Khilafa - Konsep Vs Realitas Ocr2
Khilafa - Konsep Vs Realitas Ocr2
Abdurrahman Abdullah
Didistribusikan oleh
Mizan Media Utama (MMU)
Jin. Cinambo No. 146, Cisaranten Wetan,
PENDAHULUAN
— 7
1 KHILAFAH PADA MASA AL-KHULAFA’ AL -KH AMS AH
—
Khalifah Abu Bakar Shiddiq 24
— 23
——
Khalifah Umar bin Khattab 39
Khalifah Utsman bin ‘Affan 46
—
Khalifah Ali bin Abi Thalib 52
—
Khalifah Hassan bin Ali bin Abi Thalib 57
2 KHILAFAH PADA MASA BANI UM AYAH 61 —
Kekhalifahan Muawiyah bin Abu Sufyan 62
Kekhalifahan Yazid bin Muawiyah 67
—— —
Kekhalifahan Muawiyah bin Yazid 71
Kekhalifahan Marwan bin Hakam 72
—
Kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan 73
Kekhalifahan Walid bin Abdul Malik 73
— —
Kekhalifahan Sulaiman bin Abdul Malik 74
—
Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz 76
—
—
Kekhalifahan Yazid bin Abdul Malik 79
Kekhalifahan Hisyam bin Abdul Malik 81
— —
Kekhalifahan Walid bin Yazid bin Abdul Malik 82
Kekhalifahan Yazid bin Walid bin Abdul Malik (Yazid III)
Kekhalifahan Marwan Al-Ja'di 86— — 85
5
6 KhIlafah
KEPUSTAKAAN — 189
INDEKS — 195
TENTANG PENULIS — 201
PENDAHULUAN
7
8 KhIlafah
1 Lihat Ibn Quuibah, Al-lmamah wa al-Siyasah, Vol. I, h. 24. Tentang dialog-dialog yang
terjadi di Saqifah ini akan dibahas pada bab selanjutnya.
2 Lihat Jalaluddin As-Suyuthi, T&rikh al-Khulafa, hh. 60-62. As-Suyuthi menceritakan
peristiwa Saqifah dalam bab khusus berjudul “Fi Mubayi'atihi Radhiyallahu Anhu". Dia
menjelaskan terperinci proses bagaimana dibaiatnya Abu fiakar dengan urutan dan
kronologis cerita yang sama seperti dengan yang diceritakan oleh Ibn Qutaibah dan
para ahli Tdrikh lain.
3 Ibn Atsir, Al-Kamil fi at-Tdrikh, Vol. 11, hh. 189-195.
4 Ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Mul&k (T&rikh ath-Thabari), Vol. Ill, hh. 203-206.
S Al-Ya'qubi, Tdrikh al-Ya‘qubi, Vol. II, hh. 136-137; Ibn Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah,
Vol. IV, h. 308; Ibn Khaldun, Tdrikh ibn Khaldun, Vol. Il, h. 487.
PENDAHULUAN 9
Fadak6 dan bagian dari Khaibar namun ditolak oleh Abu Bakar dengan
alasan bahwa Nabi Saw. tidak mewariskan apa pun.7
Peristiwa penolakan ini dimuat pula oleh Imam Ahmad bin Hanbal
dalam Musnad-nya dengan sumber yang sama (yang di dalamnya
terdapat Bisyr, Ubaidillah bin Umar, Zaid bin Aslam, dan ayahnya) namun
isi atau matannya sedikit berbeda. Imam Ahmad bin Hanbal men-
cantumkan dialog antara Umar bin Khattab yang menyampaikan menge-
nai kecintaannya kepada Nabi dan kepada Fathimah, namun setelahnya
tidak mencantumkan apa yang dikatakan oleh Umar bin Khattab untuk
membakar rumah Fathimah, hanya dengan ungkapan wakallamaha (dan
Umar bin Khattab menyampaikan sesuatu pada Fathimah).8
Tarikh al-Umam wa al-Muluk (Tarikh ath-Thabari) mencantumkan
peristiwa tekanan dan ancaman pembakaran rumah yang dilakukan
Umar bin Khattab terhadap orang-orang yang berada di rumah Fathimah
untuk berbaiat kepada Abu Bakar. Namun, Thabari menyebutnya tidak
secara langsung dengan sebutan rumah Fathimah, tetapi dengan sebutan
rumah Ali bin Abi Thalib (suami Fathimah Az-Zahra). Thabari menulis,
bahwa Umar bin Khattab mendatangi rumah Ali dan di rumah tersebut
6 Pada penode Daulah Umayah, yaitu pada era Umar bin Abdul Aziz, tanah Fadak
dikembalikan kepada keluarga Nabi Saw. Lalu pada periode Daulah Abbasiyah. yaitu
pada era Khalifah Al-Makmun. dikembalikan kepada keturunan Fathimah Az-Zahra t.a.
7 Ath-Thabari, Tdrikh al-Umam wu al-Muluk (Tarikh ath-Thabari), Vol. III. h. 208.
8 Lihat Imam Ahmad bin Hanbal, Kitab Fadhdil alShababah, hadis ke-532, Makkah
Mukarramah: Dar Al llmi li ath Thiba’ah wa an-Nasyr, 1983, Cetakan 1, Vbl. I. h. 364.
Hadis yang dinwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal sebagai berikut: Telah mencentakan
kepada kami Muhammad bin Ibrahim, dari Abu Mas’ud, dari Muawivah bin ‘Amr, telah
menceritakan pada kami Muhammad bin Bisyr, telah mencentakan kepada kami
Ubaidillah bin Umar, dari Zaid bin Aslam dari ayahnya. berkata “Kerika Baiat telah
diberikan kepada Abu Bakar setelah Rasulullah Saw. wafat, Ali dan Zubair mendatangi
rumah Fathimah untuk bermusyawarah mengenai urusan meteka Keuka Umar mene-
rima kabar ini in bergegas ke rumah Fathimah dan berkata: “Wahai Putn Rasulullah
Saw tidak ada yang kucintai selain ayahmu dan tidak ada yang lebih aku cintai setelah
ayahmu dibandingkan dinmu, Wakallamaha (dan Umar bin Khattab menyampaikan
sesuatu pada Fathimah). Lalu Ali dan Zubair menghampiri Fathimah lalu Fathimah
berkata: “Pcrgilah kalian berdua secara baik-baik." Maka meteka bcrdua tidak kembali
ke rumah Fathimah hingga keduanya berbaiat.
10 KhIlafah
terdapat Thalhah, Zubair, dan beberajia orang lain dari kalangan Muha-
jirin. Umar berkata: “Demi Allah akan kubakar kalian atau keluarlah
kalian untuk berbaiat.” Maka keluarlah Zubair dengan pedang terhunus,
namun terpeleset hingga pedangnya terjatuh dari tangan. Maka mereka
(orang-orang yang bersama Umar) mengerumuni Zubair. Umar lalu me-
merintahkan untuk mengambil pedang Zubair dan memukulkan pedang¬
nya ke batu.9
Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abbas, Salman al-Farisi, dan para sahabat
besar dari kalangan Muhajirin pun tidak menerima untuk berbaiat ter-
hadap Abu Bakar. Meskipun kemudian mereka berbaiat setelah Ali bin
Abi Thalib berbaiat, yaitu enam bulan setelah baiat Abu Bakar di Saqifah
dan setelah Fathimah Az-Zahra wafat.10 Dari kalangan Anshar, Sa‘ad bin
‘Ubadah selaku pemimpin kaum Khajraz Anshar yang hadir di Saqifah
Bani Sa'idah, sampai akhir hayatnya tidak membaiat Abu Bakar dan
mengasingkan diri ke Syam. Ketika Abu Bakar wafat dan digantikan oleh
Umar bin Khattab, Sa*ad pun tidak mau membaiat Umar.11 Ibnu Khaldun
menceritakan, bahwa Sa‘ad tidak mau berjamaah shalat, tidak mau
terlibat dalam perbincangan dan tidak mau menunaikan haji bersama
mereka setelah peristiwa itu hingga Abu Bakar meninggal dunia. Sa'ad
lalu pergi ke Syam dan kemudian wafat dibunuh oleh jin. Ibnu Khaldun
menyebutkan versi yang lain bahwa Sa'ad meninggal karena dibunuh
dengan cara dipanah oleh dua busur panah.12
9 Ath Thabari, Tdrikh al-Umam wa al-Muiuk (Tdrikh ath-Thabari), Vol. Ill, hh. 202-203.
Bandingkan dengan keterangan lain yang dimuat dalam Baladzuri, Ansab al-Asyraf, Vol.
1, h. 586, yang menyebutkan Abu Bakar mengutus Umar bin Khattab untuk datang ke
Ali untuk meminta baiat.
io Ibn Atsir, AI-Kamil fi al-Tdrikh, Vol. II, h. 194; Ath-Thabari, Tdrikh ath-Thabari, Vol. Ill,
h. 208; Ibn Qutaibah, Al-lmdmah wa Stydsah, Vol. I, h. 32.
11 Ibn Qutaibah. Al-lmdmah wa al-Siydsah, Vol. I, h. 28.
12 Lihat Ibn Khaldun, Tdrikh Ibn Khaldun, Vol. II, hh. 488-489. Tentang kisah ini, tercantum
juga dalam Tdrikh al-Umam wa al-Muliik (Tdrikh ath-Thabari), Vol. Ill, hh. 222-223,
dengan redaksi yang hampir sama, bahwa Sa‘ad menolak untuk shalat, berkumpul, dan
berhaji bersama orang yang terlibat di Saqifah.
Pendahuluan 11
17 Ibn Atsir, Al Kamil ft al-Tdrikh, Vol. II, h. 217. Kisah tentang ini tersebar di banyak kitab
Tarikh. Lihat juga Ath Thabari, Tarikh ath-Thabari, Vol. Ill, h. 278; Al Ya’qubi, Tarikh
al-Ya'qubi, Vol. 1, h. 157; Ibn Khaldun, Tdrikh ibn Khaldun, Vol. 11, h. 500.
1« As-Suyuthi, Tdrikh al-Khulafa’. h.184. Perincian nama nama keluarga Nabi Saw. yang
terbunuh dipaparkan secara terperinci oleh Ibn Qutaibah, Allmdmah wa al-Siydsah,
Vol. II. h. 12. la menyebutkan di antaranya: Husain bin Ali, ‘Abbas bin Ali, Utsman bin
Ali, Abu Bakar bin Ali, Ja'far bin Ali, Ummul Banin, Ibrahim bin Ali, Abdullah bin Ali,
lima orang dari Bani Aqil, dua orang dari anak Abdullah bin Ja'far, tiga orang dari Bam
Hasyim, dan para istri dan perempuan yang menyertai mereka. Lihat juga nama-nama
iengkap beserta latar belakang keluarga Nabi Saw. yang terbunuh di Karbala dalam
kitab Abu al-Farj Al-lshfahani, Maqatil ath-Thalibiyyin, Qum: Intisyarat al Haidariyyah,
1423 H.
PENDAHULUAN 13
21 Ijhat Ibn Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah, Vol. IV hh. 308-309. Lihat juga Ibn Khaldun,
Tarikh Ibn Khaldun, Vol. II, h. 487, yang menulis khusus tentang pcristiwa di Saqifah
Bani Sa'idah dengan judul Khabr as-Saqifah. Isi bab ini hampir sama kronologisnya
dengan Tarikh ath-Thabari, Tarikh Ibn Hisyam, maupun dalam Tdrikh Ibn Atsir.
22 Ibn Atsir, Al Kamil ft al-Tdrikh, Vol. II, h. 218. Lihat juga Ibn Khaldun. Tarikh Ibn
Khaldun, Vol. II. h. 488.
23 Ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk (Tdrikh ath-Thabari), Vol. Ill, h. 428. Lihat
juga Ibn Khaldun, Tdrikh Ibn Khaldun, Vol. II, hh. 517-518.
24 Rasyid Ridha, Al Khilafah wa al lmarah aLUzhma', Kairo: Al-Manar, Lt., h 10.
Pendahuluan 15
Ayyubiyah dan Dinasti Bani Saljuk, bahkan pada zaman daulah Umayah
dan Daulah ‘Abbasiyah.
Hal itu tergambar jelas dalam kisah yang diceritakan dalam Nahjul
Balaghah, ketika diberitahukan kepada Ali bin Abi Thalib r.a. tentang
peristiwa yang telah teijadi di Saqifah Bani Sa‘idah setelah Rasulullah
Saw. wafat, beliau bertanya: “Apa yang dikatakan kaum Anshar?" “Kami
angkat seseorang dari kami sebagai pemimpin dan kalian (kaum Muha-
jirin) mengangkat seseorang dari kalian sebagai pemimpin!" "Mengapa
kamu tidak berhujah atas mereka bahwa Rasulullah Saw. telah bcrpesan
agar berbuat baik kepada orang-orang Anshar yang berbuat baik dan
memaafkan siapa saja di antara mereka yang berbuat salah,” tanya Ali
bin Abi Thalib lagi. “Hujah apa yang terkandung dalam sabda Nabi Saw.
seperti itu?” Dijawab, “Sekiranya mereka berhak atas kepemimpinan
umat ini, niscaya Rasulullah Saw. tidak perlu berpesan seperti itu tentang
mereka.” Kemudian Ali bin Abi Thalib bertanya, “Lalu, apa yang dikata¬
kan oleh orang-orang Quraisy?" “Mereka berhujah bahwa Quraisy adalah
‘pohon’ Rasulullah Saw.” ‘Jika demikian, mereka telah berhujah dengan
‘pohonnya’ dan menelantarkan ‘buahnya’."25
Muhammad Abduh memberikan catatan kaki mengenai maksud dari
perkataan Ali bin Abi Thalib tersebut. Menurutnya, orang-orang Quraisy
(dari kalangan Muhajirin) menganggap diri mereka lebih berhak menjadi
pemimpin umat sepeninggal Nabi Saw. dengan alasan mereka lebih dekat
kekerabatannya dengan beliau, tetapi mereka melupakan Bani Hasyim,
yakni suku beliau sendiri, yang tentunya lebih dekat lagi kepada Nabi.26
Karena ketiadaan syarat-syarat utama dari seorang khalifah, sejarah
banyak mencatat mengenai sosok pemimpin yang malah tidak sesuai
dengan nilai-nilai Islam. Pernah suatu masa, khilafah Islam dipimpin oleh
Khalifah Al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik. As-Suyuthi dalam kitab
Tarikh al-Khulafd’ menyebutnya sebagai khalifah fasik, pemabuk, bahkan
ia minum khamar di atas Ka'bah, pengidap homoseksual dan perbuatan
keji lainnya.27 Dari sumber lain disebutkan dia pemah memanah Al-
Qur’an dan menantang kekuasaan Allah. Thabari berkata mengenai
Khalifah Al-Walid, “Ada banyak riwayat mengenai penghinaan Walid
terhadap agama.” Thabari tidak menyebutkan kebanyakan dari perbuatan
Walid agar tidak memubazirkan kata.28
Pernah juga khilafah Islam dipimpin oleh Hisyam bin Abdul Malik
Dia melakukan pembunuhan sadis terhadap kerurunan Nabi Saw., yaitu
pada Zaid bin Ali bin Husain. Dia memerintahkan untuk membunuh Zaid.
Zaid terbunuh dengan dipanah di keningnya. Kepalanya dipancung.
Kuburannya disembunyikan, tetapi kemudian disuruh digali dan mayat
Zaid digantung dan disalib serta tidak diturunkan selama berbulan-
bulan. Setelah Hisyam turun takhta baru diturunkan, tetapi mayatnya
dibakar29 dan abunya dibuang ke Sungai Eufrat.“
Dari sumber lain disebutkan, peristiwa yang sama terjadi pada putra
Zaid, yaitu Yahya bin Zaid. la pun dibunuh dengan cara keji dan sadis
dan diperlakukan mirip dengan ayahnya. Yahya syahid terkena panah di
keningnya oleh pasukan Nashr bin Sayyar yang dipimpin oleh Muslim
bin Ahwaz di sebuah tempat be mama Arguna. Walaupun telah dipancung
dan dikuburkan, jasad Yahya digali lagi dan digantung di atas kubah
salah satu gerbang Jurjan atas perintah Nashr bin Sayyar.31
Jalaluddin As-Suyuthi juga dalam kitab Shahih Muslim dan Tarikh Ibn
Katsir, mengutip perbuatan sadis yang dilakukan oleh beberapa khalifah
Daulah Umayah. Diceritakan, “Ketika ‘Ubaidillah bin Ziyad di istana
Kufah dihadapkan kepala Husain bin Ali yang telah dipenggal. lalu ia
meletakkannya di atas perisai (versi Shahih Muslim di atas bejana). Hal
1
20 KHILAFAH
—
katan khalifah di mana Syi'ah mensyaratkan khalifah harus berdasarkan
penunjukan yang bersifat syar‘i dan qath'i, dan dalam masalah apakah ।
khilafah termasuk furu‘ (cabang dari agama) ataukah ushul (pokok
agama), kedua mazhab teologi ini berbeda pandangan. Al-Ghazali,41 Al-
Amidi,42 Al-Iji,*3 Ibnu Khaldun,44 dan Taftazani45 sebagai ulama terke-
muka Ahlus Sunnah mengatakan bahwa imamah adalah termasuk ke
dalam masalah furu‘, sedangkan Syi'ah meyakini hal tersebut sebagai
bagian dari ushul mazhab, karena merupakan kelanjutan dari risalah
kenabian yang tidak terpisahkan.4^
Perbedaan pendapat mengenai konsep khilafah juga dapat digali dari
banyak pandangan para ulama besar. Pandangan Ibnu Taimiyyah menge¬
nai khilafah berbeda dengan pandangan Al-Mawardi. Al-Mawardi sangat
menekankan sentralitas peran khalifah demi menegakkan kembali legiti-
masi Daulah Abbasiyahyang melemah.4' Ibnu Taimiyyah yang hidup di
era pasca-khilafah Abbasiyah sama sekali tidak menuntut agar khilafah
kembali ditegakkan. Baginya yang paling penting adalah tegaknya wild-
yah (otoritas politik). Esensi lembaga kekhilafahan dalam pandangan
Ibnu Taimiyyah adalah kekuasaan yang efektif. Khalifah yang kekuasaan-
nya hanya simbolik bukanlah penguasa yang sesungguhnya. Sebaliknya,
•18 Ibn Taimiyah, As-Siydsah asy-Syar'iyyah, Arab Saudi: Wizarnh asy Syu'un al Islamiyyah.
1419 H. h. 20.
1
KHILAFAH PADA MASA
AL-KHULAFA' AL-KHAMSAH
23
24 KHiLAFAH
pada bab ini, akan merujuk pada hadis tersebut, yaitu membahas sejarah
dan peristiwa-peristiwa penting pada masa Khulafa ar-Rasyidin dan pada
masa Khalifah Hassan bin Ali.
51 Abu Bakar digelari Atiq berdasarkan hadis dari Aisyah r.a.: "Abu Bakar mcmasuki rumah
Nabi Saw. dan beliau bersabda, Wahai Abu Bakar, Engkau ‘Atiqullah dari apt neraka'."
(HR TUrmudzi dan al-Hakim). Sejak saat itu, Abu Bakar dipanggil Atiq. Makna panggilan
Atiq sendiri, menurut As-Suyuthi, karena ketampanan wajahnya. Lihat Jalaluddin As
Suyuthi. Tarikh al-Khulafa’. Dar al-Kutub al-lslamiyyah, 2011, h. 28.
52 Digelari Shiddiq karena Abu Bakar memberikan kesaksian mengenai kebenaran peris
tiwa Isra Mi’raj, berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abi Hurairah. Lihat Jalalud¬
din as-Suyuthi, Ibid., h. 29.
53 Muhammad bin Ali bin Muhammad Amrani, Al Anbafi Tarikh al Khulafa, h. 7.
54 Abdul Wahhab An-Najar, al-Khulafa ar-Rasyidin, h. 34.
55 M Th. Houtsma el al., eds., E.J. Brill's First Encyclopaedia of Islam, 1913 1936, Leiden:
EJ. Brill, 8 vols. with Supplement (vol. 9), 1991.
56 Al Hakim, Mustadrak, Vol. II, h. 78.
KhIlafah pada Masa Al-KhulafA' AlKhamsah 25
mana dua orang yang tertindas dan direndahkan, Ali dan ‘Abbas? Wahai
Abu Hassan (Ali bin Abi Thalib) ulurkan tanganmu dan aku akan berbaiat
untukmu.” Namun, Ali menolaknya.57
Dua tahun lebih muda daripada Nabi Saw., Abu Bakar diyakini sebagai
salah satu pemeluk Islam yang pertama, walaupun dari beberapa sumber
lain diperoleh informasi mengenai apakah ia termasuk Muslim yang
pertama atau lima pul uh Muslim pertama sebagaimana disebutkan dalam
Tdrikh ath-Thabari.56
Abu Bakar menjadi khalifah pertama setelah kepergian Nabi Saw.
melalui serangkaian perdebatan dan pertikaian terkait siapa yang berhak
menggantikan Nabi Saw. di rumah Saqifah Bani Sa'idah di Madinah
antara Muhajirin dan Anshar.” Kepemimpinan pasca-meninggalnya Nabi
Saw. ini menjadi perhatian serius dari para sahabat yang hadir di Saqifah,
hingga seakan melupakan penguburan Nabi Saw. Dikisahkan oleh Ibnu
Abi Syaibah dalam kitab Al-Mushannif, mereka yang hadir di Saqifah
tidak menghadiri upacara pemakaman Nabi Saw.60
Disebutkan bahwa para pembesar temama dari golongan Anshar yang
hadir di Saqifah di antaranya: Sa'ad bin Ubadah, Qais (anak Sa‘ad bin
Ubadah), Basyir bin Sa'ad (sepupu dan rival politik Sa'ad bin ‘(Jbadah),
57 Ath-Thaban. Tarikh al-Umam wa al-Muluk (Tdrikh athThabari), Vol. Ill, h. 209. Perka-
taan ini dikutip juga dengan redaksi yang sama oleh Ibn Atsir, Al Kamil fl at-Tdrikh. Vol.
II, h. 190.
58 Lihat Thabari. Tdrikh athThabari, Vol. 11, h. 60, dalam sebuah nwayat yang dilemahkan
oleh dinnya sendiri, menyatakan bahwa lima puluh orang telah memeluk Islam sebelum
Abu Bakar.
59 Ibn Atsir. Al-Kdmil fl at Tdrikh. Vol. II, hh. 189- 195; AthThabari. Tdrikh ath Thabari,
Vol. HI. hh. 203-206. Al-Ya’qubi, Tdrikh al Vh’qubt, Vol. 11. hh. 136-137; Ibn Hisyam. As-
Siruh an-Nabawiyyah. Vol. IY h. 308; Ibn Khaldun, Tdrikh ibn Khaldun, Vbl. 11, h. 487,
dan Ibn Qutaibah, Al-lmdmah wa al-Siydsah, Vol. I, h. 24. Lihat juga Abdul Wahhab
An Najar, AlKhulafd Ar-Rasyiddn. h. 29.
bO Hisyam bin 'Unvah mengutip ayahnya, “Abu Bakar dan Umar tengah bersama-sama
dengan kaum Anshar ketika Nabi Saw. hendak dikuburkan, dan sebelum mereka
kembali, Nabi Saw. telah dikuburkan". (Lihat Ibnu Abi Syaibah, al-Mushanntf, Vol. 0, h.
432).
26 KhIlafah
Usaid bin Hudhair, Tsabit bin Qais, Mundzir bin Arqam, Bara' bin *Azib,
dan Hubbab bin Mundzir.61
Sa'ad bin ‘Ubadah yang waktu itu sedang sakit tidak mampu berbicara
banyak dan meminta kepada anaknya untuk menyampaikan apa yang ia
ingin sampaikan kepada para kaum Anshar yang berkumpul di tempat
itu. Sa‘ad menyampaikan mengenai keunggulan kaum Anshar atas
kelompok-kelompok Muslim lainnya, yaitu mereka yang telah melakukan
pelayanan kepada Islam dan Nabi Muhammad Saw. dan ketika Nabi
wafat, beliau merasa puas dengan kelompok Anshar. Dengan alasan¬
alasan ini Sa'ad hendak meyakinkan bahwa kaum Anshar lebih utama
untuk menggantikan kedudukan daiam mengatur seluruh urusan umat
Islam sepeninggal Nabi Saw.62
Kabar mengenai berkumpulnya kaum Anshar di Saqifah ini kemudian
sampai kepada Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Dengan tergesa-gesa
keduanya segera pergi ke Saqifah dan di tengah jalan berjumpa dengan
Abu ‘Ubaidah bin Jarrah, ketiganya pun lantas bersama-sama
menghampiri kaum Anshar.63
Dari sumber yang lain disebutkan, bahwa perdebatan sengit di Saqifah
dapat disimak dari khutbah Umar bin Khattab r.a. di Madinah, bahwa
setelah Nabi wafat, dirinya diberi tahu mengenai kaum Anshar yang
berkumpul dengan Sa'ad bin 'Ubadah di wilayah Bani Sa'idah. Lalu Abu
Bakar, Abu ‘Ubaidah, dan Umar bin Khattab mendatangi mereka. Di per-
jalanan mereka berjumpa dengan dua orang dari kaum Anshar. Mereka
meyakinkan Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah bahwa kaum Anshar
61 Nama-nama para pembesar Anshar yang hadir di Saqifah Bani Sa'idah ini terekam
secara lengkap daiam Tdrikh ath-Thabari, Vol. Ill, hh. 203-206; Tdrfkh Ibn Hisyam, As
Sirah an-Nabawiyyah, Vol. IV, h. 308; Tdrikh ibn Khaldun, Vol. II, hh. 487-489; dan Ibn
Qutaibah, Al-lmdmah wa al-Siyasah, Vol. 1, hh. 21-26.
62 Ath-Thabari, Tdrikh ath-Thabari, Vol. HI, hh. 203-206. Ibn Khaldun, Tdrfkh Ibn Khaldun,
Vol. II, h. 487; Ibn Qutaibah, Al-lmdmah wa al-Siydsah, Vol. I, h. 22.
63 Ibn Atsir, Al-Kdmil fi at-Tarikh, Vol. 11, hh. 189-195; Ibn Qutaibah, Al-lmdmah wa al
Siydsah, Vol. I, h. 23.
KhIlAFAH RADA MASA AL'KHULAFA' AL-KHAMSAH 27
64 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al-Khulafd', hh. 60-61. Lihat juga Ibn Hisyam, As Siruh
an-Nabawiyyah, Vol. IV hh. 308-310.
6S Ibn Khaldun. Tdrikh Ibn Khaldun. Vbl. 11. hh. 487 488, Jalaluddin As-Suyuthi. Tdrikh
al-Khulafd', h. 61
66 Ibnu Abi Syaibah, al Mushannaf Vbl. 11. h. 432.
67 Abdul Wahab AnNajar. Al-Khulafa ar-Rnsyidun, h. 31.
68 Ibn Khaldun, Tdrikh Ibn Khaldun, Vbl. 11, h. 487; Ibn Qutaibah, Al-lmdmah wa al
Siydsah, Vol. 1, h. 26.
69 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al-Khulafd', h. 61.
70 Ibn Qutaibah, Al Imdmah wa al-Sjydsah, Vol. 1, h. 24. Lihat juga Ath-Thabari. Tdrikh
al-Umani wa alMuldk (Tdrikh ath Thabari) , Vol. Ill, hh. 203-206.
28 KhIlafah
Qutaibah,
71 Ibn Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah, Vol. IV hh. 308-310; Lihat juga Ibn
Al-Imamah wa alSiydsah, Vol. I, h. 22.
72 Adz-Dzahabi, Siyar A'ldm An-Nubald’: Siyar al Khulafa ar-Rasyidun, Beirut: Muassasah
Ar-Risalah, 1417 H, h. 25.
73 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrfkh al-Khulafa', hh. 61-62.
74 Ibn Atsir, Al-Kdmil fi at-Tdrikh, Vol. Il, hh. 189-195. Abdul Wahab An-Najar,
Al-Khulafa
ar-Rasyidun, h. 31. Lihat juga Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, Vol. II, h. 433. Bandingkan
dengan Rasul Ja'fariyan, The History of Chalips, ditcrjemahkan Sejarah para Pemimpin
Islam: Dari Abu Bakar Sampai Utsman, Jakarta: ICC Al-Huda, 2010, h. 10.
ath-Thabarf), Vol. Ill, h. 223. Lihat
75 Ath-Thabari, Tdrfkh al-Umam wa al-Muluk (Tdrfkh
juga Ibn Qutaibah, Al-Imamah wa al-Siydsah, Vol. 1, h. 27.
Tdrfkh
76 Ibn Qutaibah, Al-Imamah wa alSiydsah, Vol. I, h. 28. Lihat juga Ath-Thabari,
al-Umam wa al-Muluk (Tdrfkh ath-Thabarf), Vol. Ill, hh. 203-204.
KhIlafah pada Masa Al-Khulafa' Al-Khamsah 29
oleh jin. Ibnu Khaldun menyebutkan versi yang lain bahwa Sa'ad mening-
gal karena dibunuh dengan cara dipanah oleh dua busur panah.77
Selain Sa'ad bin ‘Ubadah, Hubbab bin Mundzir pun menentang baiat
kaum Anshar terhadap Abu Bakar. Hubbab mencabut pedang dari sa-
rungnya ketika ia melihat kaum Anshar bersumpah setia pada Abu Bakar,
namun mereka melucuti pedangnya. Hubbab berkata kepada kaum
Anshar, “Kalian hams menunggu dan menyaksikan anak-anak kalian
mengemis demi semangkuk air dan sepotong roti di depan pintu kaum
Quraisy.”78 Umar lalu menghardik Hubbab, “Semoga Allah membunuh
mu," dan dijawab oleh Hubbab bin Mundzir, “Tidak, melainkan semoga
Allah membunuhmu.”79
Perkataan Abu Bakar mengenai keutamaan Quraisy sebagai pemimpin
mendapatkan keabsahan dari berbagai hadis. As-Suyuthi merangkum
dalam kitabnya Tdrikh al-Khulafa’ pada bab khusus uFi Bayan anna al-
Aimmah min Quraisy wa al-Khilafah fihim". Di antaranya hadis dari Abu
Barzah, Sesungguhnya Nabi Saw. bersabda: “Pemimpin (Aimmah) dari
Quraisy, tidaklah mereka menjadi hakim kecuali mereka berlaku add, dan
tidak berjanji kecuali menepatinya, dan tidak mengasihi kecuali dengan
kasih sayangyang tulus." (HR Ahmad dan Thabrani)80
Dalam hadis lain disebutkan, Rasulullah Saw. bersabda: “Raja ada
pada Quraisy, hakim pada Anshar, azan pada Habasyah.” (HR TYirmudzi)
77 Lihat Ibn Khaldun, Tdrikh Ibn Khaldun. Vol. 11, hh. 488-489. Tentang kisah ini. tercantum
juga dalam Ath-Thabari, Tdrikh al-Umam wa al-Muldk (Tdrikh ath Thabari), Vbl. IU, hh.
222-223, dengan redaksi yang hampir sama, bahwa Sa'ad menolak untuk shalat,
berkumpul, dan berhaji bersama orang yang terlibat di Saqifah.
78 Ibn Atsir, Al Kdmil fi at-Tdrikh. Vol. 11. hh. 189-195; Ibn Qutaibah. Al-Imamah wa al-
Siydsah, Vol. 1. hh. 26-27.
79 Ibn Atsir, Al-Kdmil fi at-Tdrikh, Vol. 11. h. 191.
80 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al-Khulafa', h. 12. As-Suyuthi memberikan penjelasan
bahwa yang dimaksud Raja berada pada suku Quraisy dikarenakan sebagai kabilah
yang sangat masyhur, hakim berada pada Anshar disebabkan kebanyakan kaum Anshar
menguasai bidang hukum. di antaranya Mu'adz bin Jabal. Ubay bin Ka'ab. Zaid bin
Tsabit, dan lainnya. Adapun azan berada pada kaum Habasyah. misalnya Bilal bin
Rabah.
30 khIlafah
Hadis senada dari ‘Utbah bin Abdan berkata bahwasanya Nabi Saw.
bersabda,“Khilafah berada pada Quraisy, hukum berada pada Anshar, dan
dakwah berada pada Habasyah.” (HR Ahmad)
Dari apa yang disampaikan oleh Abu Bakar di atas serta didukung
oleh hadis Nabi, alasan utama Abu Bakar menjadi khalifah adalah karena
berasal dari keturunan suku Quraisy, sebagai suku yang terpandang dan
layak menerima khilafah di kalangan bangsa Arab. Namun, pertimbang-
an Abu Bakar terpilih karena dari penimbangan suku Quraisy tidak sepe-
nuhnya tepat. Mengingat masih ada yang lebih pantas selain Abu Bakar
jika pertimbangannya dari suku Quraisy, yaitu keluarga Nabi Saw., dalam
hal ini Ali bin Abi Thalib.
Hal tersebut dapat terlihat dari pemyataan Ali bin Abi Thalib yang
terekam dalam Nahjul Balaghah. Beliau bertanya mengenai apa yang
terjadi di Saqifah Bani Sa'idah pada saat terjadi suksesi pembaiatan Abu
Bakar: “Apa yang dikatakan kaum Anshar?” “Kami angkat seseorang dari
kami sebagai pemimpin dan kalian (kaum Muhajirin) mengangkat sese¬
orang dari kalian sebagai pemimpin!" “Mengapa kamu tidak berhujah
atas mereka bahwa Rasulullah Saw. telah berpesan agar berbuat baik
kepada orang-orang Anshar yang berbuat baik dan memaafkan siapa saja
di antara mereka yang berbuat salah?” tanya Ali bin Abi Thalib lagi.
“Hujah apa yang terkandung dalam sabda Nabi Saw. seperti itu?” Di-
jawab, “Sekiranya mereka berhak atas kepemimpinan umat ini, niscaya
Rasulullah Saw. tidak perlu berpesan seperti itu tentang mereka.” Kemu-
dian Ali bin Abi Thalib bertanya, “Lalu apa yang dikatakan oleh orang¬
orang Quraisy?” “Mereka berhujah bahwa Quraisy adalah ‘pohon’
Rasulullah Saw." “Jika demikian, mereka telah berhujah dengan ‘po-
honnya’ dan menelantarkan ‘buahnya’.”81
Muhammad Abduh memberikan catatan kaki mengenai maksud dari
perkataan Ali bin Abi Thalib tersebut. Menurutnya, orang-orang Quraisy
(dari kalangan Muhajirin) menganggap diri mereka lebih berhak menjadi
pemimpin umat sepeninggal Nabi Saw. dengan alasan mereka lebih dekat
bimbinglah aku. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah, jika tidak
kalian tidak perlu menaatiku”.87
Khutbah tersebut mengisyaratkan beberapa hal. Pertarna, dari segi
pemilihan bahasa yang digunakan, khutbah tersebut menggunakan
bahasa persuasif, yaitu dengan berusaha menarik simpati para sahabat
lain melalui cara merendahkan diri sebagai sosok sahabat yang "tidak
lebih baik dari kalian”. Hal tersebut didukung oleh pemyataan Abu Bakar
di kemudian hari, bahwa “inilah yang membantuku mencapai kedudukan
ini”, sambil menunjuk lidahnya.88
Kedua, Abu Bakar tidak menonjolkan kelebihan dirinya, baik kelebih-
an suku, keilmuan maupun lainnya. Beliau pernah berkata, “Umar lebih
kuat daripada aku, dan Salim itu lebih taat.”89 Abu Bakar seakan percaya
bahwa tidak wajib bagi seorang pemimpin untuk menjadi yang terbaik
di antara umatnya. Hal ini diperkuat dengan munculnya berbagai reaksi
dan banyaknya kaum Muslim yang murtad (kelompok riddah) dan yang
enggan membayar zakat setelah Abu Bakar yang memegang kekhalifah-
an. Salah satu alasan banyak sahabat temama dan para suku lain yang
enggan membayar zakat adalah karena tidak mau mengakui kekhalifah-
an Abu Bakar. 90
Abu Bakar menjabat sebagai khalifah pertarna selama dua tahun le¬
bih.91 la menyebut kekhalifahannya bukan sebagai khalifah Allah, tetapi
sebagai khalifah Rasulullah Saw. yaitu sebagai pengemban amanah atau
penerus Nabi Saw.92
J
KhIlafah pada Masa Al-KhulafA' Al-Khambah 33
93 Ibn Khaldun. Tarikh Ibn Khaldun. Vol. Il, h. 489. Lihat juga Ibn Qutaibah. Al-Imdmah
wa al-Siydsah, h. 33.
94 ferkataan Adz Dzahabi yang dikutip oleh Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al-Khulafii h. 66.
95 Ath Thabari. Tdrikh al-Umam wu al MulUk (Tdrikh ath-Thabari). Vol. Hl, h 225; Ibn
Khaldun, Tdrikh Ibn Khaldun, Vol. II, h. 489; Ibn Hisyam, AvSirah an-Nabawivyah. Vol.
IV h. 317.
96 Ibn Qutaibah. Al lmdmah wa al-Siydsah, h. 34.
97 Jalaluddin As Suyuthi, Tdrikh al Khulafd', h. 65.
I
34 KhIlafah
dengan perkataan keras kepada Khalid. Ketika Khalid membaca surat itu,
ia tertawa dan berkata bahwa ia yakin itu perbuatan Umar karena ia tahu
bahwa Abu Bakar ridha kepadanya.’02
Khalid bin Walid pemah melakukan hal serupa pada saat membunuh
Malik bin Nuwairah bin Hamzah bin Yarbu’ At-Tamimi. Lalu Khalid
mengawini paksa istrinya pada hari itu juga, Ummu Tamim binti Al-
Minhal (dalam Adz-Dzahabi namanya Juwairiyah bind Asma),’®3 yang
terkenal wanita tercantik. Umar marah besar terhadap Khalid dan meng-
ancam akan merajamnya. Umar mengadukan hal itu kepada Abu Bakar,
“Khalid telah berzina, maka rajamlah dia.” Dijawab, “Tidak, aku tidak
akan merajamnya, karena sesungguhnya Khalid bertakwil namun keliru.
“Tetapi Khalid telah membunuh seorang Muslim, maka bunuhlah dia,”
desak Umar. Dijawab lagi oleh Abu Bakar, “Aku tidak akan membunuh-
nya, karena Khalid bertakwil dan keliru." Lalu Abu Bakar memberikan
tebusan kepada keluarga Malik bin Nuwairah dari perbendaharaan
baitulmal.102104
Sikap Abu Bakar yang bersikukuh memerangi kaum murtad meskipun
diprotes oleh Umar dan pembelaannya terhadap Khalid bin Walid meski
telah diingatkan Umar, menunjukkan bahwa pada masa kekhalifahannya
Abu Bakar melakukan kebijakan-kebijakan baru yang tidak pemah dila-
kukan Nabi Saw.
Mengenai hal itu, Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah. me-
nyebutkan bahwa apa yang dilakukan oleh Abu Bakar becermin dari apa
yang dicontohkan oleh sikap Nabi Saw. terhadap Khalid bin Walid. Nabi
Saw. pemah mengutus Khalid bin Walid ke suatu kaum yang dipimpin
oleh Abi Judzaimah dan Khalid membunuh seluruh orang yang ia temui
pada kaum itu meskipun mereka telah berikrar dengan ucapan Shaba'na
.
105 Ibn Katsir, AlBiddyah wa an-Nihdyah, Sannah Ihda 'Asyrai al-Hijrah, Juz 9, h. 461
106 Ibn Atsir, Usud al-Ghabah fi Ma'rifat ash-Shabdbah. Juz 5, h. 48.
KhIlafah pada Masa Al-KhulafA' Al-Khambah 37
107 Lihat Muhammad bin ‘Umar Al-Waqidi, Kitab ar-Riddah. Beirut: Dai al-Arab al Imla'i.
1990, h.171. Lihat juga Rasul Ja'fariyan. The History ofChabph, Vb|. I, h. 30.
108 Muhammad bin 'Umar Al-Waqidi. Kitab ar-Riddah. h. 176.
38 KhIlafah
HI Ibn Qutaibah, Al Imdmah wa al-Siydsah. Vol. 1, h. 29 Uhat juga Ath Thabari, Tdrikh
al U mam wa al Miiluk (Tdrikh ath-Thabari). Vol. Ill, hh. 202-203; Lihat juga Baladzuri.
Ansab al-Asyraf. Vol. I. h. 586.
1 12 Al-Ya'qubi, Tdrikh al-Ya'qubi. Vol. Il, h. 124.
1 11 Ibn Qutaibah. Al lmdmah wa al-Siydsah, Vol. 1, h. 31.
1 14 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al Khulqfd', h. 101.
40 KhIlafah
Quraisy dan sekutu dari Bani Umayah di zaman jahiliyah.115 Ketika putri-
nya, Hafsah, menjadi istri Nabi, Umar memiliki tempat tersendiri dan
hubungannya dengan Rasulullah semakin dekat.
Umar bin Khattab r.a. menjadi khalifah kedua setelah Abu Bakar me-
ninggal dunia dikarenakan sakit. Proses suksesi Umar menjadi khalifah
melalui cara penunjukan langsung dari Abu Bakar melalui surat wasiat
yang ditulisnya di saat beliau sakit sebelum wafat. Hal tersebut berbeda
dengan cara Abu Bakar dalam menduduki kursi kekhalifahan yang di-
lakukan dengan cara musyawarah antara Muhajirin dan Anshar.
Abu Bakar sangat memercayai Umar sebagai salah seorang sahabat
Nabi yang banyak disebut dalam hadis mengenai kemuliaannya untuk
melanjutkan kekhalifahan. Alasan Abu Bakar tersebut dapat dilihat dari
pemyataannya, “Aku menunjuk Umar untuk melanjutkan kedudukanku
karena aku takut meledaknya ketegangan dan kemunculan masalah-
masalah setelahku.”11'’
Sebelum penunjukan Umar, Abu Bakar meminta pertimbangan Abdur¬
rahman bin Auf. Abdurrahman bin Auf berkata, “Umar itu orang yang
mudah marah.” Abu Bakar menjawab, “Dia terlihat seperti itu agar kon-
tras dengan kelembutan hatiku. Dia akan tenang ketika ia berkuasa.”117
Abu Bakar juga meminta pertimbangan Utsman bin Affan. Utsman
selalu hadir di sisi tempat tidur Khalifah selama sakitnya. Abu Bakar me-
mintanya untuk menuliskan persetujuan suksesi khalifah kepada Umar.
Pada saat Utsman menuliskan pendahuluan persetujuan, Abu Bakar ping¬
san dan Utsman menyelesaikan surat persetujuan itu dengan menuliskan
nama Umar bin Khattab di dalamnya. Setelah sadar kembali, Abu Bakar
meminta Utsman membacakan apa yang telah ditulisnya. Utsman pun
membacakan dan kemudian Abu Bakar menyetujui.118
Setelah kejadian itu, Thalhah datang kepada Abu Bakar dan berkata,
“Engkau menyaksikan bagaimana Umar bersikap di sisimu dan dengan
kehadiranmu. Maka, kami tidak tahu apa yang akan dia lakukan tanpa-
mu.” Abu Bakar begitu marah dengan keberatan ini.”9 Dari sumber lain
menyatakan bahwa penduduk mengadukan keberatannya kepada Abu
Bakar karena telah memilih pemimpin sosok seorang pemarah untuk
memimpin mereka.119 120 Menurut Ibnu Abdil Barr, Abu Bakar bertanya
kepada Mu’aiqab Rusi tentang pendapat masyarakat berkenaan dengan
penunjukan Umar bin Khattab oleh Abu Bakar dan ia menjawab, “Se-
bagian puas dan sebagian tidak.” Abu Bakar bertanya, “Kelompok mana
yang jumlahnya lebih besar?” Mu’aiqab menjawab, “orang-orang yang
tidak puas.” Abu Bakar berkata, “Kebenaran mula-mula selalu menun-
jukkan wajah buruknya, tetapi pada akhimya ia adalah pemenangnya.”121
Keputusan Abu Bakar yang menunjuk Umar bin Khattab sebagai kha¬
lifah merupakan catatan tersendiri, di mana hal ini seperti dikatakan oleh
Rasyid Ridha, memunculkan konsep khilafah secara turun-temurun di
masa Bani Umayah.122 Hal tersebut karena khilafah dilakukan dengan
cara wasiat atau penunjukan langsung dari khalifah sebelumnya kepada
khalifah baru. Pernyataan tertulis Abu Bakar secara praktis menunjuk
Umar sebagai khalifah. Oleh karena itu, kesetiaan penduduk (masyarakat)
tidak berpengaruh dalam pemerintahannya. Pada masa itu, sikap setuju
atau tidak setuju masyarakat tidak lantas sebagai suatu indikator penting
untuk mencegah seseorang menjadi khalifah.
Khalifah Umar bin Khattab r.a. menjalankan roda kekhalifahan Islam
kedua dengan ciri tersendiri, yaitu mengedepankan ketegasan sebagai
konsekuensi dari sifat ketegasan dirinya secara personal. Pada hari per-
tama khilafahnya, Umar berkata, “Ya Allah, aku ini lekas marah. Lurus-
suksesi yang diterapkan berbeda dengan yang teiah dilakukan oleh Abu
Bakar kepada Umar.
Periode kekhalifahan Umar bin Khattab merupakan masa-masa pen-
ting yang menenrukan kehidupan dan kebudayaan Islam yang berpenga-
ruh hingga saat ini. Berbagai kebijakannya, yang sama sekali baru, dan
tidak sama dengan apa yang dipraktikkan pada masa Rasulullah Saw.
merupakan ciri khas dari kekhalifahan Umar bin Khattab.
Al-Askary mengatakan, sebagaimana dikutip oleh As-Suyuthi, bahwa
Khalifah Umar adalah khalifah pertama yang disebut dengan panggilan
Amirul Mukminin, orang pertama yang menentukan sistem penanggalan
kalender Islam dengan bermula dari peristiwa Hijrah, orang pertama
yang menggagas Shalat Tarawih pada bulan Ramadhan, orang pertama
yang menjatuhkan hukuman 80 cambuk bagi peminum khamar, orang
penama yang mengharamkan nikah mut‘ah, orang pertama yang mela-
kukan shalat jenazah berjamaah dengan empat takbir, orang pertama
yang membentuk dewan dari berbagai suku, dan orang penama yang
membentuk baitulmal.127
Hal itu dikarenakan Umar menganggap dirinya memiliki otoritas
untuk menentukan hal-hal baru yang tidak ada pada zaman Nabi Saw.
Dalam riwayat Bukhari, Muslim, dan yang lain, Abu Hurairah pemah
menyatakan bahwa Nabi Saw. bersabda, Ada orang-orang di antara Bani
Israil yang menerima wahyu tanpa menjadi seorang nabi. Jika ada orang
seperti itu di antara umatku. maka orang itu pastilah Umar." (HR Bukhari
dan Muslim).
Dikisahkan dalam Tarikh Thabari, Imran bin Sawab be r kata, “Aku
menjalankan Shalat Shubuh dengan Umar dan kemudian mengikutinya.”
Dia bertanya, “Apakah kau punya keperluan?” Aku menjawab, “Ya,
sebuah nasihat." Dia berkata, “Hebat. teruskan!” Aku berkata, “Penduduk
menemukan kesalahan-kesalahan pada dirimu dalam beberapa hal.”
Sambil memegang cambuknya di bawah dagunya, Umar berkata, “Lalu?”
Aku berkata, “Kau telah melarang haji tamattu' selama bulan haji.
128 Thabari, Tdrikh ath-Thabari, Vol. IV h. 225. Umar bin Khartab berkata:
. UI
129 Rasul Ja’fariyan, Para Pemimpin Islam, h. 105.
130 Mu jam AMVasit/i, Maktabah asy-Syuruq ad-Dauliyyah. 2004, dalam makna kata
zamil.
131 Shahih Muslim, Vol. I, h. 196.
132 AlYa'qubi. Tdrikh al-Ya'qubi, Vol. II, h. 153.
13’ Thabari, Tdrikh al Umam wa al Mttliik (Tdrikh ath-Thabari), Vol. IV h. 209.
KhIlafah pada Masa Al-Khulafa' Al-Khambah 45
keadilan metode ini dan berkata bahwa jika saja ia hidup lebih lama, ia
akan benindak sama (adil) pada semua orang. “s
Umar bin Khattab menjadi khalifah selama 10 tahun lebih dan
meninggal dunia pada tahun ke-23 Hijriah. la dibunuh oleh Abu Luluah
pada saat Shalat Shubuh.1'6
I ima puluh orang dari kaum Anshar bertugas untuk mengontrol dan
mengawasi pelaksanaan wasiat ini?40 Peran Abdullah bin Umar dalam
Dewan Syura adalah aspek konsultatif. Tetapi, ia sendiri udak bisa mpn
jadi kandidat untuk khalifah, karena dinilai tidak tegas. Seperti diungkap
kan Umar, Abdullah bin Umar bahkan tidak bisa sekadar memutuskan
untuk menceraikan istrinya?41 Di luar semua itu, Umar berkata bahwa
umsan ini adalah untuk “orang-orang Badar"?42
Kemudian setelah pembentukan Dewan Syura. para sahabat tersebut
bermusyawarah. Setelah melewati perdebatan panjang, dalam musyawa-
rah tersebut disepakati 2 orang di antara mereka untuk dipilih sebagat
khalifah pengganti Umar bin Khattab, yaitu Utsman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib.
Abdurrahman bin Auf berkata kepada Utsman bin ‘Affan dan Ali bin
Abi Thalib, “Siapa pun yang dtangkat sebagai khalifah nanti, ia hams
berlaku adil dan siapa pun yang dipimpin hams mendengar dan taat."
Keduanya menjawab “Ya” sambil Abdurrahman bin Auf menyebutkan
keutamaan kedua sahabat tersebut. Mereka berdua pun akhtmya berpi-
sah dan musyawarah tersebut menghasilkan 2 calon khalifah.
Selanjutnya, Abdurrahman bin Auf meminta pendapat kepada semua
orang. Hal ini ia lakukan selama tiga han. semuanya sepakat untuk
mengangkat Utsman bin ‘Affan sebagai khalifah kecuali dua orang yang
berbeda pendapat, yaitu yang menginginkan pengganti Umar bm Khattab
adalah Ali bin Abi Thalib. Kedua orang sahabat tersebut adalah Ammar
bin Yassir dan Miqdad.143
Setelah semuanya dimintai pendapat oleh Abdurrahman bin Auf,
maka di hari keempat Abdurrahman bin Auf mengadakan pertemuan
dengan menghadirkan Utsman dan Ali di rumah Miswar bin Makhramah
yang tak lain adalah anak dari saudara perempuan Abdurrahman bin
Auf. Kemudian Abdurrahman bin Auf menjelaskan bahwa masyarakat
tidak ada yang menolak mereka berdua. Kemudian Abdurrahman bin Auf
mengumpulkan semua orang di masjid sampai berdesakan. Kemudian
Abdurrahman bin Auf menyampaikan pidatonya dan berdoa di atas mim-
bar Rasulullah Saw. Dalam pidatonya Abdurrahman bin Auf berkata:
“Wahai manusia, sesungguhnya saya telah menanyakan kepada kalian
tentang siapa yang paling dipercaya untuk dapat mengemban amanah
sebagai khalifah (pengganti Umar bin Khattab). Lalu saya melihat semua
menghendaki dari dua sahabatku ini, yaitu Utsman dan Ali."
Abdurrahman bin Auf kemudian memanggil Ali bin Abi Thalib. Ali
berdiri dan mendekatinya, Abdurrahman bin Auf menjabat tangan beliau
seraya bertanya, “Apakah kamu berbaiat kepadaku atas dasar Kitab Allah,
Sunnah Nabi, perbuatan Abu Bakar dan Umar bin Khattab?” Ali menja-
wab, “Sesuai usaha dan kemampuanku untuk itu.” Lalu Abdurrahman
bin Auf memanggil Utsman bin ‘Affan dan menjabat tangannya seraya
bertanya, “Apakah kamu berbaiat kepadaku atas dasar Kitab Allah,
Sunnah Nabi, perbuatan Abu Bakar dan Umar bin Khattab?” Utsman
menjawab, “Ya.”'44
Dari sumber yang lain disebutkan, Ali menolak syarat baiat yang
diajukan Abdurrahman bin Auf dengan jawaban, “mengenai Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul, saya akan mengikutinya dengan penuh keimanan dan
kerendahan hati; namun, mengenai pcraturan-peraturan dan keputusan-
keputusan Abu Bakar dan Umar apabila sesuai dengan Al-Qur’an dan
143 Ibn Sa'd, ath-Thabaqai al-Kubra. Vol. Ill, h. 344. Lihat juga Ibn Qutaibah, Allmamah
wa Siy&sah, Vol. I, h. 43.
144 Jalaluddin As-Suyuthi, Tarikh al-Khulqfd', h. 141.
KhIlafah pada Masa Al-KhulafA ' al-Khambah 49
145 A) Ya'qubi, Tdrikh AlYa'qubi. Vol. 1, h. 162; Uhat juga Ath Thaban. Tdrikh ath Thaban.
Vol. III. h. 297; Ibnu al Alsu. Al-Kdnnl fl at-Tdrikh. Vol. UI. h. 37.
146 Ibn Sa d, ath Thabaqat al-Kubra, Vol. 111. h. 344.
14' As Suyuthi, Tdrikh al Khulqfil'. h. 13.
148 Ibn Qutaibah. Allmdmah wa Siydsah. Vol. 1. h. 4«.
149 Ibn Qutaibah. Al lmdmah wu Siydsah. Vol. I. h. 46.
50 KhIlafah
ISO Ath Thabari, Tdrikh al-Umam wa al-Muluk (Tdrikh aih-Thabari), Vol. V hh. 413-414.
Lihat juga Ibn Qutaibah, Allmdmah wa Siydsah. Vol. I, h. 147.
151 Lihat Ibn Atsir,al-Kamil fi at-Tarikh, vol. V, h. 369. Ibn Atsir mengarakan bahwa
Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sunah adalah saudara sesusu Utsman bin Affan. la sahabat
yang sering mencatat wahyu sekehendak hatinya. Misalnya ketika Rasulullah
mendiktekan ‘azizun hakim', maka ia nienuliskannya dengan sebutan ‘alimun hakim'.
Lihat juga Ibn Taimiyyah, Ash-Sharim al-Maslul ‘ala Syatimi ar-Rasul, t.p., 1403
H/198.3 M, h. 115.
KhIlafah pada Masa Al-Khulafa' Al-Khamsah 51
1 52 l.ihat Allmam Muhammad Abu Zuhrah, Thrikh al-Madtahib allikmiyyah. Beirut. Dar
al Marifah. 1997. hh. 26-29.
mpmhmmh mknh mknh MpMi ihhni ppi|fthnmi moi^lm phImhm HrtH
Iviapi wiumiil dmI mMiphn MH Ml imaplml, kethu
dWH kmnlMh kp Mmllmdi lain iimiiibtunih hh»ilir»ih Iihhimii ' 1
Aih Thahaii, I'dnVi ul Umum hw al Muluk (Tdrikh ath Thabari). Vol. V, h. 40b Uhnt
juga Ibn Quiaibah. Al Imdmah w-a al Stydsah, Vol. I. h. 149
i >4 Thabari, Tdrikh al-Uniatn hxi al Muldk (Tdrfkh ath Thabari), Vol V h. 153.
I Adz Dzahnbi, Siyar A'ldm An Ntihald'. Siyar al Khulafa ar Rasyidun. Beirut: Munssasah
Al RiMlah, 1417 H. Cetakan I. h. 22b.
I >6 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al Khulafd’. h 150.
I <’ Jalaluddin As Suyuthi, Tdrikh aTKhutafd', h. 150.
i >K Adz Dznhabi. Siyur A'ldtn An Nubald': Siyar aT Khulafa ar Rasyidun. h. 228.
J
hH Mbt Mao At Amit At A At &MAM6AH W
153 Ath Thabari, Tdrikh al Umam wa al Muluk (Tdrikh athThabari). Vol. V h. 406. Lihat
juga Ibn Qutaibah. Allmamah wa al-Siydsah, Vol. I, h. 149.
154 Thabari, Tdrikh al Umam wa al-Muluk (Tdrikh ath Thabari), Vol V h. 153.
155 Adz-Dzahabi, Siyar Alam An-Nubald': Siyar al Khulafa ar-Rasyidun, Beirut: Muassasah
Ar Risalah, 1417 H, Cetakan I, h. 226.
156 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al Khulafd', h. 150
157 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al Khulafd', h. 150.
1 58 Adz Dzahabi, Siyar A'ldm An Nubald ’. Siyar al Khulafa ar-Rasyidun, h. 228.
KhIlafah pada Maba Al-Khulafa' Al Khambah S3
Diriwayatkan dari Abu Yu’la bahwa usia Ali bin Abi Thalib pada saat
masuk Islam adalah pada usia sepuluh tahun, ada yang mengatakan
sembilan tahun, ada juga yang mengatakan delapan tahun dan ada yang
mengatakan lebih muda dari itu. Perkataan Abu Yu’la ini diperkuat oleh
Ibnu Sa'ad yang mengatakan hal serupa.159
Ali bin Abi Thalib memiliki kedekatan kekeluargaan dengan Nabi
sebagai anak dari paman Nabi, Abu Thalib sekaligus sebagai menantu
Nabi, menikah dengan putri Rasulullah, Fathimah Az-Zahra.lh0 Sebagai- 1
J
KhIlafah pada Masa Al-Khulafa' Al-Khamsah 57
Shiffin, “Hassan dan Husain akan menjadi imam kami setelah engkau,
jika engkau terbunuh."179
Selain itu, daiam sebuah surat, Hassan bin Ali bin Abi Thalib menulis
kepada Muawiyah, “Di ambang ajalnya, ayahku memercayakan kekuasa-
an padaku.”,H0 Haitsam bin Adi mengutip para gurunya berkata, “Hassan
bin Ali adalah penerus ayahnya.”,H1 Ketika Abu Aswad al-Duwali meng-
amankan proses sumpah setia bagi Hassan bin Ali di Basrah, dia berkata
bahwa pemerintahan dan imamah telah dipercayakan kepadanya oleh
ayahnya. Masyarakat waktu itu berkata kepada Hassan bin Ali, “Kau
adalah khalifah kami, dan penerus ayahmu, dan kami adalah para peng-
ikutmu.”l“
Khutbah Hassan bin Ali yang pertama kalinya diriwayatkan oleh ber-
bagai sumber adalah, “Barang siapa mengenal aku, sudahlah. Tetapi bagi
yang belum mengenal aku, aku ini Hassan, putra Muhammad; putra
pembawa kabar gembira dan peringatan. Aku adalah putra Rasulullah,
dan dengan izin-Nya, aku adalah cahaya pembimbing. Aku ini dari Ahlul-
bait yang dijauhkan dari segala kesalahan dan dosa; yang disucikan, dan
mencintai mereka telah diwajibkan kepada kalian daiam kitab-Nya,
‘Katakanlah untuk tugasku ini aku tak menginginkan apa pun dari kalian
melainkan kecintaan kepada keluargaku’, dan siapa pun yang berbuat
baik, sungguh kami lipat gandakan kebaikannya, maka kebaikan ini
adalah rasa cinta kepada kami, Ahlulbait.”183
Para pengikut Ali bin Abi Thalib telah mengetahui sejak Ali masih
hidup bahwa Hassan dan Husain adalah penerusnya. Karenanya, setelah
kesyahidan Hassan bin Ali al-Mujtaba, kaum Syi‘ah di Kufah mencari
Husain bin Ali.
Hassan bin Ali merupakan salah seorang yang turut serta bersama
ayahnya dalam Perang Jamal yang memainkan peran penting dalam
menentang musuh serta membujuk penduduk Kufah agar turut berperan
dalam perang. Hassan mampu membujuk sekitar sepuluh ribu orang
untuk ikut dalam perang melawan Muawiyah dengan khutbahnya di
Masjid Kufah. 184
Di Perang Shiffin, Hassan bin Ali mendorong penduduk untuk mela¬
wan kelompok Qasithin (para penentang). la berbicara pada mereka,
“Bersatulah melawan musuh kalian, yakni Muawiyah dan pasukannya,
dan jangan pemah membungkuk di hadapannya, karena hal itu akan
memutuskan urat-urat jantungmu.”185 Pendirian Hassan bin Ali dalam
menentang Muawiyah setelah berkuasa sama persis dengan pendirian
ayahnya. Sikap keras Hassan bin Ali kepada Bani Umayah sampai sedemi-
kian rupa sehingga Marwan tidak mengizinkan jenazahnya dikuburkan
di sisi makam Nabi Saw.'86
Kaum Muhajirin dan Anshar yang masih hidup di Kufah, bersama-
sama dengan penduduk Irak dan wilayah-wilayah timur Islam telah
mengakui Hassan sebagai khalifah umat Islam. Muawiyah pada saat yang
sama juga mengklaim sebagai khalifah di Damaskus. Namun, mustahil
pada saat bersamaan terdapat dua khalifah. Hassan bin Ali harus berha-
dapan dengan Muawiyah, hingga akhimya tetjadi perundingan yang
dinilai oleh Husain, saudara Hassan bin Ali, sangat merugikan. Husain
menolak keras perundingan atau kompromi yang dilakukan oleh Hassan.
Namun, Hassan berhasil meyakinkan Husain bin Ali. Salah satu tujuan
dari kompromi dengan Muawiyah tersebut adalah agar tidak banyak
pertumpahan darah dari kaum Muslim yang telah melalui banyak pepe
rangan sebelum masa kepemimpinan dirinya?8’
Hassan bin Ali menjadi khalifah hanya selama 6 (enam) bulan. Hassan
bin Ali wafat karena diracun oleh istrinya, Ja’dah binti Al-As/ats bin
Qaisy, yang dipengaruhi oleh Muawiyah.188 Laporan tentang kesyahidan
Hassan bin Ali di tangan Ja’dah maupun persekongkolan Muawiyah
tercatat dalam banyak sumber.189 Berbeda dengan keterangan yang di-
muat oleh As-Suyuthi bahwa Ja’dah dipengaruhi oleh Yazid bin Muawiyah
untuk meracun Hassan bin Ali dengan iming-iming jika meracun Hassan,
ia akan dinikahi oleh Yazid, namun kemudian setelah Ja’dah melakukan
itu Yazid mengingkari janjinya.190
Racun itu membuat Hassan bin Ali berbaring sakit di ranjang selama
empat puluh hari hingga dia mencapai kesyahidan. Beliau wafat pada
Kamis, Rabi’ul Awwal tahun 49 H, ada pula yang mengatakan pada tahun
50 H dan pendapat lain mengatakan beliau wafat pada tahun 51 H.”1[]
192 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan'an, Tdn'kh ad-Daulah al-Umawtyvah (Kha¬
lashatul Tdn'kh Ibn Katsir), Beirut: Muassasah al-Ma’arif, 1997, sudah diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia "Daulah Bani Umayyah" (Fragmen Sejarah Khilafah
Islamiah Sejak Era Muawiyah hingga Marwan bin Muhammad), Sukoharjo Al-
Qowam, 2015, h. 815.
19 3 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan'an, Tdrikh ad-Daulatul Umayah (Khalashatul
Tdrikh Ibn Katsir), hh. 815-816.
194 As Suyuthi, Tdrikh al Khulafa, hh. 173-228. Lihat juga Qadhi Syaikh Muhammad Ibn
Ahmad Kan an, Tdrikh ad-Daulatul Umqyah (Khalashatul Tdn'kh Ibn Katsir) h. 846.
61
62 KhIlafah
195 Lihat Tdrikh Ibn Khaldun, Vol. 11, Bagian 2, h. 20. Lihat pula Abdul Wahhab an Najar,
The History of
Al-Khulafd ArRasyiddn, h. 469. Bandingkan dengan Rasul Ja’fariyan, Islam,
Chalips, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Sejarah para Pemimpin
Bagian Dari Imam Ali Sampai Monarki Umayah, Jakarta: Al-Huda, hh. 779-780.
196 Lihat Ibn Sa'ad, Tarjamah al lmam Hasan, hh. 175-176. Ansab al-Asyraf, Vo. Ill, hh.
55-58.
197 Abdul Wahhab an-Najar, Al-Khulafa Ar-Rasyidun, hh. 468-469. Lihat pula As Suyuthi,
Tdrikh al-Khulafa', h. 175.
KHiLAFAH PADA MASA BANi UMAYAH 63
ada pula yang mengatakan pada usia 88 tahun, dan ada pula yang
mengatakan pada usia 90 tahun.* 198
Suksesi Yazid menjadi khalifah pengganti Muawiyah sudah dipersiap-
kan jauh-jauh hari oleh Muawiyah meskipun sudah ada perjanjian antara
dirinya dan Hassan bin Ali untuk tidak meneruskan takhta pada ketu-
runannya. Ide tersebut pertama kali diembuskan oleh Mughirah bin
Syu'bah sebagai upaya melanggengkan jabatannya karena takut dipecat
oleh Muawiyah sebagai Gubemur Kufah, Mughirah berangkat ke Damas-
kus untuk melakukan lobi pada Muawiyah melalui anaknya, Yazid bin
Muawiyah.
“Lebih baik kau menunjuk seorang penerus dan akan jauh lebih baik
jika dia adalah Yazid, putramu,” papar Mughirah, sambil meyakinkan
bahwa ia takut jika tidak demikian akan terjadi gelombang pemberontakan
dan perpecahan pada umat Islam setelah Muawiyah.199
Setelah menerima saran tersebut, Muawiyah mengutus Mughirah
untuk melakukan persiapan terkait hal tersebut di Kufah. Misi Mughirah
tercapai dan Muawiyah dapat melancarkan rencananya. Hal tersebut
mendapat penentangan, salah satunya dari Ahnaf bin Qais, salah satu
tokoh Irak, yang mengingatkan komitmen atau perjanjian antara
Muawiyah dengan Hassan bin Ali dan menyebutkan kebencian rakyat
Irak terhadap Muawiyah yang bisa menyebabkan pedang terhunus di
Irak.
“Selama Hassan bin Ali masih hidup, penduduk Irak dan Hijaz tidak
akan pemah bersumpah setia," seru Ahnaf bin Qais dalam sebuah perre-
muan antara perwakilan umat Irak dan utusan Muawiyah.200 Setelah itu,
Muawiyah tidak melanjutkan misinya, hingga tahun 50 H, tepatnya sete¬
lah terbunuhnya Hassan bin Ali pada 49 H. Muawiyah kembali melan¬
carkan niatnya dengan menunjuk Dhahhak bin Qais dan Abdurrahman
19« Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan an. Tdrikh ad-Daularul Umayah (Khalashatul
Tdrikh Ibn Katsir). h. 818.
199 Ibn Qutaibah, Al-lmdmah wu a/Siydsah. VoL 1, h. 187.
200 Ath-Thabari, Tdrikh al-Umam al-Muluk (Tdrikh ath-Thabari). Vol. V. h. 187; Ibn
Qutaibah, Al-lmdmah wu al-S(vdsah, Vol. 1, h. 166.
64 Khilafah
tergambar pada dialog yang terjadi antara Muawiyah dan para anggota
Bani Quraisy di Madinah pada tahun 50 H. Hadir pada penemuan itu
Abdullah bin ‘Abbas, Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, Abdullah bin
Umar, dan Abdullah bin Zubair205 Dalam pertemuan itu, semuanya meno-
lak untuk berbaiat pada Yazid.
Abdullah bin Ja‘far, misalnya, berkata pada Muawiyah, “Jika Anda
bersandar pada Ai-Qur’an, maka ulu al-Arham (kerabat dekat) menikmati
kelebihan atas orang lain; jika Anda melaksanakan Sunnah Nabi Saw.,
maka mereka adalah kerabat Rasulullah Saw.; dan jika Anda melaksana¬
kan sunnah Abu Bakar dan Umar, maka siapakah yang lebih layak dari-
pada keluarga Nabi Saw.? Demi Allah Yang Mahakuasa, jika wil^ah
(kepemimpinan) diletakkan pada mereka setelah Nabi Saw, maka kewe-
nangan secara tepat akan diserahkan kepada yang berhak. Khilafah milik
Quraisy. Wahai Muawiyah, takutlah kepada Allah.”206
Hal senada diungkapkan oleh Abdullah bin Zubair, “Sesungguhnya
khilafah milik Quraisy. Di sini ada Abdullah bin ‘Abbas putra dari paman
Nabi Saw, ada Abdullah bin Ja‘far pemilik dua sayap surga putra dari
paman Nabi Saw. dan aku Abdullah bin Zubair putra bibi Rasulullah Saw.
di sini juga ada Hassan dan Husain, putra-putri Ali, dan engkau tahu
siapa mereka berdua. Bertakwalah wahai Muawiyah.”207
Abdullah bin Umar pun melontarkan protesnya dengan nada sama,
bahwa khilafah bukan milik Heraklius dan Khusru yang bisa diwarisi dari
para ayah kepada anak-anaknya. “Demi Allah, aku menyaksikan sendiri
di saat ditunjuk menjadi salah seorang dari enam orang untuk memilih
Khalifah Utsman dari ahli Syura (Umar bin Khattab), bahwa khilafah
bukan karena kehendak atas syarat tenentu, melainkan ia milik Quraisy
secara khusus.”208
pedang mereka yang terhunus berteriak bahwa hal itu harus ddakukan
secara terbuka, tetapi Muawiyah membuat mereka diam. Krtika turun
dan mimbar, dia membagi-bagikan hadiah kepada mereka dan bcrangkat
ke Damaskus?"
220 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan’an. Tdrikh ad-Daularul Umayah (Khalashatul
Tdrikh Ibn Katsir). h. 1 14.
221 Ath Thabari. Tdrikh al Umam wa al-Muluk. Vol. IV h. 67. Lihat juga Ibn Qutaibah.
Al lrndmah wa al-S^ydsah. Vol. 11, hh. 11-12.
222 Rasul Ja'fariyan, The History ofChalips. Vol. Ill, h. 51.
223 Ath Thaban, Tdrikh al-Umam wa al-Muluk (Tdrikh ath-Thabari). Vol. IV h. 289.
224 Ath Thabari, Tdrikh al Umam wa al-Muluk (Tdrikh ath-Thabari). Vtol IV h. 138
70 KhIlafah
225 As-Suyuthi. Tdrikh al-Khulafd’, h. 184; Ibn Qutaibah, Al I nidmah wa al-Siydsah, Vol.
II, h. 12. Yang meninggal di antaranya: Husain bin Ali, ‘Abbas bin Ali, Utsman bin Ali,
Abu Bakar bin Ali, Ja'far bin Ali, Ibrahim bin Ali, Abdullah bin Ali, lima orang dari
Bam Aqil. dua orang dan anak Abdullah bin Ja'far, tiga orang dari Bani Hasyim, para
istri, dan perempuan yang menyerrai mereka. Lihat juga nama-nama lengkap beserta
latar belakang keluarga Nabi Saw. yang terbunuh di Karbala dalam kitab Abu al-Farj
Al-Ishfahani, Maqatil ath-Thalibiyyin, Qum: Intisyarat al-Haidariyyah, 1423 H.
226 As-Suyuthi, Tdrikh al-Khulafd’, h. 184.
227 As-Suyuthi, Tdrikh al-Khulafd', h. 184.
KhIlafah pada Maba Ban! Umakah 71
228 As-Suyuthi, Tdrikh al-Khulafd'. h. 185. Ibn Katsir, sebagaimana dikutip oleh Qadhi
Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kanan, mcnceritakan hal serupa. Bahkan ia me
nambahkan. “mendengar hal itu, Abdul Malik ketakutan luar biasa. dia segera bangkit
dan memenntahkan prajuritnya untuk merobohkan istana tersebut saat iru juga."
I Jhat Tdrikh ad Daulatul Umayah (Khalashatul Tdrikh Ibn Katsir), h. 824
229 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al-Khulafd’, h. 185.
230 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan’an, Tdrikh ad-Daulatul Umayah (Khalashatul
Tdrikh Ibn Katsir), h. 821.
72 KhIlafah
’
Qadht Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan an. Rinkh adlkn^arul I mqvuh (Kbalashatul
TAnkh Ibn Katstr). h 822
? Muhammad Ibn Ah ibn Muhammad ibn Amram. Al Anba fi TMkh at Khulafd . h 10
2W Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan an. rdrikh atlDaulatul L’mqyak (KhaJasha
tul Tdrikh Ibn Kaiw). h 823
.Mu .mlaluddin As Suyulhi. Fdnkh al Khulafa'. h 198
74 Khilafah
241 Ibn Atsir. Al Kamil fi al Tdrikh, Vol. JV h. 266; Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al
Khulafa'. h. 198.
242 Muhammad bin AJi ibn Muhammad ibn 'Amram, Al-Anba fi Tdrikh al-Khulafa’, h. 10.
Qadhi Svaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan'an, Tdrikh ad-Daulatul Umayah (Khalasha
tul Tarikh Ibn Katsir), h. 824.
243 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al Khulafa’, h. 200.
2 11 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan’an, Tdrikh ad-Daulatul Umayah (Khalasha
tul Tdrikh Ibn Katsir), h. 829.
KHiLAFAH PADA MASA BanI UMAYAH 75
delima, satu kambing, enam ekor ayam, dan anggur yang telah dikering-
kan. Ada pula yang mengatakan dalam sekali makan mampu 40 ayam.245
Sulaiman bin Abdul Malik juga digambarkan sebagai sosok yang tam¬
pan dan perkasa. Yahya Al-Ghassani berkata; “Sulaiman pemah melihat
wajahnya di cermin. Dia sangat terpesona dengan keperkasaan dan
ketampanannya.” Dia berkata, “Muhammad adalah seorang Nabi, Abu
Bakar adalah orang shiddiq, Umar adalah ALFaruq, Utsman sebagai laki-
laki yang sangat pemalu, sedangkan Muawiyah adalah seorang yang
sangat penyantun, Yazid orang yang sabar, Abdul Malik sebagai seorang
politikus, sedangkan Al-Walid adalah orang yang kejam, dan saya adalah
raja yang sangat muda dan perkasa.” Namun, tak sampai sebulan dari
peristiwa itu dia meninggal dunia.24*
Pada masa Sulaiman bin Abdul Malik, para panglima perang yang
telah melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Islam di tiga benua semasa
pendahulunya justru dipecat dengan tidak hormat, yaitu: Hajjaj bin
Yusuf, Qutaibah bin Muslim, dan Musa bin Nushair. Disebutkan, hukum-
an bagi Musa bin Nushair hingga akhir hidupnya lebih mengenaskan
daripada kedua sahabatnya. Musa dipanggil ke Damaskus sebelum wafat-
nya Walid bin Abdul Malik. Ketika tiba di sana, temyata Walid sudah
meninggal dunia. Sulaiman berpaling darinya, ia memecatnya, memen-
jarakannya, dan dibuang ke Madinah, dan mendendanya dengan jumlah
harta yang tidak bisa dipenuhinya. Dan Musa wafat dua tahun kemu-
dian.247
Tatkala Sulaiman bin Abdul Malik memegang tampuk kekhaHfahan,
dia mengembalikan shalat pada awal waktu, karena para kekhalifahan
Bani Umayah sebelumnya mengakhirkan waktu shalat hingga akhir
248 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan’an, Tarikh ad-Daulatul Umayah (Khalashatul
Tarikh Ibn Katstr). h. 829.
249 Jalaluddin As-Suyuthi, Tarikh al-Khulafd', h. 200.
250 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan'an, Tarikh ad-Daulattd Umayah (Khalashattd
Tarikh Ibn Katstr). h. 830.
KhIlafah pada Masa BanI Umayah 77
“Jika memang menurut engkau tidak ada lagi orang yang lebih baik
dariku, maka masih ada orang yang lebih baik, yaitu dari keluarga Abdu
Manaf dan Bani Hasyim." Sulaiman menyangkal, “Tidak." Umar menam-
bahkan, “Jika demikian, masih ada dari keluarga Tayyim dan Bani Adi
yang lebih baik dariku.” Sulaiman menjawab, “Jika maksud engkau
Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar dan Salim bin Abdullah bin Umar,
ketahuilah mereka berdua tidak berhak untuk menjadi raja."251 Lalu,
Sulaiman meminta secarik kertas dan ia menuliskan wasiatnya dengan
tangan gemetar karena sakit yang dialaminya. Ia pun berkata, “AmbiUah
wasiat yang sudah kutulis ini. Kumpulkan Bani Quraisy dan perintahkan
para tentara, dan umumkanlah apa yang telah kutetapkan. Siapa saja
yang mengabaikannya maka bunuhlah.”252
Pada pemakaman Sulaiman, Umar bin Abdul Aziz membuka surat
wasiat tersebut. Alangkah terkejutnya di saat ia mengetahui telah diwa-
siatkan untuk menjadi khalifah. Sampai muncul pemyataan dari Umar
bin Abdul Aziz untuk khalayak ramai, karena merasa dibebani sebuah
tugas berat tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu. la mengem-
balikan keputusan itu kepada kaum Muslim. Akan tetapi, orang-orang
dengan ramai serentak berkata: “Kami telah memilihmu wahai Amirul
Mukminin dan kami pasrahkan kepemimpinan ini padamu. Maka pim-
pinlah kami dengan baik dan bijak.” Begitu serentaknya suara dari rakyat
membuat Umar tak berdaya untuk menolaknya.253
Umar bin Abdul Aziz dijuluki sebagai Khalifah Kelima Khulafa ar-
Rasyidin dikarenakan kesalehannya, rajin berpuasa, dan sosok yang ge-
mar shalat malam.2M Hal tersebut diabadikan dalam riwayat Abu Dawud
251 Ibn Qutaibah. Al hndmuh hu al-Sivdsah. Juz 11, h. 127 Sulaiman berkata:
ikUl) . JU*
252 Ath Thabari. Tdnkh al Umam wa al Muluk. Vol. V h. 199; Ibn Qutaibah Ad Dammy
Al/mdmah »va al Siydxah. Juz II, hh. 127-128.
253 Qadhi Syaikh Muhammad Inn Ahmad Kan’an. TarfUi ad Daulatul Umayah (Khalashatul
Tdrikh Ibn Katsir), h$31
254 Muhammad bin Ali bin Muhammad ibn Amrani, Al-Anba /i Tdrikh alKhulafd. h. 11
78 KhIlafah
dari Sufyan ats-Tsauri, bahwa “Khalifah ada lima: Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz.”255
Khalifah Umar bin Abdul Aziz memiliki garis keturunan yang terhu-
bung kepada kakeknya Umar bin Khattab melalui ibunya, yairu Ummu
Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab.256 Dia disebut dengan julukan
Asyaju Bani Umayah (si terluka dari Bani Umayah). Umar adalah seorang
tabi'in yang mulia. Dia meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik, Saib bin
Yazid, serta banyak rawi hadis yang meriwayatkan hadis darinya?s'
Selain itu, dia dikenal juga sebagai orang pertama di antara para kha¬
lifah yang membuat istana untuk tamu. Dia juga menjadi khalifah per¬
tama yang menetapkan zakat untuk orang yang kehabisan bekal di
perjalanan (ibnu sabil). Dia pula yang menghilangkan apa yang biasa
dilakukan oleh orang-orang Bani Umayah selama lebih dari 58 tahun258,
yakni menyebut keburukan Ali bin Abi Thalib di mimbar-mimbar Jumat,
lalu menggantinya dengan kalam Allah Surah Al-Nahl: 90:259
260 IVndapai ini terdapat dalam Tdrikh ath Thabari, Jilid 8. h. 137 dan dalam Fdrflth Ibn
Atsir, Jilid 5, h. 58.
261 Ath Thabari. Tdrikh al-Umam wu ul Muiuk. \bl. IV h. 288: Ibn Qutaibah Ad Dainury,
Allmdmah wa al Siydsah, Juz II. h. 141 (dalam cat atan kaki)
262 Ibn Qutaibah AdDainury, Al Imdmah wu ul Siyduth, Juz 11. h 141
263 Qadhi Svaikh Muhammad bin Ahmad Kan'an. Tdrikh ad Dauldtul Umayah (Khalasha
rul Tdrikh Ibn Katsir), h. 838.
80 KhIlafah
Terialu banyak penasihat yang tidak setuju dengan kebijakan posit if yang
diterapkan Umar bin Abdul Aziz.-64
Di antara tindakan yang dilakukan Khalifah Yazid bin Abdul Malik
adalah menumpas gerakan Yazid bin Muhallib. Sebelumnya, Yazid bin
Muhallib menjabat sebagai gubemur wilayah Khurasan. la juga pernah
menjabat gubemur Irak di Kufah dan di Bashrah. Jabatan itu dipang-
kunya sejak Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik hingga masa Umar bin
Abdul Aziz. Karena dianggap melakukan gerakan-gerakan mencurigakan,
Khalifah Umar bin Abdul Aziz memintanya datang ke Damaskus dan
menjatuhi tahanan kora.
Ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat, Yazid bin Muhallib segera
melarikan diri. la khawatir khalifah terpilih. Yazid bin Abdul Malik, akan
mengambil tindakan tegas atas dirinya. Sejak awal memang sering tegadi
pertentangan antara dua orang yang senama itu. Yazid bin Muhallib
melarikan diri ke Irak. Karena pernah menjabat gubemur di wilayah itu,
ia pun diterima oleh masyarakat. Nama keluarganya harum di kalangan
rakyat Irak. Hal ini tidak mengherankan karena ayahnya, Muhallib bin
Abi Shafra’, adalah penakluk Lembah Hind
Yazid bin Muhallib juga berhasil mengumpulkan dukungan rakyat
Basrah untuk memecat Khalifah Yazid. Adanya gerakan itu sampai ke
telinga sang Khalifah di Damaskus. Yazid bin Abdul Malik segera meminta
saudaranya, Maslamah bin Abdul Malik, untuk berangkat dengan pasuk-
annya ke lembah Irak guna memadamkan gerakan Yazid bin Muhallib.
Perang saudara kembali tegadi. Pasukan Maslamah terns mengejar
pasukan Yazid bin Muhallib dari benteng ke benteng. Hingga akhirnya
Yazid bin Muhallib tewas di medan pertempuran yang dikenal di daerah
Al-Aqir, tak jauh dari Karbala. Selanjutnya, Panglima Maslamah terns
mengejar sisa-sisa pasukan lawannya. Hal yang tak mungkin dilupakan
265 Jalaluddm As Suyuthi. Tdrikh al-Khulajd. h. 219. Uhat juga Ibn Qutaibah Ad IXunun
Al Imdmah wu al Siydsah. Juz It. h. 142.
’66 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan an. Tdrikh adDaulatul Umayah tKhalasha-
tul Tdrikh Ibn Katsir). h 839.
267 Ibn Qutaibah Ad Damurv .4/ Imdmah hu a/Snd.sah. Juz 11. h. 142.
268 Jalaluddm As Suvuthi, Tdrikh al Khulafd'. h. 220.
269 Qadhi Svaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan'an. Tdrikh ad Daulatul Umayah (Khala.dia
tul Tdrikh Ibn Katsir). h. 839
270 Qadhi Svaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan'an. Tdrikh ad-Daulatul Umayah (Khalasha
tul Tdrikh Ibn Katsir), hh. 711-712. Lihat juga Ibn Qutaibah Ad Dainury, Allmdmah
wa al-Stydsah, Juz II. hh. 142 143.
82 KhIlafah
ulung. Pasukan ini pun membunuh sisa pasukan Zaid. Setelah panah
dicabut dari keningnya, Zaid meninggal dunia pada usia 42 tahun.271
Kuburan Zaid yang awalnya disembunyikan oleh para pengikutnya
dibongkar paksa oleh Yusuf bin Umar, kemudian ia memerintahkan agar
jasad Zaid bin Ali bin Husain disalib pada batang kayu di Kunasah dan
kepalanya dipenggal serta dikirimkan ke Hisyam bin Abdul Malik.
Dari sumber lain disebutkan, peristiwa yang sama terjadi pada putra
Zaid, yaitu Yahya bin Zaid. la pun dibunuh dengan cara keji dan sadis
serta diperlakukan mirip dengan ayahnya. Yahya syahid terkena panah
di keningnya oleh pasukan Nashr bin Sayyar di sebuah tempat bernama
Arguna. Walaupun telah dipancung dan dikuburkan, jasad Yahya digali
lagi dan digantung di atas kubah salah satu gerbang Jurjan atas perintah
Nashr bin Sayyar.272
Hisyam meninggal dunia di Rushafah pada 125 H saat berumur 53
tahun. Masa kekhalifahannya berlangsung cukup lama, yaitu selama 19
tahun 9 bulan. Dikatakan juga masa kekhalifahannya selama 20 tahun?73
fasik, karena gemamya meminum khamar dan melanggar apa yang diha-
ramkan Allah Swt. Thabari berkata mengenai Khalifah Walid, “Ada ba¬
nyak riwayat mengenai penghinaan Walid terhadap agama.” Thabari
tidak menyebutkan kebanyakan dari perbuatan Walid agar tidak me-
mubazirkan kata?7h Sebaliknya Mas‘udi mengutip sebagian, “Dia sangat
senang minum anggur dan melewatkan malam-malamnya dengan para
penyanyi yang berbeda-beda.”276277
Hisyam semasa hidupnya pernah murka terhadap Walid bin Yazid
karena perangai dan tingkah laku buruknya, lalu bemiat mencabut status
putra mahkota dari Walid dan digantikan oleh anaknya, Maslamah.
Namun ditentang oleh Walid dan terjadi pertengkaran. Walid lalu me-
larikan diri. Setelah Hisyam meninggal dunia, Walid lalu kembali dan
menjadi khalifah.278
Banyak sumber yang menceritakan mengenai kefasikan Walid bin
—
Yazid. Dia juga menikahi istri-istri ayahnya perbuatan yang diharamkan
dalam Islam. As-Suyuthi meriwayatkan dari Dzahabi bahwa Al-Walid
juga melakukan liwath (homoseksual). Karenanya, ada yang mengatakan
dia seorang zindiq, meskipun hal itu ditolak oleh Adz-Dzahabi.*^ Dia
disebut pula sebagai Fir‘aun. Hal tersebut tercantum dalam hadis yang
diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, bahwa: “Sungguh akan ada pada
umat ini seorang laki-laki yang diberi nama al-Walid. Sungguh dia lebih
buruk bagi umat ini ketimbang Fifaun kepada kaumnya."380
Di kesempatan lain. Walid memanah Al-Qur'an dengan menantang
Allah untuk mengazab dirinya. Bahkan ia pun berani menyangkal kebe-
naran kenabian dan secara terang-terangan menyebut Nabi Saw. kafir.
281 Al-Mas’udi, Muruj adz-Dzahab, Vol. Ill, h. 180. Dalam sebuah syair, Walid bin Yazid
menyampaikan mengenai pengingkarannya pada kenabian Nabi Muhammad Saw.:
282 Ibn Khaldun, Tarikh Ibn Khaldun, Vol. IV h. 188; Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad
Kan an, Tarikh ad-Daulatul Umayah (Khalashatul Tarikh Ibn Kauir). h. 729.
283 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan’an, Tarikh ad-Daulatul Umayah (Khalashatul
Tarikh Ibn Katsir), h. 730.
284 Al Ya’qubi, Tarikh Ya’qubi, Vol. II, h. 335.
KhIlafah pada Masa Ban! umayah 85
Walid bin Yazid hanya menjadi khalifah selama 14 bulan yang berakhir
dengan pembunuhan atas dirinya oleh Yazid bin Walid bin Abdul Malik,
la dibunuh pada malam Jumat, dua malam terakhir dari bulan Jumadil
Akhir tahun 126 H.285 Dibunuh oleh rakyatnya sendiri karena benci atas
kefasikannya. Ketika ia terbunuh dan kepalanya dipenggal, Yazid an-
Naqish, yang kemudian menggantikan Walid, mendatangi mayamya dan
kedka Sulaiman bin Yazid (saudara Walid) menghampiri mayat itu, Yazid
mencegahnya dan berkata, “jauhi mayat Walid, sesungguhnya aku ber-
saksi dia adalah seorang pemabuk dan fasik, dan aku malu atas perbuat-
annya itu.”286
285 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan’an, Tdrikh adDaulatul Umayah (Khalashatul
Tdrikh Ibn Katsir), h. 741.
286 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al-Khulafd', h. 223.
287 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan’an, Tdrikh adDaulatul Umayah (Khalashatul
Tdrikh Ibn Katsir). h. 843.
86 KhIlafah
menjadi khalifah, hanya 6 bulan, dan lain meningga! pada usia 40 tahun
pada 126 H.-*8
Keadaan negara pada zaman kekhalifahan Yazid III tidak siabil, fitnah
tersebar di mana-mana, persatuan Bani Marwan terancam dan terkoyak
koyak. Sulaiman bin Hisyam yang sebelumnya ditahan di penjara Walid
di Amman, berhasil bangkit dan menguasai harta negeri Amman. Kemu
dian dia berangkat menuju Damaskus. Sulaiman mdaknat Walid, men
cerca aibnya, dan menuduhnya kafir. Yazid III memuliakan Sulaiman bin
Hisyam dan mengembalikan kepadanya harta yang pernah dirampas oleh
Walid bin Yazid. Yazid III juga menikahi saudara perempuan Sulaiman,
yakni Ummu Hisyam binti Hisyam.
Setelah Yazid III meninggal dunia, dilanjutkan oleh Ibrahim bin Walid
bin Abdul Malik, bergelar Abu Ishaq, karena penunjukannya sebagai
putra mahkota oleh Yazid III. Ibrahim tidak lama menjabat, hanya 2
bulan 10 hari karena pemerintah sedang dalam keadaan sulit. la turun
dari takhta khalifah karena mengundurkan diri setelah berperang mela-
wan tentara Marwan bin Muhammad. la lalu menyerahkan kekhalifahan
pada Marwan, sesudah Marwan memberinya jaminan keselamatan.
(Khalasha
288 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan an. Tdrikh ad Daulatul Umayah
tul T&rikh Ibn Katsir). h. 843. Lihat juga Rasul Ja'fariyan. Sejarah para Pcmiinpin Islam.
h 374.
289 Ibid., h 742.
290 Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad Kan an. Tdrikh ad Daulatul Umayah (Khala>ha
nd Tdrikh Ibn Katsir). h. 764
KhIlafah pada Maba Hani umamh 87
orang yang ibunya worang budak. latkala yang menjadi khalifah adalah
Marwan al Himar, ibunya seorang budak, dirampaslah kekhalifahan dan
tangannya pada 132 H.
Marwan terbunuh pada Senin, 3 Dzulhijjah 132 H. Saar itu, Marwan
sudah berusia 60 tahun dan menjabat sebagai khalifah selama 5 tahun.
Kematian Marwan menandai berakhimya kekhalifahan Bam Umayah dan
berpindah ke Bani 'Abbasiyah.il
’91 Ibn Qutdibah Ad Itainurx. 4/ imdmah »xi d So*dMh. Ju2 tl, h 162
1
3
KHILAFAH PA DA MASA
DAULAH ABBASIYAH
89
90 KhIl afah
293 Ibn Qutaibah Ad Dainury menulis bab singkat berjudul “Dzikr al-Bai'ai li Abi al Abbas
bit Kufah", yang secara khusus membahas tentang peralihan kekhalifahan Bani
Umayah ke Bani Abbasiyah yang pertama kali, yaitu pada Abul Abbas Abdullah As
Saffah. Lihat Ibn Qutaibah ad-Dainury, Allmdmah wa alSiyasah, Juz II, h. 162.
294 Syaikh Muhammad al-Khudhari, Daulah Abbasiyah, h. 787.
295 Syaikh Muhammad al-Khudhari, Daulah ‘Abbasiyah, hh. 787-789.
wa al-Siydsah, Vol. Il, h. 185.
296 Lihat Ibn Qutaibah, Al -Imdmah
297 Syaikh Muhammad al-Khudhari, Daulah ‘Abbasiyah, h. 788.
KHiLAFAH PADA MASA DAULAH 'ABBASlYAH 91
baik. Salah satu dampak positif dari kebijakan Khalifah adalah kebebasan
wanita berkarya, sehingga banyak wanita yang berprestasi terhadap
negara. Di samping itu kedudukan budak dan mantan budak memiliki
derajat yang lebih baik. Khusus di bidang perdagangan dan industri,
kebijakan Khalifah dalam melibatkan jaringan perdagangan internasio-
nal. Perdagangan paling awal adalah dengan melibatkan orang Kristen
dan Yahudi, sementara pada masa berikutnya lebih melibatkan orang¬
orang Islam Arab yang pandai berdagang. Kebijakan ini ditetapkan meng-
ingat luasnya wilayah kekuasaan Khalifah. Kebijakan lain yang juga dite¬
tapkan oleh Khalifah adalah mengembangkan industri pertanian dan
Islamisasi kerajaan.
Tatanan negeri di bawah pemerintahan Dinasti ‘Abbasiyah membawa
pengaruh besar terhadap peradaban dunia karena sistem politiknya yang
sudah tertata rapi. Mulai dari penataan sumber pemasukan negara, pe-
nyetaraan dan penguatan biro-biro pemerintahan, penguatan sistem
organisasi militer, serta penguatan administrasi wilayah pemerintahan.
Berangkat dari sistem politik itulah Dinasti Abbasiyah berkembang de¬
ngan pesat, bahkan tercatat dalam sejarah Islam sebagai dinasti terlama,
yaitu selama 5 abad lebih.
Adapun pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Sistem politik
yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah antara lain:
a. Para khalifah tetap dari Arab, sementara para menteri, gubernur,
panglima perang, dan pegawai lainnya banyak dipilih dari keturunan
Persia dan Mawali.
b. Kota Baghdad ditetapkan sebagai ibu kota negara dan menjadi pusat
kegiatan politik, ekonomi, dan kebudayaan.
c. Kebebasan berpikir dan berpendapat mendapat porsi yang tinggi.
d. llmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting dan
mulia.
KhIlafah pada Masa Daulah 'AbbasIyah 95
315 Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir Ath-Thabari, Tdrikh ath -Thabari, dikurip dalam Syaikh
Muhammad Al Khudhari, Daulah Abbasiyah, h. 107.
316 Syaikh Muhammad Al-Khudhari, Daulah ‘Abbasiyah, hh. 343-347.
KH1LAFAH PADA MASA
DAULAH FATHIMIYAH
R
untuhnyahegemoni Daulah Abbasiyah akibat dari lemahnya
kepemimpinan dan dukungan politik dari berbagai daerah ke-
kuasaan. Di atas puing-puing keruntuhan, banyak dinasti muncul
dalam arti memerdekakan diri, yang berangkat dari akar kepentingan
politik kekuasaan dan perbedaan pemahaman agama, suku, ras, dan
bangsa.
Salah satu dinasti yang muncul adalah Dinasti Fathimiyah yang ber-
asal dari golongan Bani Ubaidi. Bani Ubaidi berasal dari daerah Maghribi
(Tunisia) mereka terns memperkuat diri dan memperluas wilayah kekua¬
saan. Kerajaan yang bemaung di bawah Bani Abbasiyah semuanya me¬
reka kuasai, pertama yang ada di Maghribi kemudian meluas ke Afrika.
Pada saat Dinasti Abbasiyah terus menuju kehancurannya, Dinasti Bani
Ubaidi terus melebarkan kekuasannya hingga Mesir, Suriah, dan Hijaz.
Fathimiyah berasal dari suatu tempat yang kini dikenal sebagai TUnisia
(Ifriqiya) namun setelah penaklukan Mesir sekitar 971 M, ibu kotanya
dipindahkan ke Kairo. Pada masa Fathimiyah, Mesir menjadi pusat ke¬
kuasaan yang mencakup Afrika Utara, Sisilia, pesisir Laut Merah Afrika,
Palestina, Suriah, Yaman, dan Hijaz. Pada masa Fathimiyah, Mesir ber-
kembang menjadi pusat perdagangan di Laut Tengah dan Samudra
101
102 kmIlafah
317 G. E. Boswon, Dinasti-Dinasti Islam, diterjemahkan dari The Islamic Dynasties oleh
Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1993), h. 17.
31k G. E. Boswort. Dinasti-Dinasti Islam, h. 18.
KhIlAFAH PAOA Masa DaULAH FATHiMiYAH 103
mereka akan lebih dekat kepada Nabi daripada Dinasti Ummayyah dan
Abbasiyah.31’
Menjelang tahun 909 Masehi gerakan ini sudah memperoleh banyak
dukungan sehingga mampu mengusir Dinasti Aghiabi dari Afrika Utara
dan menjadi penguasa. Abu Abdullah mengundang Ubaidillah Al-Mahdi
yang mereka klaim sebagai al-Mahdi dan pada Januari 910 Masehi men-
jabat sebagai Amirul Mukminin.
Dengan demikian, resmilah berdiri sebuah dinasti baru yang bemama
Dinasti Fathimiyah dengan Ubaidillah al-Mahdi sebagai khalifah pertama,
pendukung Ubaidillah adalah suku-suku nomaden, yang telah menjadi
pengikut Syi'ah Isma‘iliyah. Mereka melawan kaum Aghlabiyah yang
terdiri dari suku bangsa Arab aliran Sunni yang terikat dengan penguasa
Abbasiyah. Suku ini berpotensi untuk memberontak terhadap penguasa
di Baghdad, karena masih satu keturunan dengan penguasa Bani
Ummayyah yang digulingkan Bani Abbasiyah di Baghdad.
Fokus Dinasti Fathimiyah yang pertama adalah mengambil keperca-
yaan umat Islam bahwa mereka adalah keturunan Fathimah putri
Rasulullah dan istri dari Ali bin Abi Thalib. Namun, kalangan Sunni me-
nolak asal usul tersebut dan biasanya mereka menyebut Dinasti Ubaidi,
khalifah pertama Dinasti Fathimiyah, bahkan ada yang menuduh mereka
keturunan Yahudi, sebagaimana tuduhan kepada Ubaidillah secara pri-
badi.*320
Walaupun berambisi untuk mengalahkan kekuasaan Daulah Abbasi¬
yah, Fathimiyah tidak menyerang Baghdad, mereka malah terus mening-
katkan propaganda dan berusaha menduduki Mesir. Ketika itu, Dinasti
Fathimiyah dipimpin oleh Khalifah Al-Mu’iz, Mesir sedang berada dalam
kondisi kacau dan lemah ketika Jauhar panglima pasukan Fathimiyah
sedang menghadapi armada Bizantium di Laut Tengah. Melihat hal
A 19 W Montgomery Wan, KriavaanIslam: Kajian Kritis dan Tbkoh Onen tails, diterjemah
kan oleh Hartonom Hadikusuma, Yogy akarta: Tiara Wacana, 1990, h. 172.
320 Abu Su'ud, Islamologi:Seiarah. A/anun, dan ftranannya dalam Rerudaban Umat Manu
sia, Jakarta: Rincka Cipta, 2003, h. 19. Lihat juga Cvrel Glasse. Ensiklopedia Islam,
Jakarta. PT RajaGrafindo Rersada, 2002, h. 97
I
104 KhIlafah
tersebut, maka pada tahun 969, Jauhar atas perintah Khalifah menyerbu
Fusfat, yang merupakan titik pertahanan paling lemah. Segera setelah
itu, dia menyatakan Mesir sebagai benteng kekuatan Isma'iliyah.
Setelah Mesir dapat dikuasai, maka fokus politik Dinasti Fathimiyah
selanjutnya adalah mendirikan ibu kota baru yang terletak di Fusfat ba-
gian utara, yang mereka sebut dengan al-Qahirah, yang berarti sang
penakluk. Sejak itu, penampilan Fusfat semakin cemerlang dan mampu
menjadi pesaing Kota Baghdad sebagai pusat peradaban maupun peme-
rintahan di Timur Tengah. Di samping itu, dinasti ini juga berupaya untuk
menyebarluaskan ideologi Fathimiyah ke Palestina, Suriah, dan Hijaz.
Keberadaan Dinasti Fathimiyah berbeda dengan dinasti-dinasti kecil
lainnya. Dinasti Fathimiyah mengklaim diri sebagai kekhalifahan yang
memegang pimpinan politik dan spiritual tertinggi. Mereka tidak meng-
aku bagian dari ‘Abbasiyah, mereka melepaskan diri dari Baghdad, tidak
hanya dari segi politik, tetapi juga spiritual. Sementara dinasti-dinasti
kecil lainnya walaupun secara politik melepas dari Dinasti ‘Abbasiyah,
secara spiritual mereka tetap terikat. Iniiah yang membedakan Dinasti
Fathimiyah dengan dinasti-dinasti lokal lainnya.
Khalifah-khalifah yang memimpin Dinasti Fathimiyah ada 14 orang
yaitu:
1. Abu Muhammad Abdullah (Ubaidillah) al-Mahdi Billah (910-934)
sebagai pendiri.
2. Abu Muhammad al-Qa’im Biamrillah bin al-Mahdi Ubaidillah (934-
946).
3. Abu Zahir Ismail al-Mansur Billah (946-953).
4. Abu Tamim Ma’add al-Mu’izz Lidinillah (953-975). Mesir ditaklukkan
semasa pemerintahannya.
5. Abu Mansur Nizar al-’Aziz Billah (975-996).
6. Abu AJi al-Mansur al-Hakim Biamrillah (996-1021).
7. Abu Hasan Ali al-Zahir li-I’zaz Dinillah (1021-1036).
8. Abu Tamim Ma’add al-Mustansir Billah (1036-1094).
9. Al-Musta’li Billah (1094-1101) pertikaian atas suksesinya menimbul-
kan perpecahan Nizari.
KhIlafah pada Masa Daulah FathImIyah 105
321 Zaenal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Umacnya. Jakarta PT Bulan Bintang. 1979.
h. 109.
106 KhIlafah
»22 Cyrcl Glasse, Ensiklopedia Islam, Jakarata: PT RajaGiafindo Persada, 2002, h. 97.
»23 Abu Su'ud, Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya dalam Pcradaban Umat Manu
>ia. h. 23.
KHlLAFAH PADA Masa DAULAH FATHlMiYAH 107
Pada fase ini terjadi kemunduran tatanan politik, yakni periode pe-
perangan antar-fraksi militer dan pembagian negeri ini menjadi sejumlah
iqta’ yang dikuasai oleh para pejabat militer yang berpengaruh. Perang
Salib terjadi dalam fase ini. Perang yang terjadi di awal kekuasaan Al-
Munthasir ini diawali dengan ekspansi yang dilakukan Fathimiyah dari
Mesir sampai ke Palestina dan Suriah.
Fase parlementer ini ciri khasnya adalah adanya peran menteri yang
begitu dominan dalam mengambil kebijakan. Pada fase ini, suksesi ke-
pemimpinan pun sangat ditentukan oleh seorang menterij]
5
KHILAFAH PADA MASA
D1NASTI AYYUBIYAH
109
110 Khilafah
yang dipimpin oleh kepala negara, tiap-tiap dinasti dipimpin oleh seorang
anggota keluarga Ayyubiyah. Pendiri Dinasti Ayyubiyah adalah Salahuddin
Al-Ayyubi putra dari Najmuddin bin Ayyub.
Sejak 1171 M, Dinasti Ayyubiyah mulai berkuasa, hingga 75 tahun
lamanya. Karena dianggap berhasil dalam menjalankan pemerintahan-
nya, Khalifah Al-Muhtadi (Khalifah Bani Abbasiyah) memberikan gelar
Al-Mu'iz li amiru mukmin kepada Salahuddin Al-Ayyubi.
Setelah khalifah Fathimiyah, Al-Adhid, wafat pada 1 171 M, Salahuddin
Al-Ayyubi berkuasa penuh untuk menjalankan peran keagamaan dan
politik. Pada masa pemerintahannya, Salahuddin Al-Ayyubi membagi
wilayah kekuasaan kepada saudara-saudara dan keturunannya. Hal ini
mengakibatkan munculnya beberapa cabang Dinasti Ayyubiyah, di antara-
nya:
1. Kesultanan Ayyubiyah di Mesir dengan rajanya Salahuddin Yusuf Al-
Ayyubi (1171-1193 M).
2. Kesultanan Ayyubiyah di Hamah dengan rajanya Al-Muzaffar I ( 1178-
1191 M).
3. Kesultanan Ayyubiyah di Homs dengan rajanya Al-Qahir (1178-1186 M).
4. Kesultanan Ayyubiyah di Aleppo dengan rajanya Al-Adil I (1183-1193 M).
5. Kesultanan Ayyubiyah di Damaskus dengan rajanya AJ-Afdal (1193-
1196 M).
6. Kesultanan Ayyubiyah di Mayyafariqin dengan rajanya Al-Adhid I
(1193-1200 M).
7. Kesultanan Ayyubiyah di Sinjar dengan rajanya Al-Asraf (1220-1229 M) .
8. Kesultanan Ayyubiyah di Kerak dengan rajanya An-Nasir Dawud
(1229-1239 M).
9. Kesultanan Ayyubiyah di Hisn Kayfa dengan rajanya As-Salih Najmu-
din Ayyub (1232-1249 M).125
326 Ali Muhammad Ash-Shallabi, Al-Ayyubtyuna ba'da Shalahuddin. hh. 804-812. hhat
juga Philip K. Hitti, History of The Arabs: From the Earlist Times to the Present, diter
jemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: PT Serambi
llmu Scmcsta, 2005, h. 859.
6
KHILAFAH PADA MASA
DINASTI TURKI UTSMANI
327 Hamka Sciarah L'mat Islam. Singapura: Pusiaka Nastonal Pte Ltd, 2005, h 205.
328 Philip K. Hun, Histon of the Arabs. London The Mac Millan Press. 197), h. 710
113
114 KhIlafah
Pada era sebelum tanzimat, Sultan memiliki peran ganda, yaitu pe-
milik kekuasaan temporal atari dunia dan kekuasaan spiritual atau ru¬
hani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai
kepala ruhani umat Islam ia memakai gelar Khalifah.32* Dengan demi-
kian, Raja Utsmani mempunyai dua bentuk kekuasaan. kekuasaan meme-
rintah negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam.
Adapun setelah era tanzimat, Sultan hanya menjabat sebagai pemim-
pin spiritual atau ruhani. Hal tersebut terlihat. misalnya, pada gelar
Sultan terakhir Dinasti TUrki Utsmani, yaitu Khalifah Abdul Madjid II,
yang hanya bergelar khalifah. Artinya, kepemimpinannya hanya di bi-
dang aspek spiritual dan tidak memiliki kekuasaan duniawi.
Era tanzimat sebagai sebuah gerakan pembaruan yang terjadi di TUrki
Utsmani terjadi pada pertengahan abad ke-19. Gerakan ini ditandai de¬
ngan munculnya sejumlah tokoh pembaruan TUrki Utsmani yang belajar
dari Barat, yaitu bidang pemerintahan. hukum. administrasi, pendidikan,
keuangan, perdagangan, dan sebagainya.329330
Tanzimat merupakan suatu gerakan pembaruan sebagai kelanjutan
dari kemajuan yang telah dilakukan oleh Sultan Sulaiman (1520-1566
M) yang termasyhur dengan nama al-Qanuni. Namun, pembaruan yang
sebenamya lebih membekas dan berpengaruh pada masa Sultan Mahmud
II (1808-1839 M).”1 la memusatkan perhatiannya pada berbagai per-
ubahan internal di antaranya dalam organisasi pemerintahan dan hukum.
Sultan Mahmud II juga dikenal sebagai sultan yang pertama kali dengan
tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia.
Urusan agama diatur oleh syariat Islam (al-tasyrT al-dini) dan urusan
329 Harun Nasution, F^mbaharuan Dalam Islam. Sejarah ftnukiran dan Gerakan. Jakarta:
Bulan Bintang. 1996, h. 92.
330 Kafrawi Ridwan (ed ). Ensiklopedi Islam, jilid HI. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1994. h. 113. Lihal juga Harun Nasution. Prmbaharuan Dalam Islam, h. 97 Arthur
Goldschmidt mcnuliskan bahwa tanzimat terpusat setidak tidaknya pada tiga
persoalan pokok yaitu: terming pemilikan tanah. koditikasi hukum hukum, dan
reorganisasi militer lahar Arthur Goldschmidt, A Concise History of the MidIc East,
USA: Westview Press, 1991. h 124.
331 Arthur Goldschmidt, A Concur History of the MidIc Fast, h 1 56.
KhIlafah pada Masa DInastI TurkI UtsmanI 115
dunia diatur oleh hukum yang bukan syariat (tasyri’ madani). Hukum
syariat terletak di bawah kekuasaan syaikh al-Islam, sedangkan hukum
bukan syariat diserahkan kepada dewan perancang hukum untuk meng-
aturnya. Hukum yang bukan syariat ini diadopsi dari Eropa, Prancis, dan
negeri asing lainnya.332
Pembaruan yang diadakan pada masa tanzimat tidak seluruhnya men-
dapat penghargaan dari pemuka masyarakat Islam, bahkan mendapat
kritikan dari para cendekiawan Islam Kerajaan TUrki Ucsmani. Kritikan
ini timbul dari tokoh nasionalis TUrki, Mustafa Kemal At-Taturk (Bapak
Turki),333 yang dipengaruhi oleh ide golongan nasionalis Turki dan na¬
sionalis Barat. Westernism, sekularisme, dan nasionalisme menjadi pola
dan dasar pemikirannya. la berpendapat Turki hanya dapat maju dengan
meniru Barat. Untuk mencapai ide tersebut, ia memproklamasikan
Republik TUrki Sekuler tahun 1924 M. Mustafa Kemal selanjutnya meng-
hilangkan institusi keagamaan dalam pemerintahan dengan menghapus-
kan Syaikh al-Islam, Kementerian Syariat dan Mahkamah Syariat serra
hukum syariat dan hukum adat dihapuskan diganti dengan hukum Barat.
Dalam soal perkawinan diganti dengan hukum Swiss, yaitu menurut
hukum sipil. Wanita mendapat hak cerai yang sama dengan kaum pria,
dan banyak lagi yang sudah diubah menjadi hukum Barat. Mustafa Kemal
sebagai seorang nasionalis dan pengagum peradaban Barat tidak menen-
tang agama Islam, ini terbukti bahwa dalam mengurus persoalan agama
diadakan Depanemen Urusan Agama, dan masih memberikan kebebasan
beragama kepada rakyat.
la beranggapan agama Islam merupakan agama rasionalis, namun
dirusak oleh pemahaman yang sempit, untuk itu perlu disesuaikan de¬
ngan kondisi dan kebutuhan Negara Ibrki. Al Qur an perlu diterjemahkan
ke dalam bahasa TUrki. Azan harus dikumandangkan dalam bahasa Tbrki.
332 Tbsyn’ Madam, pada maw selanjutnya membawa kepada adanya hukum sekuler.
Harun Nasution. lYmbaharuan Dalam I skim, h. 93.
133 Harun Nasution. Rrmbaharuun Dalam Islam, hh. 147152.
116 KhIuafah
Azan dalam bahasa TUrki ini mulai diterapkan pemakaiannya tahun 1931
117
118 KhIlafah
tidak mungkin juga Abu Bakar pada saat Nabi Saw. sedang dikuburkan,
lebih memilih untuk hadir di rumah Saqifah Bani Sa'idah untuk
memperbincangkan penerus Nabi Saw. daripada hadir di pemakaman
Nabi Saw.
Al Ghazali berpendapat berbeda. bahwa masalah imamah adalah
masalah furu’. la bukanlah masalah yang mendasar arau bagian dan
ushuluddin, retapi masalah furu', dan bagian dari perkara-perkara ke-
fikihan. Selain itu akan memmbulkan fanatisme, fimah, dan perseteruan.
Tidak mendalaminya lebih selamat dan lebih diinginkan danpada men-
dalaminya.MI
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa, "Imamah merupakan pcngganti
(rugas) pemegang (otontas) syanat dalam mehndungi agama dan meng-
atur urusan keduniawian.’^
Secara tersirat, pengertian khilafah menurut Al-Mawardi dan Ibnu
Khaldun di atas mensyaratkan bentuk negara atau pemerintahan yang
ideal lebih kepada teokrasi, memadikan agama dan TUhan sebagai pe-
doman dalam bemegara. Bahwa pemenntahan merupakan sarana untuk
menegakkan hukum hukum Allah, sehingga pelaksanaannya pun ber
dasar dan dibarasi oleh kekuasaan-Nya. Khalifa h atau pemimpin dalam
negara Islam tidak hanya memegang kekuasaan sevara duma. tetapi juga
berkaitan dengan masalah akhirat, yaitu untuk menegakkan hukum
hukum Allah Swt.
Konsep khilafah semacam ini dapat ditemukan juga pada pemikiran
tokoh filsuf klasik. yaitu Al-Farabi. meskipun dengan menggunakan isri-
lah yang berbeda. Al Farabi tidak menyebutnya dengan istilah khilafah
atau imamah atau daulah, melainkan dengan istilah madinah dan mulk M‘
Hal ini lebih disebabkan, bahwa Al-Farabi hidup pada zaman kerajaan.
344 Hanna al-Fakhuri dan Khalil al-Jarr, Tdrtkh al-Falsafah al'Arabiyyah, h. 92.
345 liha t Muhsin Muhajir Niya, Daulat darAndbyeh Fardhi. Teheran: Muassasah Fnrhangge
Danrsy wa Andisyeh Mu'ashir, 1380 HS (Hijrah Syamsiah), h. 100.
’46 Harun Nasution, Fabafat dan Mbtbbmc dalam Islam, h. 34.
347 Al-FArabi. as-Siyasah al-Madaniyyah, Rasail Ibn Farabi, India: Dairah Ma’arif, 1964, h. 32.
DefInIbI dan Konsep KhIlafah 121
dan begini juga sebaliknya. Namun, terdapat beberapa nabi yang juga
sekaligus imam seperti kedudukan Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Muhammad
Saw.3ss Sedangkan tugas nabi secara umum hanya menyampaikan wahyu
Allah Swt.356
Khilafah atau wilayah (kepemimpinan) terdapat dua jenis: kepemim-
pinan takwiniyyah dan kepemimpinan i'tibari. Kepemimpinan takwiniyyah
adalah seperti penunjukan dan pengutusan rasul-rasul Allah kepada
manusia. Sedangkan kepemimpinan i’tibari adalah seperti penunjukan
Ali menjadi khalifah oleh Rasulullah Saw.357 Atau dalam istilah lain hal
itu disebut oleh Khomeini dengan istilah kepemimpinan zhahir dan
bathin.3S* Hal itu berarti kenabian sebagai tugas pembawa berita dan
pengajaran hukum Tuhan ialah sisi zhahir dari khilafah dan wilayah.
Kebutuhan terhadap suatu negara merupakan kesimpulan rasional,
bahwa setiap keberadaan masyarakat membutuhkan suatu sistem yang
tertata, guna mengorganisasikan segenap urusannya, sehingga menjadi-
kan dirinya terlindungi dari anarki dan kehancuran.359 Dengan demikian,
sepanjang sejarah akan senantiasa terdapat berbagai bentuk sistem sosial
dan sejumlah elite penguasa yang bermaksud menegakkan tatanan ter-
tentu serta menghidupkan keadilan. Akibatnya, tak satu pun bukti yang
menunjukkan bahwa manusia pemah hidup dalam apa yang disebut
—
sebagai negara alamiah (the nature of state) konsep negara yang banyak
diperbincangkan para ahli teori kontrak-sosial Eropa.360 Dari unit sosial
terkecil, keluarga, klan atau suku, sampai ke tatanan yang lebih kompleks
dan paling maju seperti bangsa dan kerajaan, selalu terdapat hierarki
sosial, pembagian ketja, dan langkah-langkah demi melindungi keber-
355 Lihat QS Al Baqarah (2]: 124 yang menutyuk Nabi Muhammad sebagai imam.
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikanmu Imam bagi stluruh manusia."
356 LihatQS Al-Ma idah [5]: 99.
357 Khomeini, Kitab al-Bay, Maktabah Ahlui Bait, Juz 2, h. 623.
358 Khomeini, Mishbdhul Hiddyah da al-Khildfah wa alWildyuh. Mishbah 48, h 38.
359 Kazhim al Hain, Asos al-Hukumah altddmiyyah, Beirut: al-Nail Publication. 1979. h. 13.
360 TM. Aziz, “Ulama dan Rakyat: Konsepsi Kedaulatan dalam Wacana Pblitik Syiah Kon
temporcr”. Jumal al Huda, Vol. 1. Nomor 2. 2000, h. 119.
124 KhIlafah
adaan sistem sosial tertentu. Mekanisme kontrol politik seperti itu mem-
berikan legitimasi pada sang pemegang otoritas dalam memelihara kese-
larasan antara anggota yang ada dalam setiap tatanan sosial.
Berkenaan dengan hal di atas, kebutuhan-kebutuhan masyarakat
dalam masalah keadilan, sistem pendidikan, mengamankan tatanan.
menolak ketidakadilan, melindungi tapal-tapal batas, dan memberikan
perlindungan kepada masyarakat dari gangguan musuh-musuh asing,
jelas sangat rasional, terlepas dari ruang dan waktu.3'’1
Nilai penting dari negara adalah untuk menjamin kelangsungan hidup
manusia di muka bumi. Yakni suatu pemerintahan yang di dalamnya
terkandung maksud-maksud Ilahi yang memandu manusia ke arah ter-
bentuknya lingkungan politik yang sesuai. Sejarah manusia membuk-
tikan bahwa ketika manusia tidak mampu, atau mengabaikan keharusan
untuk memilih orang-orang yang tepat untuk dipilih sebagai pemimpin,
maka mereka mau tak mau tengah mengupayakan terbentuknya organi-
sasi serta tatanan-sosial ekonomi yang bersifat zalim, yang jelas-jelas
akan mengancam kesejahteraan serta kehidupannya. Ini disebabkan
keterbatasan dalam fakultas manusia guna menarik kesimpulan yang
benar atas isu-isu yang penting bahwa Allah, Yang Mahamulia, niscaya
menyampaikan wahyu khusus untuk memberi petunjuk kepada manusia
mengenai pemimpin-pemimpin sejati mereka.
Terdapat empat kelompok golongan yang menolak adanya negara:
Pertama, adalah orang-orang yang mendasarkan penolakannya me-
lalui dasar-dasar filosofis seperti yang dianut oleh Karl Marx dan para
pengikutnya.
Kedua, adalah orang-orang yang memiliki latar belakang kehidupan
yang gelap. Mereka menolak adanya negara karena kekhawatiran secara
psikis akan kepentingan pribadinya.
Ketiga, adalah orang-orang yang hanya memandang sisi negatif dari
negara yang bagi mereka negara hadir hanya untuk mendukung orang-
36) Khomeini, Bahts Istidldli ‘llmifi Wil&yat al-Faqih, Beirut: al-Falah institution, 1985, h.
11.
I
364 John J. Donohue dan John L. Esposito (Penyunting), Islam dan Pembahaman, h. 49.
8
SISTEM
PENGANGKATAN KHALIFAH
127
128 KhIlafah
371 Thabari, Tdrikh al-Umam wa/ al-Muluk (Tdrikh ath-Thabarf). Vol. IV h. 229
130 KhIlafah
372 Tenrang pemimpin sebagai imam kaum Muslim sepeninggal Nabi adalah Ali ibn Abi
Thalib lihat keterangan yang dipaparkan secara luas oleh Thusi yang disyarah oleh
Allamah Hilli, Kasyf al-Murdd fi Sayrh Tajrid al-I'tiqad, h. 367. Peristiwa Ghadir Khum
ini banyak diriwayatkan oleh para perawi hadis maupun sejarahwan, baik dari golong-
an Syi'ah maupun Sunni. Polemik masalah imamah ini dapat merujuk kepada kitab
Sayyid Ali al-Husaini al Milani, al Imdinah fi Ahammi al-Kutub al-Kaldmiyyah wa
Aqtdah asy-Syi'ah al-lmamiyyah, Qum: Mathba’ah Sayyid asy-Syuhada, 1413 H. Kitab
ini secara khusus menyoroti masalah imamah dengan melakukan pendekatan kom-
paratif baik dari aspek hadis maupun sejarah dengan menukil kitab-kitab Sunni dan
Syi'ah.
373 Lihat Subhi Abduh Sa'id, al Hakim wa Ushdl al Uukm fi an-Nizhdm al-lsldmf, Kairo:
Mathba’ah Jam'iah al-Qahirah, 1985, h. 41.
SIbtem Penoanokatan KhalIfah 131
urusan fikih serta satu di antara sekian masalah kemaslahatan umat yang
tidak ada hubungannya dengan "agama"?74
Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Ibn al-Qayyim, rokoh
Ahl al-Sunnah terkemuka, bahwa masalah siy&sah (politik) adalah se-
suatu yang membawa masyarakat kepada kebaikan dan mencegahnya
dari kerusakan, meskipun Rasul sendiri tidak menjelaskannya dan tidak
turun wahyu mengenainya. Menurutnya, barang siapa mengatakan bah¬
wa urusan siydsah hanya dapat dijalankan melalui ketentuan agama,
sungguh telah melakukan kesalahan dan teiah menganggap para sahabat
melakukan kesalahan.374
Mengapa Sunni berpandangan demikian? Ahmad Subhi menjelaskan,
itu karena Ahl al-Sunnah memandang bahwa Rasul Saw. tidak menunjuk
seorang pun untuk menggantikannya. Selain itu, Ai-Qur’an tidak meme-
rinci aturan tentang bentuk pemerintahan atau masalah-masalah kekua-
saan yang terkait dengan khilafah.376
Berbeda dengan Syi'ah yang menganggap bahwa meskipun masalah
agama telah sempuma saat Rasulullah Saw. wafat, dan oleh karena itu
tidak ada nabi lagi sesudah Nabi Muhammad Saw. tapi kebutuhan umat
manusia kepada pembimbing (al-hddi atau al-mursyid), yang menun-
jukkan jalan kebenaran dan mengingatkan mereka dari jalan kesesatan,
tidak pemah berakhir. Umat manusia selamanya memerlukan pembim¬
bing. Karena itu, ketika nubuwwah berakhir, tidak berarti bimbingan ini
berakhir pula. Bedanya, sesudah Nabi Muhammad wafat, bimbingan itu
beralih ke bentuk imamah. Karenanya, segala sesuatu yang berkaitan
dengan masalah nubuwwah (kenabian), kecuali urusan wahyu. terkait
pula dengan masalah imamah, seperti masalah wujub bi’tsah al-rasul
(wajibnya pengutusan rasul), 'ishmah (kesucian), dan sebagainya.377
374 Ahmad Mahmud Subhi, Nazhanyyat al-Jmamah Inda al-Syiah al-ltsna Asyariyyah
TUhltl FaLsafili al-Hqyat, Kairo: Dar al-MaAnf. 1969, h. 55.
375 Ahmad Mahmud Subhi, Ncuhariyyai al-imdmah. h. 55.
376 Ahmad Mahmud Subhi, Nazhanyyat al-hndmah, h. 56.
377 Lihat Ja’far Subhani, Muhddhardt fi allldhiyydt. Qum. Muassasah Imam Shadiq, 1421
H, hh. 340-342.
132 KHiLAFAH
Oleh karena itu, tidak heran jika Syi'ah mendudukkan masalah imamah
ini sebagai bagian dari pokok-pokok agama (ashl min ushul ad-din) atau
bagian dari pokok mazhab, karena menganggap masalah imamah sama
dengan masalah nubuwwah.
Adapun masalah pemerintahan, Syi'ah memandangnya sebagai bagi¬
an dari tugas imamah. Artinya, seorang imam sekaligus kepala negara
dan atau pemerintahan. Namun, tidak selamanya imamah harus mendu-
duki kursi kekuasaan. Seperti dikemukakan oleh Munadha Muthahhari
bahwa dalam persoalan imamah dari sudut pandang Syi'ah, jangan sam-
pai kita membuat suatu kesalahan dengan menyederhanakannya, meng¬
anggap imamah sebagai administrasi pemerintahan, karena penyeder-
hanaan seperti ini menciptakan berbagai kesulitan.
Jika imamah adalah penguasa, maka muncul pertanyaan, apakah
perlu seorang kandidat yang terbaik bagi kepala negara? Tidak cukupkah
apabila seorang negarawan yang baik, administrator yang baik dan jujur,
kendati ia lebih rendah daripada orang lain dalam hal lainnya? Apakah
perlu seorang penguasa harus suci dari dosa? Apa yang dibutuhkan dari
orang seperti ini? Apakah perlu ia harus melaksanakan shalat malam?
Jika demikian halnya kenapa? Perlukah ia menguasai fikih? Apabila
diperlukan, bolehkah ia berkonsultasi dengan orang lain?
Semua pertanyaan ini muncul apabila kita memandang masalah ini
dari sudut yang sempit. Menurut Muthahhari, adalah kesalahan besar
jika berpikir bahwa imamah dan penguasa itu identik. Beberapa ulama
dahulu membuat kekeliruan semacam ini. Bahkan sekarang pun keke-
liruan semacam itu terulang kembali sehingga menjadi hal yang umum.
Apabila orang berbicara tentang imamah, segera masuk dalam pikirannya
tentang penguasa, sedangkan sebenamya persoalan penguasa merupakan
bagian kecil dari imamah. *78
Pendapat Muthahhari di atas senada dengan apa yang disampaikan
oleh Subhani, bahwa imamah merupakan fungsi kepemimpinan yang
lebih umum yang menyangkut urusan agama dan dunia (riasah ‘ammah
135
136 KhIlafah
383 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al-Khulafd'. h. 19. Hadis ini sahih menurut Ibn Hiban
dan para ahli hadis lainnya. Tiga puluh tahun yang dimaksud dalam hadis tersebut
menurut para ulama, sebagaimana dinyatakan oleh As-Suyuthi, adalah masa kekha¬
lifahan Khulafa ar-Rasyidun dan masa khilafah Hassan ibn Ali. Hal berbeda dikatakan
oleh Safinah dalam Musnad Imam Ahmad, bahwa 30 tahun yang dimaksud hanya
pada masa Khula/a al-Arha'ah yaitu: Khilafah Abu Bakar 2 tahun, Umar bin Khattab
10 tahun, Utsman bin Affan 12 tahun, Ali ibn Abi Thalib 6 tahun.
384 Muhyissunnah al Husain bin Masud al-Baghawi, Syarh al-Sunnah, Beirut: al Maktab
al lsiami, 1983. juz 14. h. 75, (edisi Syu'aib al Arauth).
Format Pemerintahan KhIlafah 137
»85 Ibid
186 Abdurraul al Munawi, Faidhul Qadir Syarh al Jami' al Shaghir. Beirut. Dar alMarifah.
1972, jux 3. h. S09.
138 KHILAFAH
khilafah Islam. Hal tersebut sesuai dengan isi hadis yang di dalamnya
kerajaan disebut secara langsung ketika membicarakan masalah khilafah
sepeninggal Nabi Saw. Di pihak lain, para ahli sejarah membuat klasifi
kasi yang lain, bahwa kerajaan tidak sesuai dengan Sunnah Nabi Saw.
Jika tidak sesuai dengan Sunnah Nabi, pertanyaan mendasarnya adalah:
kenapa Nabi Saw. menyebutnya? Kedua hal ini merupakan hal yang
pelik.
Adanya ambiguitas ini mendorong munculnya berbagai sejumlah
penafsiran dan perspektif lain untuk menyikapi hal tersebut. Sistem
kerajaan, dengan ciri pengangkatan khalifah berdasarkan wasiat dari
khalifah sebelumnya secara turun-temurun. terjadi bukan hanya pada
masa kerajaan Bani Umayah dan setelahnya, namun juga terjadi pada
sistem kekhalifahan yang dipraktikkan oleh salah seorang Khulafa ar-
Rasyidm, yaitu yang dilakukan oleh Abu Bakar Shiddiq ketika mewa-
siatkan khalifah setelahnya pada Umar bin Khanab. Kepurusan Abu
Bakar tersebut, seperti dikatakan oleh Rasyid Ridha. memunculkan kon-
sep khilafah secara turun-temurun di masa Bani Umayah.*87
Ketiga, jumlah khalifah adalah dua belas. Hadis ini diriwayatkan dari
berbagai sumber dan diyakini kesahihannya. As-Suyuthi bahkan mem-
bahasnya secara lebih panjang dengan meriwayatkan serta mengutip
banyak pendapat dari para ulama mengenai jumlah khalifah dua belas
setelah membahas hadis mengenai masa usia khalifah 30 rahun. 188
Jumlah khalifah yang awalnya disebut 30 tahun lalu disebut juga
jumlahnya dua belas khalifah memunculkan berbagai penafsiran. Hal ini,
pada gilirannya, menimbulkan pula ambiguitas lain dari bentuk pemerin
tahan pada sistem kekhalifahan Islam. Seperti apa sesungguhnya sistem
kekhalifahan yang sesuai dengan Sunnah Nabi Saw., sementara dari
aspek jumlah khalifah terdapat banyak versi?
Hadis yang menyatakan akan datangnya dua belas khalifah, yaitu di
antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Muslim: “Dari Jabir bin Samurah
Hadis ini hanyak dmwavatkan dan betbagai kitab hadis Bukhari dan Muslim meii-
wavatkan hadu tersebut Ibn lUiai al Anqaiani pun tnenyebutkan hadt* UMsebut Pun
Ibn Hibhan. menwayatkan hadis itu Uhai hadis hadi* tersebut dalam Jalaluddtn As
Suvuthi, T Arikh al Khulqfft' hh 14 IS
<9(i Jalahiddin As Suyuthi. TArfkh al KhulafiA'. h 15.
<91 lalaluddui As-Suyuthi. tdnkh . h. lb.
140 KhIlafah
imam terakhir, yaitu Muhammad ibn Hasan ibn Ali al-Qaim atau Imam
Mahdi (yang dinantikan).
Selain itu, sistem pemerintahan khilafah menurut mazhab Syi’ah pun
berada pada level hukum berdasarkan nas naqh bukan pada level penaf-
siran, yaitu berdasarkan apa yang dihukumkan dalam Ai-Qur’an dan
Sunnah Nabi. Hal inilah yang kemudian memberikan muatan pada pe-
rumusan konsep wilayatul faqih Imam Khomeini. Hak kepemimpinan
hakiki adalah milik para Imam Suci yang kesemuanya dari Ahlulbait Nabi
Saw., dan pada masa kegaiban Imam Mahdi tetap berada pada koridor
syariah, yaitu diserahkan pada naib imam (wakil imam di muka bumi),
yaitu para ulama yang memenuhi persyaratan, di antaranya syarat ‘ada¬
lah (keadilan) dan faqahah (penguasaan ilmu).
Thusi, menyebut pemimpin dengan istilah imam, yaitu manusia yang
memiliki kepemimpinan mutlak atas urusan dunia dan agama.JM2 Fitnah
dan kerusakan akan terjadi jika tidak terdapat imam di tengah-tengah
masyarakat. Dengan adanya hal tersebut, maka keberadaan imam itu
wajib diangkat oleh Allah Swt.*393
Konsep bentuk pemerintahan tidak bisa dipisahkan dengan konsep
kepemimpinan (imamah atau khilafah).3*' Ulama memegang otoritas
tertinggi dalam bidang politik maupun agama.395 Selama gaibnya Imam
Mahdi, kepemimpinan dalam pemerintahan Islam menjadi hak fuqaha.
592 Khaja Nasi rudd in ThQsi. Akhldk Ndshin. Teheran Khawarzrmr. 1373 HS. h. 41. Lihat
juga Thdsi, Risalah Imamat, Teheran Darusyghah Teheran, 1335, h. 15.
Lihat A. Rahman Zainuddin dan M. Hamdan Basyar (ed.), Syi'ah dan Politik di Indo¬
nesia: Sebuah Peneltnan, Bandung: Mizan, 2000, h. 61.
396 Syarac-syarat seorang faqih agar bisa memimpin sebuah pemerintahan Islam antara
lain: (1) mempunyai pengetahuan yang luas lentang hukum Islam; (2) harus adil,
dalam arti memiliki iman dan akhlak yang tinggi; (3) dapat dipercaya dan berbudi
luhur, (4; genius; (5) memiliki kemampuan administratif; (6) bebas dan segala
pengaruh asrng; (7) mampu mempertahankan hak hak bangsa, kcmerdekaan, dan
integritas tentorial tanah Islam, sekalipun harus dibayar dengan nyawanya; dan (8)
hidup sederhana. Lihat Khomeini, al-Uukumah al Islainiyyah, hh. 56 58.
397 Hanya imam yang ditunjuk secara eksplisitlah yang berhak membuat keputusan yang
mengikat dalam masalah yang memengaruhi kesejahteraan umat manusia.
Format PemerIntahan Khilafah 143
398 Abdulaziz A. Sachedina, Kepemimpinan Dalam Islam. Bandung. Mizan. 1986, h 197.
399 A. Rahman Zainuddin dan M Hamdan Basyar (ed.), Syi'ah dan Mink. Bandung:
Mizan. 2000. h. 63.
4M Khomeini, ul Hukdmah al htdmixyah. Ii 70.
144 KhIlafah
Atas dasar ini, dalam sebuah pemerintahan Islam, badan Majelis Pe-
rencanaan mengambil peran sebagai Majelis Legislatif, yang merupakan
salah satu dan tiga cabang dalam pemerintahan yang ada (legislatif,
eksekutit, dan yudikatif) . Majelis ini menyusun program-program bagi
kementerian di dalam kerangka aturan-aturan Islam dan dengan cara
demikian majelis ini akan menentukan bagaimana kuantitas dan kualitas
pelayanan publik yang akan diberikan oleh negara kepada masyarakat-
nya. Hukum-hukum Islam yang ada di dalam Al-Qur'an dan Sunnah
diterima oleh kaum Muslim dan ditaati. Penerimaan mereka ini akan
memudahkan cugas pemerintah dalam menerapkan hukum-hukum terse-
but dan membuatnya agar benar-benar menjadi milik rakyat.401
Sebaliknya. pada pemerintahan republik atau monarki konstitusionai,
sebagian besar para pemimpinnya mengklaim bahwa mereka mewakili
mayontas suara rakyat, yang dengan suara mayoritas ini rakyat pasti
akan mengabulkan apa pun yang mereka kehendaki dan kemudian me-
maksakan hal-hal yang menjadi kehendak mereka kepada seluruh pendu-
duk yang dikuasainya. Dalam pemerintahan Islam, kedaulatan hanyalah
milik Allah dan hukum adalah keputusan dan perintah-Nya. Hukum-
hukum Islam, yang berasal dari perintah-perintah Allah memiliki kewe-
nangan mutlak atas semua individu dalam sebuah pemerintahan Islam.
Semua manusia, termasuk Nabi Saw. dan para imam, adalah subjek
hukum Islam dan akan tetap demikian untuk selamanya, subjek dari
hukum sebagaimana yang telah diwahyukan oleh Allah Swt. melalui Al-
Qur'an dan Sunnah Nabi. Jika Nabi Saw. menanggung tugas nubuwwah,
maka sungguh hal itu adalah perintah Allah untuk dirinya. Allah Swt.
telah menunjuk Nabi Saw. sebagai wakil-Nya di muka bumi. Nabi tidak
menegakkan pemerintahan berdasarkan kehendaknya untuk menjadi
pemimpin kaum Muslim. Sama halnya ketika perselisihan akan sangat
mungkin terjadi di antara umat sepeninggalnya dikarenakan terbatasnya
pengetahuan mereka akan Islam dan iman. Atas dasar ini, maka Allah
Swt. memerintahkan Nabi Saw. untuk segera menyampaikan perma-
Dengan berdasarkan hadis Ali bin Abi Thalib, jelaslah bahwa memikul
fungsi pemerintahan adalah untuk memperoleh wasilah, bukan maqdm
maknawi. Hal ini dikarenakan jika pemerintahan itu dijalankan untuk
memperoleh maqdm maknawi, maka tak seorang pun yang dapat me-
rampasnya. Pemerintahan dan pemberian perintah kepada rakyat akan
bemilai jika keduanya menjadi wasilah untuk melaksanakan hukum-
hukum Islam dan menegakkan tatanan Islam yang adil sehingga orang¬
orang yang bertanggung jawab atas pemerintahan tersebut memperoleh
nilai tambah dan maqdm yang mulia. Sifat-sifat yang disyaratkan untuk
mencapai tujuan tersebut adalah adanya pengetahuan terhadap hukum
dan keadilan.
Konsep pemerintahan Islam dalam mazhab Syi‘ah berpusat pada ke-
pemimpinan faqih sebagai sentral pemerintahan. Tidak ada perbedaan
dalam masalah penegakan hukum Allah Swt. antara Nabi, Imam, dan
faqih. Dalam menjalankan fungsi tersebut, faqih sama dengan Nabi dan
Imam. Dalam masalah ini, tidak masuk akal apabila ada perbedaan an¬
tara Rasul Saw., para imam a.s. dan faqih. Sebagai contoh, salah satu hal
yang berkaitan dengan wildyat al-faqih, yaitu menjalankan ketetapan-
ketetapan hukum Islam. Dapatkah muncul perbedaan antara Rasul Saw.,
para imam, dan faqih? Apakah seorang faqih harus memberikan cam-
bukan yang lebih sedikit dikarenakan maqdm-nya lebih rendah? Hukum-
an bagi seorang pezina adalah seratus kali cambukan. Apakah jika Nabi
Saw. yang melakukannya, maka cambukan itu menjadi 150 kali dan bagi
Amirul Mukminin 100 kali serta bagi faqih adalah 50 kali?405
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib be r kata kepada Ibnu Abbas, sekaitan dengan
masalah pemerintahan, “Berapa besar nilai sandal ini?" Ibnu Abbas menjawab, "Tidak
ada mlainya." Lalu dia berkata, “Demi Allah, sungguh itu (sandal) lebih bemilai bagi
ku dibandingkan memerintah kalian, kecuali aku tegakkan yang hak (hukum -hukum
dan tatanan Islam) dan aku lenyapkan yang batil (hukum hukum dan tatanan yang
menindas dan terlarang)." Lihat Muhammad Abduh, Nahj al-Baldghah, Khutbah No.
33.
405 Khomeini, al Hukumah allsldmiyyah, h. 82.
Format PemerIntahan KhIlafah 147
D
iantara syarat-syarat kh a I if ah yang memegang figur sentral
pemerintahan atau negara Islam, adalah dari aspek keturunan
(nasab). Hal ini termuat misalnya, dalam hadis yang menyatakan
bahwa,‘Aimmah (para imam) dari Quraisy Tidaklah mereka memutuskan
suatu perkara kecuali berlaku add, mereka berjanji dan menepatinya, jika
diminta betas kasihan maka mereka mengasihL” (HR Ahmad dan Abu
Yu’la dan Ath-Thabrani)
Imam Ibnu Hajar meriwayatkan hadis serupa dengan menambah
redaksi lengkap “ Siapa saja di antara mereka yang tidak berbuat demi-
kian, maka dia akan mendapatkan laknat Allah, laknat para malaikat,
dan laknat seluruh manusia. Tidak dapat diterima tobat dari mereka dan
tidak diterima pula tebusan (asab) dari mereka.” 4,0
Hadis tentang syarat keturunan Quraisy sebagai syarat khalifah ter-
cantum dalam banyak hadis dengan matan dan sanad yang berbeda
beda.* 411 Pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam TUrmudzi. dengan
redaksi mulk (raja) milik Quraisy41-, hadis Imam Ahmad menggunakan
149
150 KhIlafah
413 Jalaluddin As-Suyuthi, Tdrikh al Khulafa. h. 13. Hadis mi diriwayatkan juga oleh Abu
Dawud At Thayalisy dalam Musnadnya Juz 2. h. 163. Imam Ahmad juga meriwayat-
kannya dari Anas bin Malik dan Abi Barzah dengan redaksi yang lebi h pendek: "Bahwa
Rasulullah Saw. berdiri di depan pintu rumah beliau Saw. dan Kami ada (di dalam
rumah beliau), lalu berkata: 'Para Imam itu dan Quraisy."" (A/ Musnad, juz 3. h. 139
dan juz 4, h. 421). Imam Bukhari meriwayatkan hadis tersebut dalam Kitab AlAnbiyd'
dengan redaksi; Dari Muawiyah bahwasanya dia mendengar Nabi Saw. bersabda:
"Sesungguhnya urusan (pemenntahan. khilafah) int ada di tangan Quraisy. Tidak
seorang pun yang memusuhi mereka melainkan Allah akan membuatnya terjungkaL'
tersungkur ke tanah, selama mereka menegakkan agania (Islam)." (Shahih Bukhari, juz
6, h. 389). Imam Bukhari juga meriwayatkan hadis itu dan Abdullah bin Umar r.a.
dengan lafaz: "Urusan (pemenntahan khilafah) tm senantiasa berada di tangan Quraisy
selama masih tersisa dan mereka dua orang.” Imam Ibnu Hajar Al-'Asqalani tentang
sanad hadis iru berkata: "Para perawinya (nidi hadis) tergolong dalam para perawi
yang sahih, tetapi dalam sanad int ada keterputusan (mqithd")" (Fath Al-Bdn, juz. 16.
h. 231).
Dan hadis Ibnu Umar ini juga dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Al-
Imdrah dengan lafaz:“Urusan (pemerincahan khilafah) mi senantiasa berada di tangan
Quraisy selama masih tersisa dua orang di antaru manusia." (Shaljih. Muslim, juz 12,
h. 201).
Imam Muslim meriwayatkan hadis serupa dari Abu Hurairah r.a. dengan lafaz:
"Manusia mengikuti Quraisy dalam perkara (pemenntahan) ini. Yang Muslim mengikuti
kaum Muslim dari kalangan mereka. Yang kafir mengikuti kaum kafir dan kalangan
mereka." (Shaljih Muslim, juz 12. h. 200). Dalam Sunan At Tirmidzi, juz 4. h. 503,
diriwayatkan hadis dan Amr bin Ash bahwasanya dia mendengar Nabi Saw. bersabda:
"Quraisy adalah pemimpin manusia (wuldtun nas) dalam kebaikan dan keburukan
hingga Han Kiamat"
Dan Imam At Tirmidzi berkata, "Hadis ini adalah hadis hasan ghanb shahth."
Dalam Sunan Al-Baihaqi, juz. 8, h. 144, diriwayatkan hadis dan Atha' bin Yasar
bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda kepada orang-orang Quraisy: "Kalian adalah
manusia vang paling layak memegang urusan (pemenntahan) ini selama kalian berada
dalam kebenaran. Apabila kalian menyimpang dan kebenaran. maka kalian akan
dtkupas habis sebagaimana kulit kayu mi dikupasl— Beliau menunjuk sebuah kayu yang
ada di tangannya.”
Imam Syafi'i meriwayatkannya dengan lafaz yang sama dalam Al Musnad Bagian
Mu'amalat. Beliau mengeluarkan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Syihab
bahwa telah sampai padanya bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Rersilakan Quraisy
tampil ke depan (untuk memimpin) dan janganlah kalian mendahuluinya ke depan
(untuk memimpin) Belajarlah dan Quraisy dan jangan mengajari mereka." (Imam
Syafi’i).
Tentang hadis “Para Imam dari Quraisy" Al Halabi berkata, "Hadis tersebut
adalah hadis sahih yang diriwayatkan sekitar 40 sahabat. Imam Ibnu Hazm rnemlai
hadis tersebut mutawatir. Dia berkata, “Riwayat hadis ini datang secara tawatur."
Syarat-Syarat KhalIfah 151
—
aiau sahnya) dalam mengakadkan khalifah selain orang Quraisy tidak
boleh menjadi khalifah—dengan kalangan yang memasukkannya sebagai
syarat afdlaliyyah (keutamaan) semata.
Mazhab Ahlu Sunnah, seluruh Syi'ah, sebagian kelompok Mu’tazilah,
dan sebagian besar kelompok Murji’ah berpendapat bahwa keturunan
Quraisy merupakan syarat in’iqad khilafah.*14 Imam Malik berkata:
“Imamah atau kepemimpinan tidak boleh ada kecuali pada Quraisy."4'5
Imam Ahmad berkata, “Tidak ada khalifah dari selain Quraisy."
Para ulama berargumentasi dengan dalil hadis “Para imam dari
Quraisy” dan ijma’ sahabat, sebab Abu Bakar Shiddiq telah berdalil de¬
ngan sabda Rasulullah Saw.: “Para imam dari Quraisy” ketika berad u
argumentasi dengan kaum Anshar dalam perselisihan pendapat tentang
masalah khalifah setelah Nabi Saw. wafat. Argumentasi itu disaksikan
oleh para sahabat dan mereka menerimanya sehingga menjadi dalil yang
pasti yang memberikan pengertian persyaratan Quraisy dalam khali¬
fah.41*’
Sedangkan Al-Khawarij, jumhur kalangan MuTazilah, sebagian Mur¬
ji’ah, Ibnu Khaldun, Imam Ibnu Hajar Al-’Asqalani, dan para ulama kon-
temporer berpendapat bahwa nasab Quraisy tergolong syarat afdlaliyyah
bukan termasuk syarat in’iqad.417
Selain itu, para ahli sejarah pun mencatat pemyataan Umar bin
Khattab bahwasanya dia berkata. “Jika telah sampai ajalku, dan Abu
Imam Ibnu l>nmnyah cvnderung mcnilai hadis itu mutawanr dan sey maknanya saja
dan bukan dan segi sanadnya
414 Imam Ibnu Hazm, AlFashl fil Mtlal Nihal, juz 4.
h. 80; Abul Hasan AlAsy'an.
Maquldt AUdamwin. juz 2. h 134. Muqaddimah Ihnu Khaldun, juz 2. hh. 522 524
415 Ibnu Arabi. Ahkdmul Qur'an, juz 4. h 1709.
416 Lihat Al Mawardi, AlAMum as-Sulthoniyah. hh. 5-6.
417 lihat Al Amidi. Al Kashi fil Milal »vl Ahwd wan Nihal juz 4. h. 89; ibnu Hajar. Fdth
Al Bdri, juz lb. h 237; Muqaddimah Ibnu Khaldun, juz 2. h 524 Syaikh Abdul
Wahhab Khalaf, As Siydsah AsSyar\yyah. h. 27.
152 KhIlafah
Jika tidak terdapat sifat-sifat tersebut pada satu orang, dan terdapat
dua orang yang memiliki sifat hakim serta satunya memiliki sifat-sifat
lainnya. maka kedua orang tersebut adalah pemimpin di kota yang ber-
sangkutan. Jika sifat-sifat itu terpecah kepada satu kelompok, hakim
pada satu orang, dan lainnya tersebar pada orang lain, dan mereka ber-
satu, maka mereka adalah para pemimpin utama (afadhil). Namun, jika
tidak ada orang yang memiliki sifat hakim (filsuf), maka kota tersebut
tidak memiliki pemimpin (mdlik), dan akan segera mengalami kehan-
curan.423
Mulla Shadra menyebutkan bahwa rats awwal adalah kepemimpinan
Nabi.424 Di samping itu, Shadra pun memerinci sifat-sifat rats awwal yang
berjumlah 12 sifat fitri dan dzdri42S sebagai berikut:
1. Memiliki kemampuan pemahaman yang sempuma
2. Kemampuan daya ingat yang kuat
3. Memiliki watak dan jasmani yang sehat dan stabil
4. Memiliki bahasa yang fasih dan balaghah yang kuat
5. Cinta pada ilmu dan hikmah
6. Tidak rakus kepada hal yang bersifat syahwaniyyah
7. Memiliki keagungan dan kebersihan jiwa
8. Memiliki akhlak yang mulia dan penuh cinta kasih
9. Memiliki hati yang berani
10. Derma wan
11. Kebahagiaan pada saat berkhalwat dan bermunajat dengan TUhan
melebihi makhluk-makhluk lain
12. Bersikap tegas dalam menghadapi kezaliman.426
425 Sifat fitri dan dzdti adalah sifat esensial yang tidak boleh berkurang satu pun.
426 Najaf Lakzayi, Andisyeh Siyasi Shadr al-Muta'alihin, Qum: Intisyarat Daftar Tablighat
Islami, 1381 HS. hh. 168-170.
Syarat-Syarat KhalIfah 155
ke beberapa orang, maka harus bersatu dalam sebuah badan yang akan
membentuk kesepakatan-kesepakatan.427
Dari pengalaman empiris sejarah, syarat-syarat khalifah ini ridak me-
miliki perincian atau karakteristik yang baku. Pada masa Khulafa ar-
Rasyidin, syarat khalifah adalah selain dari suku Quraisy juga dari kelom-
pok Muhajirin yang ikut Perang Badar. Hal ini terlihat dari dirunjuknya
panitia kecil yang dibentuk oleh Umar bin Khattab pada saat menjelang
wafatnya untuk menentukan khalifah selanjutnya. Panitia kecil yang
terdiri dari enam orang sahabat yang ikut Perang Badar; yaitu Utsman
bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam,
Sa‘ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf. Umar memberikan
tanggung jawab (ketua) atas pemilihan ini kepada Abdurrahman bin Auf
untuk memilih salah satu di antara keenam orang ini, lalu terpilihlah
Utsman bin Affan.428
Jika melihat syarat khalifah pada masa Daulah Umayah, Daulah
Abbasiyah, dan dinasti-dinasti setelahnya, syarat khalifah ini cenderung
sangat subjektif, yaitu diserahkan pada khalifah yang menjabat untuk
menunjuk siapa penggantinya. Raja atau khalifah lalu menunjuk putra
mahkota yang kelak akan menduduki kursi kekhalifahan, yang keba-
nyakan berasal dari keturunannya.
Dikarenakan subjektif, tak jarang didapati raja atau khalifah yang
berfungsi sebagai figur sentral kekhalifahan dijabat oleh sosok yang oto-
riter, berbuat zalim, pemabuk, dan juga sangat bengis seperti yang di-
praktikkan oleh Walid bin Yazid (khalifah Bani Umayah). la disebut
sebagai khalifah terburuk dari Bani Umayah. As-Suyuthi menyebutnya
dengan ungkapan khalifah fasik, karena kegemarannya meminum kha-
mar dan melanggar apa yang diharamkan Allah Swt. la bahkan memi¬
num khamar di atas atap Ka'bah.429 Thabari berkata mengenai Khalifah
Walid, “Ada banyak riwayat mengenai penghinaan Walid terhadap agama ”
432 Tafsir ibn Katsir, pada tafsir QS Al NisA'• 34. Lihat juga Tlj/sir alBcqihawi pada ayat
yang sama.
158 Khilafah
Qur'an) dari TUhannya, dan diikuti pula oleh saksi dari-Nya dan sebdum-
nya sudah ada Kitab Musa yang menjadi imam (pedoman) dan rahmat?"
Ayat di atas sama dengan bunyi ayat dalam Surah Al-Afaq&f: 12, yang
menyebut Kitab Musa dengan sebutan imam dan rahmat Dua ayat ini
unik, imam atau pemimpin dinisbatkan dengan pedoman yang berasal
dari kitab suci, dalam hal ini kitab suci Nabi Musa a.s. bukan pada sosok
Nabi Musa.
Ketiga, menggunakan istilah khalifah. Kata khalifah dalam bentuk
singular tercantum di dua tempat, yaitu dalam Surah Al-Baqarah: 30 dan
Surah Shad: 26.
Sedangkan dalam bentuk plural kata khulafa' terdapat dalam tiga
tempat, yaitu dalam Surah Al -Araf: 69 dan 74, serta Surah Al-Naml: 62.
Adapun dalam bentuk plural khala’ifa terdapat di dalam empat tempat,
yaitu dalam Surah Al-An‘am: 165, Surah Yunus: 14 dan 73, serta Surah
Fathir: 39.
Makna khalifah dalam suatu ayat bermakna pengganti. Misalnya da¬
lam Surah Al-A‘raf: 69 disebutkan: “... Ingatlah ketika Dia menjadikan
kamu sebagai khalifah-khalifah setelah kaum Nuh."
Dalam ayat di atas, khalifah lebih bermakna suatu kaum sebagai
pengganti kaum Nuh yang dilenyapkan oleh Allah Swt.
Makna khalifah sebagai pemimpin terlihat dalam Surah Al-Baqarah:
30: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepadapara malaikat: Aku
hendak menjadikan khalifah di muka bumi." Mereka berkata: Apakah
Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah
di sana, sedangkan kami bertasbih memuji Mu dan menyucikan nama-
Mu?" Dia berfirman: "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."
Ayat di atas, khalifah atau pemimpin dinisbatkan pada kepemimpinan
manusia secara umum, yaitu ketika Allah Swt. mengabarkan kepada para
malaikat mengenai penciptaan manusia yang dijadikan sebagai khalifah
atau pemimpin di muka bumi. Namun. khalifah yang dikaitkan dengan
kepemimpinan manusia secara umum ini dipahami oleh malaikat dengan
kriteria yang jelek. yaitu kepemimpinan yang selalu berbuat kerusakan.
160 KhIlafah
Setiap nilai universal akan berlaku di mana pun, kepada siapa pun, dan
dalam keadaan apa pun.
Keadilan yang disyaratkan dalam ayat Ai-Qur’an adalah nilai universal
yang diajarkan oleh Islam untuk para pemimpin. Nilai universal ini akan
sama dengan nilai universal pada agama apa pun, dan semua orang pasti
setuju pada nilai universal ini. Siapa yang menolak nilai universal ke¬
adilan? Tidak ada. Bahkan nilai dari demokrasi sekalipun yang diterap-
kan di semua negara, menempatkan asas keadilan sebagai salah satu asas
utama dalam sistem demokrasi. Bahkan Revolusi Prancis sebagai salah
satu tonggak kebangkitan sistem demokrasi mencantumkan slogan ke¬
adilan sebagai salah satu unsur utama negara demokrasi: keadilan/ per-
samaan, kebebasan, dan persaudaraan (ega/ite, liberte. fratemite).
Wujud dan teknis dari keadilan memang beragam dan disesuaikan
dengan budaya, geografis, waktu, dan faktor-faktor lain yang dapat ber-
ubah-ubah sesuai dengan konteksnya. Namun, keadilan akan tetap men-
jadi nilai dasar yang layak diperjuangkan dan hams menjadi pedoman
utama kepemimpinan. Keadilan adalah frasa utama dari perjuangan
manusia menuju kesempumaannya. Tanpa adanya keadilan, maka suatu
bangsa atau masyarakat akan musnah. Itu adalah hukum alam dan sun-
natullah yang berlaku sejak zaman dahulu hingga kapan pun.[)
11
GERAKAN KHILAFAH
DI INDONESIA
I
ndonesiadengan penduduk mayontas Muslim terbesar di dunia dan
memiliki cakupan wilayah yang sangat luas merupakan lahan subur
untuk tumbuhnya berbagai macam pemikiran dan gerakan. termasuk
pemikiran Islam yang cenderung mengarah pada jenis ekstremisme dan
gerakan untuk mendirikan negara Islam (al-khildfah al IslamiYyah). Hal
ini, selain karena faktor geografis dan demografis. ditopang pula oleh
sistem negara yang dianut, yaicu sistem demokrasi. yang di dalamnya
demokrasi memberikan ruang yang sangat luas untuk berkembangnya
berbagai macam pemikiran. Kebebasan berpikir. berserikat. dan menge
mukakan gagasan dijamin oleh konstitusi. Meskipun, dalam kondisi ter-
tentu, negara berhak untuk membatasi kebebasan tersebut yang dmilai
dapat mengancam kebebasan orang lain atau karena faktor keamanan
Khilafah sebagai sebuah gerakan, telah lama muncui di Indonesia
sejak negara mi merdeka. Gerakan pemberontakan yang dtpimptn oleh
Kartosoewirjo dengan konsep Danil Islam (Dl/Tll) merupakan salah satu
contoh nyata. Jauh sebeium gerakan mi muncui, ide pembentukan ne
gara Islam, atau sedikitnya menyelipkan napas khilafah, telah lama ber
gema mewarnai gejolak pemikiran dalam perumusan dasai negara. da
lam hal ini Pancasila.
Sila pertama Pancasila sebeium disepakati seperti vang beriaku se
kaiang, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan konsensus yang
163
164 KhIlafah
433 Hatnka Haq. Pancasila 1 Juni & Syariat Islam, Jakarta: RM Books, 2011.
KhIlafah dI Indonesia 165
kan tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu. Terdapat keiompok yang kemu-
dian mengekspresikannya dengan bentuk pemberontakan bersenjata.
Misalnya, pemberontakan yang dilakukan keiompok Dl/TII/NII. Selain
itu, upaya untuk mengembalikan tujuh kata dalam Piagam Jakarta juga
diperjuangkan melalui jalur politik. Dalam sidang-sidang Konstituante
di Bandung pada periode 1956-1959, misalnya, sejumlah partai yang
berasaskan Islam berupaya memperjuangkan berlakunya syanat Islam
sebagai dasar negara Republik Indonesia.434
Gerakan maupun pemikiran mengenai khilafah Islamiyyah masih te-
rus ada di masyarakat sejak itu. Meskipun sempat berjalan stagnan pada
era Presiden Soeharto yang dalam pemerintahannya menerapkan pende-
katan represif bagi siapa saja yang diduga akan melakukan makar, perm
kiran mengenai hal itu tidak padam sama sekali. Menguat kembali pada
1970 dan 1980-an seiring dengan makin derasnya arus pemikiran Islam
global atau pemikiran Islam transnasional yang berasal dari Timur
Tengah.
Gerakan Islam transnasional merupakan gerakan yang bukan berasal
dari masyarakat lokal Indonesia, tetapi diimpor dari luar Indonesia dan
kemudian berkembang hingga kini. Dari istilah gerakan Islam transna¬
sional tersirat bahwa cakupan gerakan ini tidak hanya terbatas pada
wilayah nasional atau lokal seperti halnya organisasi Islam arus utama
seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, namun bentuk utama or¬
ganisasi dan aktivitasnya melampaui sekat-sekat tentorial negara-bangsa
(nation -state).4" Gerakan ini antara lain meliputi: Hizbut Tahnr (berasal
dari negeri Yordania), Ikhwanul Muslimin (Mesir), Salafi (Arab Saudi),
dan Jamaah Tabligh (India). Meskipun gerakan-gerakan ini dirangkum
dalam satu rumpun gerakan Islam transnasional, masing-masing memiliki
orientasi dan agenda perjuangan yang beragam, dari yang fokus pada
aktivitas dakwah sampai dengan yang fokus dengan perjuangan polirik.
436 Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir: Partai Politik Islam /deolo^is, Jakarta: Pustaka
Thanqul Izzah, 2000, h. 1 .
437 Hizbut Tahrir, Ajhizah Daulah al-Khilafah, Darul Uminah. 2005, h. 20.
erakan KhIlafah dI Indonesia 167
Ayat tersebut dihayati sebagai salah satu ayat yang menjadi dasar
mengenai wajibnya mendirikan suatu negara Islam. Menurut HT, seruan
Allah Swt. kepada Rasul Saw. untuk memutuskan perkara di tengah-
tengah mereka sesuai dengan wahyu yang telah Allah turunkan meru-
pakan seruan bagi umatnya juga. Mafhum-nya adalah hendaknya kaum
Muslim mewujudkan seorang hakim (penguasa) setelah Rasulullah Saw.
untuk memutuskan perkara di tengah-tengah mereka sesuai dengan
wahyu yang telah Allah turunkan. Perintah dalam seruan ini bersifat
tegas karena yang menjadi objek seruan adalah wajib.
Sebagaimana dalam ketentuan ushul, ini merupakan indikasi yang
menunjukkan makna yang tegas. Hakim (penguasa) yang memutuskan
perkara di tengah-tengah kaum Muslim setelah wafatnya Rasulullah Saw.
adalah khalifah, sedangkan sistem pemerintahannya adalah sistem khi-
lafah. Apalagi penegakan hukum-hukum hudud dan seluruh ketentuan
hukum syariah adalah wajib. Kewajiban ini tidak akan terlaksana tanpa
adanya penguasa/hakim, sedangkan kewajiban yang tidak sempurna
kecuali dengan adanya sesuatu maka keberadaan sesuatu itu hukumnya
menjadi wajib. Artinya, mewujudkan penguasa yang menegakkan syariah
hukumnya adalah wajib. Dalam hal ini, penguasa yang dimaksud adalah
khalifah dan sistem pemerintahannya adalah sistem khilafah.441
Sistem khilafah HT merupakan sistem pemerintahan global dan tidak
boleh ada dua sistem khilafah di dunia ini. Kaum Muslim di seluruh dunia
wajib berada dalam satu negara dan wajib pula hanya ada satu khalifah
bagi mereka. Secara syari, kaum Muslim di seluruh dunia haram memiliki
lebih dari satu negara dan lebih dari seorang khalifah. Begitu pula wajib
hukumnya menjadikan sistem pemerintahan di negara khilafah sebagai
sistem kesatuan dan haram menjadikannya sebagai sistem federasi.44-
Imam Muslim telah menuturkan riwayat dari Abdullah bin Amru bin
al-'Ash yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Siapa
sajayang telah membaiat seorang imam/khalifah, lalu ia telah membennya
443 Peter Mandaville. Global Mitical Islam. London dan New York, 2007, h. 20.
444 Kementerian Agama RI, Ardembangan Paham Keagamaan Thmsnasional di Indonesia.
Jakarta, h. 15.
170 KhIlafah
Hal tersebut senada dengan doktrin yang tertuang dalam kitab Ajhizah
Daulah al-Khilafah (fi al-Hukm wa al-ldarah), bahwa kepemimpinan
(jabatan) khalifah tidak dibatasi dengan patokan waktu tertentu. Selama
khalifah masih tetap menjaga syariah, menerapkan hukum-hukumnya,
serta mampu melaksanakan berbagai urusan negara dan tanggung jawab
kekhilafahan, maka ia tetap sah menjadi khalifah. Sebab, semua teks
baiat yang terdapat di dalam hadis bersifat mutlak dan tidak terikat oleh
jangka waktu tertentu.44*
Disebutkan pula pada Pasal 41 RUU Daulah Khilafah HTI bahwa lem-
baga Mahkamah Madzalim adalah satu-satunya lembaga yang menen-
tukan ada dan tidaknya perubahan keadaan pada diri khalifah yang
menjadikannya tidak layak menjabat sebagai khalifah. Mahkamah ini
merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki wewenang memberhen-
tikan atau menegur khalifah.
Dari sistem Daulah Khilafah versi HTI tersebut, sistem kekuasaan
khalifah adalah monarki mengikuti corak kekuasaan dari para pemimpin
Dinasti Umayah dan Abbasiyah. Corak kekuasaan seperti ini, lebih tepat
disebut sistem kerajaan. Akan berbahaya jika kemudian raja yang me-
miliki kekuasaan absolut dan tanpa batas waktu tersebut memiliki ke-
kuasaan ganda, yaitu berkuasa atas urusan duniawi dan juga bidang
keagamaan. Sangat besar potensi abuse of power.
Di satu sisi, terdapat kontrol dari lembaga Mahkamah Madzalim yang
dapat menegur dan memberhentikan khalifah, sistem kontrol semacam
ini rupanya mengadopsi sistem kontrol dari lembaga yudikatif seperti
Mahkamah Konstitusi (MK) yang memiliki wewenang hampir sama, yaitu
memutuskan presiden melanggar atau tidak melanggar terhadap undang-
undang. Namun, di sisi lain, mekanisme kontrolnya yang semi demokratis
masih menyisakan kekacauan dalam ketatanegaraan, kekuasaan khali-
fahnya absolut tetapi masih ada kontrol dari lembaga yudikatif. Satu
konsep khilafah yang sangat abu-abu, tidak sesuai dengan sistem khilafah
mana pun yang pemah diterapkan pada masa Khulafa ar-Rasyidin mau-
pun pada masa khilafah-khilafah setelahnya. Konsep khilafah semi-
demokratis yang sangat bertentangan dengan prinsip mereka sendiri.
Sistem demokrasi dikatakan kufur tetapi dipakai juga dalam rancangan
undang-undangnya.
Jika merunut lebih jauh, HT1 muncul di Indonesia melalui sejarah
panjang dan tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial-politik yang muncul
di Indonesia. Jatuhnya Soeharto pada 21 Mei 1998 membuka jalan bagi
iklim politik dan demokrasi yang lebih terbuka di Indonesia. Sebuah
wilayah publik yang baru menyediakan kesempatan bagi Islam politik
untuk berekspresi. Hal ini ditunjukkan dengan menjamumya partai Islam
serta munculnya gerakan Islam radikal.
Menurut Bahtiar Effendy, kemunculan gerakan-gerakan Islam bukan-
lah respons langsung terhadap demokrasi yang baru di Indonesia, melain-
kan sebagai reaksi terhadap situasi sosial-religius dan politik pada masa
transisi, yang bagi gerakan-gerakan ini tidak mencerminkan aspirasi
Muslim.44 Ini mencakup kelemahan negara dalam menyelesaikan konflik
'
447 Bahtiar Effendy, Islam and the State in Indonesia (Singapore: ISEAS, 2003), hh. 217-
218 Lihai juga Kementcrian Agama RI, ftrkembangan Paham Keagamaan TYansnasto
nal di Indonesia. Jakarta, h. 21.
GERAKAN KhILAFAN Di INDONESIA 173
'* •« jfl * A X
Gerakan Khilafah dI Indonesia 177
455 Goenawan Mohamad, dalam "Catalan Pmggir" Mnjaiah Tempo, Senin. 13 Juli 2009.
180 KhIlafah
—
Ibrahim a.s. sendirian— yang menyatukan sekian banyak sifat terpuji
dalam dirinya, sebagai umat (QS Al-Nahl; 120). Selain itu, kata “umat”
dalam bentuk tunggal terulang 52 kali dalam Al-Qur’an.
454 QuraishShihab. Wcnvasan Al Quran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Penoalan Ihnat.
Bandung: Mizan, 2007, h. 97
GERAKAN KHILAFAH Di INDONESIA 181
455 All Syari'ati. AM'mmah mi Al /mdmah. telnh ditcriemahkan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi Ummah dan Imamah. Bandung: Pustaka Hidayah. 2006. h. 54
182 KhIlafah
pun dan berlaku dalam waktu dan kondisi apa pun. Hal ini sesuai dengan
sifat keuniversalan atau ciri utama Islam yairu rahmatan HI ‘alamin.
Nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila, yaitu ketuhanan, kemanu-
siaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan adalah juga nilai-nilai uni¬
versal yang terkandung dalam ajaran Islam, sehingga harus dihayari dan
diimplementasikan, bukan dengan mengganti sistem Pancasila dengan
sistem khilafah, misalnya, karena nilai-nilai universalnya telah sejalan.
Memperjuangkan nilai-nilai dalam ajaran Islam tidak hanya perjuangan
menegakkan syariat Islam melalui pendirian negara Islam, namun yang
lebih penting dari itu adalah bagaimana nilai-nilai universal tersebut
dapat diimplementasikan secara konsisten dalam kehidupan masyarakat.
Berjuang untuk mengganti sistem negara dengan sistem khilafah bukan
cara yang tepat untuk itu. Hal tersebut hanya upaya bongkar pasang yang
akan sia-sia. Tidak menjamin sistem kekhalifahan akan berbanding lurus
dengan pencapaian tujuan dari Islam.[]
PENUTUP
185
186 Khilafah
ekonomi, dan berbagai hal lainnya, sehingga dalam keadaan rakyat me-
rasa tidak puas dengan khalifahnya kebanyakan menempuh jalan keke-
rasan, bukan melalui prosedur hukum.
Meskipun pada masa TUrki Utsmani terdapat pembagian kekuasaan
antara kekhalifahan dan kesultanan, tetap saja khalifah menjabat seumur
hidup persis seperti sistem kerajaan. Selain itu, peran khalifah menjadi
absurd, karena khalifah tidak lagi mengurusi masalah duniawi sehingga
wewenangnya untuk membuat kebijakan yang bersifat mengatur sistem
sosial, polirik, ekonomi, dan bidang-bidang penting menjadi hilang.
Di pihak lain, menyerahkan sepenuhnya pada rakyat untuk memilih
pemimpin yang cocok menurut rakyat dengan mengandalkan suara ter¬
banyak seperti dalam sistem demokrasi pun masih terdapat kelemahan.
Meskipun demikian, dalam sistem demokrasi terdapat sistem yang meng¬
atur pembagian kekuasaan. Masih lebih baik daripada tidak ada sistem
sama sekali yang mengatur mengenai hal itu seperti yang terjadi dalam
pengalaman sejarah khilafah Islam.
Demokrasi banyak diterapkan di banyak negara dengan sistem ke-
daulatan berpusat pada rakyat. Namun, bukan berarti sistem demokrasi
adalah yang terbaik. Jika rakyat terpolarisasi dan mayoritas tidak men-
dapat informasi yang layak mengenai syarat-syarat pemimpin yang adil,
tingkat pendidikan rendah, terpinggirkan, pragmatis, maka akan me-
lahirkan pemimpin dengan kapasitas yang sama, yaitu pemimpin yang
tidak kredibel. Jika di suatu wilayah, rakyatnya termasuk dalam kategori
bodoh dan sedikit sekali yang terdidik, maka hasil dari demokrasi tentu-
nya pilihan mayoritas rakyat tidak terdidik akan mcngalahkan pilihan
orang terdidik yang memiliki suara sedikit. Kelompok terdidik harus rela
dipimpin oleh pemimpin hasil pilihan dari rakyat yang tidak terdidik. Hal
ini menjadi kritik utama terhadap sistem demokrasi.
Sistem kepemimpinan dalam Islam masih harus terus digali dengan
mempertimbangkan hal tersebut, yaitu dengan cara membangun sistem
melalui kajian yang komprehensif mengenai sistem kontrol, pembagian
kekuasaan, sistem distribusi ekonomi, sistem pengelolaan sumber daya
Penutup 187
alam, yang diambil dan khazanah kearifan Islam sehingga lebih dapat
diterapkan dan sesuai dengan perkembangan tuntutan zaman.
Sejarah terkini juga membuktikan, negara yang mencoba untuk
mengadopsi secara bulat-bulat sistem khilafah yang pemah diterapkan
dalam sejarah Islam, menimbulkan kekacauan dan terbukti gagal. ISIS
yang secara terang-terangan mencoba untuk menghidupkan kembali
sistem khilafah seperti yang mereka pahami, yaitu diambil dari sistem
khilafah terdahulu melalui peperangan dan cara kekerasan, terbukti me
nimbulkan ketakutan, kekacauan, dan bahkan menjadi sentimen negatif
terhadap citra Islam itu sendiri.
Upaya menggali, mengkaji, dan merefleksikan berbagai kejadian da¬
lam sejarah khilafah dalam upaya menggagas sistem khilafah dalam
format baru tersebut merupakan upaya untuk terus membumikan apa
yang disampaikan dalam Ai-Qur’an bahwa ajaran Islam adalah rahmatan
Hl ‘alamin, bukan ajaran penebar teror seperti yang dituduhkan oleh ba¬
nyak pihak yang merasa takut dengan penerapan sistem Islam. Formulasi
yang perlu dicari adalah bagaimana nilai-nilai utama ajaran Islam dapat
terwakili dalam sebuah sistem politik tanpa harus menimbulkan ke-
cemasan bagi pihak lain dalam penerapannya. Sebaliknya, sistem alter-
natif baru yang dapat diterapkan di semua wilayah tanpa harus disebut
sebagai negara Islam atau sebutan lainnya.f]
KEPUSTAKAAN
189
190 KhIlafah
Hitti, Philip IC History of The Arabs: From the Earlist Times to the Present,
diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi,
Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005.
Hizbut Tahrir, Ajhizah Daulah al-Khilafah, Darul Ummah, 2005.
Houtsma, M. Th. et al., Brill’s First Encyclopaedia of Islam, 1913-1936,
Leiden: E. J. Brill, 8 vols. with Supplement (vol. 9), 1991.
Al-Iji, Syar al-Mawaqif.
Al-Ishfahani, Abu al-Farj. Maqatil ath-Thalibiyyin, Qum: Intisyarat al-
Haidariyyah, 1423 H.
Ja’fariyan, Rasul. The History of Chalips, diterjemahkan Sejarah para
Pemimpin Islam: Dari Abu Bakar Sampai Usman, Jakarta: ICC Al-
Huda, 2010.
Kan’an, Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad. Tankh ad-Daulah al-
Umawiyyah (Khalashatul Tarikh Ibn Katsir), Beirut: Muassasah al-
Ma’arif, 1997, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
“Daulah Bani Umayyah" (Fragmen Sejarah Khilafah Islamiah Sejak
Era Muawiah hingga Marwan bin Muhammad), Sukoharjo: Al
Qowam, 2015, h. 815.
Kan’an, Qadhi Syaikh Muhammad Ibn Ahmad. Tarikh ad-Daulatul
Umayah (Khalashatul Tarikh Ibn Katsir).
Katsir, Ibn. Al-Bidayah wa-Nihayah. Sannah Ihda Asyrat al-Hiirah. Juz 9.
Kepubtakaan 193
Ar-Ridwan, Kafrawi (ed.), Ensiklopedi Islam, jilid UI, Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1994.
Rogan, Eugene. The Fall ofKhilafah, New York: Basic Books, 2015.
Sa'ad, Ibn. Ath-Tbahaqat al-Kubra, Vol. III.
Sa’ad, Ibn. Tarjamah al-Imam Hasan.
Sachedina, Abdulaziz A. Kepemimpinan Dalam Islam, Bandung: Mizan,
1986.
Sa’id, Lihat Subhi ‘Abduh. Ai-Hakim wa Ushul al-Hukm fi an-Nizham al-
Islami, Kairo: Mathba'ah Jam'iah al-Qahirah, 1985.
Shadra, Mulla. Syawahid Rububiyyah, Teheran: Markaz Nasyr Danesyghah
Teheran, t.t., Isyraq ke-10.
Shahih Muslim, Vol. I, h. 196.
Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Al-Ayyubiyuna ba’da Shalahuddin,
ditetjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Bangkit dan Runtuhnya
Daulah Ayyubiyah, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2016.
Shihab, Quraish. Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik Atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 2007.
Su’ud, Abu. Islamologi: Seiarah, Ajaran. dan Reranannya dalam feradaban
Umat Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Subhani, J a 'far. Al-Muhadharat fi al-Ilahiyyat.
Subhani, Ja’far. Mafahim al-Qur’an: Dirdsah Muwassa'ah 'an Shighah al-
Hukumah al-lsldmiyyah wa Arkdnihdwa Khashdishiha wa Bardmyihd.
Qum: Muassasah Imam Shodiq, 1413 H.
Subhi, Ahmad Mahmud. Nazhariyyat al-Imamah 'Inda al-Syiah al-Itsna
Asyariyyah Tahlil Falsafi li al-Hayat, Kairo: Dar al-Ma arif, 1969.
As-Suyuthi, Jalaluddin. Tdrikh al Khulafd', Beirut: Dar Ibn Hazm li ath-
Thaba’at wa an-Nasyr, 1424 H.
Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, jilid 1, Kairo, 1968.
Asy-Syaibah, Ibnu Abi. Al-Mushannaf, Vol. II.
Syari'ati, Ali. Al-Ummah wa Al-Imdmah, Hidayah, 2006.
194 KhIlafah
—
kekhalifahan , 73
prestasi urama, 73
Aisyah r.a., 33, 56
Ajhizah Daulah al-Khilafah, 166
Abdullah bin Al-Musta'shun. 90 Ali Abdul Raziq, 126
Abdullah bin Ja'far, 65 All bin Abi Thalib. 9. 48. 52, 130
Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sunah, 51
Abdullah bin Umar. 65
proses pengangkatan
terbunuh. 57
—. 55
—
alasan utama menjadi khalifah,
Badar dan Anshar, sahabai. 55
——
30
baiat di Saqifah. 10 Baitul Maqdis, 70
kebijakan , 45 Bam Quraisy. 65
— — — .
kebijakan yang dibuai
knerpilihan , 31
36 Bam Uma yah
kekhalifahan Islam era
— . &2
sahabai pendukung . 39 Banu Makhzum, 39
—
suksesi . 8
wafat, 28 Darul Islam (D1/T1D, 163
Abu Zuhrah. 50 Daulah Abbasivah
195
196 KHILAFAH
kekhalifahan
—, 90
—
penumpahan darah di era , 96
melihat demokrasi sebagai sistem
kufur, 167
— —
runtuhnya hegemoni ,101 muncul di Indonesia, 172
sistem politik , 94 Hulagu Khan, 90
Daulah Fathimiyah, dua fase, 106 Husain bin Ali. 12. 67
dewan syura, pembentukan, 47 Husain Haikai, 125
Dinasti ‘Abbasiyah
—
kebijakan politik , 93
ratanan negeri di bawah
Ikhwanul Muslimin, 165-166
imam, pengertian. 158
kepemimpinan , 94
Dinasti Ayyubiyah
— imamah
berbeda dengan nubuwwah, 122
—
berakhimya , 112
——
cabang , 110
berkaitan dengan khilafah, 1 17
Al-hndmah wa al-Siyasah, 8
kehancuran , 109 Imamiyah, kaum, 102
—
runtuhnya ,112
Dinasti Fathimiyah
ISIS, 187
Islam
khalifah pertama — 103
,
khalifah-khalifah yang memimpin
—
citra , 187
Indonesia, 176
— —
, 104
puncak , 105 Ja dah binti Asy'ats bin Qaisy, 60
—
sumbangan
Islam, 105
terhadap peradaban Jalaluddin As Suyuthi, 8. 12, 17
Jamaah Tabligh, 165
Dinasti Turki Utsmani, 3 periode, 113 Jenghis Khan, 90
fasik, 155 lihat juga Walid bin Yazid pada masa al-khulafd al-khamsah,
Islam keempat, 54 23
kedua, 40 pada masa Bani Umayah, 61
— —
mekanisme pemilihan , 46
metode pcrgamian , 106
pada masa Daulah Abbasiyah. 89
pada masa Daulah Fathimiyah, 101
— —
peralihan , 129
pennasalahan sistem , 15
pada masa Dinasti Ayyubiyah. 109
pada masa Dinasti TUrki Utsmani,
pertama Abbasiyah, 18 113
pertama dari ibu seorang budak, 85
——
sistem musyawarah , 14 Mawardi, 119
—
pengertian menurut Al-
— — ——
syarat utama seorang ,16 sistem Hizbut Tahnr, 166
syarat -syarat , 149 sistem Islam sangat mulriraf-
terburuk, 82, 155 lihat juga Walid sir, 21
bin Yazid
yang saleh dan adil, 156 lihat juga
sistem — menurut HTl, 166
Khulafa ar-Rasyidin, 20. 117, 136
Umar bin Abdul Aziz
khilafah (wildyah) —
zaman . 185
— —
dalil gerakan Hizbut Tahnr. 167
defmisi dan konsep ,117
Luth Sayyid, 126
— —
dua jenis , 123
format pemerintahan , 135
Al-Mahdi, khalifah. 19
mahkamah madzalim. 171
gerakan
— di Indonesia, 163
Islam hanya selama 30 tahun. 23
Mahmud 11, Sultan. 114
Malik bin An-Nuwairah. 12. 36
—
istilah muncul setelah
Rasuluilah Saw. meninggal, 175
Al Manshur, taktik iicik, 99
Marwan AlJa'di. kekhalifahan. 86
—
konsep dikaitkan dengan
konteks keindonesiaan. 22
Marwan bin Hakam. 50
—
kekhalifahan , 72
—
konsep menurut Muhammad
Abduh, 125
Marx,
Mesir
Karl. 124
——
konsep yang dianut HT1, 178
konsep , 13, 117
penaklukan —.101
pusat perdagangan. 101
baru, 187
—
menggagas sistem dalam format Al-Mtlal wa an-Mfca/. 11
Mohammad Hatta. 10-4
198 Khiuafah
——
terbunuhnya , 50
diktum
— , 164
Syiah Ismai'iliyah, 102
wafatnya Khalifah , IS
Utsmani bin Sauji bin Emigrul bin
Sulaiman Syah bin Kia Alp, Sukan,
Taha Hussein, 126 113
Taqiyuddin An Nabham, 166
TArikh al KhulafA, 8 Walid bin Abdul Malik, kekhalifahan,
I'Arikh al Umam wa al-Muluk, 8, 10 73
Tdrikh Ibn Katsir, 17 Al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik. 16
Transoxiana. 89
TUrki, penaklukan wilayah, 81
— —
kekhalifahan , 82
kefasikan , 83
wilayah al-faqih, 141-142
Ubaidillah al-Mahdi, 103
Umar bin Abdul Aziz. 79
kekhalifahan , 76
—
Umar bin Khattab. 7, 28. 36. 39-41, 48,
Yahya bin Zaid. 17
Yazid bin Abdul Malik, kekhalifahan. 79
Yazid bin Muawiyah. 12, 64
128, 129
—
inisiatif . 44 —
kekhalifahan . 67 68
masa kepemimpinan
—.42
menyusun mekanisme pemilihan
khalifah. 129
Yazid bin Walid bin Abdul Malik iYazid
UI). 85
penunjukan . 40
—
umat poros tengah. 182
Utsman bin Aftan. 15. 46, 54
Zakat
memerangi
penolakan membayar
——
pembangkang .11
37-38
zamft, 44
kepnbadian . 49
—
199
TENTANG PENULIS
201
KHILAFAH vs.
Secara internal ide khikafah berpaut denga n ide tentang Islam kaffah
yang meyakini Islam mesti menjadi panduan hidup di segala bidang,
termasuk politik.Tafsir politik atas Islam kaffah itulah yang, antara lain,
melahirkan konsep tentang khilafah. Namun, konsep khilafah
tersebut ternyata ber wajah majemuk dan sama sekalitidak monolitik.
mizan
kha.'MAH *.UU