Anda di halaman 1dari 22

ANALISA PUTUSAN PENGADILAN DALAM PERKARA

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (STUDI


KASUS PUTUSAN NOMOR 1042/Pid.B/2019/PN Bdg)

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH:

Khumairon Nadia
3021210120

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2022
A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara Hukum, hal ini tertuang dalam

UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Segala

bentuk perilaku individu harus didasarkan kepada hukum yang berlaku.

Pelaku tindak pidana ataupun korban dari tindak pidana itu sendiri akan

mendapatkan tindakan hukum berdasarkan perundang-undangan yang

mengatur hal tersebut. Penegakan Hukum Pidana harus dilakukan, selain

untuk ketertiban masyarakat namun juga pelaksanaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Bahwa Indonesia

merupakan Negara Hukum.

Kejahatan yang berkembang di masyarakat terdiri dari berbagai macam bentuk dan

jenis. Di Indonesia kejahatan secara umum diatur dalam buku kedua Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP), salah satu bentuknya adalah pembunuhan. Dalam

KUHP pembunuhan tergolong sebagai kejahatan terhadap nyawa yang terdiri dari

13 pasal yakni Pasal 338 sampai dengan Pasal 350. Pembunuhan berencana atau

moord merupakan salah satu bentuk dari kejahatan terhadap nyawa yang diatur

dalam Pasal 340 KUHP. Delik pembunuhan berencana merupakan delik yang

berdiri sendiri sebagaimana dengan delik pembunuhan biasa yang diatur dalam

Pasal 338 KUHP. Rumusan yang terdapat dalam delik pembunuhan berencana

merupakan pengulangan dari delik pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP, kemudian

ditambah satu unsur lagi yakni “dengan rencana lebih dahulu”. Hal ini 2 berbeda

dengan pembunuhan dengan pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 339


KUHP yang menggunakan pengertian dari pembunuhan secara langsung dari delik

pembunuhan. 1

Seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hukum tidak dapat

dikatakan bersalah sebelum adanya keputusan hukum dari hakim yang

bersifat tetap. Hal ini menunjukan bahwa dalam hal terjadi suatu peristiwa

yang dianggap melanggar hukum harus ada pembuktian terlebih dahulu yang

kemudian akan dinilai oleh hakim apakah benar peristiwa tersebut merupak

suatu Tindak Pidana. Subekti yang berpandangan bahwa membuktikan

adalah upaya untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-

dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. 2

Sudikno Mertokusumo memiliki pendapat berbeda yakni, yang

disebut dalam arti yuridis dari konteks pembuktian adalah upaya untuk

memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara

yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa

hykum yang diajukan tersebut.3 Pembuktian menurut Rusli Muhammad

adalah upaya mendapatkan keterangan-keterangan melalui alat bukti dan

barang bukti guna memperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya

perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya

kesalahan pada diri terdakwa.

1
Adami Chazawi. 2013. Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa. Jakarta: Rajawali Pers, hlm.
82
2
Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2001), hlm 1.
3
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Liberty), Yogyakarta, 2006, hlm
135
Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah

“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa

orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,

paling lama dua puluh tahun”. Pembunuhan berencana itu dimaksudkan oleh

pembentuk undang-undang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang

memberatkan, yang rumusannya dapat berupa “pembunuhan yang dilakukan

dengan rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan dengan

rencana”. Merumuskan pasal 340 KUHP dengan cara demikian, pembentuk

undang-undang sengaja melakukannya dengan maksud sebagai kejahatan

yang berdiri sendiri.

Pembunuhan berencana itu memiliki dua unsur, yaitu unsur subyektif

dan unsur obyektif. unsur subyektif, yaitu : dengan sengaja, dengan rencana

lebih dahulu. unsur obyektif, yaitu perbuatan (menghilangkan nyawa),

obyeknya (nyawa orang lain).

Pembunuhan berencana adalah suatu pembunuhan biasa seperti pasal

338 KUHP, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu.

Direncanakan lebih dahulu (voorbedachte rade) sama dengan antara timbul

maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi

si pembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara

bagaimanakah pembunuhan itu 2 akan dilakukan. Perbedaan antara

pembunuhan dan pembunuhan direncanakan yaitu kalau pelaksanaan

pembunuhan yang dimaksud pasal 338 itu dilakukan seketika pada waktu
timbul niat, sedang pembunuhan berencana pelaksanan itu ditangguhkan

setelah niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara bagaimana pembunuhan

itu akan dilaksanakan. Jarak waktu antara timbulnya niat untuk membunuh

dan pelaksanaan pembunuhan itu masih demikian luang, sehingga pelaku

masih dapat berfikir, apakah pembunuhan itu diteruskan atau dibatalkan, atau

pula nmerencana dengan cara bagaimana ia melakukan pembunuhan itu.

Perbedaan lain terletak dalam apa yang terjadi didalam diri si pelaku

sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang (kondisi pelaku). Untuk

pembunuhan direncanakan terlebih dulu diperlukan berfikir secara tenang

bagi pelaku. Didalam pembunuhan biasa, pengambilan putusan untuk

menghilangkan jiwa seseorang dan pelaksanaannya merupakan suatu

kesatuan, sedangkan pada pembunuhan direncanakan terlebih dulu kedua hal

itu terpisah oleh suatu jangka waktu yang diperlukan guna berfikir secara

tenang tentang pelaksanaannya, juga waktu untuk memberi kesempatan guna

membatalkan pelaksanaannya. Direncanakan terlebih dulu memang terjadi

pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil putusan untuk

menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsunya dan di bawah

pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan pelaksanaannya.

Hukuman yang pantas untuk pelaku tindak pidana pembunuhan

berencana yaitu hukuman mati, sanksi terberat yang berlaku dalam suatu

peraturan. Ketentuan 3 peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur salah satu nya


tentang tindak pidana pembunuhan ini yang tertuang pada Pasal 338 sampai

dengan Pasal 350.

Ancaman terberat pada tindak pidana kejahatan terhadap nyawa

adalah pembunuhan berencana yang tercantum pada Pasal 340 KUHP. Ketika

merujuk pada pasal ini jelas ancaman hukuman maximal nya adalah hukuman

mati dan paling rendah yaitu selama waktu tertentu, paling lama dua puluh

tahun, namun pada kenyataan nya hal tersebut tidak terealisasi sebagai mana

aturan nya. Tindak pidana pembunuhan berencana, termasuk pula dalam

masalah hukum yang sangat penting untuk dikaji secara mendalam.

Pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana pembunuhan yang dilakukan

oleh seseorang merupakan hal yang harus dilaksanakan seseorang akibat

perbuatannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 4

Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti pasal 328

ditambah dengan unsur dengan rencana terlebih dahulu. Dibandingkan

dengan pembunuhan dalam 338 maupun 339 diletakkan pada adanya unsur

dengan rencana terlebih dahulu itu. Dengan rencana lebih dahulu diperlukan

saat pemikiran dengan tenang dan berfikir dengan tenang. Untuk itu sudah

cukup jika si pelaku berfikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia akan

melakukan kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya.

Direncanakan lebih dahulu bahwa ada sesuatu jangka waktu, bagaimana

pendeknya untuk mempertimbangkan, dan untuk berfikir dengan tenang.

4
Andi Hamzah dan M. Solehudin, 2006:111
Andi Hamzah dan M. Solehudin, 2006:112
Bassar, M. Sudrajat. 2003:14
Bassar, M. Sudrajat. 2003:16
Majelis Hakim berdasarkan fakta-fakta di persidangan menilai bahwa

terdakwa dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya dengan pertimbangan

bahwa pada saat melakukan perbuatannya terdakwa sadar akan akibat yang

ditimbulkannya dan tidak mengurungkan niatnya, pelaku dalam melakukan

perbuatannya dalam keadaan sehat dan cakap untuk mempertimbangkan

unsur melawan hukum, serta tidak adanya alasan penghapusan pidana.

Hukum dalam fungsi mengatur seluruh aspek kehidupan berbangsa

dan bernegara dapat memberikan kontribusinya secara maksimal kepada

pelaksanaan pembangunan jika aparat hukum dan seluruh lapisan masyarakat

tunduk dan taat terhadap norma hukum, tetapi dalam kenyataannya tidak

semua unsur dalam lapisan masyarakat siap dan bersiap tunduk kepada aturan

yang ada. Oleh karena itu timbul perbuatan yang melanggar hukum seperti

kejahatan pembunuhan. Sebenarnya yang menjadi masalah adalah faktor

pendidikan di mana kurangnya pendidikan yang dimiliki pelaku kejahatan

juga menjadi salah satu faktor pendukung pelaku dalam melakukan kejahatan.

Kurangnya pendidikan yang dimiliki pelaku membuat pelaku menjadi tidak

berfikir terlebih dahulu akan akibat dari tindakannya kemudian. Dalam hal

penegakan hukum, walaupun aparat penegak hukum telah melakukan usaha

pencegahan dan penanggulangannya, namun dalam kenyataannya masih saja

tetap terjadi dan bahkan beberapa tahun terakhir ini nampak bahwa laju

perkembangan kejahatan pembunuhan di Indonesia pada umumnya dan di


kota-kota lain pada khususnya cenderung meningkat baik dari segi kuantitas

maupus dari segi kualitas dengan modus operandi yang berbeda. 5

Terjadinya pembunuhan juga tidak terlepas dari kontrol sosial

masyarakat, baik terhadap pelaku maupun terhadap korban pembunuhan

sehingga tidak memberi peluang untuk berkembangnya kejahatan ini.

Apalagi terhadap pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu, ancaman

hukumannya lebih berat dari pembunuhan biasa karena adanya unsur yang

direncanakan terlebih dahulu (Pasal 340 KUHP). Masalah pembunuhan

berencana inipun setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan yang

diakibatkan oleh tingkat pendidikan, moral, akhlak dan agama yang tidak

berfungsi lagi terhadap sesama manusia. Ada hal yang perlu dicermati bahwa

sistem peradilan kita masih belum dapat menjamin sebuah proses peradilan

yang jujur dan adil. Dimana kadangkala masih terdapat hukuman yang kurang

adil atau kesalahan dalam penanganan perkara. Berkaitan dengan hal tersebut,

maka penulis akan membahas pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

putusan terhadap tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan

secara bersama-sama dan juga membahas dakwaan dan tuntutan dari jaksa

melalui tinjauan yuridis, tentu saja dengan mengaitkan peraturan perundang

- undangan yang berlaku di Negara kita. Agar kita mengetahui apakah sudah

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Penerapan hukum

pidana materiil terhadap kasus pembunuhan berencana ini yakni pasal 340

5
(Marpaung, Leiden. 2010:55)
Moeljatno. 2002:8)
KUHP telah sesuai dengan fakta-fakta hukum baik keterangan para sanksi,

keterangan ahli dan keterangan terdakwa, Hanya saja Pertimbangan hukum

yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa dalam kasus tersebut untuk

sebagian telah sesuai dengan teori hukum pemidanaan tetapi untuk bagian

lainnya masih terdapat kelemahan yaitu dalam menjatuhkan sanksi pidana

hakim harus mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan yang

memberatkan bagi para terdakwa, tidak lazim dalam suatu putusan tidak

mencantumkan pertimbangan menyangkut hal-hal yang meringankan

terdakwa, dimana dalam perkara ini hanya hal-hal yang memberatkan yang

menjadi dasar pertimbangan hakim. Pembunuhan berencana adalah suatu

tindak pidana yang dipandang sebagai salah satu tindak pidana berat, karena

tindak pidana ini telah menghilangkan nyawa orang lain. Perbuatan

pembunuhan berencana yang dijatuhi hukuman seumur hidup dipandang

sebagian orang sebagai suatu hukuman yang setimpal, tetapi banyak juga

yang memandang bahwa pidana seumur hidup adalah hukuman yang cukup

berat bagi pelaku pembunuhan berencana. Pembunuhan berencana atau

moord merupakan salah satu bentuk dari kejahatan terhadap nyawa yang

diatur dalam Pasal 340 KUHP. Delik pembunuhan berencana merupakan

delik yang berdiri sendiri sebagaimana dengan delik pembunuhan biasa yang

diatur dalam Pasal 338 KUHP. Rumusan yang terdapat dalam delik

pembunuhan berencana merupakan pengulangan dari delik pembunuhan

dalam Pasal 338 KUHP, kemudian ditambah satu unsur lagi yakni “dengan

rencana lebih dahulu”. Hal ini berbeda dengan pembunuhan dengan


pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 339 KUHP yang menggunakan

pengertian dari pembunuhan secara langsung dari delik pembunuhan. Pada

umumnya delik-delik yang dimuat dalam KUHP ditujukan pada subjek

hukum “orang”, sebagai contoh subjek delik dalam Pasal 340 KUHP yakni

“barangsiapa”. Telah jelas yang dimaksud “barangsiapa” adalah orang dan

orang ini hanya satu. Pada kenyataannya kejahatan tidak melulu dilakukan

oleh satu orang. Terkadang, suatu kejahatan juga dilakukan oleh dua orang

atau lebih untuk menyelesaikan suatu delik. Dalam ajaran hukum pidana

dimana suatu delik dilakukan oleh satu orang atau lebih yang setiap orang

melakukan wujud-wujud perbuatan tertentu, dan dari tingkah laku-tingkah

laku itulah lahirlah suatu tindak pidana yang disebut dengan penyertaan atau

deelneming. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang melatar belakangi

penulis memilih judul skripsi ini, yaitu: “Analisa Putusan Pengadilan Dalam

Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Kasus Putusan Nomor

1042/Pid.B/2019/PN Bdg)”.

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka Peneliti mengajukan

pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan tindak

pidana pembunuhan berencana dalam putusan Nomor

1042/Pid.B/2019/PN Bdg?

2. Apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

dalam putusan Nomor 1042/Pid.B/2019/PN Bdg?


C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan tersebut di atas, maka Peneliti

menyampaikan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai Bagaimana upaya Jaksa

Penuntu Umum untuk membuktikan tindak pidana pembunuhan

berencana dalam putusan Nomor 1042/Pid.B/2019/PN Bdg.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai Apakah yang menjadi

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam putusan

Nomor 1042/Pid.B/2019/PN Bdg.

D. Orisinalitas Penelitian (State of Art)

Guna menjaga keaslian dari penelitian ini, maka Peneliti menguraikan

terlebih dahulu beberapa penelitian terdahulu berupa Artikel Jurnal Nasional

Terakreditasi yang berada dalam ruang lingkup yang sama, yaitu sebagai

berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Echwan Iriyanto & Halif dalam bentuk

Artikel Jurnal Nasional Terakreditasi dengan judul “Unsur Rencana

Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Kajian Putusan Nomor

201/Pid.B/2011/PN.Mrs” yang dipublikasi melalui Jurnal Yudisial,

Vol. 14, No. 1 April, Tahun 2021.

Adapun rumusan masalah yang dikemukakan oleh Echwan Iriyanto &

Halif adalah sebagai berikut:

a. Apakah pertimbangan hakim yang menyatakan terdakwa HC

melakukan tindak pidana pembunuhan berencana karena telah


mempersiapkan diri dan pisau untuk membunuh GF telah tepat,

meskipun yang dibunuh oleh HC adalah R?

Echwan Iriyanto & Halif sebagai peneliti, memberikan kesimpulan

sebagai berikut:

a. istilah persiapan memiliki perbedaan dengan perencanaan dalam

unsur berencana. Persiapan digunakan pada tindak pidana yang

belum selesai, karena hanya adanya kehendak atau niat dan

persiapan, namun belum sampai pada permulaan perbuatan.

Berbeda dengan berencana, yakni adanya suatu pemutusan

kehendak untuk melakukan perbuatan dan adanya waktu tertentu.

Kedua hal tersebut diimplementasikan dalam bentuk suatu

perbuatan. Jadi penggunaan istilah persiapan dalam

mempertimbangkan unsur berencana kuranglah tepat. Hal ini

berimplikasi pada paradigma hakim dalam mempertimbangkan

unsur berencana yang fokus pada adanya keputusan kehendak

yang dilakukan dengan tenang dan adanya waktu tertentu.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Chandra Noviardy Irawan dalam bentuk

Artikel Jurnal Nasional Terakreditasi dengan judul “Penanganan

Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Berdasarkan

Restorative Justice” yang dipublikasi melalui Jurnal USM Law Review,

Vol. 4, No. 2, Tahun 2021

Adapun rumusan masalah yang dikemukakan oleh Chandra Noviardy

Irawan adalah sebagai berikut:


a. Bagaimana penanganan pembunuhan menurut tindak pidana

pada umumnya?

b. Bagaimana penanganan pembunuhan yang dilakukan anak

berdasarkan restorative justice?

Chandra Noviardy Irawan sebagai peneliti memberikan kesimpulan

sebagai berikut:

a. Penanganan terhadap tindak pidana pembunuhan yang

dilakukan oleh anak, pada dasarnya tidak dapat dipersamakan

dengan perlakuan yang diberikan kepada orang dewasa. Pada

umumnya penanganan perkara pembunuhan dilakukan melalui

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan hal ini hanya berlaku

bagi orang dewasa sebab dalam anak mempunyai penanganan

tersendiri yaitu melalui pendekatan keadilan restoratif

(restorative justice). Pendekatan keadilan restoratif yang diambil

harus berkonsentrasi pada kebutuhan untuk meningkatkan

kontribusi masyarakat dan korban yang saat ini masih

termarjinalisasi melalui mekanisme sistem peradilan pidana

yang dilakukan pada saat ini.

b. Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan anak pendekatan yang demikian disebut sebagai

diversi. Melalui diversi, anak yang dikategorikan sebagai anak

nakal atau anak sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan

memiliki sedikit perbedaan dalam penjatuhan pidana. Pidana


yang dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak

pidana pembunuhan merupakan pidana pokok lebih bersifat

peringatan yaitu pidana ringan yang tidak membatasi kebebasan

anak dan bersifat syarat: pembinaan di luar ataupun di dalam

lembaga;pelayanan terhadap masyarakat; ataupun pengawasan;

pelatihan kerja; dan pidana penjara sebagai upaya terakhir.

Kedua Artikel diatas mempunyai kesamaan dengan penelitiaan ini,

yaitu materi yang diambil. Pada Jurnal dengan Unsur Rencana Dalam Tindak

Pidana Pembunuhan Berencana Kajian Putusan Nomor

201/Pid.B/2011/PN.Mrs mempunyai kesamaan materi mengnai perbuatan

tindak pidana yaitu Tindak Pidana Pembunuhan namun yang materi yang

diangkat dalam bagaimana perbedaan antara persiapan tindak pidana dengan

Unsur rencana itu sendiri sedangkan dalam Penelitian ini lebih mengangkat

Bagaimana upaya Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan tindak pidana

pembunuhan berencana. Kemudian pada jurnal yang berjudul Penanganan

Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Berdasarkan

Restorative Justice mempunyai kesamaan Perbuatan Hukum yaitu Tindak

Pidana Pembunuhan namun Hukum Acara yang digunakan dalam kasus ini

adalah Restorative Justice yang mana diluar dari pesidangan sedangkan pada

penelitian ini dilakukan pada Pengadilan Negeri.

E. Kerangka Teoretis dan/atau Kerangka Konseptual


1. Pembunuhan adalah Perbuatan dengan sengaja

merampas/menghilangkan nyawa orang lain. 6

2. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.

Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti

yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim

dalam membukitkan kesalahan terdakwa.7

3. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna

kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu

perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami

sendiri. 8

4. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam

sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas

atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara

yang diatur dalam undangundang ini. 9

F. Hipotesis

6
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986. hlm. 451
7
M.Yahya Harahap. 2008. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP :
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Edisi Kedua. Jakarta.
Sinar Grafika. Hlm. 279
8
Indonesia, Undang-Undang No. 8 Republik Indonesia tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana,tahun 1981, Pasal 1 angka 16
9
Indonesia (a), Op.Cit., Pasal 1 angka 11
Hipotesis berasal dari kata hypo dan thesis yang masing-masing berart

sebelum dan dalil atau hukum atau pendapat dan kesimpulan. Hipotesis

diartikan sesuatu yang berupa dugaan-dguaan atau perkiraan-perkiraan yang

masih harus dibuktika kebenarannya atau kesalahannya atau berupa

pemecahan masalah untuk sementara waktu.10

Sesuai dengan perumusan dari permasalah penelitian ini, maka

hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Upaya Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan tindak pidana

pembunuhan berencana dalam putusan Nomor 1042/Pid.B/2019/PN

Bdg dengan mangajukan alat bukti berupa Saksi, Bukti Surat dan

Keterangan Terdakwa.

2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam putusan

Nomor 1042/Pid.B/2019/PN Bdg bahwa Pasal 340 KUHP telah

terpenuhi, Bahwa Majelis Hakim mempertimbangkan pembelaan dari

Penasihat Hukum Terdakwa yang pada pokoknya menyatakan unsur

dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu yang terdapat di

dalam Pasal 340 KUHP sebagaimana yang dituntutkan oleh Jaksa

Penuntut Umum dalam surat tuntutan tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan, bahwa menurut Majelis Hakim oleh karena Terdakwa

telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana

10
Syamsul Arifin, Metode Penulisan Karya Ilmiah dan Penelitian Hukum, (Medan:
Medan Area University Press, 2012), hlm. 38
sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primair, maka pembelaan

Penasihat Hukum Terdakwa tersebut haruslah ditolak.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Metode Penelitian

Jenis metode penelitian yang digunakan dalam Penulisan

hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum

normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan primer, bahan

sekunder dan bahan tersier. Bahan – bahan tersebut disusun secara

sistematis, dikaji kemudian di bandingkan dan ditarik suatu kesimpulan

dalam hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. 11

2. Metode Pendekatan Penelitian

Pendekatan masalah dalam suatu penelitian hukum digunakan

untuk mendapat informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang

sedang dicoba untuk dicari jawabannya.12 Dalam melakukan penelitian

hukum terdapat berbagai macam pendekatan yang dapat dipilih. Untuk

skripsi ini, pendekatan yang dipilih oleh penulis adalah pendekatan

undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual

(conceptual approach).

Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut

11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Pres, 1986), hlm. 34.
12
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenanda Media Group,
2014), hlm. 47
paut dengan isu hukum yang sedang di tangani. Pendekatan undang-

undang digunakan untuk mempelajari adakah konsistensi dan

kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undangundang yang

lain atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau antara

regulasi dan undang-undang. 13

Pendekatan konseptual (conseptual approach) yakni beranjak

dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di

dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan

doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, serta peneliti akan menemukan

ide-ide yang melahirkan pengertianpengertian hukum, konsep-konsep

hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.

Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrindoktrin tersebut

merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu

argumentasi hukum untuk memecahkan isu yang dihadapi. 14

3. Jenis dan Sumber Data

Lazimnya didalam penelitian, dibedakan antara data yang

diperoleh lengsung dari masyarakat dan dari bahan Pustaka yaitu data

primer dan sekunder yang didapat melalui studi kepustakaan. Dalam

Menyusun skripsi ini, data yang digunakan adalah data sekunder, yang

diperoleh dari:

a. Bahan Hukum Primer

13
Ibid. hlm 133
14
Ibid. hlm 133
Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat, yang berasal dari peraturan perundang-undangan

dibidang materi yang diteliti, berupa: Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia tahun 1945, Undang-Undang Nomor 1

tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP) dan Undang-Undang Nomo 8 tahun 1981 tentang Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti makalah, artikel, hasil

pembahasan dalam berbagai media, dan buku-buku mengenai

Pembuktian dan Pembunuhan Berencana.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang dapat

memberikan petunjuk bagi bahan hukum primer dan sekunder,

seperti kamus hukum maupun kamus besar bahasa Indonesia

(KBBI).

4. Metode Pengumpulan Data

Penulis telah berupaya untuk mengumpulkan data-data guna

melengkapi kesempurnaan pembahasan skripsi ini, dimana penulis

memepergunakan metode penelitian Kepustakaan. Metode ini

dilakukan dengan membaca beberapa litertur berupa bukubuku ilmiah,

peraturan perundang-undangan serta sumber-sumber teoritis ilmiah


yang berhubungan dengan hukum pidana, hukum acara pidana dan

tindak pidana pembunuhan berencana.

5. Metode Analisis Data

Proses analisis bahan hukum merupakan proses menemukan

jawaban dari pokok permasalahan. Proses ini dilakukan dengan cara: 15

1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang

tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak

dipecahkan;

2. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan bahan-bahan non hukum

yang sekiranya dipandang memiliki relevansi terhadap isu

hukum;

3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan

bahanbahan yang telah dikumpulkan;

4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi agar menjawab

isu hukum; dan

5. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah

dibangun di dalam kesimpulan.

Langkah-langkah dalam melakukan penelitian bahan hukum

menurut Peter Mahmud Marzuki diatas merupakan sebuah analisis

bahan hukum terhadap penelitian yang menggunakan tipe penelitian

yuridis normatif. Tujuan penelitian yang menggunakan bahan hukum

tersebut adalah untuk menemukan jawaban atas permasalahan pokok

15
Ibid. hlm 213
yang dibahas. Hasil analisis bahan hukum tersebut kemudian dibahas

dalam suatu bentuk kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif,

yaitu suatu metode berpagkal dari hal yang bersifat khusus atau suatu

pengambilan kesimpulan dari pembahasan mengenai permasalahan

yang bersifat umum menuju permasalahan yang bersifat khusus

H. Daftar Pustaka Sementara

BUKU

Arifin, Syamsul. Metode Penulisan Karya Ilmiah dan Penelitian Hukum,

Medan: Medan Area University Press, 2012.

Chazawi, Adami. Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa. Jakarta: Rajawali

Pers, 2013.

Hamzah, Andi. Kamus Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986

Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan

Kembali. Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenanda

Media Group, 2014.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta:

Liberty, 2006.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Pres, 1986

Subekti. Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramitha, 2001.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, Nomor 8 Tahun


1981
PUTUSAN PENGADILAN

Indonesia, Putusan Pengadilan Nomor 1042/Pid.B/2019/PN Bdg tertanggal

10 Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai