Anda di halaman 1dari 49

BAB I

DEFINISI

Komunikasi berasal dari kata communicare yang berarti berpartisipasi atau


memberitahukan dan communis yang berarti milik bersama. Menurut Liliweri A,
2008, Komunikasi mengandung beberapa pengertian komunikasi, yaitu:
1. Pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling
mengerti serta saling percaya demi terwujudnya hubungan yang baik antara
seseorang dengan orang lainnya.
2. Pertukaran fakta, gagasan, opini atau emosi antar dua orang atau lebih.
3. Suatu hubungan yang dilakukan melalui surat, kata-kata, simbol atau pesan
yang bertujuan agar tiap manusia yang terlibat dalam proses dapat saling
tukar menukar arti dan pengertian terhadap sesuatu.
Komunikasi adalah suatu hubungan kontak antar manusia baik individu maupun
kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi menjadi
bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Dari semenjak seorang manusia
dilahirkan ke dunia, manusia sudah berkomunikasi dengan lingkungannya berupa
tangisan dan gerakan. Komunikasi memiliki peranan yang penting dalam hidup
manusia. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan kita. Sebuah penelitian
(Applboum, 1974: 63) menyebutkan bahwa tiga perempat (10%) waktu bangun
kita digunakan untuk berkomunikasi-membaca, menulis dan mendengarkan.
Secara lebih detail dan spesifik, komunikasi memiliki beberapa definisi, antara
lain yaitu :
1. Proses pengiriman ide atau pikiran dari satu orang kepada orang lain, dengan
tujuan untuk menciptakan pengertian dalam diri orang lain yang
menerimanya (BROWN).
2. Proses pengiriman dan penerimaan berita atau sinyal (CHAPLIN).
3. Proses penyaluran informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain
(DAVIS).

1
Dalam menjalin sosialisasi dan rasa kemanusiaan yang akrab diperlukan
saling pengertian antara sesama anggota masyarakat. Dalam hal ini faktor
komunikasi memainkan peranan penting, terutama bagi manusia modern.
Kegiatan rasional berdasarkan logika akan terselenggara dengan baik akibat
adanya komunikasi.
Berhasilnya suatu komunikasi adalah apabila kita mengetahui dan mempelajari
unsur-unsur yang terkandung dalam proses komunikasi. Unsur-unsur itu adalah
sumber (resource), pesan (message), saluran (charmel/ media) dan penerima
(receiver/audience).
Dalam proses komunikasi diusahakan adanya tukar menukar pendapat,
penyampaian pesan informasi, serta perubahan sikap dan perilaku. Diluar unsur-
unsur yang telah disebutkan sebelumnya, hal yang penting lainnya adalah unsur
pengaruh (effects) dan umpan balik (feedback). Efek yang diharapkan dalam
komunikasi adalah adanya perubahan yang terjadi pada penerima (komunikan
atau khalayak), sebagai akibat pesan yang diterima baik langsung maupun tidak
langsung. Komunikasi dikatakan efektif yaitu bila pendengar (penerima berita)
menangkap dan menginterpretasikan ide yang disampaikan dengan tepat seperti
apa yang dimaksud oleh pembicara (pengirim berita) Sesuai dengan penjelasan
diatas, dapat dilihat bahwa secara sederhana, komunikasi juga memiliki beberapa
ciri sendiri, yaitu :
1. Komunikasi melibatkan ORANG dan memahami bagaimana orang
berhubungan.
2. Komunikasi meliputi PERTUKARAN ARTI (Shared Meaning).
3. Komunikasi adalah SIMBOL (gerak-gerik, suara, angka, kata-kata).
Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang,
kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi
agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Komunikasi dapat dilakukan
secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila
tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih
dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap
tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu.

2
Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa non verbal.
Komunikasi Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan keislaman
dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Dengan
pengertian demikian, maka komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan,
yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara, dalam hal ini tentang gaya bicara dan
penggunaan bahasa. Pesan-pesan keislaman yang disampaikan dalam komunikasi
Islam meliputi seluruh ajaran Islam, meliputi akidah (iman), syariah (Islam), dan
akhlak (ihsan). Soal cara (kaifiyah), dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan
berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat
mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam
perspektif Islam.
Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi
kaum Muslim dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi
intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan
dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain
Berikut adalah gambar dari model komunikasi yang paling sederhana, yaitu
komunikasi satu tahap, yang memungkinkan terjadinya komunikasi satu arah.

Pengirim----------------------------------------► Pesan-----------► Penerima

Model ini menunjukkan 3 unsur esensi komunikasi. Bila salah satu saja unsur
diatas hilang, maka komunikasi tidak dapat berlangsung. Sebagai contoh seorang
dapat mengirimkan pesan, tetapi bila tidak ada yang menerima atau yang
mendengar, komunikasi tidak akan terjadi.
Dari model komunikasi diatas, dengan unsur-unsur pentingnya, memaparkan
proses komunikasi sebagai sumber mempunyai gagasan, pemikiran atau kesan
yang diterjemahkan atau disandikan ke dalam kata-kata dan simbol-simbol
(encoding), kemudian disampaikan atau dikirimkan sebagai pesan kepada
penerima, penerima menangkap simbol-simbol dan diterjemahkan kembali atau
diartikan kembali menjadi suatu gagasan (decoding) dan mengirimkan berbagai
bentuk umpan balik kepada pengirim.

3
Sumber (source) atau pengirim mengendalikan berbagai pesan yang dikirim,
susunan yang digunakan, dan saluran mana yang akan digunakan untuk mengirim
pesan tersebut. Mengubah pesan ke dalam berbagai bentuk simbol-simbol verbal
atau non verbal yang mampu memindahkan pengertian, seperti kata-kata
percakapan atau tulisan, angka, gerakan dan sebagainya.
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan
oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003).
Komunikasi yang efektif terjadi bila pendengar (penerima berita) menangkap dan
menginterpretasikan ide yang disampaikan dengan tepat seperti apa yang
dimaksud oleh pembicara (pengirim berita). Terdapat beberapa faktor yang perlu
diperhatikan untuk mengupayakan proses komunikasi yang efektif, yaitu antara
lain:
1. Sensitifitas kepada penerima komunikasi. Sensitivitas ini sangatlah penting
dalam penentuan cara komunikasi serta pemilihan media komunikasi. Hal-hal
yang bersifat penting dan pribadi paling baik dibicarakan secara langsung
atau tatap muka, dan dengan demikian mengurangi adanya kecanggungan
serta kemungkinan adanya miskomunikasi.
2. Kesadaran dan pengertian terhadap makna simbolis. Hal ini menjadi penting
dalam seseorang mengerti komunikasi yang disampaikan. Komunikasi
seringkah disampaikan secara non verbal atau lebih dikenal dengan bahasa
tubuh (body language). Pengertian akan body language, yang bisa berbeda
sesuai dengan kultur, ini akan memberikan kelebihan dalam komunikasi.
3. Penentuan waktu yang tepat. Hal ini sangatlah penting terutama dalam
mengkomunikasikan keadaan yang bersifat sensitif.
4. Umpan balik. Umpan balik menjadikan komunikasi lebih efektif karena dapat
memberikan kepastian mengenai sejauh mana komunikasi yang diadakan
oleh seseorang sumber (source) dapat diterima oleh komunikan (receiver).
5. Komunikasi tatap muka. Komunikasi semacam ini memungkinkan kita untuk
melihat dengan baik lawan bicara kita, melihat body language, melihat mimik
lawan bicara, serta menghilangkan panjangnya rantai komunikasi yang

4
memungkinkan terjadinya miskomunikasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Teliti tujuan sebenarnya dalam setiap berkomunikasi.
2. Pertimbangkan keadaan fisik dan psikis orang lain dalam berkomunikasi.
3. Perhatikan tekanan nada dan eksperesi wajah sesuai dengan isi pesan yang
disampaikan.
4. Perhatikan konsistensi dalam berkomunikasi.
5. Jadilah pendengar yang baik dalam berkomunikasi.
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan
oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa
mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter,
tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan
komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari.
Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien
pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses
penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh
dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin
bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya
bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak
memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit
waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin
sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif
antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter
dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien,
berdasarkan kebutuhan pasien.
Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan untuk
melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, membangun
komunikasi efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas. Untuk itu dirasakan
perlunya memberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna memudahkan

5
berkomunikasi dengan pasien dan atau keluarganya. Melalui pemahaman tentang
hal-hal penting dalam pengembangan komunikasi dokter-pasien diharapkan
terjadi perubahan sikap dalam hubungan dokter-pasien. Tujuan dari komunikasi
efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkan proses penggalian
riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada
pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998).
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi
yang digunakan:

1. Disease centered communication style atau doctor centered communication


style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan
diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan
gejala-gejala.
2. Illness centered communication style atau patient centered communication
style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang
penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini
termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi
kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.
Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta
kebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak
memerlukan wàktu lebih lama dari pada doctor centered communication style.

6
BAB II
RUANG LINGKUP

Pada sebuah organisasi khususnya Rumah Sakit, proses komunikasi adalah


proses yang pasti dan selalu terjadi. Komunikasi adalah sarana untuk mengadakan
koordinasi antara berbagai sub bagian dalam organisasi. Organisasi yang
berfungsi baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari
berbagai komponen. Suatu organisasi dikonstruksi dan dipelihara dengan
komunikasi. Artinya ketika proses komunikasi antar komponen dapat
diselenggarakan secara harmonis, maka organisasi tersebut semakin kokoh dan
kinerja organisasi akan meningkat.
Secara umum, jenis komunikasi antar petugas yang dapat terjadi di suatu
organisasi layanan kesehatan yang besar antara lain :
1. Komunikasi antara dokter/petugas kesehatan dengan pasien
2. Komunikasi antara dokter dengan petugas kesehatan lain
3. Komunikasi antara direksi dengan staf dibawahnya
4. Komunikasi antara staf klinis dengan staf klinis yang lain (antar staf klinis )
5. Komunikasi antara petugas kesehatan dengan masyarakat
Jenis-jenis komunikasi tersebut tentunya bisa lebih banyak lagi bergantung
kepada besarnya organisasi dan banyaknya jenis pelayanan yang diberikan.
Semakin banyak jenis komunikasi yang ada pada suatu organisasi tersebut,
kemungkinan terjadinya gangguan komunikasi juga lebih besar. Pemahaman
terhadap jenis komunikasi diorganisasi layanan kesehatan, bagaimana komunikasi
dilaksanakan, identifikasi masalah komunikasi, penyebab hambatan komunikasi
dan bagaimana mengatasi hambatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pelayanan.
Pada banyak proses pelayanan di rumah sakit, komunikasi sangat berperan
penting dalam peningkatan keselamatan pasien. Proses transfer pasien, proses
serah terima antara perawat, proses pemberian instruksi dokter, dan masih banyak
lagi proses-proses di rumah sakit yang mengharuskan terjadi komunikasi efektif
antar para pemberi pelayanan

7
BAB III
TATA LAKSANA
Dalam melakukan komunikasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat
dilakukan dengan menggunakan komunikasi secara Islami atau menggunakan
konsep sesuai Al-Quran. Setidaknya ada enam prinsip komunikasi yang tertera
dalam al Quran, ke enam prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. QAULAN MA’RUFA
Kata Qaulan Ma`rufa disebutkan Allah dalam QS An-Nissa: 5 dan 8, QS.
Al-Baqarah: 235 dan 263, serta Al-Ahzab: 32. Qaulan Ma’rufa artinya
perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran
(tidak kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan.Qaulan
Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan
kebaikan (maslahat).
Seperti Firman Allah:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya [268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang
dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.berilah mereka belanja dan pakaian
(dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa( kata-kata
yang baik.)” (QS An-Nissa : 5)
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah
kepada mereka Qaulan Ma’rufa- (perkataan yang baik)” (QS An-Nissa : 8).
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam
hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam
pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara
rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa –
(perkataan yang baik…)” (QS. Al-Baqarah: 235).
2. QAULAN SADIDA
Qaulan Sadida berarti pembicaraan, ucapan, atau perkataan yang benar
dan tegas, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata

8
bahasa).Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau
menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong,
juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta. Seperti Firman Allah: Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida – perkataan yang
benar” (QS. 4:9)
“Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30).
Dari segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang
baik dan benar, baku, sesuai kaidah bahasa yang berlaku. Dalam dunia
pendidikan, Qaulan Sadida dapat dicontohkan dengan memberikan
pengetahuan yang benar. Dalam artian sebagai pendidik harus benar-benar
menguasai materi yang akan diajarkan. Sehingga tidak terjadi kebohongan,
kesalahan yang nantinya menyesatkan
3. QAULAN BALIGHA
Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya.Qaulan
Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran,
komunikatif, mudah dimengerti.langsung ke pokok masalah (straight to the
point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele.
Seperti Firman Allah:
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di
dalam hati mereka.karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah
mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha – (perkataan
yang berbekas pada jiwa mereka.)“ (QS An-Nissa :63).
Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang
disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan
dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.
”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengan
bahasa kaumnya” (QS.Ibrahim:4)

9
Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang
awam tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan
cendekiawan.Sebab pasien yang ada di rumah sakit bersifat homogeny yang
memiliki karakter, tingkat pendidikan dan ekonomi yang berbeda.Dengan
kondisi demikian sebagai petugas kesehatan harus menguasai bagaiman pasien
yang dihadapi bisa mengerti dan paham apapun yang petugas sampaikan.
“Qulan Ma’rufa – (perkataan yang baik) dan pemberian maaf lebih
baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si
penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263).
Qaulan Ma’rufa bagi seorang pendidik akan menjadi sebuah
keteladanan. Tutur kata seorang guru mencerminkan dirinya. Seorang peserta
didik akan merasa segan karena wibawa seorang pendidik berawal dari tutur
katanya. Dalam situasi apapun seorang pendidik harus mampu mengendalikan
perkataannya kepada siapa saja.
1. QAULAN KARIMA
Qaulan Karima adalah perkataan yang mulia dibarengi dengan rasa
hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan
bertatakrama.Dalam ayat tersebut perkataan yang mulia wajib dilakukan saat
berbicara dengan kedua orangtua.Kita dilarang membentak mereka atau
mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati mereka.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima (ucapan yang mulia)”
(QS. Al-Isra: 23).
2. QAULAN LAYINA
Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara
yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh

10
hati.Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata
sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina –
( kata-kata yang lemah-lembut…)” (QS. Thaha: 44).
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun
agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan
Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa
tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.
Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari
kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi.
3. QAULAN MAYSURA
Qaulan Maysura bermakna ucapan yang penuh pengertian ( mudah
dimengerti) dan dipahami oleh komunikan sehingga menimbulkan penuh
pengertian. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi
hal-hal yang menggembirakan.
”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari
Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan
Maysura – (ucapan yang mudah)” (QS. Al-Isra: 28).
Dari sejumlah aspek moral dan etika komunikasi, paling tidak terdapat
lima prinsip etika komunikasi dalam Alquran yang meliputi :

a. Fairness (kejujuran),
Sehubungan dengan etika kejujuran dalam komunikasi, ayat-ayat
Alquran memberi banyak landasan. Hal ini diungkapkan dengan adanya
larangan berdusta dalam surah an-Nahl ayat 116: “Dan janganlah kamu
mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini
halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah
tiadalah beruntung”.
b. Accuracy (ketepatan/ketelitian)

11
Dalam masalah ketelitian menerima informasi, Alquran misalnya
memerintahkan untuk melakukan check and recheck terhadap informasi yang
diterima. Dalam surah al-Hujurat ayat 6 dikatakan: “Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada
suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu”.
c. Tanggung jawab
Menyangkut masalah tanggungjawab dalam surah al-Isra’ ayat 36
dijelaskan: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungjawab-nya”.Alquran juga menyediakan
ruangan yang cukup banyak dalam menjelaskan etika kritik konstruktif dalam
berkomunikasi. Salah satunya tercantum dalam surah Ali Imran ayat 104: “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung”.
d. Kesejahteraan
Begitu juga menyangkut isi pesan komunikasi harus berorientasi pada
kesejahteraan di dunia dan akhirat, sebagaimana dijelaskan dalam sural al-
Baqarah ayat 201: “Dan di antara mereka ada orang yang mendo’a: “Ya Tuhan
kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah
kami dari siksa neraka”
e. Keadilan
Etika komunikasi Islam menekankan keadilan (‘adl) sebagaimana
tertera dalam surah an-Nahl ayat 90, berbuat baik (ihsan) dalam surah Yunus
ayat 26, melarang perkataan bohong dalam surah al-Hajj ayat 30, bersikap
pertengahan (qana’ah) seperti tidak tamak, sabar sebagaimana dijelaskan pada
surah al-Baqarah ayat 153, tawadu’ dalam surah al-Furqan ayat 63,
menunaikan janji dalam surah al-Isra’ ayat 34.

12
A. KOMUNIKASI EFEKTIF ANTARA DOKTER ATAU PETUGAS
KESEHATAN DENGAN PASIEN
Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum
Muslim dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal,
interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan,
maupun dalam aktivitas lain.
Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan
setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan
sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni (1) Qaulan Sadida,
(2) Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma’rufa, (4) Qaulan Karima, (5) Qaulan
Layinan, dan (6) Qaulan Maysura.
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan
melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya
menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri
dapat dikembangkan apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan
berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.
Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa
pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam
batasan definisi berikut:
1. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a
physician cognitive capacity to understand patient's needs)
2. Menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an
affective sensitivity to patient's feelings)
3. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan
empatinya kepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to
patient)
4. Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati
yang dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy Communication
Coding System (ECCS) Levels). Berikut adalah contoh aplikasi empati
tersebut :

13
Level 0 : Dokter menolak sudut pandang pasien
Mengacuhkan pendapat pasien
Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti
"Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?" Atau "Ya, lebih baik
operasi saja sekarang."

Level 1 : Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu


"A ha", tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan
badan, menyiapkan alat, dan lain-lain

Level 2 : Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implisit


Pasien, "Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja"
Dokter, "Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?

Level 3 : Dokter menghargai pendapat pasien


"Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau
menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stres?"

Level 4 : Dokter mengkonfirmasi kepada pasien


"Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha
Anda untuk menyempatkan berolah raga"

Level 5 : Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feeiings and


expérience) dengan pasien.
"Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua.
Beberapa pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian
setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat, khawatir"
Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap
sudut pandang pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.

Sikap Profesional Dokter

14
Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter
berhadapan dengan tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu
menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai peran dan fungsinya, mampu mengatur
diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas-
tugas pribadi yang lain (dealing with one-self),

dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja
sama dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam
proses komunikasi dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk
membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan
landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998).
Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi,
selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi.
Pada dasarnya komunikasi efektif bagaimana menyatukan sudut pandang
pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-pasien (doctor
patient) menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
Di dunia kedokteran, model komunikasi tersebut telah dikembangkan oleh
Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif.
1 3
2 3

a. Kotak 1: pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka


yang dikemukakan oleh dokter (patient takes the lead through open
ended question by the doctor)
b. Kotak 2 : dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan tertutup
atau terstruktur yang telah disusunnya sendiri (doctor takes the lead
through closed question by the doctor)
c. Kotak 3: kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan
negoisasi kedua belah pihak ( Negotiating agenda by both)

Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua tahap yang penting:

15
1. Tahap pengumpulan informasi dimulai dengan tahap penggalian
informasi yang terdiri dari:
a. Mampu mengenali alasan kedatangan pasien.
b. Menggali riwayat pasien
2. Tahap penyampaian informasi
Setelah tahap pengumpulan informasi dilakukan dengan akurat, maka
dokter masuk ketahap penyampaian informasi. Tanpa informasi yang
akurat ditahap pengumpulan informasi, dokter dapat terjebak kedalam
kecurigaan yang tidak beralasan.
Secara ringkas ada 6 (enam) hal penting yang harus diperhatikan agar efektif
dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu:
a. Materi informasi apa yang disampaikan
1) Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman atau sakit saat pemeriksaan)
2) Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnose.
3) Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis (manfaat, resiko, efek samping atau komplikasi)
4) Hasil dan interpretasi tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis
5) Diagnosis jenis atau tipe
6) Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan
kelebihan masing-masing cara)
7) Prognosis
8) Dukungan (support) yang tersedia
b. Siapa yang diberi informasi
1) Pasien, kalau pasiennya menghendaki dan kondisinya
memungkinkan
2) Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien
3) Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali atau pengampu dan
bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung

16
c. Berapa banyak atau sejauh mana
1) Untuk pasien : sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter
merasa perlu dengan memperhatikan kesiapan mental pasien
2) Untuk keluarga : sebanyak yang pasien atau kelurga kehendaki dan
sebanyak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan
selanjutnya
d. Kapan penyampaian informasi
Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan
e. Dimana penyampaiannya
1) Di ruang praktik dokter
2) Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat
3) Di ruang diskusi
4) Ditempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien atau
keluarga dan dokter.

Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian,


perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Tahap pengkajian
Pengakajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah
sakit yang dilakukan oleh petugas registrasi atau admisi dan perawat
untuk mengumpulkan data pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar
pelaksanaan proses keperawatan pada tahap selanjutnya.
2. Tahap perumusan diagnose
Data dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap
pengkajian. Perumusan diagnose keperawatan merupakan hasil penilaian
perawat dengan melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan
lain yang berkenaan dengan masalah yang dialami pasien.
Diagnose keperawatan yang tepat memerlukan sikap komunikatif
perawat dan sikap kooperatif pasien.

17
3. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien
diperlukan interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk
menentukan alternatif rencana keperawatan yang akan diterapkan.
Misalnya, sebelum memberikan makanan kepada pasien, perawat harus
terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana
tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi antar
tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga pelayanan dapat
dilaksanakan secara teratur dan efektif.
4. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang
telah ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan
dalam berkomunikasi dengan pasien. Terdapat dua kategori umum
aktivitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu masalah psikologis.
Petugas Rumah Sakit berkewajiban untuk melakukan edukasi
kepada pasien dan keluarga pasien sehingga pasien dan keluarga pasien
bisa memahami pentingnya mengikuti proses pengobatan yang telah
ditetapkan.
a. Tahap assesmen pasien
Sebelum melakukan edukasi, pertama-tama petugas menilai
kebutuhan edukasi pasien dan keluarga pasien berdasarkan formulir
assesmen kebutuhan edukasi. Hal-hal yang harus diperhatikan :
1) Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga
2) Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang
digunakan
3) Hambatan emosional dan motivasi
4) Keterbatasan fisik dan kognitif
5) Ketersediaan pasien untuk menerima informasi
b. Tahap penyampaian informasi dan edukasi yang efektif
Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung
pada hasil asesmen pasien, yaitu :

18
c. Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang
maka proses komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada
pasien sesuai dengan kebutuhan edukasinya.
d. Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara)
maka proses komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan
menggunakan media cetak seperti brosur yang diberikan kepada
pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu atau saudara
sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka
e. Jika pasien memiliki hambatan emosional (pasien marah atau
depresi) maka proses komunikasi edukasinya juga dapat
disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti brosur dan
menyarankan pasien untuk membacanya. Apabila pasien tidak
mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubung admisi, perawat
jaga, dokter, atau petugas yang kompeten..
f. Tahap verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga
mengenai kejelasan dan pemahaman materi edukasi yang diberikan.
1) Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik
dan senang maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan.
2) Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka
verifikasinya dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada
keluarganya dengan pertanyaan yang sama, yaitu Apakah
Bapak/lbu bisa memahami materi edukasi yang kami berikan?
3) Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah atau
depresi) maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara
menanyakan kepada pasien mengenai sejauh mana pasien telah
mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui brosur.
Proses pertanyaan ini bisa dilakukan dengan datang langsung ke
kamar pasien setelah pasien tenang.

19
4) Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan
oleh pasien. Apabila pasien mengikuti semua arahan dari rumah
sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

Langkah-langkah Komunikasi Islami antara dokter dan pasien secara islami :


a. Dokter menyilakan masuk dan mengucapkan salam.

b. Dokter memanggil/menyapa pasien dengan namanya.

c. Dokter menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup


waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari
tampak lelah).

d. Dokter memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter


umum, spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan
tumbuh kembang, dan lain-lain) dan menggunakan kalimat yang baik dan
pantas (qaulan ma’rufan).

e. Dokter menilai suasana hati lawan bicara


f. Dokter memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa
tubuh) pasien

B. KOMUNIKASI EFEKTIF ANTARA DOKTER DENGAN PETUGAS


KESEHATAN LAIN
Dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Temanggung, antar pemberi layanan melakukan komunikasi dengan teknik
SBAR. SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam
melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan
kemampuan komunikasi antara dokter dengan tenaga kesehatan lain. Dengan
komunikasi SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai
kondisi pasien lebih informatif dan terstruktur.

20
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan
atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk mencatat perintah
secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah, kemudian
penerima pemerintah membacakan kembali perintah atau hasil pemeriksaan
dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang
adalah akurat.
Perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri atas unsur
Situation, Background, Assesment, Recommendation. Pada prinsipnya, SBAR
merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan yaitu: apa
yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang dihubungi
dan kapan dokter harus mengambil tindakan.
Empat (4) Unsur SBAR :
1. Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasien.
Misalnya : penurunan tekanan darah, gangguan irama jantung, sesak
nafas, dll.
2. Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan
timbulnya keluhan klinis. Misalnya : Riwayat alergi obat-obatan, hasil
pemeriksaan laboratorium yang sudah diberikan, hasil pemeriksaan
penunjang, dll.

3. Assessment
Penilaian atau pemeriksaan terhadap kondisi pasien terkini sehingga
perlu diantisipasi agar kondisi pasien tidak memburuk.
4. Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien saat ini. Misalnya : menghubungi dokter,
mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang, dll.

21
Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus melakukan
proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan cepat, tulis baca
dan konfirmasi ulang (TBK), yaitu:
1. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau dapat melalui sarana
komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata
yang digunakan, intonasi, kekuatan suara (tidak besar tidak kecil), jelas,
singkat dan padat.
2. Penerima pesan mencatat atau menulis isi pesan tersebut (TULIS)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
mencatat pesan yang diberikan secara jelas.
3. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan. (BACA)
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan
tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan.
4. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada penerima pesan.
(KONFIRMASI)
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima
pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang kurang
atau salah.
5. Daftar profesi yang berhak melaporkan dan menerima nilai kritis hasil
pemeriksaan pasien dan yang mencatat di rekam medis
a. Dokter DPJP
b. Dokter Umum
c. Perawat
d. Petugas Laboratorium
e. Petugus Radiologi
f. Petugas gizi
g. Petugas farmasi
h. Petugas PPA terkait

22
Sistem TBK dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Komunikasi via telephon merupakan suatu proses penyampaian informasi dari


seseorang kepada orang lain melalui telephon dengan tujuan agar komunikasi
berjalan dengan baik
Prosedur menerima telephon
1. Ucapkan salam dan sebutkan Unit Kerja....Nama (contoh: Assalamualaikum,
Ruang A dengan petugas A ada yang bisa saya bantu) / (Jika dering
panjang.../ dari luar RS ada yang bisa saya bantu?)
2. Tanyakan keperluan penelpon, bila perlu catat hal-hal yang penting (siapkan
bolpoin dan kertas dekat pesawat telepon)
3. Jawablah dengan tepat dan benar, sesuai dengan yang penelpon tanyakan
4. Bila diperlukan, tulis informasi dari penelpon dan lakukan konfirmasi tentang
yang ditulis.
Yang perlu diperhatikan saat proses komunikasi via telepon:
1. Jangan menerima telephon pada saat komunikasi dengan orang lain
2. Tidak boleh terlalu lama melakukan komunikasi via telepon, karena
kemungkinan ada penelpon lain yang ingin menghubungi lagi.
3. Bila penelpon memerlukan berbicara dengan orang lain selain penerima
telepon, sampaikan kepada orang yang dituju dengan secepatnya (bila orang
yang dituju berada dekat dari jangkauan) atau jawab Mohon telephon lagi
karena orang yang dituju tidak ada (bila orang yang diluar jangkauan kita /
tidak diruang

23
C. KOMUNIKASI ANTARA PETUGAS
Studi yang dilakukan oleh Joint Commission International (Pusat
Kerjasama WHO untuk Keselamatan Pasien) mengungkapkan bahwa komunikasi
informasi yang buruk merupakan faktor risiko utama untuk 65% dan faktor risiko
kontekstual untuk 90% kejadian sentinel. 

Komunikasi informasi terjadi berulang kali di antara penyedia layanan


kesehatan. Salah satu contoh komunikasi informasi dalam rangkaian layanan
kesehatan adalah selama serah terima pasien . Serah terima yang efektif
memudahkan kelangsungan perawatan dan meningkatkan keamanan pasien. 
Tujuan komunikasi selama operan adalah untuk membangun komunikasi yang
akurat, reliabel (Lardner, 1996),

Kesinambungan tugas-tugas yang akan dilanjutkan oleh staf pada shif berikutnya
agar pelayananan pasien berlangsung aman dan efektif, menjaga keamanan,
kepercayaan, dan kehormatan pasien, mengurangi kesenjangan dan ketidak
akuratan pelayanan
Hal - hal yang perlu diperhatikan saat serah terima pasien

1. Pelaksanaan saat pergantian shift


2. Dipimpin oleh kepala ruangan atau Ka Tim atau PJ Shift
3. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas.
4. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis, dan
menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
5. Berorientasi pada permasalahan pasien.
6. Pada saat Operan di kamar pasien, mengunakan volume suara yang cukup
sehingga pasien disebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi
klien. Sesuatu yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara
langsung didekat pasien.
7. Sesuatu yang mungkin membuat klien terkejut dan shock sebaiknya
dibicarakan di nurse station.

24
Setiap hand over harus menjadi ‘CUBA ‘ (currie, 2002)
• C onfidential ( rahasia ) - Informasi Pastikan tidak dapat didengar; catatan
tetap ada bersama Anda sepanjang waktu dan 'diparut' pada akhir shift.
Mereka tidak boleh dikeluarkan dari area klinis dan tidak boleh menjadi
bagian dari catatan kasus pasien.
• Tidak terganggu - Gunakan area yang tenang di mana tidak ada gangguan.
Mulai tepat waktu, di awal shift.
• B rief ( singkat ) - Jaga informasi yang relevan; terlalu banyak bisa
membingungkan. Jangan menyampaikan informasi yang tidak perlu atau
tidak etis. Hindari pemberian label atau stereotip.
• Acurate ( tepat) -Pastikan bahwa semua informasi benar dan tidak ada
pasien yang terlewatkan. Rencana perawatan harus diperbarui pada awal
dan akhir setiap shift. Informasi harus jelas dan singkat dan jargon tidak
boleh digunakan. Ingat staf bank atau perawat siswa mungkin hadir.
• Perawat Named ( nama perawat) -Kontinuitas adalah penting karena itu
orang yang merawat pasien harus memberikan penyerahan. Di mana shift
12 jam berlangsung, staf mungkin tidak bertugas selama lebih dari dua
hari sekaligus karena itu kesinambungan dan lebih banyak informasi
mungkin diperlukan.

Methoda serah terima pasien

1. Verbal Handover

2. Bedside handover

3. Recorded Handover

4. Writen handover

D. KOMUNIKASI ANTARA MANAJEMEN DENGAN STAFNYA

25
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai
pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu
organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh
organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya
berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan
yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan,
pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal
adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada
organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada
peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam
mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk
komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa
yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-
faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi
pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya
menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu
berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan
memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.
Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach,
(1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai
berikut:

1. Fungsi informative
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan
informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap
dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat
waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi
dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti.

Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi

26
untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi
konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan)
membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu
juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan,
izin cuti, dan sebagainya.
2. Fungsi regulative
Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam
suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi
regulatif, yaitu:
a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran
manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk
mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi
perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan
sebagaimana semestinya
b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian
peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk
dilaksanakan.
3. Fungsi persuasive
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak
akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya
kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk
mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah.
Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan
menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan
sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi integrative
Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang
memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan
dengan baik.
Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal

27
tersebut, yaitu:
a. Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam
organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan
organisasi.
b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi
selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan
darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan
keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan
terhadap organisasi.
Komunikasi atasan bawahan dalam sebuah organisasi memiliki pengertian
yaitu informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka
yang berotoritas lebih rendah (Pace & Faules, 2000). Komunikasi ke bawah
menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pemimpin
kepada bawahannya. Kebanyakan komunikasi ke bawahan digunakan untuk
menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan pengarahan, tujuan,
disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijakan umum.
Tujuan komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan,
untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan
kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman
karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan (Muhammad, 2004).

Jenis informasi yang dikomunikasikan ke bawah Menurut Katz dan


Kahn dalam Purwanto (2003), komunikasi dari atas ke bawah mempunyai
lima tujuan pokok, yaitu:
a. Memberikan pengarahan atau instruksi kerja tertentu. Tipe informasi ini
memusatkan pada apa yang harus karyawan lakukan dan bagaimana
melakukannya. Instruksi kerja yang berbentuk perintah, pengarahan,
penjelasan dan deskripsi pekerjaan merupakan cara untuk menyampaikan
informasi jenis ini.
b. Memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan.

28
Tipe informasi ini bertujuan agar karyawan mengetahui bagaimana
pekerjaan mereka berhubungan dengan tugas-tugas dan posisi lainnya
dalam organisasi dan mengapa mereka melakukan pekerjaannya. Dengan
kata lain, tipe informasi ini membantu karyawan mengetahui bagaimana
pekerjaan mereka membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.
c. Memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasional.
Karyawan diberikan informasi mengenai jumlah jam kerja, gaji, program
pensiun, asuransi kesehatan, liburan dan ijin cuti, program insentif,
penalti dan hukuman.
d. Memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan.
Informasi mengenai hasil kerja karyawan sangat penting dalam
mempertahankan operasional perusahaan. Karyawan sering mengeluh,
seperti mereka tidak tahu bagaimana atasan melihat performans mereka,
e. Menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu
organisasi menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai.

Bentuk komunikasi yang digunakan dalam komunikasi ke bawah


(Muhammad, 2004):
1. Bentuk lisan: rapat, diskusi, interview, telepon, sistem interkom, kontak
interpersonal, laporan lisan, ceramah.
2. Bentuk tulisan: surat, memo, telegram, majalah, surat kabar, deskripsi
pekerjaan, panduan pelaksaan pekerjaan, laporan tertulis, pedoman
kebijaksanaan.
3. Bentuk gambar: grafik, poster, peta, film, slide.

Bentuk - bentuk komunikasi yang digunakan di Rumah Sakit PKU

29
Muhammadiyah Temanggung, diantaranya adalah:
1. Bentuk Lisan
Koordinasi antar bagian dibentuk melalui kegiatan - kegiatan :
Rapat-Rapat:
1) Rapat Area Klinis
a) Morning Report
Morning report adalah sebuah bentuk komunikasi dan
koordinasi antar sejawat dokter, didalamnya terkandung unsur
evaluasi hasil pemberian pelayanan medis, transfer of
knowledge, dan fungsi koordinasi sesama sejawat dokter untuk
meningkatkan mutu pelayanan medis. Dilakukan setiap hari
selasa, peserta dokter spesialis, dokter umum, dokter
interensif.
b) RTD ( round table distantion) peserta dokter spesialis, dokter
umum perawat nakes laen yang terkait.berisi tentang informasi
kesehatan, dilakukan setiap 6 bulan sekali.
c) Laporan Jaga Dokter
Rapat ini dilaksanakan oleh dokter umum, dr. internship
beserta Komite Medis RS. Pelaksanaannya setiap 1 (satu)
minggu sekali.
d) Rapat koordinasi Keperawatan
Rapat koordinasi keperawatan adalah sebuah bentuk
komunikasi dan koordinasi antar bagian Keperawatan dengan
Kepala Ruangan (Karu), didalamnya terkandung unsur
evaluasi hasil pemberian pelayanan keperawatan, transfer of
knowledge, dan fungsi koordinasi sesama perawat untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Dilakukan setiap
satu bulan dua kali, peserta manajer

2) Rapat Area Manajemen

30
a) Rapat Direksi dengan PDM dan MPKU PDM Kabupaten
Temanggung
Rapat ini dilaksanakan 1 (satu) tahun sekali di penghujung
tahun atau sewaktu- waktu jika ada hal yang harus
diselesaikan segera (insidentil)
b) Rapat Direksi dengan Representasi Pemilik (MPKU PDM
Kabupaten Temanggung)
Rapat ini dilaksanakan per 3 (tiga) bulan sekali atau
kurang dari waktu tersebut jika ada hal yang yang harus
diselesaikan (Insidentil)
c) Rapat Direksi dengan Manajer
Rapat ini dilaksanakan rutin setiap 1 (satu) minggu sekali
dalam forum silaturahmi dan koordinasi atau kurang dari
waktu tersebut jika ada hal yang perlu diselesaikan
d) Rapat Direksi dengan Struktural
Rapat ini dilaksankan 1 (satu) minggu pada akhir pekan
atau sewaktu- waktu jika ada hal yang perlu diselesaikan
segera (insidentil)
e) Rapat Direksi dengan seluruh Staf
Rapat ini dilaksanakan 1 (satu) tahun sekali di Triwulan
terakhir saat Milad Rumah sakit atau kegiatan lainnya
(dapat dilaksankan dengan Apel Akbar/ Saresehan
bersama seluruh sataf, Direksi, Struktural, Representasi
pemilik dan Pemilik.
f) Rapat Direksi dengan Tokoh Masayrakat/ Antar Rumah
Sakit
Rapat ini dilaksanakan sewaktu- waktu ketika ada hal
yang terkait dengan Tokoh masyarakat atau Direktur RS
lainnya.

2. Bentuk tulisan

31
Sedangkan bentuk tulisan yang digunakan adalah dengan : surat,
memo intern, uraian tugas, panduan, laporan kegiatan, dan pedoman
kebijakan.
E. KOMUNIKASI DENGAN MASYARAKAT
Komunikasi dengan masyarakat adalah Komunikasi Timbal balik
yang dilakukan oleh Rumah Sakit dengan masyarakat baik untuk
menyampaikan informasi kepada masyarakat maupun untuk mendapatkan
umpan balik ataupun keluhan dari masyarakat.
Penyampaian informasi kepada masyarakat dapat dilakukan dengan cara:
a. Penyampaian Informasi kepada masyarakat secara Tertulis dilakukan
dengan cara penyampaian melalui papan pengumuman, Leaflet ,
Brosur , Situs Web, billboard, petunjuk arah menuju rumah sakit,
baner, kalender.
b. Penyampaian Informasi kepada masyarakat secara Lisan dilakukan
dengan cara tatap muka dan pertemuan, penyuluhan desa binaan,
penyuluhan dengan sekolah di luar RS, penyuluhan sekolah di
lingkungan RS, kelompok pengajian amal usaha muhammadiyah,
Car free day.
c. Menerima Informasi dari masyarakat dilakukan secara SMS ,
Telefon , Hot Line
d. Penyampaian Informasi terhadap tindak lanjut keluhan dilakukan
dengan cara Lisan maupun Tertulis, sosmed, whatsapp, email.

F. HAMBATAN DAN MASALAH KOMUNIKASI


Hambatan adalah segala sesuatu yang menghalangi, membingungkan,
mengacaukan dan menggangu proses komunikasi. Gangguan ini bisa muncul
pada setiap tahap dalam proses komunikasi, namun demikian gangguan
terbanyak timbul pada tahap Encoding & Decoding.
Dalam kelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai individu terdapat
beberapa gangguan dalam komunikasi, seperti beberapa contoh dibawah ini:
1. Mata rantai yang terlalu panjang, yang bisa menyebabkan terjadinya

32
gangguan (distortion).
2. Terlalu banyak informasi dalam saluran komunikasi, yang bisa
menyebabkan overload atau terjadinya gangguan.
3. Lingkungan yang menimbulkan kesulitan dalam komunikasi.
4. Hambatan Organisasi yaitu tingkat hirarkhi, wewenang manajerial dan
spesialisasi. Tingkat hirarkhi bila suatu organisasi tumbuh, dan strukturnya
berkembang, akan menimbulkan berbagai masalah komunikasi. Karena
pesan harus melalui tingkatan (jenjang) tambahan, yang memerlukan
waktu yang lebih lama barulah pesan itu sampai.
Wewenang Manajerial artinya, kekaburan wewenang bagi setiap tingkatan
pada jabatan tertentu akan membuat pesan tidak sampai ke seluruh bagian
yang ada dalam organisasi tersebut. Spesialisasi artinya adalah prinsip
organisasi, tetapi juga menimbulkan masalah-masalah komunikasi, apalagi
mereka yang berbeda keahlian bekerja saling berdekatan. Perbedaan fungsi
dan kepentingan dan istilah-istilah dalam pekerjaan mereka masing dapat
menghambat, dan membuat kesulitan dalam memahami, sehingga akan
timbul salah pengertian dan sebagainya.
Masalah komunikasi merupakan penyebab yang paling umum dalam
terjadinya medical error. Diantaranya adalah kegagalan komunikasi baik
verbal ataupun tertulis, miskomunikasi antar staf, antar shift, informasi tidak
didokumentasikan dengan baik atau hilang, masalah komunikasi dalam satu
lokasi, antar berbagai lokasi, antartim layanan dengan pekerja non klinis dan
antar staf dengan pasien.
Arus informasi yang tidak adekuat juga merupakan masalah yang
umum terjadi, misalnya ketersediaan informasi yang terbatas saat akan
merumuskan keputusan penting, komunikasi yang tidak tepat waktu saat
pemberian hasil pemeriksaan yang kritis, kurangnya kordinasi instruksi obat
saat transfer antara unit, informasi penting yang tidak disertakan saat pasien
ditransfer ke unit lain atau dirujuk ke rumah sakit lain.
Setiap komunikasi yang terjalin wajib dicatat dalam berkas rekam
medis pasien, baik komunikasi antar petugas kesehatan (dokter dengan

33
dokter, dokter dengan perawat, dokter dengan tenaga medis lainnya, perawat
dengan perawat, perawat dengan tenaga medis lain) ataupun komunikasi antar
petugas kesehatan dengan pasien atau keluarga pasien (dokter dengan pasien
atau keluarga pasien, perawat dengan pasien atau keluarga pasien).
1. Masalah Komunikasi Dokter dengan Pasien
Dokter dan pasien adalah dua subyek hukum yang terkait dalam
hukum kedokteran. Dari keduanya akan terbentuk suatu hubungan, baik
hubungan medik maupun hubungan hukum.

Hubungan medik dan hubungan hukum antara dokter dan pasien adalah
suatu hubungan yang obyeknya adalah pemeliharaan kesehatan
(rehabilitatif) dan pelayanan kesehatan khusunya kuratif. Peran dokter
dalam pelayanan medik adalah sebagai pelaksanaan suatu profesi medik
dengan pemberian pertolongan medik berdasarkan keahlian,
keterampilan, dan ketelitian terhadap pasien.
Hubungan dokter dan pasien dilihat dari aspek hukum, adalah
hubungan antara subyek hukum dengan subyek hukum. Dilihat dari
hubungan hukumnya, antara dokter dan pasien terbentuklah apa yang
dikenal sebagai perikatan (verbintenis). Menurut C. Asser's, perikatan
diartikan sebagai "hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara
dua orang atau lebih berdasarkan dimana orang yang satu terhadap orang
yang lainnya berhak atas suatu penuaian atau prestasi dan orang lain ini
terhadap orang itu berkewajiban atas penuaian atau prestasi itu". Ciri
khas perikatan ini menurut C. Asser's adalah bahwa perikatan merupakan
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan.
Doktrin ilmu hukum mengenal dua macam perikatan, yaitu perikatan
ikhtiar (inspanning verbintenis) dan perikatan hasil (resultaat
verbintenis). Pada perikatan ikhtiar maka prestasi yang diberikan dokter
kepada pasien adalah berupa upaya semaksimal mungkin, sedangkan
pada perikatan hasil, prestasi yang harus diberikan dokter adalah berupa
hasil tertentu.

34
Dasar dari perikatan antara dokter dan pasien dikenal dengan istilah
perjanjian atau transaksi terapeutik. Perjanjian atau transaksi terapeutik
antara dokter dan pasien ini adalah berdasarkan asas kebebasan
berkontrak, yakni antara dokter dan pasien bebas menentukan isi dari
perjanjianatau kontrak yang mereka sepakati bersama.,
Di dalam transaksi terapeutik terdapat dua pihak, yaitu dokter
sebagai pemberi pelayanan medik dan pasien sebagai penerima
pelayanan medik.

Hak dokter disatu pihak dan kewajiban pasien lain pihak secara timbal
balik, serta prestasi yang harus dilaksanakan oleh masing- masing pihak.
Oleh karena itu dalam transaksi terapeutik antara dokter-pasien, dapat
dijumpai hak-hak pasien disatu pihak dan pada pihak lain terdapat
kewajiban-kewajiban dari dokter, dan demikian pula sebaliknya.
Obyek dari hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam
perjanjian atau transaksi terapeutik ini adalah berbuat sesuatu yakni
berupa upaya kesehatan (kuratif) atau terapi untuk penyembuhan pasien.
Jadi isi perjanjian atau transaksi terapeutik adalah suatu transaksi untuk
menentukan atau upaya untuk mencari terapi yang paling tepat bagi
pasien yang dilakukan oleh dokter. Dengan demikian, obyek perjanjian
dalam transaksi terapeutik adalah mencari upaya kesehatan (kuratif) yang
tepat bagi kesembuhan pasien. Jadi dokter tidak menjanjikan
kesembuhan bagi diri pasien, tetapi dokter berupaya semaksimal
mungkin untuk menyembuhkan pasien (perikatan ikhtiar).
Walaupun hubungan dokter-pasien merupakan suatu perjanjian
upaya (inspanning verbintenis), tetapi upaya tersebut harus dilakukan
oleh dokter dengan hati-hati dan usaha keras. Ada standar profesi medis
dan kode etik profesi medis serta itikad baik yang harus dijadikan acuan
oleh dokter dalam usaha melakukan penyembuhan pasien, yang bilamana
hasil pengobatan tidak sesuai dengan harapan pasien, maka dokter akan
mendapat perlindungan hukum dan terhindar dari tuduhan malpraktik.

35
Kurangnya komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien
menjadi pemicu munculnya pengaduan malpraktik yang dilakukan
dokter. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
mengakui komunikasi yang gagal telah menjadi masalah tersendiri.
Akibatnya, walaupun dokter sudah menjalankan tugas sesuai prosedur,
namun pasien tetap merasa dirugikan karena hasil terapi tidak sesuai
harapan karena kurangnya komunikasi (Lack of Information).
Sampai dengan bulan Maret 2011, MKDKI telah melayani 127
pengaduan kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan dokter atau dokter
gigi. Dari angka terebut, sekitar 80 persen dipicu karena kurangnya
komunikasi.
Keterampilan dokter dalam menyampaikan informasi menjadi kunci
dalam situasi semacam ini. Jika dokter tidak cakap berkomunikasi, maka
yang terjadi adalah kesalahpahaman yang berbuntut pada pengaduan oleh
pasien baik ke MKDKI ataupun langsung ke meja hijau.
Komunikasi yang telah dirasakan baik oleh dokter belum tentu
memberi kepuasaan kepada pasien dan keluarga pasien. Banyak faktor
yang menyebabkan kegagalan komunikasi dokter dan pasien diantaranya
dokter menjelaskan keadaan medis pasien kepada banyak orang atau
keluarga pasien, dalam hal ini informasi yang diterima dapat berbeda-
beda sesuai dengan tingkat penangkapan informasi karena dokter
menjelaskan dengan bahasa kedokteran sehingga sering menimbulkan
kesalahpahaman.
Pola hubungan dokter dan pasien telah mengalami pergeseran dari
zaman ke zaman. Terdapat suatu pergeseran paradigma, dimana dokter
bukan lagi dianggap sebagai dewa atau orang suci tetapi telah menjadi
figur manusia biasa. Hubungan antara dokter dan pasien yang dulunya
menganut pola paternalistik berubah menjadi hubungan yang bersifat
kontraktual. Kondisi dan situasi saat ini telah menempatkan dokter dalam
peran sebagai pelaku ekonomi yaitu sebagai penyedia layanan jasa.
Sehingga, apabila jasa yang diberikan tidak memuaskan pasien,

36
maka pasien pun berhak untuk menyampaikan keluhan bahkan sampai
pada tuntutan hukum ke pengadilan.
Dalam hubungan dokter dan pasien ini tidak lepas dari komunikasi.
Sejak pasien datang untuk berobat kepada dokter telah terjadi jalinan
komunikasi. Pasien menjelaskan tentang penyakitnya, dokter memberi
penjelasan dan informasi tentang penyakit pasien. Komunikasi dokter-
pasien yang efektif adalah terciptanya rasa nyaman dengan terapi yang
diberikan dokter pada pasien. Faktor perilaku dokter terhadap pasiennya,
kemampuan dokter untuk mendapatkan dan menghormati perhatian
pasien, tersedianya informasi yang tepat dan timbulnya empati serta
membangun kepercayaan pasien ternyata merupakan kunci yang
menentukan dalam kenyamanan yang baik dengan terapi pada pasien.
Sikap empati yang ditunjukkan oleh dokter kepada pasien akan
menumbuhkan rasa kepercayaan pasien kepada dokternya yang
kemudian dapat menimbulkan kepuasan dan kepatuhan pasien pada
pengobatan.
Komunikasi kepada pasien atau keluarga pasien dapat mencakup
keadaan kesehatan pasien, rencana pelayanan medik, persetujuan
tindakan medik (Informed Consent) dan edukasi terkait penyakitnya.
Informed consent merupakan bagian dari bentuk komunikasi antara
dokter dan pasien.
Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut. Tujuan dari informed consent adalah
agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil
keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga
merupakan bagian dari komunikasi yang berarti mengambil keputusan
bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan
sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia
perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat.

37
Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat
menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien dan mencegah dari
tuntutan malpraktik akibat komunikasi yang kurang baik. Tinjauan yang
dilakukan oleh Levinson (1999) menyimpulkan bahwa sebenarnya
tuntutan-tuntutan malpraktek tersebut dapat dicegah dengan komunikasi
dokter-pasien yang adekuat. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
maraknya tuntutan malpraktek di masyarakat adalah cermin suatu kondisi
komunikasi yang kurang baik antara masyarakat dengan profesi
kesehatan, lebih spesifik lagi antara pasien dengan dokter.
Dalam mencapai tujuan keselamatan pasien, yang tertuang dalam 7
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit, pada langkah nomor 5
yaitu libatkan berkomunikasi dengan pasien, prinsipnya adalah pasien
merupakan orang yang paling ahli dalam penyakitnya, sehingga setiap
pasien menginginkan dirinya diperlakukan sebagai partner dalam
pengobatan, pasien menginginkan keterbukaan tentang apa yang telah
terjadi dan membicarakan masalahnya dengan segera dan empati serta
membantu pasien mengatasi permasalahannya dengan lebih baik bila
sesuatu yang tidak diharapakan terjadi.
Masalah komunikasi antara dokter dan pasien antara lain :
a. Masalah penerimaan informasi yang diberikan oleh dokter kepada
pasien atau keluarga pasien yang dapat mempengaruhi pelayanan
kesehatan pasien bila pasien atau keluarga pasien tidak mengerti
tujuan terapi atau tindakan yang akan dilakukan sehingga
menyebabkan, antara lain :
1) Tindakan tertunda
2) Penolakan tindakan medis
b. Masalah komunikasi dokter, tata bahasa, gaya bicara yang dapat
menimbulkan:

38
1) Ketersinggungan pasien atau keluarga pasien
2) Pasien komplain ke Rumah Sakit
3) Pasien meminta alih rawat ke dokter lain
4) Pasien menuntut dokter atau melaporkan dokter ke Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
Hendaknya komunikasi antara dokter atau petugas kesehatan
kepada pasien / keluarga pasien harus dengan :
1. Bahasa yang digunakan untuk menyampaikan informasi
dan edukasi adalah menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh
pasien / keluarga yaitu bahasa sesuai dengan popolasi pasien di RS
PKU Muhammadiyah Temanggung (bahasa Jawa, Indonesia)
2. Untuk pasien berkebutuhan khusus seperti pasien tuna
rungu, atau pasien yang menggunakan bahasa asing atau bahasa
daerah dapat dibantu dengan mencarikan penterjemah yang ada di
rumah sakit oleh tim PKRS
3. Untuk pasien anak (dibawah umur) informasi dan edukasi
diberikan kepada orang tua atau wali yang sah sebagai penterjemah.

2. Masalah Komunikasi Dokter dengan Dokter


Masalah pembagian kewenangan dokter penanggung jawab pelayanan
(DPJP) utama dan DPJP yang lain sering menjadi masalah dalam
pelayanan kesehatan dalam kondisi rawat bersama. Kurangnya
komunikasi atau masalah pencatatan terapi dalam rekam medik pasien
yang tidak dilihat oleh dokter lain sehingga terapi menjadi tumpang
tindih. Tidak pernah berdiskusi tentang kebutuhan pasien sehingga terapi
menjadi tidak efisien, efektif, masa perawatan/Length Of Stay (LOS)
lebih lama juga menjadi masalah yang sering terjadi. Perbedaan pendapat
dan nasihat juga sering membingungkan pasien. Masalah komunikasi
yang lain adalah instruksi dari DPJP ke dokter jaga ruangan yang tidak
jelas atau terburu-buru sehingga menyebabkan kesalahan.
Dalam hal ini perlu dibuat kebijakan tentang kewenangan DPJP sehingga

39
komunikasi antara dokter yang satu dengan dokter yang lain terjalin
dengan baik sehingga pasien mendapat pelayanan yang aman dan
bermutu.
3. Masalah Komunikasi Dokter dengan Perawat/Tenaga Kesehatan
lain
Tulisan sering digunakan oleh dokter yang merawat pasien untuk
memberikan instruksi kepada petugas kesehatan lainnya misalnya dokter
ruangan atau perawat/ bidan untuk melaksanakan pengobatan atau
pemeriksaan penunjang.
Pada dasarnya penulisan rekam medik merupakan sumber
informasi tentang pasien yang dibuat bukan hanya untuk penulis tetapi
juga bagi semua pihak yang terlibat dalam penanganan pasien pada saat
tersebut atau di masa mendatang.
Beberapa contoh masalah komunikasi antara dokter dan perawat, antara
lain :
a. Masalah kewenangan klinis perawat sebagai penerima instruksi
dokter (SPK, Akper / D3, Perawat level tertentu, SI)
b. Kesalahan penerimaan intruksi (obat dan tindakan), misalnya :
1) Salah dengar nama obat,
2) Salah dengar dosis obat
3) Salah dengar cara pemakaian obat
4) Salah dengar waktu pemberian obat atau tindakan
5) Salah baca instruksi dokter karena tulisan tidak jelas
c. Pada saat perawat mengikuti visit dokter, seringkah instruksi dokter
ada yang terlewat untuk dilakukan.
Salah satu masalah komunikasi yang sering timbul adalah tulisan
atau instruksi dokter yang sulit dibaca oleh perawat, bahkan kadang-
kadang penulis sendiri pada kesempatan berikutnya tidak dapat membaca
kembali tulisannya. Penulisan yang tidak jelas membuat proses kerja
menjadi terganggu. Tidak jarang klarifikasi melalui telepon perlu
dilakukan, padahal pembicaraan melalui telepon terkadang tidak mudah

40
dilakukan karena koneksi yang buruk atau dokter tidak mengaktifkan
pesawat teleponnya. Bila tidak dapat berkomunikasi dengan pemberi
instruksi, sebagian petugas akan menunda pekerjaan tersebut, atau
menduga-duga instruksi apa yang harus dilaksanakan. Instruksi yang
kurang jelas dan tidak diklarifikasi dapat berakibat fatal bagi pasien.
Kerugian lain yang dapat ditimbulkan adalah, dokter lain tidak dapat
memahami situasi pasien dengan baik sehingga tidak dapat melanjutkan
perawatan dengan baik.
Perawat juga tidak dapat membaca instruksi yang seharusnya dilakukan
sehingga pasien akan terlambat mendapatkan penanganan.
Dalam keadaan kurangnya tenaga, dalam hal ini terutama
kekurangan tenaga perawat, masalah akan sering bermunculan, hal ini
harus diantisipasi oleh setiap kordinator aau manajer. Pasien komplain
karena perhatian kurang di rawat inap, respon perawat lambat dan
permintaan lama dipenuhi, bahkan yang parahnya dapat menyebabkan
kejadian tidak diharapkan yang dapat menyebabkan cedera pada pasien.
Untuk mengatasi role overload atau kurangnya tenaga, perlu dilakukan
pengaturan jumlah tenaga perawat dengan baik, memperjelas uraian hak,
tugas dan koordinasi masing-masing petugas. Peran, hak dan tugas
petugas lain juga harus diketahui oleh masing-masing petugas.
Masalah komunikasi lain yang sering terjadi adalah ketika instruksi
diberikan melalui telepon. Pemberian instruksi dokter lewat telepon tidak
dapat dihindari dalam pelayanan di rumah sakit, hal ini dikarenakan
keberadaan dokter yang tidak 24 jam di rumah sakit, adanya perubahan
kondisi pasien yang memerlukan terapi tambahan atau tindakan medis,
dan pada keadaan emergency atau gawat darurat. Banyak faktor yang
menyebabkan kesalahan pada proses pemberian instruksi dokter lewat
telepon, yaitu antara lain karena gangguan koneksi telepon sehingga
suara dokter tidak jelas, dokter terburu-buru dalam memberikan instruksi,
kompetensi dan pengetahuan perawat masih kurang atau level
kompetensi perawat penerima instruksi tidak memenuhi syarat, perawat

41
penerima instruksi adalah perawat baru atau perawat magang, prosedur
read back-repeat back tidak dijalankan.
Untuk menghindari kesalahan penerimaan instruksi atau kegagalan
komunikasi, telah diatur beberapa kebijakan untuk menghindari kejadian
tidak diharapkan pada pasien. Dalam sasaran keselamatan pasien yang
kedua, yaitu peningkatan komunikasi yang efektif, telah diatur teknik-
teknik komunikasi, antara lain teknik SBAR

(Situation-Background-Assessment-Recommendation) serta teknik Read


back-Repeat back, dimana penerima instruksi seharusnya setelah menulis
instruksi dalam rekam medis pasien wajib membacakan kembali instruksi
tersebut dan pemberi instruksi, dalam hal ini adalah dokter juga harus
mengulang kembali instruksinya dan bila perlu mengeja nama obat atau
tindakannya, apalagi bila obat tersebut tergolong obat kewaspadaan
tinggi (high alert medication), contohnya pemberian elektrolit pekat.
4. Masalah Komunikasi antara tenaga kesehatan
Komunikasi internal antar tenaga medis dapat mencakup instruksi dokter
terkait terapi, rencana pelayanan medik dan penunjang medik, serta
transfer antar ruangan.
Lemahnya komunikasi antar petugas kesehatan dapat mempengaruhi
kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan, yang pada gilirannya
dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan keluarganya.
Masalah komunikasi antar tenaga kesehatan yang mudah terjadi
kesalahan antara lain pada:
1. Saat transfer pasien dari ruang satu ke ruangan lain. Pada saat
transfer pasien atau pindah ruang, perawat harus melakukan operan
dengan lengkap kepada perawat lain, misalnya tentang kelanjutan
terapi, rencana tindakan, kelengkapan informed consent, hasil-hasil
pemeriksaan penunjang dan banyak hal lain yang sering terlewat
pada saat transfer informasi.
2. Saat berlangsungnya operan antara petugas kesehatan, yang paling

42
sering terjadi adalah lupa dicatat sehingga tidak dioperkan kepada
petugas shift berikutnya.
Secara umum setiap petugas kesehatan dituntut untuk mempraktikkan
cara-cara komunikasi interpersonal yang baik termasuk komunikasi
verbal dan non-verbal. Tidak berbeda dengan bila menghadapi pasien,
setiap petugas kesehatan seyogyanya menerapkan keterampilan
komunikasi interpersonalnya bila berhadapan dengan sesama petugas
kesehatan.
Komunikasi tertulis hendaknya ditunjang dengan penulisan yang jelas,
dan bila perlu didukung oleh komunikasi verbal dan non-verbal yang
sesuai. Dari komunikasi yang efektif akan menimbulkan lingkungan
kerja yang aman dan pasien akan terjaga keselamatannya selama dalam
perawatan di rumah sakit.
5. Masalah komunikasi antara atasan dan bawahan
Arus komunikasi dari atasan kepada bawahan tidaklah selalu
berjalan lancar, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain yaitu
sebagai berikut (Thoha, 2005):
1. Keterbukaan
Kurangnya sifat terbuka antara pimpinan dan karyawan akan
menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan
gangguan dalam pesan. Umumnya para pimpinan tidak begitu
memperhatikan arus komunikasi ke bawah. Pimpinan mau
memberikan informasi kebawah bila mereka merasa pesan itu
penting bagi penyelesaian tugas. Tetapi apabila suatu pesan tidak
relevan dengan tugas pesan tersebut tetap dipengangnya. Misalnya
seorang pimpinan akan mengirimkan pesan untuk memotivasi
karyawan guna menyempurnakan produksi, tetapi tidak mau
mendiskusikan kebijaksanaan baru dalam mengatasi masalah-
masalah organisasi.
2. Kepercayaan pada pesan tulisan
Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan

43
metode difusi yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan
yang disampaikan secara lisan dan tatap muka. Hal ini menjadikan
pimpinan lebih banyak menyampaikan pesan secara tertulis berupa
buletin, booklet, dan film sebagai pengganti kontak personal secara
tatap muka antara atasan dan bawahan.
3. Pesan yang berlebihan
Banyaknya pesan-pesan yang dikirimkan secara tertulis maka
karyawan dibebani dengan memo, buletin, surat pengumuman,
majalah dan pernyataan kebijaksanaan sehingga banyak sekali
pesan- pesan yang harus dibaca oleh karyawan. Reaksi karyawan
terhadap pesan tersebut biasanya cenderung tidak membacanya.
Banyak karyawan hanya membaca pesan-pesan tertentu yang
dianggap penting bagi dirinya dan yang lain dibiarkan saja tidak
dibaca.
4. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke
bawah. Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi
pengiriman pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku
karyawan. Pesan seharusnya dikirimkan ke bawah pada saat saling
menguntungkan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan
karyawan. Tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada saat
dibutuhkan oleh karyawan maka mungkin akan mempengaruhi
kepada efektifitasnya.
5. Penyaringan
Pesan-pesan yang dikirimkan kepada bawahan tidaklah semua
diterima mereka, tetapi mereka saring mana yang mereka perlukan.
Penyaringan pesan ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam
faktor diantaranya perbedaan persepsi di antara karyawan, jumlah
mata rantai dalam jaringan komunikasi dan perasaan kurang percaya
kepada seorang supervisor mungkin memblok supervisor.
Persoalan utama dalam komunikasi atasan bawahan adalah sejauh

44
mana komunikasi atasan dan bawahan dapat berjalan dengan efektif atau
tidak. Apabila hasil yang didapat sama dengan tujuan yang diharapkan
maka hasil komunikasi dinyatakan efektif, jika hasil yang didaptkan lebih
besar dari tujuan yang diharapkan maka komunikasi dapat dikatakan
sangat efektif, tetapi apabila hasil yang didapatkan lebih kecil dari tujuan
yang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi tidak atau
kurang efektif, komunikasi disebut efektif apabila penerima
menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan
oleh pengirim (Thoha, 2005).
Masalah komunikasi dengan masyarakat
Menurut dr.Alo Liliweri,M.S.(2010) masalah komunikasi dengan
masyarakat bisa berasal dari pemberi informasi , penerima
informasi ,pesan maupun media yang digunakan.Dalam hal ini masalah
komunikasi yang bersumber dari pemberi informasi maupun penerima
informasi bisa disebabkan karena:
1. Perbedaan status sosial dan budaya (stratifikasi social ,jenis
pekerjaan dan usia )
2. Latar belakang pendidikan (tingginya tingkat pendidikan )
3. Komunikasi public
4. Komunikasi masa

BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi komunikasi efektif meliputi


1. Berkas rekam medis
2. Lembar edukasi
3. Informed Consent
4. Leaflet dan Brosur

45
5. Memo intern
6. Surat
7. Pedoman
8. Panduan
9. Kebijakan
10. Uraian tugas
11. Materi Standar pelayanan Islami
12. Laporan kegiatan

CONTOH SBAR
S SITUATION
a. Mengidentifikasi diri dan tempat telpon
b. Mengidentifikasi nama pasien dan alasan untuk melapor
c. Jelaskan masalah yang ingin disampaikan
Pertama terangkan secara spesifik tentang diri anda, nama pasien,
konsultan lokasi pasien dan tanda vital
Contoh :

46
Assalamu’alaikum dokter ini “ a “ dari ruang “ s “ mau melaporkan
bahwa pasien Ny. T umur 32 tahun yang di kamar II putri tiba tiba sesak
nafas saturasi oksigenya turun menjadi 88 % respirasinya 24 x/ mnt
frekwensi nadi 110x/mnt tensi 85 / 50 mmHg suhu 36.5 . kami telah
berikan 6 liter oksigen dan saturasinya menjadi 93 % RR menjadi 22 x/
menit
B BACKGROUND
a. Memberikan alsan pasien dirawat
b. Jelaskan riwayat mdis yang signifikan
c. Penelpon kemudian menginformasikan konsultan latar belakang
pasien ; diagnosis, tanggal masuk, prosedur sebelumnya, obat-obatan saat
ini, alergi, hasil laboratorium terkait diagnostic yang relevan
Contoh :
"Ny S (69 tahun), dengan burst fraktur pada T5, komplikasi pasien
adalah hemothorax ditempat pemasangan chest tube. Chest tube itu
dilepas lima hari lalu dan rontgen thoraks nya telah menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Pasien sudah mobilisasi dengan fisioterapi
dan menunjukkan perbaikan. Hemoglobinnya adalah 100 gm/L dan telah
mendapatkan Enoxaparin untuk profilaksis DVT profilaksis dan
oxycodone untuk mengurangi nyerinya".

A Assesment/Pe nilaian *
a. Tanda-tanda vital
b. Pola penyakit
c. Gambaran klinis, kekhawatiran
Kita perlu berpikir kritis ketika menginformasikan penilaian tentang
keadaan pasien pada konsulen, ini berarti bahwa kita telah
mempertimbangkan apa yang mungkin menjadi alasan yang mendasari
kondisi pasien. Tidak hanya dari penilaian kita namun juga dengan

47
indikator objektif lainnya, seperti hasil laboratorium.
Jika tidak memiliki penilaian, Anda dapat berkata :
"Saya pikir dia mungkin memiliki emboli paru."
"Saya tidak yakin apa masalahnya, tapi saya khawatir."

R RECOMMENDATION/REKOMENDASI
a. Jelaskan apa yang Anda butuhkan - secara spesifik tentang permintaan
dan waktunya
b. Memberikan saran seperti: " Pasien dapat di transfer ke ICU/ HCU,
Dok?"
c. Memperjelas yang d i hara pan : "Dokter dapat melihat pasien
sekarang?"
Akhirnya sampaikan apa yang menjadi rekomendasi kita.
Perintah yang diberikan di telepon perlu diulang kembali untuk
memastikan akurasi.

ALUR TIMBANG TERIMA DENGAN METODE


SBAR

SITUATION

Data Deografi Diagnosis Diagosis Keperawatn


Medis

BACKGROUND
48
Riwayat
Keperawatan

ASSESMENT

KU,TTV,GCS,Skala
Nyeri,Skala Resiko Jatuh
dan poin yang penting

RECOMENDATION
1. Tindakan yang sudah
2. Dilanjutkan
3. Stop
4. Modifikasi
5. Stategi baru

49

Anda mungkin juga menyukai