BAB II
MANUSIA, AGAMA DAN ISLAM.
Pokok Bahasan :
A. PENGERTIAN MANUSIA.
B. KEDUDUKAN DAN SIFAT MANUSIA.
C. PROSES PENCIPTAAN MANUSIA DALAM AJARAN ISLAM.
D. MANUSIA DALAM AJARAN AGAMA ISLAM.
E. TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA.
F. ISLAM AGAMA FITRAH BAGI MANUSIA.
Penjelasan :
A. PENGERTIAN MANUSIA
1. Konsep al-Basyr.
Penelitian terhadap kata manusia yang disebut al-Qur‟an dengan
menggunakan kata basyar menyebutkan, bahwa yang dimaksud manusia
basyar adalah anak turunan Adam, makhluk fisik yang suka makan dan
berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang membuat pengertian basyar
mencakup anak turun Adam secara keseluruhan.
Kata basyar disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya
sekali dalam bentuk mutsanna
Berdasarkan konsep basyr, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk
biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah
Page 1
prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak. Sebagaimana halnya
dengan makhluk biologis lain, seperti binatang.
2. Konsep Al-Insan.
Kata insan bila dilihat asal kata al-nas, berarti melihat, mengetahui, dan
minta izin.Atas dasar ini, kata tersebut mengandung petunjuk adanya kaitan
substansial antara manusia dengan kemampuan penalarannya.
Manusia dapat mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat
mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, serta dapat meminta izin
ketika akan menggunakan sesuatu yang bukan miliknya.
Berdasarkan pengertian ini, tampak bahwa manusia mempunyai potensi
untuk dididik. Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada
upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi. Jelas sekali
bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan
berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda
ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu
merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian
manusia dapat menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan
berperadaban.
3. Konsep Al-Naas.
Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia
sebagai makhluk sosial (Jalaluddin, 2003: 24).Tentunya sebagai makhluk
sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan bermasyarakat.
Manusia harus hidup sosial artinya tidak boleh sendiri-sendiri.Karena
manusia tidak bisa hidup sendiri. Jika kita kembali ke asal mula terjadinya
manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa),
dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan
terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup
bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah
sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-naas.
4. Konsep Bani Adam.
Adapun kata bani adam dan zurriyat Adam, yang berarti anak Adam atau
keturunan Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari asal
keturunannya.
Dalam Al-Qur‟an istilah bani adam disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat.
Penggunaan kata bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum.
Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
a. anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya
adalah dengan berpakaian guna manutup auratnya.
b. mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk
rayu setan yang mengajak kepada keingkaran.
Page 2
c. memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah
dan mentauhidkanNya. Kesemuanya itu adalah merupakan anjuran
sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan Adam
dibanding makhluk-Nya yang lain. Lebih lanjut Jalaluddin mengatakan
konsep Bani Adam dalam bentuk menyeluruh adalah mengacu kepada
penghormatan kepada nilai-nilai kemanusian
Page 3
suatu tempat sendiri karena dia merupakan mahluk hidup yang istimewa
karena selain memiliki fisik, manusia memiliki akal, bersosialisasi, dan
teratur.
Manusia merupakan mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna karena
selain memiliki unsur fisik manusia memiliki akal yang membedakan dengan
mahluk hidup lain.
M. Quraish Shihab dalam Jalaluddin, seluruh makhluk yang memiliki
potensi berperasaan dan berkehendak adalah Abd Allah dalam arti dimiliki
Allah.Selain itu kata Abd juga bermakna ibadah, sebagai pernyataan
kerendahan diri.
Menurut M. Quraish Shihab, memandang ibadah sebagai pengabdian
kepada Allah baru dapat terwujud bila seseorang dapat memenuhi beberapa
hal yaitu:
a) Menyadari bahwa yang dimiliki termasuk dirinya adalah milik Allah dan
berada di bawah kekuasaan Allah.
b) Menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitas selalu mengarah pada
usaha untuk memenuhi perintah Allah dan menjauhi larangan
1. Kedudukan Manusia
a. Manusia sebagai hamba Allah
Hamba Allah berarti orang yang senantiasa tunduk, patuh, taat terhadap
semua yang diberikan Allah atas dirinya.
Seseorang yang menjalankan semua hukum-hukum yang telah
ditetapkan oleh Allah dan menjalankan apa-apa yang diperintahkanNya.
Dapat dimaknai pula seseorang yang bergantung dalam hidup dan
matinya hanya kepada Allah semata, sehingga tidak ada pengingkaran,
penghianatan, dan pengufuran terhadap kekuasaan Allah.
Setiap manusia mengetahui bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah
dan terdapat kekuatan besar di atas segala-galanya.
Kekuatan supranatural yang dirasakan setiap manusia adalah kekuatan
Allah sang pemilik kerajaan langit dan bumi.
Manusia yang tidak memiliki pemahaman tentang kekuatan tersebut,
akan mengasumsikan Tuhan sebagai benda-benda yang memiliki
kekuatan gaib, sehingga muncullah keyakinan-keyakinan di luar ajaran
yang telah diajarkan Allah melalui para nabi.
Namun, pada hakikatnya semua manusia percaya bahwa pemilik
kekuasaan yang Mahatinggi adalah wujud (ada).
Hal tersebut disebabkan karena manusia merupakan makhluk
beragama. Allah telah memberikan potensi beragama kepada setiap
manusia yang lahir ke dunia dalam wujud kesaksiannya kepada Allah
ketika berada di alam roh.
Page 4
Kesaksian tersebut dijelaskan dalam Surah Al-A'raf ayat 172 berikut.
Artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku"
Page 5
b. Manusia sebagai Khalifah
Manusia memiliki kedudukan di bumi sebagai khalifah dijelaskan dalam
Surah Al-Baqarah ayat 30, artinya: "Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi"
Istilah khalifah, dalam bentuk mufrad (tunggal) dapat diartikan sebagai
penguasa politik, yaitu hanya ditujukan kepada nabi-nabi.
Adapun untuk manusia menggunakan istilah khalaif yang berarti
penguasa yang lebih luas daripada penguasa politik.
Manusia sebagai penguasa di muka bumi atau dalam kata lain manusia
bertugas memakmurkan bumi dan segala yang ada di dalamnya, baik
tumbuhan, hewan, dan benda-benda.
Page 6
2. Sifat manusia.
a. Manusia itu lemah. “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu
dan manusia dijadikan bersifat lemah” (Q.S. Annisa; 28)
b. Manusia itu gampang terperdaya “Hai manusia, apakah yang telah
memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang
Maha Pemurah” (Q.S Al-Infithar : 6)
c. Manusia itu lalai. “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” (Q.S At-
takaatsur 1)
d. Manusia itu penakut. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar.” (Q.S Al-Baqarah 155)
e. Manusia itu bersedih hati. “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-
orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin , siapa saja
diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah , hari
kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka
bersedih hati” (Q.S Al Baqarah: 62)
f. Manusia itu tergesa-gesa. "Dan manusia mendoa untuk kejahatan
sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat
tergesa-gesa. (Al-Isra‟ 11)
g. Manusia itu suka membantah. “Dia telah menciptakan manusia dari
mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.” (Q.S. an-Nahl 4)
h. Manusia itu suka berlebih-lebihan. “Dan apabila manusia ditimpa bahaya
dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri,
tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali)
melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa
kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.
Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa
yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S Yunus : 12) “Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas” (Q.S al-Alaq : 6)
i. Manusia itu pelupa. “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia
memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya;
kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia
akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk
(menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-
sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya.
Katakanlah: “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara
waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.” (Q.S Az-Zumar
:8)
j. Manusia itu suka berkeluh-kesah. “Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah” (Q.S Al Ma‟arij : 20) “Manusia tidak jemu memohon
Page 7
kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa
lagi putus harapan.” (Q.S Al-Fushshilat : 20)
k. “Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya
berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan
apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa” (al-Isra‟ 83)
l. Manusia itu kikir. “Katakanlah: “Kalau seandainya kamu menguasai
perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya
perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya.” Dan
adalah manusia itu sangat kikir.” (Q.S. Al-Isra‟ : 100)
m. Manusia itu suka kufur nikmat. Dan mereka menjadikan sebahagian dari
hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah).
(Q.S. Az-Zukhruf : 15) “sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak
berterima kasih kepada Tuhannya, (Q.S. al-‟Aadiyaat : 6)
n. Manusia itu zalim dan bodoh. “Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, ” (Q.S al-Ahzab
: 72)
o. Manusia itu suka menuruti prasangkanya. “Dan kebanyakan mereka
tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan
itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Q.S Yunus 36)
p. Manusia itu suka berangan-angan. “Orang-orang munafik itu memanggil
mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: “Bukankah kami dahulu
bersama-sama dengan kamu?” Mereka menjawab: “Benar, tetapi kamu
mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan
kamu ragu- ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga
datanglah ketetapan Allah;dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh
(syaitan) yang amat penipu.” (Q.S al Hadid 72)
Page 8
2) Solusi kedua, tetap berada dalam ketaatan sesulit apapun situasi yang
melanda tetap berada dalam ketaatan disini, berarti bersegera
menyambut amal-amal kebaikan. Mungkin seperti syair yang dilantunkan
Abdullah bin Rawahah untuk mengembalikan semangatnya saat
nyalinya mulai ciut di perang mut‟ah ketika dua orang sahabatnya yang
juga komandan pasukan pergi mendahuluinya. “wahai jiwa, jika syurga
sudah di depan mata mengapa engkau ragu meraihnya”
Allah berfirman “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (Q.S. Ali Imran : 133)
3) Solusi ketiga, jaga keimanan kita adalah hal yang wajar, iman seseorang
naik turun dan berfluktuatif. Sama mungkin seperti yang dikhawatirkan
sahabat Hanzalah, ketika ia curhat kepada abu Bakar bahwa ia
termasuk orang yang celaka. Mengapa demikian? karena ia merasa
Imannya turun ketika jauh dari Rasulullah. Ternyata itu pula yang
dirasakan lelaki dengan iman tanpa retak itu. Hinga mereka berdua
akhirnya menghadap Rasulullah. Mendengar permasalahn mereka,
Rasulullah hanya tersenyum dan menjawab, “selangkah demi selangkah
Hanzalah!”
Tetapi sungguh, iman seorang mukmin yang baik, akan tetap memiliki
trend yang menanjak.
Disinilah mungkin loyalitas kita kepada Allah diuji. Apakah kita bisa,
belajar mencintai Allah diatas segala sesuatu, belajar mencintai sesuatu
karena Allah, serta belajar membenci kekufuran!
4) solusi keempat, Berjama‟ah
Manusia itu lemah ketika sendiri dan kuat ketika berjama‟ah. Adakah
yang meragukannya.
Page 9
2. Post natal (sesudah lahir).
Proses perkembangan dari bayi, remaja, dewasa dan usia lanjut
sebagaimana dalam surat Al Mu‟min: 67:
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes, air
mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu
sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu
sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi)
sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami
perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan
supaya kamu memahami (nya).
Dalam ayat di atas, ada beberapa proses penciptaan manusia yang dapat
dijelaskan sebagaimana ayat di atas, yaitu :
1) Sulalah min thin (Saripati Tanah)
Saripati tanah yang dimaksud adalah suatu zat yang berasal dari
bahan makanan (baik tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari
tanah, yang kemudian dicerna menjadi darah, kemudian diproses
hingga akhirnya menjadi sperma.
2) Nuthfah (Air Mani)
Makna asal kata „nuthfah‟ dalam bahasa Arab berarti setetes yang
dapat membasahi. Dalam tafsir Al Misbah, yang dimaksud dengan
nuthfah adalah pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria
yang mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, tetapi yang
berhasil bertemu dengan ovum wanita hanya satu.
Page 10
3) Alaqah (Segumpal Darah)
Alaqah diambil dari kata alaqa yang artinya sesuatu yang membeku,
tergantung atau berdempet. Sehingga dapat diartikan sebagai sesuatu
yang bergantung di diding rahim.
4) Mudghah (Segumpal Daging)
Dalam ilmu kedokteran, ketika sperma pria bergabung dengan sel telur
wanita intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel tunggal yang dikenal
sebagai zigot dalam ilmu biologi ini akan segera berkembangbiak
dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi segumpal daging.
Melalui hubungan ini zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari
tubuh sang ibu bagi pertumbuhannya.
5) Idzam (Tulang atau Kerangka)
Di dalam fase ini embrio akan mengalami perkembangan dari bentuk
sebelumnya yang hanya berupa segumpal daging hingga berbalut
kerangka atau tulang.
6) Kisa Al-Idzam Bil-Lahim (Penutupan Tulang)
Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan
lahm (daging) diibaratkan pakaian yang membungkus tulang, selaras
dengan kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan bahwa
sel-sel tulang tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak
terdeteksi adanya satu sel daging sebelum terlihat sel tulang.
7) Insya (Mewujudkan Makhluk Lain)
Tahap ini menandakan bahwa ada sesuatu yang dianugerahkan
kepada manusia yang menjadikannya berbeda dari makhluk lainnya,
yaitu ruh yang menjadikan berbeda dengan makhluk lainnya.
Page 11
tanpa jawaban” pembahasan tentang masalah manusia terlambat dilakukan
karena pada mulanya perhatian manusia hanya tertuju pada alam materi.
Pada zaman primitif nenek moyang kita disibukkan untuk menundukkan dan
menjinakan alam sekitarnya. Dari penjelasan di atas, agamawan dapat
berkomentar bahwa pengetahuan tentang manusia demikian itu disebabkan
karena manusia adalah salah satu makhluk yang dalam unsur penciptaannya
terdapat roh ilahi sedangkan manusia tidak diberi pengetahuan tentang roh
kecuali sedikit. Hal ini dijelaskan oleh Allah Qs. Al-Isra (17) : artinya Dan mereka
bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-
ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit"
Fitrah Manusia.
Dalam setiap diri manusia selalu ada pertanyaan yang selalu muncul dalam
dirinya yaitu “dari mana saya datang?”, “apa yang terjadi ketika saya sudah
mati?”. Pertanyaan-pertanyaan ini yang mengakibatkan manusia selalu mencari
jawabannya. Mencari jawaban dan selalu ingin tahu merupakan fitrah manusia
yaitu hal yang sudah ada dan berdasar di dalam hidup manusia.
Para ahli teologi Islam mengatakan bahwa fitrah adalah satu hal yang
dibekalkan Allah kepada setiap manusia.
Karenanya, ciri-ciri sesuatu yang bersifat fitri adalah:
1. Tidak dipelajari, ada pada semua manusia.
2. Tidak terkurung oleh batas-batas teritorial dan masa.
3. Tidak akan pernah hilang. Hal-hal dasar yang mengakibatkan manusia
sering mencari disebabkan karena menurut Al-Qur‟an manusia terdiri atas:
Ruh dan Jiwa (Al-Ruh dan Al-Nafs).
Page 12
2) Akal Akal.
Yang dalam bahasa Yunani disebut nous atau logos atau intelek (intellect)
dalam bahasa Inggris adalah daya berpikir yang terdapat dalam otak,
sedangkan "hati" adalah daya jiwa (nafs nathiqah). Daya jiwa berpikir yang
ada pada otak di kepala disebut akal. Sedangkan yang ada pada hati
(jantung) didada disebut rasa (dzauq). Karena itu ada dua sumber
pengetahuan, yaitu pengetahuan akal (ma'rifat aqliyah) dan pengetahuan
hati (ma'rifat qalbiyah). Kalau para filsuf mengunggulkan pengetahuan akal,
para sufi lebih mengunggulkan pengetahuan hati (rasa). Menurut para filsuf
Islam, akal yang telah mencapai tingkatan tertinggi akal perolehan (akal
mustafad) ia dapat mengetahui kebahagiaan dan berusaha memperolehnya.
Akal yang demikian akan menjadikan jiwanya kekal dalam kebahagiaan
(Jannah). Namun, jika akal yang telah mengenal kebahagiaan itu berpaling,
berarti ia tidak berusaha memperolehnya. Jiwa yang demikian akan kekal
dalam kesengsaraan (neraka). Adapun akal yang tidak sempurna dan tidak
mengenal kebahagiaan, maka menurut al-Farabi, jiwa yang demikian akan
hancur. Sedangkan menurut para filsuf tidak hancur. Karena kesempurnaan
manusia menurut para filsuf terletak pada kesempurnaan pengetahuan akal
dalam mengetahui dan memperoleh kebahagiaan yang tertinggi, yaitu ketika
akan sampai ketingkat akal perolehan.
3) Hati (Al-Qalb).
Hati atau sukma terjemahan dari kata bahasa Arab qalb. Sebenarnya
terjemahan yang tepat dari qalb adalah jantung, bukan hati atau sukma.
Tetapi, dalam pembahasan ini kita memakai kata hati sebagaimana yang
sudah biasa. Hati adalah segumpal daging yang berbentuk bulat panjang
dan terletak didada sebelah kiri. Hati dalam pengertian ini bukanlah objek
kajian kita di sini, karena hal itu termasuk bidang kedokteran yang
cakupannya bisa lebih luas, misalnya hati binatang, bahkan bangkainya.
Adapun yang dimaksud hati di sini adalah hati dalam arti yang halus, hati-
nurani daya pikir jiwa (daya nafs nathiqah) yang ada pada hati, di rongga
dada. Dan daya berfikir itulah yang disebut dengan rasa (dzauq), yang
memperoleh sumber pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Dalam kaitan ini
Allah berfirman, "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan
memahaminya." (QS. 7:1-7)
Page 13
Berarti memusatkan penyembahan kepada semata- mata, tidak ada yang
disembah dan mengabdikan diri kecuali kepada-Nya saja.
2. Khalifah Allah di bumi.
Manusia adalah makhluk yang bertugas mengurus bumi dengan seluruh
isinya dan berkewajiban memakmurkannya sebagai amanah dari Allah SWT
. Berdasarkan firman Allah SWT pada Q.S. Al an‟am 165:
Terjemahnya:“dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di
bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Dan ketahuilah, yang dimaksud dengan agama yang fitrah ialah Islam. Setiap
manusia lahir dalam keadaan berIslam, sebagaimana sabda Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam:
“Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanyalah
yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Islam tidak akan pernah bertentangan dengan fitrah dan akal manusia. Allah
Azza wa Jalla berfirman:
Page 14
Islam memperhatikan akal dan mengajaknya berfikir, mencela kebodohan dan
taqlid buta. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman:
Katakanlah, Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?” [QS. Az-Zumar: 9]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan
siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), Ya Rabb kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia,
Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari adzab Neraka.” [QS. Ali Imran: 190-191]
Juga firmanNya Subhanahu wa Ta‟ala:
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena
pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung
jawabannya.” [QS. Al-Isra: 36]
Ibnu Abbas rahimahullah berkata: “Aku mengira mereka akan binasa. Aku
mengatakan, „Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, sedang mereka
mengatakan, „Abu Bakar dan Umar berkata‟.” [HR. Ahmad dan Lainya]
Page 15
Islam meliputi akidah dan syariat (keyakinan dan pedoman hidup). Islam telah
sempurna dalam akidah, ajaran syariatnya dan seluruh aspek kehidupan.
3) Sadar manusia adalah hamba Allah SWT . Manusia sebagai mahluk yang
berketuhanan, memiliki sikap dan watak religius yang perlu dikembangkan.
Manusia harus selalu beribadah keapada Allah karena merupakan tugasnya
untuk beribadah kepada Allah sesauai dengan firman Allah:
Terjemahnya:“(Yang memiliki sifat-sifat) demikian itu adalah Tuhanmu, tidak
ada Tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu maka sembahlah Dia, dan
Dia adalah pemelihara segala sesuatu, Dia tidak dapat dijangkau oleh daya
penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan
Dialah Yang Maha Mengetahui.”(Q.S. Al An‟aam: 102
Page 16
1) Aqidah .
Beberapa ulama Islam juga menafsirkan tentang aqidah. Hasan al-
Banna dalam Majmu‟ ar-Rasaail menafsirkan bahwa: “Aqaid (bentuk
jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini dalam
hati, mendatangkan ketentraman jiwa dan tidak tercampur sedikitpun
dengan keragu-raguan.” Abu Bakar Al-jazairi dalam kitab Aqidah Al-
Mukmin menafsirkan bahwa: “Aqidah merupakan sejumlah
kebenarannya yang dapat diterima secara mudah oleh manusia
berdasarkan akal, wahyu (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu
dipatrikan dalam hati dan ditolak segala yang bertentangan dengan
kebenaran itu.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka aqiadah merupakan
keyakinan dalam hati yang benar-benar mantab dan tidak akan goyah
walaupun banyak hal yang berusaha menentang hal tersebut. Aqidah
atau sistem aqidah merupakan sistem keyakinan yang sering disebut
rukun iman yaitu: ·
Iman kepada Allah ·
Iman kepada malaikat dan mahluk gaib lainnya
Iman kepada kitab-kitab Allah
Iman kepada Nabi dan Rasul Allah ·
Iman kepada Hari Kiamat
Iman kepada Qada dan Qadar
3) Ahlak .
Secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh
suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang
baik.
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa
Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Page 17
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad
Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri
seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa
mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Page 18