Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN CA MAMMAE PADA NY.W

DI RS BAHTERAMAS KENDARI RUANG LAIKA WARAKA BEDAH

Disusun untuk memenuhi persyaratan kelulusan

Pada Stase Keterampilan Dasar Praktik Kebidanan

Program Studi Pendidikan Profesi Bidan STIKes Pelita Ibu

Disusun Oleh:

Kelompok 1 (satu)

Nama NIM
Dwi Kiswanti PBd19.001
Rachmiwati Putri J.S PBd19.011
Cindin Ertiafani PBd20.017
Nini Ningsih PBd20.23
Resky Estriana PBd20.28

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PELITA IBU

i
KENDARI 2022

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Asuhan Kebidanan Pada Cancer Mammae Pada Ny.W


Diruang Laika Waraka Bedah RS Bahteramas Kendari (SULTRA).
22 Agustus – 27 Agustus 2022

NAMA : Dwi Kiswanti (PBd19.001)

Rachmiwati Putri J.S (PBd19.011)

Cindin Ertiafani (PBd20.017)

Nini Ningsih (PBd20.23)

Resky Estriana (PBd20.28)

Menyetujui

Pembimbing 1 Pembimbing II

Dra. Hj. Rosmawati Ibrahim, SST.,MS.,M.Kes Harni,SST.,MTr.Keb


NIDK.9940011879

Kendari, Agustus 2022


Ketua STIKes Pelita Ibu

ii
Dra.Hj.Rosmawati Ibrahim,SST,MS,M.Kes
NIDK.9940011879

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu.alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa


melimpahkan Rahmat,Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kita,khususnya kepada Prodi
Pendidikan Profesi Bidan STIKes Pelita Ibu yang terus berbenah diri untuk mencapai
yang lebih baik.

Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk itu, kami
mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga
dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Kendari, Agustus 2022

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Tujuan Penulisan..............................................................................................3

C. Manfaat..............................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................4

A. Teori Asuhan Kebidanan pada Ca Mammae..................................................4

B. Teori EBM pada Asuhan Kebidanan yang diterapkan dalam Ca Mammae


..................................................................................................................................22

BAB III ASUHAN KEBIDANAN CA MAMAE....................................................25

A. Data Subjektif.................................................................................................25

B. Data Objektif...................................................................................................25

C. Assesment........................................................................................................26

ii
D. Planning...........................................................................................................26

BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................................28

A. EVIDENCE BASED MEDICINE...................................................................28

B. Tinjauan Jurnal dan Analisa Kasus,Pemecahan Masalah............................29

C. Jurnal................................................................................................................32

BAB V PENUTUP.....................................................................................................41

A. Kesimpulan......................................................................................................41

B. Saran................................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................43

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan


bahwa penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian terbanyak diIndonesia
(Sekretariat Jendral Kementerian Kesehatan RI,2011). Dan salah satu permasalahan
penyakit tidak menular yang muncul dimasyarakat adalah kanker (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia,2011).
Kanker merupakan masalah kesehatan global yang mengancam penduduk
dunia, tanpa memandang ras, gender, ataupun status sosial ekonomi tertentu
(Noorhidayah,2015). Saat ini, kanker menjadi penyebab kematian nomor dua
dinegara maju dan nomor tiga dinegara berkembang (Rasjidi,2010).
Kanker adalah suatu kondisi dimana seltelah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya,sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat,
dan tidak terkendali.Kanker bisaterjadi dari berbagai sel dalam organ tubuh seperti
kulit, hati, darah, otak, lambung, usus, paru, saluran kencing, payudara dan berbagai
macam sel organ tubuh lainnya. Sejalan dengan pertumbuhan dan
perkembangbiakannya, sel–sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan ganas
yang menyusup ke jaringan di dekatnnya (inpasif) dan bisa menyebar ke seluruh
tubuh (kanita.2012)
Menurut International Union Against Cancer (UICC), sebuah lembaga non
pemerintah internasional yang bergerak dibidang pencegahan kanker, kanker telah
membunuh orang lebih banyak daripada total kematian yang diakibatkan
AIDS,tuberkulosis,dan malaria (Rasjidi,2010).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), menyebutkan prevalensi kanker tertinggi
pada perempuan. Haltersebut, sejalan dengan data WHO (World Health
Organization) tahun 2014 yang menyatakanan kejadian kanker tertinggi di Indonesia
terjadi pada perempuan, terbanyak dengan kasus kanker payudara (48.998kasus).
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat
berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Di Indonesia, lebihdari 80% kasus
ditemukan berada pada stadium yang lanjut,dimana upaya pengobatan sulit
dilakukan (Komite Nasional Penanggulangan Kanker,2015).
Kanker payudara merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan
pengendalian dan fungsi nomal, seingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal,

1
cepat, serta tidak terkendali. Sel-sel tersebut membelah diri lebih cepat dari sel
normal dan berakumulasi, yang kemudian membentuk benjolan atau massa (Putra,
2015).
Menurut data WHO (World Health Organization ) Kanker payudara adalah
bentuk kanker paling umum pada wanita. 2,1 juta wanita terkena kanker payudara
pada tahun 2018. Sebanyak 630.000 di antaranya meninggal karena kurangnya
pengetahuan akan penyakit ini dan kurangnya biaya pengobatan (WHO, 2019). Para
penderita kanker payudara kebanyakan datang ke rumah sakit untuk melakukan
perawatan telah masuk kedalam stadium lanjut, penyebabnya yaitu kurangnya
pengetahuan dan tidak melakukan deteksi dengan SADARI (Periksa Payudara
Sendiri), sehingga kasus ini terus mengalami peningkatan (Irawan, 2018).
Badan Internasional untuk Penelitian Kanker WHO memperkirakan bahwa
pada tahun 2040 jumlah kanker payudara yang di diagnosis akan mencapai 3,1 juta,
dengan peningkatan terbesar di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
(WHO, 2019). Angka kejadian penyakit kanker di Indonesia (136.2/100.000
penduduk) berada pada urutan 8 di Asia Tenggara, sedangkan di Asia urutan ke 23
(Globocan, 2018). Angka 2 kejadian untuk perempuan yang tertinggi adalah kanker
payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk penduduk dengan rata-rata
kematian 13,9 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2019).
Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi tumor/kanker di Indonesia
menunjukkan adanya peningkatan dari 1.4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi
1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2018. Prevalensi kanker tertinggi adalah di
provinsi DI Yogyakarta 4,86 per 1000 penduduk, diikuti Sumatera Barat 2,47 per
1000 penduduk dan Gorontalo 2,44 per 1000 penduduk (Riskesdas, 2018).
Pada penderita kanker payudara aspek psikologis pasien dipengaruhi oleh
perubahan citra tubuh, konsep diri, dan hubungan sosial. Dampak psikososial yang
dialami penderita kanker payudara yaitu distres yang akan memengaruhi kualitas
hidup pasien. Pemicu stres pada penderita kanker payudara berasal dari
tergganggunya fungsi tubuh, keputusasaan, ketidakberdayaan, dan perubahan
perubahan citra diri (Utami, 2017).
Kualitas hidup yang baik sangat diperlukan agar seseorang mampu
mendapatkan status kesehatan yang baik dan mempertahankan fungsi atau
kemampuan fisik seoptimal mungkin, seseorang yang memiliki kualitas hidup yang
baik maka akan memiliki keinginan kuat untuk sembuh dan dapat meningkatkan
derajat kesehatannya.
Sebaliknya, ketika kualitas hidup menurun maka keinginan untuk sembuh juga

2
menurun (Haryati & Sari, 2019). 3 Dengan perubahan kualitas hidup yang terjadi
pada pasien, asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan model keperawatan Virginia
henderson. Model keperawatan ini berfokus pada keseimbangan fisiologis dengan
membantu pasien dalam keadaan sehat maupun sakit sehingga dapat menigkatkan
kualitas hidup pasien yang bertjuan mengembalikan kemandirian, kemampuan dan
pengetahuan terhadap kondisi yang dialami (Desmawati, 2019).

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum
Untuk memperoleh gambaran nyata untuk pelaksanaan asuhan
kebidanan pada pasien Ny “Y” yang mengalami Ca.Mammae Metastasedi
RSUD Bahteramas kota kendari ruangan laika waraka bedah.
2. Tujuan khusus
Untuk memperoleh pengalamannya dalam pelaksanaan asuhan
kebidanan pada pasien Ibu yang mengalami Ca.Mammae Metastase di
RSUD Bahteramas kota kendari ruangan laika waraka bedah serta
menganalisa kesenjangan-kesenjangan antara teori dan kasus,khususnya
dalam hal:
a. Diagnosis
b. Perencanaan
c. Implementasi
d. Evaluasi

C. Manfaat

1. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan pengalaman belajar
dilapangan dan dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang Asuhan
Kebidanan pada pasien dengan Kanker Payudara.
2. Bagi tempat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran
dan bahan dalam merencanakan Asuhan kebidanan pada pasien dengan
Kanker Payudara.
3. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan

3
Hasi lpenelitian ini diharapkan dapat menambah keluasan ilmu
dibidang ke perawatan dalam Asuhan Kebidanan pada pasien dengan Kanker
Payudara.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Asuhan Kebidanan pada Ca Mammae


1. Definisi
Kanker payudara adalah adanya proliferasi keganasan sel epitel yang
membatasi duktus atau lobus payudara (Price & Wilson, 2014). Karsinoma payudara
adalah tumor maligna, biasanya merupakan adenokarsinoma yang berasal dari sel –
sel epitel ductus lactiferi pada lobul glandula mammaria (Moore & Dalley, 2013).

2. Anatomi Fisiologi
1) . Anatomi Payudara

Gambar 2.1

(A) Anatomi Payudara. (B) Area - area Payudara, termasuk tail of


spence (Smeltzer & Bare, 2010)

5
Payudara dewasa terletak pada setiap sisi sternum dan
meluas setinggi antara costa kedua dan keenam secara
vertikal dan antara tepi sternum sampai dengan linea aksilaris
media secara horizontal.Payudara terletak pada fascia
superficialis dinding rongga dada di atas musculus pectoralis
major dan dibuat stabil oleh ligamentum suspensorium
(Prawirohardjo & Winkjosastro, 2011).
Ukuran diameter payudara berkisar sekitar 10 – 12 cm, dan
ketebalan antara 5 sampai 7 cm (Prawirohardjo & Winkjosastro,
2011).
Pada akhir kehamilan berat sekitar 400 – 600 gram, sedangkan
berat payudara pada masa menyusui dapat mencapai 600 – 800
gram (Fikawati, Syafiq & Karima, 2015).
Jaringan payudara juga dapat berkembang sampai ke aksila
yang disebut axillary tail of spence.Bentuk payudara biasanya
kubah (dome) yang bervariasi antara bentuk konikal yang nulipara
hingga bentuk pendulous yang multipara (Prawirohardjo &
Winkjosastro, 2011).
Payudara terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu korpus,
areola, dan papilla.Papilla dan areola adalah gudang susu yang
mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan menyusui. Pada daerah
ini terdapat ujung – ujung saraf peraba yang penting pada proses
refleks saat menyusui. Areola merupakan daerah berpigmen
yang mengelilingi puting susu. Pada daerah areola terdapat
beberapa minyak yang dihasilkan oleh kelenjar Montgomery.
Kelenjar ini bekerja untuk melindungi dan meminyaki puting susu
selama menyusui (Fikawati, Syafiq & Karima, 2015).
Struktur payudara terdiri dari tiga bagian yaitu kulit, jaringan
subkutan, dan corpus mammae.Corpus mammae terdiri dari
parenkim dan stroma.Parenkim merupakan suatu struktur yang
terdiri dari duktus laktiferus (duktus), duktulus (duktuli), lobus, dan
alveolus.Struktur duktulus dan duktus berpusat ke arah papilla
(Fikawati, Syafiq & Karima, 2015).
Adapun pembuluh darah payudara (Moore & Dalley, 2013), ialah:

a. Suplai arterial payudara:


1)Cabang mammaria medial cabang – cabang perforantes dan cabang –
cabang intercostalis anterior pada arteria thoracica interna, yang berasal dari
arteria subclavia.

5
2)Arteria thoracica lateral dan arteria thoracoacromialis, cabang– cabang
arteria axillaris.
3)Arteria intercostalis posterior, cabang – cabang aorta thoracica pada spatium
intercostale II, III, dan IV.
b. Drainase vena payudara terutama ke vena axillaris, tetapi terdapat
beberapa drainase ke vena thoracica interna. Selain itu, drainase limfatik
payudara penting karena perannya pada metastasis sel – sel kanker.Limf
berjalan dari putting, areola, dan lobuli glandulae ke plexus lymphaticus
subareolar. Dari plexus ini (Moore & Dalley, 2013):

Gambar 2.2 Drainase


limfatik payudara
(Smeltzer &
Bare, 2010)

a. Sebagian bersar limf (> 75%), terutama dari quadran payudara lateral,
bermuara ke nodi lymphatici axillares, pada awalnya ke nodus anterior atau
pectoralis untuk sebagian besar bagian. Namun, beberapa limf dapat
bermuara secara langsung ke nodi lympatici axillaris lain atau bahkan ke
nodi lympatici cervicalis profunda inferior, supraclavicularis,
deltoperctoralis, atau interpectoralis.
b. Sebagian besar limf yang lain, terutama dari quadran payudara medial,
bermuara ke nodi lymphatici parasternalis atau ke payudara kontralateral,
sedangkan limf dari quadran inferior dapat berjalan ke sebelah dalam nodi
lymphatici abdominal (nodi lymphatici phrenicus inferior
subdiaphragmatik)

Limf dari kulit payudara, kecuali putting dan areola,

6
bermuara ke nodi lymphatici infraclaviculares, cervicales profunda
inferior, dan axillares ipsilateral dan juga ke dalam nodi lymphatici
parasternalis kedua sisi.
Limf dari nodi axillaries bermuara ke dalam nodi
lmphatici claviculares (infraclaviculares dan supraclaviculares)
dan kemudian bermuara ke dalam truncus subclavius, yang juga
mendrainase limf dari ekstremitas atas.Limf dari nodi
parasternalis masuk truncus bronchomediastinal, yang
mendrainase limf dari viscera thoraks. Terminasi truncus
lymphaticus tersebut berbeda – beda; secara tradisional, truncus
tersebut dijelaskan sebagai suatu penyatuan satu sama lain dan
dengan truncus jugularis, yang mendrainase kepala dan leher
untuk membentuk ductus lymphaticus dextra pendek pada sisi
kanan atau masuk terminasi pada ductus thoracicus pada sisi kiri.
Untuk persarafan payudara berasal dari cabang kutaneus
anterior dan lateral nervi intercostales IV – VI. Rami primer
anterior T1 – T 11 disebut nervi intercostales. Rami
communicantes menghubungkan setiap ramus anterior dengan
truncus symphaticus. Cabang–cabang nervi intercostales berjalan
melalui fascia profunda yang menutupi musculus pectoralis major
untuk mencapai kulit, yang meliputi payudara pada jaringan
subkutan yang menutupi otot tersebut. Cabang nervi intercostales
membawa serabut sensorik ke kulit payudara dan serabut simpatis
ke pembuluh darah pada payudara dan otot polos pada kulit di
atasnya dan putting (Moore & Dalley, 2013).

3) Fisiologi

Payudara mengalami tiga macam perubahan yang


dipengaruhi hormon.Perubahan pertama dimulai dari masa hidup
anak melalui masa pubertas, lalu masa fertilitas, sampai
klimakterium, hingga menopause.Sejak pubertas, pengarus estrogen
dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon
hipofisis menyebabkan berkembangnya duktus dan timbulnya
asinus (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).
Perubahan selanjutnya terjadi sesuai dengan daur
haid.Sekitar hari ke – 8 haid, payudara membesar, dan pada
beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran
maksimal.Selama beberapa hari menjelang haid, payudara

7
menegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi,
sulit dilakukan.Pada waktu itu, mamografi menjadi rancu karena
kontras kelenjar terlalu besar.Begitu haid mulai, semua hal di atas
berkurang (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).
Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan
menyusui.Pada kehamilan, payudara membesar karena epitel
duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru
(Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu
laktasi. Air susu diproduksi oleh sel – sel alveolus, mengisi sinus,
kemudian dikeluarkan melalui duktus ke putting susu yang dipicu
oleh oksitosin (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).

4) Faktor Risiko

Penyakit kanker payudara belum dapat diketahui etiologi dan


perjalanan penyakitnya secara jelas.Akan tetapi, banyak penelitian
yang menunjukkan adanya beberapa faktor yang berhubungan
dengan peningkatan risiko atau kemungkinan untuk terjadinya
kanker payudara.Faktor – faktor tersebut disebut faktor
risiko.Faktor risiko yang utama berhubungan dengan keadaan
hormonal (estrogen dominan) dan genetik (Rasjidi, 2010).

Faktor – faktor risiko mencakup:

1. Sekitar 99% kasus kanker payudara terjadi pada wanita dan wanita
semakin berisiko berdasarkan bertambahnya usia (Smeltzer & Bare, 2010).
2. Riwayat pribadi tentang kanker payudara Setelah terdiagnosis kanker
payudara, seseorang berisiko mengalami kanker payudara pada payudara
yang sama atau di sebelahnya (Smeltzer & Bare, 2010).
3. Riwayat keluarga dan mutasi genetik

Pada kanker payudara, telah diketahui beberapa gen yang


dikenali mempunyai kecenderungan untuk terjadinya kanker
payudara yaitu gen BRCA 1, BRCA 2, dan juga pemeriksaan
histopatologi faktor proliferasi “p53 germline mutation” (Rasjidi,
2010; Smeltzer & Bare, 2010).
Pada masyarakat umum yang tidak dapat memeriksakan gen
dan faktor proliferasinya, maka riwayat kanker pada keluarga

8
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit (Rasjidi,
2010):
a. Tiga atau lebih keluarga dari sisi keluarga yang sama terkena
kanker payudara atau ovarium
b. Dua atau lebih keluarga dari sisi yang sama terkena kanker
payudara atau ovarium di bawah 40 tahun
c. Adanya keluarga dari sisi yang sama terkena kanker payudara
dan ovarium
d. Adanya riwayat kanker payudara bilateral pada keluarga
e. Adanya riwayat kanker payudara pada pria dalam keluarga

5) Riwayat adanya penyakit tumor jinak pada payudara


Wanita yang didiagnosis dengan kelainan – kelainan payudara (tumor jinak
yang dapat bermutasi menjadi ganas), dapat meningkatkan risiko kanker
payudara, seperti atipikal duktal hyperplasia atau lobular hyperplasia atau lobular
karsinoma in situ (Rasjidi, 2010; Smeltzer& Bare, 2010).

6) Faktor reproduksi dan hormon


Beberapa hal yang menjadi faktor risiko kanker
payudara (Rasjidi, 2010; Smeltzer & Bare, 2010), diantaranya:
a. Menarche atau menstruasi pertama pada usia relatif muda
(kurang dari 12 tahun)
b. Menopause pada usia relatif tua (lebih dari 55 tahun)
c. Nulipara / belum pernah melahirkan
d. Melahirkan anak pertama pada usia relatif lebih tua (lebih dari 30
tahun)
e. Tidak menyusui
f. Terapi sulih hormon (Hormone replacement theraphy) pada wanita
pascamenopause yang menggunakan TSH kombinasi antara
estrogen – progesteron dengan jangka pemakaian panjang (lebih
dari 10 tahun)

7) Intake alkohol

Studi menunjukkan bahwa risiko kanker payudara meningkat


berkaitan dengan asupan alkohol jangka panjang atau 2 – 5 g
alkoholper hari. Hal tersebut mungkin disebabkan karena alkohol
mempengaruhi aktivitas estrogen. Hubungan antara peningkatan

9
risiko kanker payudara dengan intake alkohol lebih kuat didapatkan
pada wanita menopause. Alkohol dapat menyebabkan
hiperinsulinemia, yang mana keadaan ini akan menghambat
terjadinya regresi spontan dari lesi prakanker selama masa
menopause. Dan pertumbuhan lesi ini dapat berubah dari estrogen –
dependent menjadi autonom (Rasjidi, 2010).

8) Obesitas

Peningkatan berat badan wanita selama masa


pascamenopause meningkatkan risiko terkena kanker payudara.Hal
tersebut, terjadi karena setelah menopause ketika ovarium terhenti
memproduksi hormon estrogen, jaringan lemak merupakan tempat
utama dalam produksi estrogen endogen. Oleh karena itu, wanita
dengan berat badan berlebih dan BMI yang tinggi, mempunyai
level estrogen yang tinggi. Obesitas juga berkaitan dengan
rendahnya jumlah sex hormonebinding globulin (SHBG), yang
berfungsi untuk berperan dalam peningkatan jumlah estradiol
(Rasjidi, 2010).

9) Pemajanan terhadap radiasi ionisasi

Risiko ini meningkat jika jaringan payudara yang terpajan


adalah jaringan yang sedang berkembang, seperti wanita yang
terkena radiasi (ke area dada) untuk mengobati Hodgkin
lymphoma dalam usia yang muda (Smeltzer & Bare, 2010).

Patofisiologi

Kanker payudara memperlihatkan proliferasi keganasan sel


epitel yang membatasi duktus atau lobus payudara.Pada awalnya
hanya terdapat hiperplasia sel dengan perkembangan sel – sel yang
atipikal.Sel– sel ini kemudian berlanjut menjadi karsinoma in situ
dan mengivasi stroma. Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk
tumbuh dari satu sel menjadi massa yang cukup besar untuk dapat
dipalpasi (kira – kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu, sekitar
25% kanker payudara sudah mengalami metastasis (Price &
Wilson, 2014)
Penyebaran kanker payudara terjadi dengan invasi langsung

10
ke parenkim payudara, sepanjang duktus mamaria, pada kulit
permukaan dan meluas melalui jaringan limfatik payudara.Kelenjar
getah bening regional yang terlibat adalah aksilaris, mamaria
interna, dan kelenjar supraklavikular (Price & Wilson, 2014).
Sel kanker dapat melalui saluran limfatik akhirnya masuk ke
pembuluh darah, juga dapat langsung menginvasi masuk pembuluh
darah hingga terjadi metastasis jauh yang dapat mengenai
sembarang organ, tetapi tempat paling umum adalah tulang
(71%), paru– paru (69%), hepar (65%), pleura (51%), adrenal
(49%), kulit (30%), dan otak (20%) (Smeltzer & Bare, 2010).

Jenis Kanker Payudara

Menurut Andrews (2010), sel kanker yang tetap berada dalam


strukturnya disebut sel kanker noninvasif atau in situ. Sedangkan,
sel kanker yang memiliki kemampuan untuk menyebar di luar
membran dasar duktus dan lobulus tersebut dideskripsikan sebagai
sel kanker invasif.
Menurut Andrews (2010), terdapat beberapa jenis kanker
payudara, diantaranya:
2. Karsinoma in situ
Karsinoma in situ ditandai dengan proliferasi sel epitel maligna yangg tetap
terkurung dalam duktus terminal.Terdapat dua jenis penyakit in situ yang
dideskripsikan sebagai karsinoma lobulus in situ atau karsinoma duktus in
situ.
3. Kanker payudara invasif
Karsinoma invasif memiliki kemampuan untuk menyebar dari struktur
payudara.Kanker ini memiliki potensi untuk metastasis.Dua jenis utama
kanker payudara invasif adalah karsinoma lobulus dan duktus.
4. Penyakit paget
Biasanya, penyakit ini mengenai jaringan epidermis putting dan terdapat rabas
dari putting, perubahan kulit seperti ekzema, retraksi putting, dan kadang –
kadang adanya penebalan pada jaringan dasar payudara.
5. Kanker payudara inflamasi
Kanker jenis ini menunjukkan pembengkakan dan kemerahan pada payudara,
serta edema pada kulit dengan indurasi pada jaringan dasar payudara
(peau d’Orange).

Manifestasi Klinis

11
Menurut Smeltzer & Bare (2010), manifestasi klinis dari kanker
payudara adalah:
1. Kanker payudara umumnya terjadi pada payudara sebelah kiri.
2. Retraksi putting susu dan lesi yang terfiksasi pada dinding dada.
3. Saat payudara dipalpasi, massa teraba tunggal atau soliter dalam satu
payudara, bentuknya tidak teratur, lebih keras, tidak berbatas tegas, terikat
pada kulit atau jaringan di bawahnya, dan biasanya tidak nyeri tekan.
4. Penonjolan vena yang meningkat.
5. Terjadinya inversi putting susu.
6. Adanya peau d’Orange, yaitu keadaan kulit payudara yang mempunyai
penampilan ‘orange – peel’, pori – pori kulit membesar, kulit menjadi
tebal, keras, tidak dapat digerakkan, dan dapat terjadi perubahan warna.
7. Penyakit Paget’s. Yaitu suatu keadaan payudara, dimana pada tahap awal,
payudara mengalami eritema putting susu dan areola. Kemudian, ditahap
lanjut, payudara mengalami penebalan, bersisik, dan erosi putting serta
areola.
8. Metastasis ke kulit dapat dimanifestasikan oleh lesi yang mengalami
ulserasi dan berjamur.

Stadium Klinis

Stadium klinis berdasarkan klasifikasi TNM


(Tumor size, Node, & Metastasis) kanker payudara
berdasarkan American Joint Committee on
CancerStaging Manual 6th edition (dikutip oleh
Rasjidi, 2010), yaitu:

Stadium 0 : tahap sel kanker payudara tetap di dalam


kelenjar payudara,tanpa invasi ke
dalam jaringan payudara normal yang
berdekatan.

Stadium I : tumor dengan ukuran 2 cm atau kurang dan batas


yang jelas (kelenjar getah bening normal).

12
Stadium II A :tumor tidak ditemukan pada payudara tapi sel – sel
kanker ditemukan di kelenjar getah bening ketiak, atau
tumor dengan ukuran 2 cm atau kurang dan telah
menyebar ke kelenjar getah bening ketiak, atau tumor
yang lebih besar dari 2 cm tapi tidal lebih besar dari 5
cm dan belum menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak.

Gambar 2.4

Stadium II A
(American Society of
Clinical Oncology)

Stadium II B : tumor yang lebih besar dari 2 cm, tetapi tidak ada
yang lebih besar dari 5 cm dan telah menyebar ke
kelenjar getah bening yang berhubungan dengan
ketiak, atau tumor yang lebih besar dari 5 cm tapi
belum menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.

13
Gambar 2.5 StadiumII B(American
Society of Clinical Oncology)

Stadium III A : tidak ditemukan tumor di payudara. Kanker ditemukan


di kelenjar getah bening ketiak yang melekat bersama
atau dengan struktur lainnya, atau kanker ditemukan di
kelenjar getah bening di dekat tulang dada, atau tumor
dengan ukuran berapa pun dimana kanker telah
menyebar ke kelenjar getah bening ketiak, terjadi
pelekatan dengan struktur lainnya, atau kanker di
temukan di kelenjar getah bening di dekat tulang dada.

Gambar 2.6 Stadium III A

Stadium III B : tumor dengan ukuran tertentu dan telah menyebar ke


dinding dada dan / atau kulit payudara dan mungkin
telah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak yang
berlengketan dengan struktur lainnya, atau kanker
mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening di
dekat tulang dada. Kanker payudara inflamatori

14
(berinflamasi) dipertimbangkan paling tidak pada tahap
III B.

Gambar 2.7Stadium III B (American


Society of Clinical Oncology)

Stadium III C : ada atau tidak tanda kanker di payudara atau mungkin
telah menyebar ke dinding dada dan / atau kulit payudara
dan kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening baik
di atas atau di bawah tulang belakang dan kanker
mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak
atau ke kelenjar getah bening di dekat tulang dada.

Stadium IV :kanker telah menyebar atau metastase ke bagian lain


dari tubuh.

15
Gambar 2.9 Stadium IV (American Society of
Clinical Oncology)

Tabel 2.1 Stadium klinis kanker payudara

Ukuran Metastasis kelenja


Stadium Metastasi jauh Survival rate
tumor limfe
0 Tis N0 M0 10 – years survival
rate 98%
I T1 N0 M0 – years survival
rate 85%
T0 N1 M0
II A T1 N1 M0 – years
T2 N0 M0 survival rate
T2 N1 M0 60 – 70%
II B
T3 N0 M0
T0 N2 M0
III A T1 N2 M0
T2 N2 M0 – years
T3 N 1, N 2 M0 survival rate
T4 N M0 30 – 50%
III B
T apapun a M0
p
a
p
u
n

16
IV T apapun N apapun M1 – years survival
rate 15%

Penatalaksanaan Medis

Menurut Sjamsuhidayat & de Jong (2012), tata laksana


kanker payudara meliputi:
9) Pembedahan

Pembedahan dapat bersifat kuratif maupun paliatif. Indikasi pembedahan


yaitu tumor stage T is – 3, N 0 – 2, dan M 0. Jenis pembedahan kuratif yang dapat
dilakukakn adalah breast conserving treatment (BCT), mastektomi radikal klasik,
mastektomi radikal dimodifikasi, areolaskin – sparing mastectomy, mastektomi
radikal extended, mastektomi simpel, atau lumpektomi.

a. Mastektomi radikal klasik


Pembedahan radikal klasik meliputi pengangkatan seluruh kelenjar
payudara dengan sebagian besar kulitnya, otot pektoralis mayor dan
minor, dan seluruh kelenjar limf level I, II dan III.

b. Mastektomi radikal dimodifikasi


Suatu tindakan pembedahan dengan mempertahankan otot
pektoralis mayor dan minor seandainya jelas otot – otot tersebut
bebas dari tumor, sehingga hanya kelenjar limf level I dan II yang
terangkat. Mastektomi radikal dimodifikasi ini selalu diikuti
dengan diseksi aksila dan merupakan terapi pembedahan baku
kanker payudara.

c. Mastektomi simpel
Seluruh kelenjar payudara diangkat termasuk putting, namun
tidak menyertakan kelenjar limf aksila dan otot pektoralis.
Mastektomi simpel atau disebut juga mastektomi total hanya
dilakukan bila dipastikan tidak ada penyebaran ke kelenjar aksila.

d. Breast conserving treatment(BCT)


Breast conserving treatmentbertujuan untuk membuang massa
dan jaringan payudara yang mungkin terkena tumor namun dengan
semaksimal mungkin menjaga tampilan kosmetik payudara.

17
Breast conserving treatment paling sering dilakukan pada
tumor stage Tis, T1, dan T2 yang penampangnya < 3 cm.
Kontraindikasi absolut breast conserving treatment antara lain
multisentrisitas (fokus tumor terdapat pada lebih dari satu kuadran),
mikrokalsifikasi maligna luas atau di atas 3 cm, margin positif luas
(extensive intraductal component, EIC) pascaeksisi ulang, ada
riwayat radiasi payudara, dan pasien memilih mastektomi karena
merasa lebih tuntas.

Pada breast conserving treatment, hanya tumor dan jaringan


payudara sehat disekitasnya yang dibuang, oleh karena itu
pembedahan ini sering juga disebut sebagai lumpektomi.
e. Rekonstruksi segera
Rekonstruksi segera terbukti tidak mengganggu deteksi
rekurensi tumor dan tidak mempengaruhi onset kemoterapi, asalkan
tidak ada kontraindikasi secara onkologis untuk melakukan
prosedur ini.

f. Bedah paliatif
Bedah paliatif pada kanker payudara jarang dilakukan.Lesi
tumor lokoregional residif yang soliter kadang dieksisi, tetapi
biasanya pada awalnya saja tampak soliter, padahal sebenarnya
sudah menyebar, sehingga pengangkatan tumor residif tersebut
sering tidak berguna.

10) Radioterapi

Radioterapi kanker payudara dapat digunakan sebagia terapi


adjuvan yang kuratif pada pembedahan BCT, mastektomi simpel,
mastektomi radikal dimodifikasi, serta sebagai terapi paliatif.
Radioterapi dapat diberikan setelah BCT untuk tumor invasif
in situ, stage I, dan stage II. Sebagai terapi adjuvan, radioterapi
diberikan pascamastektomi tumor stage I dan II, dan sebagai
sandwich therapy (pembedahan dikombinasi dengan penyinaran
pra dan pascabedah) pada tumor stage III.
Radioterapi diberikan dengan dua cara yaitu radiasi dari luar
dan dalam. Radiasi dari luar, seperti yang lazim dilakukan,
luasnya daerah penyinaran bergantung pada jenis prosedur bedah
yang dilakukan dan ada – tidaknya keterlibatan kelenjar getah

18
bening.Radiasi dari dalam atau disebut juga dengan brakiterapi,
adalah menanam bahan radioaktif di jaringan payudara sekitar lesi.

11) Terapi sistemik

Pada dasarnya terapi sistemik dapat berfungsi sebagai terapi


kuratif – paliatif, namun dapat juga sebagai terapi adjuvan, maupun
neoadjuvanpaliatif.

a. Terapi hormonal
Terapi hormonal terdiri dari obat – obatan anti estrogen
(tamoksifen, toremifen), analog LHRH, inhibitor aromatase
selektif (anastrazol, letrozol), agen progestasional (megesterol
asetat), agen androgen, dan prosedur ooforektomi.

b. Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker payudara dapat terdiri atas kemoterapi
adjuvan atau paliatif.Kemoterapi adjuvan adalah kemoterapi yang
diberikan pascamastektomi untuk membunuh sel – sel tumor yang
walaupun asimtomatik mungkin tertinggal atau menyebar secara
mikroskopik.Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi uang
diberikan sebelum pembedahan untuk memperkecil besar tumor
sehingga dapat diangkat dengan lumpektomi atau dengan
mastektomi simpel.Regimen kemoterapi yang paling sering
digunakan yaitu CMF (siklofosfamid, metotreksat, dan 5 –
fluorourasil), FAC (siklofosfamid, adriamisin, dan 5 – fluorourasil),
AC (adriamisin dan siklofosfamid), CEF (siklofosfamid, epirubisin,
dan 5 – fluorourasil).

c. Terapi biologi
Terapi biologi berupa terapi antiekspresi HER2/neu
menggunakan pemberika trastuzumab.Trastuzumab diberikan
setiap 3 minggu selama 1 tahun pada pasien dengan reseptor
HER2/neu yang positif 3 bersamaan dengan kemoterapi adjuvan.

Komplikasi

Menurut Smeltzer & Bare (2010), kanker payudara yang


bermetastasis dapat menyebabkan peningkatan mortalitas. Kanker

19
dapat bermetastasis ke pembuluh limfatik dan hematogen yang
menyebabkan limfedema, ke tulang, paru – paru, hepar, pleura,
adrenal, kulit, dan otak.
Menurut Andrews (2010), kanker payudara dapat
bermetastasis dan menyebab gangguan di organ – organ tertentu,
diantaranya:
1. Metastasis hati. Metastasis kanker payudara ke hati memiliki
prognosis buruk.
2. Metastasis paru – paru. Metastasis kanker payudara ke paru – paru
biasanya ditandai dengan napas pendek.
3. Efusi pleura. Pengumpulan cairan pada ruang pleura ini disebabkan
oleh penumpukan sel kanker dan berefek menekan paru – paru.
Biasanya menunjukkan napas pendek dan nyeri saat inspirasi.
4. Efusi perikardium. Pengumpulan cairan dalam perikardium yang
disebabkan oleh infiltrasi tumor jarang terjadi.
5. Asites maligna. Merupakan penyakit sekunder yang jarang terjadi
pada wanita penderita kanker payudara. Penumpukan sel kanker di
antara peritoneum abdomen dapat menyebaban akumulasi cairan
dalam rongga peritoneum. Volume akumulasi cairan tersebut dapat
sangat banyak dan menyebabkan ketidaknyamanan serta
menimbulkan sesak napas jika cairan mengakibatkan penekanan
pada diafragma.
6. Hiperkalsemia. Kondisi ini merupakan komplikasi kanker payudara
yang sering terjadi dan disebabkan oleh peningkatan destruksi tulang
osteoklastik sehingga terjadi pelepasan kalsium ke dalam aliran
darah. Kadar kalsium darah yang lebih tinggi dari normal dapat
menyebabkan mual, rasa haus yang tinggi, disorientasi, dehidrasi,
dan poliuri, serta kadang kala dapat menyebabkan perubahan tingkat
kesadaran.
7. Metastasi otak. Manifestasi kondisi ini sangat bervariasi termasuk
gejala peningkatan tekanan intrakranial, seperti sakit kepala, muntah,
limbung, gangguan penglihatan, dan kerusakan fungsi intelektual,
defisit neurologis spesifik pada area penyakit, seperti lemah
atau hilang keseimbangan, atau yang jarang terjadi, kejang.
8. Kompresi medula spinalis. Penumpukan metastasis penyakit dalam
vertebrata atau dura dapat menyebabkan kompresi medula spinalis.
Gangguan ini dimanifestasikan dengan kelemahan pada lengan atau
tungkai, gangguan spinkter, dan perubahan sensori.
9. Meningitis karsinoma. Keterlibatan meningen dalam metastasis

20
kanker payudara dapat menyebabkan sakit kepala, konfusi, diplopia,
paralisis saraf kranial, dan gangguan sensasi.

Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Sjamsuhidayat & de Jong (2012), pemeriksaan diagnostik


yang digunakan untuk menegakkan diagnosa kanker payudara
adalah:

11) Mamografi . Gambar 2.10 Mamografi (http://www.cancer.gov/)


Mamografi merupakan metode pilihan deteksi kanker
payudara pada kasus kecurigaan keganasan maupun kasus kanker
payudara kecil yang tidak terpalpasi (lesi samar). Indikasi
mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara,
sebagai tindak lanjut pascamastektomi, dan pasca – breast
conserving therapy (BCT) untuk mendeteksi kambuhnya tumor
primer kedua, adanya adenokarsinoma metastatik dari tumor primer
yang tidak diketahui asalnya, dan sebagai program skrinning.
Temuan mamograf yang menunjukkan kelainan yang
mengarah keganasan antara lain tumor berbentuk spikula, distorsi
atau iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduktal), kadang
disertai pembesaran kelenjar limf. Hasil mamografi dikonfirmasi
lanjut dengan FNAB, core biopsy, atau biopsi bedah.

12) Duktografi

21
Indikasi utama dilakukannya duktografi adalanya adanya
luah dari putting yang bersifat hemoragik. Keganasan tampak
sebagai massa ireguler atau adanya multiple filling defect
intralumen.

13) Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan
membedakan kista dengan tumor solid.

14) MRI
MRI dilakukan pada pasien usia muda, untuk mendeteksi
adanya rekurensi pasca – BCT, mendeteksi adanya rekurensi dini
keganasan payudara yang dari pemeriksaan fisik dan penunjang
lainnya kurang jelas.

15) Imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia yang dilakukan untuk membantu
terapi target, antara lain pemeriksaan seratus ER (estrogen
receptor), PR (progesteron receptor), c-erbB-2 (HER-2 neu),
cathepsin-D, p53 (bergantung situasi), Ki67, dan Bcl2.
Kanker payudara memiliki reseptor estrogen – disebut ER
(+) atau memiliki reseptor progesteron – disebut PR (+), cenderung
memiliki prognosis yang lebih baik karena masih peka terhadap
terapi hormonal.
Satu dari lima kanker payudara memiliki sejenis protein
pemicu pertumbuhan yang disebut HER2/neu (disingkat HER2).
Kanker payudara yang memiliki status ER (-), PR (-), dan
HER2/neu (-), yang disebut sebagai tripel negatif, cenderung
agresif dan prognosisnya buruk.

16) Biopsi

a. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)


Dengan jarum halus sejumlah kecil jaringan dari tumor
diaspirasi keluar lalu diperiksa di bawah mikroskop.Jika lokasi
tumor terpalpasi dengan mudah, biopsi dapat dilakukan sambil
mempalpasi tumor.

22
b. Core biopsy

Biopsi ini menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar


sehingga dapat diperoleh spesimen silinder jaringan tumor yang
tentu saja lebih bermakna dibandingkan Fine Needle Aspiration
Biopsy(FNAB).
Core biopsy dapat membedakan tumor yang nonivasif dengan
yang invasif serta grade tumor.Core biopsy dapat digunakan untuk
membiopsi kelainan yang tidak dapat dipalpasi, tetapi terlihat pada
mamografi.

c. Biopsi terbuka

Biopsi terbuka dilakukan bila pada mamografi terlihat adanya


kelainan yang mengarah ke tumor maligna, hasil Fine Needle
Aspiration Biopsy(FNAB) atau core biopsy yang meragukan.

d. Sentinel node biopsy

Biopsi ini dilakukan untuk menentukan status keterlibatan


kelenjar limf aksila dan parasternal (internal mammary chain)
dengan cara pemetaan limfatik. Prosedur ini bermanfaat untuk
staging nodus, penentuan / prediksi terapi adjuvan sistemik, dan
penentuan tindakan diseksi regional.

B. Teori EBM pada Asuhan Kebidanan yang diterapkan dalam


Ca.Mammae

Kanker payudara merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang


tertinggi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan data GLOBOCAN,
International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2012 diketahui
bahwa kanker payudara adalah persentase kasus baru penyakit kanker yang
tertinggi (43,3%), dan juga merupakan peresentase kematian tertinggi (12,9%)
pada perempuan di dunia. Di Amerika Serikat terdapat 288.133 kasus baru kanker
payudara yang didiagnosis pada wanita setiap tahunnya (ACS 2011 dalam
Lengacher, Kip, Reich, Craig, Mogos, Ramesar&Pracht, 2015). Menurut data

23
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kanker payudara di Indonesia
berkisar 0,5 per 1000 perempuan (Kemenkes RI, 2014).
Ada beberapa faktor risiko yang berperan dalam penyakit kanker payudara,
diantaranya yaitu jenis kelamin dan usia. Perempuan mempunyai peluang 100 kali
lebih besar mengalami kanker payudara dibandingkan dengan laki-laki dan
insiden tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya usia (LeMone& Burke,
2008). Menurut American Cancer Society (2004), kanker payudara lebih banyak
terjadi pada kelompok usia 50 tahun keatas (ACS, 2004 dalam Smeltzer & Bare,
2008). Prevalensi penyakit kanker tertinggi yaitu pada umur 75 tahun keatas
(5,0%), dan prevalensite rendah yaitu pada umur 1-4 tahun dan 5-14 tahun (0,1%).
Terjadi peningkatan yang cukup tinggi pada umur 25-34 tahun dan 45-54 tahun
(Kemenkes RI, 2015).
Kondisi kanker payudara paling parah terjadi jika sudah memasuki stadium
4 atau akhir. Meski secara medis penyembuhan kanker payudara stadium 4 sangat
sulit dilakukan, namun ada beberapa penanganan yang bisa dilakukan untuk
membantu memperpanjang usia harapan hidup dan meringankan gejala yang
diderita.
Peringkat stadium pada kanker akan membantu dokter dalam menentukan
penanganan yang tepat bagi pasien. Pada kanker payudara, penentuan ditentukan
berdasarkan ukuran tumor, penyebaran sel kanker kekelenjar getah bening, atau
kebagian tubuh lain. Semakin tinggi angka stadium, semakin berat kondisi yang
diderita.
Penanganan yang dilakukan untuk mencegah agar tidak terjadi peningkatan
pada pasien kanker payudara adalah dengan melakukan deteksi dini dan
bagaimana upaya untuk menurunkan angka kejadian tersebut (American cancer
society, 2014).
Penerapan EBN dilakukan di ruangan rawat inap laika waraka RSUD
Bahteramas kora Kendari pada tanggal 25 agustus sampai 27 agustus. Prosedur
dalam penerapan EBN ini dilakukan dengan memperhatikan kondisi klinis pasien,
mengkaji data dasar pasien yang meliputi umur, berat badan, tinggi badan, IMT,

24
dan protokol atau agen kemoterapi.
Adapun penerapan EBN yang dapat diberikan atau dilakukan pada Ny “Y”
dengan kasus ca mammae stadium akhir yaitu :
1. Kemoterapi
Pada kanker payudara stadium 4, kemoterapi menjadi metode penanganan
utama. Kemoterapi dapat diberikan dalam bentuk cairan, pil, ataupun dalam
bentuk infus. Sasaran obat yang diberikan tidak hanya sel kanker di lokasi utama,
tapi juga sel kanker yang sudah menyebar kebagian tubuh lain. Sayangnya, obat
kemoterapi ini selain mematikan sel kanker, juga dapat berdampak pada sel-sel
sehat dalam tubuh. Selain itu, juga dapat memberi efek samping yang cukup berat.
Pada stadium lanjut, kemoterapi mungkin diberikan bersama dengan terapi
hormon.
2. Terapihormon
Terapi hormon dapat diberikan pada wanita yang perkembangan kankernya
dipengaruhi hormon. Dengan kata lain, terapi hormon dapat diberikan pada
penderita kanker dengan reseptor hormon yang positif. Obat-obatan yang
termasuk dalam terapi hormon antara lain adalah tamoxifen, anastrozole,
exemestane, dan letrozol. Selainobat-obatan, dokter dapat menawarkan pilihan
pengangkatan rahim pada wanita yang belum memasuki masa menopause.
3. Terapi target
Sekitar 20% wanita penderita kanker payudara, memiliki sel-sel kanker
yang berkembang cepat karena terlalu banyak kandungan protein yang disebut
HER2. Salah satu obat yang bisa menargetkan protein tersebut adalah
trastuzumab. Obat ini dapat diberikan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker
secara spesifik, sekaligus membantu menambah kekebalan tubuh.
4. Terapiradiasi
Langkah ini digunakan untuk menghancurkan atau menghambat
pertumbuhan sel-sel kanker melalui pemberian radiasi Rontgen. Terapi jenis ini
tepat digunakan jika penyebaran sel kanker telah diketahui secara pasti. Selain
dapat disinari pada area kanker berkembang, radiasi juga bisa dimasukkan melalui

25
jarum atau selang kedekat lokasi tumor.
5. Operasi
Penerapan operasi tergantung kepada bentuk dan pada bagian mana kanker
telah menyebar. Misalnya, kelenjar getah bening yang telah terkena penyebaran
kanker, atau metastasis pada paru-paru yang bentuknya masih dapat dioperasi.
Selain itu, pada kasus-kasus tertentu, operasi mungkin diperlukan untuk
mengangkat ovarium guna mengurangi kadar hormon estrogen.

BAB III
ASUHAN KEBIDANAN CA MAMAE

Identitas Pasien

Nama : Ny “Y”

Umur : 38 tahun

Suku : Muna

Agama : Islam

Pendidikan : SD

26
Pekerjaan : IRT (ibu rumah tangga)

Alamat :Watuputih

A. Data Subjektif

Seorang wanita usia 38 tahun berasal raha datang kerumah


sakit bahteramas kota kendari dengan keluhan utama nyeri pada
area payudara, nyeridada, lemas, sesak nafas dan susah tidur
dikarenakan rasa sakit yang dirasakan.

B. Data Objektif
1. Hasil observasi pada tanggal 25/08/2022 :
Keluhan utama : sesaknafas
Tekanan darah : 107/48 mmHg
Nadi : 121 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Pernafasan : 28x/menit
2. Hasil observasi pada tanggal 26/08/2022
Keluhan utama : nyeriakut
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 79 x/menit
Suhu : 36,7 °C
Pernapasan : 20 x/menit
3. Hasil observasi pada tanggal 27/08/2022
Keluhan utama : nyeri dada
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Suhu : 36,4 °C
Pernafaan : 19 x/menit

Dengan tingkat kesadaran compos mentis.

C. Assesment
Diangnosa yang di dapatkan pada Ny “Y” yaitu pasien menderita penyakit kanker

27
payudara stadium IV ( camamae).

D. Planning
1. Implementasi pada tanggal 25/08/2022
a) Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa akan dilakukan
pemasangan oksigen (O2) di karenakan pasien mengalami sesak
nafas.
b) Meminta persetujuan pasien jika bersedia untuk di pasangkan oksigen
(O2)
c) Melakukan tindakan pemasangan oksingen (O2).
d) Setelah dilakukan pemasangan oksigen pasien merasa lebih baik.
2. Implementasi pada tanggal 26/08/2022
a) Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan tanda
tanda vital dan rencana pemberian terapi yang akan di jadwalkan
terlebih dahulu oleh dokter.
b) Melakakukan tindakan pemeriksaan TTV
TD : 90/60 mmHg
N : 68 x/menit
S : 36,7 °C
P : 20 x/menit
c) Pasien mengerti apa yang di jelaskan oleh petugas bahwa ia akan di
berikan pemberian terapi yang akan di jadwalkan oleh dokter
kemudian meberitahukan kepada pasien hasil observasi yang telah kita
lakukan bahwa tekanan darah pasien rendah yaitu 90/60 di karenakan
pasien tidak tidur.
3. Implementasi pada tanggal 27/08/2022
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dilakukan pemberian
cairan kidmin yang bertujuan untuk memenuhi asam amino pada
pasien dengan gangguan kronik, malnutrisi, sebelum dan sesudah
operasi, selain itu pasien juga akan di berikan cairan KA-EN 3B
yang indikasikan untuk memelihara keseimbangan elektroloit dan
air untuk pasien Yngmemperolehmakanantidakcukup.
2. Memintapersetujuanpasienjikabersedia.
3. Melakukantindakanpemberiancairankidmindan KA-EN 3B.
4. Pasienmengertiapa yang telah di jelaskanolehpetugas.

28
29
BAB IV
PEMBAHASAN

A. EVIDENCE BASED MEDICINE

1. Skenario
Ibu Yeni berusia 38 tahun datang ke RSUD Bahteramas Kendari dengan
keluhan nyeri Akut Pada payudara. Suami Ny “Y” mengatakan 3 tahun yang lalu
Ny”Y’ sudah merasakan benjolan disekitar payudara sebelah kiri, namun pihak
keluarga lebih mempercayai Dukun sebagai tempat berobat dibaningkan medis.
Dari riwayat keluarga bahwa ibu Ny”Y” meninggal dunia 10 tahun yang lalu
akibat menderita kanker payudara. Kemudian suami membawa Ny”Y” berobat ke
dokter dimana sudah dengan kondisi sel kanker lebih besar atau tumbuh lebih
dalam ke jaringan. Dokter mendiagnosis bahwa pasien menderita kanker payudara
Stadium III. Pada tahun 2022 tepatnya bulan 3 tanggal 22 Ny”Y” melakukan poto
Thorax diruangan Radiologi RSUD Bahteramas Kota Kendari dan melakukan
Operasi serta kemotrapi untuk mengangkat sel kanker pada payudara. Kemudian
setelah dilakukan operasi dan dilakukan kemotrapi dan perawatan selama
beberapa hari keluarga membawa ny”Y” pulang dan melakukan perawatan rawat
jalan (kontrol) dikarenakan masalah ekonomi rawat jalan yang seharusnya tetap
dilakukan terhenti begitu saja dikarenakan ketidakcukupan biaya,setelah Ny”Y”
tidak kuat menahan rasa sakit pihak keluargapun membawa Ny”Y’ ke RSUD
Bahteramas pada tanggal 24 agustus dan dipindahkan ke Ruang Rawat Inap Laika
Waraka Bedah pada hari kamis tanggal 25 Agustus 2022.
Dari hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan kanker telah menyebar dari
payudara ke Organ Tubuh yang lain seperti paru-paru, jantung,hati,kulit,dan
tulang. Dimana ibu terus menerus menangis karna kesakitan,nyeri pada
dada,nafsu makan turun drastis,berat badan turun,sesak nafas serta lemas. Dan
pada hari minggu pagi ibu mengalami pendarahan sekitar 300-500 cc.
Pemantauan dan perawatan yang dilakukan dihentikan pada tanggal 28
agustus 2022 Jam 17.40 dikarenakan pasien dinyatakan meninggal dunia.

2. Foreground Question(pertanyaan awal)

Adakah perbedaan prognosis kanker payudara pada pasien yang telah terpapar
radiasi alat radiologi (mamogram) dan yang belum terpapar radiasi alat
radiologi?

30
3. P.I.C.O

Population : Wanita berusia 38 tahun dengan kanker payudara

Intervention : Kanker stadium IV.

Comparison : -

Outcomes : -

4. Type of question : Prognosis of therapy

5. Type of studies : Clinical Trial

6. Keyword : Cancer

7. Pemilihan situs : https://dspace.umkt.acc.id

8. Hasil pencarian : 7 jurnal

9. Jurnal yang dipilih : Kanker Payudara : Diagnostik,Faktor Resiko,Dan Stadium

10. Sumber jurnal: Https : // ejournal. Uniksha .ac.id / index.php / gm/ articel /
view /47032/ 22075

12. Tipe jurnal : Prognosis

B. Tinjauan Jurnal dan Analisa Kasus,Pemecahan Masalah

Dari 7 jurnal terbaru didapatkan cara penanganan dan masalah pada


kanker sesuai dengan teori dan valid menurut EBM.

Pada kanker stadium 4 yang terjadi di payudara, sel kanker sudah


menyebar lebih jauh dari payudara, ketiak, dan kelenjar getah bening di dada. Sel
kanker payudara stadium 4, umumnya menyebar hingga ke otak, paru-paru,
tulang, dan hati.

Kanker stadium 4 adalah tingkatan kanker yang paling parah. Pada tingkat
ini, penyembuhan memang sudah sulit untuk dilakukan. Meski begitu, perawatan
tetap bisa dilakukan untuk memperpanjang angka harapan hidup dan meredakan
gejala yang terjadi.

31
Setiap jenis kanker memiliki angka harapan hidup yang berbeda-beda.
Angka harapan hidup juga dapat berbeda tiap pasiennya, meski jenis kanker yang
diderita sama. Demikian juga halnya dengan tingkat keparahannya.

Angka harapan hidup yang ada di tiap jenis kanker juga umumnya
berdasarkan statistik dari keberhasilan pengobatan, maupun data kematian pasien
jenis kanker tersebut selama beberapa tahun ke belakang. Sehingga di kemudian
hari, angka ini masih bisa berubah menjadi lebih baik, terutama jika ditemukan
perawatan baru yang lebih efektif.

Hal yang terpenting untuk para pasien kanker adalah untuk terus menjalani
perawatan yang dianjurkan oleh dokter dan tetap membekali diri dengan
pengetahuan seputar kanker yang diderita. Bahkan, sebuah penelitian
menyebutkan bahwa pasien kanker yang aktif menjalani pengobatan dan menggali
lebih banyak informasi mengenai penyakitnya, memiliki angka keberhasilan
perawatan lebih tinggi.

Pemeriksaan klinis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang


berupa radiologi untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
terkait kondisi payudara pasien. Selain itu pemeriksaan radiologi
juga bisa digunakan untuk kepentingan penentuan stadium.
Adapun pemeriksaan radiologi yang dianjurkan pada diagnosis
kanker payudara yaitu: Mamografi, Ultrasonografi (USG), CT
Scnan, Bone Tumor, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Gambar radiologi Ny”Y”

32
Langkah yang harus segera dilakukan

1. Terus berkonsultasi dengan dokter


Hal pertama yang harus dilakukan adalah terus berkomunikasi dan
berkonsultasi dengan dokter. Penderita kanker stadium IV memiliki risiko
kematian yang cukup besar, oleh karena itu harus mengerti bagaimana cara
menghambat pertumbuhan kanker dengan cara yang bermacam-macam. Misalnya
menjaga pola makan atau menambah porsi olahraga.

33
2. Mencari tahu informasi tindakan penanganan segera
Dokter onkologi biasanya sudah mengetahui bagaimana penanganan untuk
pasien kanker payudara stadium IV. Beberapa penanganannya antara lain adalah
kemoterapi yang biasanya menjadi obat utama penanganan kanker stadium lanjut.
Kemudian terapi hormon yang akan diberikan jika sel kanker tumbuh karena ada
pengaruh hormon yang ada di dalam tubuh. Selanjutnya ada terapi radiasi yang
bertujuan untuk menghambat penyebaran sel kanker. Terakhir ada operasi yang
biasanya dilakukan ketika ukuran dan lokasi tumor masih dapat dioperasi.

3. Komitmen untuk melakukan terapi


Hal terakhir yang harus Anda lakukan adalah komitmen. Memiliki kanker
payudara stadium IV ini sangat bergantung dengan terapi, oleh karena itu harus
konsisten dan berkomitmen dalam menjalani terapi. Jangan sampai malas atau
bahkan lupa untuk menjalani terapi. Tentu tidak mudah menjalani pengobatan dan
penanganan kanker payudara stadium IV.

C. Jurnal

KANKER PAYUDARA:

DIAGNOSTIK, FAKTOR RISIKO,DAN STADIUM

Suparna Ketut, Sari Luh Made Karuni Kartika

Fakultas Kedokteran, Universitas Pendidikan


Ganesha

e-mail: ketutsuparna11@gmail.com,
karunikrtksr@gmail.com

Abstrak

Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering ditemukan pada


wanita. Salain itu merupakan penyebab kematian terkait kanker
paling sering setelah kanker paru. Kanker payudara (Carcinoma
Mammae) adalah tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan
payudara, yang dapat menyebar ke organ tubuh lain. Kanker
payudara merupakan penyakit dengan prognosis yang buruk, karena
sering ditemukan pada stadium yang sudah lanjut. Diagnosis dini

34
dengan teknik yang tepat dapat mengurangi angka kesakitan dan
kematian akibat penyakit ini. Teknik untuk diagnosis kanker
payudara meliputi triple diagnostic yaitu: klinis, imaging, dan
sitologi. Kanker payudara adalah penyakit multifaktorial yang
meliputi faktor usia, genetik dan riwayat keluarga, reproduksi dan
hormonal, serta gaya hidup. Dengan mengetahui faktor risiko, maka
kita akan lebih waspada untuk memeriksakan diri dan dapat
didiagnosis pada stadium sedini mungkin. Penentuan stadium
kanker payudara dilakukan dengan menggunakan indikator TNM
yang dikeluarkan oleh American Joint Committee on Cancer
(AJCC). Kanker payudara dibedakan dalam 8 stadium yang
meliputi: stadium 0, stadium I, stadium IIA/B, stadium IIIA/B/C,
dan stadium IV.

Kata kunci: kanker payudara, diagnostik, risiko, stadium

Abstract

Breast cancer is the most common cancer found in women. It is the


most common cause of cancer-related death after lung cancer.
Breast cancer (Carcinoma Mammae) is a malignant tumor that
grows in breast tissue, which can spread to other organs of the
body. Breast cancer is a disease with a poor prognosis, because it is
often found at an advanced stage. Early diagnosis with the right
technique can reduce morbidity and mortality from this disease.
Techniques for the diagnosis of breast cancer include triple
diagnostics, namely: clinical, imaging, and cytology. Breast cancer
is a multifactorial disease that includes age, genetic and family
history, reproductive and hormonal factors, and lifestyle. By
knowing the risk factors, we will be more alert to check ourselves
and can be diagnosed at the earliest possible stage. Breast cancer
staging is carried out using the TNM indicator issued by the
American Joint Committee on Cancer (AJCC). Breast cancer is
divided into 8 stages which include: stage 0, stage I, stage IIA/B,
stage IIIA/B/C, and stage IV.

Keywords: breast cancer, diagnostic, risk, stage

PENDAHULUAN
Kanker merupakan penyakit tidak menular dimana terjadi pertumbuhan
dan perkembangan yang sangat cepat, tanpa terkendali dari sel maupun jaringan.
Pertumbuhan ini dapat menggangu proses metabolisme tubuh dan menyebar
antarsel dan jaringan tubuh (Hero, 2021; Susmini & Supriayadi, 2020). Kanker

35
payudara disebut juga dengan Carcinoma Mammae adalah sebuah tumor
(benjolan abnormal) ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara. Tumor ini
dapat tumbuh dalam kelenjar susu, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang
payudara (jaringan lemak, maupun jaringan ikat payudara). Tumor ini dapat
pula menyebar ke bagian lain di seluruh tubuh. Penyebaran tersebut disebut
dengan metastase (Iqmy, Setiawati, & Yanti, 2021; Nurrohmah, Aprianti, &
Hartutik, 2022).
Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering ditemukan pada
wanita di seluruh dunia (22% dari sernua kasus baru kanker pada perempuan)
dan menjadi urutan kedua sebagai penyebab kematian terkait kanker setelah
kanker paru (Hero, 2021; De Jong, 2014). Angka kejadian kanker payudara
tertinggi terdapat pada usia 40-49 tahun, sedangkan untuk usia dibawah 35
tahun insidennya hanya kurang dari 5%. Kanker payudara pada pria jarang
terjadi dan terhitung sebanyak 1% dari seluruh kasus kanker payudara (Cardoso
et al., 2019; Nurrohmah et al., 2022). Peningkatan kasus kanker payudara secara
signifikan disebabkan oleh perubahan dalam gaya hidup masyarakat, serta
adanya kemajuan dalam bidang teknologi untuk diagnosis tumor ganas
payudara (Momenimovahed & Salehiniya, 2019; De Jong, 2014).
Kanker payudara merupakan penyakit yang menakutkan bagi wanita,
karena kanker payudara sering ditemukan pada stadium yang sudah lanjut
(Nurrohmah et al., 2022). Namun, dengan deteksi dini maka angka kematian
akibat kanker payudara telah menurun di sebagian besar negara Barat dalam
beberapa tahun terakhir (Cardoso et al., 2019). Melihat tingginya angka kejadian
kanker payudara dan kontribusinya sebagai penyebab kematian terkait kanker,
menjadikan alasan penulis untuk memilih topik kanker payudara dalam
penulisan artikel ini. Deteksi dini penyakit kanker payudara dapat dilakukan
dengan mengetahui terkait faktor risiko dan diagnosis awal yang baik. Maka
dari pada itu pada artikel ini akan dibahas mengenai apa saja faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian kanker payudara, serta apa saja metode
pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis kanker payudara.

METODE
Penulisan artikel ini bedasarkan metode literature review dari buku
bacaan dan artikel penelitian terkait dengan kanker payudara yang sudah
terpublikasi. Artikel penelitian didapatkan bedasarkan hasil penelusuran pada
platform PubMed dan Google Scholar dengan memasukan kata kunci yang
telah ditentukan sesuai dengan judul artikel. Artikel yang digunakan
merupakan artikel yang dipublikasi dalam 10 tahun terakhir.

36
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kanker merupakan penyakit dengan risiko mortalitas yang tinggi, namun
tingkat kelangsungan hidup pasien kanker payudara meningkat secara
signifikan menjadi sekitar 98% dengan diagnosis pada stadium awal penyakit.
Oleh karena itu, pemilihan teknik diagnostik yang tepat sangat penting untuk
dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat kanker payudara.
Teknik untuk diagnosis kanker payudara meliputi triple diagnostic yaitu klinis
(anamnesis dan pemeriksaan fisik), imaging (radiologi), dan sitologi
(histopatologi) (Javaeed, 2018).
Anamnesis penderita kelainan payudara harus meliputi keluhan yang
dialami misalnya benjolan di payudara bilateral atau unilateral, apakah
benjolannya nyeri atau tidak. Onset atau pada usia saat benjolan ini muncul
penting untuk digali, karena terkait dengan prognosis atau perjalanan penyakit
kanker payudara. Progresifitas dari pertumbuhan benjolan dapat menentukan
tingkat keganasan dari suatu tumor. Progresifitas yang hanya terhitung bulan
memiliki risiko lebih besar merupakan sebuah keganasan dibandingkan
pregresifitas yang terhitung tahun. Serta perlu tanyakan terkait keluhan lainnya
seperti: batuk lama, nyeri di tulang-tulang, nyeri abdomen atau gangguan
saluran pencernaan untuk mencari
kemungkinan penyebaran atau metastasis jauh. Hal-hal lain yang perlu digali adalah
faktor risiko payudara lainnya, meliputi: riwayat genetik dan penyakit keluarga,
riwayat reproduksi dan ginekologi, serta gaya hidup pasien tersebut (Cardoso et
al., 2019; Javaeed, 2018; Puspitawati, 2018; De Jong, 2014).
Saat melakukan pemeriksaan fisik, perlu diingat bahwa payudara
merupakan organ yang sangat pribadi, sehingga disiapkan ruang periksa yang
menjaga privasi. Pada inspeksi, pasien dapat diminta untuk duduk tegak dan
berbaring. Kemudian, inspeksi dilakukan terhadap bentuk kedua payudara,
warna kulit, retraksi papila, adanya kulit berbintik seperti kulir jeruk, ulkus atau
luka, dan benjolan. Selanjutnya dilakukan palpasi daerah payudara guna
menentukan bentuk, ukuran, konsistensi, maupun permukaan benjolan, serta
menentukan apakah benjolan melekat ke kulit dan atau dinding dada. Palpasi
dengan pemijatan puting payudara perlu dilakukan untuk menentukan keluar
atau tidaknya cairan, dan cairan tersebut berupa darah atau bukan. Palpasi juga
dilakukan pada daerah axilla dan supraclavicular untuk mengetahui apakah
sudah terdapat penyebaran ke kelenjar getah bening (Cardoso et al., 2019;
Javaeed, 2018; Puspitawati, 2018; De Jong, 2014).

37
Gambar 1. Pemeriksaan Fisik Payudara (Sumber: De Jong, 2014)

Demi mendukung pemeriksaan klinis dapat dilakukan pemeriksaan


penunjang berupa radiologi untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
terkait kondisi payudara pasien. Selain itu pemeriksaan radiologi juga bisa
digunakan untuk kepentingan penentuan stadium. Adapun pemeriksaan
radiologi yang dianjurkan pada diagnosis kanker payudara
yaitu: Mamografi, Ultrasonografi (USG), CT Scnan, Bone Tumor, dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Mamografi merupakan pemeriksaan dengan menggunakan sinar X yang
digunakan sebagai bagian dari skrining maupun diagnosis kanker payudara.
Mamografi memiliki sensitifitas pada pasein > 40 tahun, nauman kurang
sensisitif dan memiliki bahaya radiasi pada pasien < 40 tahun (McDonald,
Clark, Tchou, Zhang, & Freedman, 2016; Wang, 2017; De Jong, 2014).
Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas diagnosis dengan
menggunakan gelombang suara yang relatif aman, hemat biaya, dan tersedia
secara luas. Pemeriksaan ini aman dilakukan untuk menemukan ukuran lesi dan
bisa menentukan lesi berupa lesi kistik atau lesi solid. Pemeriksaan bersifat
operator dependent yaitu memerlukan ahli radiologi berpengalaman “man
behind the gun” (Wang, 2017; De Jong, 2014).
CT scan merupakan pemeriksaan dengan sinar X yang divisualisasikan
oleh komputer. CT scan thoraks dengan kontras merupakan salah satu
modalitas untuk diagnosis kanker payudara. Selain itu, CT scan kepala juga
dapat memberikan keuntungan dalam penetuan metastasis ke otak (Limbong et
al., 2017).
Bone scanning merupakan pemeriksaan yang menggunakan bahan
radioaktif. Pada kanker payudara pemeriksaan ini menentukan ada atau
tidaknya metastasis kanker, serta keparahannya. Namun sudah tidak
direkomendasikan karena sulit dan memiliki efektifitas yang kurang (Cook,

38
Azad, & Goh, 2016).
Magnetic resonance imaging (MRI) memanfaatkan gelombang magnet.
MRI cocok dilakukan untuk pasien usia muda dan pasien dengan risiko kanker
payudara tinggi karena memberikan hasil yang sensitif pada tumor kecil.
Namun MRI ini belum digunakan secara luas karena biaya tinggi, dan durasi
waktu yang lama (Wang, 2017; De Jong, 2014).
Melalui pemeriksaan radiologi dapat dilakukan Deteksi Morfologi
Palpable Massa Payudara untuk tingkat keparahan benjolan payudara yang
mengacu pada Breast Imaging Reporting and Data System (BIRADS) oleh

American College of Radiology (ACR) (Soekersi & Mahadian, 2017; De Jong,


2014).
Tabel 1. Klasifikasi Breast Imaging Reporting and Data System (BIRADS)
(Sumber: De Jong, 2014)
Kategori Pemeriksaan
BIRADS 0 Inkomplet
BIRADS 1 Negatif
BIRADS 2 Jinak
BIRADS 3 Kemungkinan jinak
BIRADS 4 Curiga ke arah ganas
BIRADS 5 Sangat curiga ganas
BIRADS 6 Hasil bipsi positif keganasan

Biopsi adalah goldstandar pemeriksaan kanker payudara untuk


memastikan adanya keganasan atau tidak. Pengambilan sampel pemeriksaan
biopsi dapat dilakukan melalui (fine-needle aspiration biopsy, core biopsy, dan
biopsi terbuka) (Bonacho, Rodrigues, & Liberal, 2019; Javaeed, 2018;
McDonald et al., 2016).
Fine-Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dilakukan dengan menggunakan
jarum halus no. 27, dimana sejumlah kecil jaringan tumor diaspirasi keluar lalu
diperiksa di bawah mikroskop. Jika lokasi tumor dapat diraba dengan mudah,
FNAB dapat dilakukan sambil meraba rumor. Namun bila benjolan tidak teraba,
ultrasonografi dapat digunakan untuk memandu arah jarum (De Jong, 2014).
Core Biopsy merupakan pengambilan jaringan biopsi menggunakan jarum
yang ukurannya cukup besar sehingga diperoleh spesimen jaringan berbentuk
silinder yang tentu saja lebih bermakna dibanding spesimen dari FNAB. Sama
seperti FNAB, core biopsy dapat dilakukan sambil memfiksasi massa dengan
palpasi atau dengan bantuan ultrasonografi (De Jong, 2014).
Biopsi terbuka dilakukan bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan
kelainan yang mengarah ke keganasan namun hasil FNAB atau core biopsy

39
meragukan. Biopsi terbuka dapat dilakukan secara eksisional maupun insisional.
Biopsi eksisional adalah mengangkat seluruh massa tumor dan menyertakan
sedikit jaringan sehat di sekitar massa tumor, sedangkan biopsi insisional hanya
mengambil sebagian kecil tumor untuk diperiksa secara patologi anatomi (De
Jong, 2014).

Selain biopsy, dari sampel dapat dilakukan pemeriksaan


Immunohistochemistry (IHC), yang merupakan pemeriksaan
sitologi di bawah mikroskop. Dari sel-sel ini dievaluasi faktor
prognostik dan prediktif kanker payudara, misalnya gen pro-
proliferasi (HER2), reseptor hormone, dan gen. Melalui IHC, tipe
dan kompleksitas sel kanker dapat ditentukan (Bonacho et al.,
2019).
Secara konseptual penyebab pasti dari kanker payudara masih belum di
ketehaui sampai saat ini (Nurrohmah et al., 2022). Meskipun demikian, kanker
payudara adalah penyakit multifaktorial, dimana terdapat berbagai faktor yang
berkontribusi terhadap kejadiannya (Iqmy et al., 2021; Momenimovahed &
Salehiniya, 2019).
Bertambahnya usia merupakan salah satu faktor risiko paling kuat untuk
kanker payudara. semakin bertambahnya usia seseorang, maka
kemungkinannya untuk mengalami kanker payudara akan meningkat. Sebagian
besar kanker payudara yang didiagnosis adalah setelah menopause (usia 40 –
50 tahun) (Iqmy et al., 2021; De Jong, 2014).
Genetik dan riwayat keluarga merupakan faktor risiko utama kejadian
kanker payudara. Hal ini berkaitan dengan perubahan genetik yaitu mutasi gen
proto-onkogen (HER2) dan gen supresor tumor (BRAC1 dan BRAC2) pada
epitel payudara. Mutasi ini menyebabkan sel dapat berkembang biak secara
terus menerus tanpa terkendali, sehingga timbullah kanker (Cardoso et al.,
2019; Hero, 2021; Momenimovahed & Salehiniya, 2019; Nurrohmah et al.,
2022; De Jong, 2014).
Riwayat reproduksi dan hormonal juga merupakan faktor risiko penting
karena berkaitan dengan paparan hormon estrogen yang memiliki fungsi
prolifesai sel-sel payudara. Adapun riwayat reproduksi dan hormonal yang
berisiko meliputi: usia menarche di bawah 12 tahun, usia menopause di atas 55
tahun, kehamilan pertama pada usia diatas 35 tahun, tidak menyusui, serta
penggunaan kontrasepsi hormonal lebih dari 5 tahun (Hero, 2021; Iqmy et al.,
2021; Momenimovahed & Salehiniya, 2019; Purwanti, Syukur, & Haloho,
2021; Shao et al., 2020; De Jong, 2014).

40
Gaya hidup merupakan faktor yang tidak dapat dilepaskan dari berbagai
penyakit. Sedentary life style atau gaya hidup menetap berkaitan dengan kanker
payudara karena dapat menyebabkan penumpukan adiposa yang merupakan
jaringan tempat produksi skunder dari hormone estrogen. Selain sedentary life
style, konsumsi alkohol dan merokok juga dapat meningkatkan risiko kanker
payudara. Alkohol dapat mengganggu metabolisme astrogen di hati, sedangkan
asap rokok memiliki kandungan karsinogenik yang berujung pada peningkatan
proliferasi sel payudara (Cardoso et al., 2019; Godinho-mota et al., 2019; Hero,
2021; Iqmy et al., 2021; Momenimovahed & Salehiniya, 2019; Nurrohmah et
al., 2022; De Jong, 2014).
American Joint Committee on Cancer (AJCC) memberlakukan penentuan
tingkat keganasan atau stadium kanker dengan mengamati 3 indikator TNM,
yaitu T = tumor primer, N = nodule regional, M = metastasis jauh (Kalli et al.,
2018; Puspitawati, 2018).
Tabel 2. Klasifikasi Tumor Primer (T) (Sumber: Kalli et al., 2018)
Kategori Kriteria
TX Tumor primer tidak dapat
Dievaluasi
T0 Tidak ada tumor primer
Tis Tumor primer in situ
T1 Tumor ≤ 2 cm
T2 Tumor > 2 cm ≤ 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor dengan ekstensi
langsung pada
dinding dada
dan/atau kulit

Tabel 3. Klasifikasi Nodule Regional (N) (Sumber: Kalli et al., 2018)

N Kategori N Kriteria
NX Nodule regional tidak dapat
dievaluasi
N0 Tidak ada metastasis ke nodule
regional
N1 Nodule aksilla, masih dapat
digerakkan
N2 Nodule aksilla, tidak dapat
digerakkan
Atau
Nodule mammary interna,
tanpa nodule aksilla
N3 Multipel nodule aksilla

41
Atau
Nodul mammary
interna, dengan
nodule aksilla
Atau
Nodule supraclavicular

Tabel 4. Klasifikasi Metastasis Jauh (M) (Sumber: Kalli et al., 2018)


M Kategori M Kriteria
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Ada metastasis jauh
Tabel 5. Stadium Kanker Payudara (Sumber: Kalli et al., 2018)
Stadium TNM
Stadium 0 Tis, N0, M0
Stadium I T1, N0, M0
Stadium II A T0, N1, M0
T1, N1, M0
T2, N0,
M0
Stadium II B T2, N1, M0
T3, N0, M0
Stadium III A T0, N2, M0
T1, N2,
M0 T2,
N2, M0
T3, N1,
M0
T3, N2, M0
Stadium III B T4, N0, M0
T4, N1,
M0
T4, N2, M0
Stadium III C Any T, N3, M0
Stadium IV Any T, Any N, M1

KESIMPULAN
Kanker payudara atau Carcinoma Mammae adalah sebuah tumor ganas
yang tumbuh dalam jaringan payudara. Diagnosis kanker payudara
secara sistematis dimulai dengan anamnesis serta pemeriksaan fisik
dengan inspeksi dan palpasi payudara. Terdapat pula pemeriksaan
radiologi yaitu mamografi, USG, CT scan, bone scanning dan MRI

42
yang dapat lebih memastikan hasil klinis untuk diagnosis kanker
payudara. Pemeriksaan goldstandar untuk kanker payudara adalah
histopatologi (biopsi) Pengambilan sampel pemeriksaan biopsi
dapat dilakukan melalui (fine-needle aspiration biopsy, core
biopsy, dan biopsi terbuka). Kemudian sedian jaringan yang
didapatkan dapat dievaluasi melalui pemeriksaan
Immunohistochemistry (IHC). Kanker payudara merupakan
penyakit multifaktorial. Faktor risiko kanker payudara meliputi:
usia, genetic dan riwayat keluarga, riwayat reproduksi dan
hormonal, serta gaya hidup. Penentuan stadium kanker payudara
dilakukan Berdasarkan indikator TNM yang dikeluarkan oleh
American Joint Committee on Cancer (AJCC).

43
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ca.mamae adalah suatu kanker yang terbentuk di sel-sel


payudara. Kanker payudara dapat terjadi pada wanita dan jarang
pada pria. Gejala kanker payudara termasuk benjolan di payudara,
keluarnya cairan berdarah dari puting, dan perubahan bentuk atau
tekstur puting atau payudara. Penanganan kangker payudara
tergantung pada stadium kanker yang dialami. Adapun penanganan
yang dapat dilakukan pada pasien kanker payudara dapat terdiri
dari kemoterapi, radiasi, dan operasi.

Setelah memberikan asuhan keperawatan pada Ny “Y” yang


mengalami Ca. mammae metastase di RSUD Bahteramas Kota
Kendari ruangan laika waraka bedah yang dilaksanakan selama 3
hari yaitu tanggal 25 Agustus 2022 – 27 agustus 2022, penulis
dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien Ny “Y”, yang


mengalami Ca. mammae metastase didapatkan keluhan, sebagai berikut :
sesak nafas, nyeri akut, nyeri dada, susah tidur di karenakan rasa sakit
yang dirasakan, nyeri dipunggung, dan lemas.
2. Pada kasus Ny “Y” ini, ditemukan 6 diagnosa kebidanan aktual dan 3
diagnosa risiko, antara lain:
a. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan
b. Risiko syok dengan faktor risiko hipovolemik
c. Nyeri kronis berhubungan dengan agen pencedera (Ca. mammae)
d. Kerusakanintegritaskulitberhubungandengangangguansirkulasi
e. Risiko infeksi dengan faktor risiko kerusakan integritas kulit
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
g. Defisi perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan

44
h. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
i. Risiko jatuh dengan faktor risiko anemia.
3. Perencanaan disusun dengan cara mencantumkan prioritas masalah,
tujuan, kriteria hasil, dan berdasarkan pada intervensi yang sesuai dengan
diagnosa yang ada pada tinjauan teori. Dan perencanaan yang disusun
penulis dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi pasien, kemampuan
bidan, situasi dan sarana yang mendukung yang ada di RSUD
Bahteramas di ruangan laika waraka bedah.
4. Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah dibuat
untuk mengatasi masalah dan dalam pelaksanaannya tidak semua
intervensi dilaksanakan sendiri oleh penulis, akan tetapi turut melibatkan
keluarga pasien dan tim kesehatan lainnya.
5. Evaluasi yang dilakukan setelah melakukan tindakan kebidanan atau
disebut juga evaluasi proses, sedangkan evaluasi hasil dilakukan sesuai
dengan batasan waktu yang ditentukan dalam tujuan kebidanan. Dalam
evaluasi ini, ada masalah yang hasilnya teratasi, yaitu masalah pasien
sesak nafas dapat teratasi dengan pemasanagn O2, Anemia dapat tetatasi
dengan dilakukannya transfusi darah. Dan diagnosa lainnya belum
teratasi, dikarenakan kondisi pasien yang belum stabil.
6. Pada tahap dokumentasi asuhan kebidanan pada pasien Ny “Y” yang
mengalami Ca.mammae metastase, penulis mendokumentasikan semua
masalah kebidanan dengan baik, baik dalam bentuk catatan kebidanan
pada status pasien maupun dalam catatan asuhan perawatan yang penulis
miliki.

B. Saran

Adapun saran – saran yang dapat penulis berikan untuk perbaikan dalam
meningkatkan mutu asuhan kebidanan adalah sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan pada mahasiswa untuk lebih aktif mencari informasi
dan ilmu – ilmu kesehatan guna mendapatkan pengetahuan yang
lebih dan bisa diterapkan saat praktek (memberikan asuhan
kebidanan) dan hal tersebut juga akan memudahkan dalam hal
penyusunan laporan untuk diseminarkan.
2. Bagi institusi pendidikan
Kepada pihak institusi pendidikan hendaknya juga memperhatikan
sarana dan prasarana pendidikan, seperti buku – buku perpustakaan
dan literature kebidanan lainnya yang terbaru, agar lebih

45
memudahkan dan memfasilitasi mahasiswa dalam hal penyelesaian
tugas.
3. Bagi rumah sakit
Diharapkan rumah sakit dapat terus memberikan pelayanan
perawatan kepada pasien dengan tepat dan sesuai dengan prosedur
dan melakukan pemeriksaan penunjang, serta pendokumentasian
dengan lengkap sehingga dapat terlaksananya suatu proses
kebidanan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Andrews, Gilly. 2010. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta:
EGC.

Bulechek, Gloria M., dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth
Edition. US America : Elsevier Mosby.

Globocan.(2018). Angka kejadian kanker di dunia.https://gco.iarc.fr/

Haryati, F., & Sari, D. N. A. (2019). Hubungan body image dengan kualitas hidup
pada pasien kanker payudara yang menjalankan kemoterapi. Health Sciences and
Pharmacy Journal, 3(2), 54.https://doi.org/10.32504/hspj.v3i2.138

Irawan, E. (2018). Faktor-faktor pelaksanaan SEDARI. Jurnal Keperawatan BSI,


6(1). https://doi.org/10.31311/.V6I1.3690

Kanita, Ina. (2012). Gambaran pengetahuan tentang kanker payudara

Kementrian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data dan Informasi Kementrian


Kesehatan RI – Stop Kanker. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Pusat Data
danInformasi.

KNKP.http://kanker.kemkes.go.id/guidelines_read.php?id=2&cancer=1
diaksespada 18 Juni 2016.

Lodia Kristin. (2017). WOC Kanker


Payudara.https://id.scribd.com/document/348608933/WOC-KANKER-
PAYUDARA No Title. (2012).

46
Moore & Dalley.2013. Anatomi Berorientasi Klinis Edisi 5 Jilid 1. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Noorhidayah.(2015). faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit


kanker payudara pada pasien yang di rawat di ruang kemoterapi rumah sakit
umum daerah abdul wahabsjahranie samarinda.

Nurarif, aminhuda, &Kusuma, H. (2015). cancermammae.

Nurarif, amin huda, & Kusuma, H. (2018). Cancer Mammae. http:


//www.perawat ciamik.com/2018/03/laporan-pendahuluan-ca-mamaenanda-
nic.html? view = time slide PPNI, T. P. S. D. (2017). No Title

Prawiro hardjo & Winkjo sastro.(2011). Ilmu Kandungan.(Edisike – 3). Jakarta:


PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Price & Wilson.2014.Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC. Rasjidi,


Imam. 2010. Epidemiologi Kanker pada Wanita. Jakarta: CV.SagungSeto.

Putra, S. R. (2015). Buku lengkap kanker

Utami, S. S. (2017). ASPEK PSIKOSOSIAL PADA PENDERITA KANKER


PAYUDARA : Pendahuluan Metode. 20(2), 65–74.
https://doi.org/10.7454/jki.v20i2.503

47

Anda mungkin juga menyukai