Anda di halaman 1dari 18

MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu : Hj. NIRWANA MOERNI, S.Ag, MM


Jumlah SKS = 2 SKS

BAB II
MANUSIA, AGAMA DAN ISLAM.

Pokok Bahasan :
A. PENGERTIAN MANUSIA.
B. KEDUDUKAN DAN SIFAT MANUSIA.
C. PROSES PENCIPTAAN MANUSIA DALAM AJARAN ISLAM.
D. MANUSIA DALAM AJARAN AGAMA ISLAM.
E. TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA.
F. ISLAM AGAMA FITRAH BAGI MANUSIA.

Penjelasan :
A. PENGERTIAN MANUSIA

Konsep dan Pengertian Manusia dalam Al Quran Manusia merupakan mahluk


hidup yang paling sulit dimengerti meskipun oleh dirinya sendiri.
Manusia adalah mahluk yang tidak bisa ditebak, namun rasional. Manusia juga
memiliki fisik yang baik seperti halnya mahluk hidup lainnya. Manusia juga
memiliki akal sehingga dia dapat menciptakan hal-hal yang luar biasa meskipun
secara fisik dia tidak mampu melakukannya. Manusia melakukan hal-hal hebat
dengan bantuan mesin-mesin yang dibuatnya. Dengan begitu, manusia
bukanlah hewan, tapi mirip dengan hewan karena punya akal dan perasaan.
Sehingga manusia tidak memiliki konsep definisi yang jelas akan dirinya.

Dalam Al Qur‟an, ada beberapa konsep berkenaan dengan manusia.


Dari ayat-ayat yang berkenaan dengan manusia, Al-Qur‟an menyebut manusia
dalam beberapa nama, berikut adalah penjelasannya :

1. Konsep al-Basyr.
Penelitian terhadap kata manusia yang disebut al-Qur‟an dengan
menggunakan kata basyar menyebutkan, bahwa yang dimaksud manusia
basyar adalah anak turunan Adam, makhluk fisik yang suka makan dan
berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang membuat pengertian basyar
mencakup anak turun Adam secara keseluruhan.
Kata basyar disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya
sekali dalam bentuk mutsanna
Berdasarkan konsep basyr, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk
biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah

Page 1
prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak. Sebagaimana halnya
dengan makhluk biologis lain, seperti binatang.

2. Konsep Al-Insan.
Kata insan bila dilihat asal kata al-nas, berarti melihat, mengetahui, dan
minta izin.Atas dasar ini, kata tersebut mengandung petunjuk adanya kaitan
substansial antara manusia dengan kemampuan penalarannya.
Manusia dapat mengambil pelajaran dari hal-hal yang dilihatnya, dapat
mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, serta dapat meminta izin
ketika akan menggunakan sesuatu yang bukan miliknya.
Berdasarkan pengertian ini, tampak bahwa manusia mempunyai potensi
untuk dididik. Potensi manusia menurut konsep al-Insan diarahkan pada
upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi. Jelas sekali
bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan
berupa pemikiran (ilmu pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda
ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu
merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian
manusia dapat menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan
berperadaban.

3. Konsep Al-Naas.
Dalam konsep an-naas pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia
sebagai makhluk sosial (Jalaluddin, 2003: 24).Tentunya sebagai makhluk
sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan bermasyarakat.
Manusia harus hidup sosial artinya tidak boleh sendiri-sendiri.Karena
manusia tidak bisa hidup sendiri. Jika kita kembali ke asal mula terjadinya
manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa),
dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan
terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup
bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah
sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-naas.
4. Konsep Bani Adam.
Adapun kata bani adam dan zurriyat Adam, yang berarti anak Adam atau
keturunan Adam, digunakan untuk menyatakan manusia bila dilihat dari asal
keturunannya.
Dalam Al-Qur‟an istilah bani adam disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat.
Penggunaan kata bani Adam menunjuk pada arti manusia secara umum.
Dalam hal ini setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
a. anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, di antaranya
adalah dengan berpakaian guna manutup auratnya.
b. mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk
rayu setan yang mengajak kepada keingkaran.

Page 2
c. memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah
dan mentauhidkanNya. Kesemuanya itu adalah merupakan anjuran
sekaligus peringatan Allah dalam rangka memuliakan keturunan Adam
dibanding makhluk-Nya yang lain. Lebih lanjut Jalaluddin mengatakan
konsep Bani Adam dalam bentuk menyeluruh adalah mengacu kepada
penghormatan kepada nilai-nilai kemanusian

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia dalam konsep Bani


Adam, adalah sebuah usaha pemersatu (persatuan dan kesatuan) tidak ada
perbedaan sesamanya, yang juga mengacu pada nilai penghormatan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian serta mengedepankan HAM.
Karena yang membedakan hanyalah ketaqwaannya kepada
Pencipta.Sebagaimana yang diutarakan dalam QS. Al-Hujarat: 13):
Terjemahnya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.

5. Konsep Al-Ins Kata al-Ins.


Dalam Al-Qur‟an disebutkan sebanyak 18 kali, masing- masing dalam 17
ayat dan 9 surat. Muhammad Al-Baqi dalam Jalaluddin (2003:28)
memaparkan al-Isn adalah homonim dari al-Jins dan al-Nufur.
Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan jin,
maka manusia adalah makhluk yang kasab mata. Sedangkan jin adalah
makhluk halus yang tidak tampak. Sisi kemanusiaan pada manusia yang
disebut dalam al-Qur‟an dengan kata al-Ins dalam arti “tidak liar” atau “tidak
biadab”, merupakan kesimpulan yang jelas bahwa manusia yang insia itu
merupakan kebalikan dari jin yang menurut dalil aslinya bersifat metafisik
yang identik dengan liar atau bebas.
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dalam konsep al-ins manusia
selalu di posisikan sebagai lawan dari kata jin yang bebas. bersifat halus dan
tidak biadab. Jin adalah makhluk bukan manusia yang hidup di alam “antah
berantah” dan alam yang tak terinderakan.Sedangkan manusia jelas dan
dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungan yang ada.

6. Konsep Abdu Allah (Hamba Allah).


Dalam mngambil keputusan selalu mengaitkan dengan restu dan izin Allah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konsep Abd Allah, manusia
merupakan hamba yang seyogyanya merendahkan diri kepada Allah.Yaitu
dengan menta‟ati segala aturan-aturan Allah. Sehingga dalam berbagai
konsep tersebut manusia merupakan mahluk hidup yang perlu diberikan

Page 3
suatu tempat sendiri karena dia merupakan mahluk hidup yang istimewa
karena selain memiliki fisik, manusia memiliki akal, bersosialisasi, dan
teratur.
Manusia merupakan mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna karena
selain memiliki unsur fisik manusia memiliki akal yang membedakan dengan
mahluk hidup lain.
M. Quraish Shihab dalam Jalaluddin, seluruh makhluk yang memiliki
potensi berperasaan dan berkehendak adalah Abd Allah dalam arti dimiliki
Allah.Selain itu kata Abd juga bermakna ibadah, sebagai pernyataan
kerendahan diri.
Menurut M. Quraish Shihab, memandang ibadah sebagai pengabdian
kepada Allah baru dapat terwujud bila seseorang dapat memenuhi beberapa
hal yaitu:
a) Menyadari bahwa yang dimiliki termasuk dirinya adalah milik Allah dan
berada di bawah kekuasaan Allah.
b) Menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitas selalu mengarah pada
usaha untuk memenuhi perintah Allah dan menjauhi larangan

B. KEDUDUKAN DAN SIFAT MANUSIA.

1. Kedudukan Manusia
a. Manusia sebagai hamba Allah
Hamba Allah berarti orang yang senantiasa tunduk, patuh, taat terhadap
semua yang diberikan Allah atas dirinya.
Seseorang yang menjalankan semua hukum-hukum yang telah
ditetapkan oleh Allah dan menjalankan apa-apa yang diperintahkanNya.
Dapat dimaknai pula seseorang yang bergantung dalam hidup dan
matinya hanya kepada Allah semata, sehingga tidak ada pengingkaran,
penghianatan, dan pengufuran terhadap kekuasaan Allah.
Setiap manusia mengetahui bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah
dan terdapat kekuatan besar di atas segala-galanya.
Kekuatan supranatural yang dirasakan setiap manusia adalah kekuatan
Allah sang pemilik kerajaan langit dan bumi.
Manusia yang tidak memiliki pemahaman tentang kekuatan tersebut,
akan mengasumsikan Tuhan sebagai benda-benda yang memiliki
kekuatan gaib, sehingga muncullah keyakinan-keyakinan di luar ajaran
yang telah diajarkan Allah melalui para nabi.
Namun, pada hakikatnya semua manusia percaya bahwa pemilik
kekuasaan yang Mahatinggi adalah wujud (ada).
Hal tersebut disebabkan karena manusia merupakan makhluk
beragama. Allah telah memberikan potensi beragama kepada setiap
manusia yang lahir ke dunia dalam wujud kesaksiannya kepada Allah
ketika berada di alam roh.

Page 4
Kesaksian tersebut dijelaskan dalam Surah Al-A'raf ayat 172 berikut.

Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-


anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa mereka (seraya berfirman): 'Bukanlah aku ini Tuhanmu?' Mereka
(anak-anak Adam menjawab: 'Betul, Engkau Tuhan kami') kami menjadi
saksi"

Konsekuensi logis dari kesaksian terhadap ketuhanan adalah wujud


penghambaan diri kepada Tuhannya, yaitu menyembah dan beribadah
kepada-Nya.

Allah SWT . berfirman dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 56 berikut.

Artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku"

Berdasarkan ayat di atas, dapat dimaknai bahwa seluruh aktivitas


manusia di dalam kehidupan dunia dalam rangka beribadah kepada
Allah. Oleh karena itu, setiap perbuatan harus diniatkan ibadah dan
hanya mengharapkan rida Allah semata.
Dalam literature Islam, dikenal ibadah mahdah (khas) dan ibadah ghairu
mahdah (ammah).
Ibadah mahdah berarti ibadah yang telah ditentukan tata cara dan waktu
pelaksanaannya, seperti: shalat, zakat, puasa, haji, sedekah, dan
sebagainya tanpa adanya penambahan sedikut pun. Jika ada
penambahan, maka hal tersebut disebut bid'ah.
Adapun ibadah ghairu mahdah adalah adalah ibadah yang tidak
ditentukan tata cara dan waktu pelaksanaannya karena menyangkut
banyak aspek kehidupan manusia, sehingga manusia dituntut kreatif dan
inovatif mengembangkan ibadah tersebut asal tidak bertentangan
dengan hukum Islam, yaitu Alquran dan hadis.
Pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut harus mengembangkam potensi
Rabbaniyah, yaitu sifat-sifat ketuhanan dalam diri manusia, sehingga
sifat-sifat tersebut teraktualisasikan dalam berbagai tindakan sehari-hari,
baik kepada Allah, diri sendiri, sesama manusia, dan alam sekitarnya.

Page 5
b. Manusia sebagai Khalifah
Manusia memiliki kedudukan di bumi sebagai khalifah dijelaskan dalam
Surah Al-Baqarah ayat 30, artinya: "Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi"
Istilah khalifah, dalam bentuk mufrad (tunggal) dapat diartikan sebagai
penguasa politik, yaitu hanya ditujukan kepada nabi-nabi.
Adapun untuk manusia menggunakan istilah khalaif yang berarti
penguasa yang lebih luas daripada penguasa politik.
Manusia sebagai penguasa di muka bumi atau dalam kata lain manusia
bertugas memakmurkan bumi dan segala yang ada di dalamnya, baik
tumbuhan, hewan, dan benda-benda.

Selain itu, manusia juga memiliki peran dalam memimpin sesamanya


menuju jalan Ilahi, saling bergantian dan pewarisan kepemimpinan agar
tercipta kemakmuran di muka bumi sebagaimana dipaparkan dalam
Surah Hud ayat 61 berikut.

Artinya: ".... Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan


menjadikanmu pemakmurnya"

Hubungan manusia dengan alam semesta, bukan merupakan hubungan


antara penakhluk dan yang ditakhluk atau hubungan hamba dan tuan,
melainkan hubungan partner dalam ketundukan kepada Allah.
Kemampuan manusia mengelola dan memakmurkan bumi, bukan
semata kekuatan manusia, melainkan Allah telah menundukkan alam
semesta untuk manusia, sehingga manusia dapat memanfaatkan apa
yang ada dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu, perlunya sikap moral dan etika dalam melaksanakan
fungsi kekhalifahannya di muka bumi.
Pada dasarnya, kekuasaan manusia tidaklah bersifat mutlak, sebab
kekuasannya dibatasi oleh kekuasaan Allah, sehingga seorang khalifah
tidak boleh melawan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah.
Kekhalifahan tidak dapat dijalankan dengan begitu saja, sebab
kekhalifahan membutuhkan ilmu pengetahuan, pengajaran, keterampilan
dalam mengelola dan memimpin.
Oleh karena itu, pentingnya pendidikan untuk membentuk khalifah yang
unggul dan senantiasa mengajak kepada ketaatan kepada Allah SWT ..

Page 6
2. Sifat manusia.
a. Manusia itu lemah. “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu
dan manusia dijadikan bersifat lemah” (Q.S. Annisa; 28)
b. Manusia itu gampang terperdaya “Hai manusia, apakah yang telah
memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang
Maha Pemurah” (Q.S Al-Infithar : 6)
c. Manusia itu lalai. “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” (Q.S At-
takaatsur 1)
d. Manusia itu penakut. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar.” (Q.S Al-Baqarah 155)
e. Manusia itu bersedih hati. “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-
orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin , siapa saja
diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah , hari
kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka
bersedih hati” (Q.S Al Baqarah: 62)
f. Manusia itu tergesa-gesa. "Dan manusia mendoa untuk kejahatan
sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat
tergesa-gesa. (Al-Isra‟ 11)
g. Manusia itu suka membantah. “Dia telah menciptakan manusia dari
mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.” (Q.S. an-Nahl 4)
h. Manusia itu suka berlebih-lebihan. “Dan apabila manusia ditimpa bahaya
dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri,
tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali)
melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa
kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.
Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa
yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S Yunus : 12) “Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas” (Q.S al-Alaq : 6)
i. Manusia itu pelupa. “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia
memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya;
kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia
akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk
(menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-
sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya.
Katakanlah: “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara
waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.” (Q.S Az-Zumar
:8)
j. Manusia itu suka berkeluh-kesah. “Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah” (Q.S Al Ma‟arij : 20) “Manusia tidak jemu memohon

Page 7
kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa
lagi putus harapan.” (Q.S Al-Fushshilat : 20)
k. “Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya
berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan
apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa” (al-Isra‟ 83)
l. Manusia itu kikir. “Katakanlah: “Kalau seandainya kamu menguasai
perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya
perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya.” Dan
adalah manusia itu sangat kikir.” (Q.S. Al-Isra‟ : 100)
m. Manusia itu suka kufur nikmat. Dan mereka menjadikan sebahagian dari
hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah).
(Q.S. Az-Zukhruf : 15) “sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak
berterima kasih kepada Tuhannya, (Q.S. al-‟Aadiyaat : 6)
n. Manusia itu zalim dan bodoh. “Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, ” (Q.S al-Ahzab
: 72)
o. Manusia itu suka menuruti prasangkanya. “Dan kebanyakan mereka
tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan
itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Q.S Yunus 36)
p. Manusia itu suka berangan-angan. “Orang-orang munafik itu memanggil
mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: “Bukankah kami dahulu
bersama-sama dengan kamu?” Mereka menjawab: “Benar, tetapi kamu
mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan
kamu ragu- ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga
datanglah ketetapan Allah;dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh
(syaitan) yang amat penipu.” (Q.S al Hadid 72)

Dari sifat manusia yang disebutkan dalam al-Quran. Mengerikan bukan?


Adapun Islam, sudah memberikan solusi untuk segala sifat buruk manusia
ini. Sungguh nikmat iman dan Islam ini bukanlah sesuatu yang kita dapat
dengan murah!
1) Solusi pertama, tetap berpegang teguh kepada tali agama dan petunjuk-
petunjuk dari Allah
Allah SWT berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu!
Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S al-Baqarah : 38)

Page 8
2) Solusi kedua, tetap berada dalam ketaatan sesulit apapun situasi yang
melanda tetap berada dalam ketaatan disini, berarti bersegera
menyambut amal-amal kebaikan. Mungkin seperti syair yang dilantunkan
Abdullah bin Rawahah untuk mengembalikan semangatnya saat
nyalinya mulai ciut di perang mut‟ah ketika dua orang sahabatnya yang
juga komandan pasukan pergi mendahuluinya. “wahai jiwa, jika syurga
sudah di depan mata mengapa engkau ragu meraihnya”
Allah berfirman “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (Q.S. Ali Imran : 133)
3) Solusi ketiga, jaga keimanan kita adalah hal yang wajar, iman seseorang
naik turun dan berfluktuatif. Sama mungkin seperti yang dikhawatirkan
sahabat Hanzalah, ketika ia curhat kepada abu Bakar bahwa ia
termasuk orang yang celaka. Mengapa demikian? karena ia merasa
Imannya turun ketika jauh dari Rasulullah. Ternyata itu pula yang
dirasakan lelaki dengan iman tanpa retak itu. Hinga mereka berdua
akhirnya menghadap Rasulullah. Mendengar permasalahn mereka,
Rasulullah hanya tersenyum dan menjawab, “selangkah demi selangkah
Hanzalah!”
Tetapi sungguh, iman seorang mukmin yang baik, akan tetap memiliki
trend yang menanjak.
Disinilah mungkin loyalitas kita kepada Allah diuji. Apakah kita bisa,
belajar mencintai Allah diatas segala sesuatu, belajar mencintai sesuatu
karena Allah, serta belajar membenci kekufuran!
4) solusi keempat, Berjama‟ah
Manusia itu lemah ketika sendiri dan kuat ketika berjama‟ah. Adakah
yang meragukannya.

C. PROSES PENCIPTAAN MANUSIA DALAM AJARAN ISLAM.

1. Prenatal (sebelum lahir)


proses penciptaan manusia berawal dari pembuahan (pembuahan sel
dengan sperma) di dalam rahim, pembentukan fisik (QS. Al Mu‟minuun: 12-
13) Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah.
12 ١٢ Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
13 ١٣ Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang
itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Page 9
2. Post natal (sesudah lahir).
Proses perkembangan dari bayi, remaja, dewasa dan usia lanjut
sebagaimana dalam surat Al Mu‟min: 67:
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes, air
mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu
sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu
sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi)
sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami
perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan
supaya kamu memahami (nya).

3. Proses Penciptaan Manusia dalam Alquran


Di dalam ayat yang lainnya, Allah SWT juga menjelaskan tentang proses
penciptaan manusia secara runtut. Misalnya dalam QS. Al-Mu‟minun : 12-
14 :
 Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. ( Al Mu‟minun : 12).
 Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim) ( Al Mu‟minun : 13).
 Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, ( Al Mu‟minun :
14)
 Lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dari
segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang
itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.”

Dalam ayat di atas, ada beberapa proses penciptaan manusia yang dapat
dijelaskan sebagaimana ayat di atas, yaitu :
1) Sulalah min thin (Saripati Tanah)
Saripati tanah yang dimaksud adalah suatu zat yang berasal dari
bahan makanan (baik tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari
tanah, yang kemudian dicerna menjadi darah, kemudian diproses
hingga akhirnya menjadi sperma.
2) Nuthfah (Air Mani)
Makna asal kata „nuthfah‟ dalam bahasa Arab berarti setetes yang
dapat membasahi. Dalam tafsir Al Misbah, yang dimaksud dengan
nuthfah adalah pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria
yang mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, tetapi yang
berhasil bertemu dengan ovum wanita hanya satu.

Page 10
3) Alaqah (Segumpal Darah)
Alaqah diambil dari kata alaqa yang artinya sesuatu yang membeku,
tergantung atau berdempet. Sehingga dapat diartikan sebagai sesuatu
yang bergantung di diding rahim.
4) Mudghah (Segumpal Daging)
Dalam ilmu kedokteran, ketika sperma pria bergabung dengan sel telur
wanita intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel tunggal yang dikenal
sebagai zigot dalam ilmu biologi ini akan segera berkembangbiak
dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi segumpal daging.
Melalui hubungan ini zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari
tubuh sang ibu bagi pertumbuhannya.
5) Idzam (Tulang atau Kerangka)
Di dalam fase ini embrio akan mengalami perkembangan dari bentuk
sebelumnya yang hanya berupa segumpal daging hingga berbalut
kerangka atau tulang.
6) Kisa Al-Idzam Bil-Lahim (Penutupan Tulang)
Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan
lahm (daging) diibaratkan pakaian yang membungkus tulang, selaras
dengan kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan bahwa
sel-sel tulang tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak
terdeteksi adanya satu sel daging sebelum terlihat sel tulang.
7) Insya (Mewujudkan Makhluk Lain)
Tahap ini menandakan bahwa ada sesuatu yang dianugerahkan
kepada manusia yang menjadikannya berbeda dari makhluk lainnya,
yaitu ruh yang menjadikan berbeda dengan makhluk lainnya.

D. MANUSIA DALAM AJARAN AGAMA ISLAM.

Manusia dalam Pandangan Islam Alexis Carrel (1986:5) menjelaskan tentang


kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia. Dia mengatakan
bahwa “pengetahuan tentang makhluk-makhluk hidup secara umum dan
manusia khususnya belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai
dalam bidang iImu pengetahuan lainnya”.
Selanjutnya ia menulis; “Sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian dan
usaha yang sangat besar untuk mengetahui dirinya, kendatipun kita memiliki
perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuan, filosof,
sastrawan, dan para ahli dibidang kerohanian sepanjang masa ini. Tapi kita
(manusia) hanya mampu mengetahui beberapa segi tertentu dari diri kita. Kita
tidak mengetahui manusia secara utuh. Yang kita ketahui hanyalah bahwa
manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, dan ini pun pada hakikatnya dibagi
lagi menurut tata cara kita sendiri.
Pada hakikatnya, kebanyakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
mereka yang mempelajari manusia kepada diri mereka hingga kini masih tetap

Page 11
tanpa jawaban” pembahasan tentang masalah manusia terlambat dilakukan
karena pada mulanya perhatian manusia hanya tertuju pada alam materi.
Pada zaman primitif nenek moyang kita disibukkan untuk menundukkan dan
menjinakan alam sekitarnya. Dari penjelasan di atas, agamawan dapat
berkomentar bahwa pengetahuan tentang manusia demikian itu disebabkan
karena manusia adalah salah satu makhluk yang dalam unsur penciptaannya
terdapat roh ilahi sedangkan manusia tidak diberi pengetahuan tentang roh
kecuali sedikit. Hal ini dijelaskan oleh Allah Qs. Al-Isra (17) : artinya Dan mereka
bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-
ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit"

Fitrah Manusia.

Dalam setiap diri manusia selalu ada pertanyaan yang selalu muncul dalam
dirinya yaitu “dari mana saya datang?”, “apa yang terjadi ketika saya sudah
mati?”. Pertanyaan-pertanyaan ini yang mengakibatkan manusia selalu mencari
jawabannya. Mencari jawaban dan selalu ingin tahu merupakan fitrah manusia
yaitu hal yang sudah ada dan berdasar di dalam hidup manusia.
Para ahli teologi Islam mengatakan bahwa fitrah adalah satu hal yang
dibekalkan Allah kepada setiap manusia.
Karenanya, ciri-ciri sesuatu yang bersifat fitri adalah:
1. Tidak dipelajari, ada pada semua manusia.
2. Tidak terkurung oleh batas-batas teritorial dan masa.
3. Tidak akan pernah hilang. Hal-hal dasar yang mengakibatkan manusia
sering mencari disebabkan karena menurut Al-Qur‟an manusia terdiri atas:
Ruh dan Jiwa (Al-Ruh dan Al-Nafs).

1) Ruh dan jiwa ( Al-Ruh dan Al-Nafs).


Banyak ulama yang menyamakan pengertian antara ruh dan jasad. Ruh
berasal dari alam arwah dan memerintah dan menggunakan jasad sebagai
alatnya. Sedangkan jasad berasal dari alam ciptaan, yang dijadikan dari
unsur materi. Tetapi para ahli sufi membedakan ruh dan jiwa. Ruh berasal
dari tabiat Ilahi dan cenderung kembali ke asal semula. Ia selalu dinisbahkan
kepada Allah dan tetap berada dalam keadaan suci. Karena ruh bersifat
kerohanian dan selalu suci, maka setelah ditiup Allah dan berada dalam
jasad, ia tetap suci. Ruh di dalam diri manusia berfungsi sebagai sumber
moral yang baik dan mulia. Jika ruh merupakan sumber akhlak yang mulia
dan terpuji, maka lain halnya dengan jiwa. Jiwa adalah sumber akhlak
tercela, al-Farabi, Ibn Sina dan al-Ghazali membagi jiwa pada: jiwa nabati
(tumbuh-tumbuhan), jiwa hewani (binatang) dan jiwa insani.

Page 12
2) Akal Akal.
Yang dalam bahasa Yunani disebut nous atau logos atau intelek (intellect)
dalam bahasa Inggris adalah daya berpikir yang terdapat dalam otak,
sedangkan "hati" adalah daya jiwa (nafs nathiqah). Daya jiwa berpikir yang
ada pada otak di kepala disebut akal. Sedangkan yang ada pada hati
(jantung) didada disebut rasa (dzauq). Karena itu ada dua sumber
pengetahuan, yaitu pengetahuan akal (ma'rifat aqliyah) dan pengetahuan
hati (ma'rifat qalbiyah). Kalau para filsuf mengunggulkan pengetahuan akal,
para sufi lebih mengunggulkan pengetahuan hati (rasa). Menurut para filsuf
Islam, akal yang telah mencapai tingkatan tertinggi akal perolehan (akal
mustafad) ia dapat mengetahui kebahagiaan dan berusaha memperolehnya.
Akal yang demikian akan menjadikan jiwanya kekal dalam kebahagiaan
(Jannah). Namun, jika akal yang telah mengenal kebahagiaan itu berpaling,
berarti ia tidak berusaha memperolehnya. Jiwa yang demikian akan kekal
dalam kesengsaraan (neraka). Adapun akal yang tidak sempurna dan tidak
mengenal kebahagiaan, maka menurut al-Farabi, jiwa yang demikian akan
hancur. Sedangkan menurut para filsuf tidak hancur. Karena kesempurnaan
manusia menurut para filsuf terletak pada kesempurnaan pengetahuan akal
dalam mengetahui dan memperoleh kebahagiaan yang tertinggi, yaitu ketika
akan sampai ketingkat akal perolehan.

3) Hati (Al-Qalb).
Hati atau sukma terjemahan dari kata bahasa Arab qalb. Sebenarnya
terjemahan yang tepat dari qalb adalah jantung, bukan hati atau sukma.
Tetapi, dalam pembahasan ini kita memakai kata hati sebagaimana yang
sudah biasa. Hati adalah segumpal daging yang berbentuk bulat panjang
dan terletak didada sebelah kiri. Hati dalam pengertian ini bukanlah objek
kajian kita di sini, karena hal itu termasuk bidang kedokteran yang
cakupannya bisa lebih luas, misalnya hati binatang, bahkan bangkainya.
Adapun yang dimaksud hati di sini adalah hati dalam arti yang halus, hati-
nurani daya pikir jiwa (daya nafs nathiqah) yang ada pada hati, di rongga
dada. Dan daya berfikir itulah yang disebut dengan rasa (dzauq), yang
memperoleh sumber pengetahuan hati (ma'rifat qalbiyah). Dalam kaitan ini
Allah berfirman, "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan
memahaminya." (QS. 7:1-7)

E. TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA.


Ajaran Islam memperkenalkan manusia dengan menjelaskan fungsinya di dunia
ini. Manusia diciptakan di dunia ini adalah:
1. Untuk menyembah kepada-Nya berdasarkan Firman Allah Q.S. Adz
Dzaariyaat: 56: Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” Menyembah Allah SWT .

Page 13
Berarti memusatkan penyembahan kepada semata- mata, tidak ada yang
disembah dan mengabdikan diri kecuali kepada-Nya saja.
2. Khalifah Allah di bumi.
Manusia adalah makhluk yang bertugas mengurus bumi dengan seluruh
isinya dan berkewajiban memakmurkannya sebagai amanah dari Allah SWT
. Berdasarkan firman Allah SWT pada Q.S. Al an‟am 165:
Terjemahnya:“dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di
bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

F. ISLAM AGAMA FITRAH BAGI MANUSIA.

Dan ketahuilah, yang dimaksud dengan agama yang fitrah ialah Islam. Setiap
manusia lahir dalam keadaan berIslam, sebagaimana sabda Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam:

“Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanyalah
yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Islam tidak akan pernah bertentangan dengan fitrah dan akal manusia. Allah
Azza wa Jalla berfirman:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam), (sesuai)


fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” [QS. Ar-Ruum: 30]
Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: “Maksudnya adalah tegakkan wajahmu
dan teruslah berpegang pada apa yang disyariatkan Allah kepadamu, yaitu
berupa agama Nabi Ibrahim yang hanif, yang merupakan pedoman hidup
bagimu. Yang Allah telah sempurnakan agama ini dengan puncak
kesempurnaan. Dengan itu berarti engkau masih berada pada fitrahmu yang
salimah (lurus dan benar). Sebagaimana ketika Allah ciptakan para makhluk
dalam keadaan itu. Yaitu Allah menciptakan para makhluk dalam keaadan
mengenalNya, mentauhidkanNya dan mengakui tidak ada yang berhak
disembah selain Allah.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Islam adalah agama yang
fitrah yang pasti akan diterima oleh semua orang yang memiliki fitrah yang
salimah.”
Artinya orang yang memiliki jiwa yang bersih sebagaimana ketika ia diciptakan
pasti akan menerima ajaran-ajaran Islam dengan lapang dada.

Page 14
Islam memperhatikan akal dan mengajaknya berfikir, mencela kebodohan dan
taqlid buta. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman:
Katakanlah, Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?” [QS. Az-Zumar: 9]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan
siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), Ya Rabb kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia,
Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari adzab Neraka.” [QS. Ali Imran: 190-191]
Juga firmanNya Subhanahu wa Ta‟ala:

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena
pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung
jawabannya.” [QS. Al-Isra: 36]
Ibnu Abbas rahimahullah berkata: “Aku mengira mereka akan binasa. Aku
mengatakan, „Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, sedang mereka
mengatakan, „Abu Bakar dan Umar berkata‟.” [HR. Ahmad dan Lainya]

Al-Imam asy-Syafi‟i rahimahullah (Mazhab Syafi‟i) mengatakan: “Semua


permasalahan yang sudah disebutkan dalam hadits yang shahih dari Rasulullah
dan berbeda dengan pendapat saya, maka saya rujuk dari pendapat itu ketika
saya masih hidup ataupun sudah mati.”
Al-Imam Malik rahimahullah (Mazhab Maliki) mengatakan: “Saya hanyalah
manusia biasa, mungkin salah dan mungkin benar. Maka perhatikanlah
pendapat saya, jika sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah maka ambillah.
Apabila tidak sesuai dengan keduanya maka tinggalkanlah.”
Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah (Mazhab Hanafi) mengatakan: “Tidak halal
bagi siapa pun mengambil pendapat kami tanpa mengetahui dari mana kami
mengambilnya.” Dalam riwayat lain, beliau mengatakan: “Haram bagi siapa pun
yang tidak mengetahui dalil yang saya pakai untuk berfatwa dengan pendapat
saya. Karena sesungguhnya kami adalah manusia, perkataan yang sekarang
kami ucapkan, mungkin besok kami rujuk (kami tinggalkan).”
Al-Imam Ahmad Bin Hambal rahimahullah (Madzab Hambali mengatakan):
“Janganlah kalian taklid kepada saya dan jangan taklid kepada Malik, Asy-
Syafi‟i, Al-Auza‟i, ataupun (Sufyan) Ats-Tsauri. Tapi ambillah (dalil) dari mana
mereka mengambilnya.”

Page 15
Islam meliputi akidah dan syariat (keyakinan dan pedoman hidup). Islam telah
sempurna dalam akidah, ajaran syariatnya dan seluruh aspek kehidupan.

Hubungan Manusia dengan Agama.


Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya
Menurut agama Islam, manusia diciptakan di bumi untuk beribadah kepada
Allah. Selain itu, manusia diciptakan di bumi sebagai khalifah atau pemimpin di
bumi.

Dengan perannya tersebut, manusia diharapkan untuk:


1) Sadar sebagai mahluk individu yaitu mahluk hidup yang berfungsi
sebagai mahluk yang paling utama di antara mahluk-mahluk lain. Sebagai
mahluk utama di muka bumi, manusia diingatkan perannya sebagai khaifah
dibumi dan mahluk yang diberi derajat lebih daripada mahluk lain yang ada
di bumi. Sesuai dengan firman Allah:
Terjemanya: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam dan
Kami angkat mereka itu melalui daratan dan lautan serta Kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka atas kebanyakan
mahluk yang kami ciptakan (Q.S. Al-Isra: 70)

2) Sadar bahwa manusia adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial,


manusia harus mengadakan interelasi dan interaksi dengan sesamanya.
Itulah sebabnya Islam mengajarkan perasamaan
Terjemahnya: “Berpeganglah kamu semuanya dalam tali Allah dan
janganlah kamu berpecah belah…” (Q.S. Ali Imran: 103)
Terjemahnya: “Sesungguhnya semua orang mukmin adalah
bersaudara.”(Q.S. Al Hujarat: 10)

3) Sadar manusia adalah hamba Allah SWT . Manusia sebagai mahluk yang
berketuhanan, memiliki sikap dan watak religius yang perlu dikembangkan.
Manusia harus selalu beribadah keapada Allah karena merupakan tugasnya
untuk beribadah kepada Allah sesauai dengan firman Allah:
Terjemahnya:“(Yang memiliki sifat-sifat) demikian itu adalah Tuhanmu, tidak
ada Tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu maka sembahlah Dia, dan
Dia adalah pemelihara segala sesuatu, Dia tidak dapat dijangkau oleh daya
penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan
Dialah Yang Maha Mengetahui.”(Q.S. Al An‟aam: 102

Untuk menjalankan tujuan-tujuan tersebut, dalam hal ini Agama Islam,


mengajarkan 3 hal yang merupakan dasar dari agama yaitu:

Page 16
1) Aqidah .
Beberapa ulama Islam juga menafsirkan tentang aqidah. Hasan al-
Banna dalam Majmu‟ ar-Rasaail menafsirkan bahwa: “Aqaid (bentuk
jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini dalam
hati, mendatangkan ketentraman jiwa dan tidak tercampur sedikitpun
dengan keragu-raguan.” Abu Bakar Al-jazairi dalam kitab Aqidah Al-
Mukmin menafsirkan bahwa: “Aqidah merupakan sejumlah
kebenarannya yang dapat diterima secara mudah oleh manusia
berdasarkan akal, wahyu (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu
dipatrikan dalam hati dan ditolak segala yang bertentangan dengan
kebenaran itu.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka aqiadah merupakan
keyakinan dalam hati yang benar-benar mantab dan tidak akan goyah
walaupun banyak hal yang berusaha menentang hal tersebut. Aqidah
atau sistem aqidah merupakan sistem keyakinan yang sering disebut
rukun iman yaitu: ·
 Iman kepada Allah ·
 Iman kepada malaikat dan mahluk gaib lainnya
 Iman kepada kitab-kitab Allah
 Iman kepada Nabi dan Rasul Allah ·
 Iman kepada Hari Kiamat
 Iman kepada Qada dan Qadar

2) Syariat Syari’at bisa disebut syir’ah.

Artinya secara bahasa adalah sumber air mengalir yang didatangi


manusia atau binatang untuk minum. Perkataan “syara‟a fiil maa‟i”
artinya datang ke sumber air mengalir atau datang pada syari‟ah.
Kemudian kata tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah
yang diturunkan untuk manusia. Kata “syara‟a” berarti memakai syari‟at.
Juga kata “syara‟a” atau “istara‟a” berarti membentuk syari‟at atau
hukum. Dalam hal ini Allah berfirman,
Terjemahnya: “Untuk setiap umat di antara kamu (umat Nabi
Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami jadikan peraturan
(syari‟at) dan jalan yang terang.” [QS. Al-Maidah (5): 48]

3) Ahlak .
Secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh
suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang
baik.
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa
Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.

Page 17
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad
Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri
seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa
mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.

Ahlak-ahlak yang baik adalah:


1. Jujur (Ash-Shidqu)
2. Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)
3. Malu (Al-Haya')
4. Rendah hati (At-Tawadlu')
5. Murah hati (Al-Hilmu)
6. Sabar (Ash-Shobr).

Sedangkan ahlak-ahlak yang buruk adalah:


1. Mencuri/mengambil bukan haknya
2. Iri hati
3. Membicarakan kejelekan orang lain (bergosip)
4. Membunuh

Page 18

Anda mungkin juga menyukai