Anda di halaman 1dari 6

BORANG UKM PUSKESMAS DOKTER INTERNSIP

Pelayanan Promosi Kesehatan

Pelayanan Promosi Kesehatan 1

Tanggal Kegiatan 05 Desember 2022

Tema Penyuluhan Penyuluhan Imunisasi

Judul Laporan Kegiatan Penyuluhan Pentingnya ImunisasiTetanus

Latar Belakang Program imunisasi merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian dari penyakit khususnya pada balita
yang mana dapat meningkatkan kekebalan secara aktif terhadap suatu penyakit. Tujuan
jangka pendek diberikannya imunisasi yaitu pencegahan penyakit secara perorangan dan
kelompok sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah eliminasi suatu penyakit.

Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) adalah toksin kuman tetanus yang telah
dilemahkan dan dimurnikan yang diberikan pada bayi, anak dan ibu sebagai usaha
memberikan perlindungan terhadap penyakit tetanus (Rinaldi, 2016). Tetanus Neonatal bisa
dicegah dengan mengimunisasi Wanita Usia Subur (WUS), baik saat hamil maupun diluar
kehamilan, yang akan memproteksi ibu dan bayi melalui transfer antibody tetanus ke bayi
(Proverawati, 2010). Berdasarkan laporan Analisis Uji Coba di Indonesia pada tahun 2015
yang disusun oleh WHO (World Health Organization) yang bekerja sama dengan
Deperteman Kesehatan Republik Indonesia, tetanus masih merupakan penyebab utama
kematian dan kesakitan maternal dan neonatal. Kematian akibat tetanus di negara
berkembang lebih tinggi dibandingkan Negara maju (Suryati, 2015).

Sebagai upaya mengendalikan infeksi tetanus yang merupakan salah satu faktor
risiko kematian ibu dan kematian bayi, maka dilaksanakan program imunisasi Tetanus
Toksoid (TT) bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi mengamanatkan bahwa wanita
usia subur dan ibu hamil merupakan salah satu kelompok populasi yang menjadi sasaran
imunisasi lanjutan. Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu
melakukan pelayanan antenatal. Imunisasi TT pada WUS diberikan sebanyak 5 dosis
dengan interval tertentu, dimulai sebelum dan atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan
seumur hidup (Depkes RI, 2016). Di Indonesia 9,8% (18.032) dari 184 ribu kelahiran bayi
menghadapi kematian karena cakupan imunisasi Tetanus Toksoid yang rendah (Depkes RI,
2016).

Imunisasi dilakukan dengan maksud untuk menurunkan angka mortalitas dan


morbiditas yang merupakan salah satu program dari puskesmas. Bila ibu hamil tidak
mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) dapat menyebabkan bayi rentan terhadap
penyakit Tetanus Toksoid Neonatorum. Sosialisasi imunisasi TT perlu dilakukan mengingat
masih banyak ibu hamil yang belum mengetahui manfaat imunisasi TT bagi ibu itu sendiri
dan bayi yang dikandungnya dan berapa kali pemberian imunisasi TT serta jarak antara
pemberian imunisasi TT1 dan TT2 (Suryati, 2015).

Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk melindungi terhadap
penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) sampai usia anak sekolah.
Hal ini disebabkan karena sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi penurunan
terhadap tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi. Oleh sebab itu,

MUHAMMAD RIZKI RAMADANA


pemerintah menyelenggarakan imunisasi ulangan pada anak usia sekolah dasar atau
sederajat (MI/SDLB) yang pelaksanaannya serentak di Indonesia dengan nama Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Penyelenggaraan BIAS ini berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 dan mengacu pada himbauan
UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal
dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang (insiden dibawah 1 per 1.000
kelahiran hidup dalam satu tahun). BIAS adalah salah satu bentuk kegiatan operasional dari
imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya
dengan sasaran seluruh anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) atau sederajat (MI/SDLB) kelas
1, 2, dan 5 di seluruh Indonesia. Imunisasi lanjutan sendiri adalah imunisasi ulangan yang
ditujukan untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang perlindungan atau
memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi yang diberikan berupa vaksin Difteri
Tetanus (DT) dan Vaksin Campak Rubella  untuk anak kelas 1 SD atau sederajat
(MI/SDLB) serta vaksin Tetanus Difteri (TD) pada anak kelas 2 dan kelas 5  SD atau
sederajat (MI/SDLB).

Pelaksanaan penyuluhan Pentingnya Imunisasi Tetanus dilaksanakan di SD Negeri


02 Lut Tawar di Desa Toweren Uken pada pukul 09.00 - selesai di ruang Dewan Guru yang
dihadiri oleh siswa/siswi dan Dewan Guru berjumlah 20 peserta.

Pada penyuluhan ini menggunakan metode ceramah sebagai metode informasi


kepada peserta penyuluhan. Pada penyuluhan dijelaskan mengenai pentingnya imunisasi
Tetanus dan tujuan dari pemberian Imunisasi Tetanus. Peserta kemudian diberikan
kesempatan untuk bertanya setelah presentasi selesai untuk mengetahui pengetahuan peserta
tentang informasi yang telah diberikan.

Monitoring dan Evaluasi

Pertanyaan:
Gambaran Pelaksanaan
1. Pada keadaan bagaimana saja anak yang tidak boleh di Imunisasi Tetanus?
2. Jika anak mengalami demam setelah pasca pemberian Imunisasi Tetanus
bagaimana?
Jawaban:

1. Untuk pemberian Imunisasi TT pada anak ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya anak tidak boleh sedang demam tinggi, adanya riwayat
alergi Imunisasi TT sebelumnya, dan anak yang sedang mengalami penyakit tetanus
akut.
2. Jika terjadi deman setelah beberapa saat pemberian Imunisasi TT pada anak, maka
segera bawa ke Fasiltas atau Tenaga Kesehatan terdekat guna dilakukan
pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

MUHAMMAD RIZKI RAMADANA


BORANG UKM PUSKESMAS DOKTER INTERNSIP

Pelayanan Promosi Kesehatan

Pelayanan Promosi Kesehatan 2

Tanggal Kegiatan 05 Desember 2022

Tema Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Judul Laporan Kegiatan Cegah Cacingan Pada Anak dengan PHBS yang baik dan benar

Latar Belakang Cacing adalah salah satu hewan yang menyebabkan suatu penyakit, diIndonesia
cukup banyak jumlah penyakit cacingan yang terjadi pada anak-anak sekolah dasar.
Cacing biasanya masuk ketubuh manusia melalui pori-pori kulit.Berbagai jenis
cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakatdan sering dijumpai
baik di kota maupun di desa di Indonesia, seperti cacing gelang(Ascaris
Lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris Trichiura) dan cacing
tambang(Hookworm) yang dapat mengakibatkan anemia, gangguan gizi,
gangguanpertumbuhan dan gangguan kecerdasan (Hairani et al., 2014). Infeksi
cacing yangditularkan melalui tanah/ Soil Transmitted Helminth (STH) adalah salah
satu infeksiyang paling umum di seluruh dunia dan mempengaruhi komunitas
tertinggal dengankondisi sanitasi yang buruk (Prastiono & Hardono, 2016).

Infeksi cacing usus ditularkan melalui tanah yang tercemar telur cacing,tempat
tinggal yang tidak saniter dan cara hidup yang tidak bersih merupakanmasalah
kesehatan masyarakat di pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan diIndonesia.
Tinggi rendahnya frekuensi kecacingan berhubungan dengan kebersihanpribadi dan
sanitasi lingkungan. Kerugian yang disebabkan karena keberadaan cacingusus
cukup relevan untuk diperhatikan berkaitan dengan pengembangan kualitas
sumber daya manusia. Satu ekor cacing Ascaris dapat menyebabkan
kehilangankarbohidrat sebanyak 0,14 gr/hari dan protein 0,035 gr/hari (Fadhila,
2016).

Berdasarkan data terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),


sekitar 1,5 miliar orang atau sekitar 24% dari total populasi dunia menderitainfeksi
cacingan, dan pada umumnya menyerang anak-anak usia sekolah ditahun 2015.
Data WHO juga menunjukkan, lebih dari 270 juta anak usia prasekolah dan lebih
dari 600 anak usia sekolah tinggal di area dengan sanitasi yang tidak bersih, di mana
cacing dapat berkembang biak dengancepat. Data dari Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan LingkunganKementrian Kesehatan menunjukkan rata-rata prevalensi
cacingan diIndonesia mencapai 28,12%.

Golongan anak sekolah dasar merupakan kelompok usia yangrentanterhadap


infeksi cacing. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan bermaindengan tidak memakai
sandal atau sepatu atau(alas kaki) pada anak yangtidak diperhatikan.Cacing sebagai
hewan parasit tidak saja mengambil zat-zatgizi dalam usus anak, tetapi juga merusak
dinding usus, sehinggamengganggu penyerapan zat-zat gizi tersebut. Anak-anak
yang terinfeksi
cacing biasanya mengalami lesu, pucat/anemia, berat badan menurun,
tidakbergairah, konsentrasi belajar kurang, kadang disertai batuk-batuk dan
diare.Meskipun penyakit cacing usus tidak mematikan, tetapi
menggerogotikesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi
dan kesehatan masyarakat.

Solusi pemberantasan cacingan adalah memperbaiki higiene dansanitasi


lingkungan. Misalnya tidak jajan di sembarang tempat, apalagijajanan yang terbuka.
Biasakan pula mencuci tangan sebelum makan, bukanhanya sesudah makan.
Dengan demikian, rantai penularan cacingan bisa diputus (Silitonga, 2008). Cara
pencegahan cacingan yang dapat dilakukanadalah dengan menerapka PHBS tetap
memakai sepatu atau sendal atau(alas kaki) ketika masuk kelas,siswa dianjurkan
MUHAMMAD RIZKI RAMADANA
untuk tidak bermain tanah, melakukan pemeriksaanpersonal hygiene teratur
seminggu sekali terutama kebersihan kuku.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan perilaku yangdilakukan atas
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikanseseorang, keluarga,
kelompok atau masyarakat mampu secara mandirimenolong dirinya sendiri dalam
bidang kesehatan serta mampu berperanaktif untuk mewujudkan kesehatan di
masyarakat (Kemenkes RI, 2011).

Pelaksanaan kegiatan dilakukan di MIN 4 Aceh Tengah dengan jumlah Peserta 15 orang

Penyuluhan dilakukan di dalam ruangan kelas sekolah pada hari Senin, 05 Desember 2022
dengan topik Cegah Cacingan Pada Anak dengan PHBS yang baik dan benar.

Diskusi:

1. Pertanyaan: Apakah penyakit cacingan bisa menular? Dan biasanya lewat mana
saja penularannya?
Gambaran Pelaksanaan Jawaban:Ya penyakit cacingan dapat menular. Adapun penularannya memalui tanah
salah satunya, maka kita harus menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Buang air besar di jamban, memakai alas kaki bila keluar rumah, cuci tangan dengan
menggunakan sabun, dan menjaga kebersihan makanan.
Kesimpulan:

Promosi kesehatan tentang Cegah Cacingan Pada Anak dengan menerapkan PHBS telah
dilakukan, peserta penuh perhatian selama sosialisasi aktif berdiskusi dan setelah sosialisi
peserta memahami pentingnya penerapan PHBS untuk mencegah cacingan.

BORANG UKM PUSKESMAS DOKTER INTERNSIP

MUHAMMAD RIZKI RAMADANA


Pelayanan Promosi Kesehatan

Pelayanan Promosi Kesehatan 3

Tanggal Kegiatan 10 Desember 2022

Tema Penyuluhan Penyuluhan Gizi

Judul Laporan Kegiatan Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian Makanan Pendamping ASI terlalu dini dapat mengakibatkan


ganngguan sistem pencernaan dan masih sering terjadi di masyarakat. Fakta yang masih
sering di temui di masyarakat adalah masih banyak praktik pemberian makanan
pendamping ASI (MPASI) bagi bayi yang berumur kurang dari enam bulan, pemberian
MPASI ini secara bertahap sehingga saluran pencernaan bayi akan beradaptasi dengan
jenis makanan yang semula cair, lunak, lumat, padat. Pemberian makanan pendamping
ASI sebelum anak berumur 6 bulan dapat mengakibatkan resiko penyakit
Diare.Berdasarkan pernyataan kejadian tersebut pemberian MPASI terlalu dini dapat
mengakibatkan gangguan sistem pencernaan pada bayi.

Pemberian MPASI yang dini diawa 6 bulan juga masih terjadi di beberapa
provinsi di Indonesia. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
Latar Belakang
tahun 2011 bayi usia 0-6 bulan telah diberikan MPASI sebesar 32,2%, sedangkan bayi
yang berusia 0-5 bulan telah diberikan MPASI sebesar 44,7%. Dari data tersebut bisa
dibuktikan bahwa Indonesia juga masih kurangnya pemberian MPASI pada waktu yang
tepat, sehingga masalah gizi masih perlu diperhatikan.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menanggulangi


permasalahan gizi khususnya pada anak yaitu 1000 HPK merupakan masa penting yang
jika terjadi kesalahan gizi hari ini akan mempengaruhi permasalahan di usia berikutnya.
Salah satu upaya pemerintah yaitu program perbaikan gizi bertujuan untuk
meningkatkan jumlah dan mutu pemberian MPASI pada bayi dan anak usia 6-24 bulan
dari keluarga.Upaya- upaya tersebut dilakukan dengan tujuan untuk perbaikan dalam
pemberian MPASI.

Gambaran Pelaksanaan Pelaksanaan penyuluhan Pemberian MPASI dilaksanakan di Posyandu di Desa


Toweren Uken pada pukul 09.00 - selesai di ruang Polindes Desa yang dihadiri oleh
ibu / orang tua yang mempunyai balita berjumlah 14 peserta.

Pada penyuluhan ini menggunakan metode ceramah sebagai metode informasi


kepada peserta penyuluhan. Pada penyuluhan dijelaskan mengenai praktik pemberian
makan pada anak dimulai dari ASI eksklusif dan MPASI. Peserta kemudian diberikan
kesempatan untuk bertanya setelah presentasi selesai untuk mengetahui pengetahuan
peserta tentang informasi yang telah diberikan.

Monitoring dan Evaluasi

Pertanyaan:

1. Kapan waktu yang tepat untuk pemberian MPASI?


2. Apa saja jenis makanan pertama untuk MPASI?

Jawaban:

MUHAMMAD RIZKI RAMADANA


1. Pemberian MPASI yang disarankan ialah sejam setalah baru selesai menyusui
karena akan lebih efektif dalam penyerapannya.
2. MPASI dimulai dengan pemberian makanan mengandung zat gula atau
karbohidrat seperti kentang, labu kemudian ditambahkan protein hewani seperti ayam
ikan ataupun daging sapi.

MUHAMMAD RIZKI RAMADANA

Anda mungkin juga menyukai