Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

NEW PUBLIC SERVICE

Disusun Oleh:

Winda Kory Ayu Pratiwi

Murni

Mikael Bayu Pratama

DOSEN:

Emeliani Nindy Diana Rusega Sim,S.Sos.M.PA

| Paradigma NPS
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Administrasi Negara /
Publik, dengan judul “ New Public Service” dan penerapannya di Indonesia”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan keterbatasannya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Semoga makalah yang kami buat ini dapata bermanfaat untuk pengetahuan
kita semua.

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...........................................................................................................
2

Daftar Isi.......................................................................................................................

2 | Paradigma NPS
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang...................................................................................
2. Ruang Lingkup Penulisan..................................................................
3. Tujuan dan Manfaat Penulisan..........................................................

BAB II KAJIAN TEORITIK

1. Pembahasan tentang New Pubic Service.........................................


2. Prinsip-prinsip New Publlic Service..................................................
3. Dimensi Pengukuran Keberhasilan Penerapan
New Public Service...........................................................................

BAB III PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN DARI NEW

PUBLIK SERVICE

A. PEMBAHASAN
1. Konsep New Public Service di Indonesia...................................
2. Dampak penerapan New Public Service di Indonesia................
3. Kendala dalam menerapkan New Public Service di
Indonesia.....................................................................................

BAB IV PENUTUP..............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Paradigma The New Public Management pada dasarnya mengkritisi


peran negara yang gagal dalam menggerakkan roda pembangunan. Negara
yang korup dan birokratis (hirarki, tidak efisien, tidak efektif, tidak transparan,
bahkan berujung padapraktek-praktek patrimonial yang melindungi dan
memihak pada afiliasi ras, suku, etnis, dan partai politik) dianggap sebagai
salah satu sumber penyebab kegagalan pembangunan.

New Public Service lahir sebagai anti thesa dan berusaha mengkritik
| Paradigma NPS
New Public Management, yang dianggap gagal di banyak negara. New Public
Management memang sukses diterapkan di Amerika Serikat, Kanada, Inggris,
Selandia Baru, dan beberapa negara maju lainnya, tetapi bagaimana
penerapannya di negara-negara berkembang? Kenyataannya, banyak negara
berkembang, termasuk Indonesia dan negara miskin, seperti negara-negara di
kawasan benua Afrika yang gagal menerapkan konsep New Public
Management karena tidak sesuai dengan landasan ideologi, politik, ekonomi,
dan sosial-budaya negara yang bersangkutan.

Untuk meningkatkan suatu pelayanan publik yang demokratis, maka


pilihan terhadap “the New Public Service (NPS)” dapat menjanjikan suatu
perubahan realitas dan kondisi birokrasi pemerintahan. Aplikasi dari konsep ini
agak menantang dan membutuhkan keberanian bagi aparatur pemerintahan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik, karena mengorbankan waktu dan
tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang berlaku.

Alternatif yang ditawarkan adalah pemerintah harus mendengar suara


publik dalam berpartisipasi bagi pengelolaan tata pemerintahan. Memang tidak
gampang meninggalkan kebiasaan memerintah atau mengatur pada konsep
administrasi lama, daripada mengarahkan, menghargai pendapat
sebagaimana yang disarankan konsep New Public Service.

4 | Paradigma NPS
2. Ruang Lingkup Penulisan

Pembahasan tentang New Public Service dan penerapannya di


Indonesia.

3. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu untuk mengetahui
apa yang dimaksud dengan New Public Service dan apakah Indonesia sudah
menerapkan konsep New Publik Service atau belum.

BAB II KAJIAN TEORIK

1. Pembahasan tentang New Public Service

Paradigma New Public Service (NPS) merupakan konsep yang


dimunculkan melalui tulisan Janet V.Dernhart dan Robert B.Dernhart
berjudul “The New Public Service : Serving, not Steering”, terbit tahun
2003. Paradigma New Public Service dimaksudkan untuk meng ”counter”
paradigma administrasi yang menjadi arus utama (mainstream) saat ini yakni
paradigma New Public Management yang berprinsip “run government like a
businesss” atau “market as solution to the ills in public sector”.

Teori New Public Service memandang bahwa birokrasi adalah alat


rakyat dan harus tunduk kepada apapun suara rakyat, sepanjang suara itu
rasioanal dan legimate secara normatif dan konstitusional. Seorang pimpinan
dalam birokrasi bukanlah semata-mata makhluk ekonomi seperti yang
diungkapan dalam teori New Public Management, melainkan juga makhluk
yang berdimensi sosial, politik, dan menjalankan tugas sebagai pelayan publik.
Untuk meningkatkan pelayanan publik yang demokratis, konsep “The New
Public Service (NPS)” menjanjikan perubahan nyata kepada kondisi birokrasi
pemerintahan sebelumnya. Pelaksanaan konsep ini membutuhkan keberanian
dan kerelaan aparatur pemerintahan, karena mereka akan mengorbankan
waktu, dan tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang berlaku. Alternatif
yang ditawarkan konsep ini adalah pemerintah harus mendengar suara publik

5 | Paradigma NPS
dalam pengelolaan tata pemerintahan. Meskipun tidak mudah bagi pemerintah
untuk menjalankan ini, setelah sekian lama bersikap sewenang-wenang
terhadap publik. Di dalam paradigma ini semua ikut terlibat dan tidak ada lagi
yang hanya menjadi penonton. Gagasan Denhardt & Denhardt tentang
Pelayanan Publik Baru (PPB) menegaskan bahwa pemerintah seharusnya
tidak dijalankan seperti layaknya sebuah perusahaan tetapi melayani
masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak diskriminatif, jujur, dan
akuntabel. Disini pemerintah harus menjamin hak-hak warga masyarakat, dan
memenuhi tanggung jawabnya kepada masyarakat dengan mengutamakan
kepentingan warga masyarakat. “Citizens First” harus menjadi pegangan atau
semboyan pemerintah (Denhardt & Gray, 1998).

Akar dari New Public Service dapat ditelusuri dari berbagai ide tentang
demokrasi yang pernah dikemukakan oleh Dimock, Dahl, dan Waldo. NPS
berakar dari beberapa teori, yang meliputi:
1. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan
Perlunya pelibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan
dan pentingnya deliberasi untuk membangun solidaritas dan komitmen
guna menghindari konflik.
2. Model komunitas dan masyarakat sipil
Akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan
membangun sosial trust, kohesi sosial, dan jaringan sosial dalam tata
pemerintahan yang demokratis.
3. Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru
Administrasi negara harus fokus pada organisasi yang
menghargai nilai-nilai kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap
nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya.
4. Administrasi negara postmodern
Mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori dalam
memecahkan persoalan publik daripada menggunakan one best way
perspective.

6 | Paradigma NPS
New Public Service adalah paradigma yang berdasar atas
konsepkonsep yang pada hakikatnya sesuai dengan nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Peran dari pemerintah adalah mengolaborasikan antara nilainilai
yang ada sehingga kongruen dan sesuai kebutuhan masyarakat. Sistem nilai
dalam masyarakat adalah dinamis sehingga membutuhkan pelayanan yang
prima dari pemerintah.

2. Prinsip-Prinsip New Public Service


Adapun prinsip-prinsip yang ditawarkan Denhart & Denhart (2003)
adalah sebagai berikut:
Melayani Warga Negara, bukan customer (Serve Citizens, Not Customer).
Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest).
1. Kewarganegaraan lebih berharga daripada Kewirausahaan (Value Citizenship
over Entrepreneurship).
2. Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act
Democratically).
3. Tahu kalau Akuntabilitas Bukan Hal Sederhana (Recognize that accountability
is not Simple).
4. Melayani Ketimbang Mengarahkan (Serve Rather than Steer).
5. Menghargai Manusia, Bukan Sekedar Produktivitas (Value People, Not Just
Productivity).

3. Dimensi Pengukuran Keberhasilan Penerapan New Public Service


Adapun dimensi Pengukur Keberhasilan dari diterapkannya New Pulic
Service. Keberhasilan penerapan konsep standar dan kualitas pelayanan publik
yang minimal memerlukan dimensi yang mampu mempertimbangkan realitas
dalam mengelola sektor-sektor publik yang lebih partisipatif, transparan, dan
akuntabel.. Ada sepuluh dimensi untuk mengukur keberhasilan tersebut :
1. Tangable → Menekankan pada penyediaan fasilitas, fisik, peralatan, personil,
dan komunikasi.

7 | Paradigma NPS
2. Reability → Kemampuan unit pelayanan untuk menciptakan yang dijanjikan
dengan tepat.
3. Responsiveness → Kemauan untuk membantu para provider untuk
bertanggung jawab terhadap mutu layanan yang diberikan.
4. Competence → Tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan, dan keterampilan
yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.
5. Courtessy → Sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap
keinginan pelanggan serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
6. Credibility → Sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan
masyarakat.

7. Security → Jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin dan bebas dari
bahaya dan resiko.
8. Access → Terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
9. Communication → Kemampuan pemberi layanan untuk mendengarkan
suara, keinginan, atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu
menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
10.Understanding Customer → Melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan.

8 | Paradigma NPS
BAB III
A. Pembahasan
1. Konsep New Public Service di Indonesia
Di Indonesia sendiri penerapan New Public Service sudah sangat lama
dibicarakan dan berusaha untuk direalisasikan, namun dalam kenyataannya
masih terkendala banyak hal dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Menurut R Nugroho Dwijowiyoto (2001), kondisi riil birokrasi Indonesia saat


ini, digambarkan sebagai berikut :

1. Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai


dengan tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di
departemen atau pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah
masukan dan proses, bukan hasil. Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh
para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku
(birokrasi lama).

2. Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia.
Di mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu
kepada permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi harus
mampu melayani pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang
dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan atau pimpinan
birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.

Birokrasi di Indonesia sangatlah commanding dan sentralistik, sehingga


tidak sesuai dengan kebutuhan zaman masa kini dan masa depan, di mana
dibutuhkan kecepatan dan akurasi pengambilan keputusan. Selain itu dengan
posisinya yang strategis, birokrasi di Indonesia tak bisa menghindar dari
berbagai kritik yang hadir yaitu: 1. Buruknya pelayanan public
2. Besarnya angka kebocoran anggaran Negara
3. Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS
4. Sulitnya pelaksanaa koordinasi antar instansi
5. Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang tidak
sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual masalah lainnya.

9 | Paradigma NPS
6. Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, ekslusif, kaku, dan terlalu
dominan sehingga hampir seluruh masyarakat membutuhkan sentuhan-
sentuhan birokrasi. (birokrasi lama)
7. Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang
berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya
pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berprespektif harus dihormati oleh
rakyat.

Jika kita lihat dari pendapat R. Nugroho Dwijowiyoto penerapan New


Public Service masihlah belum terlaksana karena masih banyaknya
masalahmasalah yang masih perlu dibenahi sehingga menghambat proses
penerapan konsep New Public Service ini.

Kemudian jika mengacu kepada prinsip-prinsip dari New Public Service itu
sendiri ada beberapa berinsip yang masih belum terpenuhi. Berikut beberapa
prinsip yang belum terpenuhi dan juga kendala yang dihadapi :

1. Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest)


New Publik Service berpandangan aparatur negara bukan aktor
utama dalam merumuskan apa yang menjadi kepentingan publik.
Administrator publik adalah aktor penting dalam sistem kepemerintahan yang
lebih luas yang terdiri dari warga negara, kelompok, wakil rakyat, dan
lembaga-lembaga lainnya.
Administrator negara mempunyai peran membantu warga negara
mengartikulasikan kepentingan publik. Warga negara diberi suatu pilihan di
setiap tahapan proses kepemerintahan, bukan hanya dilibatkan pada saat
pemilihan umum. Administrator publik berkewajiban memfasilitasi forum bagi
terjadinya dialog publik. Argumen ini berpengaruh terhadap peran dan
tanggung jawab administrasi publik yang tidak hanya berorientasi pada
pencapaian tujuan-tujuan ekonomis tapi juga nilai-nilai yang menjadi
manifestasi kepentingan publik seperti kejujuran ,keadilan, kemanusiaan, dan
sebagainya.

10 | Paradigma NPS
Namun pada kenyataannya para pelayan publik masih belum
mengutamakan kepentingan publik. Sebagai contoh misalnya dalam proses
pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, penyelenggara layanan
secara berkali-kali menunda atau mengulur-ulur waktu dengan alasan yang
tidak dapat dipertanggung- jawabkan sehingga proses administrasi yang
sedang dikerjakan menjadi tidak tepat waktu sebagaimana ditentukan (secara
patut) dan mengakibatkan pelayanan umum tidak ada kepastian sehingga
menimbulkan masyarakat tak nyaman dan menghilangkan rasa kepercayaan
terhadap pelayan publik.

2. Kewarganegaraan Lebih Berharga dari Kewirausahaan (Value Citizenship


over Entrepreuneurship)
New Publik Service memandang keterlibatan citizen dalam proses
administrasi dan pemerintahan lebih penting ketimbang pemerintahan yang
digerakkan oleh semangat wirausaha. New Publik Service berargumen
kepentingan publik akan lebih baik bila dirumuskan dan dikembangkan oleh
aparatur negara bersama-sama dengan warga negara yang punya komitmen
untuk memberi sumbangan berarti pada kehidupan bersama daripada oleh
manajer berjiwa wirausaha yang bertindak seolah uang dan kekayaan publik
itu milik mereka.
Tak jarang proses pelayanan dijadikan lahan untuk meraup
keuntungan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya dalam
proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, seorang
penyelenggara layanan meminta imbalan uang dan sebagainya atas
pekerjaan yang sudah semestinya dia lakukan (secara cuma-cuma) karena
merupakan tanggung jawabnya. Seorang pejabat atau penyelenggara layanan
menggelapkan uang negara, perusahaan (negara), dan sebagainya untuk
kepentingan pribadi atau orang lain sehingga menyebabkan pelayanan umum
tidak dapat diberikan kepada masyarakat secara baik.

3. Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act

11 | Paradigma NPS
Democratically)
Ide utama prinsip ini adalah bahwa kebijakan dan program untuk
menjawab kebutuhan publik akan dapat efektif dan responsif apabila dikelola
melalui usaha kolektif dan proses kolaboratif. Prinsip ini berkaitan dengan
bagaimana administrasi publik menerjemahkan atau mengimplementasikan
kebijakan publik sebagai manifestasi dari kepentingan publik. Fokus utama
implementasi dalam New Publik Service pada keterlibatan citizen dan
pembangunan komunitas (community building). Keterlibatan citizen dilihat
sebagai bagian yang harus ada dalam implementasi kebijakan dalam sistem
demokrasi. Keterlibatan disini mencakup keseluruhan tahapan perumusan
dan proses implementasi kebijakan. Melalui proses ini, warga negara merasa
terlibat dalam proses kepemerintahan bukan hanya menuntut pemerintah
untuk memuaskan kepentingannya. Organisasi menjadi ruang publik dimana
manusia (citizen dan administrator) dengan perspektif yang berbeda bertindak
bersama demi kebaikan publik. Interaksi dan keterlibatan dengan warga
negara ini yang memberi tujuan dan makna pada pelayanan publik.
Namun partisispasi masyarakat dalam pemerintahan masih dibilang
minim. Selama ini menurut Paper 01/TK/2011LoGoWa/FISIP Universitas
Indonesia/TK/4Prasojo (2008), ruang bagi publik untuk berpartisipasi
dilakukan oleh masyarakat secara spontan melalui beberapa sarana. Diantara
sarana utama yang dipergunakan sebagai media partisipasi menurut Prasojo
adalah sarana public hearing di DPRD, pengaduan di kotak-kotak saran, dan
melalui lembaga-lembaga resmi lainnya. Meskipun demikian keterlibatan
masyarakat tersebut belum sampai pada tahapan citizen control, melainkan
hanya sampai pada tingkat informasi dan konsultasi saja. Apa yang
disampaikan oleh Prasojo (2008) tersebut, juga sejalan dengan pandangan
dari tim revisiUU No. 32/2004. Menurut tim revisi UU No. 32/2004 terdapat
sejumlah permasalahan yang terkait dengan peran masyarakat madani dalam
pemerintahan, yakni:
1) Tidak ada pengaturan yang menghubungkan antara pemerintah daerah
dan masyarakat
2) Tidak ada cukup tersedia informasi tentang kegiatan pemerintahan bagi
masyarakat

12 | Paradigma NPS
3) Proses kebijakan di daerah yang masih lebih banyak mewakili kepentingan
elit politik daripada kepentingan publik.

4. Tahu kalau Akuntabilitas bukan Hal yang Sederhana (Recognize that


Accountability is not Simple)
Aparatur publik harus tidak hanya mengutamakan kepentingan pasar,
mereka harus juga mengutamakan ketaatan pada konstitusi, hukum, nilai
masyarakat, nilai politik, standard profesional, dan kepentingan warga negara.
Menurut New Publik Service, efisiensi, efektivitas, dan kepuasan customer
penting, tapi administrasi publik juga harus mempertanggungjawabkan
kinerjanya dari sisi etika, prinsip demokrasi, dan kepentingan publik.
Administrator publik bukan wirausaha atas bisnisnya sendiri dimana
konsekuensi ataupun kegagalan akibat keputusan yang diambilnya akan
ditanggungnya sendiri. Resiko atas kegagalan suatu implementasi kebijakan
publik akan ditanggung semua warga masyarakat. Karena itu akuntabilitas
administrasi publik bersifat komplek dan multifacet atau banyak dimensi
seperti pertanggung jawaban profesional, legal, politis, dan demokratis.
Akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat apalagi di
daerahdaerah masihlah sangat kurang, banyak masyarakat yang tidak
mengetahui transparansi dari setiap kegiatan maupun laporan keuangan yang
ada di daerahnya. Hal ini mencerminkan bahwa akuntabilitas pemerintah
dalam hal demokrasi masih belum terpenuhi.

5. Melayani Warga Negara, bukan Customer (Serve Citizens, not


Customers)
New Publik Service memandang publik sebagai “citizen” atau warga
negara yang mempunyai hak dan kewajiban publik yang sama. Tidak hanya
sebagai customer yang dilihat dari kemampuannya membeli atau membayar
produk atau jasa. Citizen adalah penerima dan pengguna pelayanan publik
yang disediakan pemerintah dan sekaligus juga subyek dari berbagai
kewajiban publik seperti mematuhi peraturan perundangundangan,
membayar pajak, membela negara, dan sebagainya. New Publik Service
melihat publik sebagai warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban
dalam komunitas yang lebih luas. Adanya unsur paksaan dalam mematuhi

13 | Paradigma NPS
kewajiban publik menjadikan relasi negara dan publik tidak bersifat sukarela.
Karena itu, abdi negara tidak hanya responsif terhadap “customer”, tapi juga
fokus pada pemenuhan hak -hak publik serta upaya membangun hubungan
kepercayaan (trust) dan kolaborasi dengan warga negara.
Hal diatas masihlah belum terlaksana dengan baik karena kadang
kala ditemui adanya pelayanan publik yang mendahulukan pelayanan
terhadap pihak yang mempunyai kedudukan ataupun masyarakat yang
menggunakan uang untuk mempercepat proses dari pelayanan tersebut.
Misalnya pembuatan KTP, agar prosesnya cepat selesai maka seseorang
membayar si pelayan public tersebut sedangkan seseorang yang tidak
membayar dilayani dengan wajar dan kadang cenderung diundur-undur. Hal
ini menunjukan bahwa proses pelayanan masih mengikuti kemampuan
seseorang untuk membeli atau membayar suatu produk jasa.

2. Dampak Penerapan New Public Service di Indonesia


Dampak penerapan New Public Service di Indonesia juga
memberikan dampak yaitu adanya kesadaran dalam peranan negara yang
sebenarnya. Tidak lagi otoriter maupun masih memilih siapa yang berhak
mendapatkan pelayanan dari Negara. Dalam konteks kekinian praktek
Administrasi Publik di Indonesia telah mengarah pada prinsip-prinsip
paradigma New Public Service. Hal ini dapat dilihat pada beberapa kebijakan
public yang berpola bottom up, yaitu alur pengambilan keputusan ditetapkan
secara berjenjang mulai dari level struktur yang paling bawah atau
masyarakat, yang kemudian menjadi dasar keputusan struktur teratas. Pada
pola bottom up menunjukkan kecenderungan bahwa pada dasarnya
pemerintah menganggap masyarakat sebagai warga Negara atau pemilik sah
pemerintahan bukan sebagai pelanggan atau pembeli. Pengaruh paradigma
New Public Service ini memberikan wawasan baru bahwa Negara seharusnya
memberikan pelayanan public bagi semua warga Negara. Hal inilah yang
mendorong administrasi publik di Indonesia untuk menerapkan paradigma
tersebut yang menerapkan pelayanan kepada setiap warga negara di
Indonesia serta memberi kemudahan dengan adanya program-program yang

14 | Paradigma NPS
diselenggarakan pemerintah untuk datang memberi pelayanan pada warga
negara yang menjangkau segala pelosok daerah. Dari adanya program-
program tersebut sebagai bukti bahwa paradigma New Public Service telah
memberi pemikiran baru dalam cara memerintah sebuah negara. New Public
Service adalah cara pandang baru dalam administrasi negara yang mencoba
menutupi (cover) kelemahan-kelemahan paradigma Old Public Administration
dan New Public Management.

3. Kendala Dalam Menerapkan New Public Service


1. Pengaruh budaya lama (budaya feodal) Dalam mengadopsi sistem
administrasi, maka tidak bisa dengan utuh langsung diterapkan di sebuah
negara atau daerah, karena pasti budaya setempat mempengaruhi dengan
kuat ketika akan mempraktekkannya. New Publik Service atau good
governance sulit untuk di terapkan di Indonesia, karena budaya masyarakat
Indonesia yang biasa melayani kepentingan penguasa, maka aparatur yang
seharusnya melayani warga masyarakat, malah berbalik arah untuk minta
dilayani, dan masyarakat pun dengan senang hati melayani kepentingan
atau kemauan penguasa dalam hal pengurusan permasalahan administrasi
pemerintahan. Budaya asal bapak senang, budaya kroonisme/nepotisme,
tidak bisa di pisahkan dalam pelaksanaan administrasi, rasa kekeluargaan
di Indonesia sangat kuat, apabila ada saudara, famili, atau tetangga yang
mempunyai wewenang untuk melakukan proses pengurusan administrasi
pemerintahan, pastilah kita minta bantuannya dan otomatis famili atau
keluarga tersebut akan

2. mendahulukan kita tanpa proses antri, dan masih banyak contoh yang
lainnya. “Kenyamanan” yang dirasakan selama ini oleh jajaran birokrat
(status quo) membuat mereka sulit untuk merubah pola pikir maupun sikap
mental untuk mendukung kearah perubahan yang lebih baik. Intinya terjadi
penentangan oleh pihak internal (birokrat itu sendiri) terhadap usaha
perubahan yang menjadi inti dari reformasi pelayan public menuju New
Public Service ini. Ketidakinginan untuk merubah pola pikir termasuk

15 | Paradigma NPS
budaya kerja dari para birokrat yang ada tentunya menjadi kendala dalam
perubahan itu sendiri. Reformasi birokrasi tidak dapat terlaksana secara
optimal karena belum menyentuh hal yang paling mendasar yaitu “kultur”.
Selama ini reformasi birokrasi hanya menyangkut hal – hal yang
menyangkut kelembagaan, tata laksana, serta sumber daya manusia yang
masih terbatas pada tataran pendidikan dan pelatihan.

Sebuah kultur atau budaya birokrasi dapat dipandang sebagai


produk pengalaman antara nalar dan emosi. Kultur birokrasi hanya dapat
tumbuh karena orang mengalami realitas pemerintah birokratis.
Pengalaman inilah yang melahirkan seperangkat komitmen emosional
yang tanpa disadari membentuk gagasan – gagasan serta sikap model
mentalitas birokrat sejati. Faktor inilah yang merupakan hal krusial dalam
implementasi penerapan New Public Service di Indonesia secara
menyeluruh.

3. Politisasi Administrator Daerah Tuntutan otonomi daerah pada saat


reformasi tahun 1998, merupakan bentuk dari ketidakpuasan daerah dalam
rangka pembagian kekayaan daerah dengan pusat, walaupun hanya
daerah-daerah tertentu (daerah yang kaya, seperti Riau, Aceh, Kaltim, dsb)
yang menuntut ruang yang lebih besar dalam pengelolaan kekayaannya,
atau mereka akan melepaskan diri dari NKRI. Dalam perkembangannya
otonomi daerah dengan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara
langsung, dimana kepala daerah merupakan jabatan politis yang dicalonkan
oleh partai, sehingga unsur politis tidak akan pernah lepas dari corak dan
gaya kepemimpinannya. Administrator daerah dalam hal ini kepala daerah
sebagai jabatan politis maka akan banyak kepentingan politis yang lebih
mempengaruhi dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan. Ini bisa
terlihat setiap ada pergantian kepala daerah, maka pasti akan diikuti oleh
pergantian pejabat eselon yang ada, tanpa alasan yang jelas hampir semua
pejabat diganti, dengan alasan menempatkan orang yang loyal, dan ini
menyebabkan pejabat eselon juga menjadi mandul, tidak kritis terhadap
kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, karena takut jabatannya di

16 | Paradigma NPS
copot. Kemudian bisa di pastikan ada kesepakatankesepakatan politik
antara kepala daerah terpilih dengan partai yang mencalonkannya, minimal
pada pembagian proyek-proyek daerah. Dan masih banyak yang lainnya.
Dapat kita simpulkan bahwa permasalahan yang ada di Indonesia dalam
pelaksanaan administrasi publik, secara garis besar adalah pengaruh
budaya lokal yang tidak bisa bertransformasi langsung dengan baik
terhadap konsep-konsep yang kita ambil dari luar, oleh karena itu, kita
masih membutuhkan

waktu yang lama untuk melakukan perubahan budaya ke arah yang lebih
baik. Kemudian yang kedua adalah politisasi dalam pelaksanaan
administrasi publik yang sangat kental dan pengaruh politik ini bisaa
menjadi dominan, dalam menentukan kebijakan publik. Selagi administrasi
publik belum bisa melepaskan diri dari ranah politik maka kebijakan publik
pun tidak akan pernah lepas dari kepentingan politik.

4. Kurangnya sosialisasi dari Pemerintah


Semua urusan sebenarnya sudah ada peraturannya, tapi sayangnya,
peraturan-peraturan itu kurang disosialisasikan. Jadi kita seperti buta saat
mencoba mencari tahu tentang sesuatu, seperti masuk ke dalam labirin.
Informasi mengenai kejelasan mengenai peraturan dan prosedur baku
(SOP-Standart Operating Procedure) yang berlaku masih sangat kurang.
Padahal, ini sangat penting, terutama di pos-pos pelayanan masyarakat
yang strategis. Misalnya perihal pengurusan administrasi kependudukan,
seperti KTP, Sertifikat Tanah, Paspor, atau Surat Nikah. Akibatnya, informasi
yang sampai ke masyarakat umum menjadi terbatas dan terkesan simpang-
siur. Banyak masyarakat yang tidak tahu mengenai prosedur baku (SOP-
Standart Operating Procedure) suatu layanan. Celakanya, hal inlantas
dimanfaatkan oleh segelintir oknum tidak bertanggung jawab atau orang-
orang oportunis yang duduk di birokrasi, untuk menjalankan “aksi”-nya demi
keuntungan pribadi.

5. Kinerja Pegawai Rendah

17 | Paradigma NPS
Sudah jadi rahasia umum kan, kalau etos kerja pegawai pelayanan publik
kita buruk. Ini termasuk masalah kedisiplinan yang rendah, attitude dalam
memberikan pelayanan yang kurang baik, maupun kurang tegasnya sanksi
bagi pegawai yang berkinerja buruk. Ya, disini kita sedang membicarakan
tentang tidak ramah saat memberikan pelayanan, tidak tepat waktu, lambat,
kebanyakan ngobrol, sering bolos kantor untuk belanja di pasar, dan lain
sebagainya.
Jadi bagaimana pelayanan publik bisa maksimal kalau pegawai-nya tidak
disipilin, berkinerja rendah, dan tidak takut berbuat kesalahan karena tidak
adanya sanksi yang tegas. Sebagai contoh mudah, soal sering ngaret-nya
jam buka pos pelayanan (apapun itu), yang mengakibatkan antrean panjang.
Masyarakat jadi korban.

Persoalan pelayanan publik di Indonesia secara singkat dapat


dikelompokkan kedalam 3 hal, yaitu :
1. Paradigma pelayanan publik dan mentalitas aparat
Aturan dan regulasi yang ada sebenarnya sudah meneguhkan
tanggung jawab Negara dalam memberi pelayanan, namun ironisnya
banyak ditemukan kasus yang menggambarkan buruknya pelayanan
public di Indonesia. Selain itu, belum berubahnya sikap dan paradigma dari
aparat pemerintah dalam pemberian pelayanan yang masih rulesdriven
atau berdasar perintah dan petunjuk atasan, namun bukan kepuasan
masyarakat. Setiap aparat harusnya memahami esensi dari pelaksanaan
tugasnya kepada masyarakat.

2. Kualitas pelayanan tidak memadai dan masih diskriminatif


Jaminan terhadap pemenuhan hak-hak dasar
masyarakat yang tanpa diskriminasi belum diberikan dengan kualitas yang
memadai. Selain itu, pelayanan publik yang disediakan umumnya terbatas,
misalnya jumlah, kualitas tenaga, fasilitas dan sarana tidak memadai dan
tidak merata. Umumnya ini disebabkan oleh keterbatasan SDM serta
alokasi anggaran yang kurang memadai dalam APBD. Disejumlah daerah,

18 | Paradigma NPS
APBD lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan rutin dibandingkan kegiatan
pembangunan.

3. Belum ada regulasi yang memadai


Regulasi yang ada belum mampu meyakinkan bahwa
kewajiban Negara semestinya diiringi dengan kemampuan member
pelayanan yang terbaik kepada warganya. Selain itu, partisipasi
masyarakat dalam proses pemberian layanan belum optimal, meski
terdapat perangkat yang dapat mendukung upaya itu.

BAB IV PENUTUP

Dengan demikian dari paradigma the new public service yang dipaparkan
diatas, penulis berpendapat bahwa semua ini menekankan pada partisipasi warga
negara dalam merumuskan program-program layanan publik yang berpihak pada
kebutuhan warga negara, memiliki hak yang sama, memberi ruang bagi partisipasi
publik dan transparansi para penyedia layanan dalam menghadapi warga negara,
akuntabilitas sesuai dengan program, norma dan implementasi yang dijalankan
lembaga birokrasi selama ini.

Paradigma pelayanan publik minimal yang harus diterapakan provider


kepada user adalah akumulasi berbagai program yang berorientasi pada pilihan
sekaligus suara publik sebagai cerminan dari perjuangan yang digalakkan
pemerintah menuju paradigma pelayanan publik yang mau mendengar suara warga
negara sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan setiap kebijakan pelayanan
publik, termasuk didalamnya pelayanan KTP, Akte Kelahiran, IMB, dan sejenisnya.

Hingga saat ini Indonesia sudah mulai mengadopsi konsep New Public
Service. Namun hanya saja dalam pelaksanaanya masih dihadapkan dengan
berbagai macam kendala, yaitu :

1. Pengaruh budaya lama (budaya feodal)


2. Politisasi Administrator Daerah Tuntutan otonomi daerah pada saat reformasi
tahun 1998, merupakan bentuk dari ketidakpuasan daerah dalam rangka

19 | Paradigma NPS
pembagian kekayaan daerah dengan pusat, walaupun hanya daerah-daerah
tertentu (daerah yang kaya, seperti Riau, Aceh, Kaltim, dsb) yang menuntut ruang
yang lebih besar dalam pengelolaan kekayaannya, atau mereka akan
melepaskan diri dari NKRI.

3. Kurangnya sosialisasi dari Pemerintah


Semua urusan sebenarnya sudah ada peraturannya, tapi
sayangnya, peraturan-peraturan itu kurang disosialisasikan. Jadi kita seperti buta
saat mencoba mencari tahu tentang sesuatu, seperti masuk ke dalam labirin.
Informasi mengenai kejelasan mengenai peraturan dan prosedur baku (SOP-
Standart Operating Procedure) yang berlaku masih sangat kurang. Padahal, ini
sangat penting, terutama di pos-pos pelayanan masyarakat yang strategis.
Misalnya perihal pengurusan administrasi kependudukan, seperti KTP, Sertifikat
Tanah, Paspor, atau Surat Nikah.

4. Kinerja Pegawai Rendah


Ini termasuk masalah kedisiplinan yang rendah, attitude dalam
memberikan pelayanan yang kurang baik, maupun kurang tegasnya sanksi bagi
pegawai yang berkinerja buruk.

20 | Paradigma NPS

Anda mungkin juga menyukai