Anda di halaman 1dari 128

ANALISIS ATURAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI

NASABAH BERDASARKAN PBI No. 7/6/PBI/2005 TENTANG


TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN
PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH
Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Disusun Oleh

Nama: Galih Novianto


NIM: 109048000070

KONSENTRASI HUKUMBISNIS

PROGRAM STUDI I L M U HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014M
ABSTRAK
GALIH NOVIANTO. NIM 109048000070. ANALISIS ATURAN
PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BERDASARKAN PBI No.
7/6/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK DAN
PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH. Program Studi Ilmu Hukum,
Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. + 79 halaman + 6 halaman daftar
pustaka + 30 halaman lampiran.
Penelitian ini dilakukan karena adanya permasalahan dalam perlindungan
hukum data pribadi nasabah. Masalah yang banyak terjadi adalah banyaknya kasus
nasabah yang data pribadinya bocor ke pihak yang tidak dikehendaki oleh nasabah.
Data pribadi nasabah merupakan bagian dari rahasia bank yang sebagaimana telah
diamanatkan oleh Undang-undang terkait masalah perbankan. Jelas hal ini merupakan
suatu pelanggaran hukum dan harus segera diatasi. Untuk mencegah pelanggaran ini
terus terjadi maka dari itu diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang
memadai serta pelaksanaan yang optimal dari peraturan perundang-undangan tersebut
di samping tentunya peran serta dari seluruh lapisan masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah
socio-legal. Penelitian socio-legal menggunakan pendekatan ilmu hukum mapun
ilmu-ilmu sosial. Selanjutnya sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain data primer yaitu wawancara terhadap narasumber yaitu Wawan Setyawan selaku
Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk dan Endah Kusumaningrum selaku Manager Customer
Care PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, karena memiliki pengetahuan dan
informasi yang relevan dengan skripsi yang disusun. Data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Kata Kunci : Nasabah, Perlindungan Hukum, Data Pribadi Nasabah
Pembimbing : 1. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H.
2. Burhanudin, S.H., M.Hum.
Daftar Pustaka : Tahun 1960 s.d Tahun 2011

iv
KATA PENGANTAR

    

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar,
atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW.

Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah
memberikan bantuan baik materiil dan immateriil, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM beserta seluruh jajaran
dekanat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Drs. Abu Thamrin, SH, M.Hum selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum;
3. H. Ah. Azharudin Lathif, M. Ag., M.H. dan Burhanudin, SH, M.Hum selaku
pembimbing skripsi Penulis, terima kasih atas semua kritik dan saran yang
membangun untuk Penulis;
4. Ibu Sri Hastuti dan Bapak Roesman Ibrahim, kedua orang tua tercinta, yang
selalu mengirimkan doa dan mencurahkan kasih sayangnya, serta
memberikan bantuan baik moril dan materiil dalam penyusunan skripsi ini.
Terimakasih juga untuk kakak Gatot Kurniawan yang selalu memberikan
dorongan semangat untuk penulis;
5. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu

v
pengetahuan selama penulis menjadi mahasiswi Ilmu Hukum. Semoga ilmu

yang diajarkan dapat bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT;

6. PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang telah memberikan


kesempatan kepada Penulis untuk mendapatkan data-data, khususnya Bagian
Organizational Learning (ONL) Ibu Eni Rosmarniaty yang atas bantuannya
kepada penulis sehingga penulis dapat melakukan wawancara, juga kepada
Bapak. Wawan Setyawan selaku Compliance Regulatory and Policy
Manager Divisi Kepatuhan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
melakukan wawancara dan memberikan masukan yang sangat mendukung
bagi kelancaran penulisan skripsi ini, serta Ibu Endah Kusumaningrum selaku
Manager Customer Care yang juga telah bersedia meluangkan waktunya
untuk melakukan wawancara dan memberikan masukan yang amat sangat
mendukung bagi kelancaran penulisan skripsi ini;
7. Mark Ruben Ranon selaku sahabat sekaligus rekan terbaik yang pernah saya
miliki. Terima Kasih atas dukungannya selama ini. Dari awal saya kuliah
sampai dengan saya lulus kuliah. Insya Allah segala kebaikanmu akan dibalas
oleh Allah SWT;
8. Sahabat-sahabat penulis semasa kuliah di Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang penulis sangat cintai dan
sayangi, terutama Fenny Sulistiyawati dan Hilda Hilmiah, terimakasih telah
membantu dan memberi banyak masukan dalam pengerjaan skripsi, juga
kepada Syifa Iswaqi, Andhini Iasha, Harum Qorinatuzzahro, Pita
Permatasari, Mochamad Fahruroji, Jajang Indra Fadilla, dan Ali Alatas yang
sama-sama berjuang saat pembuatan skripsi. Terimakasih telah bersedia
menemani melalui 4 tahun belajar, bermain, bersenda gurau bersama semoga
persahabatan kita terus terjalin hingga akhir hayat nanti;
9. Seluruh teman-teman Ilmu Hukum B angkatan 2009;

vi
10. Seluruh teman-teman Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis angkatan
2009;
11. Teman-teman Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum 2010;
12. Teman-teman seperjuangan Bussiness Law Community 2012;
13. Barista-barista Starbucks Cilandak Town Square yang selalu meenyediakan
kopi terbaik pada saat penulis mengerjakan skripsi;
14. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Atas seluruh bantuan dari semua pihak baik materiil maupun imateriil, Penulis
memanjatkan doa semoga Allah memberikan balasan yang berlipat dan
menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir, amin. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi para
pembaca umumnya.

Jakarta, 10Januari 2014

Galih Novianto

vii
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........................... 10
1. Identifikasi Masalah .......................................................... 10
2. Pembatasan Masalah ........................................................ 11
3. Rumusan Masalah ............................................................ 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 11
1. Tujuan Penelitian ............................................................. 11
2. Manfaat Penelitian ........................................................... 12
a. Manfaat Teoritis ................................................... 12
b. Manfaat Praktis .................................................... 12
D. Tinjauan(Review)Kajian Terdahulu ............................................. 12
E. Kerangka Konseptual .................................................................... 14
F. Metode Penelitian ........................................................................ 16
1. Tipe Penelitian ................................................................. 16
2. Pendekatan Masalah ......................................................... 17
3. Sumber Data ..................................................................... 18
4. Prosedur Pengumpulan Bahan ......................................... 19
5. Pengolahan Dan Analisis Bahan Hukum ......................... 19
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 20

viii
BAB II : TINJAUAN UMUM REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM
DATA PRIBADI NASABAH DI INDONESIA
A. Pengertian Perlindungan Hukum ................................................ 22
B. Ruang Lingkup dan Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Data
Pribadi Nasabah Perbankan .......................................................... 24
C. Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Dalam Peraturan
Perundang-undangan ................................................................... 26
1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ............ 26
2. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan ........................................................................ 31
3. Menurut Perundang-Undangan Lainnya .......................... 42

BAB III : KONSEP DAN IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN DATA


PRIBADI NASABAH BANK NEGARA INDONESIA (BNI)
A. Sekilas Tentang Profil Bank BNI ................................................. 46
B. Konsep Dan Mekanisme Penerapan Perlindungan Data Pribadi
Nasabah di Bank BNI ................................................................... 50
C. Kendala Pelaksanaan Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah
di Bank BNI ................................................................................. 56

BAB IV : ANALISIS PENERAPAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI


NASABAH
A. Beberapa Model Kasus Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi
Nasabah ....................................................................................... 60
B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Perlindungan
Data Pribadi Nasabah ................................................................... 63
1. Kelemahan Struktur Hukum ............................................ 64
2. Kelemahan Substansi Hukum .......................................... 65
3. Kelemahan Budaya Hukum ............................................. 67

ix
C. Bentuk-Bentuk Mekanisme Perlindungan Hukum Atas Pelanggaran
Data Pribadi Nasabah Perbankan ................................................. 70
D. Model Ideal Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran
Perlindungan Data Pribadi Nasabah Perbankan ........................... 75

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 78
B. Saran ............................................................................................ 79

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 80

x
DAFTAR LAMPIRAN

1. Formulir Pembukaan Rekening Tabungan Bank Negara Indonesia

2. Hasil Wawancara dengan Bank Negara Indonesia

3. Hasil Wawancara dengan Nasabah Bank Negara Indonesia

4. Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi

Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah

5. Surat Permohonan Data/Wawancara di Bank Negara Indonesia

6. Surat Keterangan Riset di Bank Negara Indonesia

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki

peranan yang amat penting dalam bidang perkenomian. Selain fungsinya sebagai

penghimpun dana masyarkat, juga berperan untuk menunjang pertumbuhan

ekonomi bangsa. Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya menghimpun dana

dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi

dan pelayanan jasa perbankan.

Bank merupakan lembaga jasa keuangan yang paling menjunjung tinggi

pelayanan yang maksimal terhadap hak-hak dari nasabah, yaitu dengan ketatnya

aturan dan regulasi yang dibuatnya untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan

serta kepuasan nasabahnya.

Aturan-aturan mengenai penjaminan hak dan kewajiban dari nasabah pada

dasarnya bermula dari hukum perlindungan konsumen. Pengertian dari

perlindungan konsumen itu sendiri terdapat di Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu :

“Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen.”

Sedangkan Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen

adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan

1
2

dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang

dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.1

Bagi masyarakat yang memerlukan jasa industri perbankan, pertumbuhan

perbankan yang pesat sangatlah menggembirakan karena masyarakat semakin

leluasa untuk memilih produk dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya.

Pesatnya pertumbuhan perbankan yang disertai globalisasi dan era persaingan

bebas telah memacu bank untuk beroperasi dengan iklim usaha yang kompetitif.

Dalam rangka menarik masyarakat untuk menghimpun dana dan

menggunakan jasa bank, bank setiap saat berusaha mengeluarkan produk-produk

layanan terbarunya yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri.

Ditengah-tengah ketatnya persaingan antar bank, setiap bank selalu mencari

inovasi baru untuk menjaring nasabah dan berlomba-lomba memberikan

keuntungan dari produk yang ditawarkannya. Menawarkan bunga yang

menjanjikan, memberikan aneka hadiah dan berbagai fasilitas menguntungkan

lainnya menjadi semacam tren mode di sektor perbankan akhir-akhir ini. Nasabah

kini dimanjakan agar tetap bersedia menyimpan dananya di bank tertentu serta

memanfaatkan produk-produk yang ditawarkan.

Perkembangan inovasi produk dan jasa perbankan dalam satu dekade

terakhir ini memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Berbagai macam produk

perbankan yang banyak didukung teknologi tinggi telah diciptakan untuk

1
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h.
9.
3

melayani kebutuhan para pengguna jasa perbankan. Produk dan jasa yang

ditawarkan oleh perbankan berkembang sejalan dengan keinginan nasabah untuk

mendapatkan pelayanan keuangan yang semakin lengkap dan komprehensif dari

perbankan.

Banyak cara yang dilakukan bank dalam upayanya menambah jumlah

nasabah. Selain faktor bunga, kepercayaan dan keamanan, hadiah memang

menjadi salah satu daya tarik bagi seseorang yang ingin menjadi nasabah suatu

bank. Misalnya, iming-iming hadiah mobil mewah, hadiah rumah bagi nasabah

yang giat meningkatkan saldo tabungannya, sampai hadiah sebuah jam tangan

cantik dari merk ternama bagi nasabah yang membuka aplikasi kartu kredit.

Penggunaan teknologi juga menjadi kekuatan tersendiri bagi bank dalam

memikat minat dari calon nasabahnya. Contohnya saja bank melakukan

diversifikasi produk dan menawarkan layanan bank berbasis all in one. Bank-

bank semakin banyak menawarkan dan mendistribusikan produk dan jasanya

dengan memanfaatkan electronic based channels seperti pemakaian ATM

(Anjungan Tunai Mandiri), internet banking, dan phone banking. Dengan

tersedianya beragam fasilitas yang ditawarkan kepada nasabah melalui sebuah

kartu ATM, nasabah dapat membayar tagihan telepon rumah, telepon genggam,

tagihan rekening listrik, rekening air, tagihan kartu kredit dan berbagai

kemudahan pembayaran lainnya.

Selain semakin banyaknya pilihan dalam menggunakan produk dan jasa

pelayanan perbankan, meningkatnya aneka ragam produk perbankan tersebut


4

dapat menimbulkan kebingungan nasabah itu sendiri dikarenakan kurangnya

informasi mengenai produk dan atau jasa pelayanan bank yang ditawarkan. Pada

umumnya informasi mengenai produk bank yang disediakan belum dijelaskan

secara berimbang, baik mengenai manfaat, risiko maupun biaya-biaya lanjutan

yang melekat pada suatu produk bank itu sendiri. Akibatnya hak-hak nasabah

yang terdapat di PBI No. 7/6/PBI/2005 mengenai Peraturan Bank Indonesia

Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi

Nasabah seperti mendapatkan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh

menjadi tidak terpenuhi.

Persoalan timbul dikarenakan isu permasalahan perlindungan data dan

informasi nasabah di Indonesia telah menjadi problematika baru di dunia

perbankan. Di sisi lain, bentuk perlindungan yang memadai untuk hak privasi

seorang nasabah belum terimplementasi menjadi instrumen hukum. Demikian

pula, keberadaan berbagai Undang-Undang (UU) yang memiliki kewenangan

mengelola data dan informasi seseorang, tidak diberikan batasan guna

menghindari terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan tidak terlindunginya

data dan informasi seseorang.2

Penggunaan data pribadi nasabah untuk tujuan komersial harus dilakukan

secara transparan dan dilakukan berdasarkan persetujuan tertulis dari nasabah

untuk mengurangi potensi tuntutan hukum kepada bank dalam hal nasabah

2
Ringkasan: Kajian Akademik RUU tentang Perlindungan Data dan Informasi Pribadi,
(Jakarta: Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 4 September 2007), h. 4.
5

merasa hak-hak pribadinya tidak dilindungi oleh bank. Jika data-data ini sampai

bocor ke pihak lain tanpa adanya persetujuan langsung dari nasabah itu sendiri

jelas hal ini adalah sebuah pelanggaran.

Ditengah persaingan pemasaran produk perbankan dalam mendapatkan

nasabah banyak ancaman terhadap penyalahgunaan data baik yang bersifat

rahasia bank maupun bukan. Adanya aktivitas di dunia maya untuk melakukan

aktivitas jual beli data nasabah paling tidak telah membuat nasabah maupun calon

nasabah gundah dalam memberi kepercayaan kepada bank. Yang menjadi

incarannya adalah nasabah dengan investasi diatas Rp. 100 juta. Dalam email

yang diterima detikINET, pelaku mencoba untuk memancing para customer

service bank yang dianggap memiliki akses ke database yang menampung data-

data sensitif tersebut. Data yang dibutuhkan seperti nama, nomor telepon, fax,

alamat rumah, hingga alamat kantor.3 Tak jarang mereka mencantumkan jabatan

dari seorang nasabah yang mengisyaratkan penghasilan perbulan dan jumlah

simpanan yang dimilikinya pada bank. Data yang diberikan belum tentu diberikan

atas izin dari nasabah yang bersangkutan. Data yang diberikan berkemungkinan

besar hanya untuk kepentingan komersil para pihak penjual dan pembeli data

nasabah tersebut. Bahkan beredarnya kasus jual-beli data nasabah ini telah

menjadi rahasia umum dikalangan marketing perusahaan penjual barang dan/atau

3
Ardhi Suryadi, Awas, Jadi Korban Jual-Beli Data Nasabah, diakses pada tanggal 4 Juni
2013 dari http://inet.detik.com/read/2009/08/25/123426/1189237/323/awas-jadi-korban-jual-beli-
data-nasabah
6

jasa tak terkecuali perbankan. Pelaku perdagangan ini tidak hanya pada bagian

marketing tetapi juga pada bagian customer service ataupun bagian IT perusahaan

atau bagian-bagian yang mempunyai akses langsung terhadap data pribadi

seorang nasabah. Sehingga ada pihak yang diuntungkan dalam jual-beli data dan

informasi nasabah tersebut.4

Atas latar belakang tersebut maka jelaslah amat dibutuhkan suatu sistem

dalam dunia perbankan nasional yang dikenal dengan nama Arsitektur Perbankan

Indonesia (API).5

Dengan adanya API ini jelas industri dunia perbankan telah mempunyai

tatanan perbankan nasional yang lebih baik yang berguna untuk penentu arah

kebijakan (policy direction) sekaligus rekomendasi kebijakan (policy

recommendation) bagi industri perbankan nasional dalam jangka panjang.

Melihat keadaan sekarang, jelas bahwa API tidak hanya diperlukan bagi industri

perbankan melainkan juga sektor lembaga keuangan keseluruhan untuk melihat

gambaran atau peta perbankan di masa depan.6 Melalui API Bank Indonesia (BI)

menetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu:

4
Imam Budi P, Jual Beli Database di Internet, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari
http://www.mail-archieve.com/referensi_maya@yahoogroups.com/msg01268.html
5
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta:
PT. INDEKS Kelompok Gramedia, 2006), h. 25.
6
Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada tanggal
4 Juni 2013 dari http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=400
7

1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi

kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang

berkesinambungan.

2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu

pada standar internasional.

3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saiang yang tinggi

serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.

4. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi

internal perbankan nasional.

5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri

perbankan yang sehat.

6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen perbankan.

Masalah perlindungan dan pemberdayaan konsumen perbankan

mendapatkan perhatian khusus pada pilar keenam API mengingat bahwa masalah

perlindungan konsumen perbankan merupakan suatu masalah pelik yang hingga

saat ini belum mendapatkan tempat yang baik di dalam sistem perbankan

nasional. Dengan mengangkat masalah perlindungan konsumen perbankan secara

khusus di dalam API, hal ini menunjukkan bahwa besarnya komitmen BI untuk

menempatkan konsumen perbankan dalam posisi sejajar dengan bank-bank.7

7
Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada tanggal
4 Juni 2013 dari http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=400
8

Dua hal paling berat yang dihadapi oleh industri perbankan di Indonesia

adalah pertama kegagalan bank dalam menjalankan prinsip kehati-hatian

(prudential banking) dalam menyerap pertumbuhan kredit. Ditambah lagi dengan

tidak transparannya praktik pengelolaan bank menimbulkan kesulitan untuk

mendeteksi praktik kecurangan yang dilakukan pengurus dan pejabat bank. Kedua

adalah masalah yang paling berat yaitu kegagalan badan pengawas bank dalam

menghadapi kelalaian, penipuan, dan penggelapan yang dilakukan pengurus

bank.8

Menyadari bahwa dirinya adalah regulator dalam sektor perbankan, maka

dari itu BI berusaha untuk menjaga kredibilitas lembaga perbankan sekaligus

melindungi hak-hak nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan.

Berdasarkan kedua hal tersebut BI kemudian menerbitkan PBI No. 7/6/2005

tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi

Nasabah yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 2005 oleh Gubernur

Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah.

PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan

Penggunaan Data Pribadi Nasabah ini mengatur perlunya perbankan secara

transparan menjelaskan kondisi produk yang dipasarkannya. Selain itu, perbankan

pun wajib mengelola dengan baik data nasabah-nasabahnya sehingga tidak

8
Leo J. Susilo & Karlen Simarmata, Good Corporate Governance pada Bank Umum,
(Bandung: PT. Hikayat Dunia, 2007), h. 1.
9

dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak berhak atau berwenang

menggunakannya untuk tujuan komersial.9

Terbitnya PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank

dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dilatarbelakangi oleh maraknya praktek

perbankan yang mengabaikan perwujudan good corporate governance dalam

memasarkan produknya dengan cara mengesampingkan hak nasabah tersebut

termasuk untuk memperoleh informasi data pribadi nasabah yang digunakan bank

untuk tujuan komersial. Hal ini berdasarkan ketentuan alinea kedua PBI No.

7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data

Pribadi Nasabah yang berbunyi:

“Selain aspek transparansi informasi mengenai produk bank yang masih

kurang memadai, nasabah dihadapkan pula pada masalah pemberian

data pribadi nasabah oleh bank kepada pihak lain di luar bank tersebut

untuk tujuan komersial tanpa izin dari nasabah itu sendiri.”

Penggunaan perjanjian baku atau standard contract oleh perbankan

merupakan hal baru dalam praktek perbankan dalam melaksanakan setiap

kegiatan pemasaran produknya. Perjanjian baku digunakan pelaku usaha

perbankan dengan pertimbangan ekonomis. Namun sering kali dimanfaatkan oleh

pelaku usaha perbankan untuk memasukkan klausula-klausula eksonerasi yang

jarang sekali disadari oleh nasabah itu sendiri sampai pada akhirnya terjadi

9
Sabaruddin Siagian, Mencermati Paket Kebijakan BI, diakses pada tanggal 4 Juni 2013
dari http://www.freelists.org/archive/listindonesia/02-2005/msg00154.html
10

sengketa dengan bank. Nasabah tinggal menerima atau menolak atas perjanjian

yang ditawarkan oleh bank.10

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dari

itu penulis tertarik untuk membahas mengenai seperti apa bentuk pelindungan

hukum data rahasia pribadi nasabah pengguna jasa perbankan, bagaimana

perlindungan data rahasia seorang nasabah? Bagaimana pihak yang seharusnya

tidak berhak mengetahui data rahasia nasabah tetapi dapat mengetahui dan

menggunakannya untuk keuntungan komersial? Maka dari itu penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian tentang perlindungan data pribadi pada bank, dan

menuangkan hasilnya dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS ATURAN

PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BERDASARKAN PBI No.

7/6/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN

PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Bagaimana memberdayakan masalah.

b. Bagaimana perlindungan data pribadi nasabah.

c. Bagaimana cara-cara perbankan menjelaskan kepada nasabah mengenai

manfaat dan risiko pada produk bank.

10
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, cet. I, (Jakarta: PT Grasindo,
2006), h. 41.
11

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah di lingkup perlindungan hukum

nasabah dalam perbankan Indonesia, maka ruang lingkup masalah dalam

penilitian ini difokuskan hanya terhadap masalah perlindungan hukum data

pribadi nasabah pengguna jasa perbankan.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah

diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan penulis kaji adalah

sebagai berikut:

a. Bagaimana bentuk pelanggaran hukum terhadap bocornya informasi data

pribadi nasabah?

b. Apa saja faktor yang menyebabkan bocornya data pribadi nasabah?

c. Apa bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh bank dalam kasus

bocornya data pribadi nasabah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bentuk pelanggaran hukum terhadap bocornya

informasi data pribadi nasabah;


12

b. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan bocornya data pribadi

nasabah;

c. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh bank

dalam kasus bocornya data pribadi nasabah.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan

wawasan baru dibidang perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna

jasa layanan perbankan.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan mengenai

pentingnya pelindungan data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan

perbankan. Yang telah nasabah percayakan kepada bank untuk menyimpan

data-data pribadi tersebut dengan baik dan tidak digunakan untuk

keuntungan komersial sepihak pihak yang tidak berhak.

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Pernah ada penelitian terdahulu dalam bentuk tesis mengenai

permasalahan perlindungan hukum data pribadi nasabah yang berjudul

“Keterbukaan Data Nasabah Bank Untuk Kepentingan Perpajakan” yang disusun

oleh Marina Yulia Herina Manurung, Fakultas Hukum Universitas Indonesia


13

11
Tahun 2008, yang mengkaji data-data nasabah pengguna jasa layanan

perbankan yang wajib dibuka untuk kepentingan perpajakan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dasar hukum, sanksi

terhadap pihak yang melanggar, tanggung jawab bank terhadap nasabah, dan

ketentuan rahasia bank untuk mendukung akses informasi untuk perpajakan. Tesis

tersebut mengkritisi mengenai kewajiban bank dalam memberikan data-data

pribadi nasabah untuk kepentingan laporan perpajakan nasabah yang

bersangkutan. Yang membedakan tesis ini dengan penelitian yang akan diangkat

oleh penulis adalah apabila didalam tesis ini data-data nasabah justru diharuskan

untuk dibuka atau diberikan kepada pihak berwajib dalam hal ini pihak

perpajakan sedangkan yang penulis akan teliti adalah bagaimana aturan

perlindungan hukum data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan

yang seharusnya tidak dapat diberikan ke pihak lain yang tidak berhak dan

bertujuan untuk mencari keuntungan komersial.

Penelitian selanjutnya yang dijadikan bagian dalam review studi terdahulu

adalah tesis dengan judul “Perlindungan Data Pribadi Nasabah Pemegang Kartu

Kredit Ditinjau Dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen” yang disusun oleh

Ruly Ferdian Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2009, 12 tesis ini

11
Marina Yulia Herina Manurung, Keterbukaan Data Nasabah bank Untuk Kepentingan
Perpajakan, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2008).
12
Ruly Ferdian, Perlindungan Data Pribadi Nasabah Pemegang Kartu Kredit Ditinjau
dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,
Depok, 2009).
14

membahas mengenai perlindungan data pribadi nasabah pemegang kartu kredit

dari sudut hukum perlindungan konsumen yang memuat mengenai pengaturan,

tanggung jawab pelaku usaha, bank indonesia, dan pemerintah serta upaya

penyelesaian sengketa antara konsumen dengan produsen. Tesis ini bertujuan

untuk mengkritisi penggunaan data pribadi nasabah pemegang kartu kredit. Yang

membedakan tesis ini dengan penelitian yang akan diangkat oleh penulis adalah

apabila didalam tesis ini data-data nasabah hanya dikhususkan dari nasabah

pengguna kartu kredit sedangkan yang penulis akan teliti adalah bagaimana

aturan perlindungan hukum data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan

perbankan secara umum yang seharusnya tidak dapat diberikan ke pihak lain yang

tidak berhak dan bertujuan untuk mencari keuntungan komersial.

E. Kerangka Konseptual

Didalam penelitian hukum, menurut Soerjono Soekanto 13 usaha untuk

merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian hukum adalah sangat

penting. Kegunaannya untuk menghindari timbulnya beberapa perbedaan

pengertian dari istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, maka

penulis memberi batasan pengertian terhadap istilah-istilah tersebut sesuai dengan

luteratur yang penulis gunakan, yaitu:

13
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), 2006), h. 143.
15

1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan

kegiatan usahanya.

2. Bank adalah badan usaha yang berbadan hukum yang lingkup kegiatannya

adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

3. Nasabah adalah konsumen dari dunia perbankan. Nasabah ini adalah

seseorang yang melakukan transaksi perbankan baik itu menyimpan dana

maupun meminjam dana dari bank.

4. Data Pribadi Nasabah adalah identitas yang lazim disediakan oleh nasabah

kepada bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan bank.

5. Peraturan Bank Indonesia (PBI) adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh

BI dan mengikat setiap orang atau badan, dimuat dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia.

6. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Perlindungan Konsumen merupakan istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen


16

dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat

merugikan konsumen itu sendiri.14

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang

didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu

yang mempelajari suatu hal atau beberapa gejala hukum tertentu

dengan cara menganalisanya.15

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini

adalah penelitian socio-legal. Socio-legal adalah kajian terhadap hukum

dengan menggunakan pendekatan ilmu hukum maupun ilmu-ilmu sosial. 16

Penelitian socio-legal merupakan studi hukum yang menggunakan pendekatan

metodologi ilmu sosial. Pendekatan ilmu hukum diperlukan untuk mengetahui

isi dari sebuah peraturan yang akan dikaji. Sedangkan pendekatan ilmu sosial

diperlukan untuk memberi sebuah pemahaman bagaimana peraturan tersebut

terlaksana dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pada prinsipnya studi socio-legal

14
Janus Sidablok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2006), h. 9.
15
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, cet. I, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), h. 12.
16
Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 174.
17

adalah metode dalam penelitian hukum menurut konsep sosiologis

(Pendekatan Makro Struktural atau juga Pendekatan Struktural – Fungsional

dan Makro).17

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan adalah socio-legal,

yaitu penelitian yang menggunakan studi hukum (normative) dan studi sosial

(empirik). Dalam studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual

approach).18 Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk menelaah lebih

lanjut mengenai perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna jasa

layanan perbankan yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 Tentang Perbankan, serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005

Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi

Nasabah. Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk menelaah

mengenai konsep-konsep yang ada dalam peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Pengguna

Jasa Layanan Perbankan.

17
Soetandyo Wignyosoebroto, Keragaman dalam Konsep Hukum Tipe Kajian dan
Metode Penelitiannya, (Universitas Airlangga, t.t).
18
Peter Mahmud Marzuki Penelitian Hukum, cet. IV, (Surabaya: Kencana, 2010), h. 96.
18

Sedangkan dalam studi sosial, teknik pengambilan data yang

digunakan adalah dengan salah satu teknik sampling nonprobabilitas, yaitu

purposive sampling. Yakni teknik pengambilan sampel yang dilakukan atas

dasar pertimbangan peneliti, yang menganggap bahwa unsur-unsur yang

dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer

dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

masyarakat.19 Dalam penelitian ini data primer diperoleh melalui wawancara

dengan staf di bagian Satuan Kerja Hukum dan Kepatuhan Kantor Pusat Bank

BNI dan beberapa orang nasabah Bank BNI.

Sedangkan data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan perlindungan hukum data pribadi nasabah perbankan

dan peraturan lainnya yang terkait.

b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku yang berkaitan dengan

perlindungan hukum data pribadi nasabah.

c. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang bersifat menunjang sumber

hukum primer dan sumber hukum sekunder, seperti kamus bahasa dan

website resmi dalam internet.


19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III, (Jakarta: UI Press, 2008), h. 31.
19

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Baik bahan hukum primer, hukum sekunder, dan bahan non-hukum

dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan menurut

klasifikasinya dan menurut sumber dan menurut hierarkinya untuk dikaji

secara komprehensif.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi

kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan beberapa artikel dimaksud

penulis dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam

penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan. Setelah dilakukan studi kepustakaan tersebut, langkah

selanjutnya adalah terjun ke lapangan, yang dalam hal ini adalah PT Bank

BNI, untuk mendapatkan sumber tambahan yang kemudian sumber tersebut

dianalisis dengan hasil studi pustaka yang nantinya menghasilkan sebuah

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi. Cara pengolahan bahan hukum

dianalisis untuk melihat bagaimana bentuk perlindungan hukum data pribadi

nasabah pengguna jasa layanan perbankan dan seperti apa hal-hal yang

menyebabkan pelanggaran terhadap data pribadi pengguna jasa layanan

perbankan ini.
20

G. Sistematika Penulisan

Skripsi disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-

masing bab terdiri atas beberapa subbab guna lebih memperjelas ruang lingkup

dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-

masing bab serta pokok-pokok pembahasannya adalah sebagai berikut.

BAB I Merupakan bab pendahuluan, memuat: Latar Belakang Masalah,

dilanjutkan dengan Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Studi Terdahulu, Kerangka

Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Merupakan bab mengenai konsepsi umum perlindungan hukum data

pribadi nasabah dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang

mencakup pengertian perlindungan hukum secara umum kemudian

perlindungan hukum data pribadi nasabah, ruang lingkup dan bentuk-

bentuk perlindungan data pribadi nasabah serta perlindungan hukum

data pribadi nasabah dalam peraturan perundang-undangan.

BAB III Merupakan bab yang menguraikan konsep dan implementasi

perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI. Bab ini membahas

sekilas tentang Bank BNI, konsep perlindungan data pribadi nasabah di

Bank BNI serta model dan mekanisme penerapan perlindungan data

pribadi nasabah di Bank BNI.

BAB IV Merupakan bab yang menganalisa penerapan perlindungan data pribadi

nasabah. Bab ini membahas model kasus pelanggaran perlindungan data


21

pribadi nasabah yang pernah terjadi, kemudian faktor-faktor penyebab

terjadinya pelanggaran tersebut dan bentuk-bentuk mekanisme

perlindungan hukumnya serta model ideal perlindungan hukum terhadap

kasus pelanggaran data pribadi nasabah yang pernah terjadi di dunia

Perbankan Indonesia.

BAB V Merupakan bab penutup yang akan menguraikan kesimpulan dan saran.

Dalam kesimpulan akan diuraikan secara ringkas mengenai jawaban-

jawaban dari pokok permasalahan sebagaimana telah diuraikan pada bab

pendahuluan. Kemudian saran yang berisi masukan-masukan dari

penulis terkait dengan faktor-faktor yang menyebabkan Perlindungan

Hukum terhadap data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan

menjadi bermasalah.
BAB II

TINJAUAN UMUM REGULASI PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI

NASABAH DI INDONESIA

A. Pengertian Perlindungan Hukum

Pengertian perlindungan adalah tempat untuk berlindung, hal (perbuatan

dan sebagainya) memperlindungi.1 Perlindungan yaitu suatu hal atau keadaan

dimana seseorang dan/atau subjek hukum dapat memberikan suatu perhatian

khusus baik berbentuk simpati atau empati yang dapat diberikan kepada

seseorang yang lain dan/atau subjek hukum yang lainnya.

Secara etimologis, kata “hukum” dalam bahasa Inggris mempunyai dua

pengertian.2 Pertama, kata “hukum” diartikan sebagai sebagai serangkaian

pedoman untuk mencapai keadilan.3 Yang kedua, kata “hukum” merujuk kepada

seperangkat aturan tingkah laku untuk mengatur ketertiban masyarakat.4

Hukum menurut J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, adalah

peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku

manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008),
h. 750.
2
Cf. Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason. Three Lectures,
University of Georgia Press, Athens, 1960, (Roscoe oun I), h. 1.
3
Cf. Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason, h. 2.
4
Cf. Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason, h. 3.

22
23

berwajib. Menurut R. Soeroso SH, hukum adalah himpunan peraturan yang

dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan

bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai

sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja pengertian hukum yang memadai harus

tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas

yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat tetapi harus pula mencakup

lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu

dalam kenyataan.5

Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan

terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat

preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Dengan kata lain perlindungan hukum adalah gambaran dari fungsi hukum, yaitu

konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,

kemanfaatan dan kedamaian.

Sebagai suatu konsep istilah hukum itu sendiri mempunyai definisi yang

sangat luas sehingga dapat diartikan apa saja sesuai dengan paradigma hukum

tertentu atau pemahaman hukum oleh golongan masyarakat tertentu. Oleh

karenanya hukum dapat diartikan sebagai suatu displin, ilmu pengetahuan,

kaidah, tata hukum, keputusan pejabat, petugas, proses pemerintahan, perilaku

5
Putra, Definisi Hukum menurut Para Ahli, diakses pada tanggal 27 September 2013 dari
http://www.putracenter.net.
24

yang ajeg, jaringan nilai, atau bahkan suatu seni. Lebih lanjut, akan diuraikan

pengertian hukum sebagai suatu disiplin.6

Jadi perlindungan hukum merupakan pemberian jaminan atau sebuah

kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan

kewajibannya sehingga seseorang tersebut merasa aman.

B. Ruang Lingkup Dan Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Data Pribadi

Nasabah Perbankan

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah, Marulak

Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai

lingkup perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui

2 (dua) cara, yaitu: 7

a. Perlindungan secara implisit (Implicit deposit protection), yaitu perlindungan

yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang

dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang

diperoleh melalui: (1) peraturan perundang-undangan di bidang perbankan,

(2) perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang

efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan

usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan

6
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), h. 40.
7
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 133.
25

terhadap sistem perbankan pada umumnya, (4) memelihara tingkat kesehatan

bank, (5) melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara

pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan

(7) menyediakan informasi risiko pada nasabah.

b. Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu perlindungan

melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,

sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan

mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.

Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin

simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No.

26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.

UU Perlindungan Konsumen merupakan payung hukum yang

mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum dibidang perlindungan

konsumen (nasabah/debitur), khususnya dalam perlindungan data pribadi nasabah

diatur secara khusus didalam PBI 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi

Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.8

8
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. VI, (Jakarta: Kencana, 2010), h.
175.
26

C. Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Perbankan Dalam Peraturan

Perundang-Undangan

1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Hubungan antar manusia yang satu dengan manusia yang lain maupun

hubungan antara manusia dengan corporate atau corporate dengan corporate

dalam praktik sehari-hari seringkali dapat menimbulkan hubungan hukum

yang mana dalam hubungan hukum tersebut antara yang satu dengan lainnya

akan menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-

masing pihak.

Dalam masyarakat Indonesia yang serba majemuk ini seringkali dalam

berhubungan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya tidaklah sama

karena ada yang beretika baik dan ada pula yang beretika tidak baik. 9 Maka

dari itu Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur

mengenai hal itikad baik ini. Isi pasal itu sendiri adalah

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada


seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Dan dalam membuat perjanjian selain adanya itikad baik dari masing-

masing pihak juga harus dikarenakan adanya sebab yang halal. Sesuai dengan

4 (empat) syarat sahnya perjanjian yang disebutkan didalam Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:

9
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 1.
27

a. sepakat

b. kecapakan dalam membuat suatu perikatan

c. karena suatu hal tertentu

d. karena suatu sebab yang halal

Jika semua syarat di atas sudah dipenuhi barulah masing-masing pihak

dapat mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian, dan nantinya isi dari

perjanjian yang sudah disepakati oleh masing-masing pihak akan menjadi

undang-undang bagi para pihak tersebut. Hal ini sesuai dengan amanah Pasal

1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Bank dan nasabah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Hubungan bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait,

yaitu hukum dan kepercayaan.10 Dasar hubungan hukum antara bank dan

nasabah adalah hubungan kontraktual.11

Hubungan kontraktual menimbulkan hak dan kewajiban antara bank

dan nasabah. Hak dan kewajiban antara bank dan nasabah tergantung dengan

adanya perjanjian awal yang terjadi diantara kedua belah pihak atau perintah

yang diberikan kepada bank sebagai penyedia layanan jasa perbankan untuk

10
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan
dan Deposito (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), h. 32.
11
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan
dan Deposito, h. 33.
28

melakukan suatu tugas di bidang perbankan. Hubungan kontraktual dapat

terjadi melalui persetujuan dan undang-undang.12

Hubungan kontraktual melalui undang-undang tertuang dalam suatu

perjanjian baku yang berisi kesepakatan antara kedua belah pihak dan berlaku

sebagai undang-undang bagi keduanya. Perjanjian baku pada umumnya

dikenal dalam transaksi di bidang perbankan, khususnya dalam produk

tabungan dan deposito berjangka.13 Pada produk tersebut umumnya pihak

bank telah menyiapkan persyaratan yang harus dipatuhi oleh nasabah secara

baku dalam bentuk formulir produk bank tersebut. Dan nasabah tidak

diperkenankan untuk menawar isi dari ketentuan formulir produk bank

tersebut.

Penggunaan perjanjian baku ini membawa masalah tersendiri. Yang

pertama mengenai keabsahan dari perjanjian itu sendiri yang jelas melanggar

ketentuan di Hukum Perdata karena pihak lainnya diharuskan mematuhi

aturan tersebut tanpa adanya kesempatan untuk menawar. Perjanjian baku

dianggap merupakan perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan

12
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti
dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2004), Pasal 1233.
13
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti
dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV, h. 27.
29

kepercayaan yang membangkitkan adanya kemauan dan kepercayaan bahwa

para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu.14

Hubungan kontraktual melalui persetujuan dapat terjadi antara bank

dengan nasabah yang masuk katergori walk in costumer. Walk in costumer

mempunyai pengertian bahwa ia adalah nasabah yang tidak memiliki rekening

namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan. Bagi

para nasabah walk in costumer ini memerintahkan kepada bank agar

melakukan suatu kegiatan perbankan dan kemudian nasabah ini akan

membayar sejumlah uang kepada bank sebagai ongkos pengganti atas jasa

yang telah dikerjakan oleh pihak bank. Hubungan ini disebut kontraktual

karena adanya asumsi bahwa ketika masyarakat telah membuat keputusan

untuk mempergunakan jasa dari pihak bank maka secara tidak langsung dapat

dikatakan bahwa masyarakat umum telah mengikatkan diri mereka dengan

perjanjian yang dibuat oleh pihak bank.15 Penundukkan diri secara diam-diam

ini sama halnya seperti seseorang yang ingin menaiki bus umum dimana

secara diam-diam telah terjadi suatu perjanjian yang meletakan kewajiban

bagia kedua belah pihak dimana penumpang berkewajiban membayar

sejumlah uang sesuai tarif angkutan dan kondektur yang bertindak atas nama

14
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti
dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV, h. 29.
15
Lina, Perlindungan Hukum Bagi Msyarakat Pengguna Jasa Perbankan (Walk In Interview
dalam kaitannya dengan Ketentuan Rahasia Bank, (Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2004), h. 78.
30

bus berkewajiban untuk mengangkut penumpang itu dengan aman ke tempat

yang di hendak ditujunya.16 Hubungan kontraktual antara bank dengan

nasabah kategori walk in costumer ini terjadi pada nasabah yang melakukan

kegiatan perbankan seperti transfer uang, pembayaran tagihan, dan

sebagainya.

Hal kedua yang mendasari hubungan bank dan nasabah adalah rasa

kepercayaan. Bank melakukan suatu kegiatan serta mengembangkan jasa

perbankan berdasarkan adanya rasa kepercayaan yang diberikan oleh nasabah

untuk menempatkan uangnya pada produk-produk perbankan yang ada pada

bank tersebut.

Bedasarkan bentuk rasa kepercayaan ini yang selama ini sudah lumrah

terjadi di dunia perbankan. Maka bank penerima dana simpanan nasabah

berhak untuk menggunakan dana tersebut untuk keperluan apapun juga dan

sementara itu nasabah penyimpan dana tidak mempunyai hak apapun untuk

mengetahui kemana dana tersebut diinvestasikan oleh pihak bank. Hak

nasabah penyimpan dana semata-mata hanya untuk menagih dan

mendapatkan kembali dana tersebut. Dapat disimpulkan bahwa nasabah

terlihat begitu percaya kepada bank untuk mengelola dana simpanannya

tersebut. Hal ini tercermin didalam Pasal 1740 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata mengenai ketentuan umum tentang pinjam pakai. Isi pasal tersebut

sendiri adalah
16
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 1993), h. 135.
31

“Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan nama pihak yang satu

memberikan suatu barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cuma-

cuma dengan syarat bahwa yang menerima barang ini setelah memakainya

atau setelah lewatnya waktu tertentu akan mengembalikannya.”

2. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

Hubungan antar bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti

hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula

kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia nasabahnya kepada pihak

lain mana pun kecuali jika ditentukan oleh peraturan perundang-undangan

yang berlaku.17

Oleh karena itu, hubungan antara nasabah dengan bank mirip dengan

hubungan antara seorang lawyer dengan kliennya atau hubungan seorang

dokter dengan pasiennya. Semua hubungan di atas sama-sama berasaskan

perjanjian yang mengandung sebuah kewajiban untuk merahasiakan data dari

masing-masing mitra bisnisnya dalam hal ini klien/nasabah/pasiennya. Sering

juga untuk rahasia yang terbit dari hubungan seperti ini disebut dengan istilah

“rahasia jabatan”.

Hubungan bank dan nasabah adalah hubungan yang lahir karena

adanya perjanjian. Hubungan ini melahirkan hak dan kewajiban dari bank dan

nasabah adalah sebagai berikut:

17
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 5.
32

a. Kewajiban Bank

1) Menjamin kerahasiaan, identitas bank beserta dengan dana yang

disimpan pada bank kecuali kalau peraturan perundang-undangan

menentukan lain.

2) Menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian yang

telah disepakati

3) Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian.

4) Mengganti kedudukan debitur dalam hal nasabah tidak mampu

melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.

5) Melakukan pembayaran kepada eksportir dalam hal digunakan fasilitas

Letter of Credit (L/C), sepanjang persyaratan untuk itu telah dipenuhi.

6) Memberikan laporan kepada nasabah terhadap perkembangan

simpanan dananya di bank.

7) Mengembalikan agunan dalam hal kredit telah lunas.

b. Hak Bank

1) Mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan kepada

nasabah.

2) Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah

disepakati bersama.

3) Melelang agunan dalam hal nasabah tidak mampu melunasi kredit

yang diberikannya sesuai dengan akad kredit yang telah

ditandatangani oleh kedua belah pihak.


33

4) Pemutusan rekening nasional (klausul ini hanya cukup ditemui dalam

praktek).

5) Mendapatkan buku cek, Bilyet Giro, Buku Tabungan, Credit Card,

dalam hal upaya penutupan rekening.

c. Kewajiban Nasabah

1) Mengisi dan menandatangani formulir yang telah disediakan oleh bank

sesuai dengan layanan jasa yang diinginkan oleh calon nasabah.

2) Melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh pihak bank.

3) Menyetor dana awal yang ditentukan oleh bank. Dalam hal ini dana

awal tersebut cukup bervariasi tergantung dari jenis layanan jasa yang

diinginkan.

4) Membayar provisi yang ditentukan oleh bank.

5) Menyerahkan buku cuk atau bilyet giro tabungan.

d. Hak Nasabah

1) Mendapatkan layanan jasa yang diberikan oleh bank seperti fasilitas.

2) Mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan melalui bank.

3) Menuntut bank dalam hal terjadi pembocoran rahasia nasabah.

4) Mendapatkan sisa uang pelelangan dalam hal agunan dijual untuk

melunasi kredit yang tidak terbayar. 18

18
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan (Bandung: CV. Mandar Maju, 2000), h. 35.
34

Dengan memperhatikan hak dan kewajiban bank dan nasabah secara

singkat hubungan bank dan nasabah dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Dengan disetorkannya uang nasabah kepada bank maka berakhirlah masa

kepemilikan uang tersebut sebagai uang nasabah, uang tersebut beralih

kepemilikannya kepada pihak bank.

b. Bank diwajibkan untuk membayarkan kembali uang tersebut dalam

jumlah yang sama apabila diminta oleh nasabah, baik untuk jumlah yang

pokok saja atau ditambah dengan bunga sebagaimana ditetapkan oleh

bank tersebut.

c. Bank berhak untuk menggunakan uang tersebut untuk keperluan apapun.

d. Bank bukanlah kuasa dari nasabah tetapi debitur dari nasabah. Bahwa

kedudukan antara bank dan nasabah adalah sejajar. 19

Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu

yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya. Isi dari pasal ini adalah sebuah revisi dari Undang-Undang

sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 yang bertujuan untuk

mempertegas dan mempersempit pengertian dari rahasia bank dibanding

ketentuan dalam pasal-pasal dari undang-undang sebelumnya.

Berdasarkan pemaparan yang dijelaskan oleh Pasal 1 angka 28 serta

pasal-pasal lainnya mengenai rahasia bank, maka dapat ditarik kesimpulan


19
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, h. 46.
35

mengenai apa-apa saja unsur didalam sebuah rahasia bank itu sendiri, yaitu

sebagai berikut:

1. Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya.

2. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke dalam

kategori pengecualian berdasarkan prosedur dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank sendiri

dan/atau pihak terafiliasi. Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi adalah

sebagai berikut.

a. Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi atau kuasanya, pejabat

atau karyawan bank yang bersangkutan.

b. Anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau

karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk badan hukum koperasi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk tetapi

tidak terbatas pada akuntan publik, penilai konstitusi hukum, dan

konsultan lainnya.

d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta

mempengaruhi pengelolaan bank, tetapi tidak terbatas pada pemegang


36

saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas,

keluarga direksi, dan keluarga pengurus.20

Ada dua teori tentang kekuatan berlakunya asas rahasia bank ini, yaitu:

1. Teori Mutlak

Dalam hal ini rahasia keuangan dari nasabah bank tidak dapat dibuka

kepada siapa pun dan dalam hal apa pun. Dewasa ini hampir tidak ada

lagi negara yang menganut teori mutlak ini. Bahkan, negara-negara yang

menganut perlindungan nasabah secara ketat seperti Swiss atau negara-

negara tax heaven seperti Kepulauan Bahama atau Cayman Island juga

membenarkan membuka rahasia bank dalam hal-hal khusus.

2. Teori Relatif

Menurut teori ini, rahasia bank tetap diikuti, tetapi dalam hal-hal khusus,

yakni dalam hal yang termasuk luar biasa prinsip kerahasiaan bank

tersebut dapat diterobos. Misalnya, untuk kepentingan perpajakan atau

kepentingan perkara pidana. 21

Rahasia bank hanya dapat diberikan apabila terdapat kepentingan

umum yang harus dipentingkan terlebih dahulu dari pada kepentingan pribadi.

Jika definisi kepentingan umum diartikan demi untuk kepentingan negara dan

masyarakat maka kepentingan nasabah sebagai individual baru

20
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, h. 6.
21
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 89.
37

dikesampingkan seperti dalam kepentingan pajak, penyelesaian perkara

pidana dan perdata, kepentingan dunia perbankan demi menjaga stabilitas

perbankan dan mencegah terjadinya tindak pidana di dunia perbankan seperti

money laundring sehingga pada akhirnya yang dilindungi adalah kepentingan

nasabah itu sendiri, kepentingan bank dan kepentingan masyarakat secara

umum.

Definisi kepentingan umum yang dilindungi yang mengecualikan

rahasia perbankan dalam Undang-Undang Perbankan diatur dalam Pasal 40

Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang berbunyi:

“Bank wajib merahasiakan keterangan nasabah penyimpan dana

simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,

Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A.”

a. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan perpajakan.

Pada awalnya pasal 41 ayat 1 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 Tentang

perbankan mengatur bahwa untuk kepentingan perpajakan, Menteri

Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar

memberikan keterangan dengan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta

surat menyurat mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada

pejabat bank. Namun ketentuan tersebut telah mengalami perubahan

seiring dengan diubahnya ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 Undang-

Undang No 7 Tahun 1992 tersebut. Dengan adanya Undang-Undang No


38

10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 7 Tahun

1992 Tentang Perbankan, ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 menjadi:

“Untuk kepentingan perpajakan. Pimpinan Bank Indonesia atas


permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis
kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-
bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah
Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.”

Dengan demikian perubahan yang terjadi bahwa Pimpinan Bank

Indonesia-lah yang dapat mengeluarkan keterangan mengenai hal-hal yang

termasuk ke dalam rahasia bank. Sedangkan yang berhak untuk meminta

pembukaan rahasia bank yang berkaitan dengan kepentingan perpajakan

adalah Menteri Keuangan dengan membuat suatu permintaan tertulis.

Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang

mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan

memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan

keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Sedangkan

mengenai keperluan untuk menjalankan ketentuan peraturan lainnya, tidak

diperlukan permintaan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 35 ayat 1 dan

ayat 2 Undang-Undang No 9 Tahun 1994 Tentang Ketentuan Umum Dan

Tata Cara Perpajakan yang menjelaskan bahwa untuk kepentingan

menjalankan peraturan perundang-undangan pajak, pihak pajak dapat

langsung meminta keterangan atau bukti dari bank mengenai keadaan

nasabahnya sepanjang mengenai perpajakan.


39

b. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan penyelesaian piutang bank yang

telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia

Urusan Piutang Negara.

Ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk kepentingan

penyelesaian piutang bank merupakan ketentuan yang baru yang tidak diatur

di dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tetapi telah diatur di dalam

Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Pasal 41A, yaitu:

“Untuk menyelesaikan piutang bank yang sudah diserahkan kepada


Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang
Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat
Badan Urusan Piutangdan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang
Negara untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah
debitur.”

Izin untuk pembukaan rahasia dalam rangka penyelesaian piutang negara

tersebut dapat diperoleh apabila dilakukan permohonan tertulis oleh

Kepala Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara serta Ketua

Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tersebut harus menyebutkan

nama dan jabatan Badan Umum Piutang dan Lelang Negara atau Panitia

Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan

alasan diperlukannya keterangan.

c. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan peradilan pidana.

Pada awalnya ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 42 Undang-Undang No

7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah untuk kepentingan peradilan dalam

perkara pidana. Menteri Keuangan dapat memberikan izin secara tertulis


40

kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank

tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank. Izin dari Menteri

Keuangan akan diberikan jika ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian

Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Dengan

adanya Undang-Undang No 10 Tahun 1998, ketentuan pasal tersebut berubah

menjadi bahwa hanya Pimpinan Bank Indonesia saja yang dapat memberikan

izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk mendapat keterangan tentang

keuangan nasabah bank bersangkutan. Izin dari Pimpinan Bank Indonesia

tersebut akan diberikan jika ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian

Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.

d. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan peradilan perdata antara bank

dan nasabah.

Ketentuan mengenai hal ini tidak mengalami perubahan di dalam Undang-

Undang No 10 Tahun 1998. Bahwa di dalam Pasal 43 Undang-Undang

tersebut informasi dan keterangan nasabah bank yang menyangkut

kepentingan peradilan perdata antara bank dan nasabah dapat diberikn tanpa

izin dari Menteri.

e. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan kegiatan perbankan dalam

rangka menukar informasi antar bank.

Pasal 44 Undang – Undang Perbankan ini mengecualikan rahasia bank untuk

kepentingan kegiatan perbankan. Hal ini berkaitan dengan kelancaran

kegiatan bank dalam hal tukar-menukar informasi antar bank. Tukar menukar
41

informasi ini dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan

usaha bank, antara lain untuk mencegah kredit rangkap maupun mengetahui

keadaan dan status seseorang nasabah debitur dari suatu bank ke bank lain

apabila ia memiliki rekening di lebih dari satu bank sehingga mencegah

kredit macet. Sehingga hal ini mengurangi resiko yang dihadapi bank.

Beberapa peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan ketentuan ini adalah

Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dan Peraturan Bank

Indonesia No. 9/14/PBI/2007 tentang Sistem Informasi Debitur. Sistem

Informasi Debitur digunakan untuk menyediakan informasi debitur sebagai

salah satu manajemen resiko dalam pemberian kredit.

f. Pembukaan rahasia bank atas permintaan pemegang rekening.

Pasal 44 A ayat 1 ini mengecualikan rahasia bank untuk berdasarkan

permintaan pemegang rekening. Hal ini dapat dilakukan oleh nasabah itu

sendiri atau kuasa hukum nasabah pemegang rekening.

g. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan ahli waris.

Pasal 44 A ayat 2 ini mengecualikan rahasia bank apabila dalam hal nasabah

penyimpan telah meninggal dunia maka ahli waris dari nasabah tersebut

berhak untuk sepenuhnya mengajukan pembukaan rahasia bank untuk

kepentingan ahli waris tersebut. Hal ini bisa saja untuk menyelesaikan hak

dan kewajiban nasabah penyimpan di bidang keuangannya.


42

Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa sudah jelas ada aturan

yang mengatur lingkup apa sajakah mengenai rahasia bank. Dan

pengecualian seperti apa yang diperbolehkan untuk memberikan data pribadi

nasabah kepada pihak lain atau pihak berwajib. Maka dari itu jelas

diperlukannya sanksi yang tegas bagi pihak yang melanggar ketentuan-

ketentuan mengenai rahasia bank.

3. Menurut Perundang-Undangan Lainnya

Selain diatur dalam Undang-Undang Perbankan terdapat regulasi lain

perihal perlindungan hukum data pribadi nasabah, seperti:

1) Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

(OJK).

Didalam undang-undang ini terdapat ketentuan mengenai kewajiban OJK

dalam mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan ini terdapat

di Pasal 6 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keungan yang berbunyi :

“OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:


a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.”

Dilihat dari isi pasal tersebut jelas bahwa OJK berhak secara penuh

mengawasi kinerja dari Perbankan yang salah satunya pengawasan

terhadap perlindungan hukum data pribadi nasabah yang pengaturan


43

secara rinci dijelaskan di Pasal 9 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011

Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi :

“Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan
jasa keuangan;
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh
Kepala Eksekutif;
c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keungan,
pleaku dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan
dan/atau pihak tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan
h. memberikan dan/atau mencabut:
1. izin usaha;
2. izin orang perseorangan;
3. efektifnya pernyataan pendaftaran;
4. surat tanda terdaftar;
5. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6. pengesahan;
7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8. penetapan lain
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan.”

2) Selanjutnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Didalam undang-undang ini juga terdapat hak dan kewajiban

konsumen. Di dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen berbunyi :


44

“Hak konsumen adalah :


a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.”

Sedangkan mengenai kewajiban konsumen dijelaskan di Pasal 5 Undang-

Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang

berbunyi :

“Kewajiban konsumen adalah :


a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.”

Dari penjelasan mengenai hak dan kewajiban konsumen didalam Undang-

Undang No. 8 Tahun 1999 jelas adanya bahwa nasabah yang merupakan

konsumen dari Lembaga Jasa Keuangan Perbankan mempunyai hak


45

penuh atas perlindungan data pribadinya tetapi disamping itu ia juga

berkewajiban untuk memahami segala informasi dan ketentuan serta

prosedur dalam pemanfaatan produk layanan jasa perbankan sebelum ia

menggunakan produk layanan jasa perbankan tersebut.


BAB III

KONSEP DAN IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN DATA PRIBADI

NASABAH BANK NEGARA INDONESIA (BNI)

A. Sekilas Tentang Profil Bank BNI

BNI dikenal sebagai Bank Negara Indonesia merupakan bank pertama

yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1946. hanya

beberapa bulan sejak pembentukannya, Bank Negara Indonesia mulai

mengedarkan alat pembayaran resmi pertama yakni ORI atau Oeang Republik

Indonesia, pada malam menjelang tanggal 30 Oktober 1946, hanya beberapa

bulan sejak pembentukannya. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati sebagai

Hari Keuangan Nasional, sementara hari pendiriannya yang jatuh pada tanggal 5

Juli ditetapkan sebagai Hari Bank Nasional.1

Menyusul penunjukan De Javsche Bank yang merupakan warisan dari

Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada tahun 1949, Pemerintah

membatasi peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi atau bank

sentral. Bank Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan

kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, dengan akses

1
Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx .

46
47

langsung untuk transaksi luar negeri.2

Sehubungan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank

Negara Indonesia diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan

ini melandasi pelayanan yang lebih baik dan tuas bagi sektor usaha nasional.

Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari

identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan mulai

akhir tahun 1968. Perubahan ini menjadikan Bank Negara Indonesia lebih dikenal

sebagai 'BNI 46'. Penggunaan nama panggilan yang lebih mudah diingat - 'Bank

BNI' - ditetapkan bersamaan dengan perubahaan identitas perusahaan tahun 1988.

Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank

Negara Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan

publik diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada tahun

1996.3

Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan

lingkungan, sosial-budaya serta teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan

identitas perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Hal ini juga

menegaskan dedikasi dan komitmen BNI terhadap perbaikan kualitas kinerja

2
Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx .
3
Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx .
48

secara terus-menerus.4

Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang diperbaharui mulai digunakan

untuk menggambarkan prospek masa depan yang lebih baik, setelah keberhasilan

mengarungi masa-masa yang sulit. Sebutan 'Bank BNI' dipersingkat menjadi

'BNI', sedangkan tahun pendirian - '46' - digunakan dalam logo perusahaan untuk

meneguhkan kebanggaan sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada akhir tahun 2012, Pemerintah Republik Indonesia memegang 60%

saham BNI, sementara sisanya 40% dimiliki oleh pemegang saham publik baik

individu maupun institusi, domestik dan asing.

Saat ini, BNI adalah bank terbesar ke-4 di Indonesia berdasarkan total

aset, total kredit maupun total dana pihak ketiga. BNI menawarkan layanan jasa

keuangan terpadu kepada nasabah, didukung oleh perusahaan anak: Bank BNI

Syariah, BNI Multi Finance, BNI Securities dan BNI Life Insurance.

Pada akhir tahun 2012, BNI memiliki total asset sebesar Rp333,3 triliun

dan mempekerjakan lebih dari 24.861 karyawan. Untuk melayani nasabahnya,

BNI mengoperasikan jaringan layanan yang luas mencakup 1.585 outlet domestik

dan 5 cabang luar negeri di New York, London, Tokyo, Hong Kong dan

Singapura, 8.227 unit ATM milik sendiri, 42.000 EDC serta fasilitas Internet

banking dan SMS banking. BNI selalu berusaha untuk menjadi bank pilihan yang

4
Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/id-
id/tentangkami/sejarah.aspx
49

menyediakan layanan prima dan solusi bernilai tambah kepada seluruh nasabah.

Berangkat dari semangat perjuangan yang berakar pada sejarahnya, BNI bertekad

untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi negeri, serta senantiasa menjadi

kebanggaan negara.5

Bagi nasabah institusi bisnis, BNI memberikan layanan cash management

secara online, trade finance, perdagangan internasional (ekspor/impor) dan

remittance/pengiriman uang yang didukung oleh jaringan cabang luar negeri dan

kurang lebih 1000 bank koresponden di seluruh dunia. Saham BNI tercatat di

Bursa Eefek Indonesia (BEI) dengan kode BBNI sejak tahun 1996.

a. Visi BNI

“Menjadi bank yang unggul, terkemuka dan terdepan dalam layanan dan

kinerja.”

Pernyataan Visi

“BNI berupaya menjadi Bank yang menunjukkan kinerja unggul untuk

memberikan nilai investasi yang memuaskan bagi para pemegang saham,

menjadi the bank of choice dengan menyajikan kualitas layanan yang terbaik,

serta menjadi dominant player (market leader) dengan menyajikan

produk/jasa bernilai tinggi di segmen pasar yang dilayani.”

5
Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/id-
id/tentangkami/sejarah.aspx
50

b. Misi BNI

1) Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada

seluruh nasabah, dan selaku mitra pillihan utama (the bank choice)

2) Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor.

3) Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya

dan berprestasi.

4) Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan

sosial.

5) Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang

baik.6

B. Konsep dan Mekanisme Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah di

Bank BNI

Ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan yang ketat dapat dianggap

menghambat mekanisme pasar karena informasi yang tersedia bagi masyarakat

atau pelaku pasar sangat sedikit dan sulit diperoleh. Selain itu, sering kali sangat

sulit bagi pihak di luar bank atau masyarakat untuk mengetahui proses

pengambilan keputusan di bidang perbankan. Akhirnya timbul kesan bahwa

6
Visi & Misi Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari
http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/visimisi.aspx
51

ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan dapat menghambat adanya

keterbukaan di bidang perbankan.7

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan memuat dua

belas pasal terkait rahasia bank, yaitu Pasal 1 angka 28, Pasal 40, 41, 41A, 42,

42A, 43, 44, 44A, 45, dan 47A. Begitupun, pengaturan ini masih belum sempurna

dan mengandung beberapa kelemahan. Walaupun di dalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dinyatakan bahwa rahasia bank hanya

meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dana dan simpanannya, namun persoalan batasan pengertian rahasia

bank tersebut masih terlalu singkat, sederhana, dan kurang tajam, sehingga belum

menjawab secara tuntas mengenai rahasia bank. Sebagai contoh, pengertian

“segala sesuatu” masih belum diperjelas, selain itu istilah “keterangan mengenai

penyimpan dana” juga harus diperjelas pengertiannya, yaitu keterangan apa saja

yang menyangkut penyimpan dana yang harus dirahasiakan oleh bank.8

PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank

Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah berusaha untuk memberikan perlindungan

hak privasi data pribadi nasabah, namun masih terbatas jika digunakan untuk

tujuan komersial yang dalam penjelasannya pun hanya menyebutkannya sebagai

penggunaan oleh pihak lain untuk memperoleh keuntungan. Pengertian ini relatif

7
Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum. (Jakarta: Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h. 3.
8
Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum, h. 185.
52

luas karena batasan “memperoleh keuntungan” yang dimaksudkan tidak

dijelaskan lebih lanjut.

PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank

Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah tersebut juga belum mengatur secara

tegas masalah mekanisme persetujuan tertulis dari nasabah maupun permintaan

persetujuan nasabah.

Untuk lebih memahami kendala dalam praktek pelaksanaan PBI Nomor

7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan

Data Pribadi Nasabah, maka penulis mencoba untuk mengambil contoh

penerapan konsep perlindungan data pribadi nasabah yang terdapat di dalam PBI

tersebut pada salah satu Bank Umum Nasional yaitu Bank BNI.

1. Konsep Penyusunan Kebijakan melalui Sistem Prosedur Operasi

Direksi Bank BNI dengan persetujuan Komisaris memberi wewenang


kepada Kepala dan Wakil Kepala Divisi Kepatuhan menetapkan kebijakan
transparansi penggunaan data pribadi nasabah dalam bentuk sistem prosedur
perihal Transparansi Informasi Mengenai Produk Bank BNI dan Penggunaan
Data Pribadi Nasabah Bank BNI, yang didistribusikan kepada segenap kantor
cabang bank melalui intranet, meliputi:9
a. Penggunaan data pribadi nasabah untuk tujuan komersial harus dilakukan
secara transparan dan berdasarkan persetujuan tertulis dari nasabah. Yang
dimaksud dengan tujuan komersial adalah penggunaan data pribadi
nasabah Bank BNI oleh pihak lain untuk memperoleh keuntungan,
termasuk pemberian dan penyebarluasan kepada pihak lain yang
melakukan kerja sama dengan Bank BNI;
b. Jenis data pribadi meliputi: nama nasabah, alamat, nomor telepon dan
keterangan lain yang merupakan identitas pribadi dan lazim diberikan
nasabah kepada Bank BNI dalam pemanfaatan produk Bank BNI.

9
Wawancara Pribadi dengan Wawan Setyawan, Compliance Regulatory and Policy
Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., Jakarta 06 Januari 2014.
53

Pemberian data pribadi nasabah kepada pihak lain tidak diperkenankan


dilakukan dalam bentuk softcopy.
c. Apabila nasabah Bank BNI merupakan suatu badan hukum maka
pemberian dan atau penyerbarluasan data pribadi yang ditunjuk mewakili
badan hukum dan data diri dari badan hukum tersebut memerlukan
persetujuan tertulis dari yang bersangkutan;
d. Pemberian data pribadi nasabah kepada pihak lain dalam rangka
pengalihan dan atau penjualan aktiva Bank BNI tidak termasuk dalam
pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi nasabah yang
memerlukan persetujuan nasabah terlebih dahulu;
e. Penggunaan data pribadi nasabah seseorang dan atau sekelompok orang
yang diperoleh dari pihak lain oleh Bank BNI berdasarkan tujuannya:
1) Jika untuk tujuan pemasaran produk Bank BNI maka penggunaan data
pribadi tersebut harus didukung dengan persyaratan tertulis dari pihak
lain tersebut yang sekurang-kurangnya memuat pernyataan bahwa
seseorang atau sekelompok orang yang data pribadinya diberikan
kepada Bank BNI tidak keberatan atas penyebarluasan data pribadinya
untuik tujuan komersial;
2) Jika untuk tujuan komersial, maka bank wajib memiliki jaminan
tertulis dari pihak lain yang berisi persetujuan tertulis dari sesorang
dan atau sekelompok orang tersebut untuk menyebarluaskan data
pribadinya;
3) Jika diminta oleh nasabah, maka pejabat dan atau petugas Bank BNI
wajib memberikan penjelasan kepada nasabah yang akan
memanfaatkan produk Bank BNI bahwa data pribadi nasabah yang
diserahkan kepada Bank BNI:
4) Hanya akan digunakan untuk kepentingan internal Bank BNI dan atau
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
5) Akan diberikan dan atau disebarluaskan kepada pihak lain di luar
badan hukum Bank BNI untuk tujuan komersial apabila disetujui
secara tertulis oleh nasabah;
6) Untuk menindaklanjuti dan mendukung pelaksanaan ketentuan BI
mengenai:
7) Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan
Keamanan dalam Penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran dengan
menggunakan kartu, dan
8) Transparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi
Nasabah, maka dilakukan penyesuaian berupa penambahan beberapa
klausula terhadap formulir ketemtuan-ketentuan produk Bank BNI;
Ketentuan-ketentuan produk tersebut dikirim ke cabang melalui
intranet. Cabang harus mencetak dan memperbanyak sendiri dengan
cara memfotocopi;
54

f. Dengan adanya penyesuaian terhadap formulir ketentuan-ketentuan


produk, maka perubahan tersebut harus dijelaskan dan diminta persetujuan
nasabah pada saat nasabah melakukan pembukaan rekening atau pada ssat
melakukan penambahan fasilitas lainnya.10

2. Hasil Pengamatan dan Konsultasi

Sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak Wawan Setyawan selaku

Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan Bank BNI

serta Ibu Endah Kusumaningrum selaku Manager Customer Care Divisi BNI

Contact Center. Beliau-beliau ini mengatakan bahwa:

“Bank BNI sudah dan akan selalu menjalankan segala aturan perbankan yang
berlaku di Indonesia. Baik aturan secara umum maupun aturan secara khusus
yang contohnya seperti aturan-aturang yang diterbitkan Bank Indonesia dalam
bentuk PBI. Namun memang kami akui bahwa dalam segi tekhnis
pelaksanaan kami tidak langsung secara persis mengikutinya tetapi terkadang
mengadopsi kembali ketentuan yang dimaksud PBI dengan alasan efisiensi
tetapi tetap tidak terhitung itu sebuah pelanggaran.”

Berikut hasil pengamatan dan konsultasi atas ketentuan-ketentuan

yang diterbitkan Bank BNI terkait PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang

Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah,

yaitu berupa penambahan atau perubahan klausula-klausula dalam perjanjian

baku pembukaan rekening produk Bank BNI.

a) Penetapan aturan yang terdapat di Bank BNI relatif tidak langsung

menerapkan ketentuan PBI sejak pemberlakuan efektif PBI Nomor

7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan

10
Wawancara Pribadi dengan Wawan Setyawan, Compliance Regulatory and Policy
Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., Jakarta 06 Januari 2014.
55

Penggunaan Data Pribadi Nasabah terkait dengan berbagai pertimbangan

yang melatarbelakangi, antara lain:

1) Fleksibilitas usaha bank

Kepentingan melindungi data pribadi nasabah di Bank BNI

berhadapan dengan kelaziman tukar menukar informasi dalam praktek

pemasaran produk bank yang sulit dihindari dan diubah secara cepat

dalam mekanisme pemasaran produk lembaga keuangan saat ini.

2) Format transaparansi yang tepat.

Penyesuaian tersebut diwujudkan oleh Bank BNI dalam bentuk

perubahan atau tambahan klausula-klausula pada formulir pembukaan

rekening produk yang ditawarkannya. Klausula yang diitambahkan

pada beberapa produk, yaitu Deposito dan Giro, dapat dikategorikan

sebagai klausula eksonerasi. Selain itu klausula tersebut berlaku untuk

nasabah yang baru mengadakan perjanjian pembukaan rekening sejak

PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk

Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah berlaku, dan tidak

berlaku surat untuk nasabah yang sudah ada (existing customer).

3) Cost-Benefit

Perhitungan ekonomis dalam melaksanakan PBI Nomor 7/6/PBI/2005

Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data

Pribadi Nasabah terkait dengan permintaan persetujuan tertulis dari

calon nasabah menjadi kendala, dengan pertimbangan keengganan


56

nasabah Bank BNI memberikan persetujuan jika disediakan berupa

formulir khusus dan dibutuhkan waktu untuk menjelaskannya. Selain

itu biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka meminta persetujuan

nasabah yang datanya sudah dimiliki atau bahkan sudah digunakan

oleh Bank BNI. Biaya yang akan dikeluarkan diperhitungkan tidak

akan sepadan dengan pencapaian tujuan yang artinya hal ini tidak

efisien. 11

C. Kendala Pelaksanaan Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah di

Bank BNI

Konsep dan mekanisme penerapan perlindungan data pribadi nasabah di

Bank BNI sendiri sebenarnya harus mengikuti aturan-aturan di dalam Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan serta peraturan turunannya

yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi

Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.

PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank

Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah menyatakan bahwa pemberian kuasa oleh

nasabah untuk penggunaan data pribadinya harus dibuat dalam suatu formulir

khusus tetapi pada kenyatannya terlihat jelas bahwa pemberian kuasa ini

dimasukkan dalam perjanjian standar yang dijadikan satu dalam ketentuan-

11
Wawancara Pribadi dengan Endah Kusumaningrum, Manager Customer Care Divisi
BNI Contact Center PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., Jakarta 07 Januari 2014.
57

ketentuan umum produk perbankan, contohnya saja formulir pembukaan rekening

tabungan. Kebiasaan dalam prakterk pembukaan rekening, formulir ketentuan-

ketentuan baku tersebut tidak pernah dibaca oleh nasabah jika diberikan bahkan

ada yang menolak menerimanya sehingga seperti menjadi kebiasaan frontliners

Bank BNI hanya menyodorkannya sebagai formalitas dan tidak memberikannya

kepada nasabah. Persetujuan nasabah diberikan dengan penandatanganan di

formulir pembukaan rekening yang telah mencantumkan kode formulir ketentuan-

ketentuan umum yang baku tersebut.

Dalam praktek, menurut nasabah yang akan menabung di Bank BNI

frontliners tidak menjelaskan kepada nasabah yang akan memanfaatkan produk

Bank tersebut bahwa data pribadi yang diserahkan kepada Bank hanya akan

digunakan untuk kepentingan internal Bank saja dan atau sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku dan akan diberikan dan atau disebarluaskan

kepada pihak lain di luar badan hukum Bank tersebut untuk tujuan komersial

apabila disetujui secara tertulis oleh nasabah.12

Klausula tambahan terkait yang dimasukkan dalam ketentuan umum

pembukaan rekening salah satu produk simpanan yang dipasarkan Bank BNI

dapat diindikasikan sebagai klausula eksonerasi (exemption clause) yang tidak

disadari oleh nasabah, yaitu dengan bunyi klausula berikut:

“Nasabah dengan ini memberikan persetujuan kepada Bank BNI untuk


memberikan identitas nasabah kepada pihak lain meliputi anak

12
Wawancara Pribadi dengan 5 (lima) orang nasabah PT. Bank Negara Indonesia
(Persero), Tbk., Jakarta 08 Januari 2014.
58

perusahaan dan perusahaan yang bekerjasama dengan Bank BNI


didalam pengembangan produk/layanan/jasa Bank BNI untuk tujuan
komersial dan telah memahami penjelasan Bank BNI mengenai tujuan
dan konsekuensi dari pemberian identitas tersebut.”

Bank BNI belum menentukan format transparansi penggunaan data

existing customer sesudah datanya digunakan dan belum diatur ketentuan

mengenai persetujuan terkait.

Penggunaan data dari pihak lain diakui petugas terkait jarang dilakukan

dalam operasional Bank BNI mengingat jumlah nasabah Bank BNI sendiri belum

semuanya dapat dikelola, namun pemberian data kepada pihak lain sebagai

konsekuensi kerja sama usaha dengan pihak lain dengan pembatasan-pembatasan

seperti hanya memberikan nama dan nomor telepon yang tidak boleh dalam

bentuk softcopy. Walau sebenarnya hal ini melanggar ketentuan didalam PBI

Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan

Penggunaan Data Pribadi Nasabah namun hal ini sulit dihindari dalam mekanisme

operasional Bank BNI dan dunia perbankan pada umumnya.

Keberlakuan efektif PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi

Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah tidak mengubah

secara berarti dalam mekanisme pembukaan rekening dalam praktek frontliners

Bank BNI, karena isi dari klausula-klausula dalam formulir ketentuan-ketentuan

terkait relatif jarang dijelaskan berdasarkan pertimbangan tuntutan waktu, antrian,

penjualan produk lain, penambahan fasilitas atas produk, dan sebagainya. Artinya
59

perubahan dengan adanya penambahan klausula persetujuan atau pemberian

kuasa terkait tidak disadari nasabah.

Kemudian ketiadaan sanksi tegas atas pelanggaran terkait yang dinyatakan

secara jelas dalam PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi

Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Padahal bagi Bank yang

melanggar ketentuan PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi

Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah tersebut dimasukkan dalam

penilaian tingkat kesehatan bank.

Setelah penulis melakukan penelitian, ditemukan beberapa kendala dalam

mekanisme penerapan PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi

Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah khususnya Penggunaan

Data Pribadi Nasabah tersebut, namun sangat dimungkinkan akan muncul

permasalahan baru lainnya, sejalan dengan luasnya kesempatan berpersepsi bagi

masing-masing bank.
BAB IV

ANALISIS PENERAPAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH

A. Beberapa Model Kasus Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi Nasabah

Terdapat beberapa kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran

perlindungan data pribadi nasabah di Indonesia. Salah satu contoh kasus di

Indonesia yang pernah terekspos adalah pembuatan alamat situs palsu Bank BCA

oleh seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jawa Barat yang dalam

sehari bisa mendapatkan ribuan nomor PIN beserta password nasabah pengguna

internet banking BCA. Waktu itu, alamat website yang semestinya

www.klikbca.com dikloning menjadi puluhan alamat website dengan variasi nama

serupa tetapi berbeda (misal: www.klikbac.com atau www.clickbca.com dan

lainnya) untuk menjaring nasabah yang mungkin salah ketik lalu mengira sudah

masuk dam menginput data PIN dan passwordnya yang langsung direkam secara

ototmatis oleh website yang dibuat pelaku. Jenis kejahatan ini juga sering

diistilahkan sebagai phising atau typosquatting dan juga termasuk dalam jenis

cyber fraud.1

Contoh kasus lainnya adalah yang menimpa saudara Irving Hutagalung

yang menjadi korban identity theft oleh oknum pegawai bagian kartu kredit

sebuah Bank Swasta Nasional ternama. Saudara Irving yang tidak pernah merasa

1
klikBCA.com Typosquatting atau Phising, diakses pada 18 November 2013 dari
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4936/klikbca.com-typosquatting-atau-phishing.

60
61

mengajukan aplikasi kartu kredit tiba-tiba mendapat kiriman tagihan kartu kredit.

Saudara Irving yang kemudian tidak merasa memiliki kartu kredit pada bank

bersangkutan kemudian menanyakan kepada call center bank penerbit kartu

kredit atas namanya tersebut. Oleh pihak bank saudara Irving kemudian diminta

untuk datang ke salah satu kantor cabang bank tersebut. Disana diketahui ternyata

salah satu pegawai bank tersebut membuka rekening kartu kredit dan kredit tanpa

agunan atas nama saudara Irving dan mencairkan ke rekening tabungan si pelaku

dan setelah itu pelaku mengambil uang tersebut untuk keperluan pribadi.2

Satu contoh kasus lainnya adalah yang dialami Saudari Tety Candra yang

menjadi korban identity theft oleh pelaku Ridho Kurniawan Gustam. Pelaku

bekerja secara lepas di rekanan pembuat kartu kredit Bank Danamon mencari

nasabah kartu kredit.3

Modus operandinya data dan aplikasi yang dicatat tersangka milik korban

kemudian diajukan ke bank melalui kantor promosi pembuatan kartu kredit di

Blok M Plaza dan Mal Ambassador. Alamat rumah dan nomor telepon para calon

nasabah diubah dengan menggunakan alamat rumah tersangka. Bank kemudian

mengirimkan kartu kredit yang sudah selesai untuk disetujui ke rumah pelaku.

Setelah tersangka mendapatkan kartu kredit, ia pindah alamat. Tersangka lalu

2
Bukan Nasabah Dikirimi rekening Koran, Surat Pembaca Kompas, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/12/01042134/redaksi.yth
3
Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-
67107,id.html
62

melakukan transaksi pengambilan uang tunai di Mal Pondok Indah, ITC Roxy

Mas, dan Carrefour.4

Para klien yang mengajukan kartu kredit ada kemungkinan menganggap

aplikasinya ditolak karena kartu kredit tidak pernah sampai ke tangan mereka.

Tersangka menggunakan uang hasil transaksi ilegal ini untuk kepentingan pribadi

serta untuk bersenang-senang di Bali.5

Bank mencium ada yang tidak beres dengan salah satu nasabahnya. Pada

saat ditagih, nasabah tidak tinggal di alamat yang tertera pada data aplikasi. Pihak

bank kemudian melaporkan kejadian ini ke Kepolisian. Dari penyelidikan yang

dilakukan, polisi akhirnya menangkap pelaku.6

Dari hasil penyidikan, diketahui pelaku pernah bekerja di rekanan

pembuatan kartu kredit Bank HSBC, yaitu PT Bona Jasa Sumber Sarana sebagai

marketing. Disana tersangka mempelajari bagaimana proses aplikasi permohonan

kartu kredit. Melalui tindak kejahatan yang dilakukannya pelaku berhasil

4
Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-
67107,id.html .
5
Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-
67107,id.html .
6
Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-
67107,id.html .
63

membobol kartu kredit HSBC, Bank Mega, Bank General Electric Finance, dan

Bank ANZ total sebesar Rp 46 juta.7

Kejahatan identity theft seperti ini jelas merugikan konsumen. Karena

meskipun korban mungkin saja tidak mengalami kerugian secara materiil, namun

karena tindakan pelaku korban harus berurusan dengan masalah hukum selain itu

korban kejahatan identity theft harus merelakan nama baiknya tercoreng karena

dianggap sebagai penunggak kartu kredit.

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Perlindungan Data

Pribadi Nasabah

Dilihat dari beberapa uraian mengenai model atau jenis-jenis kasus

pelanggaran perlindungan data pribadi nasabah di Indonesia. Penulis

menyimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran

perlindungan data pribadi nasabah tidak saja hanya dikarenakan oleh ulah oknum

pegawai bank atau pegawai dari pihak yang terafiliasi dengan bank sebagaimana

yang sudah penulis sampaikan di pendahuluan pada Bab I, tetapi juga karena

adanya kelemahan hukum positif tentang perlindungan data pribadi nasabah di

Indonesia. Mengenai perlindungan data pribadi nasabah terhadap ulah oknum

pegawai bank itu sendiri secara umum di atur di dalam Al-Quran Surat Al-Falaq

yang berbunyi:

7
Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada
tanggal 18 November 2013 dari http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-
67107,id.html .
64

      


           

 
         

1. Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh,


2. Dari kejahatan makhluk-Nya,
3. Dan dari kejahatan malam apabila Telah gelap gulita,
4. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-
buhul.
5. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki."

Uraian mengenai hukum positif tentang perlindungan data pribadi nasabah

di Indonesia memberikan pemahaman bahwa pengaturan dalam hukum positif

masih memiliki berbagai kelemahan yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran

hukum. Kelemahan tersebut dalam sistem hukum dapat diartikan sebagai

kelemahan dari segi struktur, substansi dan budaya hukum. Segi substansi dan

budaya hukum merupakan faktor yang paling dominan terjadinya pelanggaran

hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha adalah tidak memberikan informasi

yang benar, jelas dan jujur mengenai hak konsumen yang berkaitan dengan

privacy atas data pribadinya.

1. Kelemahan Struktur Hukum

Dari segi struktur, DPR bersama-sama pemerintah dan instansi terkait

sebagai stakeholder, belum dapat memformulasikan suatu perubahan hukum

yang benar-benar menjadi pedoman untuk melakukan pengawasan dan

penindakan yang ketat kepada pelaku usaha agar tidak merugikan konsumen.
65

Lemahnya penegakan hukum di Indonesia memberikan kesempatan yang luas

serta ruang gerak bagi pelaku usaha dan pelaku kejahatan perbankan untuk

menggunakan data pribadi nasabah tanpa persetujuan nasabah tersebut yang

sangat merugikan kepentingan nasabah itu sendiri. Hal lain di Indonesia yaitu

belum dibentuk suatu badan yang mengawasi atau memonitor penggunaan

data pribadi nasabah oleh pelaku usaha. Pada saat ini satu-satunya lembaga

yang telah menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan data pribadi

nasabah adalah Bank Indonsia, namun sesuai kewenangannya Bank Indonesia

lebih memiliki fungsi pengawasan terhadap bank daripada mewakili

kepentingan konsumen, sementara lembaga yang dibutuhkan adalah suatu

lembaga yang mewakili kepentingan konsumen.

2. Kelemahan Substansi Hukum

Kelemahan secara struktur pada dasarnya akan berimbas pada

substansi, yaitu mengenai pengaturan-pengaturan dalam peraturan perundang-

undangan. Adapun kelemahan substansi hukum dalam hukum positif yang

mengatur tentang perlindungan data pribadi nasabah di Indonesia adalah

Pertama, belum memadainya ketentuan mengenai perlindungan data

pribadi yang ada sekarang ini. Penggunaan data pribadi oleh pelaku usaha

belum diatur secara lebih detil misalnya mengenai batasan berapa lama pelaku

usaha diizinkan menyimpan data pribadi nasabah.

Kedua, masih lemahnya sanksi terhadap pelaku usaha yang lalai atau

melakukan penyalahgunaan terhadap data pribadi nasabah. Ketentuan yang


66

dikeluarkan oleh Bank Indonesia lebih ditujukan untuk melakukan pembinaan

dan pengawasan terhadap bank serta sanksinya terkesan masih terlalu lunak.

Karena pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap data pribadi

nasabah hanya dikenakan sanksi teguran tertulis dan baru dikenakan sanksi

pencabutan izin usaha setelah terlebih dahulu dilakukan tiga kali teguran

tertulis.

Ketiga, belum diaturnya ketentuan mengenai badan yang secara

khusus dibentuk untuk mengawasi penggunaan data pribadi nasabah.

Dikarenakan di era informasi data pribadi nasabah kini sudah menjadi

komoditas yang dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak

bertanggungjawab yang dapat merugikan masyarakat selaku nasabah. Bank

Indonesia memang sudah ikut berperan dan melaksanakan tugas pengawasan

terhadap pelaku usaha perbankan. Namun demikian tugas dan fungsi Bank

Indonesia sendiri sudah cukup berat selaku otoritas moneter sehingga akan

sulit kiranya untuk memberikan peran yang cukup signifikan dalam

perlindungan data pribadi nasabah.

Keempat, kelemahan yang terkait dengan penegakan hukumnya.

Aturan dan perangkat hukum sudah tersedia namun bagaimana penegakan

hukum dapat terwujud tentunya merupakan tanggung jawab bersama baik

bagi pemerintah, Bank Indonesia, pelaku usaha, konsumen maupun aparat

penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim sehingga hukum dapat
67

ditegakkan sebagaimana mestinya dan sehingga dapat menciptakan stabilitas

nasional.

Strategi bisnis yang semata-mata mengejar keuntungan tanpa melihat

dampak buruk bagi konsumen tentu saja mengakibatkan ketidakseimbangan

dalam dunia ekonomi. Konsumen memegang peranan yang besar dalam

kehidupan ekonomi negara, tentu kenyamanan dalam bertransaksi menjadi

jaminan yang positif dan diharapkan.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen

hingga kini, undang-undang ini paling banyak dicari orang, namun bisa jadi

paling sedikit dilaksanakan. Arah penegakan hukumnya pun masih terkesan

sporadis dan tidak sistematis. Sementara itu, pelanggaran-pelanggaran hak-

hak konsumen sangat kasat mata. Belum ada format politik hukum yang jelas

mau ke mana arah perlindungan konsumen ini.8

Pelaku usaha tentu akan memanfaatkan celah yang ada, terlebih

kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dan Bank Indonesia.

Tidak hanya pengawasan dari para instansi terlkait namun diperlukannya

koordinasi yang intensif.

3. Kelemahan Budaya Hukum

Merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian secara serius dari

sistem hukum adalah lemahnya budaya hukum yang terdapat dalam

8
Yusuf Shofie, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Citra
Aditya Bakti, 2008), h. 231.
68

masyarakat. Budaya hukum yang timbul pun tidak terlepas dari lemahnya

substansi hukum yang memberikan persepsi pesimisme konsumen terhadap

upaya perlindungan hukum yang diberikan undang-undang. Adapun budaya

hukum yang menimbulkan kelemahan tersebut adalah meliputi kesadaran

hukum masyarakat dan pelaku usaha.

a. Kesadaran Hukum Masyarakat

Apa yang dimaksud dengan budaya hukum adalah sikap konsumen

maupun pelaku usaha terhadap hukum dan sistem hukum, tentang

keyakinan nilai, gagasan serta harapan tentang hukum. Undang-undang

sebagai produk hukum yang dibuat untuk melindungi konsumen hanya

dipandang sebagai sebuah aturan tanpa kejelasan maksud dan tujuan.

Bagi konsumen, keamanan serta kenyamanan dalam menggunakan

produk bagi barang maupun jasa serta adanya jaminan kepastian hukum

yang diberikan kepada mereka sudah cukup untuk meningkatkan stabilitas

perdagangan barang dan atau jasa tentunya dengan adanya dukungan

kepercayaan terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemakaian produk

barang dan atau jasa.9

Jika pendapat seperti itu dipertahankan, konsumen dengan tingkat

pendidikan rendah akan menjadi sasaran empuk bagi pelaku usaha yang

berorientasi bisnis, memberikan informasi yang tidak benar, menyesatkan

9
Munculnya Kesadaran Konsumen Untuk Menggugat, diakses pada tanggal 20
November 2013 dari http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19346&cl=Berita
69

sehingga pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi konsumen atau

nasabah tersebut.

Konsumen dengan latar pendidikan cukup pun apabila

berpandangan antipati terhadap produk hukum justru akan terjerumus ke

dalam situasi dimana hukum tidak akan mempertahankan realitas

kehidupan ekonomi masyarakat karena dipandang selalu meguntungkan

pelaku usaha.

b. Kesadaran Hukum Pelaku Usaha

Dari sisi pelaku usaha, sebagaimana hasil wawancara dengan pihak

Bank ditemukan masih sering terjadi pelanggaran-pelanggaran kecil

terhadap penerapan aturan hukum yang berlaku dalam perbankan. Hal ini

dikarenakan oleh alasan efisiensi dalam operasional bank. Hal-hal kecil

seperti inilah yang biasanya menjadi awal-mula dari permasalahan yang

terjadi antara pihak bank sebagai pelaku usaha dan nasabah sebagai

konsumen dan juga yang menjadi faktor kelemahan hukum yang

memungkinkan terjadinya pelanggaran hukum dalam memproduksi dan

memperdagangkan barang dan atau jasa. Berbanding terbalik dengan

kesadaran hukum konsumen, dalam hal ini pelaku usaha justru

memanfaatkan produk hukum yang ada dan ketidaksadaran hukum

konsumen untuk mengambil keuntungan.

Pengaturan pada batang tubuh Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yang berisikan pengaturan secara umum memberikan


70

kemungkinan beraneka ragam interpretasi sehingga memberikan ruang

gerak bagi pelaku usaha yang dari segi bisnis menguntungkan namun dari

segi hukum dapat merugikan konsumen.

C. Bentuk-bentuk Mekanisme Perlindungan Hukum Atas Pelanggaran Data

Pribadi Nasabah Perbankan

Dalam perkembangannya hubungan nasabah dengan bank tidak selalu

berjalan dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari pengaduan nasabah. Pengaduan

ini jika tidak terselesaikan dengan baik berpotensi menjadi perselisihan atau

sengketa yang akhirnya akan menurunkan reputasi bank di mata masyarakat dan

mampu menurunkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan apabila

hal tersebut tidak segera diselesaikan dengan baik.

Secara konvensional sengketa biasanya diselesaikan melalui pengadilan.

Pengadilan merupakan lembaga resmi kenegaraan yang diberi kewenangan untuk

mengadili, yaitu menerima, memeriksa dan memutus perkara berdasarkan hukum

acara dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.10 Namun pengadilan

mempunyai beberapa kelemahan yang kurang disukai seperti lamanya waktu yang

tersita dalam proses pengadilan sehubungan dengan tahapan-tahapan (banding

dan kasasi) yang harus dilalui dan sifat pengadilan yang terbuka untuk umum.

10
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2006), h. 2.
71

Pada umumnya para pengusaha tidak suka masalah-masalah bisnisnya

dipublikasikan.11

Untuk itu Bank Indonesia perlu membuat Peraturan untuk mengatur

penyelesiaan pengaduan nasabah yang ditujukan untuk mendukung kesetaraan

hubungan antara bank sebagai pelaku usaha dan nasabah sebagai konsumen

pengguna jasa perbankan sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penyelesaian nasabah

merupakan salah satu bentuk peningkatan perlindungan nasabah dalam rangka

menjamin hak-hak nasabah dalam berhubungan dengan bank. Pengaturan akan

hal ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang

Penyelesaiaan Pengaduan Nasabah. Bank wajib menyelesaikan setiap pengaduan

yang diajukan nasabah atau perwakilan nasabah.

Untuk menyelesaikan pengaduan, bank wajib menetapkan kebijakan dan

memiliki prosedur tertulis meliputi:

a. Penerimaan pengaduan;

b. Penanganan dan penyelesaiaan pengaduan; dan

c. Pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan.

Bank wajib menerima setiap pengaduan yang diajukan oleh nasabah dan

atau perwakilan nasabah yang terikat dengan Transaksi keungan yang dilakukan

oleh nasabah. Pengaduan tersebut dapat dilakukan secara tertulis dan atau lisan.

Dalam hal pengaduan secara tertulis, maka pengaduan tersebut wajib dilengkapi
11
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h.3.
72

fotokopi identitas dan dokumen pendukung lainnya. Sementara itu apabila

pengaduan dilakukan secara lisan wajib diselesaikan dalam waktu 2 (dua) hari

kerja.

Dalam hal pengaduan yang diadukan secara lisan tidak dapat diselesaikan

oleh Bank dalam jangka waktu yang telah ditentukan, Bank wajib meminta

nasabah dan atau perakilan nasabah untuk mengajukan pengaduan secara tertulis

dengan dilengkapi dokumen sebagaimana ketentuan pengaduan secara tertulis.

Penerimaan pengaduan dapat dilakukan pada setiap Kantor Bank dan tidak

terbatas hanya pada Kantor Bank tempat nasabah membuka rekening dan atau

Kantor Bank tempat nasabah melakukan transaksi keuangan. Bank wajib

memberikan penjelasan kepada nasabah dan atau perwakilan nasabah mengenai

kebijakan dan prosedur penyelesaian pengaduan pada saat nasabah dan atau

perwakilan nasabah mengajukan pengaduan.

Bank wajib menyampaikan bukti tanda terima pengaduan kepada nasabah

dan atau perwakilan nasabah yang mengajukan pengaduan secara tertulis.

Bukti penerimaan pengaduan paling tidak memuat:

a. Nomor registrasi pengaduan;

b. Tanggal penerimaan pengaduan;

c. Nama nasabah;

d. Nama dan nomor telepon petugas bank yang menerima pengaduan; dan

e. Deskripsi singkat pengaduan.


73

Bukti penerimaan pengaduan tersebut ditanda tangani oleh petugas yang

menerima pengaduan. Selain itu bank wajib memelihara catatan penerimaan

pengaduan. Catatan penerimaan pengaduan tersebut paling kurang memuat:

a. Nomor registrasi pengaduan;

b. Tanggal penerimaan pengaduan;

c. Nama nasabah;

d. Petugas penerima pengaduan; dan

e. Deskripsi singkat pengaduan.

Bank wajib menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari

kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan tertulis. Dalam hal terdapat kondisi

tertentu, bank dapat memperpanjang jangka waktu sampai dengan paling lama 20

(dua puluh) hari kerja. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu adalah:

a. Kantor bank yang menerima pengaduan tidak sama dengan kantor bank

tempat terjadinya permasalahan yang diadukan dan terdapat kendala

komunikasi diantara kedua kantor bank tersebut;

b. Transaksi keuangan yang diadukan oleh nasabah dan atau perwakilan nasabah

memerlukan penelitian khusus terhadap dokumen-dokumen bank;

c. Terdapat hal-hal lain yang berada diluar kendali bank, seperti adanya

keterlibatan pihak ketiga diluar bank dalam transaksi keuangan yang

dilakukan nasabah.
74

Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pengaduan tersebut wajib

diberitahukan secara tertulis kepada nasabah dan atau perwakilan nasabah yang

mengajukan pengaduan sebelum jangka waktu awalnya berakhir.

Dalam hal pengaduan terkait dengan transaksi keuangan yang melibatkan

pejabat bank yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan pengaduan

tersebut, maka penanganan dan penyelesaian pengaduan wajib dilakukan oleh

pejabat bank yang tingkatannya lebih tinggi. Apabila pengaduan terkait dengan

kewenangan pemimpin kantor bank tempat nasabah mengalami permasalahan,

maka penanganan dan penyelesaian pengaduan diselesaikan oleh unit dan atau

fungsi khusus penanganan dan penyelesaian pengaduan di kantor bank yang lebih

tinggi tingkatannya.

Bank wajib menginformasikan status penyelesaian pengaduan setiap saat

nasabah dan atau perwakilan nasabah meminta penjelasan kepada bank mengenai

pengaduan yang diajukannya. Dalam hal ini pengaduan diajukan secara tertulis,

bank wajib menyampaikan hasil penyelesaian pengaduan secara tertulis kepada

nasabah dan atau perwakilan nasabah sesuai batas waktu yang ditentukan. Dalam

hal pengaduan diajukan secara lisan, bank dapat menyampaikan hasil

penyelesaian pengaduan secara tertulis dan atau kisan kepada nasabah dan atau

perwakilan nasabah sesuai batas waktu yang ditentukan. Hasil penyelesaian

pengaduan paling kurang memuat:

a. Nomor registrasi pengaduan;

b. Permasalahan yang diadukan; dan


75

c. Hasil penyelesaian pengaduan yang disertai penjelasan dan alasan yang

cukup.

Bank wajib menatausahakan seluruh dokumen yang berkaitan dengan

penerimaan, penanganan, dan penyelesaian pengaduan. Bank wajib memiliki

mekanisme pelaporan internal penyelesaian pengaduan. Bank wajib

menyampaikan laporan penanganan dan penyelesaian pengaduan secara

triwulanan kepada Bank Indonesia. Laporan penanganan dan penyelesaian

pengaduan wajib disampaikan sesuai dengan format yang ditetapkan Bank

Indonesia.

Pelaporan tersebut dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah

berakhirnya masa laporan. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan

apabila laporan disampaikan melampaui batas waktu penyampaian tetapi belum

melampaui 1 (satu) bulan sejak akhir batas waktu penyampaian laporan. Bank

dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila laporan belum disampaikan oleh

bank sampai dengan berakhirnya batas waktu.

D. Model Ideal Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Perlindungan

Data Pribadi Nasabah Perbankan

Berdasarkan pemaparan penulis di sub-bab sebelumnya ditemukan bahwa

masih terdapat banyak pelanggaran terhadap perlindungan hukum data pribadi

nasabah. Hal ini terjadi oleh karena masih banyaknya faktor yang menyebabkan

pelanggaran ini terus terjadi. Salah satu faktor yang terus menyebabkan
76

pelanggaran ini terjadi adalah karena kekurangtajaman hukum atau aturan

perundang-undangan yang mengatur hal ini.

Dalam PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk

Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, penulis tidak menemukan adanya

sanksi pidana bagi pelaku tindak pelanggaran perlindungan hukum data nasabah

perseorangan. Sanksi yang dijelaskan dalam PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tentang

Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah

tersebut hanya mencakup sanksi administratif bagi pelaku pelanggaran

perlindungan data nasabah yang dilakukan oleh suatu perusahaan perbankan

maupun oknum pegawai perusahaan perbankan. Hal ini menjadi kelemahan dari

peraturan tersebut, karena sanksi pidana bagi perseorangan yang melanggar tidak

disebutkan.

Penulis melakukan studi lapangan dengan cara mewawancarai pihak Bank

BNI terkait mekanisme perlindungan data nasabah. Dalam studi tersebut penulis

menemukan bahwa beberapa pegawai Bank BNI tidak kooperatif dalam

menjelaskan mengenai perlindungan data nasabah. Perlindungan data nasabah

tersebut disebutkan dalam klausula formulir pembukaan rekening tabungan,

namun tidak dijelaskan secara rinci oleh beberapa pegawai Bank BNI. Sehingga

nasabah tidak mendapatkan kejelasan soal penggunaan data pribadinya oleh pihak

bank tersebut.

Penulis juga menemukan tidak adanya keefesiensian dari Bank BNI ketika

terjadi pengaduan nasabah yang merasa data pribadinya telah sampai ke pihak
77

lain selain Bank BNI tanpa sepengatahuan nasabah itu sendiri. Karena pengaduan

hal ini ditangani juga oleh seorang pegawai yang menjabat sebagai Customer

Service. Dalam hal ini berarti nasabah tersebut mendapatkan pelayanan

bersamaan dengan para nasabah yang baru akan membuka rekening tabungan,

giro, deposito, dan lainnya.

Jadi dalam hal model yang ideal untuk perlindungan hukum data pribadi

nasabah seharusnya PBI Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi

Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, memuat sanksi pidana bagi

yang melakukan tindak pelanggaran perlindungan data pribadi nasabah. Dalam

PBI tersebut paling tidak juga dijelaskan mengenai sanksi admnistratif bagi bank

yang tidak melakukan pengawasan terhadap beberapa pegawainya, yang tidak

kooperatif dalam hal menjelaskan mengenai ketentuan perlindungan hukum

nasabah, serta membuat suatu kebijakan bagi perusahaan bank untuk dapat

membuat staff khusus yang menangani pengaduan perlihal pelanggaran hukum

data pribadi nasabah.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Setelah penulis melakukan penelitian, penulis menemukan bentuk

pelanggaran hukum data pribadi nasabah perbankan yang banyak dilakukan

oleh oknum pegawai bank itu sendiri tanpa sepengetahuan dan seizin nasabah

yang bersangkutan. Selain itu bentuk pelanggaran hukum terhadap bocornya

data pribadi nasabah juga dikarenakan oleh ulah oknum pegawai dari

perusahaan yang terafiliasi dengan bank itu sendiri.

2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab bocornya data pribadi nasabah yaitu

karena masih lemahnya struktur hukum di Indonesia, substansi hukum serta

budaya hukum Indonesia yang juga masih lemah.

3. Setelah penulis melakukan studi lapangan ke PT. Bank Negara Indonesia

(Persero) Tbk penulis menemukan bentuk perlindungan hukum yang

diberikan oleh bank tersebut yaitu selalu menerapkan setiap regulasi yang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tersebut

diterapkan dalam bentuk SOP (Standard Operational Procedure) maupun di

dalam klausula-klausula produk PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

78
79

B. SARAN

1. Bagi Bank selaku pelaku usaha dalam bidang perbankan, hendaknya

menjalankan secara konsisten sistem dan prosedur internal terkait yang telah

ditetapkan selain tetap memegang teguh prinsip-prinsip dasar perbankan dan

Kode Etik Bankir, termasuk kegiatan edukasi bagi nasabah. Bank pun

hendaknya secara aktif memberi masukan kepada BI atas setiap kebijakan

terkait yang menyulitkan dalam operasional bank jika dipaksakan

keberlakuannya.

2. Bagi nasabah selaku konsumen perbankan sudah sepatutnya mengemban hak


tanpa mengabaikan untuk mengemban kewajiban dengan jalan memanfaatkan
berbagai fasilitas informasi yang disediakan bank maupun lembaga keuangan
lainnya dan kritis dalam menyikapi hal-hal yang dibutuhkan demi
perlindungan haknya dalam hubungan dengan bank sebagai penyimpan dana.
3. Bagi BI selaku regulator sektor perbankan, sebaiknya dalam membuat

regulasi di bidang perbankan harus sedapat mungkin menyusunnya dengan

lebih peka terhadap kepentingan nasabah. Agar tidak terkesan mementingkan

kepentingan pelaku usaha dalam perbankan saja. Diperlukan juga penegakan

hukum terkait yang lebih tegas.

4. Bagi badan legislatif negara dan pemerintah selaku penyusun kebijakan publik
harus sedapat mungkin menyikapi dan mempertimbangkan wacana eksistensi
Undang-Undang yang melindungi data dan informasi pribadi nasabah secara
nasional.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Arthesa, Ade & Handiman, Edia, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta:

PT Indeks Kelompok Gramedia, 2006.

Bako, Ronny Sautma Hotma, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk

Tabungan dan Deposito Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.

Ferdian, Ruly, Perlindungan Data Pribadi Nasabah Pemegang Kartu Kredit Ditinjau

dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Tesis S2 Fakultas Hukum,

Universitas Indonesia, Depok, 2009.

Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet. VI, Jakarta: Kencana,

2010.

Husein, Yunus, Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum, Jakarta: Program

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003

Irianto, Sulistyowati dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009.

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-IV, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

2008.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R.

Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV Jakarta: PT. Pradnya Paramita,

2004.

80
81

Lina, Perlindungan Hukum Bagi Msyarakat Pengguna Jasa Perbankan (Walk In

Interview dalam kaitannya dengan Ketentuan Rahasia Bank, Tesis Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004.

Manurung, Marina Yulia Herina, Keterbukaan Data Nasabah bank Untuk

Kepentingan Perpajakan, Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,

Depok, 2008.

Marzuki, Peter Mahmud Penelitian Hukum, cet. IV, Surabaya: Kencana, 2010.

Prasetyo, Teguh dan Barkatullah, Abdul Halim, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Roscoe Pound, Cf, Law Finding Through Experience and Reason. Three Lectures,

University of Georgia Press, Athens, 1960.

Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Sembiring, Sentosa, Hukum Perbankan, Bandung: CV. Mandar Maju, 2000.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, cet. I, Jakarta: PT Grasindo,

2006.

Shofie, Yusuf, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Citra

Aditya Bakti, 2008.

Sidablok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2006.

Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-

Press), 2006.
82

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, cet. I, Jakarta: Raja Grafindo, 2006.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III, Jakarta: UI Press, 2008.

Soemartono, Gatot, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2006.

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1993.

Susilo, Leo J. & Simarmata, Karlen, Good Corporate Governance pada Bank Umum,

Bandung: PT. Hikayat Dunia, 2007.

Sutedi, Adrian, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Wignyosoebroto, Soetandyo, Keragaman dalam Konsep Hukum Tipe Kajian dan

Metode Penelitiannya, (Universitas Airlangga, t.t).

Peraturan Perundang-undangan:
Ringkasan: Kajian Akademik RUU tentang Perlindungan Data dan Informasi

Pribadi, (Jakarta: Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 4

September 2007), h. 4.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk

Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.

Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Undang Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang Undang No. 7 Tahun

1992 tentang Perbankan.


83

Undang-Undang No 9 Tahun 1994 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara

Perpajakan.

Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan

Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

Peraturan Bank Indonesia No. 9/14/PBI/2007 Tentang Sistem Informasi Debitur.

Internet:

Ardhi Suryadi, Awas, Jadi Korban Jual-Beli Data Nasabah, diakses pada tanggal 4

Juni 2013 dari

http://inet.detik.com/read/2009/08/25/123426/1189237/323/awas-jadi-

korban-jual-beli-data-nasabah

Imam Budi P, Jual Beli Database di Internet, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari

http://www.mail-

archieve.com/referensi_maya@yahoogroups.com/msg01268.html

Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada

tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=400

Sabaruddin Siagian, Mencermati Paket Kebijakan BI, diakses pada tanggal 4 Juni

2013 dari http://www.freelists.org/archive/listindonesia/02-

2005/msg00154.html

Putra, Definisi Hukum menurut Para Ahli, diakses pada tanggal 27 September 2013

dari http://www.putracenter.net
84

Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari

http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx

Visi & Misi Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari

http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/visimisi.aspx

klikBCA.com Typosquatting atau Phising, diakses pada 18 November 2013 dari

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4936/klikbca.com-

typosquatting-atau-phishing

Bukan Nasabah Dikirimi rekening Koran, Surat Pembaca Kompas, diakses pada

tanggal 18 November 2013 dari

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/12/01042134/redaksi.yth

Palsukan Data, Sales Kartu Kredit Bobol 46 Juta, Tempo Interaktif, diakses pada

tanggal 18 November 2013 dari

http://202.158.52.210/hg/jakarta/2005/09/26/brk,20050926-67107,id.html

Munculnya Kesadaran Konsumen Untuk Menggugat, diakses pada tanggal 20

November 2013 dari

http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19346&cl=Berita

Wawancara:

Wawancara Pribadi dengan Bapak Wawan Setyawan selaku Compliance Regulatory

and Policy Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara

Indonesia(Persero) Tbk, Jakarta, 06 Januari 2014.


85

Wawancara Pribadi dengan Ibu Endah Kusumaningrum selaku Manager Customer

Care PT. Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk, Jakarta, 07 Januari 2014.

Wawancara pribadi dengan 5 (lima) nasabah PT. Bank Negara Indonesia(Persero)

Tbk, Jakarta, 08 Januari 2014.


Lampiran Hasil Wawancara

Narasumber : Wawan Setyawan

Jabatan : Compliance Regulatory and Policy Manager, divisi kepatuhan

Hari/Tanggal : Senin, 06 Januari 2014

Waktu : 16.00

Tempat : Gedung BNI 46 Jakarta Pusat, Lantai 10

1. Bagaimana konsep perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI?


Jawaban :
Konsep perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI menganut akan
ketentuan yang terdapat di dalam PBI No. 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi
Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah namun Bank BNI
sendiri membuat prosedur yang jauh lebih spesifik lagi untuk menafsirkan
ketentuan yang ada di dalam PBI tersebut yaitu dengan menetapkan kebijakan
yang dikeluarkan oleh divisi kepatuhan Bank BNI dalam bentuk sistem prosedur
perihal transparansi informasi mengenai produk Bank BNI. Tetapi kebijakan
tersebut secara detail tidak boleh dijelaskan selain dengan pihak yang berwenang.
2. Bagaimana penerapan perlindungan data pribadi nasabah di BNI?
Jawaban :
Bentuk penerapannya itu tersalurkan di dalam bentuk-bentuk ketentuan dalam
formulir yang selalu diupdate sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia.
Regulasi tersebut dibuat menjadi satu bagian di dalam formulir pembukaan
rekening karena untuk menghemat biaya (cost benefit) dan karena alasan
psikologis. Karena apabila regulasi tersebut dibuat terpisah dengan formulir
pembukaan rekening, pihak Bank BNI khawatir calon nasabah akan merasa
tertekan dengan regulasi tersebut, yang akhirnya membuat si calon nasabah
tersebut tidak berani untuk membuka rekening di bank kami.
3. Apa yang dilakukan BNI jika menerima keluhan dari nasabah perihal nasabah yang
merasa terganggu dengan penawaran-penawaran produk BNI lainnya?
Jawaban :
Pastinya kami akan selalu menampung keluhan yang disampaikan dari setiap
nasabah. Mengenai detail alur respons Bank BNI terhadap nasabah bisa kamu
tanyakan langsung kepada Ibu Endah Kusumaningrum. Karena beliau adalah
manager customer care.
Lampiran Hasil Wawancara

Narasumber : Endah Kusumaningrum

Jabatan : Manager Customer Care, divisi contact center

Hari/Tanggal : Selasa, 07 Januari 2014

Waktu : 10.00

Tempat : Gedung Landmark Tower A Jakarta Pusat, Lantai 15

1. Bagaimana konsep perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI?

Jawaban :

Apa yang dijelaskan oleh pak Wawan kemarin pada dasarnya sama dengan
apa yang akan saya jelaskan.

2. Bagaimana penerapan perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI?


Jawaban :

Pihak kami tidak langsung menerapkan apa yang menjadi ketentuan dari PBI
tersebut. Hal itu terjadi karena banyaknya pertimbangan yang
melatarbelakanginya yaitu diantaranya fleksibilitas usaha bank. Lagipula pihak
kami memikirkan efisiensi terhadap cara untuk menyampaikan ketentuan
tersebut kepada calon nasabah.

3. Apa yang dilakukan BNI jika menerima keluhan dari nasabah perihal nasabah yang
merasa terganggu dengan penawaran-penawaran produk BNI lainnya?
Jawaban :

Tentunya kami akan selalu menampung setiap keluhan yang disampaikan oleh
nasabah, dan kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan
masalah yang nasabah alami.
Lampiran Hasil Wawancara

Narasumber :

Wawancara ini dilakukan dengan 5 (lima) orang nasabah PT Bank BNI


Cabang Pembantu Ciputat. Untuk menjaga kerahasiaan bank, Penulis tidak
menyebutkan identitas nasabah tersebut.

Ny. A sebagai nasabah pertama, Tn. B sebagai nasabah kedua, Ny. C sebagai
nasabah ketiga, Ny. D sebagai nasabah keempat, dan Tn. E sebagai nasabah
kelima.

Hari :

Rabu, 8 Januari 2014

Waktu :

14.00

Tempat :

Wawancara dilakukan di kantor cabang pembantu PT. Bank BNI Ciputat

Pertanyaan :

1. Apakah benar bapak/ibu nasabah di PT Bank BNI?


Ny. A : Iya betul, mas.
Tn. B : Benar.
Ny. C : Betul, mas.
Ny. D : Iya, mas.
Tn. E : Yup.
2. Jenis nasabah apakah bapak/ibu?
Ny. A : Saya nasabah yang menabung, mas.
Tn. B : Saya menabung dan juga mempunyai kartu kredit Bank BNI, mas.
Ny. C : Saya nasabah deposan.
Ny. D : Saya nasabah penyimpan, mas
Tn. E : Saya nasabah yang hanya menabung disini.

3. Apakah bapak/ibu mengetahui perihal apa itu rahasia bank?


Ny. A : Tidak, mas.
Tn. B : Wah saya pernah dengar, tetapi tidak begitu mengerti.
Ny. C : Tidak tahu, mas.
Ny. D : Saya tidak begitu paham, mas.
Tn. E : Tidak tahu, mas

4. Apakah bapak/ibu tahu data pribadi yang ibu berikan kepada Bank BNI itu
dilindungi secara hukum?
Ny. A : Wah saya tidak begitu mengerti, mas, memang iya ya?
Tn. B : Iya saya mengetahuinya, mas.
Ny. C : Tidak tahu, mas.
Ny. D : Tidak, mas.
Tn. E : Tidak.

5. Kalau saya boleh tau pada saat bapak/ibu membuka rekening tabungan di
Bank BNI. Dijelaskan tidak oleh pihak BNI mengenai perihal data pribadi
bapak/ibu sekalian dilindungi secara hukum?
Ny. A : Saya tidak mendapatkan penjelasan mengenai hal tersebut, mas.
Tn. B : Tidak, mas.
Ny. C : Tidak mendapatkan penjelasan sama sekali, mas.
Ny. D : Tidak, mas. Saya baru tahu dari mas aja mengenai hal ini.
Tn. E : Tidak sama sekali, mas.

6. Apakah bapak/ibu pada saat membuka rekening tabungan di Bank BNI sudah
membaca semua isi klausula-klausula yang terdapat di formulir pembukaan
rekening tabungan?
Ny. A : Tidak, mas. Hehe
Tn. B : Iya, saya membacanya. Namun tidak semuanya, mas.
Ny. C : Iya sedikit, mas.
Ny. D : Tidak, mas.
Tn. E : Saya membacanya sedikit, mas.

7. Apakah bapak/ibu bersedia apabila dihubungi pihak Bank BNI atau pihak
yang bekerja sama dengan Bank BNI perihal penawaran produk-produk
lainnya?
Ny. A : Boleh-boleh saya, mas.
Tn. B : Tidak bersedia, mas.
Ny. C : Tidak mau, mas.
Ny. D : Boleh saja tidak masalah, mas.
Tn. E : Tidak, mas.
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 7/6/PBI/2005
TENTANG
TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN
PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH

GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa transparansi informasi mengenai produk bank


merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan good
governance pada industri perbankan dan memberdayakan
nasabah;
b. bahwa transparansi informasi mengenai produk bank
sangat diperlukan untuk memberikan kejelasan pada
nasabah mengenai manfaat dan risiko yang melekat pada
produk bank;
c. bahwa transparansi terhadap penggunaan data pribadi
yang disampaikan nasabah kepada bank diperlukan untuk
meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak pribadi
nasabah dalam berhubungan dengan bank;
d. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk mengatur
transparansi informasi produk bank dan penggunaan data
pribadi nasabah dalam suatu Peraturan Bank Indonesia;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia .....
-2-

Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan


Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3790);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG


TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN
PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:


1. Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana

dimaksud …..
-3-

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
termasuk kantor cabang bank asing.
2. Kantor Bank adalah kantor pusat, kantor cabang, dan kantor di bawah kantor
cabang.
3. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang
tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa Bank untuk melakukan
transaksi keuangan (walk-in customer).
4. Produk Bank adalah produk dan atau jasa perbankan termasuk produk dan
atau jasa lembaga keuangan bukan Bank yang dipasarkan oleh Bank sebagai
agen pemasaran.
5. Pihak Lain adalah pihak-pihak di luar Bank, termasuk namun tidak terbatas
pada pihak-pihak yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank.
6. Data Pribadi Nasabah adalah identitas yang lazim disediakan oleh Nasabah
kepada Bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan Bank.

Pasal 2

(1) Bank wajib menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan
penggunaan Data Pribadi Nasabah.
(2) Dalam menerapkan transparansi informasi mengenai Produk Bank dan
penggunaan Data Pribadi Nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis yang
meliputi:
a. transparansi informasi mengenai Produk Bank; dan
b. transparansi penggunaan Data Pribadi Nasabah;

(3) Kebijakan .....


-4-

(3) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
diberlakukan di seluruh Kantor Bank.

Pasal 3

Direksi Bank bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan dan prosedur


transparansi informasi mengenai Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi
Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

BAB II
TRANSPARANSI INFORMASI
PRODUK BANK
Pasal 4

(1) Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara
lengkap dan jelas mengenai karakteristik setiap Produk Bank.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada
Nasabah secara tertulis dan atau lisan.
(3) Dalam memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), Bank dilarang memberikan informasi yang menyesatkan (mislead) dan
atau tidak etis (misconduct).

Pasal 5

(1) Informasi mengenai karakteristik Produk Bank sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 4 sekurang-kurangnya meliputi:
a. Nama Produk Bank;
b. Jenis Produk Bank;
c. Manfaat dan risiko yang melekat pada Produk Bank;

d. Persyaratan …..
-5-

d. Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank;


e. Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank;
f. Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan;
g. Jangka waktu berlakunya Produk Bank; dan
h. Penerbit (issuer/originator) Produk Bank;
(2) Dalam hal Produk Bank terkait dengan penghimpunan dana, Bank wajib
memberikan informasi mengenai program penjaminan terhadap Produk
Bank tersebut.

Pasal 6

(1) Bank wajib memberitahukan kepada Nasabah setiap perubahan,


penambahan, dan atau pengurangan pada karakteristik Produk Bank
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan
kepada setiap Nasabah yang sedang memanfaatkan Produk Bank paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum berlakunya perubahan, penambahan dan
atau pengurangan pada karakteristik Produk Bank tersebut.

Pasal 7

Bank dilarang mencantumkan informasi dan atau keterangan mengenai


karakteristik Produk Bank yang letak dan atau bentuknya sulit terlihat dan atau
tidak dapat dibaca secara jelas dan atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

Pasal 8

(1) Bank wajib menyediakan layanan informasi karakteristik Produk Bank yang
dapat diperoleh secara mudah oleh masyarakat.

(2) Penyediaan …..


-6-

(2) Penyediaan layanan informasi mengenai Produk Bank sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7.

BAB III
TRANSPARANSI PENGGUNAAN
DATA PRIBADI NASABAH
Pasal 9

(1) Bank wajib meminta persetujuan tertulis dari Nasabah dalam hal Bank akan
memberikan dan atau menyebarluaskan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak
Lain untuk tujuan komersial, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku.
(2) Dalam permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank
wajib terlebih dahulu menjelaskan tujuan dan konsekuensi dari pemberian
dan atau penyebarluasan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak Lain.

Pasal 10

(1) Permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat


dilakukan oleh Bank sebelum atau setelah Nasabah melakukan transaksi
yang berkaitan dengan Produk Bank.
(2) Persetujuan Nasabah terhadap permintaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan dengan penandatanganan oleh Nasabah pada formulir
khusus yang dibuat untuk keperluan tersebut.

Pasal 11 …..
-7-

Pasal 11

Dalam hal Bank akan menggunakan data pribadi seseorang dan atau sekelompok
orang yang diperoleh dari Pihak Lain untuk tujuan komersial, Bank wajib
memiliki jaminan tertulis dari Pihak Lain yang berisi persetujuan tertulis dari
seseorang dan atau sekelompok orang tersebut untuk menyebarluaskan data
pribadinya.

BAB IV
SANKSI
Pasal 12

(1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,


Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan
Pasal 11 dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 52 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 berupa teguran tertulis.
(2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan
dengan komponen penilaian tingkat kesehatan Bank.

BAB V
PENUTUP
Pasal 13

Ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini tidak berlaku bagi Badan Kredit
Desa yang didirikan berdasarkan Staatsblad Tahun 1929 Nomor 357 dan
Rijksblad Tahun 1937 Nomor 9.

Pasal 14 …..
-8-

Pasal 14

Ketentuan lebih lanjut mengenai Peraturan Bank Indonesia ini akan diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.

Pasal 15

Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Januari 2005

GUBERNUR BANK INDONESIA

BURHANUDDIN ABDULLAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 16

DPNP/DPbS/DPBPR
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 7/6/PBI/2005
TENTANG
TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN
PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH

UMUM

Pemilihan produk bank oleh nasabah seringkali lebih didasarkan pada aspek
informasi mengenai manfaat yang akan diperoleh dari produk bank tersebut. Hal
ini pada satu sisi terjadi karena pada umumnya informasi mengenai produk bank
yang disediakan bank belum menjelaskan secara berimbang manfaat, risiko
maupun biaya-biaya yang melekat pada suatu produk bank. Oleh karena itu,
tidak jarang timbul perselisihan antara bank dengan nasabah yang disebabkan
karena adanya kesenjangan informasi mengenai karakteristik produk bank yang
ditawarkan bank kepada nasabah. Akibatnya, hak-hak nasabah untuk
mendapatkan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh menjadi tidak
terpenuhi. Pada sisi yang lain, kurangnya informasi yang memadai mengenai
produk bank memungkinkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan kegiatan
usaha perbankan yang dapat merugikan nasabah sehingga diperlukan adanya
transparansi informasi mengenai produk bank untuk meningkatkan good
governance di sektor perbankan.
Selain aspek transparansi informasi mengenai produk bank yang masih
kurang memadai, nasabah dihadapkan pula pada masalah pemberian data pribadi
oleh bank kepada pihak lain di luar bank tersebut untuk tujuan komersial tanpa

izin .....
-2-

izin nasabah. Oleh karena itu, transparansi penggunaan data pribadi nasabah
perlu dilakukan agar hak-hak nasabah tetap terlindungi.
Dengan memperhatikan hal-hal diatas, maka transparansi informasi
mengenai produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah menjadi suatu
kebutuhan yang tidak dapat dihindari untuk menjaga kredibilitas lembaga
perbankan sekaligus melindungi hak-hak nasabah sebagai konsumen pengguna
jasa perbankan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Cukup jelas
ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
ayat (1)
Informasi tertulis antara lain dalam bentuk leaflet, brosur, atau

bentuk …..
-3-

bentuk tertulis lainnya.


ayat (2)
Informasi secara lisan kepada Nasabah dapat dilakukan dengan
menjelaskan ringkasan karakteristik Produk Bank, dengan tetap
memperhatikan kelengkapan informasi yang disampaikan.
ayat (3)
Bank memberikan informasi yang akurat dan sebenar-benarnya
mengenai Produk Bank yang akan dimanfaatkan Nasabah dengan
memenuhi etika penyampaian informasi yang berlaku umum.
Pemberian informasi dianggap menyesatkan (mislead) apabila Bank
memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta, misalnya
menyebutkan produk reksadana sebagai deposito.
Pemberian informasi dianggap tidak etis (misconduct) antara lain
apabila memberikan penilaian negatif terhadap Produk Bank lain.

Pasal 5
ayat (1)
huruf a
Cukup jelas
huruf b
Jenis Produk Bank mengacu kepada kegiatan usaha Bank
sebagaimana tercantum dalam ketentuan perundang-undangan
yang berlaku seperti giro, tabungan, deposito, dan
kredit/pembiayaan.
huruf c
Bank menjelaskan secara terinci setiap manfaat yang dapat
diperoleh Nasabah dari suatu Produk Bank dan potensi risiko

yang …..
-4-

yang dihadapi oleh Nasabah dalam masa penggunaan Produk


Bank.
huruf d
Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank mencakup
antara lain dokumen yang diperlukan, mekanisme dan
prosedur transaksi yang berkaitan dengan Produk Bank.
huruf e
Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank antara lain biaya
administrasi, provisi, atau penalti.
huruf f
Bagi Bank yang menjalankan kegiatan usaha secara
konvensional, informasi yang disampaikan mencakup metode
perhitungan bunga untuk Produk Bank baik untuk Produk
Bank yang terkait dengan penghimpunan maupun penyaluran
dana.
Bagi Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah, informasi yang disampaikan mencakup
metode perhitungan bagi hasil untuk Produk Bank yang
berupa penghimpunan dana, dan metode perhitungan margin
keuntungan serta perhitungan bagi hasil untuk Produk Bank
yang berupa penyaluran dana.
huruf g
Informasi mengenai jangka waktu mencakup perpanjangan
dan penghentian jangka waktu dan atau manfaat Produk Bank
sebelum jatuh tempo.

huruf h .....
-5-

huruf h
Informasi mengenai penerbit Produk Bank antara lain
mencakup keterangan mengenai siapa penerbitnya (Bank atau
lembaga keuangan bukan bank), hubungan hukum antara
penerbit dengan Bank dan Nasabah, serta hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
ayat (2)
Informasi mengenai program penjaminan antara lain mengenai
kejelasan apakah Produk Bank tersebut termasuk dalam program
penjaminan.
Pasal 6
ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Untuk Produk Bank tertentu yang frekuensi perubahan
karakteristiknya relatif tinggi, seperti perubahan suku bunga
tabungan, pemberitahuan dapat dilakukan melalui pengumuman di
Kantor Bank dan atau media lain yang mudah diakses oleh Nasabah.

Pasal 7
Penempatan tulisan, bentuk huruf, dan warna tulisan dalam penjelasan
karakteristik Produk Bank disajikan secara proporsional dan wajar sehingga
mudah dibaca.
Kalimat yang digunakan dalam menjelaskan Produk Bank disajikan secara
singkat dan jelas sehingga mudah dimengerti.

Pasal 8 …..
-6-

Pasal 8
ayat (1)
Layanan informasi dapat berupa publikasi tertulis di setiap Kantor
Bank dan atau dalam bentuk informasi secara elektronis yang
disediakan melalui hotline service / call center atau website.
ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 9
ayat (1)
Yang dimaksud dengan tujuan komersial adalah pengunaan Data
Pribadi Nasabah oleh Pihak Lain untuk memperoleh keuntungan.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku misalnya di bidang
informasi debitur.
ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 10
ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Klausula permintaan persetujuan bersifat opt-in, yaitu Bank dilarang
melakukan hal-hal yang menjadi tujuan pencantuman klausula
tersebut, sebelum Nasabah memberikan persetujuan.

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12 …..
-7-

Pasal 12
ayat (1)
Cukup jelas
ayat (2)
Perhitungan dalam komponen penilaian tingkat kesehatan Bank
dilakukan pada aspek manajemen.

Pasal 13
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR


4475
-8-

Anda mungkin juga menyukai