Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Picky Eater
Proses tumbuh dan berkembangnya anak berkaitan dengan asupan zat gizi
yang dikonsumsi setiap hari dari makanan. Manusia perlu mengonsumsi makanan
yang beragam untuk mencukupi semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Namun
kebutuhan zat gizi tidak akan terpenuhi apabila muncul perilaku picky eater. Masalah
picky eating yang lebih parah dikenal dengan neophobic, fussy eater, pemilih, dan
masalah makan.
Perilaku picky eater didefinisikan sebagai keengganan untuk mencoba
makanan baru (food neophobia), tidak menyukai jenis makanan tertentu, serta
memiliki pendapat yang kuat tentang makanan yang mengakibatkan mengonsumsi
makan dalam jumlah kecil dan dalam jenis makanan yang terbatas sehingga dapat
mengakibatkan pertumbuhan anak terganggu (Goncalves et al. 2013). Pendapat lain
menggambarkan picky eater sebagai perilaku makan sedikit sekali jenis makanan
(pemilih), makan dalam jumlah sedikit, makan lambat, dan tidak tertarik terhadap
makanan (Ekstein, 2010).
2.1.2 Gejala Picky Eater
Perilaku memilih-milih makanan atau picky eating ditandai oleh sikap
menolak beberapa jenis makanan, hanya mau memakan makanan tertentu, food
neophobia, membatasi konsumsi kelompok pangan tertentu, dan preferensi pangan
yang kuat. Anak picky eater seringkali menolak mengonsumsi pangan yang beragam,
khususnya pangan sumber zat gizi mikro seperti buah, sayur, dan daging (Uwaezuoke
et al. 2016).
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Picky Eater
Perilaku memilih-milih makanan atau picky eater seringkali ditemukan pada
balita, penyebab dari perilaku picky eater bersifat multifaktoral diantara lain faktor
organik (kelainan organ-organ yang berhubungan dengan proses makan), faktor
organoleptik dan faktor psikologik. Menurut sumbernya, penyebab perilaku picky
eater pada anak dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor anak, faktor orang tua
dan faktor lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku picky eater
sebagai berikut :
2.1.3.1 Nafsu makan
Penelitian menyebutkan perilaku pilih-pilih makan atau picky eater pada anak
terjadi karena selera makan anak yang mulai berkembang dan kecenderungan mulai
menyukai makanan atau rasa tertentu, rasa bosan pada hidangan yang kurang
bervariasi dan kebiasaan makan keluarga yang suka pilih-pilih makanan. Menurut
Sulistyoningsih (2011), sulit makan merupakan ciri khas dari anak prasekolah dan
juga anak sekolah, karena pertumbuhan mereka lebih lambat dibandingkan pada saat
mereka bayi. Nafsu makan anak bergantung pada aktivitas dan kondisi kesehatan
mereka. Hal-hal yang menjadi penyebab anak sulit makan diantaranya adalah anak
mengalami infeksi, anak terlalu aktif sehingga menjadi kelelahan, anak telah merasa
kenyang tetapi tetap dipaksa untuk menghabiskan makanan, waktu makan yang tidak
menyenangkan, anak sedang terganggu secara emosional. Hasil penelitian Rosita et
al. (2014) menyebutkan, sebagian besar masalah sulit makan pada anak prasekolah
disebabkan oleh faktor makanan yang tidak menarik.
2.1.3.2 Pola Asuh Makan Orang Tua
Munculnya perilaku picky eater kemungkinan disebabkan oleh faktor seperti
praktek pola asuh makan orang tua (Taylor et al. 2015) termasuk pengawasan orang
tua. Menurut Nowicka et al. (2015), pola asuh makan orang tua berhubungan dengan
perilaku makan pada anak. Orang tua cenderung memaksa anak yang tidak nafsu
makan agar anak mau menghabiskan makanannya. Penelitian serupa yang dilakukan
oleh Priyanti (2013) dan Anggraini (2014) menyebutkan bahwa perilaku makan
orang tua berpengaruh terhadap kejadian picky eater, memiliki tingkat hubungan yang
kuat dengan kejadian sulit makan (picky eater) pada anak usia toddler, seperti tidak
memperhatikan jadwal makan serta kandungan gizi yang terdapat pada makanan.
Umumnya praktik pola asuh makan terdiri atas pemberian makan sesuai umur
dan kemampuan anak, kepekaan ibu mengetahui kapan anak membutuhkan makan,
upaya meningkatkan nafsu makan anak, dan menciptakan situasi makan yang baik
seperti memberi rasa nyaman saat makan (Putri dan Kusbaryanto 2012). Kurangnya
dukungan dan pengasuhan orang tua dapat mengakibatkan kelainan perilaku makan.
Pola asuh makan ketika anak mendapatkan pengawasan dan dorongan yang tinggi
berhubungan dengan konsumsi buah sayur anak yang tinggi, serta berkurangnya
risiko obesitas (Preedy, 2011).
2.1.3.3 Pengetahuan Gizi Ibu
Pola asuh makan dipengaruhi oleh pengetahuan gizi orang tua. Ibu yang
memiliki pengetahuan gizi yang baik lebih memungkinkan untuk mampu menerapkan
pengetahuan gizinya dalam kehidupan sehari-sehari, sehingga hal ini akan
berpengaruh terhadap pola asuh makan ibu. Salah satu peran ibu dalam menunjang
pertumbuhan anak adalah memberikan pola asuh makan yang baik. Menurut
Handarsari et al. (2010), kejadian kurang dapat diminimalisir dengan mempunyai
pengetahuan gizi yang cukup. Umumnya Ibu dengan tingkat pendidikan yang tinggi
akan memiliki pengetahuan gizi yang lebih baik sehingga mudah menerima hal-hal
baru yang berpengaruh terhadap sikap positif.
2.1.3.4 Status Ibu Bekerja
Dunia kerja akan mengubah peran ibu dalam mengasuh anak. Status
pekerjaan ibu menentukan perilaku ibu dalam pemberian nutrisi kepada balita.
Dampak dari ibu bekerja juga tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan ibu.
Ibu yang bekerja umumnya memiliki waktu yang lebih sedikit untuk mengasuh
anaknya dibandingkan dengan Ibu yang tidak bekerja. Ibu yang bekerja berdampak
pada rendahnya waktu kebersamaan ibu dengan anak sehingga asupan makan anak
tidak terkontrol dengan baik dan juga perhatian ibu terhadap perkembangan anak
menjadi berkurang (Kusumanti, 2014). Ibu yang bekerja dengan jam kerja dari pagi
sampai sore mengakibatkan ibu tidak mempunyai banyak waktu untuk
memperhatikan makanan dan kebutuhan nutrisi anaknya.
2.1.3.5 Pemberian ASI Eksklusif
Beberapa faktor spesifik yang turut berpengaruh misalnya ibu tidak
memberikan ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) sebelum
bayi berusia 6 bulan, dan keterlambatan pengenalan MP ASI. Perilaku picky eating
dapat terjadi pada anak perempuan ataupun laki-laki. Perilaku makan yang baik saat
kehamilan turut berkaitan dengan rendahnya kesulitan makan pada anak (Taylor et al.
2015). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa anak picky eater diberi ASI kurang
dari 6 bulan. Perilaku picky eater dibentuk karena anak terlalu dini mengenal
makanan. Anak yang menyusu ASI cenderung tidak pemilih karena anak sudah
dikenalkan dengan variasi ras melalui ASI. Selain itu, mereka juga membangun pola
interaksi ibu dan anak yang beragam selama proses menyusi daripada anak yang
mengonsumsi susu formula.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa semakin lama ibu menyusui, semakin
rendah mereka memaksa anaknya makan pada usia satu tahun. Begitu juga ibu yang
memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan akan lebih rendah dalam memaksa
anaknya untuk makan pada usia satu tahun. Perilaku positif dari menyusui tersebut
dapat mengurangi terjadinya picky eater pada anak (Taveras, 2004).
2.1.3.6 Penurunan Laju Pertumbuhan
Penurunan laju pertumbuhan pada anak prasekolah mempengaruhi nafsu
makan anak sehingga dapat menyebabkan anak menjadi picky eater. Penelitian
menyebutkan ketika anak memasuki usia pra sekolah maka laju pertumbuhan anak
mulai melambat dan cenderung stabil hingga memasuki usia pubertas (Sutarjo, 2011)
terlihat dari pertambahan berat badan anak yang tidak pesat seperti sebelumnya yaitu
hanya 2 kg dan pertambahan tinggi badan 7 cm per tahun.
Penurunan laju pertumbuhan akan mengakibatkan terjadinya penurunan
kebutuhan zat gizi anak (Wardlaw dan Hamp, 2007). Anak tidak lagi membutuhkan
zat gizi sebanyak ketika masa bayinya. Sehingga nafsu makan dan ketertarikan anak
terhadap makanan ikut menurun pula.
2.1.3.7 Perilaku Makan Orangtua
Pada usia pra sekolah, anak mulai belaja untuk bisa makan sendiri dan
mempunyai preferensi terhadap makanan yang akan dikonsumsinya. Selain itu, anak
juga mampu menunjukkan pilihannya mengenai apa yang disukai dan tidak
disukainya. Dengan itu maka dibutuhkan contoh yang dapat menunjukkan dan
mengarahkan perilaku makan yang baik bagi anak. Orangtua, terutama ibu,
merupakan orang terdekat yang banyak berinteraksi dengan anak. Anak-anak sangat
mudah menerima pembelajaran dengan mengamati perilaku orangtua atau teman
sebayanya (Gibson, 2016), sehingga orang tua memegang peranan yang penting
dalam memberikan contoh dan dorongan untuk berperilaku makan yang baik pada
anak.
2.1.4 Dampak Picky Eater
Perilaku anak memilih-milih makanan tidak hanya berdampak pada aktivitas
sehari-hari namun juga berdampak pada kesehatan anak. Picky eater adalah salah satu
risiko terjadinya gizi kurang atau malnutrisi karena asupan anak picky eater
cenderung inadekuat (Jansen et al. 2012). Anak lebih berisiko juga memiliki berat
badan kurang, kenaikan berat badan inadekuat dan kekurangan zat gizi. Hal ini
dikarenakan anak yang memiliki perilaku picky eater asupan energi, protein,
karbohidrat, vitamin dan mineralnya lebih rendah jika dibandingkan dengan anak non
picky eater (Xue et al. 2015). Dampak yang terjadi adalah tumbuh kembang anak
yang terhambat. Malnutrisi juga memperlambat proses penyembuhan penyakit akibat
imun yang melemah.
Menurut penelitian Barse et al. (2015), fussy eater atau anak pemilih makanan
memiliki perilaku menolak untuk mencoba makanan baru (food neophobia) dan
makanan yang tidak asing contohnya sayuran. Perilaku menolak tersebut dapat
menyebabkan kesehatan dan pertumbuhan terganggu akibat kecukupan zat gizi yang
tidak terpenuhi. Dampak gangguan makan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
dampak
jangka pendek dan dampak jangka panjang.
1. Dampak jangka pendek
a) Motilitas gastrointestinal yang lambat dan konstipasi, gambaran fungsi hati
yang abnormal
b) Peningkatan kadar urea darah, serta peningkatan risiko terbentuknya batu
ginjal
c) Lekopeni, anemia defisiensi besi, dan trombositopeni.
2. Dampak jangka panjang
a) Pubertas terlambat
b) Pertumbuhan terlambat dan perawakan pendek
c) Gangguan pembentuka mineral tulang (osteopeni, osteoporosis)
d) Gangguan psikologi (cemas dan depresi)
2.1.5 Pedoman Pemberian Makan (Basic Feeding Rules)
Pemberian makan merupakan bentuk komunikasi, pembelajaran, dan bentuk
kasih sayang antara orangtua dan anak, sehingga tercipta suasana yang menyenangkan
saat proses makan berlangsung. Menurut Bernard (2006) dalam Rekomendasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia “ Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan
pada Batita di Indonesia” terdpaat pedoman pemberian makan yang dikenal dengan
basic feeding rules yaitu :
a) Jadwal
Ada jadwal makanan utama dan makanan selingan (snack) yang teratur, yaitu
tiga kali makanan utama dan dua kali makanan kecil di antaranya. Susu dapat
diberikan dua – tiga kali sehari. Waktu makan tidak boleh lebih dari 30 menit. Hanya
boleh mengonsumsi air putih di antara waktu makan
b) Lingkungan
Lingkungan yang menyenangkan (tidak boleh ada paksaan untuk makan).
Tidak ada distraksi (mainan, televisi, perangkat permainan elektronik) saat makan.
Jangan memberikan makanan sebagai hadiah.
c) Prosedur
Dorong anak untuk makan sendiri. Bila anak menunjukkan tanda tidak mau
makan (mengatupkan mulut, memalingkan kepala, menangis), tawarkan kembali
makanan secara netral, yaitu tanpa membujuk ataupun memaksa. Bila setelah 10-15
menit anak tetap tidak mau makan, akhiri proses makan.
2.2 Kerangka Teori

Faktor Predisposisi
1. Laju pertumbuhan
menurun
2. Nafsu makan
3. Perkembangan
Psikologis

Faktor Pemungkin
1. Perilaku makan orang
tua
2. Status Ibu Bekerja PICKY EATER
3. Pemberian ASI
Eksklusif

Faktor Penguat
1. Pengetahuan Orangtua
2. Pola asuh makan orang
tua
BAB 3

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Terikat
Variabel Bebas

1. Status Ibu Bekerja


2. Pemberian ASI
Eksklusif Perilaku Picky Eater
3. Pola Asuh Makan
Orangtua

Anda mungkin juga menyukai