Anda di halaman 1dari 12

Akhlak Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang

didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[1] Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.[2] Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.[3 Definisi Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.[4] Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.[2] Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.[2] Dalam Encyclopedia Brittanica[5], akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.[2] Syarat Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.[2] Perbuatan yang baik atau buruk. Kemampuan melakukan perbuatan. Kesadaran akan perbuatan itu Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk Sumber Akhlak bersumber pada agama.[2] Peragai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.[2] Pembentukan peragai ke arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya.[2] Lingkungan yang paling kecil adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk. Secara terminologi akhlak berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[2] Para ahli seperti Al Gazali menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Peragai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.[2] Tolong-menolong merupakan salah satu akhlak baik terhadap sesama Budi pekerti Budi pekerti pada kamus bahasa Indonesia merupakan kata majemuk dari kata budi dan pekerti [1]. Budi berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran.[2] Pekerti berarti kelakuan.[2] Secara terminologi, kata budi ialah yang ada pada manusia yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio yang disebut dengan nama karakter.[2] Sedangkan pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut behavior.[2] Jadi dari kedua kata tersebut budipekerti dapat diartikan sebagai perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.[2] Penerapan budi pekerti tergantung kepada pelaksanaanya.[2] Budi pekerti dapat bersifat positif maupun negatif.[2] Budi pekerti itu sendiri selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Budi pekerti didorong oleh kekuatan yang terdapat didalam hati yaitu rasio.[2] Rasio mempunyai tabiat kecenderungan kepada ingin tahu dan mau menerima yang logis, yang masuk akal dan sebaliknya tidak mau menerima yang analogis, yang tidak masuk akal.[2] Selain unsur rasio didalam hati manusia juga terdapat unsur lainnya yaitu unsur rasa.[2] Perasaan manusia dibentuk oleh adanya suatu pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan suasana lingkungan.[2] Rasa mempunyai kecenderungan kepada keindahan [2] Letak keindahan adalah pada keharmonisan susunan sesuatu, harmonis antara unsur jasmani dengan rohani, harmonis antara cipta, rasa dan karsa, harmonis antara individu dengan masyarakat, harmonis susunan keluarga, harmonis

hubungan antara keluarga.[2] Keharmonisan akan menimbulkan rasa nyaman dalam kalbu dan tentram dalam hati.[2] Perasaan hati itu sering disebut dengan nama hati kecil atau dengan nama lain yaitu suara kata hati , lebih umum lagi disebuut dengan nama hati nurani.[2] Suara hati selalu mendorong untuk berbuat baik yang bersifat keutamaan serta memperingatkan perbuatan yang buruk dan brusaha mencegah perbuatan yang bersifat buruk dan hina.[2] Setiap orang mempunyai suara hati, walaupun suara hati tersebut kadang-kadang berbeda. [6]. Hal ini disebabkan oleh perbedaan keyakinan, perbedaan pengalaman, perbedaan lingkungan, perbedaan pendidikan dan sebagainya. Namun mempunyai kesamaan, yaitu keinginan mencapai kebahagiaan dan keutamaan kebaikan yang tertinggi sebagai tujuan hidup.[2] Karsa Dalam diri manusia itu sendiri memiliki karsa yang berhubungan dengan rasio dan rasa.[2] Karsa disebut dengan kemauan atau kehendak, hal ini tentunya berbeda dengan keinginan.[2] Keinginan lebih mendekati pada senang atau cinta yang kadang-kadang berlawanan antara satu keinginan dengan keinginan lainnya dari seseorang pada waktu yang sama, keinginan belum menuju pada pelaksanaan.[2] Kehendak atau kemauan adalah keinginan yang dipilih di antara keinginankeinginan yang banyak untuk dilaksanakan.[2] Adapun kehendak muncul melalui sebuah proses sebagai berikut[7]: Ada stimulan kedalam panca indera Timbul keinginan-keinginan Timbul kebimbangan, proses memilih Menentukan pilihan kepada salah satu keinginan Keinginan yang dipilih menjadi salah satu kemauan, selanjutnya akan dilaksanakan.

Perbuatan yang dilaksanakan dengan kesadaran dan dengan kehendaklah yang disebut dengan perbuatan budi pekerti.[1] Ruang Lingkup Akhlak Akhlak pribadi Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.[1] Akhlak berkeluarga Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran ajaran yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan.[1] Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati.[1] Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau, mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat.[1] Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong ayah dan ibumu dalam mendidikmu, mereka gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu.[1] Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya disetiap keperluan.[1] Akhlak bermasyarakat Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.[1]

Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul didalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantumembantu, saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan

perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.[1] Akhlak bernegara Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama mereka.[1] Akhlak beragama Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan.[1]

PENGANTAR STUDI AKHLAK Pengertian Akhlak Secara etimologis, akhlaq yang merupakan jama dari khuluq bermakna budi pakerti , perangai dan tingkah laku sebagaimana tertera dalam kamus al-Munjid. Sementara budi pakerti sendiri berarti kelakuan yang sadar sebagaimana ditunjukkan oleh kata budi (sansekerta) yang berarti yang sadar dan pakerti yang berarti kelakuan . Karenanya secara terminologis, budi pakerti adalah perilaku manusia yang didasari oleh kesadaran berbuat baik yang didorong oleh keinginan hati dan selaras dengan pertimbanagan akal. tersebut berseberangan dengan konsep khuluq al-Ghazali maupun Ibn Miskawaih. Keduanya menyatakan bahwa akhlak adalah tingkah laku manusia yang tidak didasarkan pada pertimbangan dan pemikiran. Al-Ghazali umpamanya, menyatakan: Khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong lahirnya perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa pertimbangan dan pemikiran mendalam . Hanya saja Ibn Miskawaih membagi perangai dan tingkah manusia menjadi; perangai yang sifatnya alamiah yang lebih didasarkan pada watak, seperti mudah marah, mudah mencela dan yang semisalnya. Selanjutnya adalah perangai yang tercipta melalui pembiasaan dan latihan. Pada awalnya tingkah laku tersebut terjadi karena dipertimbangkan dan dinalar kemudian terpola dan menjadi karakter yang melekat tanpa dipertimbangkan dengan masak-masak. Karenanya dalam Islam, akhlak merupakan manifestasi iman, Islam dan ihsan yang merupakan refleksi sifat dan jiwa secara spontan yang terpola pada diri seseorang sehingga dapat melahirkan perilaku secara konsisten dan tidak tergantung pada interes tertentu.

Dalam kehidupan keseharian kita, istilah akhlak sering disepadankan dengan istilah etika dan moral. Padahal secara akademis ketiga istilah tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan. Dalam New Master Pictorial Encyclopaedia, etika yang berasal dari bahasa Yunani ethos yang bermakna kebiasaan, dinyatakan; Ethics is the science of moral philosophy concerned not with fact , but with value; not with the character of, but with the ideal of human conduct . Jadi etika adalah ilmu tentang filsafat moral, tidak konsen dengan fakta melainkan tentang nilai-nilai dan tidak berkaitan dengan tindakan manusia akan tetapi idenya. Sementara moral yang berasal dari bahasa latin mores, dalam Ensiklopedi Pendidikan dinyatakan sebagai nilai dasar dalam masyarakat untuk menentukan baik buruknya suatu tindakan yang pada akhirnya menjadi adat istiadat masyarakat tersebut .

Berdasar paparan di atas dapat dinyatakan bahwa persamaan antara akhlak, etika dan moral, adalah ketiganya sama-sama membahas tentang baik-buruknya tingkah laku manusia. Sementara perbedaannya terletak pada sisi parameter yang digunakan; akhlak memggunakan parameter agama (al-Qur an dan Hadis), etika menggunakan parameter akal dan moral menggunakan tolak ukur adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Perbedaan yang lain adalah bahwa etika lebih bersifat teoritis, sedang moral dan akhlak lebih bersifat praktis, etika lebih bersifat universal sedang dua yang lain lebih bersifat lokal.

Karakteristik Akhlak dalam Islam

Kalau diperhatikan secara seksama, akhlak dalam islam mempunyai beberpa karakter, yaitu: Akhlak meliputi hal-hal yang bersifat umum dan terperinci. Di dalam al-Qur an ada materi akhlak yang dijelaskan secara umum dan ada pula yang mendetail. Misalnya dalam Q. S. al-Nahl (16) : 90, diserukan perintah untuk berakhlak secara

umum; berbuat adil, berbuat kebaikan, melarang perbuatan keji, munkar dan permusuhan. Sedangkan dalam surat alHujurat (49) : 12, secara terperinci dinyatalan larangan untuk saling mencela dan memanggil dengan gelar yang buruk. Akhlak bersifat menyeluruh. Akhlak dalam Islam mengatur semua segi kehidupan manusia baik yang bersifat vertikal maupun horizontal yang mengatur segi dunyawiyah manusia. Akhlak sebagai buah dari iman. Iman diibaratkan sebuah akar, ibadah adalah batang, ranting dan daunnya, sementara akhlak adalah buahnya. Akhlak menjaga konsistensi antara cara dan tujuan. Islam tidak mengizinkan mancapai tujuan, walaupun baik, dengan caracara kotor yang bertentangan dengan syariat. Karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip al-Akhlaq alKarimah.

Dasar, Tujuan dan Ruang Lingkup Akhlak Dasar dari akhlak adalah al-Qur an dan hadis. Dalam Q. S. al-Qalam (68) : 4, dinyatakan:

Pujian tersebut bersifat individual yang ditujukan kepada pribadi Rasul saw. karena beliau mempunyai keagungan dan keanggunan moralitas. Banyak Nabi dan Rasul, tetapi hanya Rasul saw. yang mendapatkan pujian tersebut. Kemudian dalam ayat yang lain al-Qur an menyatakan bahwa keagungan akhlak tersebut layak dijadikan standar akhlak bagi umatnya:

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Rasul sengaja diproyeksikan oleh Allah untuk menadi lokomotif akhlak umat manusia secara universal, karena beliau diutus sebagai rahmatan li al- alamin. Rasul bersabda: sesungguhnya saya diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia . Hadis di atas tidak secara langsung menyatakan bahwa akhlak menenpati posisi yang strategis dalam kehidupan manusia, karenanya misi Rasul yang paling utama adalah untuk mengupayakan perbaikan akhlak yang dekaden. Persoalannya adalah bagaimana subtansi akhlak Rasul. Dalam hal ini para sahabat pernah bertanya pada Aisyah, istri Rasul, yang dinggap mengetahui secara detail tentang diri Rasul dalam keseharian, maka Aisyah menjawab: (subtansi akhlak Rasul adalah al-Qur an).

Tujuan Tujuan dari akhlak adalah untuk mengapai kehidupan yang berbahagia, baik di dunia maupun di akhirat. Seseorang yang menjaga kualitas hubungan vertikalnya dengan Allah maupun hubungan horizontalnya dengan sesama tentu akan mendapat ridla-Nya. Orang yang mendapat ridla Allah akan memperoleh jaminan kebahagiaan hidup baik duniawi maupun ukhrawi. Seseorang yang berakhlak mulia, misalnya, akan pantang berbohong terhadap diri sendiri dan tidak pernah menipu dan menyesatkan orang lain. Orang seprti ini biasanya dapat hidup dengan tenang dan damai, mempunyai pergaulan luas dan banyak relasi, serta dihargai oleh siapapun yang mengenalnya. Ketentraman hidup orang yang berakhlak mulia juga disukung oleh perasaan optimis menghadapi kehidupan duniawi dan ukhrawi, karena pola hubungan yang baik dengan Allah maupun sesama. Karenanya kebahagian hidup seseorang tidak berkorelasi dengan kekayaan, kepandaian atau jabatan.

Ruang Lingkup Cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan manusia, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk Allah, makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk yang menghuni alam dan mendapatkan bahan kehidupan darinya. Dengan kata lain, akhlak meliputi; akhlak pribadi, akhlak keluarga, akhlak sosial, akhlak politik, akhlak jabatan, akhlak terhadap alam dan

akhlak terhadap Allah. Akhlak secara global juga dapat dipilah menjadi akhlak mulia (al-akhlaq al-karimah) dan akhlak yang tercela (al-akhlaq al-madzmumah)

Urgensi Akhlak Mulia sebagai filter terhadap dampak negatif perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Perkembangan tekhnologi media, misalnya, tidak saja memudahkan seseorang memperoleh informasi, akan tetapi secara potensial juga mampu mengubah cara hidup seseorang, bahkan dapat merambah ke bilik-bilik keluarga yang semula sarat dengan norma susila dan sorma sosial. Sebagai upaya preventif terhadap dampak negatif modernitas. Kemewahan hidup yang dibungkus oleh modernitas sering kali menggoda seseorang untuk menggapainya dengan jalan pintas dalam bentuk aksi-aksi kejahatan. Tindakan represif saja terhadap aksi-aksi ini kurang menyentuh persoalan, kecuali dengan pendidikan akhlak mulia. (Abid Rohmanu, dari berbagai sumber)

1. Pengertian Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya tingkahlaku, perangai, tabi at. Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnung lagi. Dengan demikian akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Apabila perbuatan spontan itu baik menurut akal dan agama, maka tindakan itu disebut akhlak yang baik atau akhlakul karimah (akhlak mahmudah). Misalnya jujur, adil, rendah hati, pemurah, santun dan sebagainya. Sebaliknya apabila buruk disebut akhlak yang buruk atau akhlakul mazmumah. Misalnya kikir, zalim, dengki, iri hati, dusta dan sebagainya. Baik dan buruk akhlak didasarkan kepada sumber nilai, yaitu Al Qur an dan Sunnah Rasul.Di samping akhlak dikenal pula istilah moral dan etika. Moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik buruk yang diterima umum atau masyarakat. Karena itu adat istiadat masyarakat menjadi standar dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan. Misalnya berpakaian minim di pantai Kuta Bali itu biasa saja,dianggap tidak melanggar norma karena budaya itu diterima masyarakat. Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu, Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar baik dan buruk itu adalah akal manusia. Jika dibandingkan dengan moral, maka etika lebih bersifat teoritis sedangkan moral bersifat praktis. Moral bersifat lokal atau khusus dan etika bersifat umum. 2. Perbedaan antara akhlak, moral dan etika Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana disabdakannya :

Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. (Hadits riwayat Ahmad)

Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari aqidah dan syari at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah mendorong pelaksanaan syari at akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari at Islam telah dilaksanakan berdasarkan aqidah. B. Akhlak kepada Allah, Sesama manusia, dan Lingkungan. 1. Akhlak kepada Allah a.Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.

b.Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati. c.Berdo a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do a dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh karena itu berusaha dan berdo a merupakan dua sisi tugas hidup manusia yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim.Orang yang tidak pernah berdo a adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang yang sombong ; suatu perilaku yang tidak disukai Allah. d.Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan. e.Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. 2. Akhlak kepada sesama manusia a. Akhlak kepada diri sendiri (1) Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah. (2) Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya. (3) Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain b. Akhlak kepada ibu bapak Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain : menyayangi dan mencintai ibu bapak sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, mentaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha. c. Akhlak kepada keluarga Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komuniksai. Komunikasi yang didorong oleh rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Apabila kasih sayang telah mendasari komunikasi orang tua dengan anak, maka akan lahir wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya, akan lahir kepercayaan orang tua pada anak oleh karena itu kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam komunikasisemua pihak dalam keluarga. Dari komunikasi semacam itu akan lahir saling keterikatan batin,keakraban, dan keterbukaan di antara anggota keluarga dan menghapuskan kesenjangan di antara mereka. Dengan demikian rumah bukan hanya menjadi tempat menginap, tetapi betul-betul menjadi tempat tinggal yang damai dan menyenangkan, menjadi surga bagi penghuninya. Melalui komunikasi seperti itu pula dilakukan pendidikan dalam keluarga, yaitu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai landasan bagi pendidikan yang akan mereka terima pada masa-masa selanjutnya. 3. Akhlak kepada lingkungan Misi agama Islam adalah mengembangkan rahmat bukan hanya kepada manusia tetapi juga kepada alam dan lingkungan hidup. Misi tersebut tidak terlepas dari tujuan diangkatnya manusia sebagai khalifah di muka bumi,yaitu sebagai wakil Allah yang bertugas mamakmurkan, mengelola dan melestarikan alam. Berakhlak kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitarnya.

Etika Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.[rujukan?] Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.[rujukan?] Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.[rujukan?] Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.[1] Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.[rujukan?] Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.[rujukan?] Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.[rujukan?] Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.[rujukan?] Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.[2] Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).[rujukan?]Daftar isi Jenis Etika Etika Filosofis Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.[rujukan?] Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat.[rujukan?] Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:[3] 1. Non-empiris[rujukan?] Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan. 2. Praktis[rujukan?] Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu yang ada . Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang apa yang harus dilakukan . Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji. Etika Teologis Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing.[rujukan?] Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.[4] Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis.[5] Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis.[rujukan?] Di dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi.[rujukan?] Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris.[6] Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia.[rujukan?] Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.[7] Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.[rujukan?] Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika.[rujukan?] Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol yang dikemukakan mengenai pertanyaan di atas, yaitu:[8]

Revisionisme[rujukan?] Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis. Sintesis[rujukan?] Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus. Diaparalelisme[rujukan?] Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar. Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika teologis.[rujukan?] Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat.[rujukan?] Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka.[9] Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis antara keduanya.[10] Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja.[rujukan?] Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya hidup

CIRI PEMIMPIN YANG BERAKHLAKUL KHARIMAH Pendahuluan. Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai khalifah dimuka bumi,dimana manusia telah diberi petunjuk melalui Qur an dan Sunnah. Petunjuk tersebut sangat jelas tentang mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan. Tetapi realitanya ternyata manusia saling memakan satu sama lain dimana pihak yang kuat menguasai pihak yang lemah. Hal ini tebukti dengan semakin dekatnya pemilu 9 April 2009, dimana satu sama lain saling menjatuhkan, sudah tidak beretika sama sekali, sehingga membingungkan masyarakat. Rakyat sebagai posisi pihak yang lemah sangat tidak berdaya disebabkan kalah segala-galanya, baik dibidang materi, pengetahuan, keterampilan dan lain sebagainya. Seharusnya seorang pemimpin yang merasa dirinya kuat membela kepentingan pihak yang lemah.Pihak yang lemah (duafa) dibimbing,dibina diberi perlindungan sehingga benar-benar menjadi manusia yang bermanfaat, sehingga tidak menjadi beban bagi yang lain. Ciri-ciri pemimpin yang berakhlakul kharimah. Memang tidak mudah untuk menjadi pemimpin yang berakhlakul kharimah. Ada empat ciri pemimpin yang berakhlakul kharimah. Empat peran ini sangat berkait dengan upaya dalam rangka mengilhami orang lain agar bisa mengemukakan suara hati nuraninya,menemukan panggilan hidupnya atau visinya. Ciri pemimpin yang berakhlakul kharimah sangat erat kaitannya dengan kepemimpinan. Empat ciri tersebut adalah a. Peran panutan Peran untuk menjadi panutan,segala ucapannya,perilakunya menjadi keteladanan atau uswah-hasanah bagi orang lain.Dimana kehadiran manusia yang berakhlakul kharimah menjadi penyejuk,sehingga kehadirannya sangat dinantinantikan.Peran panutan ini tidak identik dengan pengkultusan. Peran pengkultusan bersifat membabi buta tidak mengindahkan kaidah-kaidah atau norma-norma agama.

Covey berpendapat peran panutan ini sebagai kemudi kecil (trim-tab) yang mampu untuk menggerakkan kemudi besar.Peran ini sangat penting dalam rangka membangun kepercayaan anggota. b. Peran perintis jalan Peran kedua adalah peran untuk perintis jalan (pathfinding) dengan cara mengarahkan hidup dengan visi.Perwujudan peran ini dimulai dari diri sendiri kemudian mengilhami orang lain untuk melakukan hal yang sama.Peran perintisan sangat penting artinya karena mampu untuk menciptakan visi dan nilai-nilai bersama sebagai arah yang menunjukkan jalan kemana seorang pemimpin (pengurus) bersama anggota untuk bergerak.Persis seperti yang dicontohkan Rasullulah s.a.w. dalam membawa ummatnya kedalam ajaran kebenaran yang hakiki. c. Peran penyelaras (aligning) Artinya dengan nilai disiplin yang tinggi pemimpin atau pengurus bisa membangun sekaligus memelihara sistem agar tepat mengarah kepada tujuan koperasi itu sendiri sebagai organisasi ekonomi yang mengutamakan kepentingan para anggotanya. d. Peran pemberdayaan (empowering) Bagaimana dia sebagai pengurus mampu untuk membantu anggota serta menggali dan mengembangkan potensinya. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasullulah s.a.w. dalam memberdayakan ummatnya dari zaman jahiliah ke zaman yang terang benderang yang di Ridhoi Allah SWT. Penutup. Itulah ke empat peran yang dikemukan oleh Covey. Covey mengaris bawahi bahwa ke empat peran tersebut harus dilalui secara berurutan. Peran untuk menjadi panutan atau keteladanan merupakan peran sentral yang harus diikuti oleh peran-peran lainnya

Etika, Moral & Akhlak ETIKA A. Pengertian Etika Dalam tradisi filsafat istilah etika lazim difahami sebagai suatu teori ilmu pengetahuan yang mendiskusikan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk berkenaan dengan perilaku manusia. Dengan kata lain, etika merupakan usaha dengan akal budinya untuk menyusun teori mengenai penyelenggaraan hidup yang baik. Persolan etika muncul ketika moralitas seseorang atau suatu masyarakat mulai ditinjau kembali secara kritis. Moralitas berkenaan dengan tingkah laku yang konkrit, sedangkan etika bekerja dalam level teori. Nilai-nilai etis yang difahami, diyakini, dan berusaha diwujudkan dalam kehidupan nyata kadangkala disebut ethos. B. Pemikiran etika di dalam filsafat Sebagai cabang pemikiran filsafat, etika bisa dibedakan manjadi dua: obyektivisme dan subyektivisme. Yang pertama berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat obyektif, terletak pada substansi tindakan itu sendiri. Faham ini melahirkan apa yang disebut faham rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan disebut baik, kata faham ini, bukan karena kita senang melakukannya, atau karena sejalan dengan kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme universal yang mendesak kita untuk berbuat begitu. Aliran kedua ialah subyektifisme, berpandangan bahwa suatu tindakan disebut baik manakala sejalan dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu. Subyek disini bisa saja berupa subyektifisme kolektif, yaitu masyarakat, atau bisa saja subyek Tuhan. C. karakteristik Etika Islam Berbeda dengan etika filsafat, etika islam mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. etika islam mengajarkan dan menuntut manusia pada tingkah laku yang baik dan menjauhkan dar tingkah laku yang buruk. b. Etika islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik buruknya perbuatun, didasarkan pada ajaran Allah SWT. c. Etika islam beersikap universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia.

d. Etika islam mengatur dan mengarahkan fitrahmanusia ke jenjang akhlak yangluhur dan meluruskan perbuatanmanusia. MORAL A. pengertian Moral Moral secara etimologis berasal dari bahasa latin mores, kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan, susila. Dalam hal ini yang dimaksud adat kebiasaan adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima masyarakat, mana yang baik dan wajar. Oleh karena itu dapat diartikan moral adalah perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. B. Pembentukan Moral Melalui Pendidikan Agama tujuan pendidikan adalah membentuk manusia berkualitas secara lahiriyah dan bathiniyah. Secara lahiriyah pendidikan menjadikan manusia bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, serta dapat menentukan arah hidupnya ke depan. Sedangkan secara bathiniyah pendidikan diharapkan dapat membentuk jiwa-jiwa berbudi, tahu tata krama, sopan santun dan etika dalam setiap gerak hidupnya baik personal maupun kolektif. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan akan membawa perubahan pada setiap orang sesuai dengan tata aturan. Selain itu agama juga mempunyai peran penting dalam dunia pendidikan, banyak ayat-ayat kauniyah yang menganjurkan umatnya untuk selalu belajar kapanpun dan dimanapun, atau dengan istilah long life education sebagai motivasi agama untuk dunia pendidikan. Misalnya wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW adalah tentang pendidikan, yaitu bagaimana kita membaca perkembangan diri sendiri, orang lain bahkan dunia dengan pengetahuan yang berorientasi agama (ketuhanan). Oleh sebab itu pendidikan agama (Islam) akan memberi imunisasi pada jiwa seseorang untuk selalu berada dalam jalan yang benar sesuai dengan ajaran agama itu sendiri, yang selalu mengajarkan kebenaran hakiki pada setiap aktifitas pemeluknya. Pendidikan agama pada dunia pendidikan merupakan modal dasar bagi anak untuk mendapatkan nilai-nilai ketuhanan, karena dalam pendidikan agama (Islam) diberikan ajaran tentang muamalah, ibadah dan syari ah yang merupakan dasar ajaran agama. Hal inilah yang menjadikan pendidikan agama sebagai titik awal perkembangan nilai-nilai agama pada anak. Sebagai contoh, Allah SWT menganjurkan umatnya untuk bershadaqah, dengan shadaqah anak didik diharapkan peduli dengan masyarakat sekitar yang membutuhkan uluran tangah/bantuan. Shadaqah ini mengajarkan nilai-nilai sosial (muamalah) dalam berinteraksi di masyarakat. Dengan shadaqah seorang anak didik akan merasakan bahwa saling membutuhkan pada setiap orang adalah ciri dari kehidupan. Ini merupakan contoh kecil dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Dari contoh di atas mengajarkan simbiosis mutualisme dalam kehidupan yang menjadikan suatu bukti bahwa betapa pentingnya nilai-nilai agama diajarkan kepada anak, dimana dalam dunia pendidikan dicakup dalam satu bidang garapan yaitu pendidikan agama. Pendidikan agama dalam kehidupan tidaklah sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru di sekolah, melainkan juga orang tua sebagai contoh nyata dalam kehidupan anak. Bagaimana mungkin anak akan menjadi baik, jika orang tuanya hidup dalam ketidakbaikan. Oleh karena itu pendidikan agama harus ditanamkan kepada anak dimanapun ia berada, baik formal maupun non formal. AKHLAK A. Pengertian akhlak akhlak berasal dari kata akhlaq yang merupakan jama dari khulqu dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah). Al-Akhlakul Mahmudah Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridhoi oleh Allah SWT , akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mencintai ajaranajaran dari sunnah Rasulullah SAW. Telah sangat banyak teriwayatkan dalam hadist-hadist sahih hingga dho if, sifat-sifat atau akhlak pribadi Rasul SAW kepada orang yang mencintainya maupun membencinya sekalipun dari orang-orang dewasa hingga anak kecilpun tau bagaimana budi pekertinya Rasulullah SAW pada zaman itu, adapun akhlak yang baik diajarkan oleh beliau SAW sebagai berikut terbagi dalam 4 macam: 1. Akhlak terhadap Allah SWT, bentuk akhlak terhadap Allah tercermin pada suatu hal yang dicintai Allah, menurut apa-apa yang membuat Allah meridhoi sesuatu siwak adalah menyucikan mulut dan membawa keridhoan Allah (Sahih Bukhari)

sungguh Nabi SAW melihat bekas ludah yang mengering diarah kiblat, maka hal itu sangat membuat beliau sedih, hingga terlihat bekas kesedihan pada wajah beliau SAW, seraya berdiri dan membersihkannya dengan jarinya dan bersabda: Jika diantara kalian berdiri untuk melakukan shalatnya, sungguh ia sedang berbicara pada Tuhannya (Sahih Bukhari) dsb. 2. Akhlak terhadap orang lain memuliakan tamu tidak meninggikan suara memuliakan yang lebih tua memuliakan ulama memuliakan orang tua malu murah senyum bersikap lemah lembut ringan tangan(menolong tanpa pamrih), dsb. 3. Akhlak pada diri sendiri, sebagai hamba Allah, manusia diwajibkan untuk selalu bersikap tunduk dan patuh terhadap Allah Swt. Kepatuhan dan ketaatan bukan dipaksa melainkan datang dari kemauan hati, sesuai dangan dasar akal fikiran yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT dan Allah tidak menyukai suatu yang berlebih-lebihan. 4. Akhlak pada lingkungan dalam kajian al-Qur an dan Sunnah Rasul bentuk aktualisasi akhlak terhadap lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu akhlak terhadap alam nyata dan akhlak terhadap alam ghaib. Al-Ahklakul Mazmumah Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya. Kesimpulan If religion without morality lacks a solid earth to walk on, morality without religion lacks a wide heaven to breath in. Kritik dan Saran Kami menyadari akan adanya kekurangan dan kesalahan didalam makalah ini untuk itu kami mengharapkan sarannya demi kesempurnaan didalam pembutan makalah selebih lanjutnya, kurang dan lebihnya kami meminta maaf dan terima kasih. pertanyaan : 1. Apa kemuliaan akhlak pada zaman sekarang dan mencontoh kepada siapa? Jawab : kemuliaan akhlak akan tercermin dalam kehidupan sehari-hari anda, sebagaimana rasul SAW telah mengajarkannya pada kita maka, para sahabat mencintai beliau karena akhlaqnya. Zaman sekarang para ulama masih dapat kita jumpai, maka rujuklah kepada mereka yang jelas terlihat dan dapat anda nilai sendiri pribadi budipekertinya 2. Apa hubungan antara tasawwuf dengan akhlak? Jawab : ilmu tasawwuf mengajarkan kita bagaimana mensucikan hati kita dari segala bentuk niat yang kotor yang dapat mempengaruhi akhlak kita nantinya, maka ilmu tasawwuf penting, namun harus seimbang dengan ilmu syariah tentunya 3. Bagaimana etikat manusia yang bermoral beretika dan berakhlak? Jawab : manusia yang berakhlak baik terhadap Allah, orang lain, lingkungan semesta maupun terhadap dirinya akan membentuk suatu keseimbangan horizontal ataupun vertical hablumina_Allah wa hablumina_annas

Perbedaan Akhlak, Etika dan moral Seringkali dalam pengungkapan banyak tulisan antara akhlak, etika dan moral tidak dibedakan. Bahkan cenderung menyamakan maksud antara ketiganya. Akan tetapi sebenarnya, pada dasarnya ketiga istilah tersebut memiliki perbedaan( selain dari asal katanya), yaitu : - Akhlak tolak ukurnya adalah Alquran dan AsSunah - Etika tolak ukurnya adalah pikiran/akal

- moral tolak ukurnya adalah norma yang hidup dalam masyarakat

Anda mungkin juga menyukai