Anda di halaman 1dari 12

Konsep dan Aplikasi Wakalah

Makalah diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah hukum kontrak
bisnis syariah

Dosen Pengampu : Ilham Abdi Prawira, S.H., M.H

Disusun oleh kelompok 11

Nama : Muhammad Dzul Fadli Rizqullah

NIM : 103210012

SEMESTER III/A

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB


FAKULTAS SYARI’AH
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Kami Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat beriring salam tercurahkan pada
Rasulullah SAW. Semoga safaatnya mengalir pada kita kelak.

Makalah ini berjudul “Konsep dan aplikasi wakalah” makalah ini sudah
kami susun dengan semaksimal mungkin. Makalah ini diajukan untuk memenuhi
tugas kuliah Fiqih Mawarits di Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin
Jambi yang dibina oleh bapak Ilham Abdi Prawira S.H., M,H

Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karna itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan yang luas
dari sebelumnya dan dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, 11 Desember 2022

Penyusun

2
Daftar Isi

Contents
KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................................3
BAB I.....................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................4
A.    Latar Belakang..........................................................................................................4
BAB II....................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................5
A.  Pengertian Wakalah....................................................................................................5
B.  Dasar Hukum Wakalah...............................................................................................7
C.  Rukun dan Ketentuan Syari’ah.................................................................................9
D.  Hal-hal yang Boleh dan Tidak Boleh Diwakilkan..................................................10
BAB III................................................................................................................................11
PENUTUP...........................................................................................................................11
A.    Kesimpulan..............................................................................................................11
B.     Saran.......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak
mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi dan membutuhkan orang
lain untuk menggantikan yang bertindak sebagai wakilnya. Dan Ijma para ulama
telah sepakat telah membolehkan wakalah, karena wakalah dipandang sebagai
bentuk tolong-menolong atas dasar kebaika dan takwa yang diperintahkan oleh Allah
SWT, dan Rasul-Nya. Firman Allah QS. Al-Maidah ayat 2 :

            .‫اونُوا َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق َوى َواَل تَ َعا َونُوا َعلَى اِإْل ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن َواتَّقُوا هَّللا َ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَاب‬
َ ‫َوتَ َع‬

“Dan tolong-menolong lah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa dan
janganlah kamu tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya siksa Allah sangat pedih.

Para ulama memberikan definisi wakalah yang beragam, diantaranya yaitu:


Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wakalah adalah, seseorang menempati diri
orang lain dalam tasharruf (pengelolaan). Sedangkan Ulama Malikiyah, Syafi’iyah
dan Hanabilah bahwawakalah adalah seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang
lain untuk dikerjakan ketika hidupnya.

Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakil) itu dapat secara sah


untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun karena satu dan lain hal
urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk
menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang (muwakil) itu adalah orang yang
tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila, atau anak kecil maka
tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh wakalah seperti seorang
terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya.

4
BAB II

PEMBAHASAN
A.  Pengertian Wakalah
Al Wakalah atau Al Wakilah atau At Tahwidh artinya penyerahan,
pendelegasian atau pemberian mandat. Akad wakalah adalah akad pelimpahan
kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
Sebabnya adalah tidak semua hal dapat diwakilkan, contohnya shalat, puasa, bersuci,
dan qishas.[1]

Wakalah berasal dari bahasa Arab artinya          makna


dalam bahasa Indonesia adalah menyerahkan, mempercayakan.
[2] Sedangkan wakalah menurut istilah, di antara para ulama ada beberapa pendapat,
antara lain adalah :
1.      Ulama Malikiyyah

“Seorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hal (kewajiban) dia
yang mengelola pada posisi itu”.
2.      Ulama Hanafiyyah

“Seseorang menempati diri orang lain dalam tasarruf (pengelolaan)”.


3.      Ulama Syafi’iyyah

“Sesuatu ibarat seseorang menyerahkan sesuatu kepada yang lain untuk dikerjakan
ketika hidupnya”.
4.      Ulama Hanabilah

5
“Adalah permintaan ganti seseorang yang membolehkan tasarruf yang seimbang
pada pihak yang lain, yang di dalamnya terdapat penggantian dari hak-hak Allah
dan hak-hak manusia”.
5.      Abdurrahaman I. Doi.
“Wakalah adalah ketika seseorang menguasakan kepada orang lain untuk
menggantikannya dalam memperoleh hak-hak sipil”.[3]
Dari beberapa pengertian ulama di atas, dapat ditarik kesimpulan secara
umum bahwa wakalah pada intinya merupakan pelimpahan kekuasaan atau
wewenang oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal tertentu yang dapat
diwakilkan dengan suatu akad tertentu pula. [4]

SKEMA WAKALAH

B.  Dasar Hukum Wakalah
Islam mensyari’atkan wakalah  karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap
orang mempunyai kemampuan atau kesempatan unutk menyelesaikan segala
urusannya sendiri. Pada suatu kesempatan seseorang perlu mendelegasikan urusan
tertentu kepada orang lain untuk mewakili dirinya. lafadz wakil  muncul dalam al-
Qur'an sekitar dua puluh empat kali dalam konteks dan makna yang berbeda yang
inti pokoknya adalah seseorang yang bertanggungjawab untuk mengatur urusan
orang lain.10 Di antara ayat-ayat al-Qur'an yang menjadi landasan
hukum wakalah adalah sebagai berikut :
1. Al-Qur’an

6
a. Salah satu dibolehkannya wakalah adalah firman Allah berkenaan dengan kisah
Ashab al-Kahfi, dalam surat al-Kahfi ayat 19 :

          
Artinya : Dan demikianlah kami bangunkan mereka saling bertanya di antara
mereka sendiri. Bekatalah salah seorang di antara mereka : “sudah berapa
lamakah kamu berada (di sini ?) mereka menjawab : “kita berada (di sini) sehari
atau setengah hari” Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui
berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara
kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat
manakah makanan yang lebih baik. Maka hendaklah dia membawa makanan itu
untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun. (Q. S. al-Kahfi : 19 ).
Dari ayat tersebut di atas menegaskan bahwa Allah telah
mensyari’atkan wakalah  karena manusia akan membutuhkannya. Sebab tidak semua
manusia mempunyai kemampuan untuk menekuni segera urusannya sendiri,
sehingga tetap membutuhan kepada pendelegasian mandat orang lain untuk
melakukan sebagai wakil darinya.
b. Ayat lain adalah menjadi rujukan wakalah dalam surat Yusuf :

  
Artinya: Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);
sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan."(Q.S.
Yusuf: 55).[5]
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Nabi Yusuf menyatakan siap untuk menjadi
wakil dan pengemban amanah menjaga urusan ekonomi negeri Mesir.
c. Dalam menyelesaikan persengketaan dalam rumah tangga juga dianjurkan untuk
menunjuk wakil dari kedua belah pihak sebagaimana firman Allah dalam al-Qur'an :

7
  
Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga lakilakidan seorang hakam dari keluarga
perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu._ Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Nisa : 35).
2. Hadits
Selain al-Qur'an, ada beberapa hadits yang menjadi landasan wakalah. Diantaranya
adalah:                         
Artinya : Bahwasanya Rasulullah Saw mewakilkan kepada Abu Rafi’i dan seorang
Anshar untuk mewakili mengawini Maimunah binti al- Harits. (HR. Malik).                                     
Artinya : Dari Jabir r.a ia berkata : Aku keluar pergi ke Khaibar lalu akau datang
kepada Rasulullah Saw maka beliau bersabda baila engkau datang pada wakilku,
maka ambilah darinya 15 wasaq. (HR. Abu Daud).             
Artinya : Dari r.a Bahwa Nabi Saw menyembelih kurban sebanyak 63 ekor hewan
dan Ali r.a disuruh menyembelih kurban yang sebelum disembelih” (HR. Muslim).
3. Ijma’
Para ulama pun sepakat dengan ijma, bahwa wakalah diperbolehkan. Mereka
bahkan ada yang cenderung mensunahkan dengan alasan bahwa hal tersebut
merupakan jenis ta’awun (tolong-menolong) atas dasar kebaikan dan taqwa. Tolong-
menolong diserukan oleh al-Qur'an dan disunnahkan oleh Rasul.
Hal tersebut sebagaimana firman Allah :

Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa,


dan janganlah tolong-menolong dalam berbiat dosa dan pelanggaran. Dan
bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S.
al-Maidah : 2)
Sabda Rasulullah :

8
Artinya : “Dan Allah menolong hamba selama hamba menolong saudara”. (HR.
Muslim).
Dalam perkembangan fiqih Islam, status wakalah terjadi perbedaan pendapat :
a)      Pendapat pertama menyatakan bahwa nia’bah atau mewakili. Menurut pendapat ini
si wakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi muwakil
b)      Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah adalah wilayah, karena khilafah
(menggantikan) di bolehkan untuk yang menyerahkan kepada yang lebih baik.
Sebagaimana dalam jual beli, melakukan pemabayaran secara tuai lebih baik
walaupun diperkenankan secara kredit.
C.  Rukun dan Ketentuan Syari’ah
1.      Pelaku
a.       Pihak pemberi kuasa atau pihak yang meminta diwakilkan(muwakkil) :
1)      Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.
2)      Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu.
b.      Pihak penerima kuasa (wakil).
1)      Harus cakap hukum.
2)      Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
2.      Objek akad (sesuatu yang dikuasakan).
a.       Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
b.      Tidak bertentangan dengan syariah islam.
c.       Dapat diwakilkan menurut syariah islam.
d.      Manfaat barang dan jasa harus bisa dinilai.
e.       Kontrak dapat dilaksanakan.
3.      Ijab kabul atau serah terima adalah pernyataan dan ekspresi saling ridha atau rela di
antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.[6]
D.  Hal-hal yang Boleh dan Tidak Boleh Diwakilkan
Pada hakekatanya semua yang menyangkut hal-hal mengenai muamalah boleh
diwakilkan. Menurut Sayyid Sabiq bahwa semua akad boleh diakadkan sendiri oleh
manusia, boleh pula ia wakilkan kepada orang lain. Sebagaimana dikemukakan di
atas, dalam jual beli diberbolehkan seseorang mewakilkan orang lain untuk menjual

9
atau membelikan sesuatu. Dalam hal ini boleh tanpa adanya ikatan harga tertentu,
namun harus menjual dengan harga pasar tidak boleh berspekulasi, kecuali bila
penjualan tersebut diridhai oleh yang mewakilkan. Namun Abu Hanifah berpendapat
bahwa wakil tersebut boleh menjual sebagaimana kehendak wakil itu sendiri. Karena
menurut Abu Hanifah mewakilkan itu sifatnya mutlaq. Namun bila yang mewakili
tersebut sampai menyalahi aturan-aturan yang telah disepakati dan penyimpanan
tersebut dapat merugikan pihak yang diwakili, maka tindakan tersebut adalah batil
menurut pandangan mazhab Syafi’i sedangkan menurut Hanafi tindakan tersebut
tergantung pada kerelaan orang yang mewakilkan.[7]
Ibadah bersifat badaniyah tidak boleh diwakilkan. Sedangkan dalam ibadah
yang sifatnya pribadi tidak boleh diwakilkan, misalkan shalat dan puasa ramadhan.
kecualai haji, menyembelih kurban, membagi zakat, puasa kifarat dan rakaat thawaf
terakhir dalam haji menurut Imam Taqiyuddin dapat diwakilkan.
Dalam hal qishas  para ulama masih berselisih dapatkah diwakilkan. Abu
Hanifah dalam hal ini tidak membolehkan, kecuali orang yang mewakilkan hadir.
Jika tidak hadir, tidak boleh, karena dialah yang berhak, jika ia hadir mungkin dapat
dimaafkan karena itu ditangah ketidk jelasan ini pembayaran qishas tidak
diperbolehkan. Sedangkan Imam Malik membolehkan sekalipun orang yang
mewakilkan tidak hadir, pendapat ini juga didukung oleh Imam Syafi’i dan Imam
Ahmad.

10
BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Wakalah dapat diartikan sebagai akad pelimpahan kekuasaan atau wewenang oleh
seseorang kepada orang lain dalam hal-hal tertentu yang dapat diwakilkan dengan
suatu akad tertentu pula.
2.      Dasar Hukum Wakalah
a.    Al-Qur’ah

1.      Q.S. Kahfi: 19
2.       Q.S. Yusuf: 55
3.      Q.S. al-Nisa: 35).
b.    Hadist

c.    Ijma’

3.      Rukun Wakalah:
a.    Pelaku

b.    Objek Akad

c.    Ijab Qabul

4.      Pada hakekatanya semua yang menyangkut hal-hal mengenai muamalah boleh


diwakilkan. Menurut Sayyid Sabiq bahwa semua akad boleh diakadkan sendiri oleh
manusia, boleh pula ia wakilkan kepada orang lain.

B.     Saran
Setelah diuraikannya makalah dengan pembahasan mengenai wakalah ini,
diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca sehingga ke depannya bisa
menjadi sumber daya mansia yang mampu mengaplikasikan teori ini dalam
kehidupan sehari-hari terutama dalam melakukan kegiatan bermuamalah agar
kegiatan tersebut sejalan dengan prinsip syari’ah dan memperoleh ridha dari Allah
SWT.

11
DAFTAR PUSTAKA

Doi, Abdurrahman I. 2002.  Syari’ah the Islamic Law, (tarj.) Zaimudin dan Rusydi


Sulaiman. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Munawir, Ahmad Warson. 1997.  al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta:
Pustaka
Nurhayati, Sri. 2013. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Progresif.
Suhendi, Hendi. 2002.  Fiqih Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers.

12

Anda mungkin juga menyukai