Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG

ANEMIA

Disusun Oleh :
Trianti Rusmia Anggraeni
2022207209151

ROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU - LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia defisiensi besi merupakan masalah umum dan luas dalam bidang
gangguan gizi di dunia. Kekurangan zat besi bukan satu-satunya penyebab
anemia. Secara umum penyebab anemia yang terjadi di masyarakat adalah
kekurangan zat besi. Prevalensi anemia defisiensi besi masih tergolong tinggi
sekitar dua miliar atau 30% lebih dari populasi manusia di dunia. Prevalensi ini
terdiri dari anak-anak, wanita menyusui, wanita usia subur, dan wanita hamil di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia (WHO, 2011).
Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan masalah gizi
terutama anemia defisiensi besi. Wanita hamil berisiko tinggi mengalami anemia
defisiensi besi karena kebutuhan zat besi meningkat secara signifikan selama
kehamilan. Pada masa kehamilan zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh lebih
banyak dibandingkan saat tidak hamil menginjak triwulan kedua sampai dengan
triwulan ketiga. Pada triwulan pertama kehamilan, kebutuhan zat besi lebih rendah
disebabkan jumlah zat besi yang ditransfer ke janin masih rendah (Waryana,
2010). Kekurangan zat besi akan berisiko pada janin dan ibu hamil sendiri. Janin
akan mengalami gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh
maupun sel otak. Selain itu, mengakibatkan kematian pada janin dalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
(Waryana, 2010).
Anemia defisiensi besi menyebabkan turunnya daya tahan tubuh dan
membuat penderita rentan terhadap penyakit. Kekurangan zat besi pada kehamilan
memiliki konsekuensi negatif bagi bayi yaitu terjadi gangguan perkembangan
kognitif bayi serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu (Diaro,
2006).Upaya pemerintah dalam mengatasi anemia defisiensi besi ibu hamil yaitu
terfokus pada pemberian tablet tambahan darah (Fe) pada ibu hamil. Departemen
Kesehatan masih terus melaksanakan progam penanggulangan anemia defisiensi
besi pada ibu hamil dengan membagikan tablet besi atau tablet tambah darah
kepada ibu hamil sebanyak satu tablet setiap satu hari berturut-turut selama 90
hari selama masa kehamilan (Depkes RI, 2010). Tablet besi selama kehamilan
telah direkomendasikan untuk wanita di negara berkembang karena biasanya tidak
ada perubahan mendasar yang terjadi dalam komposisi diet (Habib dkk, 2009).
Program penanggulangan anemia melalui pemberian tablet besi pada ibu hamil
telah dilaksanakan sejak tahun 1975 tetapi kenyataannya prevalensi anemia
defisiensi ibu hamil di Indonesia masih tinggi (Hadi, 2001).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan laporan kasus ini adalah
“Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anemia Defisiensi
Besi”

C. Manfaat
1. Teoritis
Meningkatkan pengetahuan pembaca tentang anemia defisiensi Fe dan
sebagai wacana untuk mengetahui pelaksanaan proses asuhan keperawatan
pada pasien dengan anemia defisiensi Fe
2. Praktis
a. Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat dan informasi kepada
petugas kesehatan dalam rangka penanggulangan anemia defisiensi besi.
b. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan informasi dan
pengetahuan tentang risiko anemia sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran dalam upaya pencegahan dan pengendalian masalah anemia oleh
masyarakat terutama ibu hamil yang menjalani penanganan anemia dalam
kehamilan.
c. Bagi penulis, bermanfaat sebagai sarana untuk belajar berpikir kritis dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan serta mengaplikasikan teori-teori yang
dipelajari di bangku kuliah.
BAB II
KONSEP TEORI

A. Pengertian

Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh
menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat menyebabkan
berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses pematangan eritrosit. Ini
merupakan tipe anemia yang paling umum.Anemia ini dapat ditemukan pada pria
dan wanita pasca menopause karena perdarahan (misal, ulkus, gastritis, tumor
gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat tinggi serat (mencegah absorpsi
besi). Alkoholisme kronis juga dapat menyebabkan masukan besi yang tidak
adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari saluran gastrointestinal.

B. Penyebab

Beberapa penyebab terjadinya anemia defisiensi besi, antara lain:


1. Sel sabit disebabkan oleh sel darah merah yang tidak sempurna, sehingga tidak
dapat berfungsi dengan baik untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh.
2. Malnutrisi, Kurangnya konsumsi zat besi dalam menu makanan sehari-hari.
Kurang konsumsi makanan kaya zat besi seperti hati, bayam, tahu, brokoli, ikan,
dan daging merah, menjadi penyebab anemia defisensi besi.
3. Talasemia. Kondisi ini termasuk penyakit genetik yang menyebabkan
pengidapnya memproduksi hemoglobin yang cacat dan mudah rusak.
4. Masa kehamilan. Pada masa ini, ibu hamil sangat berisiko terkena anemia
defisiensi besi.
5. Menstruasi yang berlebihan. Penyebab umum terjadinya anemia defisiensi besi
adalah menstruasi atau haid yang berlebihan saat masa produktif atau subur.
6. Makanan atau minuman penghambat penyerapan besi. Kebiasaan mengonsumsi
teh, kopi, dan cokelat, dapat mengakibatkan terhambatnya penyerapan zat besi.
7. Obat-obatan yang menghambat penyerapan zat besi. Obat sakit maag dapat
mengganggu proses penyerapan zat besi atau yang dikenal sebagai antasida dan
proton pump inhibitor.
8. Efek samping obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS). Dalam jangka panjang
pemakaian ibuprofen dan aspirin secara terus-menerus dapat menyebabkan
pendarahan saluran cerna yang berakibat anemia.
9. Malabsorpsi. Malabsorpsi adalah kondisi tidak terserapnya nutrisi dengan baik,
termasuk zat besi.
10. Infeksi cacing tambang. Cacing ini termasuk parasit yang hidup dalam usus halus
manusia. Cacing tambang mencerna dan menyerap sel darah merah dari dinding
usus halus pengidapnya.
11. Perdarahan yang disebabkan oleh kecelakan motor atau mobil yang membuat
seseorang kehilangan banyak darah.
12. Donor darah. Terlalu sering mendonorkan darahnya dan dalam jumlah yang besar
bisa menyebabkan anemia.

C. Tanda Gejala 

Menurut (Handayani.,Haribowo. 2008), tanda dan gejala dari anemia,


meliputi:
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.
Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala

anemia dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:

1. Gejala umum anemia

Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah gejala

yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah menurun di

bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat diklasifikasikan menurut organ

yang terkena, yaitu:

a. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak

nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.

b. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata


berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
c. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas anemia defisiensibesi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis,
angularis, keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari

Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia

tersbut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing

tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan

telapak tangan berwatna kuning seperti jerami.

D. Patofisiologi anemia defisiensi besi

Menurut Walmsley secara berurutan perubahan laboratoris pada DB sebagai


berikut :
1. penurunan simpanan besi,
2. penurunan feritin serum,
3. penurunan besi serum disertai meningkatnya transferin serum,
4. peningkatan Red Cell Distribution Width (RDW)
5. penurunan Mean Corpuscular Volume(MCV)
6. penurunan hemoglobin

Tidak tersedianya besi yang mencukupi untuk memproduksi hemoglobin normal


akan sebabkananemia. Sel darah merah yang akan dihasilkan pun akan kecil dan
pucat. Sediaan apus darah tepi memperlihatkan kadar MCHC dan MCV yang
rendah. Oleh karena itu gambaran klasik ADBadalah mikrositik hipokrom.
Anemia defisiensi besi dini atau ringan hanya memperlihatkan mikrositistanpa
hipokrom.

Berdasarkan keadaan cadangan besi, akan timbul DByang terjadi dalam tiga tahap
(Raspati dkk., 2006) yaitu:
1. Tahap PertamaDisebut Iron Depletionatau storage iron deficiencyyang
ditandai dengan berkurangnya cadangan besi sampai tidak adanya cadangan
besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan
ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum akan menurun
sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi
memberikan gambaran normal.
2. Tahap Kedua Tahap ini dikenal dengan istilah Iron Deficiency Eritopoetinatau
Iron Limited Erytropoesisadalah istilah yang menunjukkan suplai besi tidak
mencukupi untuk menunjang eritropoesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan
total iron binding capacity(TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin
(FEP) meningkat. Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk memberikan
informasi pada tahap ini adalah saturasi transferin dan kadar protoporfirin.
3. Tahap Ketiga Inilah tahap yang disebutiron deficiency anemia. Hemoglobin dan
hematokrit mengalami penurunan disertai bentuk sel darah merah yang
ukurannya kecil dan pucat inilah yang disebut dengan anemia mikrositik
hipokromik. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritrosit sumsum tulang
tidak cukup sehingga menghambatproduksi sel darah merah normal. Walaupun
ada sel darah merah yang normal, tetapi jumlahnya akan mengalami
penurunan. Selain terjadinya penurunan jumlah, sel darah merah yang
dihasilkan juga tampak lebih pucat dan lebih kecil dibandingkan dengan yang
normal.
E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose

anemia adalah (Handayani, 2008):

1. Pemeriksaan laboratorium hematologis

 Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.

Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen,

seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan

MCHC), asupan darah tepi.

 Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit

dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap

darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.

 Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan

diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya

tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.


2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis

 Faal ginjal

 Faal endokrin

 Asam urat

 Faat hati

 Biakan kuman

3. Pemeriksaan penunjang lain

 Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.

 Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.

 Pemeriksaan sitogenetik.

 Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,

FISH: fluorescence in situ hybridization).

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya,

dapat dilakukan dengan (Handayani.,Haribowo. 2008) :

1. Anemia defisiensi besi

a. Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi

gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.

b. Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.

c. Berikan preparat besi orang yang diresepkan.

d. Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.

e. Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.


G. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluru (Marrelli. 2008).

Pengkajian pasien dengan anemia (Marrelli. 2008) meliputi :


a. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan
produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi
terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih
banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau
istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada
sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh
tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan
tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.

b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI
kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung
berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi
(takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan
nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG,
depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T;
takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas
(warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut,
faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat
dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih
seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran
darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah,
berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah
putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
c. Integritas ego
Gejala: keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan
pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi

d. Eleminasi
Gejala: riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom
malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena.
Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.

e. Makanan/cairan
Gejala: penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah,
kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,
anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas
mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah
liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat
dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit :
buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan
glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir
dengan sudut mulut pecah. (DB).

f. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan
bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ;
parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin

Tanda: peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis.


Mental: tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik :
hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-
lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa
getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB

h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan
aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.

i. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat
terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan.
Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin
dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan,
penyembuhan luka buruk, sering infeksi.

Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati


umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).

j. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau
amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan)).

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan


untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.

c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen


(pengiriman) dan kebutuhan.

d. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler


yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
e. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b.d
perubahan sirkulasi dan neurologist.

f. Konstipasi atau Diare b.d penurunan masukan diet; perubahan


proses pencernaan; efek samping terapi obat

g. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan/mengingat; salah


interprestasi informasi; tidak mengenal sumber informasi

Anda mungkin juga menyukai