A. PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot/dan
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan karibia.
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang
tidak pernah menimbulkan kematian. Di wilayah pengawasan WHO Asia Tenggara, Thailand
merupakan Negara peringkat pertama yang melaporkan banyak kasus demam berdarah
dengue yang dirawat di rumah sakit. Sedangkan Indonesia termasuk peringkat kedua
berdasarkan jumlah kasus DBD yang dilaporkan.1,2
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air,
kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan air laut.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun
1998.1-3
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana & tidak
terkendali, tidak adanya control vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
peningkatan sarana transportasi.4
Banyaknya kasus DBD setiap tahun, telah menimbulkan dampak kerugian yang luas,
terutama pada aspek ekonomi dan kesehatan. Karena itu, diperlukan adanya suatu upaya
terpadu serta keterlibatan dan kepedulian semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun
para mitra di bidang kesehatan untuk secara sungguh-sungguh berupaya menekan laju
penyakit DBD di masyarakat.4
B. ETIOLOGI
1
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri
dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.1,2
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang
antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan
West Nile virus. 1-3,5
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan tranmisis virus dengue
yaitu:
1. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, tranportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain;
2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.2,3
C. PATOGENESIS
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi –
virus pengaktifan tersebut akan membentuk dan melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi
termoregulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air
sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun
antibodi – virus juga menimbulkan agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi
trombosit, trombositopeni, dan koagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan
berlebihan yang jika berlanjut terjadi syok dan jika syok tidak teratasi, maka akan terjadi
hipoksia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga
disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik
sehingga perfusi jaringan menurun dan jika tidak teratasi dapat menimbulkan hipoksia
jaringan.1-3
2
Gambar 1. Patogenesis Demam Berdarah Dengue
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup
dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan
protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi
terhadap infeksi terjadi:
1. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma
dari ruang intravaskular ke ekstravaskular,
2. Agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit
muda dari sumsum tulang
3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan
kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan koagulopati.1
D. GAMBARAN KLINIS
Terdapat empat gejala utama DBD, yaitu demam tinggi, tanda-tanda perdarahan,
hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis DHF diawali dengan demam mendadak,
3
disertai dengan muka kemerahan (flushed face) dan gejala jenis lain yang tidak khas,
menyerupai gejala demam dengue, seperti anoreksia, muntah, sakit kepala dan nyeri pada
otot dan sendi. Pada beberapa pasien mengeluh sakit tenggorok dan pada pemeriksaan
ditemukan faring hiperemi. Gejala lain adalah rasa tidak enak di daerah epigastrium, nyeri
dibawah lengkung iga kanan, kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan diseluruh perut.
Adapun keempat gejala utama DHF adalah :
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, kemudian
turun secara cepat.(2) Kadang suhu lebih dari 40 oC dan dapat terjadi kejang demam. (2) Akhir
fase demam merupakan fase kritis pada DHF karena fase tersebut merupakan awal
penyembuhan tapi dapat pula sebagai awal fase renjatan.
2. Tanda-tanda Perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DHF adalah vaskulopati, trombositopeni dan
gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskuler yang menyeluruh. (2) Jenis
perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede,
uji bendung) positif petekia, purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. (1,2,3,4) Petekia
adalah tanda perdarahan yag tersering yang ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari-
hari pertama demam. Petekia sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk
membedakan, lakukan penekanan pada bintik merah dengan kaca obyek atau penggaris
plastic. Jika bintik merah menghilang jadi bukan petekia. Perdarahan lainnya adalah
epistaksis, perdarahan gusi, melena, dan hematemesis.
3. Hepatomegali
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm dibawah lengkung iga kanan. (5)
Proses pembesaran hati dari tidak teraba menjadi teraba atau dari sekedar dapat diraba
menjadi teraba lebih besar dari 2-4 cm, dapat diramalkan perjalanan penyakit DHF. (5) Namun
derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, tetapi nyeri tekan didaerah
ulu hati, berhubungan dengan adanya perdarahan. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak
besar daripada anak kecil. Pada sebagian kecil kasus dapat ditemukan ikterus.
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah
demam turun.(3) Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan
tekanan darah, akral ektremitas teraba dingin. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan
sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang bersifat ringan atau sementara.(3)
4
Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah, tekan nadi menurun (menjadi 20
mmHg atau kurang, jadi untuk menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sistolik dan diastolic)
atau hipotensi (tekanan sistolik menurun sampai 60 mmHg atau kurang), kulit dingin dan
lembab.
E. DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini
dipenuhi :
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
a. Uji tourniquet positif (>20 petekie dalam 2,54 cm2)
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain
d. Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (<100.000/mm3)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage:
a. Hematokrit meningkat >20% disbanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis
kelamin, dan populasi yang sama.
b. Hematokrit turun hingga >20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan
c. Tanda kebocoran plasma : Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan
hipoproteinemia.
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cel/culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi
adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, I gM maupun Ig G.
a. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
5
Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasrna biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
b. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
c. Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
d. Hemostasis :Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahaan atau kelainan pembekuan darah..
e. Protein/albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotansferase) dapat meningkat,
g. Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
h. Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
i. Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan transfusi
darah atau komponen darah.
j. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
k. IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, rneningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
l. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeksi hari ke-2.
m. Uji HI: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi pemrembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG.
6
2. Derajat II :
Sama dengan derajat I ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekia
ekimosis, epistaksis, hematemasis, melena, perdarahan gusi uterus, telinga dan
sebagainya. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia (< 100.000/ul)
3. Derajat III :
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>
120/menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg), tekanan darah menurun (120/80
120/100 120/110 90/70 80/0 0/0). Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
trombositopenia (< 100.000/ul)
4. Derajat IV :
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > 140/menit) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan trombositopenia (< 100.000/ul)
F. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana
dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada
kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya
harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik FKUI telah
menyususn protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa.
7
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Seseorang yang tersangka menderita
DBD diruang Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit(Ht), dab
trombosit, bila:
1) Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24
jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb,Ht leukosit dan trombosit tiap 24 jam)
atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalasi Gawat Darurat.
2) Hb, Ht, normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk di rawat
3) Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.
Gambar 2. Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan1
8
Gambar 3. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat 1
9
Gambar 4. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%. 1
10
G. PROGNOSIS
Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang
dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya terjadi pada
hari sakit ketiga. Penurunan jumlah trombosit sampai < 100.000/ul atau kurang dari 1-2
trombosit/lpb (rata-rata dihitung pada 10 lpb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan
sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan
perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Pemberian cairan awal
sebagai pengganti volume plasma dapat diberikan larutan garam isotonis atau ringer laktat,
yang kemudian dapat disesuaikan dengan berat ringan penyakit. Ada DBD derajat I dan II,
cairan intravena dapat diberikan selama 12-24 jam. Perhatian khusus pada kasus dengan
peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/ul.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. ed IV. Pusat penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
2. Demam Berdarah Dengue. Diakses dari : www.ocw.usu.ac.id
3. Rezeki S., dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2004
4. Dharma R, Hadinegoro S R., Priatni I. Disfungsi Endotel Pada Demam Berdarah
Dengue. Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 17-23.
5. Arman. Analisis Faktor–faktor Yang Berhubungan Dengan Kontainer Indeks Jentik
Nyamuk Aedes aegypti Di Kota Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muslim Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-228X,Vol.01 No.02,
Tahun 2008.
12