DAN
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS ASMA BRONKIALE
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
TUGAS MINGGU KE 1
OLEH
MADE SUARDIANA
NIM : 2022207209350
2. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu:
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-
faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu
binatang, obat- obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora
jamur. Asma ekstrinsik sering
B. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos
bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang
umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga
terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
C. MANIFESTASI KLINIK
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,
gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi
(whezing),
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan sputum
2. Pemeriksaan darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu
infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig
E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-
paru yakni
F. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Staus asmatikus
2. Atelektasis
3. Hypoksia
4. Pneumo thorak
5. Empisema
6. Depormitas
7. Gagal nafas
A. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat
mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya
mengenai
A.
PENGKAJIAN PRIMER
Circulation. Yang kita dapatkan pada pengkajian sirkulasi ini adalah adanya hipotensi,
diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat
kesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm.
B. PENGKAJIAN SEKUNDER
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah
sebagai berikut: 1. Riwayat kesehatan yang lalu:
- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
- Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor
lingkungan.
- Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2. Aktivitas
4. Sirkulasi
- Adanya peningkatan tekanan darah.
- Adanya peningkatan frekuensi jantung.
- Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
- Kemerahan atau berkeringat.
5. Integritas ego
- Ansietas
- Ketakutan
Peka rangsangan
- Gelisah
6. Asupan nutrisi
7. Hubungan sosal
- Keterbatasan mobilitas fisik.
- Susah bicara atau bicara terbata-bata.
- Adanya ketergantungan pada orang lain.
8. Seksualitas
- Penurunan libido
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Tujuan: Dalam asuhan keperawatan 1 x 30 menit, Jalan nafas
kembali efektif Kriteria Hasil:
Sesak berkurang
Batuk berkurang
produksi mukosa.
Diagnosa 2: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi
paru.
Tujuan : Dalam asuhan keperawatan 1 x 30 menit, pola nafas
klien kembali efektif
Kriteria Hasil:
Pola nafas efektif dengan perbandingan inspirasi dan ekspirasi 1 :
2
Bunyi nafas normal atau bersih
produksi mukosa.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas Ronkhi dan
mengi menyertai obstruksi jalan nafas
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi Memungkinkan ekspansi
paru dan memudahkan pernafasan
Kolaborasi pemberian oksigen tambahan Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas
Kolaborasi pemberian obat
Bronkodilator golongan B2, Nebulizer (via inhalasi) dg golongan
0,75 mg.
Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area
bronkus
yg mengalamin spasme shg lebih cepat berdilatasi
cairan/udara.
Kolaborasi:
d. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil
AGDA dan toleransi pasien.
-
.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASMA
BRONCHIALE
KONSEP TEORI
A. Definisi
Asma bronkial merupakan inflamasi kronik jalan nafas yang
melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah
hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan napas,
dan gejala pernafasan (mengi dan sesak). Obstruksi jalan nafas
umumnya bersifat reversibel tergantung berat dan lamanya penyakit.
(Kapita Selekta Kedokteran, 1999)
B. Etiologi
Asma selalu dihubungkan dengan bronko spasme yang
reversibel dan sebagai faktor pencetus adalah : 1. Alergi
2. Infeksi dan iritasi
3. Ketidakseimbangan saraf otonom 4.
Perubahan lingkungan dan suhu
C. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan
Kelemahan
Suplai O2 turun
Intoleransi
Ischemic
aktivitas
Hiperventilasi Tidak
Hipoksemia
F. Penatalaksanaan
Tujuan terapi asma yaitu :
1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma 2.
Mencegah kekambuhan
3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankanny
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk
melakukan exercise
5. Menghindari efek samping obat asma
6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel
Penatalaksanaan Therapi :
1. Oksigen 4 – 6 liter/menit
Takikardia
Gelisah/perubahan mental
Hipoksia
2. Bersihan jalan nafas, tak efektif
Dispnea, sianosis
Sputum
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
- BB stabil
- Berat jenis urine dalam batas normal (1,010 –
1,025)
Intervensi dan rasional :
f. Kolaborasi :
- Pantau BJ urine
R/ : Indikator kekurangan cairan bila BJ urine meningkat
Tujuan :
Kriteria hasil :
Asma adalah suatu penyakit paru dengan tand-tanda khas berupa manifestasi berupa
penyumbatan (obstruksi) saluran pernafasa yang dapat pulih kembali baik secara spontan
maupun dengan pengobatan, keradangan saluran
pernafasan, peningkatan kepekaan yang berlebihan dari saluran pernafasan terhadap berbagai
rangsangan (Alsagaaf Hood, 2005).
Asma bronchiale adalah suatu penyakit paru dengan tand-tanda khas berupa manifestasi
berupa penyumbatan (obstruksi) saluran pernafasa yang dapat pulih kembali baik secara spontan
maupun dengan pengobatan, keradangan saluran
pernafasan, peningkatan kepekaan yang berlebihan dari saluran pernafasan terhadap berbagai
rangsangan (Alsagaaf Hood, 2005).
Asma bronchiale adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri
1.2 Kalsifikasi
Menurut Konthen, P.G, dkk dalam buku pedoman diagnosis dan terapi Konthen, P.G,
dkk (2008; 53) asma dibagi menjadi 4 derajat yaitu:
1) Derajat I: intermitten
(1) Gejala muncul kurang dari sekali dalam satu minggu (2)
Kekambuhan berlangsung singkat
(3) Serangan atau gejala asma pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
(4) FEV2 ( Force Expiratory Volume dalam 2 detik) > 80% prediksi atau PEF ( Peak
Expiratory Flow) > 80% nilai terbaik penderita
(5) Variabilitas PEEF atau FEV1 < 20%
2) Derajat II: persisten ringan
(1) Gejala muncul > 1 kali dalam seminggu, tetapi tidak setiap hari
(2) Kekambuhan mengganggu aktivitas sehari-hari dan mengganggu tidur
(3) Serangan atau gejala asma pada malam hari > 2 kali dalam sebulan (4)
FEV1 > 80% prediksi atau PEEF > 80% nilai terbaik penderita
(5) Variabilitas PEF atau FEV, 20-30%
3) Derajat III: persisten sedang
(1) Gejala muncul setiap hari
(2) Kekambuhan mengganggu aktivitas sehari-hari dan mengganggu tidur (3)
Serangan atau gejala asma pada malam hari > 1 x dalam seminggu (4) FEV1 60-
80% prediksi atau PEF 60-80% nilai terbaik penderita
(5) Variabilitas PEEF atau FEV1 >30%
1.3 Etiologi
Penyebab terjadinya asma menurut Kowalak (2011), Konthen, P.G, dkk
Kemudian dari fisik: cuaca dingin, perubahan temperature atau kelembapan, tertawa,
faktor genetik, emosional; takut, cemas, dan tegang, perubahan endokrin.
1.4 Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:611), patologi dari asma adalah:
Asma terjadi karena adanya penyempitan pada jalan nafas dan hipereaktif
bronkus terhadap bahan iritasi, alergen, atau stimulus lain. Dengan adanya bahan iritasi atau
allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin
E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di muculkan
pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan
pengeluaran histamine, bradikinin, anafilaktosin. Mediator tersebut akan menyebabkan
kontraksi otot polos yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, oedema
mukosa,sekresi mukus meningkat sehingga produksi sekret meningkat.
Respon asma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate/ segera yang
ditandai dengan bronkokonstriksi dalam 1-2 jam (puncaknya dalam 30 menit). Dalam
beberapa menit dari paparan alergen, ditemukan degranulasi sel mast bersamaan dengan
pelepasan mediator inflamasi, termasuk histamin,
prostaglandin D2, dan leukotrien C4. Zat ini menyebabkan kontraksi otot pada saluran
pernafasan serta peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi lendir, dan aktivasi refleks saraf.
Respon asma dini ditandai dengan bronkokonstriksi yang umumnya responsif terhadap
bronkodilator, seperti agen beta2-agonis. Tahap delayed dimana brokokontriksi dapat
berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama dan menghilang dalam 12-24
jam, tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa
minggu atau bulan. Pelepasan mediator inflamasi bilangan molekul adhesi pada epitel saluran
napas dan endotelium kapiler, yang kemudian memungkinkan sel-sel inflamasi, seperti
eosinofil, neutrofil, dan basofil, untuk melampirkan epitel dan endotelium dan kemudian
bermigrasi ke dalam jaringan jalan napas. Eosinofil melepaskan eosinophilic cationic
protein (ECP) dan protein dasar utama (MBP). Kedua ECP dan MBP menginduksi
deskuamasi epitel saluran napas dan mengekspos ujung
saraf. Interaksi ini mempromosikan hyperresponsiveness napas pada asma lebih lanjut. Hal ini
dapat terjadi pada individu dengan eksaserbasi asma ringan. Selama serangan asthmatik,
bronkiolus menjadi meradang dan peningkatan sekresi
mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak dan obstruksi sehingga
ventilasi tidak adekuat terjadi penurunan P02 (hipoxia). Selama serangan
astma , CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan
menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea dan dapat menimbulkan distress nafas
(Constantine, 2012).
Parameter Klinis,
Fungsi paru, Ringan Sedang Berat Ancaman henti
Laboratorium nafas
Sesak timbul Berjalan Berbicara Istirahat Bayi:
pada saat Bayi: Bayi : tidak mau
(breathless) menangis - Tangis makan/minum
keras pendek dan
lemah
- Kesulitan
makan/
minum
Bicara Kalimat Penggal Kata-kata
kalimat
Posisi Bisa berbaring Lebih suka Duduk
duduk bertopang
Kesadaran Mungkin l en g
iritable Biasanya B i a s Bingung dan
iritable anya mengantuk
iritable
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata/jelas
Mengi Sedang, sering Nyaring, Sangat Sulit/tidak
(whezzing) hanya pada sepanjang nyaring, terdengar
akhir ekspirasi ekspirasi, ± terdengar
inspirasi tanpa
stetoskop
Sesak nafas Minimal Sedang Berat
Obat bantu nafas Biasanya tidak Biasanya ya ya Gerakan
paradoktorako-
abdominal
Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam, Dangkal/ hilang
retraksi ditambah ditambah nafas
interkostal retraksi cuping hidung
suprasternal
Laju nafas Meningkat Meningkat Meningkat
Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pulsus Tidak ada Ada Ada Tidak ada, tanda
paradoksus < 10 mmHg 10-20 mmHg > 20mmHg kelelahan otot
nafas
PEFR atau > 60% >80% <40%
PEV1 40-60% 60-80% <60%
- Pra Respons <2
bronkodilator jam
- Pasca
bronkodilator
SaO2 >95% 91-95% ≤90%
PaO2 Normal >60 mmHg <60 mmHg
b i ia s a n y a t id a k
pp e r lu d i p e r ik s a
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum dianggap
bermakna bila menimbulkan penurunan PEF 10 % atau lebih.
3) Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Analisa Gas Darah
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea,
dan asidosis respiratorik
(2) Sputum
Adanya badan kreola adalah karekteristik untuk serangan asma berat, karena
reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk
melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
beberapa antibiotik.
(3) Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intriksik
maupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal
3
antara 100-200/mm .
(4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yag lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT
dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
5) Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya normal, tetapi
prosedur ini tetap harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses
patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis.
1.7 Penatalaksanaan
1) Edukasi penderita
Penderita dan keluarga harus mendapatkan informasi dna pelatihan agar dapat
mencapai kendali asma semaksimal mungkin. Diharapkan penderita dan keluarga dapat
membina hubungan yang kooperatif dengan tingkat kepatuhan yang tinggi. Pasien
diinstruksikan untuk segera melapor apabila terdapat tanda- tanda dan gejala yang
menyulitkan, seperti bangun saat malam hari dengan serangan akut, tidak mendapatkan
peredaan komplit dari penggunaan inhaler, atau mengalami infeksi pernafasa. Hidrasi adekuat
harus dipertahankan di rumah untuk menjaga sekresi agar tidka mengental (Konthen, P.G,
2008: 55).
Kekambuhan asma seringkali dipicu oleh beberapa macam alergen, polutan, makanan, obat-
obatan, atau infeksi saluran nafas. Menghindari faktor-faktor
pencetus dapat mengurangi frekuensi kekambuhan, meningkatkan kendali asma, dan
mengurangi kebutuhan obat-obatan (Konthen, P.G, 2008: 55).
3) Terapi Medikamentosa
Terapi ditentukan berdasarkan derajat asma. Secara umum terapi medikamentoda untuk
asma dikelompokkan menjadi obat-obat pelega (reliever) dan obat-obat pengendali
(controller). Setelah kendali asma tercapai sekurangnya selama 3 bulan dapat dicoba untuk
mengurangi secara bertahap (step down) agar kendali asma dapat dicapai dengan terapi yang
minimal (Konthen, P.G, 2008: 55).
4) Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan pada pasien asma sebagai berikut:
Secara umum, terdapat dua jenis obat dalam penatalaksanaan asma, yaitu obat
pengendali (controller) dan pereda (reliever). Obat pengendali merupakan
profilaksis serangan yang diberikan tiap hari, ada atau tidak ada serangan/gejala, sedangkan
obat pereda adalah yang diberikan saat serangan. Terapi medikamentosa dapat diliat pada
gambar di bawah ini.
Dosis >3x<3x
1.8 Komplikasi
2. KONSEP KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas (Smeltzer, 2001) 1)
Usia dan jenis kelamin
Asma dapat terjadi pada sembarang usia; sekitar setengah dari kasus terjadi
Prevalensi asma lebih besar pada wanita setelah pubertas, dan mayoritas onset dewasa
kasus didiagnosis pada orang tua dari 40 tahun terjadi pada wanita.
2) Tempat tinggal
Terjadi pada seseorang, terutama mereka yang tinggal dipemukiman yang
padat tempat tinggalnya, lembab, polusi udara, berdebu, ada binatang peliharaan di rumah,
dan kurangnya ventilasi dari rumah. (Morris, 2012; Konthen. P. G, dkk, 2008).
3) Pekerjaan
Pegawai pabrik, dan pekerjaan yang berhubungan dengan asap dan polusi yang dapat
Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Stadium kedua ditandai
dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha
untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti dengan mengi (wheezing). Stadium
ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara
napas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak
teratur, irama napas meningkat karena afiksia (Muttaqin 2008).
Menurut Mutaqin (2008) Salah satu riwayat penyakit dahulu selain asma yaitu
pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Ada riwayat
alergi, ada riwayat sakit asma, timbul pada waktu / musim tertentu (Konthen, P.G, 2008;
Smeltzer, 2001).
3) Riwayat penyakit keluarga
Menurut teori Mutaqim (2008) riwayat penyakit keluarga didapatkan adanya anggota
keluarga yang mempunyai riwayat penyakit asma, pneumonia, TBC, influenza yang berulang.
4) Riwayat alergi
Menurut Smeltzer (2001: 611) pada pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai
riwayat keluarga yang alergik dan riwayat media masa lalu ekszem
dan rhinitis alergik . pemajanan terhadap alergen mencetuskan serangan asma. 5)
Riwayat Psikososialspiritual
Pasien sering mengalami kecemasan, takut, mudah tersinggung, interaksi sosial
terbatas, kurang pengetahuan terhadap kondisi penyakitnya, hubungan ketergantungan, kurang
sistem pendukung, kegagalan dukungan dari orang terdekat (Konthen, P.G, 2008; smeltzer,
2001; Doengoes, 2000).
untuk makan karena distress pernafasan, turgor kulit buruk (Doengoes, 2000).
3) Kebutuhan higiene perseorangan: penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
bantuan melakukan aktivitas sehari-hari (Doengoes, 2000).
4) Kebutuhan eliminasi/urine: cenderung normal (Smeltzer, 2001). 2.1.4
Pemeriksaan Fisik
1) Sistem pernapasan
Terjadi peningkatan usaha dan frekuensi napas yang cepat dan dangkal serta adanya
penggunaan otot bantu pernapasan. Inpeksi dada untuk melihat postur
3) Sistem persarafan
Pasien gelisah, bingung, pada asma yang berat pasien akan mengalami
penurunan kesadaran apakah composmetis, somnolen atau koma (Konthen, P.G, 2008;
Smeltzer, 2001; Muttaqin 2008)
4) Sistem perkemihan
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan, namun
1) PK: Hipoksia
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
2.3 Intervensi
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
Tujuan: pasien menunjukkan bersihan jalan nafas yang paten setelah dilakukan
perawatan dengan kriteria hasil:
berkurang
- Tidak terdengar suara nafas tambahan
(2) Beri posisi semi fowler (dilakukan dengan cara memodifikasi tempat
efektif
- Nebulizer
R/ Dengan nebulizer dapat mengencerkan sekresi kental dan dalam
- Obat-obat mukolitik
- O2
R/ O2 membantu pasien untuk pernapasan secara efektif
- Steroid
R/ bekerja melalui difusi pasif melalui membran sel yang berikatan dengan
protein reseptor di dalam sitoplasma. Kompleks reseptor hormon kemudian
masuk ke dalam nukleus mempengaruhi transkripsi sejumlah gen-gen target yang
menyebabkan penurunan sintesis molekul-molekul proinflamasi termasuk sitokin,
interleukin, molekul adhesi dan protease serta steroid membantu melawa edema
mukosa
bronchial.
- Bronchodilator sesuai yg ditentukan (agonis β-2 dan Xantin) R/Bronkhodilator
akan merelaksasi otot polos bronkial.
(3) Observasi RR, nadi, tanda hypoksia: gelisah, takhicardia, SpO2, suara nafas tambahan
R/ Deteksi efektitas jalan nafas dan adequatnya distribusi oksigen dalam tubuh.
- Oksigen
R/ oksigen akan meningkatkan konsentrasi oksigen alveoli dan oksigenasi arteri
untuk memperbaiki hipoksemia
- Tanda-tanda sianosis
pembentukan thrombus.
Tujuan: Pasien tidak mengalami cedera selama serangan asma dilakukan tidakan
keperawatan dengan criteria hasil :
- Tidak ada luka, memar
pasien
jatuh
(4) Batasi aktivitas
6) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan
Tujuan: pasien menunjukkan perbaikan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kriteria hasil:
pada pasien
(3) Berikan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering, jika mungkin
kombinasikan dengan makanan yang disukai anak.
R/ Makanan dalam jumlah sedikit namun sering akan menambah energi.
Makanan yang menarik dan disukai dapat meningkatkan selera makan.
(4) Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetic, pemeriksaan Albumin dan Hb
R/ Mengurangi gejala gastrointestinal dan perasaan tidak enak pada
(5) Observasi BB tiap minggu sekali dengan alat ukur yang sama.
bertahap
bertahap
penyakit.
(2) Jelaskan tentang tanda dan gejala yang perlu dilaporkan dan segera mendapatkan
penanganan
R/ keikutsertaan pasien dalam memonitor kesehatannya dan meningkatkan
tanggung jawab dalam pemeliharaan kondisi serta mencegah penyakit berulang.
Alsagaff, Hood dan Mukty, abdul (2005). Dasar-dasar ilmu Penyaki Paru. Surabaya:
Airlangga University Press
Carpenito, Lynda Juall, (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Alih bahasa : Yasmin Asih EGC: Jakarta.
Doenges.E Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC.
Konthen, P.G dkk (2008). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/ SMF Ilmu Penyakit
Dalam Edisi III. Surabaya : RSU dr. Soetomo
Kowalak, Jenifer P dkk (2001). Buku Ajar Patofisiologi. Alih Bahasa: Andry Hartono:
Editor Bahasa Indonesia Renata Kumalasari dkk. Jakarta: ECG.
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 2.
Alih Bahasa: Agung Waluyo. Jakarta: EGC.
Soemantri, Irman. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika