: Penyusun
IHSAN MAULANA
422021412033
1
Latar Belakang
Perkembangan transaksi bisnis pada masa sekarang ini sangat berkembang, ber
bagai model transaksi dilakukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan para pihak te
rhadap suatu produk atau komoditas. Untuk memudahkan transaksi tersebut terjadi
maka para pihak cenderung memudahkan proses tersebut agar tujuan dari transaksi
dapat segera terealisasi. Model transaksi yang dikembangkan dalam aktifitas bisnis
sekarang ini sebahagian telah memiliki dasar legalitas yang kuat dari sisi hukum po
sitif, namun proses legalisasinya cenderung lamban karena dalam aktifitas bisnis ka
dang kala masyarakat lebih mengedepankan tujuan transaksi dilakukan realisasi dib
andingkan memenuhi dasar legalitas dalam hukum positif. Secara substantif setiap
transaksi yang dilakukan oleh para pihak merupakan aktivitas yang dilakukan untu
k menghasilkan tujuan tertentu yang ditetapkan dalam kontrak tersebut. Sebahagia
n transaksi mengandung konten tentang perubahan posisi pada harta baik dari segi
kepemilikan maupun penggunaannya. Untuk itu setiap transaksi harus dilakukan se
suai dengan ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah yang telah diatur dalam hukum
Islam dan hukum positif agar tidak menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang
melakukan transaksi.
Dalam hukum Islam, secara khusus dalam fikih muamalah, para ulama telah m
elakukan ijtihad untuk menghasilkan hukum Islam yang bersifat implementatif unt
uk segenap umat Islam khususnya dalam bidang muamalah atau hukum ekonomi Is
lam. Kajian dalam muamalah ini sangat luas sehingga asas dalam fiqh muamalah
Hukum asal dalam semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil y
ang mengharamkannya. Dengan asas ini dalam muamalah menjadi sangat fleksibel,
karena pada dasarnya dalam masalah muamalah boleh dilakukan selama tidak ada
dalil yang mengharamkannya, namun bila ada dalil yang mengharamkan maka per
buatan atau kegiatan muamalah tidak boleh dilakukan karena ada dalil yang melara
ngnya. Adapun larangan-larangan dalam muamalah di antaranya riba, tadlis, taghri
r, maisir dan lain-lain.
2
A. Transaksi Kontemporer
Salah satu bentuk transaksi kontemporer yaitu jual beli online, merupakan
jual beli yang dilakukan melalui internet atau melalui platform digital. Jual beli te
rsebut dilakukan tanpa harus bertemu langsung dan bertatap muka, tetapi hanya m
elakukan pemesanan melalui gambar-gambar dari barang yang disediakan dan me
1
Dr. Muhammad Maulana, M.Ag Dr. EMK Alidar, M. Hum, MODEL DALAM ISLAM TRANSAKSI EKONOMI
KONTEMPORER, Dinas Syariat Islam Aceh, hal. 3
3
lakukan pembayaran sesuai dengan harga dan jangka waktu pengiriman barang ya
ng disepakati.
Untuk menilai apakah aktivitas jual beli online sudah sesuai dengan syari’
ah, konsep usaha yang Islami dapat digunakan sebagai acuan, yaitu konsep halal.
Halal dalam hal ini adalah mengambil yang baik (thayyib), halal cara perolehan
(melalui perniagaan yang berlaku secara ridha sama ridha), halal dalam prosesnya
(berlaku adil dan menghindari keraguan), dan halal cara penggunaannya (saling to
long menolong dan menghindari resiko).2
Jual beli online dan jual beli salam merupakan jual beli yang sejenis, yaitu
dengan cara memesan. Pada prakteknya, jual beli salam yang dilakukan pada mas
a Rasullah saw. pada buah buahan, dijelaskan kualitasnya, warnanya, takarannya s
erta tempo waktunya. Sedangkan pada jual beli online menggunakan media teknol
ogi internet dan berdagang memasarkannya melalui sosial media seperti di facebo
ok, instagram, website dan sebagainya. Lalu dijelaskan spesifik barang, misalnya
pada jual beli sepatu, diberikan informasi mengenai kejelasan barang tersebut dari
warnanya, ukurannya, bahannya dan harganya.
2
Jusmaliani, Masyhuri, dkk., Bisnis Berbasis Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 203
4
sabah dan selanjutnya dijual kepada nasabah dengan harga jual yang disepakati da
n nasabah dapat membayar dengan cara mengangsur atau melunasi pada periode t
ertentu (jatuh tempo). Murabahah ini dijadikan sebagai salah satu metode pembia
yaan pada lembaga keuangan Islam dan menjadi salah satu skim fikih yang popul
er digunakan oleh perbankan syari’ah.
Murabahah adalah akad yang dipergunakan dalam perjanjian jual beli bara
ng dengan menyatakan harga pokok barang dan keuntungan (margin) yang disepa
kati oleh penjual dan pembeli. Bank dapat membiayai sebahagian atau seluruh har
ga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dimana bank membeli
barang sebagaimana yang diperlukan, nasabah atas nama bank sendiri kemudian
menjual harga tersebut kepada nasabah sebesar harga jual yaitu harga pokok bara
ng ditambah. Dalam memperoleh barang yang dibutuhkan oleh nasabah, bank dap
at mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga,
untuk dan atas nama bank.
Dalam hal ini akad murabahah baru dapat dilakukan setelah secara sah bar
ang tersebut menjadi milik bank. Pembayaran oleh nasabah dapat dilakukan secar
a tunai atau tangguh (pada akhir periode atau secara angsuran) sesuai kesepakatan.
5
Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan be
rdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.3
B. Pegadaian
1. Definisi Pegadaian
ِ ل عَيْنٍ م َالِيَّة ٍ و َثيِْق َة ً بِدَي ْ ٍن يُسْتَو ْفَى مِنْهَا عِنْد َ تَع َُّذرِ الو َفَاء
ُ ْجع
َ
Barang yang dijadikan agunan dapat di tebus dan dapat di perpanjang waktu pi
njamannya jika belum mampu untuk menebusnyaoleh nasabah sesuai jatuh tempo
yang telah di tentukan. Namum, barang akan dilelang pada saat nasabah tidak ma
mpu melunasi barang agunannya tersebut serta pihak gadai akan memberikan sisa
uang lelang jika ada kepada nasabah yang bersangkutan.
3
Dr. Muhammad Maulana, M.Ag Dr. EMK Alidar, M. Hum, MODEL DALAM ISLAM TRANSAKSI EKONOMI
KONTEMPORER, Dinas Syariat Islam Aceh, hal. 60
6
Dalil yang menerangkan tentang gadai adalah surat Al-Baqarah ayat 283 :
ٌ الش ّه َاد َ ۗة َ وَم َنْ َي ّكْت ُ ْمه َا فَا َِن ّ ٓه ٗ اٰثِم ٌ قَل ْب ُه ٗ ۗ و َالل ّٰه ُ بِمَا تَعْم َلُوْنَ عَلِي ْم
َ ق الل ّٰه َ ر ََب ّه ٗ ۗ وَل َا تَكْتُم ُوا
ِ ّ اَم َانَت َه ٗ و َل ْيَت4
Artinya : Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatka
n seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jik
a sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tu
hannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa me
nyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh
orang yang berpiutang atas suatu benda berharga yang diberikan oleh orang yang
berhutang sebagai jaminan jika orang yang berhutang tidak mampu melunasi utan
gnya.5
4
Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat : 283
5
A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari, Muamalah dan Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 21.
7
Yang boleh dijadikan marhuun (barang gadai) adalah segala sesuatu yang
dibolehkan untuk diperjualbelikan sebagai jaminan dari penunaian utang. Khamar
dan benda najis lainnya tidaklah sah dijadikan sebagai marhuun (barang gadai).
1. Ain, sesuatu yang berbentuk. Jika barang gadaian berupa utang, maka
tidaklah sah karena tidak bisa diserahterimakan.
2. Sah untuk diperjualbelikan, yaitu segala sesuatu yang boleh
diperjualbelikan, maka boleh dijadikan barang gadai. Anjing, babi, atau
khamar tidaklah bisa dijadikan barang gadai.
1. Utangnya itu ada. Jika gadai dengan sesuatu yang dipinjamkan, dirampas
(magh-shuubah), atau dicuri diam-diam (masruuqah), tidaklah sah karena
tidak ada yang jadi watsiqah (jaminan, kepercayaan) sehingga bisa
melunasi ketika ada uzur pelunasan.
2. Marhuun bihi (utang) diketahui oleh kedua pihak yang berakad. Utang
tersebut diketahui dalam bentuk jumlah dan sifat, sehingga tidaklah sah
jika masih majhuul (tidak diketahui).
3. Syarat shighah (ijab dan qabul) seperti dalam perihal jual beli.6
3. Penyelesaian Gadai
6
Hisyam Al-Kaamil Haamid, Al-Imtaa’ bi Syarh Matn Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H,
Penerbit Daar Al-Manaar.
8
Gadai di anggap selesai ketika telah terjadi beberapa hal berikut :
1. Melunasi utang.
2. Raahin (pemberi gadai) dianggap utangnya selesai, artinya murtahin (penerima
gadai) memaafkan atau memutihkan utang.
3. Barang gadai lenyap atau rusak.
4. Barang gadai tidak layak lagi diperjual belikan, seperti hasil ekstraksi sesuatu
yang berubah menjadi khamar. Namun, khamar jika berubah lagi sendirinya
menjadi cuka, maka gadai dianggap balik kembali.
C. Asuransi
1. Definisi Asuransi
7
Magdalena Lumbantoruan, dkk, Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka,
1992), hal. 43
9
an, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dal
am jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebu
t.
َاب
ِ شدِيْد ُ ال ْعِق ّ َ ِ ن ۖو ََات ّق ُوا الل ّٰه َ ۗا
َ َ ن الل ّٰه ِ و َتَع َاو َنُو ْا عَلَى ال ْبِرِّ و ََالت ّق ْٰوىۖ وَل َا تَع َاو َنُو ْا عَلَى الْا ِ ْث ِم و َال ْع ُ ْدو َا
8
Al-Quran Surat Al-Maidah : 2
10
Pada asuransi syariah akad tadâbuli (saling tukar) diganti dengan akad
takâfuli (saling menjamin), yaitu suatu niat tolongmenolong sesama peserta ap
abila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama
dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam prakti
k muamalah yang gharar.9
3. Jenis-Jenis Asuransi
9
Muhammad Ahmad Sadr, al-Iqtishâd al-Islâmi, (Jeddah: King Abdul Aziz University, 1982), hal. 58.
11
Sedangkan keuntungan yang di peroleh nasabah adalah : Memberikan r
asa aman, Merupakan simpanan yang pada saat jatuh tempo dapat ditarik kemb
ali, Terhindar dari risiko kerugian dan atau kehilangan, Memperoleh penghasil
an dimasa yang akan datang, Memperoleh penggantian akibat kerusakan atau k
ehilangan.10
Kesimpulan
10
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 280.
12
yang direlevansikan dengan baiu salam, Akad Murobahah pada perbankan
syariah.
Istilah rahn atau gadai adalah Menjadikan suatu harta (‘ain maaliyah)
sebagai jaminan (kepercayaan, watsiiqah) terhadap utang (dayn) di mana
sebagian utang bisa terbayarkan dari harta tersebut ketika ada uzur untuk
melunasi.
DAFTAR PUSTAKA
13
Jusmaliani, Masyhuri, dkk., Bisnis Berbasis Syariah, Jakarta: Bumi Aksara,
2008
Hisyam Al-Kaamil Haamid, Al-Imtaa’ bi Syarh Matn Abi Syuja’ fii Al-Fiqh
Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H, Penerbit Daar
Al-Manaar.
University, 1982
Persada, 2003
14