Anda di halaman 1dari 8

Membangun Lingkungan Organisasi Bisnis yang Etis

Nastiti Kartika Dewi (202120280211048)1

Pendahuluan

Etika secara umum merupakan sebuah keyakinan akan tindakan yang baik dan benar,
atau baik dan buruk yang dapat mempengaruhi hal yang lainnya. Seseorang memiliki nilai
dan moral yang diatur dalam konteks sosial untuk menentukan apakah sebuah perilaku dapat
dianggap etis atau tidak etis. Perilaku yang dianggap etis dalam sebuah kegiatan
bermasyarakat merupakan berbagai perilaku yang menunjukkan keyakinan individu dan
norma sosial yang diterimanya sehubungan dengan tindakan yang baik dan benar.
Sebaliknya, perilaku tidak etis merupakan sebuah perilaku yang secara norma sosial dianggap
sebagai sesuatu yang salah ataupun buruk. Dalam sebuah bisnis, terdapat sesuatu yang
dinamakan etika bisnis. Etika bisnis ini merupakan segala perilaku yang dipandang etis
maupun tidak etis terhadap segala seusautu yang dilakukan oleh manajer maupun pemilik
dari sebuah organisasi atau perusahaan.
Etika adalah disiplin yang memeriksa standar moral seseorang maupun masyarakat
untuk mengevaluasi batas kewajaran mereka dan tentang apa yang benar dan salah atau baik
dan jahat. Norma moral dan norma nonmoral cenderung tertanam sejak usia tiga tahun, dan
seorang individu cenderung berpikir bahwa norma moral lebih serius daripada norma
nonmoral yang berlaku di mana-mana. Kesadaran ini terlepas dari apa yang dikatakan
otoritas dan kemampuan untuk membedakan baik atau buruknya norma tersebut. Sebaliknya,
etika bisnis merupakan sebuah studi khusus yang berkonsentrasi pada standar moral dan
diterapkan pada institusi bisnis, organisasi, dan perilaku. Etika bisnis adalah etika terapan
mengenai pemahaman yang baik dan benar untuk berbagai institusi, teknologi, transaksi,
aktivitas, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sebuah bisnis [1].
Etika bervariasi antara yang satu dengan yang lainnya karena didasarkan oleh sebuah
konsep sosial dan keyakinan secara individual. Hal ini berlaku pula dengan budaya yang
berbeda antara satu dan lainnya. Perbedaan keyakinan di dalam sebuah struktur sosial
membantu individiu untuk dapat mengetahui dan Menyusun kode etik pribadinya yang
didasarkan oleh sikap dan keyakinan yang berbeda-beda. Oleh karenanya, perilaku yang
dianggap etis antara satu individu dengan yang lainnya bisa saja berbeda. Situasi inilah yang
mendorong masyarakat untuk menerapkan undang-undang formal dan tertulis untuk
menghindari ambiguitas dan perilaku tidak etis. Penafsiran dan penerapan dari undang-
1
Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang
undang formal ini merupakan salah satu contoh aturan baku yang memberikan pandangan
dan memberikan keteraturan terhadap satu peraturan yang dianggap tidak melanggar nilai
normatif maupun hukum.
Di dalam sebuah bisnis, lekat pula perilaku yang dilakukan dengan etis atau tidaknya
suatu aktivitas di mata masyarakat. Jika kode etik pribadi ditentukan oleh sejumlah faktor
tertentu yang berkaitan dengan budaya dan kepercayaan, maka etika di dalam sebuah bisnis
dibentuk oleh nilai moral yang berkontribusi besar pada sebuah standar etis, baik secara
individu maupun secara sosial. Hal ini dikarenakan etika yang diterapkan di dalam sebuah
bisnis akan membentuk pribadi-pribadi tertentu yang disatukan di dalam sebuah lingkungan
perusahaan. Etika di dalam sebuah bisnis juga ditentukan oleh aturan yang ditanamkan oleh
sebuah perusahaan dan hal-hal lainnya yang diatur secara hukum. Apabila terdapat sebuah
perilaku bisnis yang dianggap tidak etis atau bersifat ambigu, maka perlu diajukan pertanyaan
pada orang-orang di posisi atas dalam sebuah perusahaan, seperti manajer atau pemilik
perusahaan [2].
Isu-isu etis di dalam perusahaan sering muncul, khususnya dalam beberapa hal yang
termasuk dalam konflik kepentingan dan keterbukaan. Hal ini dikarenakan dalam sebuah
konflik kepentingan, sebuah aktivitas terjadi karena hanya menguntungkan beberapa
individu, sedangkan yang lainnya akan dirugikan. Kedua, merupakan masalah yang
menyangkut keterbukaan dan kejujuran. Masalah-masalah menyangkut isu ini umumnya
adalah pencurian dan biaya-biaya yang tidak sesuai dengan yang dilaporkan. Mengenai hal
satu ini, diperlukan kejujuran dari karyawan, maupun pihak-pihak dengan posisi yang lebih
tinggi. Para manajer puncak harus selalu waspada, dan di lain pihak, tidak menyalahgunakan
aset perusahaan. Sedangkan karyawan harus mampu mempertimbangkan kejujuran di dalam
sebuah perusahaan dan melaporkan segala hal yang dianggap mengganggu atau tidak etis.
Masalah etika juga ditunjukkan dalam hubungan antara perusahaan dengan stakeholder, yaitu
pelanggan, pesaing, pemegang saham, dan pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan
sendiri. Dalam menghadapi hal tersebut, selalu ada peluang terjadinya sebuah masalah etika
yang ambigu dan harus dipikirkan matang-matang demi kemaslahatan segala pihak.

Pembahasan Diskusi

Manajemen keuangan dan akuntansi merupakan salah satu bidang yang di dalamnya
tidak terlepas dari etika sebuah bisnis. Akuntansi sendiri merupakan segala jenis aktivitas
yang mencakup penyajian dan penafsiran sebuah informasi untuk merumuskan strategi,
merencanakan, mengendalikan, dan membuat keputusan yang optimal. Bidang akuntansi
keuangan juga melakukan pengungkapan kepada pemilik dan pihak-pihak di luar perusahaan
dalam bentuk laporan keuangan untuk setiap periodenya. Di dalam kegiatan dan aktivitas-
aktivitas ini, terdapat sebuah kode etik yang juga disebut dengan etika. Penempatan etika di
sini adalah untuk membatasi individu di dalam perusahaan untuk tidak berbuat seenaknya. Di
dalam bidang akuntansi keuangan, etika digunakan untuk mengatur para akuntan untuk dapat
melaksanakan profesinya secara profesional.
Etika di dalam akuntansi keuangan cenderung berpengaruh langsung terhadap setiap
individu di dalam sebuah organisasi. Prinsip utama yang digunakan dalam bidang ini
merupakan sebuah persamaan akuntansi ketika aset perusahaan digunakan untuk operasional
dalam usahanya untuk menghasilkan pendapatan. Modal di dalam perusahaan didapatkan dari
selisih antara aset perusahaan dikurangi dengan utang yang dimiliki. Isu-isu yang berkaitan
dengan akuntansi keuangan cenderung berhubungan dengan masalah pencatatan untuk
transaksi sebuah perusahaan dan laporan yang disusun secara berkala dan dalam periode
tertentu sebagai hasil dari pencatatan transaksi yang dilakukan sebelumnya. Laporan-laporan
ini disusun untuk kepentingan umum dan digunakan oleh pemilik perusahaan untuk
melakukan penilaian terhadap manajer keuangan, maupun digunakan oleh manajer sendiri
sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemegang saham. Etika-etika mengenai
akuntansi keuangan disusun dalam yang disebut dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
SAK merupakan berbagai aturan yang harus digunakan dalam hal pengukuran dan penyajian
laporan keuangan untuk keperluan eksternal. Aturan ini dituliskan agar pemakai dan
penyusun laporan keuangan dapat berkomunikasi secara lugas dan jelas karena menggunakan
standar dan acuan yang sama.
Berbagai jenis masalah etika juga dapat menimpa bidang akuntansi keuangan, dengan
penyebab dan hal yang bermacam-macam. Kasus yang pernah dianggap melanggar etika
akuntansi yang pertama adalah kasus Kantor Akuntan Publik (KAP) Andersen dan
perusahaan Enron. Kasus ini terungkap ketika Enron mendaftarkan kebangkrutan mereka ke
pengadilan pada tahun 2001 lalu. Ketika kebangkrutan ini didaftarkan, diketahui bahwa
terdapat utang perusahaan yang tidak dilaporkan, sehingga nilai investasi dan laba ditahan
berkurang dalam jumlah yang tidak terlalu drastic. Sebelum kasus ini terungkap, KAP
Andersen sempat mempertahankan Enron sebagai salah satu klien perusahaan, dengan
membantu memanipulasi laporan keuangan dan menghancurkan bukti dokumen yang
menyatakan kebangkrutan Enron. Sebelumnya, Enron melaporkan jika mereka mendapatkan
laba bersih sebesat $393, padahal yang sesungguhnya terjadi adalah kerugian sebesar $644
juta yang disebabkan oleh transaksi perusahaan.
Kejadian yang menimpa KAP Andersen dan Enron ini merupakan salah satu contoh
dari pelanggaran etika profesi dalam bidang akuntansi. Pelanggaran etika ini merupakan
pelanggaran tanggung jawab, di mana KAP seharusnya memelihara kepercayaan masyarakat
terhadap jasa professional yang ditawarkan oleh seorang akuntan. Penggaran etika yang
kedua yaitu KAP Andersen dan Enron menganggap sepele kepercayaan masyarakat dan
melalaikan tanggung jawab yang seharusnya tidak hanya untuk kepentingan kliennya, tetapi
juga pada kepentingan publik. Seharusnya, KAP Andersen tetap melakukan tugasnya sebagai
akuntan secara professional sesuai dengan etika profesi akuntansi, bahkan jika hal tersebut
dapat berdampak pada klien. Hal ini dikarenakan KAP seharusnya menjaga kepercayaan
publik dalam membangun tindakan etis yang sesuai dengan prinsip akuntansi. [3]
Kasus yang kedua merupakan kasus Klynveld Peat Marwick Goerdeler International
Limited atau yang kerap disebut dengan KPMG. Di Indonesia, KPMG memiliki partner lokal,
yakni KAP Siddharta Siddharta & Harsono (SSH). Pada tahun 2001, KAP SSH harus
menanggung malu, dikarenakan kantor akuntan publick ternama di Indonesia ini terbukti
menyogok aparat pajak di Indonesia sebesat US$75 ribu. Berkaitan dengan kegiatan
penyuapan ini, kemudian diterbitkan sebuah faktur palsu dan biaya jasa professional yang
harus dibayarkan oleh kliennya, yaitu PT. Easman Christensen yang merupakan anak
perusahaan dari Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa kota New York. Kasus penyogokan
ini sukses membuat kewajiban pajak Easman turun drastis, dari yang semula US$3,2 juta,
menjadi hanya sekitar US$270 ribu pada tahun itu. Kasus ini kemudian terungkap ketika
perusahaan induk, yaitu Baker Inc. melaporkan kasus ini secara sukarela dan memecat
eksekutif perusahaan. Kasus ini kemudian diselesaikan di luar pengadilan setelah KPMG
meminta maaf, meskipun badan pengawas pasar Amerika Serikat telah menjerat KPMG dan
Baker Inc. dengan undang-undang anti korupsi perusahaan Amerika di luar negeri. [4]
Contoh kasus yang ketiga merupakan kasus manipulasi laporan keuangan Garuda
Indonesia pada tahun 2018. Seperti yang telah kita ketahui, PT. Garuda Indonesia (Persero)
Tbk merupakan perusahaan penerbangan komersial pertama di Indonesia yang dimiliki oleh
pemerintah atau tercatatkan sebagai BUMN. PT. Garuda Indonesia telah berkembang pesat
dan telah dianggap sebagai maskapai nomor satu yang kerap pula digunakan untuk
merepresentasikan dunia penerbangan tanah air. Hanya saja, pada tanggal 28 Juni tahun
2019, PT. Garuda Indonesia resmi dinyatakan bersalah dan ditimpakan sanksi oleh berbagai
lembaga keuangan, mulai dari Kementrian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan
juga Bursa Efek Indonesia (BEI) atas kecurangan pengakuan pendapatan, atau kerap juga
disebut dengan manipulasi laporan keuangan pada tahun 2018.
Bermula pada tanggal 31 Oktober 2018, Manajemen Garuda pada saat itu dan PT.
Mahata Aero teknologi (Mahata) mengadakan perjanjian Kerjasama terkait dengan
penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan dan juga hiburan di dalam pesawat yang
berlaku selama 15 tahun. Perjanjian ini menjelaskan bahwa Mahata akan menanggung
seluruh biaya mulai dari penyediaan, pelaksanaan, pemasangan, pengoperasian, perawatan
dan pembongkaran, hingga pemeliharan yang di dalamnya termasuk ketika terdapat
kerusakan atau penggantian peralatan layanan. Garuda kemudian mengakui penghasilan dari
perjanjian tersebut sebagai penghasilan. Pendapatan tersebut kemudian diakui sekaligus oleh
Manajemen garudan sebesar US$239,94 juta yang mana US$28 juta di antaranya merupakan
bagi hasil dari PT, Sriwijaya Air. Dalam hal ini, yang kemudian menjadi masalah adalah
perjanjian belum berakhir dan hingga tahun 2018 berakhir dengan tutup buku, pihak Mahata
belum melakukan pembayaran meskipun telah memasang satu unit alat. Selain itu, perjanjian
yang ditandatangani oleh Mahata pada 31 Oktober 2018 belum mencantumkan term of
payment yang jelas, serta jaminan pasti dari perjanjian tersebut.
Diketahui bahwa Mahata hanya memberikan surat pernyataan yang berisi komitmen
pembayaran kompensasi dengan sekma dan ketentuan pembayaran yang sesuai dengan yang
tercantum di dalam perjanjian. Perjanjian juga dapat berubah, sesuai dengan kondisi
kemampuan finansial Mahata. Dikarenakan hal tersebut, Komisaris Garuda menyampaikan
keberatan, dikarenakan pengakuan pendapatan oleh Garuda, padahal pendapatan tersebut
belum diterima sehingga belum waktunya diakui. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan
Kementrian Keuangan (Kemenkeu) sendiri telah melakukan pemeriksaan dan menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap keberatan yang disampaikan komisaris Garuda. Hal ini
dikarenakan komisaris Garuda menyatakan bahwa pendapatan tersebut akan jatuh sebagai
pendapatan royalty yang tunduk pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23,
sedangkan OJK dan Kemenkeu mengakui pendapatan tersebut sebagai pendapatan sewa,
sehingga berbeda klasifikasi.
OJK dan Kemenkeu kemudian memberikan perintah tertulis kepada Garuda untuk
memperbaiki dan menyajikan kembali laporan keuangan per 31 Desember 2018 dan
melakukan paparan publik terhadap perbaikan penyajian kembali laporan keuangan tahunan
tersebut. Atas pelanggaran ini, Garuda dinyatakan telah melanggar beberapa ketentuan
hukum yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan laporan keuangannya. Seperti
yang sebelumnya telah dijelaskan, bahwa SAK memberikan pedoman untuk pengakuan
pengasilan suatu manajemen perusahaan. Terkait hal tersebut, SAK memungkinkan
manajemen untuk mengakui suatu pendapatan sekaligus dalam satu tahun maupun beberapa
jangka waktu tergantung perjanjian transaksi sesuai dengan kondisi-kondisi yang tercantum
dalam perjanjian.
SAK mensyaratkan perusahaan untuk mengakui pengasilannya secara akrual.
Pengakuan pendapatan secara akrual merupakan pendapatan yang dapat diakui meskipun arus
kas belum diterima sebagian maupun seluruhnya oleh perusahaan. Basis ini berbeda dengan
basis kas yang hanya mengakui pendapatan ketika perusahaan telah menerima arus kas dari
mitra yang bersangkutan. Meskipun secara perspektif yang dilakukan oleh manajemen
merupakan tindakan legal, hal ini tentu saja memberikan ruang untuk melakukan praktik
manajemen laba, dengan cara mengakui pendapatan secara sekaligus meskipun tersebar
dalam jangka waktu tertentu selama perjanjian. Seperti yang telah kita ketahui, meskipun
praktik manajemen laba merupakan sebuah tindakan legal, hal ini kerap kali dianggap
sebagai tindakan yang tidak etis karena terkesan mengecoh pihak-pihak yang membaca dan
menggunakan laporan keuangan. Saat inilah, dibutuhkan opini dari akuntan publik dan
auditor yang seharusnya memeriksa kembali laporan keuangan milik Garuda [5].
Selain Garuda, rupanya sanksi juga dijatuhkan oleh Kemenkeu kepada Akuntan
Publik (AP) selaku auditor yang menangani laporan keuangan Garuda. Sanksi diberikan
setelah Kemenkeu menemukan bahwa AP tersebut terlibat dalam permasalahan laporan
keuangan Garuda. Berkaitan dengan hal tersebut, pelanggaran yang dilakukan membuat AP
yang bertanggungjawab dibekukan izinnya selama 12 bulan, dikarenakan pelanggaran yang
termasuk berat. Pelanggaran ini juga berpengaruh terhadap opini Laporan Auditor
Independen. Selain sanksi tersebut, kemenkeu juga juga mengenakan sanksi administratif
sebagai bentuk pembinaan profesi keuangan dan kepentingannya terhadap publik. Hal ini
dikarenakan AP berperan sebagai penjaga kualitas laporan keuangan yang digunakan publik
sebagai dasar sebuah pengambilan keputusan [6]. Dari kasus-kasus mengenai pelanggaran
kode etik di atas, maka perlu dipertimbangan berbagai hal agar akuntan publik tidak
menyalahi etika profesi yang seharusnya dijunjung tinggi, serta tidak merugikan pihak-pihak
lain yang terkait dan membutuhkan jasa profesi yang dilakukan. Kesalahan dan pelanggaran
tertentu akan berdampak pada lingkungan sekitar akuntan publik, termasuk masyarakat dan
pemegang saham.

Kesimpulan
Etika secara umum merupakan sebuah keyakinan akan tindakan yang baik dan benar,
atau baik dan buruk yang dapat mempengaruhi hal yang lainnya. Perilaku yang dianggap etis
dalam sebuah kegiatan bermasyarakat merupakan berbagai perilaku yang menunjukkan
keyakinan individu dan norma sosial yang diterimanya sehubungan dengan tindakan yang
baik dan benar. Dalam etika terdapat pula yang bernama etika bisnis. Etika bisnis adalah etika
terapan mengenai pemahaman yang baik dan benar untuk berbagai institusi, teknologi,
transaksi, aktivitas, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sebuah bisnis. Jika kode etik
pribadi ditentukan oleh sejumlah faktor tertentu yang berkaitan dengan budaya dan
kepercayaan, maka etika di dalam sebuah bisnis dibentuk oleh nilai moral yang berkontribusi
besar pada sebuah standar etis, baik secara individu maupun secara sosial. Hal ini
dikarenakan etika yang diterapkan di dalam sebuah bisnis akan membentuk pribadi-pribadi
tertentu yang disatukan di dalam sebuah lingkungan perusahaan. Etika di dalam sebuah bisnis
juga ditentukan oleh aturan yang ditanamkan oleh sebuah perusahaan dan hal-hal lainnya
yang diatur secara hukum.
Sebagai salah satu bidang keilmuan, etika bisnis juga terdapat dalam bidang keuangan
dan akuntansi. Isu-isu yang berkaitan dengan akuntansi keuangan cenderung berhubungan
dengan masalah pencatatan untuk transaksi sebuah perusahaan dan laporan yang disusun
secara berkala dan dalam periode tertentu sebagai hasil dari pencatatan transaksi yang
dilakukan sebelumnya. Masalah-masalah di dalam akuntansi diatur oleh Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang mengatur segala jenis pencatatan, pelaporan, dan publikasi laporan
keuangan yang telah diatur sedemikian rupa. Aturan ini dituliskan agar pemakai dan
penyusun laporan keuangan dapat berkomunikasi secara lugas dan jelas karena menggunakan
standar dan acuan yang sama. Meskipun begitu, masih juga terjadi pelanggaran-pelanggaran
yang berkaitan dengan kode etik, yang cenderung memberikan masalah bagi akuntan publik
sendiri dan perusahaan yang menggunakan jasa akuntan sendiri. Dari kasus-kasus mengenai
pelanggaran kode etik di atas, maka perlu dipertimbangan berbagai hal agar akuntan publik
tidak menyalahi etika profesi yang seharusnya dijunjung tinggi, serta tidak merugikan pihak-
pihak lain yang terkait dan membutuhkan jasa profesi yang dilakukan, seperti masyarakat
luas dan juga pemegang saham.

Referensi
[1] Manuel G. Velasquez, Business Ethics, Concepts and Cases, Seventh Ed. Pearson,
2006.
[2] Ricky W. Griffin and Ronald J. Ebert, Business, Eighth Edi. Jakarta: Erlangga, 2007.
[3] Angga Henrawan, “Kasus enron dan manipulasi kap arthur andersen,” Kompas, 2022.
https://www.kompasiana.com/angga80720/62a72f1fbb44861fd1119ce2/etika-bisnis
(accessed Nov. 09, 2022).
[4] Amr/APr, “Kantor Akuntan KPMG Indonesia Digugat di AS,” hukumonline, 2001.
https://www.hukumonline.com/berita/a/font-size1-colorff0000bskandal-penyuapan-
pajakbfontbr-kantor-akuntan-kpmg-indonesia-digugat-di-as-hol3732 (accessed Nov.
09, 2022).
[5] Yustinus Prastowo, “Kasus Garuda dan Misteri Akuntansi,” Kompas, 2019.
https://money.kompas.com/read/2019/07/18/152000526/kasus-garuda-dan-misteri-
akuntansi?page=all. (accessed Nov. 10, 2022).
[6] A. M. Pratama, “Auditor Laporan Keuangan Garuda Dibekukan Selama 12 Bulan,”
Kompas, 2019. https://money.kompas.com/read/2019/06/28/122000726/auditor-
laporan-keuangan-garuda-dibekukan-selama-12-bulan (accessed Nov. 10, 2022).

Anda mungkin juga menyukai