Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

E. Teori Agency

Menurut Siti (2010) Teori Keagenan (Agency Theory) menjelaskan

adanya konflik antara manajemen selaku agen dengan pemilik selaku

principal. Principal ingin mengetahui segala informasi termasuk aktivitas

manajemen, yang terkait dengan investasi atau dananya dalam perusahaan.

Hal ini dilakukan dengan meminta laporan pertanggungjawaban pada agen

(manajemen). Berdasarkan laporan tersebut principal menilai kinerja

manajemen. Tetapi yang acapkali terjadi adalah kecenderungan manajemen

untuk melakukan tindakan yang membuat laporannya kelihatan baik, sehingga

kinerjanya dianggap baik. Untuk mengurangi atau meminimalkan kecurangan

yang dilakukan oleh manajemen dan membuat laporan keuangan yang dibuat

manajemen lebih reliable (dapat dipercaya) diperlukan pengujian. Pengujian

ini dilakukan oleh pihak yang independen, yaitu auditor independen.

Pengguna informasi laporan keuangan akan mempertimbangkan pendapat

auditor sebelum menggunakan informasi tersebut sebagai dasar dalam

pengambilan keputusan ekonomis. Keputusan ekonomis pengguna laporan

auditor diantaranya adalah memberi kredit atau pinjaman, investasi, merger,

akusisi dan lain sebagainya.

8
9

Jadi, teori keagenan untuk membantu auditor sebagai pihak ketiga

untuk memahami konflik kepentingan yang dapat muncul antara principal dan

agen. Principal selaku investor bekerjasama dan menandatangani kontrak kerja

dengan agen atau manajemen perusahaan untuk menginvestasikan keuangan

mereka. Dengan adanya auditor yang independen diharapkan tidak terjadi

kecurangan dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Sekaligus

dapat mengevaluasi kinerja agen sehingga akan menghasilkan sistem

informasi yang relevan yang berguna bagi investor, kreditor dalam mengambil

keputusan rasional untuk investasi.

F. Kualitas Audit

Istilah kualitas audit mempunyai arti dan definisi yang berbeda-beda

bagi setiap orang. Pengguna laporan keuangan mendefinisikan bahwa kualitas

audit adalah ketika auditor dapat memberikan jaminan bahwa tidak ada salah

saji yang material (no material misstatements) atau kecurangan (fraud) dalam

laporan keuangan. Auditor sendiri memandang kualitas audit adalah mereka

yang bekerja sesuai standar profesional yang ada, dapat menilai resiko bisnis

audit dengan tujuan untuk meminimalisasi resiko litigasi, dapat

meminimalisasi ketidakpuasan audit dan mampu menjaga nama baik dari

kerusakan reputasi auditor

Menurut Ausella (2014) Audit dikatakan berkualitas jika memenuhi

standar auditing dan standar pengendalian mutu. Hal-hal yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan kualitas audit di antaranya yaitu:1) Meningkatkan


10

pendidikan profesionalnya, 2) Mempertahankan Independensi dalam sikap

mental, 3) Dalam melaksanakan pekerjaan audit, menggunakan kemahiran

profesionalnya dengan cermat dan seksama, 4) Melakukan perencanaan

pekerjaan audit dengan baik, 5) Memahami struktur pengendalian intern klien

dengan baik, 6) Memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten, 7)

Membuat laporan audit yang sesuai dengan kondisi klien atau sesuai dengan

hasil temuan.

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya

harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2001) ada 8

prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu :

1. Tanggungjawab profesi

Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional

dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

2. Kepentingan publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka

pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan

menunjukkan komitmen atau profesionalisme.

3. Integritas

Setiap anggota harus memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan

integritas setinggi mungkin

4. Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan

kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.


11

5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati,

kompetensi danketekunan serta mempunyai kewajiban untuk

mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional.

6. Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh

selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau

mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.

7. Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi yang baik

dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

8. Standar teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar

teknis dan standar profesionalyang relevan.

Selain itu akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar

Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan

Indonesia (IAI), dalam hal ini adalah standar auditing. Standar auditing terdiri

dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (SPAP,

2001):

1. Standar Umum

a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki

keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.


12

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi

dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan

asisten harus disupervisi dengan semestinya

b. Pemahaman yang memadai atas strukturp engendalian intern harus

dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat,

dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui

inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan dan konfirmasi sebagai

dasar yang memadai untuk menyatkaan pendapat atas laporan

keuangan auditan.

3. Standar Pelayanan

a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah

disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di

Indonesia.

b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatkaan jika ada ketidak

konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan

keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip

akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya


13

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

d. Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan

keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi

Berdasarkan uraian tersebut diatas, audit memiliki fungsi sebagai

proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara

manajer dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk

memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna laporan

keuangan terutam apara pemegang saham akan mengambil keputusan

berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor. Hal ini berarti

auditor mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan

suatu perusahaan. Oleh karena itu auditor harus menghasilkan audit yang

berkualitas sehingga dapat mengurangi ketidakselerasan yang terjadi antara

pihak manajemen dan pemilik.

G. Kompetensi

Lee dan Stone (1995) dalam Siti (2010), mendefinisikan kompetensi

sebagai suatu keahlian yang cukup secara eksplisit dapat digunakan untuk

melakukan audit secara obyektif. Pendapat lain adalah dari Dreyfus dan

Dreyfus (dalam saifudin 2004), mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian

seorang yang berperan secara berkelanjutan yang mana pergerakannya melalui

proses pembelajaran, dari “pengetahuan sesuatu” ke “mengetahui bagaimana”,

seperti misalnya : dari sekedar pengetahuan yang tergantung pada aturan


14

tertentu kepada suatu pertanyaan yang bersifat intuitif. Lebih spesifik lagi

Dreyfus dan Dreyfus (1986) membedakan proses pemerolehan keahlian

menjadi 5 tahap.

Tahap pertama disebut Novice, yaitu tahapan pengenalan terhadap

kenyataan dan membuat pendapat hanya berdasarkan aturan-aturan yang

tersedia. Keahlian pada tahap pertama ini biasanya dimiliki oleh staf audit

pemula yang baru lulus dari perguruan tinggi.

Tahap kedua disebut advanced beginner. Pada tahap ini auditor sangat

bergantung pada aturan dan tidak mempunyai cukup kemampuan untuk

merasionalkan segala tindakan audit, namun demikian, auditor pada tahap ini

mulai dapat membedakan aturan yang sesuai dengan suatu tindakan.

Tahap ketiga disebut Competence. Pada tahap ini auditor harus

mempunyai cukup pengalaman untuk menghadapi situasi yang kompleks.

Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tujuan yang ada dalam pikirannya

dan kurang sadar terhadap pemilihan, penerapan, dan prosedur aturan audit.

Tahap keempat disebut Profiency. Pada tahap ini segala sesuatu

menjadi rutin, sehingga dalam bekerja auditor cenderung tergantung pada

pengalaman yang lalu. Disini instuisi mulai digunakan dan pada akhirnya

pemikiran audit akan terus berjalan sehingga diperoleh analisis yang

substansial.

Tahap kelima atau terakhir adalah expertise. Pada tahap ini auditor

mengetahui sesuatu karena kematangannya dan pemahamannya terhadap

praktek yang ada. Auditor sudah dapat membuat keputusan atau


15

menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan demikian segala tindakan auditor

pada tahap ini sangat rasional dan mereka bergantung pada instuisinya bukan

pada peraturan-peraturan yang ada.

H. Independensi

Halim (2008:50) menyatakan ada tiga aspek independensi, yaitu: 1)

independence infact (independensi senyatanya), 2) independence in

appearance (independensi dalam penampilan), 3) independence in

competence (independensi dari keahlian atau kompetensinya). Independen

berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak

dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban

untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun

juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas

pekerjaan akuntan publik (Christiawan, 2005) dalam (Widya,dkk 2014).

Independensi menurut Mulyadi (2002:26-27) dalam (Lauw,dkk 2012)

dapat diartikan sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan

oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti

adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan

adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam

merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Dalam kenyataannya auditor

seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental

independen. Keadaan yang seringkali mengganggu sikap mental independen

auditor adalah sebagai berikut: 1. Sebagai seorang yang melaksanakan audit


16

secara independen, auditor dibayar oleh kliennya atas jasanya tersebut. 2.

Sebagai penjual jasa seringkali auditor mempunyai kecenderungan untuk

memuaskan keinginan kliennya. 3. Mempertahankan sikap mental independen

seringkali dapat menyebabkan lepasnya klien.

I. Profesionalisme

Menurut Yendrawati (2008:76) dalam (Afif, 2013) profesionalisme

adalah konsep untuk mengukur bagaimana para profesional memandang

profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Untuk

mengukur tingkat profesionalisme bukan hanya dibutuhkan suatu indikator

yang menyebutkan bahwa seorang dikatakan profesional. Tetapi juga

dibutuhkan faktor-faktor eksternal seperti bagaimana seseorang berperilaku

dalam menjalankan tugasnya. Sehingga ada sebuah gambaran yang

menyebutkan bahwa perilaku profesional adalah cerminan sikap

profesionalisme.

Profesionalisme sebagai syarat utama sebagai seorang auditor, menurut

Baotham (2007) dalam Futri dan Juliarsa, (2014) profesionalisme auditor

mengacu pada kemampuan dan perilaku profesional. Kemampuan

didefinisikan sebagai pengetahuan, pengalaman, kemampuan beradaptasi,

kemampuan teknis dan kemampuan teknologi, dan memungkinkan perilaku

profesional auditor untuk mencakup faktor-faktor tambahan seperti

transparansi dan tanggungjawab, hal ini sangat penting untuk memastikan

keperacyaan publik.
17

Sedangkan menurut Wahyudi (2006: 5), seorang auditor bisa dikatakan

profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik

yang telah ditetapkan oleh IAPI, antara lain : a) prinsip-prinsip yang

ditetapkan oleh IAPI yaitu standar ideal dari perilakue tis yang telah

ditetapkan oleh IAPI seperti dalam terminologi filosofi, b) peraturan perilaku

seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan

khusus yang merupakan suatu keharusan, c) interpretasi peraturan perilaku

tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memehaminya, dan d)

ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap

memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya,

walaupun auditor dibayar oleh kliennya.

J. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Menurut Sikula (2003:50) dalam Setyadi (2013) tingkat pendidikan

adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis

dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan

konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum.


18

K. Pengalaman

Tubbs (1992) dalam Achmat (2011) menyatakan auditor yang

berpengalaman memiliki keunggulan antara lain : (1) mereka lebih banyak

mengetahui kesalahan, (2) mereka lebih akurat mengetahui kesalahan, (3)

mereka tahu kesalahan tidak khas, (4) pada umumnya hal – hal yang berkaitan

dengan faktor – faktor kesalahan (ketika kesalahan terjadi dan tujuan

pengendalian internal dilanggar) menjadi lebih menonjol. Pengalaman

merupakan atribut penting auditor, (Meidawati, 2001) dalam Achmat (2011)

membuktikan bahwa auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak

melakukan kesalahan disbanding dengan auditor yang sudah berpengalaman.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1997) dalam Achmat (2011)

pengalaman adalah yang pernah dialami (dijalani, dirasakan, ditanggung dan

sebagainya). Syarat untuk menjadi seorang auditor adalah ia harus memiliki

latar belakang pendidikan formal akuntansi dan auditing serta berpengalaman

baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bidang auditing.

Sedangkan menurut Loehoer (2002) dalam Mabruri dan Winarna, (2010)

pengalaman merupakan akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh

melalui berhadapan dan berinteraksi secara berulang-ulang dengan sesama

benda alam, keadaan, gagasan, dan penginderaan. Untuk membuat audit

judgement, pengalaman merupakan komponen keahlian audit yang penting

dan merupakan faktor yang sangat vital dan mempengaruhi suatu judgement

yang kompleks.
19

L. PENELITIAN TERDAHULU

Achmat Badjuri (2011) Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap

Kualitas Audit Auditor Independen Pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di

Jawa Tengah. Penelitian ini telah membuktikan bahwa independensi dan

akuntabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Hal

ini menunjukkan bahwa semakin auditor mampu menjaga independensinya

dalam menjalankan penugasan profesionalnya maka kualitas audit yang

dihasilkan akan meningkat. Semakin auditor menyadari akan tanggungjawab

profesionalnya maka kualitas audit akan terjamin dan terhindar dari tindakan

manipulasi. Penelitian ini juga membuktikan bahwa pengalaman dan due

profesional care tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin auditor berpengalaman dalam melakukan audit

ternyata belum tentu dapat meningkatkan kualitas hasil audit. Semakin auditor

mahir/ahli/kompeten dalam melakukan audit ternyata belum tentu mendorong

meningkatnya kualitas audit.

Kurnia, Khomsiyah dan Sofie (2014) Pengaruh Kompetensi,

Independensi, Tekanan Waktu, dan Etika Auditor Terhadap Kualitas Audit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan

terhadap kualitas audit, independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas

audit, tekanan waktu berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, dan etika

berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Dari kesimpulan diatas dapat

diketahui bahwa seluruh variabel, yaitu kompetensi, independensi, tekanan


20

waktu, dan etika menunjukan hasil signifikan, yaitu kompetensi, independensi,

tekanan waktu, dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas

audit.

Indayani, Sujana dan Sulindawati (2015). Pengaruh Gender, Tingkat

Pendidikan Formal, Pengalaman Kerja Auditor Terhadap Kualitas Audit

(Studi Empiris Pada Kantor Inspektorat Kota Denpasar, Kabupaten Badung

dan Kabupaten Buleleng). Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh

gender, tingkat pendidikan formal auditor, pengalaman kerja auditor, dan

peran internal audit terhadap kualitas audit, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut. (1) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara

gender terhadap kualitas audit. (2) Terdapat pengaruh yang positif dan

signifikan antara tingkat pendidikan formal auditor terhadap kualitas audit.

(3) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pengalaman kerja

auditor terhadap kualitas audit.

M. PENGEMBANGAN HIPOTESIS

1. Pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit.

Kompetensi auditor adalah kemampuan auditor untuk

mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dalam

melakukan audit sehingga auditor dapat melakukan audit dengan teliti,

cermat dan obyektif. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa audit harus

dilaksanakan oleh orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis

cukup sebagai auditor. Tingginya pendidikan yang dimiliki oleh seorang


21

auditor, maka akan semakin luas juga pengetahuan yang dimiliki oleh

auditor. Selain itu penglaaman yang banyak akan membuat auditor lebih

mudah dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi dalam melakukan audit.

Menurut Halim (2009) dalam Kurnia, Khosiyah dan Sofie (2014)

menyatakan standar pertama menuntut kompetensi teknis seorang auditor

yang melaksanakan audit. Kompetensi ini ditentukan oleh tiga faktor

yaitu: 1) pendidikan formal dalam bidang akuntansi di suatu perguruan

tinggi termasuk ujian profesi auditor, 2) pelatihan yang bersifat praktis dan

pengalaman dalam bidang auditing, 3) pendidikan profesional yang

berkelanjutan selama menekuni karir auditor profesional.

Muliani dan Rangga (2010) dalam Kurnia, Khosiyah dan Sofie

(2014) mengatakan bahwa seseorang jika melakukan pekerjaan yang sama

secara terus menerus, maka akan menjadi lebih cepat dan lebih baik dalam

menyelesaikannya. Hal ini dikarenakan dia telah benar-benar memahami

teknik atau cara menyelesaikannya, serta telah banyak mengalami berbagai

hambatan-hambatan atau kesalahan-kesalahan dalam pekerjaannya

tersebut, sehingga dapat lebih cermat dan berhati-hati menyelesaikannya.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai

berikut :

H1 : Terdapat pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit.

2. Pengaruh independensi terhadap kualitas audit.

Independensi merupakan sikap auditor yang tidak memihak, tidak

mempunyai kepentingan pribadi, dan tidak mudah dipengaruhi oleh pihak-


22

pihak yang berkepentingan dalam memberikan pendapat. Independensi

auditor merupakan salah satu faktor yang penting untuk menghasilkan

audit yang berkualitas. Adapun tingkat independensi merupakan faktor

yang menentukan dari kualitas audit, hal ini dapat dipahami karena jika

auditor benar-benar independen maka akan tidak terpengaruh oleh

kliennya. Auditor akan dengan leluasa melakukan tugas-tugas auditnya.

Namun jika tidak memiliki independensi terutama jika mendapat tekanan-

tekanan dari pihak klien maka kualitas audit yang dihasilkannya juga tidak

maksimal (Elfarini, 2007) dalam Kurnia, Komsiyah dan Sofie, (2014)

Penelitian Mayangsari (2003) dalam Badjuri (2011) menyimpulkan

dari hasil penelitan ANOVA Post Hoc (Uji Benferroni) menunjukkan

dengan jelas yang menyebabkan perbedaan pendapat adalah faktor

independensi. Auditor yang independen memberikan pendapat yang lebih

tepat dibanding auditor yang tidak independen. Dalam penelitian tersebut,

pendapat auditor yang independen dapat lebih dipercaya oleh pemakai

laporan keuangan di banding yang tidak independen sehingga dapat

mempengaruhi kualitas audit itu sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai

berikut :

H2 : Terdapat pengaruh independensi terhadap kualitas audit.

3. Pengaruh profesionalisme terhadap kualitas audit.

Menurut Yendrawati (2008:76) dalam Bustami (2013)

profesionalisme adalah konsep untuk mengukur bagaimana para


23

profesional memandang profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan

perilaku mereka. Untuk mengukur tingkat profesionalisme bukan hanya

dibutuhkan suatu indikator yang menyebutkan bahwa seorang dikatakan

profesional. Tetapi juga dibutuhkan faktor-faktor eksternal seperti

bagaimana seseorang berperilaku dalam menjalankan tugasnya. Sehingga

ada sebuah gambaran yang menyebutkan bahwa perilaku profesional

adalah cerminan sikap profesionalisme.

Alasan diberlakukannya perilaku profesional yang tinggi pada

setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas

jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan perorangan. Bagi

seorang auditor, penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan

keuangan akan kualitas auditnya. Jika pemakai jasa tidak memiliki

keyakinan pada auditor, kemampuan para profesional itu untuk

memberikan jasa kepada klien dan masyarakat secara efektif akan

berkurang. (Kusuma, 2012)

Untuk menjalankan tugas secara profesional, seorang auditor harus

membuat perencanaan sebelum melakukan proses pengauditan laporan

keuangan, termasuk penentuan tingkat materialitas. Seorang akuntan

publik yang profesional, akan mempertimbangkan material atau tidaknya

informasi dengan tepat, karena hal ini berhubungan dengan jenis pendapat

yang akan diberikan. Jadi, semakin profesional seorang auditor, maka

Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam laporan keuangan akan semakin

tepat.
24

Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai

berikut :

H3 : Terdapat pengaruh profesionalisme terhadap kualitas audit.

4. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas audit

Faktor sumber daya manusia instansi pemerintahan khususnya di

Inspektorat merupakan salah satu hal penting yang akan menunjang

kualitas audit yang berkualitas. Faktor sumber daya manusia yang

mempengaruhi kualitas audit seorang auditor adalah tingkat pendidikan

formal auditor. Tingkat pendidikan merupakan adalah satu faktor yang

sangat penting dalam menunjang kompetensi seorang auditor dalam

melaksanakan tugasnya. Dengan memiliki pendidikan yang baik dapat

meningkatkan sumber daya manusia dan akan berpengaruh pada hasil

audit.

Pencapaian pendidikan pada auditor dapat meningkatkan kualitas

dari audit pemerintahan, serta pencapaian pendidikan menjamin kualitas

tenaga kerja. Dengan memiliki pendidikan yang baik dapat meningkatkan

sumber daya manusia dan akan berpengaruh pada hasil audit. Cheng et al.

(2009) dalam Pebryanto (2013) menyarankan bahwa capaian pendidikan

pada auditor dapat meningkatkan kualitas dari audit pemerintahan, serta

pencapaian pendidikan menjamin kualitas tenaga kerja.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai

berikut :

H4 : Terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas audit.


25

5. Pengaruh pengalaman terhadap kualitas audit.

Pengalaman kerja erat kaitannya dengan lama masa kerja dan

banyaknya pemeriksaan yang dilakukan auditor. Semakin lama masa kerja

sebagai auditor maka akan mempengaruhi dalam profesionalitasnya.

Pengalaman merupakan salah satu sumber peningkatan keahlian auditor

yang dapat berasal dari pengalaman-pengalaman dalam bidang audit dan

akuntansi. Pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui proses yang

bertahap, contohnya: pelaksanaan tugas-tugas pemeriksaan, pelatihan

ataupun kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan keahlian

auditor. Selain itu, pengalaman juga mempunyai arti penting dalam upaya

perkembangan tingkah laku dan sikap seorang auditor. Pengalaman yang

diperoleh auditor menunjukkan dampak bagi penambahan tingkah laku

yang dapat diwujudkan melalui keahlian yang dimiliki untuk lebih

mempunyai kecakapan yang matang. Pengalaman-pengalaman yang

didapat auditor, memungkinkan berkembangnya potensi yang dimiliki

oleh auditor melalui proses yang dapat dipelajari. (Indayani, Sujana dan

Sulindawati, 2015)

Berdasarkan uraian tersebut peneliti mengajukan hipotesis sebagai

berikut :

H5 : Terdapat pengaruh pengalaman kerja terhadap kualitas audit.

Anda mungkin juga menyukai