tuhan pada diri mereka. Ia hannya
memerintahkan apa yang dikehendaki-nya. Ia menghendaki kebaikan-kebaikan
yang Ia perintahkan dan tidak campur tangan dalam keburukan-keburukan yang
dilarang”.

3. Al-Wa’d wal al-Wa’id (janji dan ancaman)

Kaum Mu’tazilah yakin bahwa tuhan pasti akan memberikan pahala dan akan
menjatuhkan siksa kepada manusia di Akhirat kelak. Bagi mereka Tuhan tidak
dikatakan adil jika Ia tidak member pahala kepada orang yang berbuat baik dan
tidak menghukum orang jahat. Keadilan meghendaki supaya orang bersalah diberi
hukuman berupa neraka dan orang yang berbuat baik diberi hadiah berupa surga
sebagaimana dijanjikan Tuhan.

4. Al-Manzilah bainal Manzilatain (Posisi di antara dua posisi)

Prinsip keempat ini juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan


Tuhan.Pembuatan dosa besar bukanlah kafir, karena mereka masih percaya kepada
Allah dan Rosul-Nya, tetapi mereka bukan pula Mukmin, karena iman meeka tidak
lagi sempurna.

Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan pahaPrinsip keempat


ini juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan Tuhan.Pembuatan dosa besar
bukanlah kafir, karena mereka masih percaya kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi
mereka bukan pula Mukmin, karena iman meeka tidak lagi sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan paham Mu’tazilah
tentang iman. Iman bagi mereka bukan hanya pengakuan dan ucapan tetapi juga
perbuatan. Dengan demikian pembuat dosa besar tidak beriman,tidak juga kafir
seperti disebut terdahulu.

5. Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat baik dan melarang


berbuat buruk)

Mengenai hal ini kaum Mu’tazilah berpendapat sama dengan pendapat


golongan-golongan umat Is;am lainnya. Kalaupun ada perbedaan hanya dari segi
pelaksanaannya, apakah seruan untuk berbuat baik dan larangan berbuat buruk itu
dilakukan dengan lunak atau dengan kekerasan.

E. Luft dan Salah wa Al-Aslah

Salah satu prinsip utama dalam teologi ajaran Mu'tazilah di kalangan Al-Hudzailiyah
dan pengikut Sayid Al-Murtadha adalah ajaran tentang Al-Ashlah wal-Shalah. Konsep ini
seperti yang diulas oleh Syaikh Hasan Hanafi, Muhammad Arkoun dan Goldhizer terkait
erat dengan sentimen anti-pemerintah Bani 'Umayyah yang dianggap represif
menggunakan nas-nas syari'ah dalam bidang akidah seperti masalah tentang ketuhanan dan
masalah kalam (hermeneutika) Al-Quran yang dinilai tidak mencerminkan keyakinan
yang rasional (ma'qul) dan muhtasib (accountable), dimana pemahaman praktis dan idealis
seperti ini pada umumnya menilai nas-nas agama tidaklah bersifat tauqifi (petunjuk) dan
adalah (indikator) terhadap kemalsahatan yang dicapai umat, bahkan terkadang prinsip
ini meragukan akan pendapat ataupun pemahaman yang telah sah, dengan alasan bahwa
pendapat tersebut terkadang tidak relevan untuk mencapai nilai maslahat di kalangan
umat.

Secara praktis, pandangan Muktazilah ini tetap menjadi kaidah yang relevan ketika
berbicara dalam konteks pembahasan dan diskursus dinamika Islam modern. Perlu
diperhatikan semangat tajdid (pembaharuan) dalam kalangan Muslim reformis
yang setidaknya berkisar sebagai kubu rasionalis yang pada umumnya anti terhadap
sumber-sumber tradisi yang dianggap tidak otoratif dan qaul para ulama khalaf. Kelompok
ini memandang bahwa pendapat-pendapat yang ulama untuk manafsirkan
Mashadir Syari'ah telah menghalangi dan menjadi tameng untuk kalangan
cendikiawan dan filosof mencari solusi yang lebih praktis dan memenuhi tujuan maslahah,
sekalipun hal tersebut harus menyeleweng dari peraturan hukum dan adat yang berasal dari
pedoman syara'.

Perlu diperhatikan bahwa konsep Al-Ashlah wal Shalah bagi


Muktazilah merupakan nilai hakikat kebenaran yang tidak bersandar kepada teks
maupun tradisi profetik, tetapi hanya sebatas ditentukan oleh mekanisme nalar (nazhari)
dan akal sepenuhnya, sehingga apabila nas-nas dalam agama memandang keharaman
(mamnu') dan kerusakan, maka hal tersebut tidak berarti secara rasional (ra'y) hal tersebut
secara mutlak merupakan nilai hakikat kebenaran. Oleh sebab itu, bagi Muktazilah nilai
kebenaran terdapat pada kaidah-kaidah nalar sebagai rujukan dan hukum, sedangkan Al-
Quran dan as-Sunnah tidak memiliki relevansi yang bersifat praktis dalam hal ini untuk
dapat dianggap dijadikan sebagai rujukan hukum.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan diri. Mu’tazilah adalah
salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak terpengaruh dengan filsafat barat
sehingga berkecenderungan menggunakan rasio sebagai dasar argumentasi.

Aliran Mu’tazilah mucul kira-kira pada permulaan abad pertama Hijriyah, di kota
Basrah ( Irak). Menurut Almas’udi,sebutan Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang
mengatakan bahwa orang yang berbuat dosa besar bukan mukmin,juga bukan kafir,tetapi
mengambil posisi diantara keduanya (Almanzilah bainal manzilatain).

Sedangkan Menurut Ahmad Amin,sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang lebih 100
tahun sebelum terjadinya perselisihan pendapat antara Wasil bin Atha dengan Hasan
Basri di mesjid Basrah. . Golongan yang disebut Mu’tazilah pada waktu itu adalah mereka
yang tidak ikut melibatkan diri dalam pertikaian. Golongan yang tidak ikut pertikaian itu
mengatan,”Kebenaran tidak mesti berada pada salah satu pihak yang bertikai, melainkan
kedua-duanya bisa salah, sekurang-kurangnya tidak jelas siapa yang benar.Sedangkan
agama hanya memerintahkan memerangi orang-orang yang menyeleweng. kalau kedua
golongan menyeleweng, maka kami harus menjauhkan diri (I’tazalna).

Ajaran-Ajaran pokok Aliran Mu’tazilah adalah: At-Tauhid (Kemaha Esaan Allah), Al-
Adl (Keadilan), Al-Wa’d wal al-Wa’id (Posisi diantara dua posisi), Al-Manzilah bainal
Manzilatain (Posisi diantara dua posisi), Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat
baik dan melarang berbuat buruk)
DAFTAR PUSTAKA

Jamrah, SA. 2015. STUDI ILMU KALAM . Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP

Nasution H. 1986. TEOLOGI ISLAM. Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Pebandingan. Vol


Xv+155 hal. Hal 56.

Anda mungkin juga menyukai