Anda di halaman 1dari 41

12

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Bimbingan dan Konseling

Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia tidak terlepas dari


perkembangan di Negara asalnya yaitu amerika serikat.Perkembangan bimbingan
dan konseling di Indonesia cenderung berorientasi pada layanan pendidikan
(intruksional) dan pencegahan. Sejak tahun 1975 bimingan dan konseling
digalakkan di sekolah-sekolah (Rochman Natawidjaja, 1987).upaya ini bertujuan
untuk memberikan bantuan kepada siswa sehingga ia dapatberkembang seoptimal
mungkin. Khusus mengenai pandangan terhadap anak didik yaitu bahwa anak
didik mempunyai potensi untuk berkembang karena itu pendidikan harus
memberikan situasi kondusif bagi perkembangan potensi tersebut secara optimal.
Dalam pelaksanaannnya bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah lebih
banyak menangani kasus-kasus siswa bermaslah daripada pengembangan potensi
siswa.

1) Pengertian Bimbingan.

Bimbingan merupakan salah satu bentuk helping atau bantuan yang


diberikan kepada seseorang yang membutuhkan. Sebuah bimbingan harus
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan karena hasil dari
bimbingan itu sendiri tidak bisa dilihat dalam satu atau dua kali proses bimbingan.
Dalam melakukan bimbingan, harus diakukan secara sistematis dan terarah
supaya tercapai tujuan yang diinginkan.
Menurut Arthur J. Jones (1970) bimbingan adalah "The help given by one
person to another in making choises and adjustment and in solving problems".
Pengertian bimbingan yang dikemukakan amat sederhana yaitu bahwa dalam
proses bimbingan ada dua orang yaitu pembimbing dan yang dibimbing, dimana
pembimbing membantu terbimbing sehingga yang terbimbingmampu membuat
pilihan-pilihan, menyesuaikan diri, dan memecahkan masalah yang dihadapinya.

12
13

Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah bantuan yang
diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki
mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri,
memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa
depan yang lebih baik. Hal senada juga dikemukakan oleh Prayitno dan Erman
Amti (2004: 99), Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-
anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan
kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan
norma-norma yang berlaku.

Sementara Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan


adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan
individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar
individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya.Chiskolm dalam
McDaniel, dalam Prayitno dan Erman Amti (1994: 94), mengungkapkan bahwa
bimbingan diadakan dalam rangka membantu setiap individu untuk lebih
mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri. Sedangkan menurut
Laksmi(2003:3), Bimbingan adalah bantuan dari konselor yang memiliki
kompetensi kepada individu dalam berbagai tahapan usia, untuk membantu
mengarahkan, mengembangkan, menentukan dan memecahkan masalah dalam
hidupnya.

Frank W. Miller dalam bukunya Guindance, Principleand Services (1968),


mengemukakan definisi bimbingan sebagai berikut:

"Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai


pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan bagi penyesuaian diri
secara baik dan maksimum di sekolah, keluarga, dan masyarakat."
14

Dari definisi ini dapat diungkapkan beberapa pengertian, sebagai berikut:

1. Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu yang


membutuhkannya. Bantuan tersebut diberikan secara bertujuan,
berencana, dan sistematis, tanpa paksaan melainkan atas kesadaran
individu tersebut.
2. Bimbingan diberikan kepada individu agar ia dapat memahami
dirinya, mengarahkan diri, dan kemudian merealisasikan dirinya
dalam kehidupan nyata.
3. Bimbingan diberikan kepada individu untuk membantunya agar
tercapai penyesuaian diriyang baik (well adjustment) terhadap diri
dan lingkungan di rumah, sekolah dan masyarakat.

Berbeda dengan Miller, peters dan shertzer (1974) mengemukakan


bimbingan (guidance) sebagai berikut:
“Guidance as used here and throughout this book, is defined simply as the
process of helping the individual to understand himself and this world so that he
can utilize his potentialities.”
Dari definisi tersebut terungkap pengertian bahwa bimbingan merupakan
proses bantuan terhadap individu agar ia memahami dirinya dan dunianya,
sehingga dengan demikian ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya.
Pusat perhatian kedua pakar itu masih pada pemahaman individu terhadap
diri dan dunianya, sehingga dengan pemahaman tersebut mudah baginya untuk
mengembangkan dan menggunakan potensi dirinya untuk kemaslahatan diri dan
lingkungannya.
Dari pengertian-pengertian bimbingan sebagaimana dikemukakan diatas
tadi, dapat disimpulkan karakteristik bimbingan (guidance) adalah sebagai
berikut:
15

1. Bimbingan merupakan upaya yang bersifat preventif.


Artinya lebih baik diberikan kepada individu yang belum bermasalah,
sehingga dengan bimbingan dia akan memelihara diri dari berbagai
kesulitan.
2. Bimbingan dapat diberikan secara individual dan kelompok.
Upaya bimbingan dapat diberikan secara individual, artinya seorang
pembimbing menghadapi seorang klien.Mendsikusikan tentang
pengembangan diri klien, kemudian merencanakan upaya-upaya bagi
diri klien yang terbaik baginya.
Disamping itu, bimbimngan kelompok adalah jika seorang
pembimbing menghadapi banyak klien.Disini pembimbing lebih
banyak bersikap sebagai fasilitator untuk kelancaran diskusi
kelompok dan dinamika kelompok.Masalah yang dihadapi adalah
persoalan bersama, misalnya meningkatkan prestasi belajar,
kreativitas dan sebagainya.
3. Bimbingan dapat dilakukan oleh para guru, pemimpin, ketua-ketua
oganisasi dan sebagainya.
Bisa dikatakan bahwa bimbingan dapat dilakukan oleh siapa saja yang
berminat, asal mendapat pelatihan terlebih dahulu.Misalnya bagi para
pemimpin asrama, pelatih olahraga dan sebagainya.Yang terpenting
adalah mereka memiliki pengetahuan tentang psikologi, sosiologi,
budaya dan berbagai teknik bimbingan seperti diskusi dan dinamika
kelompok, sosio drama, teknik mewawancarai dan memiliki sikap
yang menghargai, ramah, jujur, dan terbuka.

2) Pengertian Konseling
Konseling sering pula disebut “penyuluhan”, dalam perkembangannya
yang terakhir di Indonesia sudah tidak terlalu sering diperdebatkan maknanya
secara konseptual dan teoritis.Konseling sebagai salah satu upaya professional
adalah berdimensi banyak.Jika dilihat latar belakangnya, konseling muncul karena
16

adanya sejumlah pertanyaan yang perlu dijawab individu dan untuk itu perlu
bantuan professional.
Secara Etimologi berasal dari bahasa Latin “consilium “artinya “dengan”
atau bersama” yang dirangkai dengan “menerima atau “memahami” . Sedangkan
dalam Bahasa Anglo Saxon istilah konseling berasal dari “sellan” yang
berarti”menyerahkan” atau “menyampaikan” Konseling meliputi pemahaman dan
hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan,motivasi,dan
potensi-potensi yang yang unik dari individu dan membantu individu yang
bersangkutan untuk mengapresiasikan ketige hal tersebut. (Berdnard &Fullmer
,1969).
Secara historis asal mula pengerian konseling adalah untuk memberi
nasehat seperti penasehat hukum, penasehat perkawinan, dll.Kemudian nasehat itu
berkembang ke bidang-bidang bisnis, manajemen, otomotif, investasi, dan
finansial. Pengertian konseling dalam kegiatan-kegiatan tersebut diatas
menekankan pada nasehat (advise giving), mendorong , memberi informasi,
menginterpretasi hasil tes, dan analisa psikologis.
English & English pada tahun 1958 mengemukakan arti konseling adalah:
“Suatu hubungan antara seesorang dengan orang lain, dimana seorang
berusaha keras untuk membantu orang lain agar memahami masalah dan dapat
memecahkan masalahnya dalam rangka penyesuaian dirinya”
Diantara konseling yang muncul saat itu yang menonjol adalah konseling
pendidikan, jabatan, dan hubungan sosial.
Pada tahun 1955, yaitu tiga tahun sebelum English, Glen E. Smith
mendefinisikan konseling yaitu:
“Suatu proses dimana konselor membantu konseli (klien) agar ia dapat
memahami dan menafsirkan fakta-fakta yang berhubungan dengan kebutuhan
individu”

Milton E. Hahn (1955) mengatakan bahwa konseling adalah suatu proses


yang terjadi dalam hubungan seseorang dengan seorang yaitu individu yang
mengalami masalah yang tidak dapat diatasinya, dengan dengan petugas
17

professional yang telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk membantu


agar klien mampu memecahkan kesulitannya.

Menurut analisa Shertzer dan Stone (1980), definisi-definisi konseling


pada umumnya bernuansa kognitif, afektif, dan behavioral.Semua definisi
konseling mencerminkan relasi dyadic yakni hubungan seseorang, beragam
tempat, beragam klien, beragam materi dan tujuan.Menurut Robinson (1986),
Konseling adalah semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana seseorang
yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap
dirinya sendiri dan lingkungannya, hubungan konseling menggunakan wawancara
untuk memperoleh dan memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar,
meningkatkan kematangan, memberikan bantuan melalui pengambilan keputusan.

Dari definisi beberapa ahli diatas, dapat dimpilkan bahwa konseling adalah
Proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara Konseling oleh
seorang ahli (disebut Konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah
(disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dialami oleh klien.

Pengertian KonselingMenurut British Association of Counselling (1984)


yang dikutip oleh Mappiare (2004) konseling merupakan suatu proses bekerja
dengan orang banyak, dalam suatu hubungan yang bersifat pengembangan diri,
dukungan terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah.
Menurut Burk dan Stefflre (1979) yang dikutip Latipun (2001) konseling
mengindikasikan hubungan profesional antara konselor terlatih dengan klien,
hubungan yang terbentuk biasanya bersifat individu ke individu, kadang juga
melibatkan lebih dari satu orang suatu misal keluarga klien. Konseling didesain
untuk menolong klien dalam memahami dan menjelaskan pandangan mereka
terhadap suatu masalah yang sedang mereka hadapi melalui pemecahan masalah
dan pemahaman karakter dan perilaku klien.

Menurut Pietrofesa, Leonard dan Hoose (1978) yang dikutip oleh


Mappiare (2004) konseling merupakan suatu proses dengan adanya seseorang
yang dipersiapkan secara profesional untuk membantu orang lain dalam
18

pemahaman diri pembuatan keputusan dan pemecahan masalah dari hati kehati
antar manusia dan hasilnya tergantung pada kualitas hubungan.

Menurut Palmer dan McMahon (2000) yang dikutip oleh Mc leod (2004)
konseling bukan hanya proses pembelajaran individu akan tetapi juga merupakan
aktifitas sosial yang memiliki makna sosial. Orang sering kali menggunakan jasa
konseling ketika berada di titik transisi, seperti dari anak menjadi orang dewasa,
menikah ke perceraian, keinginan untuk berobat dan lain-lain. Konseling juga
merupakan persetujuan kultural dalam artian cara untuk menumbuhkan
kemampuan beradaptasi dengan institusi sosial.

Dengan demikian, bimbingan konseling dapat diartikansatu bentuk helping


atau bantuan yang diberikan kepada seseorang yang membutuhkanpemahaman
diri pembuatan keputusan dan pemecahan masalah dari hati kehati antar manusia
dan hasilnya tergantung pada kualitas hubungan, yang dilakukan secara terus
menerus dan berkesinambunganagar ia memahami dirinya dan dunianya, sehingga
dengan demikian ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya

1) Landasan Bimbingan Konseling di Sekolah


a) PP No. 29 atau 1990 pasal 27 ayat 1
b) Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam upaya
menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan.
c) PP No. 38 atau 1992
d) Pasal 1 ayat 2 : Tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang bertugas
membimbing, mengajar dan melatih peserta didik.
e) Pasal 1 ayat 3 : Tenaga pembimbing adalah tenaga pembimbing yang
bertugas membimbing peserta didik.
f) Pasal 2 ayat 2 : Tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar dan
pelatih.
g) SKB Mendikbud dan KA BAKN No. 0433 atau P atau 1993 dan No. 25
tahun 1993
19

h) Pasal 1 ayat 4 : Guru pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas,


tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan
Bimbingan dan Konseling kepada sejumlah peserta didik.
i) Pasal 1 ayat 10 : Penyusunan program Bimbingan dan Konseling adalah
membuat perencanaan pelayanan BK dalam bidang bimbingan pribadi,
bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karier.
j) Pasal 1 ayat 13 : Analisis evaluasi Bimbingan dan Konseling adalah hasil
evaluasi pelaksanaan BK yang mencakup layanan orientasi, informasi,
penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok
dan bimbingan pembelajaran serta kegiatan pendukungnya.
k) Pasal 1 ayat 14 : Tindak lanjut pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
adalah kegiatan menindaklanjuti hasil analisis evaluasi tentang layanan
evaluasi, informasi, penempatan dan penyaluran, konseling perorangan,
bimbingan kelompok dan bimbingan pembelajaran serta kegiatan
pendukungnya.

2) Fungsi Bimbingan dan Konseling

Fungsi merupakan bagian utama dari cabang kerja yang selanjutnya


terbagi menjadi aktivitas. Dengan demikian yang dimaksud dengan fungsi
Bimbingan Konseling adalah hal-hal yang terkait dengan aktivitas yang dilakukan
dalam pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Menurut Priyatno dan Amati E. (2004: 194) menyebutkan bahwa fungsi
Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah :
a) Fungsi pemahaman,
b) Fungsi pencegahan,
c) Fungsi pengentasan,
d) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan,
Menurut Nurihsan A.J. (2006: 8-9) menyebutkan bahwa Bimbingan
Konseling minimal mempunyai 4 fungsi :
a) Fungsi pengembangan,
20

b) Fungsi penyaluran,
c) Fungsi adaptasi,
d) Fungsi penyesuaian,
(Tohirin, 2008: 39)Pelayanan bimbingan dan konseling khususnya di
sekolah dan madrasah memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. FungsiPemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu peserta didik
(siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan
lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan
pemahaman ini, siswa diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya
secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis
dan konstruktif.
b. FungsiPreventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan
berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik.
Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada siswa tentang
cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan
dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi,
informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu
diinformasikan kepada para siswa dalam rangka mencegah terjadinya tingkah
laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras,
merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free
sex).
c. FungsiPengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif
dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa.
Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai
teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan
program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya
membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan
yang dapat digunakan disini adalah layanan informasi, tutorial, diskusi
21

kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan


karyawisata.
d. FungsiPerbaikan (Penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat
kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada
siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial,
belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan
remedial teaching.
e. FungsiPenyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa memilih
kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan
penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan
ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu
bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga
pendidikan.
f. FungsiAdaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan
program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan,
dan kebutuhan siswa (siswa). Dengan menggunakan informasi yang memadai
mengenai siswa, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam
memperlakukan siswa secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi
Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun
menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan siswa.
g. FungsiPenyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa (siswa)
agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis
dan konstruktif
h. Fungsi Advokasi, Layanan bimbingan dan konseling melalui fungsi ini adalah
membantu siswa memperoleh pembelaan atas hak dan kewajiban atau
kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.

3) Tujuan Bimbingan dan Konseling


Menurut Marbun (2003: 376), tujuan merupakan hasil akhir yang
ditentukan agar dicapai dalam waktu tertentu oleh perusahaan, organisasi atau
22

orang yang dibebani tanggung jawab untuk itu. Demikian pula, dalam Bimbingan
dan Konseling di sekolah.Menurut Nurihsan A.J. (2006) membedakan antara
tujuan Bimbingan dan tujuan Konseling. Tujuan layanan bimbingan dijelaskan
Nurihsan (2006: 8) agar individu dapat :
a. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier, serta
kehidupan pada masa yang akan datang,
b. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal
mungkin,
c. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan
masyarakat, serta lingkungan kerjanya, dan
d. Mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi,
penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat ataupun
lingkungan kerja,
e. Adapun tujuan konseling pada umumnya dan di sekolah pada khususnya
menurut Shertzer dan Stone (dalam Nurihsan, 2006: 12), sebagai berikut:
f. Mengadakan perubahan perilaku pada klien sehingga memungkinkan
hidupnya lebih produktif dan memuaskan,
g. Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif,
h. Penyelesaian masalah,
i. Mencapai keefektifan pribadi,
j. Mendorong individu mampu mengambil keputusan yang penting bagi
dirinya.

Menurut Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller,(1976) bahwa


tujuan bimbingan ialah agar individu dapat
a. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier serta
kehidupannya dimasa yang akan datang
b. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya
seoptimal mungkin
c. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan
masyarakat serta lingkungan kerjanya
23

d. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi,


penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun
lingkungan kerja
Selanjutnya Syamsu yusuf dan Juntika nurishan,(2005) mengatakan
bahwa tujuan bimbingan adalah perkembangan optimal, yaitu perkembangan
yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik
dan benar.
Jadi, sesuai dengan beberapa pendapat para ahli diatas. Tujuan
bimbingan menurut Wisnu Pamuja Utama,(2011) sendiri yaitu agar individu
dapat
 Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier serta
kehidupannya dimasa yang akan datang
 Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya
seoptimal mungkin
 Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan
masyarakat serta lingkungan kerjanya
 Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi,
penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun
lingkungan kerja. Demi kehidupan yang baik.

Menurut Shertzer dan Stone,(1980) tujuan konseling antara lain:


a. Mengadakan perubahan perilaku pada diri konseli sehingga
memungkinkan hidupnya lebih produktif dan memuaskan
b. Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif. Jika hal ini
tercapai, maka individu mencapai integrasi, penyesuaian, dan
identifikasi positif dengan yang lainnya. ia belajar menerima tanggung
jawab, berdiri sendiri, dan memperoleh integrasi perilaku
c. Pemecahan masalah. Hal ini, berdasarkan kenyataan bahwa individu -
individu yang mempunyai masalah tidak mampu menyelesaikan masalah
yang dihadapinya. Disamping itu biasanya siswa datang pada konselor
24

karena ia percaya bahwa konselor dapat membantu memecahkan


masalahnya
d. Mencapai keefektifan pribadi
e. Mendorong individu mampu mengambil keputusan yang penting bagi
dirinya. Jelas disini bahwa, pekerjaan konselor bukan menentukan
keputusan yang harus diambil oleh konseli atau memilih alternatif dari
tindakannya. Keputusan - keputusan ada pada diri konseli sendiri, dan
ia harus tau mengapa dan bagaimana ia melakukannya. Oleh sebab itu,
konseli harus belajar mengestimasi konsekuensi - konsekuensi yang
mungkin terjadi dalam pengorbanan pribadi, waktu, tenaga, uang, resiko
dan sebagainya. Individu belajar memperhatikan nilai - nilai dan ikut
mempertimbangkan yang dianutnya secara sadar dalam pengambilan
keputusan.
Selanjutnya Setyawan,(1959) berpendapat bahwa tujuan konseling
adalah agar konseli dapat:
a. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan
karier serta kehidupannya dimasa yang akan datang
b. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang
dimilikinya seoptimal mungkin
c. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan
masyarakat serta lingkungan kerjanya
d. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi,
penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat,
maupun lingkungan kerja.
Oleh karena itu, dari paparan beberapa ahli diatas. Maka Wisnu
Pamuja Utama,(2011) sendiri berpendapat bahwa tujuan konseling ialah
Membantu merubah perilaku konseli agar lebih produktif, membantu
pemecahan masalah baik masalah pribadi, sosial, belajar, karier, keluarga,
dan keagamaan, serta mendorong peserta didik mampu mengambil
keputusan yang penting bagi dirinya dalam menemukan solusi sendiri.
25

4) Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

Dalam memberikan layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah ada


beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut dikelompokan
menjadi :
a. Prinsip Umum
1) Sikap dan tingkah laku seseorang merupakan refleksi dari kepribadian
seseorang,
2) Layanan Bimbingan dan Konseling yang berhasil diawali dengan telaah
kebutuhan dan kesulitan individu,
3) Bimbingan dan Konseling adalah bantuan yang pada akhirnya klien dapat
memecahkan masalahnya sendiri dengan kemampuaannya sendiri,
4) Dalam proses Bimbingan dan Konseling, klien harus aktif, dinamis, banyak
ide, sehingga proses Bimbingan dan Konseling berpusat pada klien,
5) Apabila permasalahan individu tidak dapat ditangani oleh petugas
Bimbingan dan Konseling, maka diperlukan reveral,
6) Program Bimbingan dan Konseling tidak boleh bertentangan dengan
program pendidikan,
7) Petugas Bimbingan dan Konseling hendaknya memiliki kemampuan
professional sebagai konselor,
8) Dalam program Bimbingan dan Konseling hendaknya dilakukan evaluasi
secara terprogram untuk mengetahui keberhasilannya.
b. Prinsip yang berhubungan dengan sasaran Bimbingan dan Konseling.
Sasaran layanan Bimbingan dan Konseling adalah klien. Agar berhasil,
layanan Bimbingan dan Konseling perlu memperhatikan beberapa prinsip, antara
lain:
1) Bimbingan dan Konseling melayani semua siswa tanpa pandang bulu,
2) Program Bimbingan dan Konseling berpusat pada siswa,
3) Bimbingan dan Konseling harus menjangkau keunikan individu,
4) Layanan Bimbingan dan Konseling harus berdasar perkembangan individu,
26

5) Dalam memberikan layanan Bimbingan dan Konseling harus dipahami


mengenai kesamaan dan perbedaan setiap individu.
c. Prinsip yang berhubungan dengan petugas Bimbingan dan Konseling
1) Petugas Bimbingan dan Konseling melakukan tugasnya sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan masing-masing,
2) Petugas Bimbingan dan Konseling dipilih berdasar kualifikasi kemampuan
dan minat,
3) Petugas Bimbingan dan Konseling pada dasarnya perlu mendapat
kesempatan untuk meningkatkan dan mengembangkan diri,
4) Petugas Bimbingan dan Konseling perlu mendasarkan diri atas data-data
yang valid dari klien,
5) Petugas Bimbingan dan Konseling harus menjaga kerahasiaan pribadi
kliennya,
6) Petugas Bimbingan dan Konseling perlu memperhatikan hasil-hasil
penelitian bimbingan dalam rangka pengembangan kurikulum di sekolah.
d. Prinsip-prinsip Konseling
a. Konseling merupakan alat yang sangat penting dalam keseluruhan program
bimbingan,
b. Dalam konseling terlibat dua individu, konselor dan klien,
c. Konseling menitikberatkan masalah sikap dan mental,
d. Konseling menitik beratkan penghayatan emosional dari pada intelektual,
e. Konseling terjadi dalam suatu jalinan hubungan khas antara konselor dan
klien,
f. Konseling dilakukan oleh orang yang memiliki kualifikasi professional
tertentu.

5) Asas-Asas Bimbingan dan Konseling


a) Asas Kerahasiaan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap
data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan,
yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang
27

lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan
menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar
terjamin.
b) Asas Kesukarelaan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan
dan kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang
diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan tersebut.
c) Asas Keterbukaan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik
(konseli) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak
berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri
maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna
bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban
mengembangkan keterbukaan peserta didik (konseli). Keterbukaan ini amat terkait
pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta
didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka,
guru pembimbing terlebih dahuu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
d) Asas Kegiatan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik
(konseli) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing
perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
e) Asas Kemandirian
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum
bimbingan dan konseling, yakni: peserta didik (konseli) sebagai sasaran layanan
bimbingan dan konseling diharapkan menjadi siswa-siswa yang mandiri dengan
ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru
pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan
28

konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian peserta


didik.
f) Asas Kekinian
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran
layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (konseli)
dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau
kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi
yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
g) Asas Kedinamisan
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan
terhadap sasaran layanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju,
tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
h) Asas Keterpaduan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk
ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan.
Koordinasi segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
i) Asas Keharmonisan
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama,
hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang
berlaku. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai
dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
(konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
29

j) Asas Keahlian
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan
konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam
penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam
penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
k) Asas Alih Tangan Kasus
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak
yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara
tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli)
mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru
pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau
ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus
kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.

1. Pengertian perkembangan

Apa sebenarnya pengertian perkembangan itu? Istilah perkembangan


(development) dan pertumbuhan (growth) dalam artian biasa memang hampir
sama. Keduanya dapat diartikan adanya perubahan dari keadaan sesuatu
kekeadaan yang lain. Namun pada istilah pertumbuhan dititik beratkan pada
perubahan fisik, sedangkan istilah perkembangan digunakan kalau lebih
menekankan pada perubahan psikis.
Teori yang tertua adalah yang diajukan oleh seorang psikolog jerman yang
bernama Johann Friederische Hebart.Teorinya disebut teori asosiasi. Disebut
demikian karena hebart berpendapat bahwa seluruh proses perkembangan itu
diatur dan dikuasai oleh kekuasaan hukum asosiasi. Hebart berpendapat bahwa
terjadinya perkembangan adalah oleh karena adannya unsur-unsur yang
30

berasosiasi sehingga sesuatu yang bermula bersifat simple (unsur yang sedikit)
makin lama makin banyak dan kompleks.
Sebagaimana Monks dkk. menuliskan istilah pertumbuhan khusus
dimaksudkan bagi pertumbuhan dalam ukuran-ukuran badan dan fungsi fisik yang
murni, sedangkan istilah perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang
khas mengenai gejala psikologik yang Nampak. Dan tidak dapat disangkal
bahwasannya pertumbuhan fisik mempengaruhin perkembamngan psikis, karena
keduanya memang tidak dapat dipisahkan.
Dalam penjelasan mengenai teori perkembangan terdapat perbedaan di
dalam memahami apa yang termasuk dalam perkembangan dan mengenai cara
perkembangan berlangsung. Namun terdapat beberapa prinsip umum yang
didukung hampir semua ahli, yaitu :
a. Manusia berkembang dalam tingkat yang berbeda
Dalam kelas anda akan memiliki seluruh benangan contoh mengenai tingkat
perkembangan yang berbeda. Beberapa siswa akan lebih besar, terkoordinasi
lebih baik, atau lebih dewasa dibannding dengan yang lainnya.
b. Perkembangan relatif runtut
Orang cenderung mengembangkan kemampuan tertentu sebelum kemampuan
yang lain.
c. Perkembangan berjalan secara gradual
Sangat jarang perubahan terjadi setiap hari.Jadi di dalam perkembangan
manusia membutuhkan waktu, dan perkembangan itu berjalan relatif sangat
lambat dan tidak setiap hari berlangsung.
Terdapat teori-teori perkembangan menurut para ahli, diantaranya yaitu:
1. Teori Nativisme ( Teori yang Berorientasi pada Biologi )
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang
ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa
sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak
dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga
faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap
perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran
31

nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang


dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan
dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka
kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah
dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk.Oleh karena itu, hasil akhir
pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak
lahir.Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh
anak didik itu sendiri.Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang
baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan
anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses
belajarnya.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan
tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut
pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia
akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia
menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat
dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur
(Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan
pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti
privasi atau jati diri manusia.Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering
ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-
bakat yang ada pada orang tuanya.Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan
satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan.Masih banyak faktor yang
dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju
kedewasaan.
2. Teori Empirisme ( Teori Lingkungan )
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme.
Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau
potensinya di bawah lahir manusia. Dengan kata lain bahwa anak manusia itu
32

lahir dalam keadaan suci dalam pengertian anak bersih tidak membawa apa-apa.
Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar
pengaruhnya pada faktor lingkungan.
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak
dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam per-
kembangan peserta didik.Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam
kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-
stimulan.Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang
dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama
John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak
lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang
diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan
perkembangan anak. Dengan demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini,
seorang pendidik memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar
peserta didiknya.
Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan
behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai
sasaran kajaiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama
sebagai hasil belajar semata-mata.Dengan demikian dapat dipahami bahwa
keberhasilan belajar peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah
lingkungan sekitarnya.Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari
pihak pendidik dalam mengajar mereka.
3. Teori Konvergens
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju
satu titik pertemuan.Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu
baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan
peranan penting.Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-
masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan
kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi
kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan
33

kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang
normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat
sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak
tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.
Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang
ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan
di dunia disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa
anak sejak kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan
lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu.Jadi seorang anak yang
memiliki otak yang cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang
mengarahkannya, maka kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti
bahwa dalam proses belajar peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang
pendidik untuk mendapatkan keberhasilan dalam pembelajaran.
Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan
konvergensi, dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua
aliran yang telah disebutkan (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan.
Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan
cirinya ekstrim berat sebelah.Sedangkan aliran yang terakhir (konvergensi) pada
umumunya diterima seara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami
tumbuh-kembang seorang peserta didik dalam kegiatan belajarnya.Meskipun
demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling
penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu.
Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran
dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang
satu dengan aliran lainnya.Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak
dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa
justreru lingkungan yang mempengaruhi peserta didik tersebut.Selanjutnya
menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik
yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi.
34

4. Teori Interaksionisme
Teoritikus yang terkenal adalah Piaget.Menurut, cara-cara berpikir tertentu
sangat sederhana bagi seorang dewasa, tidaklah sesederhaana pemikiran yang
dilakukan seorang anak.Terdapat batas-batas tertentu pada anak atas materi yang
dapat diajarakan pada satu waktu tertentu dalam masa kehidupan anak tersebut.
Teori Piaget menganggap perkembangan sepanjang waktu sebagai sebuah
kemajuan tingkat. Ia percaya bahwa semua orang muda melalui empat tingkat
perkembangan kognitif yang sama dalam masa perkembangannya. Selanjutnya,
mereka melalui tingkat-tingkat yang sama dengan cara yang sungguh sama.
Empat tingkat perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget yaitu :
a. Masa Bayi (Bakita) : Tingkat Sensomotori
Periode perkembangan pada tingkat ini didasarkan pada informasi yang
diperoleh dari indera (sensori) dan dari tindakan atau gerakan tubuh (motor)
bayi.Prestasi terbesar bayi adalah kesadaran bahwa lingkungan benar-benar di luar
jangkauannya, baik yang bayi mampi rasakan ayau tidak.
Prestasi besar kedua periode sensormotor adalah mukainya tindakan
dengan tujuan terarah yang logis.Memikirkan mengenai benda yang akrab atau
disenangi oleh bayi.
b. Masa Anak-anak Awal : Tingkat Pra-Operasional
Intelegensi sensormotor sangat tidak efektif unyuk perencanaan ke depan
atau mengingat informasi. Untuk itu anak memerlukan apa yang disebut Piaget
sebagai operasi, atau tindakan yang dilakukan secara mental atau berani.
Menurut Piaget, langkah awal tindakan berpikir adalah interalisasi
tindakan. Pada akhir tingkat sensormotor anak dapat menggunakan banyak skema
tindakan.
c. Tingkat Operasional Konkrit
Pada masa ini anak-anak bergerak maju berpikir secara logis.Piaget
menggunakan kata operasional konkrit untuk mendiskripsikan tingkat pemikiran
siap pakai ini. Krakter dasar tingkat ini adalah bahwasannya siswa mengetahui :
a) Stabilitas logis dunia fisik.
35

b) Fakta bahwa elemen-elemen dapat diubah atau ditransformasikan dan


tetap banyak menjaga banyak karakter aslinya.
c) Bahwa perubahan-perubahan ini di balik.

d. Tingkat Operasional Formal


Pada tingkat operasional formal, semua karakter operasi terdahulu terus
menguat.Pemikiran formak adlah mampu membalik, internal, dan mampu
terorganisir dalam sistem, bagian-bagian saling bergantung. Operasi formal
mencakup apa yang biasa kita kenal sebagai alasan ilmiah. Hipotesa dapat dibuat
dan eksperimen mentak berguna untuk mengujinya, dengan variabel yang
diisolasi atau dikontrol.
Menurut Ginzberg, Ginzburg, Axelrad dan Herma (1951) perkembangan
dalam proses pilihan pekerjaan mencakup tiga tahapan yang utama, yaitu fantasi,
tentatif dan realistik.
1. Masa Fantasi
Masa yang mencakup usia sampai kira-kira sepuluh atau dua belas tahun.
Ciri utama dari masa ini adalah dalam memilih pekerjaan anak bersifat
sembarangan, artinya asal pilih saja.Pilihannya tidak didasarkan pada
pertimbangan yang masak mengenai kenyataan yang ada, tetapi pada kesan atau
khayalan belaka. Seperti, anak yang berumur lima tahun ingin menjadi tentara
karena kegagahannya atau menjadi dokter karena dokter umumnya bermobil
mewah dan penghasilannya besar.
2. Masa Tentatif
Dalam masa tentatif pun, pilihan karier orang mengalami
perkembangan.Mula-mula pertimbangan karier itu hanya berdasarkan
kesenangan, ketertarikan minat, sedangkan faktor-faktor lain tidak
dipertimbangkan.Anak mulai menanyakan kepada diri sendiri apakah dia
memiliki kemampuan (kapasitas) melakukan suatu pekerjaan, dan apakah
kapasitas itu cocok dengan minatnya.Sewaktu anak bertambah besar, anak
menyadari bahwa di dalam pekerjaan yang dilakukan orang ada kandungan nilai,
yaitu nilai pribadi dan atau nilai kemasyarakatan bahwa kegiatan yang satu lebih
36

mempunyai nilai dari padanya lainnya.Dalam masa tentatif, terdapat beberapa


masa diantaranya masa transisi yaitu masa peralihan sebelum orang memasuki
masa realistik.Dalam masa ini anak memadukan orientasi-orientasi pilihan yang
dimiliki sebelumnya, yaitu masa orientasi minat, orientasi kapasitas dan orientasi
nilai.
3. Tahap Realistik
a. Masa Eksplorasi
Anak mulai melakukan eksplorasi dengan memberikan penilaian atas
pengalaman-pengalaman kerjanya dalam kaitan dengan tuntutan sebenarnya,
sebagai syarat untuk bisa memasuki lapangan pekerjaan atau untuk melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi.
b. Tahap Kristalisasi
Dalam kegiatan-kegiatan selama tahap eksplorasi, anak mungkin mencapai
keberhasilan tetapi mungkin juga kegagalan.Pengalaman-pengalaman berhasil dan
gagal ini ikut membentuk pola.Inilah tahap kristalisasi, ketika anak mengambil
keputusan pokok dengan mengawinkan faktor-faktor yang ada, baik dari dalam
diri (internal) maupun yang dari luar diri (eksternal).
c. Tahap Spesifikasi
Saat tahap ini anak memilih pekerjaan spesifik, maksudnya pekerjaan
tertentu yang khusus. Misalnya, jika anak memilih pekerjaan bidang pendidikan,
ia akan mengkhususkan pilihannya itu pada pekerjaan guru dan bukan pekerjaan
lain di bidang pendidikan. Di bidang keguruan, ia akan lebih khusus memilih guru
dalam bidang studi apa.
Erik erikson (1950) terkenal dalam memperluas teori tahap-tahap
perkembangan kepribadian dari Freud. Erikson mengatakan bahwa perkembangan
itu memiliki prinsip epigenetic.Prinsip ini menjelaskan bahwa kehidupan
organisme yang baru itu berkembang dari sumber yang memiliki identitas yang
tidak berbeda dengan organisme yang baru dan bagaimanapun perkembangannya
itu bertahap.Perkembangan individu meliputi perkembangan psikoseksual dan
psikososial. Kemajuan atau ketekunan dalam suatu tahap akan berpengaruh pada
sukses atau tidaknya seseorang dalam tahap berikutnya.
37

Jika dalam tingkat perkembangan itu dapat diatur dengan baik tentu akan
berpengaruh baik terhadap kekuatan psikososial klien dalam sisa usia hidup klien.
Atau sebaliknya, jika klien tidak bisa mengaturnya dengan baik, maka akan
tumbuh sikap maladaptive atau kekacauan yang akan membahayakan masa
depan.

B. Konsep Konseling Perkembangan


1. Pengertian Konseling Perkembangan.

Penjelasan Shertzer dan stone itu menekankan bahwa tujuan konseling dari
berbagai definisi diatas tadi lebih cenderung kepada aspek klinis / penyembuhan
klien. Sedangkan aspek pengembangan potensi klien belum disinggung.Mungkin
hal ini disebabkan permulaan kegiatan konseling banyak didominasi ahli-ahli
medis seperti psikiater dan dokter.

Dalam era global dan pembangunan, maka konseling lebih menekankan


pada perkembangan potensi individu yang terkandung didalam dirinya termasuk
dalam potensi itu adalah aspek intelektual, afektif, sosial, emosional, dan
religious. Sehingga individu akan berkembang dengan nuansa yang lebih
bermakna, harmonis, sosial, dan bermanfaat. Maka definisi konseling yang
antisipatif sesuai tantangan pembangunan adalah:

"Konseling adalah upaya bantuan yang diberikan oleh seoarnag pembimbing


yang terlatih dan berpengalaman terhadap individu-individu yang yang
membutuhkannnya, agar individu tersebut berkembang potensinya secara
optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap
lingkungan yang selalu berubah"

Karakteristik konseling perkembangan adalah:

a. Konselor / pembimbing selalu berusaha melihat potensi individu dan dari


sinilah dimulai penjelajahan dalam proses konseling. Akan tetapi bukan
sebaliknya, bahwa seorang konselor hanya melihat sisi kelemahan / problem /
38

kesulitan klien belaka. Akibatnya proses konseling dipandang oleh para klien
adalah suasana yang tidak menyenangkan.
b. Jika klien memiliki masalah / kelemahan atau kesulitan, biarlah klien yang
mengungkapkannnya berkat dorongan dari konselor. Kemudian konselor
berupaya membantu agar klien mampu mengatasi masalahnya.
c. Konselor berusaha dengan menggunakan keterampilan, kepribadian dan
wawasannnya untuk menciptakan situasi konseling yang kondusif bagi
pengembangan potensi klien.
d. Konselor berusaha memberikan kesempatan kepada klien untuk memberikan
alternatif-alternatif pilihan yang sesuai dengan kondisi dan situasi dirinya.
Konselor akan ikut memebantu agar klien dapat mempertimbangkan
alternatif-alternatif secara realistik.
e. Konseling pengembangan berjalan melalui proses konseling yang
menggairahkan, menggembirakan klien, yaitu melalui dialog / wawancara
konseling yang menyentuh hati nurani dan kesadaran klien.
f. Konselor dituntut agar dapat membaca bahasa tubuh yang berkaitan dengan
lisan klien atau bahasa tubuh yang memberikan isyarat tertentu yang
mengandung arti tertentu.

2. Perbedaan Konseling Konvensional dengan Konseling Perkembangan.

Bimbingan konseling perkembangan yaitu proses bantuan terhadap


individu peserta didik secara komprehensif dan bersifat proaktif dalam
memfasilitasi konseli (klien) untuk mengembangkan potensinya secara efektf
untuk tercapainya perkembangan yang optimal sehingga dapat tercapai individu
yang sehat secara mental.

Perbedaan antara bimbingan konseling konvensional dengan bimbingan


konseling perkembangan terdapat pada layanan dan prinsip yang mengembangkan
secara menyeluruhdan kolektif dan tidak bersifat kasuistis dan secara pasif, akan
tetapi layanan proaktif secara menyeluruh dengan asumsi bahwa individu
mempunyai keunikan dan cenderung untuk berkembang. Sehingga layanan
39

bimbingan konseling perkembangan merupakan layanan dasar yang responsif dan


proaktif dalam tujuannnya mengembangkan dan mendorong individu untuk
berkembang secara optimal dan produktif.

Pada prinsipnya, bimbingan konseling perkembangan merupakan


pembaharuan dari bimbingan konseling tradisional. Adapun beberapa asumsinya
adalah, yaitu:
1. Pencapaian Tugas-tugas Perkembangan merupakan tujuan BK.
2. Perkembangan pribadi yg optimal terjadi melalui interaksi yg sehat antara
individu dengan lingkungannya.
3. Hakikat BK terletak pada keterkaitan antara lingkungan belajar dengan
perkembangan individu.
4. Konseli tidak dipandang sebagai manusia yang sakit mentalnya. Disini
Konseli dipandang sebagai individu yang mampu memilih tujuan,
membuat keputusan, dan berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam
mencapai perkembangan dirinya.
5. Konseli adalah seorang pribadi yang unik dan berharga yg berjuang untuk
mengembangkan dirinya. Dia adalah anggota kelompoknya, bagian dari
budayanya, dan tidak pernah terisolasi dari lingkungan sosialnya.
6. Konselor tidak bersifat netral, atau amoral, dia memiliki nilai-nilai,
perasaan, dan komitmen kepada dirinya.
Berdasarkan asumsi diatas, adapun perbedaan karakteristik antara
bimbingan tradisional dengan perkembangan sebagai berikut:
Konseling Tradisional:

1) Bersifat Reaktif
2) Pendekatan Krisis (Remediatif)
3) Hanya melakukan konseling individual
4) Tidak semua siswa mendapat layanan
5) Menekankan layanan Informasi
6) Programnya tidak terstruktur
7) Hanya dilakukan oleh Konselor sendiri
40

Konseling Perkembangan:

1) Terencana
2) Pendekatan Preventif dan Krisis
3) Melaksanakan Bimbingan dan konseling
4) Semua siswa (for all) mendapat layanan
5) Menekankan kepada program pengembangan
6) Programnya terstruktur
7) Dilakukan oleh konselor dan personel sekolah dalam suatu

Asumsi konvensional mengenai bimbingan konseling bahwa bimbingan


konseling di sekolah merupakan layanan yang diperlukan ketika permasalahan
telah mucul atau bersifat kuratif, atau bahkan banyak beranggapan bahwa guru
guru bimbingan dan konseling di sekolah merupakan polisi sekolah atau alat
untuk menghukum peserta didik ketika membuat masalah. Maka dari itu,
bimbingan konseling perkembangan ini mengubah paradigma akan bimbingan
konseling atau mengoreksi gaya layanan bimbingan konselingyang konvensional
yang bersifat kuratif menjadi layanan yang bersifat responsif yang ditujukan oleh
semua dengan mempertimbangkan keunikan dan dasar dari individu, dan
mengembangkan potensi individu secara menyeluruh dan selaras dengan tugas
perkembangan serta penyesuaian terhadap lingkungannya.

Yang menjadi fokus dari bimbingan dan konseling perkembangan yaitu


bertitik tolak kepada potensi manusia.Bimbingan dan konseling perkembangan
sangat mempertimbangkan kompleksitas elemen kehidupan yang meliputi potensi
biologis, psikologis, kognitif, relationship dan potensi lainnya yang dimiliki
manusia yang sangat unik atau beragam yang berbeda dengan yang
lainnya.Bimbingan konsseling perkembangan merespon kebutuhan yang
dibutuhkan oleh semua peserta didik dengan pertimbangan semua peserta didik
cenderung untuk berkembang, maka maka dalam hal inilah bimbingan konseling
berperan untuk memfasilitasi semua peserta didik untuk mengoptimalkan
perkembangannya.Tujuan dari bimbingan dan konseling perkembangan
41

mengarahkan individu untuk menerima dirinya sendiri, mengerti dirinya sendiri,


mengembangkan dirinya sendiri.

C. Konsep movitasi
1. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi merupakan faktor penggerak maupun dorongan yang dapat


memicu timbulnya rasa semangat dan juga mampu merubah tingkah laku manusia
atau individu untuk menuju pada hal yang lebih baik untuk dirinya sendiri.
Sardiman (2008: 75) mendefinisikan motivasi sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan
yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi adalah
perubahan dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Motivasi dapat ditinjau dari dua sifat, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan
pendorong dari dalam individu, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi
yang keberadaannya karena pengaruh dari luar individu. Tingkah laku yang terjadi
dipengaruhi oleh lingkungan. Motivasi belajar adalah proses yang memberi
semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku.
Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi,
terarah dan bertahan lama (Agus Suprijono, 2009: 163). Winkel (1983: 270)
mendefinisikan bahwa “Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta memberi arah pada kegiatan
belajar”. Dari berbagai pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa
motivasi belajar adalah suatu dorongan atau daya penggerak dari dalam diri
individu yang memberikan arah dan semangat pada kegiatan belajar, sehingga
dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Jadi peran motivasi bagi siswa dalam
belajar sangat penting. Dengan adanya motivasi akan meningkatkan, memperkuat
42

dan mengarahkan proses belajarnya, sehingga akan diperoleh keefektifan dalam


belajar.
2. Fungsi Motivasi Belajar
Motivasi memiliki fungsi bagi seseorang, karena motivasi dapat
menjadikan seseorang mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Fungsi
motivasi menurut Sardiman (2008: 85) yaitu:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak
b. atau motor yang melepaskan energi.
c. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang
d. hendak dicapai.
e. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan mana
f. yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan
g. dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak
h. bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Selanjutnya Hamzah B. Uno (2008: 17) menjelaskan bahwa fungsi
motivasi dalam belajar adalah sebagai berikut:
a. Mendorong manusia untuk melakukan suatu aktivitas yang
b. didasarkan atas pemenuhan kebutuhan
c. Menentukan arah tujuan yang hendak dicapai
d. Menentukan perbuatan yang harus dilakukan.
Berdasarkan pendapat di atas, fungsi motivasi dalam belajar antara lain
adalah untuk mendorong, menggerakan dan mengarahkan aktivitas-aktivitas
peserta didik dalam belajar sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal.
Dengan hal tersebut seseorang melakukan suatu usaha yang sungguh-sungguh
karena adanya motivasi yang baik.
3. Ciri-ciri Motivasi Belajar
Orang termotivasi dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada pada diri orang
tersebut. Berikut ini akan diuraikan beberapa pendapat tentang ciri-ciri dalam
motivasi belajar siswa:
1. Dedi Supriyadi (2005: 86), berpendapat bahwa motivasi belajar siswa
dapat diamati dari beberapa aspek yaitu: memperhatikan materi, ketekunan
43

dalam belajar, ketertarikan dalam belajar, keseringan belajar,


komitmennya dalam memenuhi tugas-tugas sekolah, semangat dalam
belajar dan kehadiran siswa di sekolah.
2. Sardiman (2008: 83) mengemukakan ciri-ciri orang yang bermotivasi
adalah sebagai berikut:
a) Tekun menghadapi tugas
b) Ulet menghadapi kesulitan
c) Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah
d) Lebih senang bekerja mandiri
e) Cepat bosan pada tugas-tugas rutin
f) Dapat mempertahankan pendapatnya
g) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu
h) Senang memecahkan masalah soal-soal
3. Ciri-ciri motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno (2008: 23) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Adanya hasrat dan keinginan berhasil
b) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
c) Adanya harapan dan cita-cita masa depan
d) Adanya penghargaan dalam belajar
e) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
f) Adanya lingkungan belajar yang kondusif
Dari beberapa ciri-ciri motivasi menurut para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukan
hasil yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun,
menunjukan ketertarikan, senang mengikuti pelajaran, selalu memperhatikan
pelajaran, semangat dalam mengikuti pelajaran, mengajukan pertanyaan, berusaha
mempertahankan pendapat, senang memecahkan masalah soal-soal, maka
pembelajaran akan berhasil dan seseorang yang belajar itu dapat mencapai
prestasi yang baik.
44

4. Cara Mengembangkan Motivasi Belajar pada Siswa


Menurut Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi (2007: 10), motivasi pada siswa
dapat tumbuh melalui cara mengajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan
informasi, memberikan stimulus baru, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan
kepada peserta didik, memberikan kesempatan kepada peserta didik menyalurkan
belajarnya, menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian peserta
didik, seperti gambar, foto, video, dan lain sebagainya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat
ditumbuhkan melalui cara-cara mengajar yang bervariasi sehingga mampu
menumbuhkan hasrat dan menarik perhatian siswa, memberikan ulangan dapat
memberi kesempatan kepada peserta didik menyalurkan dan untuk mengetahui
keberhasilan siswa dalam belajar, pemberian pujian dan hadiah atas prestasi siswa
juga bisa membangkitkan semangat untuk lebih giat belajar sehingga tujuan
pendidikan dan keberhasilan pembelajaran dapat tercapai.

D. Kajian Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan kajian yang relevan dari pnelitian Mufidah yang berjudul


EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DAN UPAYA
GURU BIDANG STUDI DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR
SISWA DI MAN 3 CIREBON. Proses layanan bimbingan kosneling dan upaya
guru bidang studi dalam mengatasi kesulitan belajar telah dapat diterima oleh
siswa dengan prosesntase 75,30%.
Kesulitan belajar yang dialami dalam memahami materi pelajaran yang
diajarkan baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotor sebagian besar
dikarenakan faktor dirinya yang kurang motivasi dan IQ yang rendah serta faktor
dari keluarga yang kurang mendukung proses pembelajarannya. Umumnya
kesulitan belajar pada mata pelajaran eksak sebanyak 59,17%. Keberhasilan
belajar siswa cenderung mengalami peningkatan yang ditandai dengan perubahan
perilaku dan adanya motivasi yang kuat untuk belajar setelah dilakukan
bimbingan konseling sebanyak 80% (24 siswa). Sedangkan siswa yang berhasil
45

mengatasi kesulitan belajarnya setelah dilakukan upaya dari guru bidang studi
mencapai 70,60% (21 siswa). Adapun jika layanan bimbingan konseling dan
upaya guru bidang studi diberikan kepada siswa dalam mengatasi kesulitan belajar
secara bersama-sama diperoleh data sebanyak 71,23% (21 siswa). Dengan hasil
korelasi layanan bimbingan konseling dan upaya guru bidang studi dalam
mengatasi kesulitan belajar sebesar 0,88 menunjukan hubungan yang sangat kuat
dan dapat dinyatakan bahwa keduanya sangat efektif digunakan dalam mengatasi
kesulitan belajar.
Sedangkan dalam penelitian yang relevan dari Mutiah retna widyaningsih
dengan judul Implementasi Bimbingan Konseling Dalam Pembentukan
Karakter Siswa (studi eksplorasi Di SMK Muhammadiyah Salatiga Tahun
Pelajaran 2013/2014) Penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut berkenaan
dengan fokus layanan yang diadakan di Sekolah Menengah Kejuruan Salatiga dan
hasil perubahan perilaku dari implementasi layanan tersebut.

1) Bentuk layanan-layanan di Sekolah Menengah Kejuruan Salatiga adalah


layanan orientasi, individual, kelompok, klasikal, belajar, konsultasi,
kempatan/penyaluran, penguasaan konten dan karir.
2) Hubungan antara bimbingan konseling dengan karakter sangat erat sekali
dan saling menguatkan
3) Langkah-langkah bimbingan konseling dalam pembentukan karakter
antara lain, memberikan penyuluhan kelompok, planing, eksekusi,evaluasi
dan mendatangkan orang tuanya.
4) Hambatan-hambatan yang dilalui antara lain, Kurang sinergisnya antara
guru bimbingan konseling dengan pihak lain, daya dukung dan kerja sama
orang tua yang kurang maksimal, asas kesukarelaan yang belum terpenuhi,
asas kejujuran yang belum terpenuhi dan budaya anak yang tidak mau
mengakui kesalahannya.
5) Alternatif pemecahan bimbingan konseling dalam pembentukan karakter
antara lain, kerjasama, home visiting, sharing, dan meningkatkan keaktifan
konselor.
46

6) Tingkat keberhasilan bimbingan konseling dalam pembentukan karakter


sangat bagus dibuktikan dengan banyaknya permasalahan yang dapat
ditangani dengan baik.
7) Bentuk Perubahan Perilaku bimbingan konseling di Sekolah Menengah
Kejuruan Salatiga ikut berperan aktif dalam pembentukan karakter siswa
di sekolah tersebut dalam bentuk aktifitas pemberian layanan.
Adapun penelitian yang dikaji oleh Awik Hidayati, Ismail, Dan Joned
Sudarmaji dengan judul Pemanfatan Layanan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah Ditinjau dari Persepsi Siswa terhadap Konselor dipaparkan bahwa
ada hubungan positif signifikan antara persepsi siswa terhadap Konselor dengan
Tingkat Pemanfa atan layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah artinya
semakin tinggi/positif persepsi siswa terhadap Konselor semakin tinggi tingkat
pemanfaatan Layanan Bimbingan Konseling di sekolah sebaliknya semakin
rendah/ negatif persepsi siswa terhadap Konselor maka semakin rendah pula
tingkat pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.

Setelah melampaui tahap pengumpulan data dan pengolahan serta analisis


data dapatlah dituliskan hasil penelitian bahwa hasil perhitungan dengan analisis
statistik r Product moment menunjukkan ro: 0,531selanjutnya dikonsultasikan r
harga kritik product moment pada N=45 , ts 5%=0,294, dan ts. 1%= 0,380 artunya
r0> dari rt baik 5% maupun 1%. dengan demikian dapat dikatakan bahwa : Ada
hubungan positif signifikan antara persepsi siswa terhadap konselor dengan
tingkat pemanfaatan Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.

E. Kerangka Berpikir dan Kerja BK Perkembangan

Untuk membantu para guru BK (konselor) mudah memahami, kedudukan,


prosedur dan strategi pengelolaan bimbingan dan konseling perkembangan
disekolah, berikut ini dirumuskan kerangka pikir dan kerangka kerjanya, sebagai
berikut:

1. Layanan bimbingan dan konseling di sekolah sebagai bagian integral dari


sistem pendidikan disekolah tersebut dilandasi oleh:
47

a. Hakikat dan konsep bimbingan dan konseling yang dianut yaitu


bimbingan dan konseling perkembangan.
b. Eksistensi bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan
nasional, sebagai dasar legal diselenggarakannnya layanan bimbingan
dan konseling disekolah.
c. Konselor professional, yakni orang yang bertanggung jawab dan
kompeten menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
keberadaan konselor ini sesuai dengan dasar hukumnya yaitu UUSPN
No. 20/2003.
d. System manajemen sekolah yang mendukung program bimbingan
dan konseling, sebagai bagian integral dari program disekolah.
2. Keempat komponen (konsep BK, dasar legal, personal yang professional, dan
sistem manajemen) memperkokoh keberadaan dan identitas bimbingan dan
konseling sekolah.
3. Bimbingan dan konseling di sekolah perlu memperhatikan:
a. Dinamika dan harapan stackholder
b. Visi, misi, tujuan dan program sekolah
c. Kondisi obyektif sekolah
4. Untuk memahami ketiga variabel pada butir (3) perlu dilakukan asesmen
lingkungan dan siswa, dan pemahaman visi, misi, tujuan dan program
sekolah. Asesmen dan pemahaman ini akan melahirkan:
a. Kebutuhuan, harapan, dan kondisi lingkungan
b. Harapan sekolah
c. Kebutuhan dan perkembangan siswa
5. Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling, dirumuskan dengan
mensinergikan ketiga kebutuhan diatas yang tertuang dalam rumusan tugas-
tugas perkembangan (kompetensi) siswa. Rumusan tugas perkembangan ini
merupakan perilaku ideal yang diharapkan dicapai siswa melalui proses
layanan bimbingan dan konseling. Rumusan akan tugas-tugas perkembangan
ini akan sangan baik jika disajikan dalam tataran perkembangan yang
sekaligus merupakan tataran tujuan bimbingan dan konseling.
48

Tataran tujuan ini adalah:


a. Penyadaran, yaitu tujuan yang terfokuspada membantu siswa
mengenal dan memahami perilaku.
b. Akomodasi, yaitu tujuan yang terfokus pada proses memfasilitasi
siswa menjadi perilaku (baru) sebagai tujuan atau milik dirinya.
c. Tindakan, yaitu tujuan yang terfokus pada proses memfasilitasi siswa
mewujudkan perilaku dan tindakan nyata.
6. Evaluasi dan akuntabilitas menjadi hal yang cukup penting dalam aspek
manajeman bimbingan dan konseling. Evaluasi dilakukan terhadap
perkembangan siswa melalui berbagai teknik yang relevan; dan akuntabilitas
ditampilkan dalam laporan keterlaksanaan program dan pencapaian tujuan
bimbingan dan konseling, serta kinerja konselor dalam menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling (Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama &
ABKIN, 2004).
3. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Layanan Bimbingan Dan Konseling
Perkembangan
Dewasa ini substansi layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik
di sekolah adalah bimbingan dan konseling perkembangan. Dalam kaitannya
dengan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, Muro dan Kottman (1995:50-
53) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling perkembangan adalah
bimbingan dan konseling yang di dalamnya mengandung prinsip-prinsip dasar
sebagai berikut:
a. Bimbingan dan Konseling diperlukan oleh seluruh siswa.
Kegiatan bimbingan dan konseling diperlukan oleh seluruh siswa,
termasuk di dalamnya siswa yang mengalami kesulitan.Seluruh siswa ingin
memperoleh pemahaman diri, meningkatkan tanggung jawab terhadap kontrol
diri, memiliki kematangan dalam memahami lingkungan, dan belajar membuat
keputusan. Setiap siswa memerlukan bantuan dalam mempelajari cara pemecahan
masalah, dan memiliki kematangan dalam memahami nilai-nilai. Semua siswa
memerlukan rasa dicintai dan dihargai, memiliki kebutuhan untuk meningkatkan
49

kemampuannya, dan memiliki kebutuhan untuk memahami kekuatan pada


dirinya.
b. Bimbingan dan konseling perkembangan memfokuskan pada
pembelajaran siswa.
Sekolah saat ini membutuhkan tenaga-tenaga spesialis.Spesialis untuk
membantu siswa membaca, memainkan instrument musik, dan membantu
pertumbuhan fisik. Guru pembimbing atau konselor dapat dipandang sebagai
spesialis dalam pertumbuhan dan perkembangan siswa, dalam mempelajari dan
memahamidunia dalam diri siswa. Guru pembimbing ( konselor ) juga bekerja
sebagai perancang dan pengembang kurikulum dalam mengembangkan kognitif,
afektif, dan pertumbuhan fisik.
Kurikulum yang dikembangkan konselor menitikberatkan pada
pembelajaran manusia dan pemanusiaan peserta didik. Secara operasional,
konselor merupakan anggota tim dari suatu tim yang terdiri atas orangtua, guru,
konselor, pengelola, dan spesialis lainnya. Tugas mereka membantu siswa untuk
belajar. Siswa yang memiliki kesulitan hendaknya tetap belajar, dan siswa yang
lambat belajar hendaknya dibantu untuk belajar sebanyak mungkin, sehingga
semua siswa terlibat dalam proses pembelajaran. Tugas sekolah adalah
menyelenggarakan pembelajaran, sedangkan tugas bimbingan dan konseling
perkembangan adalah membantu siswa untuk belajar.
c. Guru pembimbing (konselor) dan Guru adalah fungsionaris bersama
dalam program bimbingan dan konseling perkembangan.
Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) lebih berorientasi pada
siswa daripada pada pelajaran. Oleh karena itu, konselor dan guru bekerja sama
membantu menyelesaikan masalah siswa. Guru pembimbing (konselor)
membantu guru dalam menelusuri masalah siswa, mendengarkan sungguh-
sungguh perasaan yang dicurahkan siswa, memperjelas, menentukan pendekatan
yang akan digunakan dan membantu mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang
baru.
d. Kurikulum yang diorganisasikan dan direncanakan merupakan
bagian penting dalam bimbingan dan konseling perkembangan.
50

Seluruh program bimbingan perkembangan hendaknya berisi perencanaan


dan pengorganisasian kurikulum yang matang. Sama halnya dengan kurikulum
sekolah yang biasa, seperti : Matematika, IPA, IPS; layanan dasar bimbingan
perkembangan berisi tujuan dan sasaran untuk membantu siswa dalam
pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Kurikulum menekankan pada
aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Materi program berupa
kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan harga diri, motivasi berprestasi,
kemampuan pemecahan masalah, perumusan tujuan, perencanaan, efektifitas
hubungan antara pribadi, ketrampilan berkomunikasi, keefektifan lintas
budaya,dan perilaku yang bertanggung jawab.
e. Program bimbingan dan konseling perkembangan peduli pada
penerimaan diri, pemahaman diri, dan peningkatan diri.
Kegiatan dalam bimbingan perkembangan dirancang untuk membantu
siswa mengetahui lebihn banyak tentang dirinya, menerima dirinya, serta
memahami kekuatan pada dirinya.
f. Bimbingan dan konseling perkembangan memfokuskan pada proses
mendorong perkembangan.
Metode mendorong (encouragement) perkembangan diarahkan untuk:
1) Menempatkan nilai pada diri siswa sebagaimana dirinya sendiri;
2) Percaya pada dirinya;
3) Percaya akan kemampuan diri siswa, membangun penghargaan akan
dirinya;
4) Pengakuan untuk bekerja dan berusaha dengan sungguh-sungguh;
5) Memanfaatkan kelompok untuk mempermudah dan meningkatkan
perkembangan siswa;
6) Memadukan kelompok sehingga siswa merasa memiliki tempat dalam
kelompok;
7) Membantu perkembangan ketrampilan secara berurutan dan secara
psikologis memungkinkan untuk sukses;
8) Mengetahui dan memfokuskan pada kekuatan dan aset siswa;
9) Memanfaatkan minat siswa sebagai energi dalam pengajaran.
51

10) Suatu proses “menjadi”, sehingga pertumbuhan fisik dan psikologisnya


memiliki berbagai kemungkinan sebelum mencapai masa dewasa. Oleh
karenanya pengembangan yang terarah adalah sesuatu yang lebih penting.
h. Bimbingan dan konseling perkembangan sebagai “team oriented”
menuntut pelayanan konselor yang profesional.
Keberhasilan bimbingan dan konseling perkembangan memerlukan upaya
bersama seluruh staf di sekolah. Untuk memperoleh keefektifan maksimum dari
program sekolah hendaknya memiliki akses terhadap pengetahuan dan
ketrampilan konselor yang terlatih, antara lain dalam konseling individual,
konseling kelompok, pengukuran dan perkembangan siswa.
i. Bimbingan dan konseling perkembangan peduli dengan identifikasi
awal akan kebutuhan – kebutuhan khusus siswa.
Guru pembimbing (konselor) bekerjasama dengan guru untuk menemukan
kebutuhan siswa, yang jika tidak terpenuhi akan menjadi kendala dalam
kehidupan siswa berikutnya. Melakukan pendekatan dengan siswa baik secara
individual maupun kelompok.Menjalin hubungan erat dengan orangtua
merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam melaksanakan identifikasi
kebutuhan siswa.
j. Bimbingan dan konseling perkembangan peduli dengan penerapan
psikologi.
Guru pembimbing (konselor) perkembangan tidak sekedar peduli pada
“assessment” kemampuan anak untuk belajar, melainkan pada penerapan
psikologi pada bagaimana anak menggunakan kemampuannya.
k. Bimbingan dan konseling perkembangan memiliki kerangka dasar
psikologi anak, psikologi perkembangan, dan teori belajar.
l. Bimbingan dan konseling perkembangan memiliki sifat mengikuti
urutan dan lentur.
Dalam implementasinya, bimbingan dan konseling perkembangan
mengikuti urutan, artinya program bimbingan dan konseling perkembangan
dirancang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, dan lentur dalam arti
program hendaknya disesuaikan dengan perbedaan individual.
52

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Bimbingan dan


konseling perkembangan adalah proses pemberian bantuan yang dirancang
dengan memfokuskan pada kebutuhan, kekuatan, minat, issue-isue yang berkaitan
dengan tahapan perkembangan siswa, dan merupakan bagian penting dan integral
dari keseluruhan program pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai