Anda di halaman 1dari 16

Machine Translated by Google

Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan


Vol. 16 no. 2 Des 2021 | 197-212

Pangaroh - Ketua Adat: Dinamika Kepemimpinan Lokal


Masyarakat Dayak Salako dalam Perspektif Budaya
Pabali Musa1, Diaz Restu Darmawan2 ÿ , Rossa Fitriana3
,
Riwayat artikel:
Debora Agustina4 , Egi Pratama Rizqi5 Diserahkan: 03 Agustus 2021
12345
Program Studi Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Diterima: 14 Desember 2021
Universitas Tanjungpura, Pontianak, Indonesia Diterbitkan: 25 Desember 2021
ÿ
diaz.rd@fisip.untan.ac.id

Abstrak: Fenomena perkembangan sistem kepemimpinan lokal pada masyarakat Dayak


Salako di desa Nyarumkop, Singkawang, Kalimantan Barat, tidak lepas dari
perkembangan zaman saat ini; dimana sistem kepemimpinan dalam masyarakat
memerlukan aspek dinamis agar sistem kepemimpinan adat mampu menyesuaikan
fungsi dan perannya dalam masyarakat yang terus berkembang. Artikel ini akan
menganalisis dan menjelaskan bagaimana kepemimpinan lokal terbentuk ketika
kelompok masyarakat Dayak Salako masih hidup sebagai masyarakat Bantang sampai
sekarang, yang telah menjadi masyarakat desa yang telah memiliki kepemimpinan
pemerintahan formal dan birokrasi. Melalui metode kualitatif dengan pendekatan
etnografi, informan kunci dari tokoh adat dan pemangku kepentingan lainnya di dalam
masyarakat, ternyata kepemimpinan tokoh adat mengalami beberapa kali perubahan
mengikuti bentuk kehidupan masyarakat. Meskipun perkembangan modern global berdampak pada
Kata kunci: ketua adat; Dayak; kepemimpinan; budaya lokal.

P-ISSN 1907-1191 E-ISSN 2540-9204 © 2021 Penulis.


Diterbitkan oleh LP2M INSURI Ponorogo, ini adalah artikel jurnal akses terbuka berlisensi CC-BY-SA.
DOI: 10.37680/adabiya.v16i2.1096

197
Machine Translated by Google

Pangaroh – Ketua Adat: Dinamika Kepemimpinan Lokal Masyarakat Dayak Salako…


Pabali Musa, Diaz Restu Darmawan, Rossa Fitriana, Debora Agustina, Egi Pratama Rizqi

pengantar

Fenomena perkembangan sistem pola kepemimpinan pada masyarakat Dayak Salako


merupakan fenomena sosial yang terjadi karena kebutuhan akan peran pemimpin adat.
Bahkan saat ini, di zaman modern perkembangan sistem pola kepemimpinan ini terjadi
karena masyarakat Dayak Sakalo telah berkembang menjadi masyarakat yang lebih modern.
Oleh karena itu, diperlukan juga penyesuaian terhadap sistem kepemimpinan adat yang
dulu ada di masyarakat, salah satunya adalah fungsi dan peran Kepala Adat. Pemimpin adat
adalah pemimpin yang mengelola wilayah desanya sesuai dengan aturan adat yang berlaku.

Adanya peran kepemimpinan masyarakat adat juga dibutuhkan oleh pihak lain, seperti
pemerintah, yang dapat menjadikan Pemimpin Adat sebagai media penyampaian kebijakan
publik. Seperti yang diungkapkan Hendri bahwa Damang, salah satu tipe Pemimpin Adat,
merupakan mitra penting bagi pemerintah untuk pembangunan yang layak.1 Pemimpin adat
memiliki posisi penting untuk memberikan masukan dan saran atas pembangunan yang tidak tepat dilak
Selain memberikan saran dan masukan, peran dan kontribusi kepala desa adat mampu
mensukseskan misi pemerintah dalam menerapkan nilai-nilai luhur agama dan budaya untuk
menciptakan lingkungan dan hubungan sosial yang tertib dan aman.2

Namun, ada juga fakta bahwa kepemimpinan lokal dapat menjadi sumber masalah
konflik arah pembangunan pemerintah pusat. Misalnya, adanya penangkapan atau
kriminalisasi terhadap tokoh adat karena dianggap tidak kooperatif dalam mewujudkan visi
dan misi negara.3 Hal ini menunjukkan bahwa peran tokoh masyarakat juga dapat menjadi
masalah dalam beberapa kebijakan negara, terutama yang terkait dengan tanah ulayat dan
perkebunan industri.4 Dari segi sejarah, posisi pemimpin lokal sangat penting dalam
konstruksi sosial zaman, terutama yang bersinggungan dengan kehadiran kelompok-
kelompok baru. Hal ini dapat dilihat misalnya pada dinamika masyarakat Samin dalam
perlawanan terhadap kolonialisme Belanda atau masyarakat suku Jawa terhadap modernitas
yang dibawa oleh masyarakat kolonial.5 Dari segi posisi kepemimpinan lokal dapat dianggap
sebagai kendala dalam program kebijakan pembangunan.

1
Hendri, “Damang Kepala Adat Mitra Pemerintah Dalam Pembangunan,” borneonews.co.id, 2020,
https://www.borneonews.co.id/berita/180746-damang-kepala-adat-mitra-pemerintah-dalam-pembangunan.
2
Kominfokubar, “Pentingnya Peran Kepala Adat Dan Jajarannya Sebagai Mitra Kerja Pemerintah
Kabupaten,” kutaibaratkab.go.id, 2019, https://kutaibaratkab.go.id/2019/06/pentingnya-peran-kepala-adat-
dan jajarannya-sebagai-mitra-kerja-pemerintah-kabupaten-selasa-25062019/.
3
Raja Eben Lumbanrau, “Masyarakat Adat: Penangkapan Ketua Adat Kinipan Dan ‘Pelegalan Negara
Atas Perampokan Di Tanah Adat Di Era Jokowi’, Tudingan Aktivis Lingkungan,” bbc.com, 2020, https://
www.bbc.com/indonesia/indonesia-53890151.
4
Ayat S Karokaro, “Konflik Lahan Dan Kerusakan Lingkungan Terus Terjadi Dalam Operasi PT TPL,”
mongabay.co.id, 2021, https://www.mongabay.co.id/2021/04/07/konflik-lahan-dan-kerusakan-lingkungan-
terus terjadi-dalam-operasi-tpl/.
5 Moh Durrul Ainun Nafis, “Harmonisasi Tradisi Di Tengah Modernitas Umat: Kajian Fenomenologi
Terhadap Akad Nikah Samin Kudus,” Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan Dan Keagamaan 16, no. 2 (December
13, 2021): 141–56, https://doi.org/10.37680/ADABIYA.V16I2.962; Muhammad Misbahuddin et al., “Toilet Dan
Proses Inkulturasi Masyarakat Jawa Menjadi Masyarakat Kolonial Di Surakarta Abad XX,” JUSPI (Jurnal
Sejarah Peradaban Islam) 4, no. 2 (February 20, 2021): 133–48, https://doi.org/10.30829/JUSPI.V4I2.8781.

198
Machine Translated by Google

Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan


Vol. 16 no. 2 Des 2021 | 197-212

Permasalahan adat pada suku-suku tertentu dengan berbagai macam keunikan kebiasaan
dalam suatu suku itu sendiri membuat Pemimpin Adat atau Pemimpin Adat tetap dibutuhkan bahkan
dalam masyarakat modern.6 Fakta ini menunjukkan masih adanya peran kepemimpinan lokal dalam
masyarakat sebagai wujud sistem organisasi tradisional hingga saat ini. Peran-peran tersebut
mengalami berbagai perkembangan mengikuti gejolak kondisi sosial di daerah masing-masing. Di
satu sisi dapat mendukung kebijakan pemerintah pusat, namun di sisi lain dapat menjadi sumber
masalah konflik akibat maraknya budaya dan politik lokal. Misalnya masyarakat Dayak Kalimantan
Barat yang telah lama terpinggirkan dan melahirkan gerakan pemberdayaan diri serta menimbulkan
kekerasan massal terhadap pendatang di Provinsi Kalimantan Barat.7 Contoh lainnya adalah tragedi
di Sambas pada tahun 20018 dimana konflik ini terjadi. menjadi masalah nasional antar etnis yang
serius pada saat itu. Kepemimpinan adat ini juga dapat dijadikan sebagai alat politik dalam
pemerintahan, dalam mengarahkan suara masyarakat berdasarkan empati terhadap sesama suku
atau suku tertentu, hal ini terjadi di Indonesia seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.9 Hal ini
menunjukkan bahwa politik etnis di Indonesia masih Meskipun mobilitas politik etnis jarang ditemukan
di ruang publik, identitas etnis dalam politik masih sangat jelas terlihat di masyarakat Indonesia. Hal-
hal tersebut menjadi poin yang menarik sehingga fenomena ini sangat layak untuk dikaji secara
mendalam, apalagi menggunakan metode kualitatif untuk mendekati fakta yang terjadi di lapangan.

Masyarakat Dayak Salako di Desa Nyarumkop, Kecamatan Singkawang Timur, Kalimantan


Barat, merupakan salah satu bentuk masyarakat adat di daerah tersebut. Dalam konteks tradisional,
khususnya menggunakan pandangan kajian antropologi, masyarakat adalah perkumpulan sejumlah
orang yang hidup dan menetap di suatu wilayah dengan batas-batas yang jelas serta memiliki bahasa
dan budaya sendiri.10 Dalam menilai kelompok masyarakat tradisional, diperlukan setidaknya
mengandalkan indikator-indikator, antara lain masyarakat, lokalitas, adat istiadat, dan bahasa ibu.11
Karena indikator-indikator tersebut dapat menunjukkan ciri-ciri yang hanya dimiliki oleh suatu
kelompok. Dan kecenderungannya berbeda dengan kelompok lain, meskipun mereka masih berasal dari subetnis b

Sampai saat ini masyarakat Dayak Salako masih menjalankan tradisi lokalnya. Hal ini
dikarenakan ekologi alam Desa Nyarumkop masih terjaga, sehingga kebiasaan hidup masyarakat
Dayak Salako yang masih memanfaatkan hutan sebagai sumber masih dapat dilakukan. Beberapa
tradisi masyarakat Dayak Salako di Desa Nyarumkop yang masih bertahan hingga saat ini adalah
tradisi menolak bala dan roh basaru. Tradisi ini merupakan upacara untuk memanggil arwah yang
berkaitan dengan kehidupan agar kembali tenang dan damai, dalam hal ini juga sebagai ucapan terima kasih kepad
Dalam melakukan sesuatu adat, akan ada beberapa mantra yang dibacakan dan ditujukan kepada
Jubata. Tradisi ini dapat dilaksanakan dari keputusan Kepala Adat berdasarkan hasil pertemuan
dengan anggota masyarakat Dayak Salako lainnya.

6 Modimowabarwa Kanyane, “Interaksi Interaksi Pemerintah Daerah, Tokoh Adat dan Masyarakat,”
Studi 35, 2
Jurnal Kontemporer (212–20 April, https://doi.org/10.1080/02589001.2017.1310373.
Afrika tidak. 2017):

7 David Henley dan Jamie S. Davidson, “Atas Nama Adat: Perspektif Regional tentang Reformasi,
Tradisi, dan Demokrasi di Indonesia,” Studi Asia Modern 42, no. 4 (Juli 2008): 815–52, https://doi.org/10.1017/
S0026749X07003083.
8 Jamie S. Davidson, “Politik Kekerasan di Pinggiran Indonesia,” South East Asia Research 11, no. 1
(2003): 59–89, https://doi.org/10.5367/000000003101297142.
9 Edward Aspinall, “Demokratisasi dan Politik Etnis di Indonesia: Sembilan Tesis,” Journal of East
Asian Studies 11, no. 2 (Agustus 2011): 289–319, https://doi.org/10.1017/S1598240800007190.
10
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, ke-10 (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2015).
11 Ahmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Sosial Budaya (Jakarta: Institut Antropologi Indonesia, 2011).

199
Machine Translated by Google

Pangaroh – Ketua Adat: Dinamika Kepemimpinan Lokal Masyarakat Dayak Salako…


Pabali Musa, Diaz Restu Darmawan, Rossa Fitriana, Debora Agustina, Egi Pratama Rizqi

Tentu saja, dalam menjalankan beberapa tradisi ada peran pemimpin adat yang tak
tergantikan. Terutama dalam pembacaan mantra-mantra yang dipercaya oleh masyarakat Dayak
Salako yang hanya bisa dilakukan oleh tokoh adat. Karena mantera itu diturunkan dalam ilmu,
bukan dalam tulisan. Pentingnya sosok tokoh adat sudah ada sejak lama ketika masyarakat
Dayak Salako masih hidup bersama dalam bentuk kelompok Rumah Bentang. Rumah Bentang
merupakan rumah adat Dayak Salako berupa rumah panggung yang tinggi dan memanjang.
Secara umum Rumah Bantang tidak terlalu berbeda dengan Rumah Bentang yang umumnya
diidentikkan sebagai rumah adat masyarakat Dayak, namun pada masyarakat Dayak Salako lebih
memilih menggunakan istilah Bantang daripada Betang yang biasa dikenal dengan sebutan
Bantang. publik. Umumnya Rumah Batang dapat dihuni oleh beberapa kepala keluarga.

Dari latar belakang tersebut, tulisan ini bertujuan untuk mengisahkan perkembangan pola
kepemimpinan lokal dari masa masyarakat Dayak Salako di masa lampau hingga era modern
saat ini. Selain itu, dijelaskan pula mengapa pola kepemimpinan lokal pada masyarakat Dayak
Salako mengalami perubahan dengan menggunakan metode etnografi. Kelebihan dari metode
ini adalah memungkinkan peneliti untuk menyelidiki secara mendalam bagaimana keadaan di
lingkungan dunia nyata tempat penelitian dilakukan12 sehingga diharapkan adanya penjelasan
apakah masih dibutuhkan peran tokoh adat pada saat ini. waktu, dan apakah keberadaannya
tidak mengganggu pimpinan daerah lainnya sebagai bagian dari lembaga negara.

Kepemimpinan Dayak Salako dalam Komunitas Kelompok Bantang


Saat ini, istilah "Dayak" dan penyebutan "sub-suku" tertentu digunakan lebih luas daripada di
masa lalu. Forum Solidaritas Kalimantan Barat menangkap perubahan ini dalam deklarasinya
tahun 2000.13 Duile mengatakan bahwa dalam memahami orang Barat dan Indonesia, kata Dayak
membangkitkan citra masyarakat adat yang dekat dengan alam, hidup di dunia misterius pohon-
pohon besar, tumbuhan lebat, rumah panjang kuno , dan ritual eksotik.14

Sepanjang sejarahnya, orang Dayak juga bergantung pada sumber daya hutan. Hutan
adalah tempat tinggal mereka dan lingkungan yang telah membentuk budaya dan cara hidup
mereka. Suku Dayak tampak dekat hidup dengan alam sekitar; pemahaman tersebut masih ada
di masyarakat, pandangan bahwa kehidupan masyarakat Dayak masih tradisional, perubahan
kehidupan masyarakat juga membuat pola hidup pranata sosial di masyarakat itu sendiri
mengalami perubahan, tidak terkecuali masyarakat Dayak Salako.

Berdasarkan catatan lapangan, bentuk organisasi sosial tradisional masyarakat Dayak


Salako memiliki berbagai versi. Struktur masyarakat Dayak Salako terdiri dari dialek Pangaroh,
Panyanokng Kaanngkong, dan Pangaangok.15 Ketiga kedudukan tersebut dapat dikatakan
sebagai pemimpin yang setara, seperti trinitas. Tiga

12
Jane B. Singer, “Ethnography,” Journalism & Mass Communication Quarterly 86, no. 1 (Maret 2009):
191–98, https://doi.org/10.1177/107769900908600112.
13 Anne Schiller, “Activism and Identity in an East Kalimantan Dayak Organization,” The Journal of
Asian Studies 66, no. 1 (Februari 2007): 63–95, https://doi.org/10.1017/S002191180700006X.
14 Timo Duile, “Menjadi Dayak di Kalimantan Barat: Membangun Identitas Adat sebagai Sumber Daya
Politik dan Budaya,” dalam Kesinambungan dalam Perubahan Masyarakat Dayak (Wiesbaden: Springer
Fachmedien Wiesbaden, 2017), 123–40, https://doi.org /10.1007/978-3-658-18295-3_5.
15 Simon Takdir, Austronesia Dayaka Tentang Kelompok Suku Salako Dayaka Borneo (Pontianak: Top
Indonesia, 2017).

200
Machine Translated by Google

Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan


Vol. 16 no. 2 Des 2021 | 197-212

saling bekerjasama dalam menjalankan adat dan roda kehidupan wilayahnya.


Meski dalam tatanan sosial, ketiganya berstatus atas, namun yang dilakukan ketiga tokoh ini
merupakan bentuk kerja sosial. Mereka adalah pengabdian masyarakat yang tidak mendapatkan
imbalan selama memimpin dan menguasai pola kehidupan masyarakat. Namun ada reward sosial
yang akan didapatkan, yaitu bantuan tenaga kerja gratis di awal-awal ladang dan panen. Pelayanan
retribusi diberikan oleh anggota masyarakat sebagai bentuk rasa terima kasih atas pelayanan sosial
yang diberikan oleh para pemimpin tritunggal dalam masyarakat Dayak Salako.

Dahulu masyarakat Dalak Salako masih tinggal di Bentang, mereka hidup dalam satu
kelompok. Rumah Bantang berbentuk panjang dan memiliki banyak sekat, ruangan, atau bilik yang
dipisahkan oleh dinding. Setiap stan dimiliki oleh satu keluarga, yang bisa terdiri dari orang tua,
anak, dan kakek -nenek.16 Pola pemilihan akan dilakukan oleh pengurus komunitas. Setelah melalui
diskusi panjang, hasil kesepakatan pengurus komunitas untuk mengisi posisi Pangaroh, Panyanokng
Kaanngkong, dan Pangaangok disampaikan secara door to door, semacam bentuk komunitas yang
masih buta huruf. Wajar jika anggota masyarakat yang lain menolak kesepakatan sampai pada
ketidaktaatan, maka akan ada manusia yang memiliki kekuatan fisik dan kekuatan super untuk
memaksa anggota yang menolak keputusan pengurus untuk menerima keputusan tersebut.

Pemberi pengaruh

Pangaangok Panyanokng
Maafkan saya

Terancam Dayak Salako


Masyarakat

Gambar 1. Skema struktur organisasi sosial Bantang sebelum mengenal unsur-unsur eksternal
organisasi

Seperti terlihat pada Gambar 1, posisi Pangaroh dapat dikatakan sebagai pimpinan tertinggi
dari tiga pimpinan organisasi sosial masyarakat Dayak Salako. Walaupun posisinya dikatakan
tinggi, namun dalam kehidupan sehari-hari status sosial yang menduduki peran pangaroh ini masih
dikatakan sama dengan anggota masyarakat lainnya. Pangaroh masih harus memenuhi kebutuhan
hidup sendiri, baik untuk kebutuhan rumah tangga, bercocok tanam, maupun mencari makan. Tidak
akan ada hadiah atau layanan dari anggota komunitas lain yang bersifat seperti upeti.

Fungsi penting pangaroh akan terlihat ketika ada pertemuan adat atau perkumpulan pengurus
masyarakat. Peran pangaroh dalam pertemuan adat adalah

16
Clarry Sada, Yabit Alas, dan Muhammad Anshari, “Masyarakat Adat Kalimantan (Dayak):
Pembangunan, Perspektif Sosial Budaya dan Tantangannya,” Cogent Arts and Humanities 6, no. 1
(2019): 1665936, https://doi.org/10.1080/23311983.2019.1665936.

201
Machine Translated by Google

Pangaroh – Ketua Adat: Dinamika Kepemimpinan Lokal Masyarakat Dayak Salako…


Pabali Musa, Diaz Restu Darmawan, Rossa Fitriana, Debora Agustina, Egi Pratama Rizqi

mengatur, memberikan arahan dan instruksi kepada Panyanokng dan Pangaangok. Untuk membuat
keputusan tradisional atau memecahkan masalah. Akibat keputusan ini, Pangaroh akan bertanggung jawab.

Seperti Pangaroh akan bertanya kepada Pangaangok kapan mereka bisa mulai bertani.
Keputusan kapan akan bertani akan dilihat dari posisi terbit bulan dan posisi bintang pada malam
hari yang hanya bisa dibaca oleh Pangaangok. Berdasarkan hasil visi Pangaangok ini, Pangaroh
akan memutuskan kapan harus bertani. Hasil keputusan tersebut akan disebarluaskan kepada
warga masyarakat lainnya melalui Panyanokng Kaangkong dan Pangaangok. Jika melihat alur
pengambilan keputusan pengurus adat Dayak Salako di masa lalu, ketiga jabatan tersebut
diibaratkan sebagai hubungan antara seorang direktur dengan pimpinan sebuah perusahaan. Jika
dilihat secara hirarki, bisa dikatakan pangaroh berada di atas pangaangok dan panyanokng
kaangkong. Hal ini tentu disadari dahulu pada masyarakat Bntang, Pangaroh sama dengan
pemimpin tertinggi dan dijuluki Tuho Tumpuk atau Tuho Kampokng (Ketua Desa).

Posisi Pangaangok kadang disebut Oraroh. Fungsi Pangaangok adalah sebagai pendamping
Pangaroh dalam memutuskan sesuatu. Informasi dan keputusan dari Pangaroh akan disebarluaskan
langsung oleh Pangaangok secara door to door di masyarakat Bntang. Selain menyampaikan
informasi, Pangaangok memiliki tugas untuk memastikan warga masyarakat menerima hasil
apapun dari Pangaroh dan yang akan menangani warga masyarakat yang menolak atau bahkan tidak patuh.
Oleh karena itu, fisik yang kuat sangat penting dalam posisi Pangaangok karena harus siap
menghadapi masalah sosial hingga konflik baik internal maupun konflik dari kelompok lain. Dalam
pengambilan keputusan untuk bertani, Pangaangok yang bersedia menentukan waktunya meskipun
akan disampaikan terlebih dahulu kepada Pangaangok. Karena Pangaangok memiliki pengetahuan
dalam membaca alam di sekitar lingkungannya.

Selain menentukan kapan musim bercocok tanam, Pangaangok juga memutuskan ritual
kolektif apa saja yang harus disiapkan untuk menyambut musim bercocok tanam. Pada masyarakat
Dayak Salako kuno, penentuan masa lapangan ditentukan oleh Pangaangok yang dapat menemukan
bintang pate' rookng yang dapat dilihat dari atas pante (semacam lorong atau panggung terbuka
di Rumah Bentang). Selain keahlian membaca bintang, ada pula keahlian membaca bulan yang
menentukan kegiatan apa yang perlu dilakukan di lapangan nantinya. Seperti bulan buotn
rayo' (bulan purnama dalam pengetahuan masyarakat Dayak Salako) sebagai penanda bahwa
keesokan paginya adalah hari yang baik untuk beraktivitas di ladang.

Jabatan Pangaangok yang memiliki keahlian membaca alam disebut Tuho Tahutn, yaitu
jabatan kepala masyarakat yang menangani patahan (kalender periode dalam sistem bercocok
tanam atau penanggalan agraria masyarakat) yang menjadi patokan bagi masyarakat Dayak Salako
dalam menjalankan siklus dalam sistem bercocok tanam. Ada juga peran Pangaangok yang paling
penting dalam rapat pengurus Bantang, yaitu sebagai pihak yang memfasilitasi tempat pertemuan.
Ciri khas ketika akan diadakan pertemuan atau Kupm Bastumian baru, Pangaangok akan
menyiapkan bide-bide17 di tempat tinggalnya, sehingga pada umumnya yang memiliki bide dalam
masyarakat Dayak Salako hanyalah jabatan Pangaangok dan jabatan tersebut seringkali dijuluki
Tuho Bide.

17 Permadani Dayak ini merupakan alas duduk yang dianyam dari rotan yang dibelah dan diraut halus kemudian dirajut dengan
menggunakan kulit kayu tarap. Terkadang juga digunakan untuk proses pengeringan beras.

202
Machine Translated by Google

Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan


Vol. 16 no. 2 Des 2021 | 197-212

Fungsi Pangaangok lainnya adalah agar kegiatan masyarakat, khususnya pada acara
ba'ae' (gotong royong atau kerja bakti di sawah) dapat berjalan dengan lancar dan cepat
selesai. Juga berusaha agar kekompakan dan rasa kebersamaan antar anggota masyarakat
Dayak Salako terjalin dengan baik sehingga pengeluaran biaya dan tenaga yang keluar dari
masyarakat tidak terlalu besar yang dapat menjaga stabilitas dalam masyarakat. Dari peran
tersebut, Pangaangok juga memiliki sebutan lain Tuho Ae'otn karena memiliki kekuatan yang
melebihi rata-rata anggota komunitasnya atau diistilahkan dengan kekuatan super. Dan juga
yang terpenting adalah kekuatan fisik Pangaangok dalam menjaga atau melindungi kelompok
masyarakat dari ancaman atau gangguan dari pihak luar, disebut juga Pangalimo atau panglima.

Kedudukan Panyanokng Kaangkokng merupakan kedudukan yang dianggap paling


paham adat dalam masyarakat Dayak Salako. Posisi ini selain memahami bagaimana
mengatur adat, juga mengetahui bagaimana memberikan sanksi berdasarkan jenis adat yang
dilanggar oleh pelakunya. Bisa dikatakan Panyanokng Kaangkokng adalah tokoh spiritual
dengan sebutan pendeta atau Panyangohotn dalam masyarakat Dayak Salako. Jika ada
pelanggaran adat, maka Panyanokng Kaangkokng yang memberikan atau menentukan sanksi
kepada pelakunya. Tentu saja, sanksi tersebut akan dilakukan bersama dengan Pangaroh dan Pangaango
Pelanggaran adat merupakan persoalan yang sangat penting karena diyakini berdampak
pada seluruh anggota kelompok masyarakat. Hal ini mempengaruhi keseimbangan dan
keharmonisan hubungan antara manusia, manusia dan alam atau manusia dan roh, Awo
Pamo dan Jubata. Oleh karena itu, jika terjadi keadaan yang tidak normal, perlu dilakukan
penyesuaian untuk mencegah sanksi spiritual yang dianggap berupa penyakit, gagal panen, atau bencan

Kehati-hatian dan keadilan menjadi modal utama yang dimiliki Panyanokng Kaangkokng
karena menentukan sanksi adat atau ngadati' harus sesuai dengan adat. Sanksi tidak boleh
berlebihan atau dapat dikurangkan dari kebiasaan yang berlaku. Karena keputusan
Panyanokng Kaangkokng dalam memutuskan adat juga dinilai oleh anggota masyarakat
lainnya. Jika ada kasus sanksi yang diberikan dianggap berlebihan, maka kebiasaan warga
masyarakat akan menolaknya dengan mengumpat dalam hati dan meyakini bahwa pengurus
adat yang memainkan adat akan termakan oleh adat itu sendiri.18 Menurut hal ini kepercayaan,
bisa berupa sakit, kematian mendadak, rejeki sulit, anggota keluarga, pengurus yang
mendapat musibah, dan nasib buruk lainnya. Anggota masyarakat tidak perlu memprotes
atau memprotes pengurus adat yang salah karena menganggap keputusan sanksi yang tidak
adil akan berbalik memakan pembuat keputusan, termasuk Panyanokng Kaangkong hakim
adat dalam masyarakat Dayak Salako pada zaman dahulu.

Kepemimpinan Dayak Salako pada Masa Kolonial


Pada tahun 1815, kedatangan pemerintah kolonial Belanda membawa perubahan tatanan
sosial di semua kelompok masyarakat, khususnya di wilayah Kalimantan Barat. Mulai dari
perubahan lingkungan kesultanan yang membuat aturan administrasi hingga pemerintahan
baru dalam mengatur kepentingan pemerintah terhadap masyarakat. Seperti mulai
pengkategorian pemerintah kolonial Belanda menjadi golongan pribumi dan golongan asing
bagi masyarakat keturunan India dan Tionghoa. Setiap kelompok yang dibuat, akan dipimpin oleh satu or

18
Takdir, Austronesia Dayaka Tentang Kelompok Suku Salako Dayaka Borneo.

203
Machine Translated by Google

Pangaroh – Ketua Adat: Dinamika Kepemimpinan Lokal Masyarakat Dayak Salako…


Pabali Musa, Diaz Restu Darmawan, Rossa Fitriana, Debora Agustina, Egi Pratama Rizqi

pemerintah kolonial Belanda sendiri. Seperti keturunan India dipimpin Tambi, Tionghoa dipimpin Lo
Thai, Melayu dipimpin Petinggi, dan Dayak dipimpin istilah Kepala Binuo.19 Istilah kepemimpinan baru
ini juga mendapat istilah lain sebagai Orang Kaya. Sebutan itu diberikan dari masyarakat Melayu kepada
perwakilan masyarakat Dayak Salako.

Catatan sejarah ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan kolonial Belanda telah terjadi
perubahan organisasi sosial baru dan asing dengan munculnya istilah kepala pimpinan Binuo. Munculnya
kepala Binuo menunjukkan perubahan kehidupan sosial masyarakat Dayak Salako. Mulai dari bentuk
organisasi sosial Rumah Bantang hingga organisasi sosial Binuo. Dalam menyebar ke kelompok
masyarakat Dayak lainnya, muncul pula istilah kepemimpinan baru seperti Binuo Garantukng Sakawokng,
Binuo Sango Sakawokng, Binuo Sawak, Binuo Gajekng, Binuo Kayanotn, Binuo Samalagi, Binuo Salako
dan sebagainya.20 Munculnya realitas kepemimpinan adalah hasil pembentukan Kesultanan Melayu
yang didukung oleh pemerintah kolonial Belanda.

Binuo sendiri merupakan bentuk badan koordinasi setiap Rumah Bentang atau desa dari
wilayahnya yang berfungsi sebagai penghubung kebutuhan administrasi pemerintah Kolonial Belanda
dengan masyarakat Rumah Bentang berupa aset, kependudukan, dan sebagainya. Saat ini pola
kepemimpinan yang mengacu pada gaya hidup Rumah Bentang dan bercocok tanam menjadi
kepemimpinan yang mengurusi pemerintahan. Sifat-sifat pemimpin yang dapat membaca alam memiliki
sifat dan tingkat spiritual yang super dan menjadi pemimpin karena status yang diberikan tanpa ada sifat
khusus yang melekat, hanya sebatas media untuk menghubungkan penguasa utama dengan kelompok
yang mereka kuasai.

Dalam pelaksanaannya, Kepala Binuo akan digantikan oleh Singo yang bisa dikatakan sebagai
Wakil Kepala Binuo. Singo sendiri juga diputuskan oleh Kesultanan Melayu yang sudah dipegang oleh
pemerintah Kolonial Belanda. Peran Singo adalah orang yang akan menangani langsung urusan
kepentingan pemerintah dengan masyarakat Bentang. Istilah Singo juga mendapat julukan khusus dari
masyarakat Dayak Salako, yaitu Tuho Laut. Tuho Laut artinya Kepala Laut. Karena dalam pemahaman
orang Dayak, orang Melayu bisa diartikan sebagai orang laut.
Karena tugas Singo adalah sering bertemu dengan pejabat pemerintahan, dan saat itu mayoritas yang
mengisi jabatan pemerintahan adalah orang Melayu.

Akibat pengaruh munculnya sistem kepemimpinan administratif, posisi Pangaroh juga digantikan
oleh wakil Singo. Karena Singo berfungsi sebagai media antara pemerintah dan masyarakat Rumah
Bentang, Pangaroh bertugas menangani semua kegiatan yang terjadi di Rumah Bantang bersama
Pangaangok dan Panyanokng Kaangkokng seperti masalah adat, menentukan waktu bercocok tanam,
menyelesaikan perselisihan dan segala kehidupan sosial. Dan juga memastikan agar masalah adat tidak
tercampur dengan masalah dengan pemerintah. Namun Singo juga akan dipanggil dalam masalah sosial
tertentu, sehingga pada saat itu pemimpin tertinggi masyarakat Dayak Salako di Rumah Bentang bukan
lagi Pangaroh, melainkan Singo atau Tuho Laut.

Chief Binuo sendiri dengan gelar terbarunya Orang Kaya memiliki tugas ganda pada masa itu.
Pertama untuk membantu segala kepentingan pemerintah kolonial Belanda pada seluruh masyarakat
Bantang di wilayahnya dan kedua untuk menghadirkan masalah-masalah sosial yang dapat diselesaikan dengan adat. U

19
Marcus Effendy, Penghancuran PGRS - PARAKU Dan PKI Di Kalimantan Barat. (Jakarta: PT. Dian
Kemilau, 1995).
20
Takdir, Austronesia Dayaka Tentang Kelompok Suku Salako Dayaka Borneo.

204
Machine Translated by Google

Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan Vol.


16 no. 2 Des 2021 | 197-212

pemerintah kolonial sendiri, fungsi Kepala Binuo dianggap sebagai koordinator Singo untuk
memungut pajak (belasting atau pemberat) pada masa itu. Jika dilihat secara adat, Kepala Binuo
merupakan tempat “himbauan” dalam menyelesaikan permasalahan sosial masyarakat Bntang
yang tidak dapat diselesaikan secara adat. Kepala suku Binuo juga merupakan media yang bisa
berhadapan langsung dengan para pemimpin suku lainnya jika terjadi perselisihan antar suku
yang berbeda. Struktur organisasi Pimpinan Dayak Salako pada masa kolonial dapat dilihat pada Gambar 2.

Kepala Binuo

Singo

Pemberi pengaruh

Pangaangok Panyanokng
Maafkan saya

Ancaman
Masyarakat Dayak Salako

Gambar 2. Struktur organisasi kepemimpinan Dayak Salako pada masa kolonial

Kepemimpinan Dayak Salako di Era Modern


Saat ini, kebutuhan masyarakat Dayak Salako di Desa Nyarumkop yang semakin bersifat
administratif dan membutuhkan solusi administratif juga tidak serta merta menghilangkan peran
tokoh masyarakat yang menjadi ciri khas kelompok masyarakat tersebut. Meskipun pola
kepemimpinan lokal yang masih ada tidak sekuat pemimpin negara dan tidak setinggi mereka,
namun masih ada orang-orang terpilih yang memahami masalah adat dan setidaknya dapat
memberikan rasa aman bagi warga masyarakat desa.

Saat ini masyarakat Dayak Salako di Desa Nyarumkop lebih mengenal pengurus adatnya
dengan istilah Tokoh Adat dan Penasihat Adat. Kedua posisi tersebut masih bertahan sebagai
masyarakat yang memiliki pemahaman dan tanggung jawab terhadap persoalan adatnya. Tokoh
Adat dan Penasihat Adat bukan satu-satunya istilah yang sering digunakan oleh masyarakat
setempat. Ada juga istilah yang disebut Temenggung atau Katuo Adat atau Pemimpin Adat.
Pemimpin adat adalah pemimpin masyarakat yang tidak memihak ketika menjadi penengah
dalam menyelesaikan suatu masalah dan tidak memihak dalam mengambil keputusan, posisi
pemimpin adat sangat strategis karena pemimpin adat menjalankan hak, wewenang, dan adat
istiadat dalam menjalankan tanggung jawabnya dalam pengembangan masyarakat.21 Menurut
analisis peneliti, meskipun bahasanya masih lokal, sudah ada unsur-unsur campuran dari budaya luar. Setida

21
Dedy Irawan, “Kepemimpinan Kepala Adat Dalam Mempertahankan Gotong Royong Masyarakat Adat
Dayak Wehea Di Desa Nehes Liah Bing Kecamatan Muara Wahau,” EJournal Pemerintahan Integratif 5, no. 4 (2017):
591–600, http://ejournal.pin.or.id/site/wp-content/uploads/2017/11/pin_dedi (11-14-17-09-52-17).

205
Machine Translated by Google

Pangaroh – Ketua Adat: Dinamika Kepemimpinan Lokal Masyarakat Dayak Salako…


Pabali Musa, Diaz Restu Darmawan, Rossa Fitriana, Debora Agustina, Egi Pratama Rizqi

pemahaman peneliti bahasa daerah, kepala masyarakat Dayak Salako adalah Pangaroh, istilah
yang benar-benar asli dari pengetahuan lokal yang belum tercampur dengan pengetahuan
dari luar budaya Dayak Salako.

Tugas Kepala Adat Dayak Salako di Desa Nyarumkop saat ini harus dibagi dengan
kepala desa lainnya seperti Kepala Desa. Pemimpin adat memperoleh otoritas dan
legitimasinya dari hukum dan praktik adat setempat yang tidak tertulis.22 Peran pemimpin
adat masih sama dengan pemimpin Pangaroh seperti sebelumnya, sebagai peran sosial yang
bertugas menjalankan tugas sosialnya tanpa upah. . Informasi tersebut disampaikan oleh
Kepala Adat Desa Nyarumkop Bapak Markilanus Madu Kusuma. Menurut informasi, fungsi
Kepala Adat saat ini adalah menjaga situasi dan kondisi masyarakat desa, sehingga mereka
dituntut untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang masalah adat. Selain bisa
menjadi pemimpin saat ritual adat. Pemimpin tradisional adalah suatu bentuk pola pemimpin
informal yang memiliki kualitas obyektif dan subyektif yang memungkinkannya menjadi
pemimpin yang mencapai posisi dengan mempengaruhi perilaku dan tindakan kelompok
masyarakat, meskipun ia tidak mendapatkan penunjukan formal sebagai pemimpin. .23

Dalam menjalankan prosesnya, Kepala Adat akan didampingi oleh Penasihat Adat.
Penasihat Adat bertugas untuk memastikan bahwa apa yang dilakukan oleh Kepala Adat
sesuai dengan landasan adat Dayak Salako dan juga memberikan masukan agar Kepala Adat
dapat dengan bijak mengambil keputusan bahkan menentukan sanksi adat. Dilihat dari
informasi tersebut, peran tokoh adat yang harus didampingi penasehat adat serupa dengan
hubungan antara Pangaroh, Panyanokng Kaanngkong dan Pangaangok. Peran kepala daerah
umumnya tidak bisa dianggap remeh dalam menentukan suatu keputusan. Pemimpin adat
memiliki kedudukan yang dapat mempengaruhi masyarakat, mengatur tatanan kehidupan
masyarakat, serta mampu menerima dan mewujudkan aspirasi masyarakat yang akan sangat
membantu dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.24

Apalagi di era modern ini karena masyarakat yang tinggal di Desa Nyarumkop tidak
semuanya Dayak Salako. Ada warga dari luar Dayak Salako yang juga tinggal dan hidup
bersama. Para Tokoh Adat dan Penasihat Adat juga memahami bahwa tidak semua warga
yang tinggal di desanya bisa menjadi adat. Bapak Markilanus Madu Kusuma menyadari bahwa
ada adat istiadat yang dapat diwariskan kepada masyarakat di luar Dayak Salako. Diberikan
jika permasalahan tersebut terkait dengan salah satu warga Desa Nyarumkop yang berasal
dari suku Dayak Salako. Namun jika ada masalah di Desa Nyarumkop dan tidak terkait dengan
masyarakat Dayak Salako, maka masalah tersebut perlu diselesaikan secara formal atau
lembaga negara yang akan mengurusnya, seperti Kepala Desa atau Kelurahan.

Dalam upacara adat dan ritual asli Dayak Salako, peran tokoh adat menjadi sangat
penting, karena dialah yang paling mengetahui bagaimana proses suatu acara ritual
dilaksanakan dan yang paling mengetahui mantranya. Dalam tugas ini sosok Kepala Adat
tidak hanya sebagai pemimpin sosial tetapi juga pemimpin spiritual. Ada perubahan yang berbeda dari

22 Tinashe Chigwata, “Peran Pemimpin Tradisional di Zimbabwe: Apakah Mereka Masih Relevan?”, Law,
Demokrasi & Pembangunan 20, no. 1 (Agustus 2016): 69, https://doi.org/10.4314/ldd.v20i1.4.
23
Nur Aedah, “Peran Dan Fungsi Kepemimpinan Informal Dalam Pemerintahan Kampung Di Kampung
Waena Kota Jayapura,” Jurnal Ekologi Birokrasi 5, no. 3 (2017): 1–10.
24
Aprilia Umbase, “Peran Lembaga Adat Ratumbanua Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Desa
Taturan Kecamatan Gemeh Kabupaten Kepulauan Talaud,” Jurnal Eksekutif 1, no. 1 (2017).

206
Machine Translated by Google

Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan


Vol. 16 no. 2 Des 2021 | 197-212

kepemimpinan lokal Dayak Salako di masa lalu, dimana pemimpin ritual melekat pada peran Panyanokng
Kaanngkong.

Karena fungsi ketua adat sebagai pemimpin ritual, maka pemilihan ketua adat tidak bisa sembarangan.
Kandidat yang akan mengemban jabatan ini harus melihat dari segi sosial dan spiritual. Meski yang memilih
Kepala Adat adalah Kepala Desa Binuo, namun nama-nama calon yang akan dipilih sudah melalui proses
musyawarah yang panjang. Masyarakat Desa Nyarumkop melihat bahwa seorang calon pemimpin adat harus
melihat garis keturunannya. Masyarakat percaya bahwa meskipun semua orang Dayak Salako di Desa
Nyarumkop berhak mengajukan nama kepada Kepala Binuo untuk dipilih menjadi Adat, namun calon tersebut
harus keturunan dari Kepala Adat sebelumnya.

Dalam pengetahuan masyarakat, ciri-ciri pemimpin adat diyakini akan diwariskan kepada anak-anaknya,
sehingga orang yang mengisi jabatan tersebut tidak boleh sembarangan dan harus berasal dari keturunan
pemimpin adat juga. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang keturunan berjenjang pada masyarakat

Dayak Salako saat ini. Pengetahuan yang tidak tergambarkan berupa kehidupan masyarakat Dayak Salako
pada masa lampau yang masih bercirikan masyarakat Bntang. Hal ini dikarenakan masyarakat Dayak tidak
mengenal konsep keturunan khusus, karena setiap orang memiliki kesempatan untuk memiliki hak dan
kewajiban yang sama. Namun kini masyarakat Dayak Salako modern telah menganut pengetahuan bahwa
ada keturunan khusus yang dapat mengisi peran penting di daerah mereka.

“Orang dulu mengatakan bahwa hanya orang yang memiliki keturunan pemimpin yang bisa menjadi
pemimpin daerah ini” (Pak Madu Kusuma).

Bagan struktur organisasi sosial masyarakat Dayak Salako di Desa Nyarumkop saat ini merupakan
hasil informasi yang diberikan oleh informan Kepala Adat Pak Madu Kusuma (Lihat Gambar 3). Menurutnya,
orang tidak biasa membuat gambar yang menunjukkan bagan semacam itu dan mereka tidak perlu membuat
informasi bagan tersebut. Hanya kantor desa yang cukup untuk membuat struktur informasi semacam ini,
status Kepala Adat bukanlah status yang tinggi.

Berbeda dengan Kepala Desa dan Lurah yang sudah pasti akan mendapatkan respek dari masyarakat
dan mendapatkan peningkatan ekonomi dari gaji bulanannya selama menjabat. Kepala Adat bukanlah jabatan
yang bisa memberikan gaji bulanan. Tidak ada gaji yang diberikan kepada orang yang menjabat sebagai
Kepala Adat di Desa Nyarumkop. Tokoh adat sebagai tokoh adat Desa Nyarumkop memiliki kesadaran bahwa
mereka berperan sebagai bentuk kegiatan mengabdi kepada desanya agar adat dapat berjalan sesuai dengan
ranahnya. Mereka harus siap 24 jam kemanapun jika ada masalah atau sengketa adat yang terjadi di Desa
Nyarumkop. Dengan demikian, tokoh adat akan dihormati ketika ada acara adat karena sifatnya yang
karismatik.

Menurut Kartodirjo, pemimpin informal cenderung dikategorikan sebagai pemimpin karismatik, dimana
pemimpin dianggap memiliki kekuatan luar biasa yang diberikan oleh nenek moyangnya dan tentunya tidak
dimiliki oleh orang lain.25 Kepemimpinan karismatik adalah kemampuan seseorang untuk memimpin dengan memperoleh ra

25
Tya Sonia and Sarwititi Sarwoprasodjo, “Peran Lembaga Adat Dalam Pelestarian Budaya Masyarakat
Adat Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Tasikmalaya,” Jurnal Sains Komunikasi Dan
Pengembangan Masyarakat [JSKPM] 4, no. 1 (2020): 113–24, https://doi.org/10.29244/jskpm.4.1.113-124.

207
Machine Translated by Google

Pangaroh – Ketua Adat: Dinamika Kepemimpinan Lokal Masyarakat Dayak Salako…


Pabali Musa, Diaz Restu Darmawan, Rossa Fitriana, Debora Agustina, Egi Pratama Rizqi

dan kepatuhan dari para pengikutnya terhadapnya. Kartodirjo juga menyatakan bahwa pemimpin kharismatik
memiliki kemampuan untuk membuat pengikutnya menuruti pendapatnya, hal ini dikarenakan pengikutnya percaya
bahwa seorang pemimpin ditakdirkan untuk menjadi pemimpinnya. Pemimpin karismatik tidak hanya memiliki
kemampuan memimpin pada kekuasaan, tetapi juga memperjuangkan kesejahteraan umum, seperti menegakkan
keadilan dan menjaga keselamatan pengikut atau warga negara.

Kepala Desa/
Lurah

Pemimpin adat

Pangaangok Wakil Ketua Adat Badan Perlengkapan

masyarakat Dayak Salako


Desa Nyarumkop

Gambar 3. Struktur organisasi kepemimpinan Dayak Salako saat ini

Saat ini (Gambar 3), sistem organisasi sosial Dayak Salako di Desa Nyarumkop juga berperan sebagai wakil
ketua. Namun posisi wakil ketua dalam sistem ini tidak sama dengan di organisasi formal. Berbeda dengan ketua
organisasi formal dimana seorang ketua akan diangkat bersama wakil ketua dan mereka berdua bekerja sama
dalam menjalankan lembaganya. Peran wakil kepala adat di Desa Nyarumkop pada awalnya kosong dan bisa diisi
oleh siapa saja. Dan mereka yang mengisi peran sebagai wakil kepala adat hanya dapat dipilih langsung oleh
kepala adat itu sendiri.

Sebab, posisi wakil ketua adat menggantikan posisi ketua adat pada acara-acara tertentu jika ketua adat
berhalangan hadir. Dengan kata lain, jabatan ini muncul sewaktu-waktu ketika Pemimpin Adat membutuhkannya.
Apabila Kepala Adat dapat hadir pada acara yang diundangnya, maka jabatan Wakil Kepala Adat akan kosong dan
dianggap tidak ada. Menurut hasil pemaparan Pak Madu Kusuma sendiri, orang yang cenderung dipilihnya untuk
menggantikan posisinya adalah para penasehat. Pak Madu sendiri juga sedang mempertimbangkan acara apa yang
akan diwakilkan. Jika diskusi atau pemecahan masalah, maka Pak Madu akan memilihkan penasehat yang mengerti
masalah adat. Namun jika pada acara ritual, orang yang dipilih juga harus mengetahui acara tersebut, sehingga
penentuan wakil ketua yang selalu kosong akan tergantung dari jenis acaranya.

Selain wakil ketua adat, Pak Madu juga menyatakan ada Badan Perlengkapan dalam organisasi pimpinannya.
Fungsi badan perlengkapan ini juga sama dengan wakil ketua yang dibutuhkan oleh Kepala Adat dalam menjalankan
fungsinya sebagai pengendali Adat di Desa Nyarumkop. Badan perlengkapan sendiri adalah masyarakat Desa yang
dapat menyimpan atau masih memiliki barang-barang yang digunakan dalam event-event tertentu. Seperti alat
musik gong dan alat untuk

208
Machine Translated by Google

Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan


Vol. 16 no. 2 Des 2021 | 197-212

kebutuhan pertemuan tradisional. Pemuka Adat menyadari bahwa tidak semua peralatan penting
dimiliki olehnya. Masyarakat yang memiliki atau menyimpan barang-barang istimewa tersebut
memang hak kepemilikannya diperoleh dari warisan generasi terdahulu yang juga merupakan
tokoh adat. Tidak hanya alat tradisional, alat modern yang penting juga dibutuhkan dalam
pertemuan namun tidak dimiliki oleh Pemuka Adat seperti sound system. Dengan kata lain Badan
Perlengkapan adalah orang-orang yang bersedia meminjamkan peralatannya untuk digunakan
sebagai perlengkapan pada suatu pertemuan atau acara ritual tertentu.

……. Kalau tugas Kepala Suku Binuo mengangkat dan memberhentikan Kepala Adat,
syaratnya harus berani. Yaitu pandai membaca mantra, pandai ritual dan asli Dayak Salako.
Kalaupun ada campuran darah dari suku lain, seperti ibunya, dia tidak bisa masuk ke panitia
adat. Karena Dayak ini menganut sistem darah orang tua patrienial. Tapi kalau bapaknya
orang Dayak dan bisa membaca ritual ya bisa. Selanjutnya harus bisa berbahasa Indonesia,
harus pandai membaca dan harus berdomisili lokal. Misalnya dia dari Nyarumkop, dia harus
dari Nyarumkop, kalau di Panjitan, dia harus di Panjintan. Ini untuk memudahkan pelayanan
(Pak Marsianus Kodim, Kepala Binuo).

Tidak ada perubahan dalam pemilihan Kepala Adat saat ini. Sama seperti dulu saat
menentukan Pangaroh, untuk menentukan Kepala Adat yang baru berdasarkan hasil pilihan
masyarakat. Setiap anggota masyarakat dapat menentukan calon potensial untuk menjadi calon
Kepala Adat sebelumnya. Faktor utama untuk menjadi caleg harus dikenal dekat dengan
masyarakat dengan sifat kharismatiknya. Pemimpin karismatik tidak hanya memiliki kemampuan
memimpin pada kekuasaan tetapi juga memperjuangkan kesejahteraan umum, seperti menegakkan
keadilan dan menjaga keselamatan pengikut/warga negara. Selain itu, juga dipercaya mengetahui
segala urusan adat bahkan mantra-mantra saat melakukan ritual adat.

Menurut Kodim Marsianus, pemilihan Kepala Adat tidak ditentukan dengan sistem suara
terbanyak. Ada proses ritual adat yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu Nanur.
Para calon Kepala Adat akan dipertemukan di suatu tempat tertentu, dan acara tersebut akan
dipandu oleh Kepala Desa Binuo sebagai hakim, yang memutuskan sah atau tidaknya hasil
penetapan Kepala Adat menurut adat sehingga keputusan Kepala Binuo memutuskan bukan dari
orangnya, tetapi dari hasil ritual.

..... tanung dilihat dulu baru disampaikan ke Jubata apakah si A ini berhak menjadi Kepala
Adat yang mengurus desa atau tidak. Jadi, kalau hasil tanung menentukan jadi 3 kali atau
tidak, berarti Jubata tidak mau. Kita lakukan proses kedua, jika A Si B mendapat 3 kali
berarti dia sudah selesai. Ya, menjadi Kepala Adat itu tidak seperti memilih RT, tidak seperti
memilih walikota atau kepala desa. Jadi ada ritual pembacaan doa kepada Jubata, Jubata
memilih melalui perantara Kabid Binuo (Pak Marsianus Kodim).

Berdasarkan keterangan Kepala Desa Binuo, keputusan untuk menentukan Pemimpin Adat
tidak didasarkan pada pilihan manusia terhadap manusia lainnya. Tapi hasilnya terserah apa
terjadi ketika ritual pemilihan berlangsung. Apapun hasilnya akan menjadi keputusan Jubata, dan
Kepala Binuo akan memutuskan dari sisi manusia. Ternyata Kepala Binuo dan
Tokoh Adat Masyarakat Dayak Salako di Desa Nyarumkop ini berdurasi di

209
Machine Translated by Google

Pangaroh – Ketua Adat: Dinamika Kepemimpinan Lokal Masyarakat Dayak Salako…


Pabali Musa, Diaz Restu Darmawan, Rossa Fitriana, Debora Agustina, Egi Pratama Rizqi

periode kepemimpinan mereka. Bisa untuk 3 tahun, 5 tahun, 7 tahun dan bisa lebih jika warga
masyarakat puas dengan pelayanan para tokoh tersebut. Angka tahun yang ganjil juga
karena kesakralan masyarakat Dayak Salako terhadap angka ganjil.

Kesimpulan

Masyarakat Dayak Salako merupakan salah satu kelompok masyarakat yang memiliki
pengetahuan budaya organisasi sosial yang terus berkembang. Mulai dari saat masih tinggal
di kelompok Rumah Bentang hingga memiliki rumah sendiri dengan berbagai luas tanah dan
kendaraan. Berawal dari kepemimpinan Pangaroh, kemudian muncul jabatan Kepala Desa
Binuo akibat adanya kontak budaya dengan masyarakat Melayu dan Belanda dan kini lebih dikenal sebag

Posisi ketua adat masih dipertahankan karena masyarakat Dayak Salako masih
menjalankan kegiatan adatnya. Acara adat Dayak Salako masih mengacu pada bentuk religi
tradisional mereka. Namun bukan berarti kepercayaan lokal tetap ada. Kepercayaan
masyarakat telah menganut agama modern yang diakui oleh Pemerintah dan juga masih
mempraktekkan peristiwa-peristiwa yang telah melepaskan unsur-unsur agama dan berubah
menjadi peristiwa biasa. Peninggalan pengetahuan Austronesia dari masa Neolitik sebenarnya
masih terasa dalam praktik ritual keagamaan tradisional Dayak Salako, seperti sesajen yang
disusun secara sistematis dalam pemujaan Jubato, Amo Pamo, dan roh-roh lainnya.

Perubahan pola kepemimpinan pada masyarakat Dayak Salako tidak hanya disebabkan
oleh pemahaman masyarakat yang sudah mengenal sistem pemerintahan. Namun karena
ada perubahan cara hidup masyarakat Dayak Salako. Ketika masyarakat Dayak Salako masih
hidup dengan sistem berladang dan tinggal di atas Rumah Bentang, kelompok tersebut
mudah diatur oleh seorang Pangaroh. Melanjutkan ketika kelompok Dayak Salako berkenalan
dengan kelompok di luar Dayak, kelompok Dayak Salako juga mengalami perubahan. Salah
satunya mulai mengenal konsep tinggal di rumah pribadi, tidak lagi hidup komunal di Rumah
Bentang, membuat peran Pangaroh semakin sulit, ditambah lagi tugas mengumpulkan aset.
Dan saat ini Kepala Adat selain mengurusi masalah adat di desa juga menjadi media
penyampaian informasi dan kebijakan dari pemerintah daerah dan pusat.

Pentingnya peran dan relevansi Tokoh Adat masih tetap bertahan hingga saat ini, yakni
di era modern. Beberapa peran tokoh adat yang ada saat ini tidak lagi sama seperti dulu,
namun seiring perkembangan zaman, struktur dan peran tokoh adat juga berusaha lebih
dinamis dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman. masyarakat. Perubahan yang ada
dan terjadi dalam masyarakat tidak akan pernah hilang dan akan terus ada dari waktu ke
waktu, namun hal ini juga sama dengan peran dan fungsi dari Pemimpin Adat.
Adanya perubahan-perubahan tersebut membuat para Pemuka Adat masih dapat bertahan
dan tetap relevan dalam masyarakat adat hingga saat ini.

210
Machine Translated by Google

Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan


Vol. 16 no. 2 Des 2021 | 197-212

Referensi
Aedah, Nur. “Peran Dan Fungsi Kepemimpinan Informal Dalam Pemerintahan Desa Di
Kampung Waena Kota Jayapura.” Jurnal Ekologi Birokrasi 5, no. 3 (2017): 1–10.
Aspinal, Edward. “Demokratisasi dan Politik Etnis di Indonesia: Sembilan Tesis.” Jurnal 289–319.
Studi Asia Timur 11, https:// doi.org/ tidak. 2 (Agustus 2011):
10.1017/S1598240800007190.
Chigwata, Tinashe. “Peran Pemimpin Tradisional di Zimbabwe: Apakah Masih Relevan?”
Hukum, Demokrasi & Pembangunan 20, no. 1 (Agustus 2016): 69. https://
doi.org/10.4314/ldd.v20i1.4.
Crevello, Stacy. “Sistem Pemanfaatan Lahan Dayak dan Pengetahuan Adat.” Jurnal Manusia 16, 69–
Ekologi (September tidak. 1
73.https://doi.org/10.1080/09709274.2004.11905718. 2004):

Davidson, Jamie S. “Politik Kekerasan di Pinggiran Indonesia.” Penelitian Asia Tenggara 11, no. 1
(2003): 59–89. https://doi.org/10.5367/000000003101297142.
Duile, Timo. “Menjadi Dayak di Kalimantan Barat: Membangun Identitas Adat sebagai Sumber Daya
Politik dan Budaya.” Dalam Kesinambungan dalam Perubahan Masyarakat Dayak, 123–40.
Wiesbaden: Springer Fachmedien Wiesbaden, 2017. https://doi.org/10.1007/978-3-658-18295-3_5.

Effendy, Marcus. Penghancuran PGRS - PARAKU Dan PKI Di Kalimantan Barat. Jakarta: PT.
Dian Kemilau, 1995.

Hendri. “Damang Kepala Adat Mitra Pemerintah Dalam Pembangunan.” borneonews.co.id, 2020.
https://www.borneonews.co.id/berita/180746-damang-kepala-adat-mitra-pemerintah dalam-
pembangunan.
Henley, David, dan Jamie S. Davidson. “Atas Nama Adat: Perspektif Daerah tentang Reformasi,
Tradisi, dan Demokrasi di Indonesia.” Studi Asia Modern 42, no. 4 (Juli 2008): 815– 52. https://
doi.org/10.1017/S0026749X07003083.
Irawan, Dedy. “Kepemimpinan Kepala Adat Dalam Mempertahankan Gotong Royong Masyarakat
Adat Dayak Wehea Di Desa Nehes Liah Bing Kecamatan Muara Wahau.”
EJournal Pemerintahan Integratif (2017): 591–600. 4
5, http://ejournal.pin.or.id/site/wp-content/
tidak.

uploads/2017/11/pin_dedi (11-14-17-09-52-17).
Kanyane, Dewa anak laki-laki. “Menjembatani Interaksi Pemerintah Daerah, Tokoh Adat dan
Masyarakat.” Jurnal Studi Afrika Kontemporer 35, no. 2 (April 2017): 212–20. https://doi.org/
10.1080/02589001.2017.1310373.
Karokaro, Ayat S. “Konflik Lahan Dan Kerusakan Lingkungan Terus Terjadi Dalam Operasi PT TPL.”
mongabay.co.id, 2021. https://www.mongabay.co.id/2021/04/07/konflik-lahan-dan kerusakan-
lingkungan-terus-terjadi-dalam-operasi-tpl/.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Ke-10. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2015.
Kominfokubar. “Pentingnya Peran Kepala Adat Dan Jajarannya Sebagai Mitra Kerja Pemerintah
Kabupaten.” kutaibaratkab.go.id, 2019. https://kutaibaratkab.go.id/2019/06/pentingnya peran-
kepala-adat-dan-jajarannya-sebagai-mitra-kerja-pemerintah-kabupaten-selasa 25062019/.

Lumbanrau, Raja Eben. “Masyarakat Adat: Penangkapan Ketua Adat Kinipan Dan ‘Pelegalan Negara
Atas Perampokan Di Tanah Adat Di Era Jokowi’, Tudingan Aktivis Lingkungan.” bbc.com,
2020. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53890151.

211
Machine Translated by Google

Pangaroh – Ketua Adat: Dinamika Kepemimpinan Lokal Masyarakat Dayak Salako…


Pabali Musa, Diaz Restu Darmawan, Rossa Fitriana, Debora Agustina, Egi Pratama Rizqi

Misbahuddin, Muhammad, Agus Setyawan, Niila Khoiru Amaliya, and Rizki Amalia Sholihah.
“Toilet Dan Proses Inkulturasi Masyarakat Jawa Menjadi Masyarakat Kolonial Di Surakarta
Abad XX.” JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam) 4, no. 2 (February 20, 2021): 133–48.
https://doi.org/10.30829/JUSPI.V4I2.8781.
Nafis, Moh Durrul Ainun. “Harmonisasi Tradisi Di Tengah Modernitas Umat: Kajian Fenomenologi
Terhadap Akad Nikah Samin Kudus.” Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan Dan Keagamaan
(December 141–56. tidak. 2
16,https://doi.org/10.37680/ADABIYA.V16I2.962.
13, 2021):

Sada, Clarry, Yabit Alas, dan Muhammad Anshari. “Masyarakat Adat Kalimantan (Dayak):
Pembangunan, Perspektif Sosial Budaya dan Tantangannya.” Cogent Seni dan Humaniora
6, no. 1 (2019): 1665936. https://doi.org/10.1080/23311983.2019.1665936.
Saifuddin, Ahmad Fedyani. Antropologi Sosial Budaya. Jakarta: Institut Antropologi Indonesia,
2011.

Schiller, Anne. “Aktivisme dan Identitas dalam Organisasi Dayak Kalimantan Timur.” The
1 2007):
Journal of Asian Studies 66, (Februari 63–95. https://doi.org/10.1017/S002191180700006X.
tidak.

Penyanyi, Jane B. "Etnografi." Jurnalisme & Komunikasi Massa Triwulanan 86, no. 1 (Maret
2009): 191–98. https://doi.org/10.1177/107769900908600112.
Sonia, Tya, and Sarwititi Sarwoprasodjo. “Peran Lembaga Adat Dalam Pelestarian Budaya
Masyarakat Adat Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Tasikmalaya.”
Jurnal Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM] 4, no. 1 (2020): 113–
24. https://doi.org/10.29244/jskpm.4.1.113-124.
Takdir, Simon. Austronesia Dayaka Tentang Kelompok Suku Salako Dayaka Borneo. Pontianak:
Top Indonesia, 2017.
Umbase, Aprilia. “Peran Lembaga Adat Ratumbanua Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di
Desa Taturan Kecamatan Gemeh Kabupaten Kepulauan Talaud.” Jurnal Eksekutif 1, no.
1 (2017).

212

Anda mungkin juga menyukai