Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUHAN

SISA PLASENTA (REST PLASENTA)

A. Pengertian
Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum uteri.
(Saifuddin, A.B, 2002).
Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder
(Alhamsyah, 2008)
Rest plasenta adalah suatu bagian dari plasenta serta lobus yang tertinggal maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif (Sarwono, 2002 ; hal 31)
B. Etiologi
Penyebab terjadinya rest plasenta yaitu
1.   Pengeluaran plasenta tidak hati-hati
2.    Salah pimpinan kala III : terlalu terburu – buru untuk mempercepat lahirnya plasenta.
C. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala dari rest plasenta antara lain :
1. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan
dengan sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (rest plasenta)
2. Keadaan umum lemah
3. Peningkatan denyut nadi
4. Tekanan darah menurun
5. Pernafasan cepat
6. Gangguan kesadaran (Syok)
7. Pasien pusing dan gelisa
8. Tampak sisa plasenta yang belum keluar

D. Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih
tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara
progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan
mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desi dua spongiosa yang longgar member jalan, dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di
antaraserat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini
menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit
serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kalatiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme
kalatiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus
dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang
pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi
permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim.
Tanda – tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang
mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi
kearah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali
pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan
oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau
atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak
dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan arti fisial
untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah
dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali
pusat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomaly dari uterus atau serviks; kelemahan dan
tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan
constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi
di cornu; dan adanya plasentaa kreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan ,seperti manipulasi dari uterus yang tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak
ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan
serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang
melemahkan kontraksi uterus.
E. Penanganan Rest Plasenta
Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan
pengeluaran sisa plasenta secara manual atau digital, dg langkah-langkah sebagai
berikut:

1. Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus)


2. Kosongkan kandung kemih
3. Memakai sarung tangan steril
4. Desinfeksi genetalia eksterna
5. Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara obstetri
sampai servik
6. Lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk  mengeluarkan sisa plasenta
7. Lakukan pengeluaran plasenta secara digital
8. Setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika
9. Berikan antibiotik utk mencegah infeksi
10. Antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3×1 gram.oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan     dengan 3×500
mg oral.
11. Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan
12. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri   berlangsung tidak lancar atau setelah
melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada
saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri
eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit.
Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/digital atau
kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat
diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya (Sarwono Prawirohaardjo, 2008, hal:
527)
DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002.
Muliyati, Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas, Makassar, 2005.

Anda mungkin juga menyukai