Anda di halaman 1dari 5

1.

Kebijakan yang dilakukan Pemda dalam penyelenggaraan pelayanan


Kesehatan jiwa yang bersifat promotif :
Sesuai dengan amanat Undang – Undang Nomor 18 tahun 2014
tentang kesehatan jiwa bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan
kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan
sepanjang siklus kehidupan manusia melalui upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Salah satu upaya Promotif primer adalah
dengan berorientasi pada kelompok masyarakat yang belum
mengalami masalah maupun gangguan jiwa.
Lembaga yang menjadi target utama dalam meningkatkan
Kesehatan jiwa yang yaitu pada : Keluarga, Lembaga Pendidikan,
Tempat Kerja, Masyarakat, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Media Massa,
Lembaga Keagaaman dan tempat ibadah; dan Lembaga Pemasyarakatan
yang membutuhkan upaya promotif kesehatan jiwa, di antaranya
dengan melaksanakan kebijakan operasional kesehatan jiwa yang
berbasis masyarakat dan diharapkan akan mampu dan memandirikan
masyarakat melalui edukasi peningkatan ketahanan mental/jiwa
terutama dalam Pola Asuh, Life skill dan Pencegahan perilaku
berisiko/Napza/Perilaku Bunuh diri.

Kegiatan yang dilakukan dalam upaya promotif diantaranya :

a) Advokasi, sosialisasi dan promosi kesehatan jiwa;


b) Penyediaan materi dan media KIE;
c) Pemberdayaan masyarakat dalam Kesehatan jiwa melalui pelatihan
kader;
d) Membuat inovasi dan terobosan baru dalam mensosialisasikan dan
mendekatkan akses layanan kesehatan jiwa kepada masyarakat;
e) Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan lintas sektor,
organisasi profesi, akademisi, pemerhati masalah kesehatan jiwa,
dan lain- lain.
Dalam kerangka regulasi, untuk meningkatkan peran serta
Pemerintah d a e r a h dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa
masyarakat, maka Pemerintah Daerah Maluku dengan menerbitkan
kebijakan terkait yaitu :
1. SK Gubernur Maluku Nomor 182 Tahun 2022 tentang TIM PENGARAH
KESEHATAN JIWA MASYARAKAT (TPKJM) Provinsi Maluku yang
bertugas merumuskan kebijakan Pemerintah Provinsi dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan jiwa masyarakat
melalui pendekatan multi disiplin dan peran serta masyarakat, guna
meningkatkan kondisi Kesehatan Jiwa Masyarakat yang optimal di
wilayahnya.
2. SK Gubernur Maluku Nomor 183 Tahun 2022 tentang TIM DUKUNGAN
KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL (DKPJS) PROVINSI MALUKU yang
bertugas untuk : Melakukan Psychological First Aid (PFA) dan follow up
PFA pada anggota masyarakat/komunitas yang membutuhkan pada
saat terjadi Kedaruratan (permasalahan kesehatan masyarakat, bencana
alam, konflik sosial, permasalahan hukum dan lainnya), Membentuk
jejaring dukungan kesehatan jiwa dan psikososial dengan lintas sektor
terkait, Melakukan edukasi, pendampingan, peningkatan kapasitas
masyarakat dalam menghadapi pandemi maupun bencana lainnya dan
Melakukan kegiatan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial untuk
masyarakat, kelompok khusus yang membutuhkan melalui layanan
daring/luring.
Namun, realiasi dari kebijakan ini belum sepenuhnya dapat
berjalan dengan baik, belum ada rapat koordinasi Bersama untuk
membahas tugas dan kewajiban tim yang telah dibentuk. Kegiatan
terkait program Kesehatan jiwa masih belum menjadi prioritas baik
dalam segi pelaksanaan kegiatan maupun penganggaran serta
koordinasi yang baik di lapangan (diluar sektor Kesehatan).

2. Kebijakan yang dilakukan PEMDA dalam penyelenggaraan pelayanan


Kesehatan jiwa yang bersifat preventif kepada keluarga, Lembaga-
lembaga, dan masyarakat.

Salah satu upaya promotif-preventif primer adalah dengan


berorientasi pada kelompok masyarakat yang belum mengalami
masalah maupun gangguan jiwa. Upaya yang dilakukan adalah melalui
deteksi Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan (Faskes) Primer yang bersifat preventif yaitu puskesmas
dilakukan Deteksi dini/skrining Kesehatan jiwa terutama untuk
Gangguan Mental Emosinal (GME) dan Depresi serta penatalaksaan di
FKTP.
Pelayanan Kesehatan jiwa di 218 Puskesmas di 11 Kabupaten
Kota di maluku belum berjalan dengan baik, oleh karena masih banyak
petugas Kesehatan yang belum terlatih dalam program deteksi dini dan
tata laksana Kesehatan jiwa. Dimana masih terdapat kesenjangan
pengobatan (treatment gap) antara masyarakat yang membutuhkan layanan dan
yang mendapatkan layanan kesehatan jiwa dimana masih ada pasien gangguan
jiwa kesulitan mendapatkan pengobatan. Kesenjangan pengobatan tersebut
antara lain disebabkan adanya hambatan dalam akses layanan kesehatan jiwa
dimana belum semua puskesmas mampu melaksanakan deteksi dini dan
layanan pengobatan jiwa di fasilitas tingkat pertama. Sementara persoalan
rujukan ke RSKD provinsi, yang hanya terdapat di Pulau Ambon terdapat
rentang kendali geografis dan transportasi/akses yang cukup sulit dalam
melakukan rujukan khususnya pasien Jiwa sehingga banyak kasus pasien jiwa
yang tidak ditangani dan bahkan mengalami pemasungan.

3. Layanan Kesehatan Jiwa yang bersifat kuratif yang ditunjukan


untuk penyembuhan dan pemulihan penderita Kesehatan jiwa

a. Di Maluku pemerintah sudah memfasilitasi 1 Rumah Sakit Jiwa


dengan nama Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku (RSKD)
Provinsi Maluku yang bertempat di desa Negeri lama kecamatan
Baguala kota Ambon, dengan status milik pemerintah daerah
Maluku. RSKD merawat pasien dengan sakit fisik, pasien dengan
psikosomatik dan pasien gangguan jiwa, RSKD juga memiliki
beberapa Poliklinik untuk pemeriksaan kesehatan seperti poliklinik
jiwa, poliklinik syaraf, poliklinik tumbuh kembang anak, poliklinik
gigi dan poliklinik napza serta poliklinik penyakit dalam. RSKD
Provinsi Maluku juga memiliki instalasi rekam medik dengan dan
tenaga fisio terapi, ruang konseling dengan tenaga psikolog klinis dan
psikolog anak serta instalasi rehabilitasi Psikososial dengan tenaga
perawat jiwa sebagai tenaga rehabilitasi.
b. RSKD masih memiliki kendala dalam operasional pemberian
pelayanan kepada pasien baik dari sisi SDM tenaga kesehatan
maupun sarana prasaran lainnya sbb :
1. Belum tersedianya tenaga dokter sebagai pegawai tetap di RSKD
seperti spesialis penyakit penyakit dalam, spesialis penyakit kulit dan
kelamin, spesialis bedah, spesialis saraf, spesialis anak dan spesialis
bedah mulut dan gigi
2. SDM yang kurang, dimana Psikiater hanya 3 orang, perawat jiwa 3
orang
3. Belum tersedianya tenaga Ners spesialis jiwa
4. Belum tersedianya tenaga radiologi dan instalasi radiologi
5. Kurangnya tenaga perawat dengan lulusan S1 ners
6. Sarana prasarana, RSKD dengan kelas RS tipe B, mempunyai jumlah
tempat tidur 100 dengan 60% melayani jiwa dan 40% melayani non
Jiwa. Ruang perawatan pasien jiwa belum sesuai standar operasional
RSJ untuk memenuhi kebutuhan pasien
7. Infrastruktur ruang poliklinik rawat jalan dan IGD Gedung baru,
sedangkan ruang rawat inap pasien jiwa merupakan Gedung lama
dimana kondisinya sudah tidak layak serta belum pernah di pugar,
begitu juga ruang dapur, laundry dan kantor.
8. Tidak tersedianya instalasi bedah
1. Instalasi gawat darurat pasien jiwa masih digabung dengan instalasi
gawat darurat pasien umum
9. Instalasi rawat jalan masih terbatas dengan tidak tersedianya
ruangan
10. Tidak tersedianya Poliklinik Gediatri
11. Kendaraan bermotor sebagai sarana penunjang transportasi
pelayanan yang masih kurang.

4. Kewajiban Pemda dalam rehabilitasi penderita gangguan jiwa


(terhadap ODGJ terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan
dirinya dan/atau orang lain, dan/atau menggangu ketertiban
dan/atau keamanan umum?
Belum adanya keterlibatan PEMDA sebagai pengambil kebijakan
dalam upaya penanganan ODGJ terutama untuk rehabiltasi ODGJ
yang terlantar atau gelandangan dan tidak memiliki BPJS untuk di
rawat di RSKD. Pemerintah daerah belum memikirkan tentang
adanya rumah singgah atau panti sosial bagi ODGJ terlantar atau
gelandangan agar tidak mengganggu keselamatan dirinya, orang lain
dam lingkungan. Pemerintah daerah juga belum mengambil kebijakan
sebagai kewajiban PEMDA yang diatur dalam undang-undang
kesehatan jiwa bagi ODGJ yang tidak memiliki BPJS sebagai fasilitas
pengobatan dan perawatan di Rumah sakit sehingga memungkinkan
bertambahya ODGJ terlantar dan menjadi gelandangan di lingkungan.
Rumah sakit menyediakan rehabilitasi psikososial yang dilakukan
untuk pasien ODGJ dengan rawat inap yang 1 (satu) paket dalam
penatalaksanaannya, untuk rehabilitasi day care masih dalam proses.
Sedangkan rehabilitasi yang di dapatkan dari Pemda, belum ada
contohnya rumah singgah untuk pasien2 ODGJ.Untuk kegiatan dari
pemda yang selama ini kerja sama antara dinas sosial dan RSKD
adalah penjaringan pasien-pasien gelandangan psikotik dan pasien-
pasien pasung untuk dilakukan pengobatan dan bebas pasung.
5. Kebijakan Pemda memberi ruang bagi public (swasta dan
masyarakat) untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan layanan
Kesehatan jiwa?bentuk partisipasi apa saja yang dapat dilakukan
swasta/masyarakat?
Belum terlihat keterlibatan pemerintah dalam memberi ruang bagi
masyarakat untuk ikut berpartisipasi langsung sebagai organisasi
tertentu dalam melakukan pelayanan kesehatan jiwa bagi
masyarakat, namun pada instansi dinas kesehatan khususnya di
PUSKESMAS sudah melibatkan masyarakat sebagai kader kesehatan
yang ikut dalam pelayanan POSYANDU di masyarakat untuk tiap
PUSKESMAS. Dengan demikian perlu adanya POSYANDU jiwa
dengan kader kesehatan jiwa pada tiap PUSKESMAS untuk
melibatkan masyarakat dalam melakukan pelayanan kesehatan jiwa
agar tercapainya peningkatan masyarakat dengan sehat jiwa.
Untuk mewujudkan tujuan masyarakat sehat jiwa perlu
adanya sarana penunjang dalam masyarakat berupa contoh desa
siaga sehat jiwa yang di bina, dibimbing serta dimonitor dan evaluasi
oleh sumber daya manusia kesehatan khususnya tenaga kesehatan
jiwa yang terlibat dalam tim DKJPS maupun yang ada, baik dari
PUSKESMAS, RSKD, pendidikan kesehatan maupun dinas kesehatan
yang ada di daerah. Dengan demikian perlu adanya keterlibatan dan
kepedulian pemerintah daerah dalam menunjang program desa siaga
sehat jiwa agar dapat menunjang semua kebutuhan program untuk
kelancaran pelayanan kesehatan jiwa bagi masyarakat hingga
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal baik
kesehatan fisik maupun kesehatan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai