Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Menstruasi

2.1.1 Definisi Menstruasi

Menstruasi adalah pengeluaran darah, mukus, dan debris sel dari mukosa

uterus disertai pelepasan (deskuamasi) dari endometrium secara periodik dan

siklik, yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Menstruasi pertama kali

yang dialami seorang perempuan disebut menarche, yang pada umumnya

terjadi pada usia sekitar 12-14 tahun. Menarche merupakan pertanda

berakhirnya masa pubertas, masa peralihan dari masa anak menuju dewasa.

Selama kehidupan seorang perempuan, menstruasi dialaminya mulai menarche

sampai menopause. Menopause adalah menstruasi terakhir yang dikenali bila

setelah menstruasi terakhir tersebut minimal satu tahun tidak mengalami

menstruasi lagi (Prawirohardjo, 2014).

Menstruasi dinilai berdasarkan tiga hal. Pertama, siklus menstruasi yaitu

jarak antara hari pertama menstruasi dengan hari pertama menstruasi

berikutnya. Kedua, lama menstruasi, yaitu jarak dari hari pertama menstruasi

sampai perdarahan menstruasi berhenti, dan ketiga jumlah darah yang keluar

selama satu kali menstruasi. Menstruasi dikatakan normal bila didapatkan siklus

menstruasi berkisar antara 24-35 hari (28 hari merupakan siklus yang khas),

dengan lama keluarnya darah menstruasi selama 3-7 hari dan setiap hari ganti

pembalut sebanyak 2-5 kali, darah yang hilang saat menstruasi banyaknya

berkisar 20-80 ml per hari. Panjangnya siklus menstruasi ini

6
7

dipengaruhi oleh usia, berat badan, aktivitas fisik, tingkat stres, genetik dan

gizi (Prawirohardjo, 2014).

2.1.2 Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks

saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan di endometrium, kelenjar

hipotalamus dan hipofisis, serta ovarium. Pendarahan akibat runtuhnya dinding

lapisan dalam rahim adalah puncak dari serangkaian peristiwa saling berkaitan,

yang bertujuan mempersiapkan rahim menampung sel telur yang dibuahi. Bila

kehamilan tidak terjadi, dinding yang sudah dipersiapkan itu mengelupas.

Siklus baru yang sama dimulai lagi. Usia wanita, status fisik dan emosi wanita,

serta lingkungan mempengaruhi pengaturan siklus menstruasi (Matthews,

2019).

2.1.3 Aspek Hormonal

Sistem hormon wanita terdiri dari tiga hierarki hormon (Tortora, 2016),

yaitu:

1. Hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus yaitu GnRH.

2. Hormon seks hipofisis anterior, FSH dan LH, keduanya disekresi sebagai

respon terhadap pelepasan GnRH dari hipotalamus.

3. Hormon-hormon ovarium, estrogen dan progesteron, yang disekresi oleh

ovarium sebagai respon terhadap kedua hormon seks wanita dari kelenjar

hipofisis anterior.

Hormon seksual juga dilepaskan oleh kelenjar adrenal, yang terletak di atas

ginjal. Pola pelepasan hormon dan kadar hormon di dalam darah merupakan
8

petunjuk dari adanya perangsangan maupun penghambatan dalam pelepasan

LH dan FSH oleh hipofisis. Beberapa hormon ini tidak disekresikan dalam

jumlah konstan sepanjang daur siklus bulanan wanita. Hormon tersebut

disekresi dengan kecepatan yang sangat berbeda selama berbagai bagian yang

berbeda dari daur tersebut. GnRH pada wanita disekresikan dalam waktu yang

sangat singkat rata-rata sekali setiap 90 menit, seperti yang terjadi pada pria

(Tortora, 2016).

Perubahan hormonal siklik mengawali dan mengatur fungsi ovarium dan

perubahan endometrium. Pusat pengendalian hormon reproduksi adalah

hipotalamus. Hormon pada hipotalamus yaitu GnRH akan merangsang hipofisis

anterior untuk mensekresi FSH dan LH. Kedua hormon ini akan menyebabkan

produksi estrogen dan progesteron dari ovarium. Fluktuasi kadar estrogen dan

progesteron yang terjadi selama siklus ovarium menyebabkan perubahan yang

signifikan pada uterus, inilah yang mengakibatkan terjadinya siklus menstruasi

(Tortora, 2016).

2.1.4 Fisiologi Menstruasi

Perubahan ovarium yang terjadi selama siklus menstruasi bergantung

seluruhnya pada hormon-hormon gonadotropik, FSH dan LH, yang

dieksresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. Tidak adanya hormon-hormon

tersebut membuat ovarium tetap tidak aktif, yang merupakan keadaan pada

masa anak-anak, ketika hampir tidak ada hormon-hormon gonadotropik

hipofisis yang disekresi. Pada usia 9 sampai 12 tahun, hipofisis secara progresif

mulai menyekresi lebih banyak FSH dan LH, yang menyebabkan dimulainya
9

siklus menstruasi bulanan normal yang terjadi antara usia 12 dan 14 tahun.

Periode perubahan ini disebut pubertas. Dan saat terjadi siklus menstruasi

pertama disebut menarke. FSH dan LH, keduanya merupakan glikoprotein kecil

dengan berat molekul kira-kira 30.000. Setiap bulan siklus menstruasi wanita

terjadi kenaikan dan penurunan jumlah FSH dan LH, seperti diperlihatkan pada

bagian Gambar 2.1

(Tortora, 2016)
Gambar 2. 1 Perubahan Konsentrasi Hormon saat Menstruasi
Selama setiap bulan siklus menstruasi wanita, terjadi kenaikan dan

penurunan jumlah FSH dan LH, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.1. Variasi

siklus ini menyebabkan terjadinya perubahan siklus ovarium. Baik FSH

maupun LH merangsang sel target ovarium dengan cara bergabung dengan

reseptor FSH dan LH yang sangat spesifik pada membran sel ovarium target.

Selanjutnya reseptor yang diaktifkan akan meningkatkan laju kecepatan sekresi

dari sel-sel ini biasanya sekaligus meningkatkan pertumbuhan dan poliferasi sel

(Tortora, 2016).

Selain itu siklus juga dipengaruhi oleh kondisi psikis sehingga bisa maju

dan mundur. Masa subur ditandai oleh kenaikan LH secara signifikan sesaat

sebelum terjadinya ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium). Kenaikan LH

akan mendorong sel telur keluar dari ovarium menuju tuba falopii. Di dalam
10

tuba falopii ini bisa terjadi pembuahan oleh sperma. Masa-masa inilah yang

disebut masa subur, yaitu bila sel telur ada dan siap untuk dibuahi. Sel telur

berada dalam tuba falopii selama kurang lebih 3-4 hari namun hanya sampai

umur 2 hari masa yang paling baik untuk dibuahi, setelah itu mati. Luteinizing

Hormone (LH) surge yaitu kenaikan LH secara tiba-tiba akan mendorong sel

telur keluar dari ovarium. Sel telur biasanya dilepaskan dalam waktu 16-32 jam

setelah terjadi peningkatan LH. Beberapa wanita merasakan nyeri tumpul pada

bagian perut bawah pada saat hal ini terjadi. Lama keluarnya darah menstruasi

juga bervariasi, pada umumnya lamanya 4 sampai 6 hari, tetapi antara 2 sampai

8 hari masih dapat dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi terdiri dari

fragmen-fragmen terkelupasnya endrometrium yang bercampur dengan darah

yang banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan

aliran darahnya terlalu besar, bekuan dengan berbagai ukuran sangat mungkin

ditemukan. Ketidakbekuan darah menstruasi yang biasa ini disebabkan oleh

suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam endometrium. Rata-rata

banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama satu periode

menstruasi telah ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti, yaitu 20-60 ml.

Konsentrasi Hb normal 14 gr per dl dan kandungan besi Hb 3,4 mg/g, volume

darah ini mengandung 12-29 mg besi dan menggambarkan kehilangan darah

yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg besi untuk setiap hari siklus tersebut atau

150 sampai 400 mg per tahun (Hall, 2014).


11

(Tortora, 2016)
Gambar 2. 2 Siklus Menstruasi
2.1.5 Fase – Fase dalam Siklus Menstruasi

Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang terjadi dalam

uterus. Fase-fase ini merupakan hasil kerjasama yang sangat terkoordinasi

antara hipofisis anterior, ovarium, dan uterus. Fase-fase tersebut adalah :

1. Fase menstruasi

Fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai

pendarahan. Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH

menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH baru

mulai meningkat. Fase ini berlangsung selama 3-4 hari.

2. Fase pasca menstruasi atau fase regenerasi


12

Fase ini, terjadi penyembuhan luka akibat lepasnya endometrium.

Kondisi ini mulai sejak fase menstruasi terjadi dan berlangsung selama ± 4

hari.

3. Fase intermenstum atau fase proliferasi

Setelah luka sembuh, akan terjadi penebalan pada endometrium ± 3,5

mm. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal dalam sekitar

empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Fase ini berlangsung dari

hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus menstruasi. Fase proliferasi

tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium. Fase

ini dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :

a. Fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat

dikenali dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel.

b. Fase proliferasi madya, terjadi pada hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini

merupakan bentuk transisi dan dapat dikenali dari epitel permukaan yang

berbentuk torak yang tinggi.

c. Fase proliferasi akhir, berlangsung antara hari ke-11 sampai hari ke-14.

Fase ini dapat dikenali dari permukaan yang tidak rata dan dijumpai

banyaknya mitosis.

4. Fase pramenstruasi atau fase sekresi

Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Fase ini

endometrium kira kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi

panjang berkelok-kelok dan mengeluarkan getah yang makin lama makin

nyata. Bagian dalam sel endometrium terdapat glikogen dan kapur yang
13

diperlukan sebagai bahan makanan untuk telur yang dibuahi. Fase sekresi

dibagi dalam 2 tahap, yaitu:

a. Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis dari fase

sebelumnya karena kehilangan cairan.

b. Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium berkembang

dan menjadi lebih berkelokkelok dan sekresi mulai mengeluarkan getah

yang mengandung glikogen dan lemak. Endometrium menjadi kaya

dengan darah dan sekresi kelenjar. Akhir masa ini, stroma endometrium

berubah kearah sel-sel; desidua, terutama yang ada di seputar pembuluh-

pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan terjadinya nidasi (Hall,

2014).

2.1.6 Mekanisme Siklus Menstruasi

Pada hari pertama dari siklus yang baru akan terjadi lagi peningkatan dari

FSH sampai mencapai kadar 5 mg/ml (atau setara dengan 10 mUI/ml), dibawah

pengaruh sinergis kedua gonadotropin, folikel yang berkembang ini

menghasilkan estradiol dalam jumlah yang banyak. Peningkatan serum yang

terus-menerus pada akhir fase folikuler akan menekan FSH dari hipofisis. Dua

hari sebelum ovulasi, kadar estradiol mencapai 150-400 pg/ml. Kadar tersebut

melebihi nilai ambang rangsang untuk pengeluaran gonadotropin praovulasi.

Akibatnya FSH dan LH dalam serum akan meningkat dan mencapai puncaknya

satu hari sebelum ovulasi. Saat yang sama pula, kadar estradiol akan kembali

menurun. Kadar maksimal LH berkisar antara 8 dan 35 ng/ml atau setara dengan

30- 40 mUI/ml, dan FSH antara 4-10 ng/ml atau setara dengan 15-45 mUI/ml.
14

Terjadinya puncak LH dan FSH pada hari ke-14, maka pada saat ini folikel akan

mulai pecah dan satu hari kemudian akan timbul ovulasi. Bersamaan dengan ini

dimulailah pembentukan dan pematangan korpus luteum yang disertai dengan

meningkatnya kadar progesteron, sedangkan gonadotropin mulai turun

kembali. Peningkatan progesteron tersebut tidak selalu memberi arti, bahwa

ovulasi telah terjadi dengan baik, karena pada beberapa wanita yang tidak

terjadi ovulasi tetap dijumpai suhu basal badan dan endometrium sesuai dengan

fase luteal. Awal fase luteal, seiring dengan pematangan korpus luteum. Sekresi

progesteron terus menerus meningkat dan mencapai kadar antara 6 dan 20

ng/ml. Estradiol yang dikeluarkan terutama dari folikel yang besar yang tidak

mengalami atresia, juga tampak pada fase luteal dengan konsentrasi yang lebih

tinggi daripada selama permulaan atau pertengahan fase folikuler. Produksi

estradiol dan progesteron maksimal dijumpai antara hari ke-20 dan 23 (Hall,

2014).

2.1.7 Penyebab Terjadinya Gangguan Siklus Menstruasi

Menstruasi yang tidak teratur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

termasuk faktor risiko yang dapat dimodifikasi perubahan kadar hormon wanita

berhubungan dengan perilaku kesehatan, obesitas, dan stres (Bae et al., 2018).

Siklus menstruasi yang panjang dan tidak teratur sering terjadi pada tahun

pertama dan kedua setelah menarche, akan tetapi kebanyakan dari anak

perempuan akan memiliki pola siklus teratur pada akhir masa remaja (Carlson

& Shaw, 2019).


15

Penelitian yang dilakukan di Turki oleh Cakir M et al (2015) juga

menunjukan bahwa gangguan siklus menstruasi dengan prevalensi terbesar

(89,5%), diikuti ketidakteraturan siklus menstruasi (31,2%) dan panjangnya

durasi menstruasi (5,3%). Gangguan siklus menstruasi yang bersifat sementara

biasanya disebabkan oleh stres psikologis atau fisik, sedangkan untuk gangguan

siklus menstruasi yang bersifat kronis disebabkan oleh organ patologis seperti

ovarium polikitik, endometriosis, hipogonadisme atau kanker (Rigon et al.,

2012)

Banyak penyebab kenapa siklus menstruasi menjadi panjang atau

sebaliknya. Penanganan kasus dengan siklus menstruasi yang tidak normal,

tidak berdasarkan kepada panjang atau pendeknya sebuah siklus menstruasi,

melainkan berdasarkan penyebab kelainan yang dijumpai, yakni :

1. Durasi Tidur

Waktu tidur yang baik pada remaja adalah sekitar 7-9 jam pada malam hari.

Durasi tidur yang buruk dapat menghambat sintesis hormon melatonin yang

dapat mempengaruhi produksi dan sintesis hormon estrogen. Hal ini

menyebabkan durasi tidur dapat mempengaruhi ketidakteraturan siklus

menstruasi.

2. Status gizi.

Tubuh dengan gizi kurang atau berlebih dapat mempengaruhi siklus

menstruasinya karena sistem hormonal di dalam tubuhnya tak bekerja dengan

baik. Remaja yang mengalami gizi kurang akan mengalami penurunanan kadar

GnRH yang mana akan mempengaruhi siklus menstruasi. Pada remaja yang
16

mengalami gizi lebih akan mengalami kenaikan hormon esterogen sehingga

menyebabkan sekresi GnRH terganggu.

3. Stres.

Stres akan mengganggu sistem metabolisme di dalam tubuh, karena stres,

wanita akan menjadi mudah lelah, berat badan turun drastis, bahkan mudah

terserang penyakit, sehingga metabolisme terganggu. Bila metabolisme

terganggu, siklus menstruasi pun ikut terganggu.

4. Olahraga / aktivitas fisik yang berat.

Walaupun olahraga memiliki banyak keuntungan, tetapi dapat

menyebabkan beberapa gangguan pada atlit wanita apabila dilakukan secara

berlebihan. Latihan fisik yang berat dapat menimbulkan gangguan pada

fisiologi siklus menstruasi. Gangguan yang terjadi dapat berupa tidak adanya

menstruasi (amenorea), penipisan tulang (osteoporosis), menstruasi tidak

teratur atau perdarahan intermenstrual, pertumbuhan abnormal dinding rahim,

dan infertilitas. Sifat dan tingkat keparahan gejala tergantung pada beberapa hal

seperti jenis latihan, intensitas dan lamanya latihan, dan laju perkembangan

program pelatih. Olahraga berlebihan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi

hipotalamus yang menyebabkan gangguan pada sekresi GnRH. Hal tersebut

menyebabkan terjadinya menarche yang tertunda dan gangguan siklus

menstruasi. Faktor utama penyebab supresi GnRH atlet wanita adalah

penggunaan energi berlebihan yang melebihi pemasukan energi pada atlet.

Faktor kekurangan nutrisi merupakan faktor penting penyebab keadaan

hipoestrogen pada atlit wanita. Hubungan antara olahraga yang menginduksi


17

ketidakteraturan siklus menstruasi dengan perubahan metabolisme steroid,

khususnya, peningkatan aktivitas dari catechol estrogen mengakibatkan

peningkatan kadar norepinephrine yang mempengaruhi release atau

penglepasan gonadotrophin. Insufisiensi umpan balik estrogen dan

progesterone serta ketidakseimbangan opioid endogen dan aktivitas

catecholamine yang diperantarai oleh GABA, CRH, insulin-like growth factor-

1 mengakibatkan terjadinya gangguan pulsasi GnRH. Faktor utama penyebab

supresi GnRH atlit wanita adalah penggunaan energi berlebihan yang melebihi

pemasukan energi pada atlit. Jenis olah raga dikategorikan sebagai atletik dan

non-atletik, berskala nominal. Frekuensi dan durasi olah raga berskala kontinyu

(Oleka, 2019).

2.2 Stres

2.2.1 Definisi stres

Stres merupakan suatu respon tubuh yang tidak spesifik, dari keadaan yang

menyenangkan maupun tidak menyenangkan (Kaplan dan Sadock, 2015).

Menurut sumber lain stres merupakan suatu keadaan yang dialami ketika

tuntutan lingkungan yang dialami melebihi kapasitas yang dimiliki individu.

Stres juga dapat dipahami sebagai ketidakseimbangan yang dirasakan antara

tuntutan yang sedang dihadapi dalam kehidupan dengan kemampuan individu

untuk merespon (Heinen et al., 2017).

2.2.2 Fisiologi Stres

Stres adalah fenomena multidimensi yang melibatkan sistem saraf dan

endokrin. stres adalah persepsi ancaman (stressor). Setiap kali ada stresor -
18

nyata atau imajiner, ia bertindak di tingkat otak. Di otak, hipotalamuslah yang

merasakan stresor. Ketika hipotalamus menghadapi ancaman, ia melakukan

beberapa fungsi spesifik: 1. mengaktifkan sistem saraf otonom (ANS) 2.

Merangsang hypothalamic–pituitary–adrenal (HPA) axis dengan melepaskan

Corticotrophin Releasing Hormone (CRH) dan 3. Mensekresi arginin

vasopresin (Hormon Antidiuretik ADH). Sistem saraf otonom terdiri dari sistem

saraf simpatis (gairah) dan parasimpatis (relaksasi). ANS mengatur aktivitas

visceral seperti sirkulasi, pencernaan, respirasi, pengaturan suhu dan beberapa

organ vital (Ketchesin et al., 2017; Sharma, 2018).

Sistem simpatik bertanggung jawab atas respon ight-or-ight. Menanggapi

katekolamin stres: epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (atau adrenalin)

dilepaskan di berbagai sinapsis saraf. Pelepasan katekolamin ini menyebabkan

beberapa perubahan seperti peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi

miokard, vasodilatasi arteri di seluruh otot yang bekerja dan vasokonstriksi

arteri ke otot yang tidak bekerja; pelebaran pupil dan bronkus yang diperlukan

untuk mempersiapkan tubuh untuk respon ight-or-ight. Efek dari hormon

epinefrin dan nor epinefrin ini berlangsung selama beberapa detik. Fungsi

sistem saraf parasimpatis berlawanan dengan fungsi sistem saraf simpatis dan

membantu dalam konservasi energi dan relaksasi. CRH bekerja pada kelenjar

hipofisis anterior sebuah kelenjar endokrin yang terletak di otak. Kelenjar

hipofisis juga disebut 'master gland', karena mengontrol sekresi kelenjar

endokrin lain dalam tubuh. Pada stimulasi oleh CRH, hipofisis anterior

mengeluarkan Adrenocorticotropin Hormone (ACTH). Menurut


19

Scantamburloet al., arginin vasopresin memodulasi efek CRH pada sekresi

ACTH. ACTH yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis anterior sebagai respon

terhadap CRH merangsang kelenjar adrenal yang terletak di ginjal. Ada dua

bagian adrenal - bagian luar yang disebut korteks dan bagian dalam yang

disebut medula. ACTH merangsang korteks adrenal untuk melepaskan

kortikoid (glukokortikoid dan mineralokortikoid). Fungsi utama glukokortikoid

adalah melepaskan energi, yang diperlukan untuk mengatasi efek buruk dari

stresor. Energi dilepaskan oleh konversi glikogen menjadi glukosa

(glikogenolisis) dan juga oleh pemecahan lemak menjadi asam lemak dan

gliserol (lipolisis). Selain itu kortikosteroid memiliki beberapa fungsi lain

seperti: peningkatan produksi urea, penekanan nafsu makan, penekanan sistem

kekebalan tubuh, eksaserbasi iritasi lambung, terkait perasaan depresi dan

kehilangan kendali. Ini adalah gejala yang umumnya terlihat pada orang yang

sedang stres. Mineralokortikoid (aldosteron) meningkatkan retensi Na+ dan

eliminasi K+. Ini meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan volume

darah. Bagian medula dari kelenjar adrenal mengeluarkan epinefrin dan

norepinefrin. Fungsi hormon-hormon ini sama dengan yang disekresikan dari

ujung saraf sistem saraf simpatis. Hormon-hormon ini disekresikan oleh medula

adrenal, memperkuat fungsi sistem saraf simpatik. Pelepasan hormon-hormon

ini dari medula adrenal bertindak sebagai sistem cadangan untuk memastikan

cara yang paling efisien untuk kelangsungan hidup fisik. Efek yang dibawa oleh

epinefrin dan norepinefrin dari sistem saraf simpatik dapat disebut sebagai efek
20

langsung dan efek yang dibawa oleh medula adrenal adalah efek menengah

(Sharma, 2018).

Fungsi dasar vasopresin atau ADH yang disintesis oleh hipotalamus dan

dikeluarkan oleh hipofisis posterior adalah untuk mengatur pengeluaran cairan

melalui saluran kemih. Hal ini dicapai dengan reabsorpsi air. Selain itu, ADH

juga memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan darah selama stres

ketika homeostasis tubuh terganggu selain pelepasan energi Perubahan besar

kedua yang terjadi selama stres adalah distribusi energi ke organ tertentu yang

paling membutuhkannya. Ini dicapai dengan meningkatkan tekanan darah. Hal

ini terjadi baik melalui peningkatan curah jantung atau melalui penyempitan

pembuluh darah. Selain HPA axis beberapa hormon lain seperti Growth

Hormone (GH) dan hormon tiroid juga berperan penting dalam stres. Hormon

pertumbuhan adalah hormon peptida, dilepaskan dari kelenjar hipofisis anterior.

GH adalah hormon stres yang meningkatkan konsentrasi glukosa dan asam

lemak bebas. (Sharma, 2018)

2.2.3 Stres Akademik

Stres akademik adalah keadaan emosional atau mental yang sering dialami

oleh siswa selama proses pembelajaran. Stres ini dihasilkan oleh berbagai

masalah. Salah satu alasan terjadinya stres akademik adalah tekanan untuk lulus

dengan nilai yang terbaik dikarenakan dengan nilai yang baik bisa memberikan

kesempatan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Umumnya

mahasiswa yang memiliki regulasi yang buruk dan tidak mampu mengelola

stres mereka dengan baik akan mengalami stres akademik (Ramli, 2018) . Efek
21

gabungan dari kekakuan akademis, pergeseran dalam dukungan sosial, dan

perubahan dalam situasi kehidupan yang datang secara bersamaan dengan

periode transisi yang sama dapat meningkatkan stres akademik (Leppink et al.,

2016). stres akademik dapat merusak kontrol diri dan memperburuk perilaku

kesehatan seperti mengubah pola makan yang nantinya akan beresiko kelebihan

berat badan atau obesitas dan juga stres dapat mempengaruhi respon biologis

seperti gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sekresi zat biokimia dan

juga disregulasi HPA axis (Chen et al., 2020).

Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam

diri individu maupun dari luar diri individu. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi hasil belajar yang didapatkan oleh siswa, diantaranya; 1.Faktor

Intern, faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa, dan dibagi menjadi tiga

bagian yaitu faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis

(intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, keterampilan belajar, kematangan,

dan kesiapan), faktor kelelahan (jasmani dan rohani). 2.Faktor Ekstern, faktor-

faktor yang bersaal dari luar diri siswa. Beberapa contoh dari faktor ekstern ini

adalah, a). Keluarga (cara orangtua mendidik, perlakuan orangtua terhadap

anak, relasi antara anggota keluarga, susasana rumah, keadaan ekonomi

keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan), b). Faktor

sekolah (metode mengajar, kurikulum relasi guru dan siswa, disiplin sekolah,

alat pembelajaran, waktu sekolah, standar pengajaran diatas ukuran, keadaan

gedung, metode belajar, dan tugas rumah), dan c) Faktor masyarakat (seperti
22

kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk

kehidupan masyarakat) (Utama, 2020).

Kesehatan reproduksi remaja adalah kesehatan fisik, mental dan

kesejahteraan sosial secara menyeluruh atas segala hal yang berkaitan dengan

sistem dan fungsi, serta proses reproduksi remaja (Arum et al., 2019). Di

Indonesia terdapat banyak sekali kasus yang terjadi yang diakibatkan dari

ketidakmampuan dari peserta didik dalam mengelola stres yang mereka

rasakan yang berbuntut pada hal-hal tragis seperti tindakan bunuh diri

(Nugraheni, 2018). stres yang dialami oleh siswa dapat mempengaruhi pada

keinginan untuk belajar, kesehatan psikologis dan dapat mengurangi

konsentrasi prikomotor sehingga berdampak pada prestasi akademik (Al-

Rabiaah et al., 2020)

Stres yang dialami oleh siswa merupakan kondisi yang disebabkan ketika

perbedaan seseorang atau lingkungan yang berhubungan dengan individu,

yaitu antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau

sistem sosial individu tersebut. Perubahan kurikulum yang berkesinambungan

dan kondisi lingkungan dan sosial yang baru seperti, iklim pembelajaran baru,

guru baru hubungan baru dengan teman sebaya dan sebagainya, merupakan

salah satu penyebab yang dapat menyebabkan stres akademik pada siswa, hal

ini dikarenakan siswa diminta untuk menyesuaikan dirinya terhadap perubahan

kurikulum dan lingkungan sosial yang baru tersebut. Sejalan dengan pendapat

di atas pada masa remaja tingkat stres meningkat karena remaja harus berusaha

menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan emosional dalam dirinya serta
23

mengatasi konflik-konflik yang terjadi dalam hidupnya. Kondisi siswa yang

mengalami stres akademik tentu berdampak pada hasil belajar siswa itu sendiri.

stres akademik yang dialami siswa secara terus menerus akan mengakibatkan

penurunan daya tahan tubuh siswa sehingga mudah mengalami sakit (Utama,

2020).

Tuntutan internal dan eksternal yang dialami mahasiswa dapat menjadi

sumber tekanan yang melampaui batas kemampuan mahasiswa (overload)

sehingga timbul distres, dalam bentuk kelelahan fisik atau mental, daya tahan

tubuh menurun, dan emosi yang labil. stres yang berkepanjangan yang dialami

oleh individu dapat mengakibatkan penurunan kemampuan untuk beradaptasi

terhadap stres (Lubis et al., 2021). stres memiliki dampak fisik dan psikologis

tergantung pada presepsi invidu dan pengendaliannya. Cara seseorang dapat

mengatasi stres dan mengendalikannya dapat menentukan respon stres yang

dihasilkan. Semakin cepat dan efisen respon stres diaktifkan maka stres dapat

segera sembuh (Mariotti, 2015).

2.2.4 Stres terhadap Siklus Menstruasi

Kesehatan reproduksi remaja khususnya remaja wanita erat kaitannya

dengan menstruasi. Dimana tidak setiap wanita mempunyai siklus menstruasi

yang teratur. Hal ini bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pola

diet yang tidak bagus, stres, berat badan, usia dan ketidakseimbangan hormon.

Menstruasi yang tidak teratur adalah suatu hal tidak menentu datangnya.

Biasanya, seseorang mendapatkan menstruasi setiap empat minggu sekali. Bila

di luar siklus tersebut dapat dikatakan ada ketidaknormalan pada tubuh


24

seseorang. Namun, siklus menstruasi yang dimiliki oleh seseorang tidaklah

sama, ada seseorang yang memiliki siklus polimenorea (siklus menstruasi yang

memendek), siklus oligomenorea (siklus menstruasi yang memanjang), bahkan

ada seseorang yang memiliki siklus amenorea (tidak terjadinya siklus

menstruasi) (Nathalia, 2019).

Tingkat stres berhubungan dengan siklus menstruasi karena stres

berhubungan dengan tingkat emosi, alur berpikir, dan kondisi batin seseorang.

Faktor stres dapat mempengaruhi produksi hormone kortisol yang berpengaruh

pada produksi hormon estrogen wanita. Berbagai hormon mempengaruhi siklus

menstruasi. Siklus menstruasi yang tidak teratur merupakan gejala utama dari

anovulasi, sebuah fenomena yang disertai dengan penurunan sekresi dan

produksi steroid ovarium. Penyebab paling penting dari ketidakteraturan siklus

menstruasi adalah amenore hipotalamus fungsional yang berhubungan dengan

penurunan sekresi hormon pelepas gonadotropin dan disregulasi hypothalamic–

pituitary–adrenal (HPA) axis. Selain itu, ketidakteraturan siklus menstruasi

yang terus-menerus terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan timbulnya

menopause dini (Bae et al., 2018)

Stres merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari

manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal

dan eksternal (stresor) Stres merangsang HPA (hypothalamus-pituitary-adrenal

cortex) axis, sehingga dihasilkan hormon kortisol menyebabkan terjadinya

ketidakseimbangan hormonal termasuk hormon reproduksi dan terjadi suatu

keadaan siklus menstruasi yang tidak teratur (Yudita et al, 2017). Tubuh
25

manusia dalam merespon stresor ditunjukkan melalui aktivasi sistem endokrin

yaitu melibatkan sirkuit yang terhubung dengan amigdala ke hippocampus dan

ventral meluas ke korteks prefrontal dan berhubungan dengan aktivitas

hypothalamic–pituitary–adrenal (HPA) axis. HPA memberikan sinyal kepada

kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon kortisol dan adrenaline lebih

banyak (Anindita et al, 2016)

Stres yang terjadi dipengaruhi oleh stresor. kemudian di terima oleh

reseptor yang mengirim pesan ke otak. stresor tersebut kemudian di terima oleh

otak khususnya otak bagian depan yang mengakibatkan bekerjanya kelenjar di

dalam organ tubuh dan otak. Organ tubuh dan otak saling bekerja sama untuk

menerjemahkan proses stres yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem

fungsi kerja tubuh. (Hidayatul et al, 2020). Stres dapat mempengaruhi siklus

menstruasi, karena hormon kortisol sebagai produk dari korteks adrenal yang

disintesis glukokortioid zona fasciculata dapat mengganggu siklus menstruasi

karena mempengaruhi jumlah hormon progesteron dalam tubuh) (Arum et al.,

2019).

Peningkatan kadar ACTH akan menyebabkan peningkatan pada kadar

kortisol darah. Hormon-hormon tersebut secara langsung dan tidak langsung

menyebabkan penurunan kadar gonadotropin releasing hormone (GnRH).

Dimana dengan menurunnya kadar GnRH akan menurunkan kadar sekresi

follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) pada

hipofisis anterior. Jika terjadi gangguan pada hormon FSH dan LH tidak akan

menyebabkan terbentuknya sel telur, sehingga terjadi penurunan fungsi


26

ovarium. Sekresi hormon estrogen dan progesteron pada ovarium pun

terganggu / terhambat. Jika demikian, estrogen tidak akan terbentuk

sebagaimana seperti seharusnya. Apabila hormon estrogen terganggu akan

mempengaruhi rangkaian siklus menstruasi. Siklus menstruasi bisa menjadi

tidak teratur (Sherwood, 2012). Estrogen merupakan hormon pada perempuan

yang mengakibatkan perubahan fisik pada wanita ketika remaja, seperti

perkembangan payudara dan mempengaruhi rangkaian siklus menstruasi

(Prawirohardjo, 2014).

Stres menghambat pelepasan hormon perangsang folikel dan hormon

luteinizing, mengganggu perkembangan folikel dan mengubah sintesis

progesteron. Hormon stres lain, seperti adrenalin dan kortisol, juga

mempengaruhi sintesis prostaglandin dan pengikatan di miometrium, yang

dapat menjelaskan peran stres pada dismenore. Menghindari stres yang memicu

aktivasi ini memungkinkan tubuh melepaskan tingkat hormon yang sesuai dan

mengembangkan folikel yang meningkatkan keteraturan menstruasi (Ansong et

al., 2019).

Sistem neuroendokrin memainkan peran penting tidak hanya dalam

mendukung fungsi fisiologis normal tetapi juga selama stres. Ini mempengaruhi

endokrin dan reproduksi Sistem untuk membantu adaptasi terhadap tuntutan

yang meningkat dan mempertahankan homeostasis sebagai respon terhadap

lingkungan stresor. Namun, peningkatan kadar produk akhir yaitu kortisol,

memiliki berbagai efek samping termasuk gangguan ritme hormon luteinizing

(LH) normal, sehingga mempengaruhi siklus menstruasi. Siklus menstruasi


27

yang teratur adalah salah satu indicator wanita kesehatan secara keseluruhan.

Siklus yang tidak normal, dengan perdarahan yang tidak teratur dan berat, tidak

hanya mengganggu kehidupan profesional dan pribadi seseorang tetapi juga

memerlukan evaluasi karena dapat berdampak besar pada kesehatan reproduksi

dan umum di masa depan. Beberapa studi telah mengidentifikasi stres sebagai

salah satu faktor kunci yang bertanggung jawab atas ketidakteraturan

menstruasi. Menstruasi merupakan indikator penting kemungkinan kehamilan

serta kesehatan reproduksi Wanita (Ansong et al., 2019).

2.3 Al-Qur’an

2.3.1 Definisi Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai wahyu Allah sangat disakralkan oleh kalangan umat

islam sebagai kitab suci terakhir yang mengandung petunjuk dan pedoman

hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Al-Qur’an tidak hanya cukup

dibaca maupun dihafal melainkan juga perlu pengkajian dan penelitian. Al-

Qur’an apabila dikaji maka semakin tampak kedalaman dan keluasan maknanya

maka perlu kesungguhan, keahlian khusus dan keuletan dalam meneliti dan

mengkaji Al-Qur’an bukan hanya pada teksnya melainkan juga pada segala

aspek yang terkait dengan Al-Qur’an karena tidak semua orang mampu

menyelami makna Al-Qur’an secara menyeluruh (Sulaiman, 2019).

2.3.2 Fisiologi Membaca Al-Quran

Al-Qur’an disebut juga sebagai As Syifa yang berarti Penyembuh,

mempunyai kekuatan untuk menangani dan menyembuhkan tekanan jiwa.

Arti dari ayat-ayat diatas menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah obat dari
28

segala macam penyakit, al-Qur’an mampu mereduksi keteganganketegangan

saraf (fisiologis). Stimulan Al-Qur’an ini sering memunculkan gelombang delta

di daerah frontal dan sentral baik di sebelah kanan maupun di sebelah kiri otak.

Hal ini terjadi dikarenakan frekuensi gelombang bacaan Al-Qur’an memiliki

kemampuan untuk memprogram ulang sel-sel otak, meningkatkan kemampuan

serta menyeimbangkannya (Nugraheni, 2018).

Pembacaan Al-Qur’an yang sesuai dengan tajwidnya ditambah

dengan tartil (perlahan, tidak tergesa-gesa dengan mahraj yang jelas dan benar)

dan dilagukan berdasarkan ilmu nagham. Sama halnya dengan terapi musik,

banyak penelitian-penelitian sebelumnya yg membuktikan bahwa salah satu

efek Murottal Al-Qur’an adalah dapat menurunkan tingkat stres (Yunus et al.,

2021). Studi kontemporer menunjukkan bahwa suara adalah bentuk energi yang

bergerak dalam bentuk gelombang. Ketika gelombang ini mencapai telinga

maka artikulasi pendengaran akan diproses, dimulai dengan pengenalan dan

kesimpulan dengan respon otak dalam bentuk pemahaman, imajinasi,

keinginan, ketakutan, cinta benci dan semua perasaan lainnya (Saged et al.,

2020). Suara yang dapat menyentuh hati dan cara pembacaan dengan

pengucapan yang benar dinggap memiliki efek psikologis positif (Yadak et al.,

2019).

murottal adalah cara membaca Al-Qur’an dengan ritme yang moderat,

(yaitu, tidak terlalu lambat atau terlalu cepat). Membaca Al-Qur’an Terapi

dengan tempo lambat dan harmonis dapat menurunkan hormon stres dan

mengaktifkanalami endorfin (serotonin). Mekanisme ini dapat meningkatkan


29

rasa ketenangan, mengurangi perasaan takut, cemas, dan tegang, serta

memperbaiki sistem kimiawi tubuh melalui penurunan tekanan darah, serta

memperlambat pernapasan, detak jantung, denyut nadi, dan gelombang otak

aktivitas (Ghiasi & Keramat, 2018).

Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stressor

yang dapat menurunkan imunitas tubuh, hal ini terjadi melalui serangkaian

tindakan yang dimediasi oleh hypothalamic–pituitary–adrenal (HPA) axis,

kecemasan juga akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi

Corticotropin Releasing Factor (CRF) merangsang hormon hipofisis anterior

untuk meningkatkan produksi Adrenocorticotrofic hormone (ACTH). Hormon

ini akan merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi kortisol,

selanjutnya kortisol akan menekan sistem kekebalan tubuh (Hall, 2014).

Psikoneuroimunologi adalah konsep terpadu dari fungsi pengaturan

kekebalan untuk mempertahankan homeostasis. Untuk mempertahankan

homeostasis, sistem kekebalan menyatu dengan proses psikofisiologis otak, dan

karenanya memengaruhi dan dipengaruhi oleh otak. Melalui pendekatan

psikoneuroimonologi, orang yang selalu membaca dan menghafal Al-Qur’an

akan mempengaruhi neuroplastisitas jaringan otak (Maruf et al., 2019).

Al-Qur’an memfasilitasi stabilisasi detak jantung, pernapasan, dan emosi.

mendengarkan pengajian dapat mengontrol otak untuk mengurangi kecemasan,

kelelahan, dan kebosanan serta menghasilkan relaksasi spiritual. Mendengarkan

pembacaan Al-Qur’an adalah pendekatan terapeutik yang dapat mengontrol


30

detak jantung , pernapasan, tekanan darah, gelombang otak, suhu, dan tekanan

otot .(Nurhayati, 2019).

Lantunan Al-Qur'an dapat menurunkan hormon stres, mengaktifkan

endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari

rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimiawi tubuh sehingga

menurunkan tekanan darah dan memperlambat pernapasan, detak jantung,

denyut nadi dan aktivitas gelombang otak. Tingkat pernapasan yang lebih dalam

atau lebih lambat sangat baik menyebabkan ketenangan, kontrol emosi,

pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik (Rosmiarti et al.,

2020).

Pembacaan Al-Qur'an adalah bentuk musik mistis yang berkontribusi

pada pelepasan endorfin dengan merangsang gelombang otak alfa.Oleh karena

itu, meningkatkan ambang stres, menghilangkan emosi negatif, dan

menciptakan rasa relaksasi. Oleh karena itu, karena pentingnya Al-Qur'an

dalam kehidupan umat Islam dan minat yang tumbuh dalam intervensi non-

farmakologi. Stimulan lantunan Al-Qur’an dapat memunculkan gelombang

delta di daerah frontal dan sentral baik di sebelah kanan maupun di sebelah kiri

otak. Hal ini terjadi dikarenakan frekuensi gelombang bacaan Al-Qur’an

memiliki kemampuan untuk memprogram ulang sel-sel otak, meningkatkan

kemampuan serta menyeimbangkannya (Nugraheni, 2018).

Membaca dzikir dan ayat Al-Qur’an dapat meningkatkan gelombang Delta

di otak, terlihat pada area Brodman 8. Aktivasi gelombang delta akan

berkontribusi pada produksi hormon pertumbuhan manusia (HGH) sebagai


31

akibat dari rangsangan kelenjar pituitari selama aktivasi gelombang delta.

Selain itu, gelombang delta juga merangsang pelepasan anti penuaan

hormonseperti dehydroepiandrosterone (DHEA) dan melatonin. Akan

mempengaruhi penurunan produksi hormon kortisol (hormon stres) dan

meningkatkan produksi endorfin (hormon kekebalan tubuh) sehingga untuk

meningkatkan imunitas. Mendengarkan Al-Qur’an dapat merangsang

gelombang delta yang menyebabkan pendengar menjadi tenang dan nyaman.

murottal adalah cara membaca Al-Qur’an dengan ritme yang moderat, (yaitu,

tidak terlalu lambat atau terlalu cepat). Membaca Al-Qur’an terapi dengan

tempo lambat dan harmonis dapat menurunkan hormon stres dan mengaktifkan

alami endorphin (serotonin). Mekanisme ini dapat meningkatkan rasa

ketenangan, mengurangi perasaan takut, cemas, dan tegang, serta memperbaiki

sistem kimiawi tubuh melalui penurunan tekanan darah, serta memperlambat

pernapasan, detak jantung, denyut nadi, dan gelombang otak aktivitas (Maruf et

al., 2019). Membaca Al-Qur’an dengan tartil dapat menimbulkan otak

memancarkan gelombang theta dan juga alpha sehingga menimbulkan rasa

tenang dan rileks. Mekanisme ini dimulai dengan organ pendengaran yang

menerima impulse yang berupa murottal kemudian ditransmisikan ke area

wernik untuk ditafsirkan oleh otak yang mana kemudian dilanjutkan ke bagian

asosiasi prefrontal untuk permaknaan peristiwa. Impulse murottal juga akan

ditransmisikan ke amigdala otak sebagai bagian dari sistem limbik yang mana

menjadi pusat pengaturan emosi pada otak (Yunus et al., 2021).


32

Terapi dengan alunan bacaan Al-Qur’an dapat dijadikan alternatif terapi

baru sebagai terapi relaksasi bahkan lebih baik dibandingkan dengan terapi

audio lainnya karena stimulan Al-Qur’an dapat memunculkan gelombang delta

sebesar 63,11%. Terapi dengan mendengarkan bacaan Al-Qur’an murottal

dengan tempo yang lambat serta harmonisasi dapat menurunkan hormon-

hormon stres penyebab depresi, mengaktifkan hormon endorphin alami,

meningkatakan relaksasi, dan dapat mengalihkan perhatian dari rasa takut,

kecemasan dan ketegangan (Syafei & Suryadi, 2018).

2.3.3 Manfaat Membaca Al-Qur’an

Salah satu hal terpenting dalam hidup seseorang adalah spiritualitas.

Spiritualitas memiliki peran yang penting sebagai koping yang dapat

menangani stres dan sebagai salah tau alternatif lain dalam pengobatan

(Suciani, 2017). Ada sedikit penjelasan yang tersedia, dengan tidak adanya

data, mengapa menghafal Al-Qur’an dapat menyembuhkan penyakit.

Menghafal Al-Qur'an mungkin dipandang sebagai kesaksian iman oleh umat

Islam, dan semakin tinggi hafalan, semakin besar dorongan psikologis yang

dihasilkannya terhadap keyakinan mereka, yang mencakup rasa bahagia,

kepuasan, dan sikap positif. Juga, menghafal Al-Qur'an membuat orang

percaya membacanya untuk mempertahankannya, dan frekuensi bacaan

kemungkinan lebih tinggi bagi mereka yang menghafal sebagian besar.

Bacaan ini dapat menghasilkan jenis manfaat kesehatan yang serupa dengan

yang dilakukan doa atau nyanyian bagi orang-orang dari kepercayaan lain.

Pembacaan Al-Qur'an juga berarti pengingat terus menerus kepada umat Islam
33

tentang hal-hal yang harus mereka hindari. Misalnya, mereka harus menahan

diri dari mengkonsumsi zat-zat yang merusak tubuh dan pikiran mereka, yang

dapat menjelaskan prevalensi merokok yang sangat rendah di antara mereka

yang memiliki jumlah hafalan yang lebih tinggi (Saquib et al., 2017).

Eksperimen yang dilakukan oleh Ahmed Elkadi mengungkapkan bahwa

membaca Al-Qur'an dapat menyebabkan relaksasi ketegangan saraf seiring

dengan perubahan fisiologis. Peneliti menilai, hanya dengan membaca Al-

Qur'an dapat memberikan efek yang baik bagi tubuh, terlebih lagi jika bacaan

Al-Qur'an didengarkan dengan tempo yang pelan dan irama yang harmonis

akan membawa ketenangan. pendengarnya dan dapat menjadi obat bagi

gangguan baik fisik maupun psikis. Membaca atau mendengarkan Al-Qur'an

akan memberikan efek relaksasi, sehingga pembuluh darah dan denyut jantung

menurun. Terapi membaca Al-Qur'an ketika dibacakan pada orang atau pasien

akan membawa gelombang suara dan mendorong otak untuk memproduksi zat

kimia yang disebut neuropeptide (Rosmiarti et al., 2020). Pembacaan Al-

Qur’an oleh orang yang sakit atau untuk orang yang sakit akan memberikan

efek penyembuhan bagi orang yang sedang sakit tersebut (Babamohamadi et

al., 2015)

Al-Qur’an mempunyai pengaruh yang besar terhadap kejiwaan

seseorang. Hal ini dibuktikan dengan berubahnya jiwa dan kepribadian bangsa

Arab setelah mereka mengenal Al-Qur’an. Al-Qur’an telah mengubah

kepribadian mereka secara total meliputi akhlak perilaku, cara hidup, prinsip,

cita-cita dan nilai-nilai serta membentuk mereka menjadi masyarakat yang


34

bersatu, teratur dan bekerjasama. Bahkan perubahan besar yang ditimbulkan

oleh Al-Qur’an dalam jiwa bangsa Arab ini belum ada bandingannya dalam

sejarah seruan-seruan kepercayaan yang pernah muncul di sepanjang kurun

sejarah yang berbeda. Tidak dipungkiri lagi dalam Al-Qur’an terdapat daya

spiritual yang luar biasa terhadap jiwa manusia. (Sulaiman, 2019). Lantunan

Al-Qur’an dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon

endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari

rasa takut, cemas dan tegang. Pengaktifan hormon endorfin akan menghambat

hormon CRH dan ACTH sehingga mengambat pengeluaran hormon kortisol

(Azis et al., 2015). Selain dapat memunculkan gelombang deta lantunan Al-

Qur’an juga dapat memunculkan gelombang alpa di otak yang dapat membuat

seseorang merasa tenang dan rileks (Nugroho & Kusrohmaniah, 2019). Al-

Qur’an dapat menyelesaikan banyak masalah spiritual dan mental masyarakat

karena terdapat korelasi positif antara keyakinan batin, kesehatan spiritual,

harapan dan suasana hati positif (Jabbari et al., 2020).

Manfaat terapi murottal Al-Qur’an dibuktikan dalam berbagai penelitian.

Manfaat tersebut di antaranya adalah sebagai berikut : (Thahirah, 2017)

a. Menurunkan kecemasan

pemberian pengaruh terapi murottal Al-Qur’an memiliki pengaruh terhadap

tingkat kecemasan responden. Pada penelitian tersebut responden yang

diberikan terapi murottal Al-Qur’an memiliki tingkat kecemasan yang lebih

rendah daripada pasien yang tidak diberikan terapi.

b. Menurunkan perilaku kekerasan


35

penambahan terapi audio dengan murottal surah Ar Rahman pada kelompok

perlakuan lebih efektif dalam menurunkan perilaku kekerasan dibandingkan

dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan terapi audio tersebut.

c. Mengurangi tingkat nyeri

Terapi murottal Al-Qur’an terbukti dapat menurunkan tingkat nyeri.

Anda mungkin juga menyukai