PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Penulisan
1. 5emenuhi persyaratan untuk menyelesaikan tugas di kepaniteraan klinik di Stase
Telinga, +idung, dan Tenggorok 4akultas 1edokteran Universitas 5ulawarman, 7umah
Sakit Umum Abdul Wahab Syahranie.
2. 5elatih kemampuan membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
tambahan, sehingga mampu memutuskan dan menangani tonsilitis kronik secara mandiri.
3. 5eningkatkan ilmu pengetahuan mengenai tonsil dan kelainannya berupa tonsilitis
kronik yang akan dibahas dalam referat ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid
akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.1
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotica. 2i garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkum valata. Tempat ini kadang-
kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat
penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus.1
0
Tonsil palatina berbentuk oval dengan panjang 2-3 cm. Tonsil tidak selalu mengisi
seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsilar.
Tonsil palatina terletak di lateral orofaring. Secara mikroskopik tonsil terdiri atas tiga
komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan
interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid). 1
Tonsila palatina berada dalam fossa tonsilaris. 4ossa tonsilaris adalah sebuah
resessus berbentuk segitiga pada dinding lateral orofaring diantara arcus palatoglossus di
depan dan arcus palatopharyngeus dibelakang.; &atas lateralnya adalah m.konstriktor
faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang
kecil yang dinamakan fossa supra tonsila. 4ossa ini berisi jaringan ikat dan biasanya
merupakan tempat nanah pecah keluar bila terjadi abses. 4ossa tonsila diliputi oleh fasia
yang merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang sebenarnya bukan
kapsul.1
<askularisasi
3
Tonsil mendapat darah dari arteri palatina asenden, cabang tonsillar dari arteri fasialis,
arteri faring asendens dan arteri lingualis dorsal. <ena-vena menembus m.constrictor
pharyngeus superior dan bergabung dengan vena palatine eksterna, vena pharyngealis, atau
vena facialis.;
Aliran 1elenjar *etah &ening
Aliran limfe pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodi limfoid profundi.
Nodus yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus, yang terletak di
bawah dan belakang angulus mandibula ; Aliran getah bening dari daerah tonsil akan
menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di
bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya
menuju duktus torasikus. 2
>nervasi
;
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke >X (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden nervus palatina. ;
7
limfosit &, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa >g *. Tonsil merupakan organ limfatik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi. Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan
bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit
T dengan antigen spesifik.@,B
Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak
pada kedua sisi belakang tenggorokan. 2alam keadaan normal tonsil membantu mencegah
terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap bakteri dan virus
yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun
untuk memproduksi antibodi untuk membantu melawan infeksi. 8okasi tonsil sangat
memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel
limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 — 1- tahun.@,B
Tonsilitis kronik adalah peradangan kronik tonsila palatina lebih dari 3 bulan
setelah serangan akut yang terjadi secara berulang-ulang. Terjadi perubahan histologi pada
tonsil dan terdapat jaringan fibrotik yang menyelimuti mikroabses serta dikelilingi oleh
sel- sel radang.0
Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tonsil
tampak sehat. Tetapi tidak jarang tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan
hiperemi rigan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan dapat
mengeluarkan detritus.7
2.2.2. E$idemiologi
@
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Tonsilitis yang disebabkan oleh
spesies Streptokokus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis virus
lebih sering terjadi pada anak-anak muda. 2,8 Data epidemiologi menunjukkan bahwa
penyakit tonsilitis kronik merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan
dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi Streptokokus group A
yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% pada usia 15-44
tahun, dan 0,6 % pada usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di
Skotlandia, usia tersering penderita tonsilitis kronik adalah kelompok umur 14-29 tahun,
yakni sebesar 50 % . Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita
tonsilitis kronik terbanyak sebesar 62 % pada kelompok usia 5-14 tahun. 9
2.2.3. Etiologi
Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak memerlukan pengobatan khusus
karena dapat ditangani sendiri oleh daya tahan tubuh. Penyebab paling banyak dari infeksi
virus adalah adenovirus, influenza A, dan herpes simpleks (pada remaja). Selain itu infeksi
virus juga termasuk infeksi oleh coxackie virus A, yang menyebabkan timbulnya vesikel
dan ulserasi pada tonsil. Epstein-Barr yang menyebabkan infeksi mononukleosis, dapat
menyebabkan pembesaran tonsil secara cepat sehingga mengakibatkan obstruksi jalan
napas yang akut.10
9
>nfeksi jamur seperti Candida sp tidak jarang terjadi khususnya di kalangan bayi
atau pada anak-anak dengan immunocompromised. 1-
2.2.&. Patofisiologi
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan
mengerut sehingga kripta akan melebar. Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh
dendritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi
kripta berupa eksudat berwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus
kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Sewaktu-
waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan imun yang
menurun.1
11
*ambar 7. *ambar Pembesaran TonsilA (A) T1 (&) T2 (C) T3 (2) T01-
• Histo$atologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan 1utluhan tahun 2--@ di Turki terhadap
0@- spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosis tonsilitis kronis dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu infiltrasi
limfosit ringan sampai sedang, adanya Ugra’s abses dan infitrasi limfosit yang difus.
1ombinasi ketiga hal tersebut dapat dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis
1ronis.3
12
2.2.8. Diagnosis
Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsilitis berulang
berupa nyeri tenggorok berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal ditenggorok, ada
rasa kering di tenggorok, napas berbau, dan obstruksi pada saluran cerna atau saluran
napas yang paling sering disebabkan oleh adenoid yang hipertofi. *ejala lain yang dapat
ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan adanya
pembesaran kelenjar limfa submandibular. 1,
2. 4aringitis
5erupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri,
alergi, trauma dan toksin. >nfeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan
yang hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat
menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut
karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibodi.
*ejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri tenggorok, sulit
menelan, dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan
tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. &eberapa hari kemudian
timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. 1elenjar limfa anterior membesar,
kenyal, dan nyeri pada penekanan.1
2.2.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk tonsilitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan
operatif.
1. 5edikamentosa
Terapi ini ditujukan pada keadaan higiene mulut dengan cara berkumur atau
obat isap, pemberian antibiotik, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau
oral.1 Pemberian antibiotika pada penderita Tonsilitis kronis eksaserbasi akut
cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan
mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat (jika bukan
disebabkan mononukleosis).12
10
2. Iperatif
Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi).
Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal. 13
>ndikasi absolut. >ndikasi tonsilektomi yang hampir absolut adalah berikut ini A
1.
Serangan tonsilitis berulang (0-3x/tahun) walaupun pemberian terapi adekuat.
2.
Tonsilitis carier misalnya tonsilitis difteri.
3.
+iperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.
0.
7iwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan
tonsilitis yang berulang.
3.
+ipertrofi tonsil / adenoid.
;.
Tonsilitis kronik menetap yang respon penatalaksanaan medisnya tidak berhasil
7.
Tonsilitis kronik yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten.1
1eputusan akhir untuk melakukan tonsilektomi tergantung pada kebijaksanaan
dokter yang merawat pasien. 5aka sebaiknya menyadari kenyataan bahwa tindakan ini
merupakan prosedur pembedahan mayor yang bahkan hari ini masih belum terbebas dari
komplikasi-komplikasi yang serius.
1ontraindikasi tonsilektomi
1.
>nfeksi pernapasan bagian atas yang berulang
2.
>nfeksi sistemis atau kronis
3.
2emam yang tidak diketahui penyebabnya
13
0.
Pembesaran tonsil tanpa gejala obstruksi
3.
7hinitis alergika
;.
Asma
7.
2iskrasia darah
@.
1etidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh
B.
Tonus otot yang lemah
1-.
Sinusitis 10
1omplikasi Tonsilektomi
1omplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat.
Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor
operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang
berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada
operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma
dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan
yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti
spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau
berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan
kauterisasi. &ila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan
tampon atau gelfoam kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. &ila masih juga
gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna.13
1omplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu
immediate, intermediate dan late complication.
Kom$likasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan
komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga
perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 20 jam pertama pasca bedah.
1eadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk
belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi.
Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan. ;
Perdarahan dan iritasi mukosa dapat dicegah dengan meletakkan ice collar dan
mengkonsumsi makanan lunak dan minuman dingin. ;
1;
Kom$likasi /ang terjadi kemudian (intermediate complication) dapat berupa perdarahan
sekunder, hematom dan edem uvula, infeksi, komplikasi paru dan otalgia. Perdarahan
sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 20 jam pasca bedah. Umumnya terjadi
pada hari ke 3-1-. Jarang terjadi dan penyebab tersering adalah infeksi serta trauma akibat
makananJ dapat juga oleh karena ikatan jahitan yang terlepas, jaringan granulasi yang
menutupi fosa tonsil terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah
di bawahnya terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang terjadi karena
umumnya berasal dari pembuluh darah permukaan. Cara penanganannya sama dengan
perdarahan primer.
Pada pengamatan pasca tonsilektomi, pada hari ke dua uvula mengalami edem. Nekrosis
uvula jarang terjadi, dan bila dijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral pembuluh darah
yang mendarahi uvula. 5eskipun jarang terjadi, komplikasi infeksi melalui bakteremia
dapat mengenai organ-organ lain seperti ginjal dan sendi atau mungkin dapat terjadi
endokarditis. *ejala otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari fosa tonsil, tetapi kadang-
kadang merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui tuba
Eustachius. Abses parafaring akibat tonsilektomi mungkin terjadi, karena secara anatomik
fosa tonsil berhubungan dengan ruang parafaring. 2engan kemajuan teknik anestesi,
komplikasi paru jarang terjadi dan ini biasanya akibat aspirasi darah atau potongan
jaringan tonsil.
Kom$likasi Lambat (Late complication) pasca tonsilektomi dapat berupa jaringan parut
di palatum mole. &ila berat, gerakan palatum terbatas dan menimbulkan rinolalia.
1omplikasi lain adalah adanya sisa jaringan tonsil. &ila sedikit umumnya tidak
menimbulkan gejala, tetapi bila cukup banyak dapat mengakibatkan tonsilitis akut atau
abses peritonsil.
1omplikasi tonsilektomi lainnya dapat berupa A
• Postoperative Airway Compromise A Jarang terjadi, biasanya disebabkan oleh
terlepasnya bekuan-bekuan, terlepasnya jaringan adenotonsilar, edema
oropharingeal, atau hematom retropharyngeal.
17
• 2ehidrasi
• Pulmonary Edema A 2isebabkan oleh pembebasan secara tiba-tiba jalan napas yang
obstruksi karena hipertropi adenotonsilar yang lama, mengakibatkan penurunan
mendadak tekanan intratorakal, peningkatan volume darah paru, dan peningkatan
tekanan hidrostatik yang dapat terjadi segera atau beberapa jam setelah
pembebasan jalan napas.
• Nasopharyngeal Stenosis A komplikasi yang jarang dari jaringan parut
• Aspiration Pneumonia A jarang terjadi, biasanya akibat aspirasi dari bekuan darah
2.2.11. Kom$likasi
Tonsilitis kronik dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. 1omplikasi jauh terjadi
secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis, myositis, nefritis,
uvetis iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis. 1
c. Abses Parafaringeal. >nfeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran
getah bening atau pembuluh darah. >nfeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus
paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
1@
d. Abses 7etrofaring 5erupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. &iasanya
terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 3 tahun karena ruang retrofaring masih berisi
kelenjar limfe.
e. 1ista Tonsil. Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan
fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan
berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
f. Tonsilolith (1alkulus dari tonsil). Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium
karbonat dalam jaringan tonsil yang membentuk bahan keras seperti kapur.
b.
*lomerulonefritis
c.
Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
d.
Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
e.
Artritis dan fibrositis. 3,@
2.2.12. Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
pengobatan suportif. 5enangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita
Tonsilitis lebih nyaman. &ila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika
tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila
penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. *ejala-gejala yang tetap
ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya,
infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang
jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau
pneumonia.;
1B
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesim$ulan
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk
strain bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-&arr, enterovirus,
dan virus herpes simplex. 4aktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan
yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Penatalaksanaan
tonsilitis kronik mencakup medikamentosa dan operatif. Tonsilitis memiliki prognosis
kesembuhan yang baik.
3.2 Saran
1. 2okter muda perlu terus mengembangkan kemampuan penegakan diagnosis tonsilitis
kronik berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisikJ hal ini dapat dilakukan
dengan mempelajari teori dan pelatihan keterampilan medis yang baik.
2-
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007. p212-25.
2. Udayan KS. Tonsillitis and peritonsillar Abscess. [online]. 2011. [cited, 2015
December 7]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/
3. Medical Disbility Advisor. Tonsillitis and Adenoiditis. [online]. 2011 [cited, 2015
December 8]. Available from URL: http://www.mdguidelines.com/tonsillitis-and-
adenoiditis/
4. John PC, William CS. Tonsillitis and Adenoid Infection. [online].2011 [cited, 2015
December 7]. Available from: URL: http://www.medicinenet.com
5. Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological, Histochimical and
Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis. Pdf.
6. Hansen JT. Head and Neck. NETTER'S CLINICAL ANATOMY. 2nd ed. USA:
Saunders, Elsevier 2010.
7. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:
ECG, 1997. p263-340
8. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2009. 2011.pdf
9. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy.
In: Head&Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition. 2006.
10. Indo Sakka, Raden Sedjawidada, Linda Kodrat, Sutji Pratiwi Rahardjo. Lapran
Penelitian : Kadar Imunoglobulin A Sekretori Pada Penderita Tonsilitis Kronik
Sebelum Dan Setelah Tonsilektomi. Pdf.
11. Ellen Kvestad, Kari Jorunn Kværner, Espen Røysamb, et all. Heritability of Reccurent
Tonsillitis. [online].2005.[cited, 2015 December 7]. Available from: URL: http://www.
Archotolaryngelheadnecksurg.com
12. Cayonu M, Salihoglu M, Altundag A, Tekeli H, Kayabasoglu Gr. Grade 4 tonsillar
hypertrophy associated with decreased retronasal olfactory function: a pilot study. Eur
Arch Otorhinolaryngol. 2014(271):2311-6
13. Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK. Pharyngitis/Tonsillitis. In: Head and Neck
Manifestations of Systemic Disease. USA:2007.p493-508
21
10. Uğraş, Serdar L 1utluhan, Ahmet. Chronic Tonsillitis Can &e 2iagnosed With
+istopathologic 4indings. >nA European Journal of *eneral 5edicine, <ol. 3, No. 2.
22