Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TENTANG

TRANSAKSI KONTEMPORER PEGADAIAN DAN ASURANSI


Dosen pengampu :
Al-Ustadzah Noviana Prasanti S.H.I, M.E

: Penyusun
IHSAN MAULANA
422021412033

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR


2022 / 1444

1
Latar Belakang

Perkembangan transaksi bisnis pada masa sekarang ini sangat berkembang, ber
bagai model transaksi dilakukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan para pihak te
rhadap suatu produk atau komoditas. Untuk memudahkan transaksi tersebut terjadi
maka para pihak cenderung memudahkan proses tersebut agar tujuan dari transaksi
dapat segera terealisasi. Model transaksi yang dikembangkan dalam aktifitas bisnis
sekarang ini sebahagian telah memiliki dasar legalitas yang kuat dari sisi hukum po
sitif, namun proses legalisasinya cenderung lamban karena dalam aktifitas bisnis ka
dang kala masyarakat lebih mengedepankan tujuan transaksi dilakukan realisasi dib
andingkan memenuhi dasar legalitas dalam hukum positif. Secara substantif setiap
transaksi yang dilakukan oleh para pihak merupakan aktivitas yang dilakukan untu
k menghasilkan tujuan tertentu yang ditetapkan dalam kontrak tersebut. Sebahagia
n transaksi mengandung konten tentang perubahan posisi pada harta baik dari segi
kepemilikan maupun penggunaannya. Untuk itu setiap transaksi harus dilakukan se
suai dengan ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah yang telah diatur dalam hukum
Islam dan hukum positif agar tidak menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang
melakukan transaksi.

Dalam hukum Islam, secara khusus dalam fikih muamalah, para ulama telah m
elakukan ijtihad untuk menghasilkan hukum Islam yang bersifat implementatif unt
uk segenap umat Islam khususnya dalam bidang muamalah atau hukum ekonomi Is
lam. Kajian dalam muamalah ini sangat luas sehingga asas dalam fiqh muamalah

‫الأصل في المعاملة الإباحة الا ان يدل الدليل على تحريمها‬

Hukum asal dalam semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil y
ang mengharamkannya. Dengan asas ini dalam muamalah menjadi sangat fleksibel,
karena pada dasarnya dalam masalah muamalah boleh dilakukan selama tidak ada
dalil yang mengharamkannya, namun bila ada dalil yang mengharamkan maka per
buatan atau kegiatan muamalah tidak boleh dilakukan karena ada dalil yang melara
ngnya. Adapun larangan-larangan dalam muamalah di antaranya riba, tadlis, taghri
r, maisir dan lain-lain.

2
A. Transaksi Kontemporer

1. Definisi Transaksi Kontemporer

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, model-model transaksi y


ang dilakukan masyarakat pun semakin berkembang. Sebagaimana yang diuraika
n di atas, kalau dahulu transaksi jual beli hanya dilakukan secara langsung melalui
dunia nyata, tetapi saat ini sudah dapat dilakukan transaksi jual beli dengan bersel
ancar di dunia maya.

Transaksi perjanjian kerja sama yang awalnya kesepakatan disusun dengan wa


ktu yang relatif lama, tetapi seiring perkembangan zaman sudah disediakan perjan
jian yang bersifat baku dan dapat digunakan secara cepat. Demikian halnya denga
n transaksi keuangan, pada awalnya dilakukan secara tunai, kini sudah dapat dilak
ukan secara non tunai melalui media digital, serta beberapa jenis transaksi lainnya
yang sudah dimodifikasi seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi.

Transaksi kekinian atau disebut dengan transaksi kontemporer pada umumnya


dimodifikasi dari transaksi yang sudah dilakukan sebelumnya. Modifikasi tersebut
dilakukan agar transaksi dapat berlangsung dengan cepat, tidak berbelit dan tidak
terhambat oleh tempat dan waktu. Beberapa contoh transaksi kontemporer yang di
lakukan masyarakat seiring perkembangan zaman dan teknologi, yaitu: perjanjian
baku, jual beli online, jual beli murabahah pada perbankan syariah,, agen, franchis
e, asuransi dan lain-lain. 1

2. Jenis – jenis Transaksi Kontemporer

Salah satu bentuk transaksi kontemporer yaitu jual beli online, merupakan
jual beli yang dilakukan melalui internet atau melalui platform digital. Jual beli te
rsebut dilakukan tanpa harus bertemu langsung dan bertatap muka, tetapi hanya m
elakukan pemesanan melalui gambar-gambar dari barang yang disediakan dan me
1
Dr. Muhammad Maulana, M.Ag Dr. EMK Alidar, M. Hum, MODEL DALAM ISLAM TRANSAKSI EKONOMI
KONTEMPORER, Dinas Syariat Islam Aceh, hal. 3

3
lakukan pembayaran sesuai dengan harga dan jangka waktu pengiriman barang ya
ng disepakati.

Untuk menilai apakah aktivitas jual beli online sudah sesuai dengan syari’
ah, konsep usaha yang Islami dapat digunakan sebagai acuan, yaitu konsep halal.
Halal dalam hal ini adalah mengambil yang baik (thayyib), halal cara perolehan
(melalui perniagaan yang berlaku secara ridha sama ridha), halal dalam prosesnya
(berlaku adil dan menghindari keraguan), dan halal cara penggunaannya (saling to
long menolong dan menghindari resiko).2

Landasan Hukumnya adalah Surat Al-Baqarah ayat : 282

ُ ‫ل مُسَمًّى فَاكْ تُب ُوه‬


ٍ َ ‫ن آم َن ُوا ِإ ذ َا تَد َايَن ْتُم ْ بِدَي ْ ٍن ِإ لَى ٰ َأ ج‬
َ ‫ۚ ي َا َأ ُّيهَا الَّذ ِي‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak


secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS.
Al-Baqarah: 282). Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menyatakan bahwa ayat ini
turun tentang jual beli salam.

Jual beli online dan jual beli salam merupakan jual beli yang sejenis, yaitu
dengan cara memesan. Pada prakteknya, jual beli salam yang dilakukan pada mas
a Rasullah saw. pada buah buahan, dijelaskan kualitasnya, warnanya, takarannya s
erta tempo waktunya. Sedangkan pada jual beli online menggunakan media teknol
ogi internet dan berdagang memasarkannya melalui sosial media seperti di facebo
ok, instagram, website dan sebagainya. Lalu dijelaskan spesifik barang, misalnya
pada jual beli sepatu, diberikan informasi mengenai kejelasan barang tersebut dari
warnanya, ukurannya, bahannya dan harganya.

Dalam praktik perbankan Islam kontemporer, juga dikenal istilah murabah


ah yaitu akad jual beli dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah denga
n biaya keuntungan yang disepakati, kemudian penjual harus mengungkapkan bia
ya perolehan tersebut secara jujur dan terang-terangan. Dalam hal posisi lembaga
keuangan syariah melakukan pembelian terhadap barang yang dibutuhkan oleh na

2
Jusmaliani, Masyhuri, dkk., Bisnis Berbasis Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 203

4
sabah dan selanjutnya dijual kepada nasabah dengan harga jual yang disepakati da
n nasabah dapat membayar dengan cara mengangsur atau melunasi pada periode t
ertentu (jatuh tempo). Murabahah ini dijadikan sebagai salah satu metode pembia
yaan pada lembaga keuangan Islam dan menjadi salah satu skim fikih yang popul
er digunakan oleh perbankan syari’ah.

Murabahah adalah akad yang dipergunakan dalam perjanjian jual beli bara
ng dengan menyatakan harga pokok barang dan keuntungan (margin) yang disepa
kati oleh penjual dan pembeli. Bank dapat membiayai sebahagian atau seluruh har
ga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dimana bank membeli
barang sebagaimana yang diperlukan, nasabah atas nama bank sendiri kemudian
menjual harga tersebut kepada nasabah sebesar harga jual yaitu harga pokok bara
ng ditambah. Dalam memperoleh barang yang dibutuhkan oleh nasabah, bank dap
at mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga,
untuk dan atas nama bank.

Landasan hukumnya adalah surat Al-Baqarah ayat : 275

ْ ‫ٱلل ّه ُ ٱلۡبَي ۡ َع وَح َرّم َ ٱلر ِّب َ ٰو‌ۚا‬


َ ‫ل‬ ّ َ َ ‫وََأ ح‬

Artinya : "....dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan ri


ba." (Q.S Al Baqarah: 275)

ِ ِ ‫ن ءَام َن ُوا ْ ل َا ت َأۡڪُلوٓ ُ ا ْ َأ مۡوَٲلَك ُم بَي ۡنَڪُم ب ِٱلۡبَٰـط‬


‫ل ِإ َلّٓا َأ ن تَكُونَ ِتجَٰـرَة ً ع َن‬ َ ‫ي َٰٓـَأ ُ ّيهَا ٱل َ ّذ ِي‬

‫ٱلل ّه َ ك َانَ بِك ُ ۡم رَحِيم ً۬ا‬


َ ‫ن‬ ّ َ ‫ض مّ ِنك ُ ۡم‌ۚ وَل َا تَقۡتُلوٓ ُ ا ْ َأ نفُسَك ُ ۡم‌ۚ ِإ‬
ٍ ۬ ‫ت َر َا‬

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memaka


n harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu". (Q.S An Nisa : 29)

Dalam hal ini akad murabahah baru dapat dilakukan setelah secara sah bar
ang tersebut menjadi milik bank. Pembayaran oleh nasabah dapat dilakukan secar
a tunai atau tangguh (pada akhir periode atau secara angsuran) sesuai kesepakatan.

5
Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan be
rdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.3

B. Pegadaian
1. Definisi Pegadaian

Secara bahasa, ar-rahnu (gadai) berarti ats-tsubuut, tetap.

Secara istilah syari, ar-rahnu (gadai) berarti:

ِ ‫ل عَيْنٍ م َالِيَّة ٍ و َثيِْق َة ً بِدَي ْ ٍن يُسْتَو ْفَى مِنْهَا عِنْد َ تَع َُّذرِ الو َفَاء‬
ُ ْ‫جع‬
َ

Menjadikan suatu harta (‘ain maaliyah) sebagai jaminan (kepercayaan,


watsiiqah) terhadap utang (dayn) di mana sebagian utang bisa terbayarkan dari
harta tersebut ketika ada uzur untuk melunasi.

Sedangkan di Indonesia ada Lembaga Pegadaian yaitu lembaga keuangan yan


g secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya beru
pa pembiayaan kredit kepada masyarakat dalam bentuk penyaluran dana dengan j
umlah yang relatif kecil maupun jumlah yang besar atas dasar gadai, juga sebagai
jasa titipan, jasa taksiran.Barang yang digadaikan harus memiliki nilai ekonomis s
ehingga dapat di jadikan nilai taksiran oleh pihak gadai. Pegadaian merupakan keg
iatan menjamin barang-barang berharga untuk memproleh uang dan barang yang d
ijaminkan akan di tebus kembali oleh nasabahnya sesuai perjanjian kedua belah pi
hak.

Barang yang dijadikan agunan dapat di tebus dan dapat di perpanjang waktu pi
njamannya jika belum mampu untuk menebusnyaoleh nasabah sesuai jatuh tempo
yang telah di tentukan. Namum, barang akan dilelang pada saat nasabah tidak ma
mpu melunasi barang agunannya tersebut serta pihak gadai akan memberikan sisa
uang lelang jika ada kepada nasabah yang bersangkutan.

3
Dr. Muhammad Maulana, M.Ag Dr. EMK Alidar, M. Hum, MODEL DALAM ISLAM TRANSAKSI EKONOMI
KONTEMPORER, Dinas Syariat Islam Aceh, hal. 60

6
Dalil yang menerangkan tentang gadai adalah surat Al-Baqarah ayat 283 :

َ ِ ‫ضك ُ ْم بَعْضًا فَل ْيَُؤدِّ ال َ ّذ ِى اْؤتُم‬


‫ن‬ َ ِ ‫ن َمّقْبُوْضَة ٌ ۗفَا ِ ْن اَم‬
ُ ْ‫ن بَع‬ َ ‫سفَرٍ َوّل َ ْم‬
ٌ ٰ ‫تجِدُوْا ك َاتبًِا فَرِه‬ ُ ‫و َا ِ ْن‬
َ ‫كن ْتُم ْ عَل ٰى‬

ٌ ‫الش ّه َاد َ ۗة َ وَم َنْ َي ّكْت ُ ْمه َا فَا َِن ّ ٓه ٗ اٰثِم ٌ قَل ْب ُه ٗ ۗ و َالل ّٰه ُ بِمَا تَعْم َلُوْنَ عَلِي ْم‬
َ ‫ق الل ّٰه َ ر ََب ّه ٗ ۗ وَل َا تَكْتُم ُوا‬
ِ ّ ‫اَم َانَت َه ٗ و َل ْيَت‬4

Artinya : Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatka
n seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jik
a sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tu
hannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa me
nyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.

Berdasarkan hukum Islam, pegadaian merupakan suatu tanggungan atas ut


ang yang dilakukan apabila pengutang gagal menunaikan kewajibanya dan semua
barang yang pantas sebagai barang dagangan dapat dijadikan sebagai jaminan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh
orang yang berpiutang atas suatu benda berharga yang diberikan oleh orang yang
berhutang sebagai jaminan jika orang yang berhutang tidak mampu melunasi utan
gnya.5

2. Rukun Akad Gadai (Rahn)

1. Marhuun (yang digadaikan)


2. Marhuun bihi (dayn, yaitu utang)
3. Raahin (al-madiin, yang berutang, yang menyerahkan gadai)
4. Murtahin (ad-daain, yang memberikan utang, penerima gadai)
5. Shighah (ada ijab dan qabul)

4
Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat : 283
5
A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari, Muamalah dan Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 21.

7
Yang boleh dijadikan marhuun (barang gadai) adalah segala sesuatu yang
dibolehkan untuk diperjualbelikan sebagai jaminan dari penunaian utang. Khamar
dan benda najis lainnya tidaklah sah dijadikan sebagai marhuun (barang gadai).

Syarat Raahin dan Murtahin

1. Atas pilihan sendiri, tidak dipaksa


2. Ahliyah tabarru’ (dibolehkan melakukan akad, yaitu orang yang atas
pilihan sendiri, baligh, bukan yang sedang di-hajr, diboikot untuk tidak
boleh membelanjakan hartanya).

Syarat Marhuun (Barang Gadai)

1. Ain, sesuatu yang berbentuk. Jika barang gadaian berupa utang, maka
tidaklah sah karena tidak bisa diserahterimakan.
2. Sah untuk diperjualbelikan, yaitu segala sesuatu yang boleh
diperjualbelikan, maka boleh dijadikan barang gadai. Anjing, babi, atau
khamar tidaklah bisa dijadikan barang gadai.

Syarat Marhuun Bihi (Utang)

1. Utangnya itu ada. Jika gadai dengan sesuatu yang dipinjamkan, dirampas
(magh-shuubah), atau dicuri diam-diam (masruuqah), tidaklah sah karena
tidak ada yang jadi watsiqah (jaminan, kepercayaan) sehingga bisa
melunasi ketika ada uzur pelunasan.
2. Marhuun bihi (utang) diketahui oleh kedua pihak yang berakad. Utang
tersebut diketahui dalam bentuk jumlah dan sifat, sehingga tidaklah sah
jika masih majhuul (tidak diketahui).
3. Syarat shighah (ijab dan qabul) seperti dalam perihal jual beli.6

3. Penyelesaian Gadai

6
Hisyam Al-Kaamil Haamid, Al-Imtaa’ bi Syarh Matn Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H,
Penerbit Daar Al-Manaar.

8
Gadai di anggap selesai ketika telah terjadi beberapa hal berikut :

1. Melunasi utang.
2. Raahin (pemberi gadai) dianggap utangnya selesai, artinya murtahin (penerima
gadai) memaafkan atau memutihkan utang.
3. Barang gadai lenyap atau rusak.
4. Barang gadai tidak layak lagi diperjual belikan, seperti hasil ekstraksi sesuatu
yang berubah menjadi khamar. Namun, khamar jika berubah lagi sendirinya
menjadi cuka, maka gadai dianggap balik kembali.

C. Asuransi

1. Definisi Asuransi

Asuransi dalam bahasa Arab disebut at-ta’min, penanggung disebut mu’amm


in, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min dia
mbil dari kata Amana yang artinya memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman
dan bebas dari rasa takut, sebagaimana firman Allah Swt.7

Pengertian asuransi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu pertanggung


an (perjanjian antara dua pihak, yang satu akan membayar uang kepada pihak yan
g lain, bila terjadi kecelakaan dan sebagainya, sedangkan pihak yang lain itu akan
membayar iuran).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa asuransi adalah perjanjian an


tara kedua belah pihak (antara perusahaan asuransi dan nasabah) dan sesama pese
rta asuransi dalam menanggung risiko dan saling melindungi dengan menggunaka
n akad tabarru’.
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem,
atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk j
iwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadi
an-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilang

7
Magdalena Lumbantoruan, dkk, Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan Manajemen, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka,
1992), hal. 43

9
an, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dal
am jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebu
t.

Dalil yang menerangkan tentang gadai adalah surat Al-Maidah ayat 2 :

‫َاب‬
ِ ‫شدِيْد ُ ال ْعِق‬ ّ َ ِ ‫ن ۖو ََات ّق ُوا الل ّٰه َ ۗا‬
َ َ ‫ن الل ّٰه‬ ِ ‫و َتَع َاو َنُو ْا عَلَى ال ْبِرِّ و ََالت ّق ْٰوىۖ وَل َا تَع َاو َنُو ْا عَلَى الْا ِ ْث ِم و َال ْع ُ ْدو َا‬

Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan d


an takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Berta
kwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.8

2. Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional

Akad asuransi konvensional didasarkan pada akad tabâduli atau perjan


jian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya p
enjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di da
lam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi
persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjualbelikan. Sedan
gkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi y
ang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang
pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal.

Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan p


erjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jel
as tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untu
ng namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka
perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi ca
cat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarka
n oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diter
ima pemegang polis (pada produk non-saving).

8
Al-Quran Surat Al-Maidah : 2

10
Pada asuransi syariah akad tadâbuli (saling tukar) diganti dengan akad
takâfuli (saling menjamin), yaitu suatu niat tolongmenolong sesama peserta ap
abila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama
dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam prakti
k muamalah yang gharar.9

Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaa


n asuransi (transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang ter
kumpul adalah milik peserta (shâhib al-mâl) dan perusahaan asuransi syariah
(mudhârib) tidak bisa mengklaim menjadi milik perusahaan. 

3. Jenis-Jenis Asuransi

Dilihat dari fungsinya, asuransi dibedakan menjadi :

1. Asuransi kerugian (non life insurance) seperti : Asuransi kebakaran, kecela


kaan kapal terbang dan lain-lain, Asuransi pengangkutan, asuransi kendara
an bermotor, pencurian dan lainnya.
2. Asuransi Jiwa (life insurance) Seperti : Asuransi berjangka, Asuransi tabun
gan, dan Asuransi seumur hidup.
3. Reasuransi (reasurance) Merupakan perusahaan yang memberikan jasa asur
ansi dalam pertanggungan ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh perusa
haan asuransi kerugian.

Dilihat dari segi kepemilikannya, terbagi atas :


Asuransi milik pemerintah, Asuransi milik swasta nasional, Asuransi milik
perusahaan asing, dan Asuransi milik campuran.
4. Keuntungan Dan Resiko dari Asuransi

Keuntungan yang di dapatkan oleh perusahaan asuransi adalah : Keuntu


ngan dari premi yang diberikan nasabah, Keuntungan dari hasil penyertaan mo
dal di perusahaan lain, dan Keuntungan dari hasil bunga dari investasi di surat-
surat berharga.

9
Muhammad Ahmad Sadr, al-Iqtishâd al-Islâmi, (Jeddah: King Abdul Aziz University, 1982), hal. 58.

11
Sedangkan keuntungan yang di peroleh nasabah adalah : Memberikan r
asa aman, Merupakan simpanan yang pada saat jatuh tempo dapat ditarik kemb
ali, Terhindar dari risiko kerugian dan atau kehilangan, Memperoleh penghasil
an dimasa yang akan datang, Memperoleh penggantian akibat kerusakan atau k
ehilangan.10

Disamping keuntungan yang di dapat dari asuransi, terdapat juga resiko


yang terjadi dalam asuransi, yaitu :

1. Risiko murni, artinya ada ketidakpastian terjadinya sesuatu kerugian. Pelua


ng merugi lebih besar dan bukan suatu peluang keuntungan;
2. Risiko spekulatif, artinya memiliki dua kemungkinan, yaitu peluang untuk
rugi atau peluang untuk memperoleh keuntungan;
3. Risiko individu, ada tiga:
a. Risiko pribadi, artinya memperoleh keuntungan karena adanya
kecelakaan atau kematian.
b. Risiko harta, resiko kehilangan.
c. Risiko tanggung gugat, yaitu kerugian yang disebabkan apabila kita
menanggung kerugian sesorang dan kita harus membayarnya.

Kesimpulan

Transaksi kontemporer pada umumnya dimodifikasi dari transaksi yan


g sudah dilakukan sebelumnya. Modifikasi tersebut dilakukan agar transaksi d
apat berlangsung dengan cepat, tidak berbelit dan tidak terhambat oleh tempat
dan waktu. Salah satu bentuk transaksi kontemporer yaitu jual beli online

10
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 280.

12
yang direlevansikan dengan baiu salam, Akad Murobahah pada perbankan
syariah.

Istilah rahn atau gadai adalah Menjadikan suatu harta (‘ain maaliyah)
sebagai jaminan (kepercayaan, watsiiqah) terhadap utang (dayn) di mana
sebagian utang bisa terbayarkan dari harta tersebut ketika ada uzur untuk
melunasi.

Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, s


istem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansi
al) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan pengganti
an dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti ke
matian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana melibatkan pembayaran pre
mi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menja
min perlindungan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Muhammad Maulana, M.Ag Dr. EMK Alidar, M. Hum, MODEL


DALAM
ISLAM TRANSAKSI EKONOMI ,KONTEMPORER, Dinas
Syariat Islam Aceh,

13
Jusmaliani, Masyhuri, dkk., Bisnis Berbasis Syariah, Jakarta: Bumi Aksara,
2008

Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat : 283,

Jamhari, A. Zainuddin dan Muhammad, Muamalah dan Akhlak, Bandung:


Pustaka Setia, 1999

Hisyam Al-Kaamil Haamid, Al-Imtaa’ bi Syarh Matn Abi Syuja’ fii Al-Fiqh
Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H, Penerbit Daar
Al-Manaar.

Magdalena Lumbantoruan, dkk, Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis dan


Manajemen,

Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1992

Muhammad Ahmad Sadr, al-Iqtishâd al-Islâmi, Jeddah: King Abdul Aziz

University, 1982

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2003

14

Anda mungkin juga menyukai